Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERISTIWA LETUSAN GUNUNG KRAKATAU DAN SEJARAHNYA

DISUSUN OLEH:

Nama : PTTTL. Selvia Safira Veronickha.Y.I

Kelas :X

Mata Pelajaran : Sejarah B Indo

Guru Mata Pelajaran : Pdt. Heliyeni Dusino, M.Th

SMA KRISTEN

SMA Kristen GKE Banjarmasin, Jl. S. Parman Jl. D. I. Panjaitan No. 1, Antasan Besar, Kec.
Banjarmasin
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
Makalah ini disusun dalam rangka memahami dampak dan penanganan bencana alam yang
terjadi di Indonesia, khususnya letusan Gunung Krakatau. Melalui makalah ini, Penulis berupaya
untuk memberikan gambaran tentang sejarah, penyebab, serta konsekuensi yang ditimbulkan
oleh letusan Gunung Krakatau, serta upaya-upaya mitigasi dan penanggulangannya.

Penulis menyadari bahwa pengetahuan tentang bencana alam sangatlah penting dalam
upaya pencegahan dan mitigasi di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber
informasi yang bermanfaat bagi pembaca, terutama generasi muda yang menjadi harapan
bangsa.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada guru pembimbing Penulis yang
telah memberikan arahan dan masukan yang berharga. Akhir kata, penulis mohon maaf atas
segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia, dengan sebagian besar wilayahnya terdiri dari kepulauan yang tersebar di
Cincin Api Pasifik, memang diberkati dengan kekayaan alam yang luar biasa. Namun, keindahan
alam ini juga membawa risiko besar terhadap bencana alam, salah satunya adalah letusan
gunung berapi. Sebagai negara dengan lebih dari 130 gunung berapi yang aktif, Indonesia telah
sering menjadi sasaran letusan yang menghancurkan.

Salah satu peristiwa paling tragis yang terjadi dalam sejarah bencana alam Indonesia
adalah letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883. Gunung Krakatau, yang pada masa itu masih
dianggap sebagai salah satu dari puluhan pulau kecil di Selat Sunda, berubah menjadi sumber
malapetaka yang tidak terduga. Letusan ini tidak hanya menghancurkan pulau itu sendiri, tetapi
juga menciptakan gelombang tsunami yang mengerikan yang melanda pesisir-pesisir terdekat,
mengambil ribuan nyawa dan merusak desa-desa di sepanjang pantai.

Selain itu, abu vulkanik yang terbawa angin menyebarkan kegelapan di langit dan
menutupi sinar matahari, menciptakan fenomena alam yang menakjubkan tetapi juga
menakutkan, seperti terbenamnya matahari merah dan langit yang gelap. Abu vulkanik yang
tersebar di atmosfer juga mengakibatkan perubahan iklim global yang signifikan,
mempengaruhi suhu dunia dan pola cuaca di berbagai belahan bumi.

Peristiwa letusan Gunung Krakatau tidak hanya meninggalkan luka mendalam dalam
sejarah Indonesia, tetapi juga menjadi pelajaran berharga bagi dunia internasional tentang
kompleksitas dan bahaya letusan gunung berapi. Dari tragedi ini, kita memahami bahwa upaya
mitigasi dan penanggulangan bencana alam harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan
masyarakat, guna melindungi nyawa dan harta benda serta meminimalkan kerugian yang
ditimbulkan.

1.2 Tujuan Makalah

1. Menyajikan kronologi letusan Gunung Krakatau dan faktor penyebabnya.


2. Menganalisis dampak lokal dan global yang ditimbulkan oleh letusan tersebut.
3. Menyampaikan pembelajaran penting dari tragedi Gunung Krakatau.
4. Menekankan urgensi upaya mitigasi dan penanggulangan bencana alam.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kronologi peristiwa letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883?
2. Apa faktor-faktor penyebab utama yang memicu letusan Gunung Krakatau?
3. Apa saja dampak letusan Gunung Krakatau, baik secara lokal maupun global, terhadap
lingkungan dan masyarakat?
4. Apa saja upaya mitigasi dan penanggulangan bencana alam yang telah dilakukan setelah
letusan Gunung Krakatau, dan bagaimana efektivitasnya

BAB II

PERISTIWA LETUSAN GUNUNG KRAKATAU

2.1 Deskripsi Gunung Krakatau


Gunung Krakatau adalah sebuah gunung berapi yang terletak di Selat Sunda, di antara
pulau Jawa dan Sumatera, Indonesia. Secara geografis, gunung ini terletak di koordinat 6.102°
LS dan 105.423° BT. Sebelum letusan dahsyatnya pada tahun 1883, Gunung Krakatau terdiri
dari tiga puncak utama: Perboewatan, Rakata, dan Danan.

Wilayah sekitar Gunung Krakatau adalah kawasan yang subur dan padat penduduk.
Sebagian besar masyarakat di sekitarnya menggantungkan hidup mereka pada pertanian dan
nelayan. Gunung Krakatau juga memiliki nilai sejarah dan keindahan alam yang menarik bagi
para pengunjung, dengan panorama yang spektakuler dan keberagaman hayati yang kaya.

Secara geologi, Gunung Krakatau terletak di Cincin Api Pasifik, sebuah daerah di sekitar
Samudra Pasifik yang dikenal dengan aktivitas vulkaniknya yang tinggi. Wilayah ini rentan
terhadap gempa bumi dan letusan gunung berapi karena pergerakan lempeng tektonik yang
aktif di bawahnya.

Dengan ketinggian sekitar 813 meter di atas permukaan laut, Gunung Krakatau telah
menjadi objek penelitian dan kajian ilmiah yang penting bagi para ahli geologi dan vulkanologi.
Letusan besar pada tahun 1883 mengubah secara dramatis topografi pulau tersebut dan
memberikan wawasan yang berharga tentang dinamika proses geologi yang terjadi di bumi.

Gunung Krakatau, dengan kekuatannya yang mendalam dan sejarahnya yang kaya, tidak
hanya merupakan fenomena alam yang menakjubkan tetapi juga menjadi bagian penting dari
warisan budaya dan ilmiah Indonesia yang harus dipelajari dan dilestarikan.

2.2 Kronologi Peristiwa Letusan 1883

Pada awal tahun 1883, Gunung Krakatau mulai menunjukkan tanda-tanda aktivitas
vulkanik yang meningkat. Gempa-gempa bumi kecil dan letusan kecil secara periodik terjadi di
sekitar gunung berapi, menandakan adanya peningkatan tekanan magma di bawah permukaan.
Pada bulan Agustus 1883, aktivitas vulkanik Gunung Krakatau mencapai puncaknya. Gempa-
gempa bumi yang kuat terjadi secara teratur, diikuti oleh peningkatan jumlah asap vulkanik dan
ledakan yang terdengar dari kejauhan. Penduduk lokal dan kapal-kapal di sekitar perairan
segera menyadari adanya ancaman yang meningkat dari gunung berapi.

Pada pagi hari tanggal 26 Agustus 1883, Gunung Krakatau meletus dengan kekuatan yang luar
biasa. Ledakan dahsyat terdengar hingga ke Pulau Jawa dan Sumatera, sementara kolom asap
dan abu mencapai ketinggian ribuan meter di atas puncak gunung berapi. Letusan besar ini
menyebabkan runtuhnya sebagian besar tubuh utama Gunung Krakatau dan membentuk
kaldera baru di dalamnya. Setelah letusan besar, gelombang tsunami yang besar terbentuk dan
melanda pesisir sekitarnya. Gelombang tersebut mencapai ketinggian lebih dari 30 meter dan
menyapu pulau-pulau kecil di sekitarnya, merusak desa-desa pesisir dan menewaskan ribuan
orang.

Debu vulkanik dan gas belerang yang dilepaskan ke atmosfer oleh letusan Krakatau
menghasilkan efek global yang signifikan. Debu tersebut menyebabkan penurunan suhu rata-
rata dunia selama beberapa tahun setelah letusan, serta menyebabkan perubahan dramatis
dalam kondisi cuaca global. Setelah letusan besar pada tahun 1883, aktivitas vulkanik Gunung
Krakatau berangsur-angsur mereda, meskipun masih terjadi letusan kecil-kecilan dan gempa
bumi sesekali. Pada akhirnya, Gunung Krakatau kembali aktif dan menjadi salah satu tujuan
wisata alam yang populer di Indonesia.

2.3 Dampak Letusan Terhadap Lingkungan dan Manusia.

1. Kerusakan Lingkungan
 Tanah yang tertutup oleh abu vulkanik dan material piroklastik mengalami degradasi
yang signifikan. Lapisan tanah yang subur menjadi tercemar dan tidak lagi cocok untuk
pertanian.
 Habitat alami bagi flora dan fauna di sekitar Gunung Krakatau mengalami kerusakan
parah. Banyak tanaman dan hewan menjadi terancam punah atau mengalami
penurunan populasi yang dramatis.
2. Kerugian Manusia
 Gelombang tsunami setinggi lebih dari 30 meter yang dihasilkan oleh letusan menyapu
pesisir sekitarnya, menghancurkan desa-desa dan menewaskan ribuan orang. Banyak
penduduk lokal kehilangan rumah, harta benda, dan anggota keluarga.
 Korban jiwa terutama terkonsentrasi di wilayah pesisir, di mana gelombang tsunami
mengakibatkan kerusakan terbesar. Namun, dampak psikologis dari kehilangan dan
trauma juga merambah ke seluruh masyarakat yang terdampak.
3. Perubahan Iklim Global
 Debu vulkanik dan gas belerang yang dilepaskan ke atmosfer menyebabkan efek global
yang signifikan. Debu tersebut menyebabkan penurunan suhu rata-rata dunia selama
beberapa tahun setelah letusan, serta menyebabkan perubahan dalam pola cuaca
global.
 Efek ini dapat dirasakan di seluruh dunia, mempengaruhi pertanian, ekosistem, dan
kehidupan sehari-hari manusia. Perubahan iklim yang disebabkan oleh letusan Krakatau
pada tahun 1883 telah mempengaruhi kehidupan di berbagai belahan bumi.

BAB III

PENELITIAN DAN SURVEI PASCA-LETUSAN

3.1 Upaya Pemahaman Aktivitas Vulkanik

Upaya pemahaman aktivitas vulkanik merupakan langkah penting dalam mitigasi bencana
gunung berapi seperti Gunung Krakatau. Berbagai strategi dilakukan untuk memahami
fenomena tersebut yaitu pemantauan rutin dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait dan ahli
vulkanologi. Ini melibatkan penggunaan seismometer untuk mendeteksi aktivitas gempa bumi
vulkanik, pengukuran gas vulkanik, serta pemantauan deformasi tanah. Teknologi pemantauan
jarak jauh seperti penggunaan satelit juga membantu dalam memantau aktivitas gunung berapi
secara terus-menerus.
Selain itu, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat lokal juga penting. Program-program
pendidikan diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran akan risiko letusan vulkanik dan
tindakan-tindakan yang harus diambil dalam menghadapi ancaman tersebut. Ini termasuk
pengenalan tanda-tanda awal letusan dan penyusunan rencana evakuasi darurat.

3.2 Peran Penelitian Geologi dan Ilmiah

Penelitian geologi dan ilmiah memainkan peran kunci dalam pemahaman lebih lanjut
tentang aktivitas gunung berapi seperti Gunung Krakatau. Melalui penelitian ini, kita yakni
Memahami proses-proses geologi yang terjadi di bawah permukaan bumi, termasuk
pembentukan gunung berapi dan potensi letusan vulkanik. Mengembangkan model prediksi
yang lebih akurat untuk memperkirakan waktu, lokasi, dan skala letusan gunung berapi. Ini
sangat membantu dalam perencanaan mitigasi bencana dan evakuasi penduduk yang lebih
efektif.

3.3 Teknologi Modern dalam Memahami Gunung Krakatau

Satelit penginderaan jauh memungkinkan pemantauan aktivitas vulkanik dari jarak jauh.
Citra satelit dapat digunakan untuk memantau perubahan permukaan gunung berapi dan pola
aktivitas gas vulkanik. Sensor dan instrumentasi canggih seperti seismometer, GPS, dan sensor
lainnya memungkinkan pemantauan yang lebih akurat terhadap getaran bumi, deformasi
tanah, dan gas vulkanik di sekitar Gunung Krakatau.

BAB IV

Sejarah dan Catatan Letusan Gunung Krakatau

4.1 Catatan Sejarah Letusan Gunung Krakatau Sebelum 1883

Sebelum letusan besar pada tahun 1883, Gunung Krakatau telah mencatat sejarah letusan
yang signifikan selama ribuan tahun. Meskipun tidak ada catatan tertulis yang rinci sebelum era
modern, bukti-bukti geologi dan arkeologi memberikan gambaran tentang aktivitas vulkanik
Gunung Krakatau sebelum letusan besar tersebut. Selama milenium, catatan letusan kecil dan
sedang tersebar dalam penelitian ilmiah dan rekaman geologi. Beberapa catatan sejarah
letusan Gunung Krakatau sebelum tahun 1883 termasuk letusan pada abad ke-4 Masehi yang
dipercaya telah menciptakan kawah-kawah baru dan mempengaruhi lanskap sekitarnya.
Selain itu, letusan pada abad ke-17 dan ke-18 juga memiliki catatan sejarah yang signifikan.
Letusan-letusan ini menciptakan pulau-pulau baru di sekitar Gunung Krakatau dan mengubah
garis pantai di wilayah tersebut. Salah satu letusan terbesar sebelum tahun 1883 terjadi pada
tahun 1680, yang menghasilkan dampak yang signifikan pada lingkungan sekitarnya. Letusan ini
meninggalkan jejak geologis yang terdokumentasi dan memberikan petunjuk tentang potensi
letusan yang lebih besar di masa depan. Meskipun catatan sejarah letusan Gunung Krakatau
sebelum tahun 1883 tidak lengkap, bukti-bukti tersebut memberikan wawasan tentang sejarah
aktivitas vulkanik Gunung Krakatau dan memperkuat pemahaman tentang potensi bahaya
letusan vulkanik di masa depan.

4.2 Perubahan Lanskap Akibat Letusan

Letusan besar Gunung Krakatau pada tahun 1883 mengakibatkan perubahan lanskap yang
mendalam di sekitarnya. Berikut adalah beberapa perubahan lanskap yang terjadi akibat
letusan tersebut: Perubahan Terbesar adalah Pembentukan Kaldera Baru: Letusan
mengakibatkan runtuhnya sebagian besar tubuh utama Gunung Krakatau dan membentuk
kaldera baru di dalamnya. Kaldera ini kemudian terisi oleh air laut, membentuk danau kaldera
yang dikenal sebagai Danau Anak Krakatau.

Selain itu, Material vulkanik yang terlempar ke laut selama letusan menciptakan sejumlah
pulau baru di sekitar Gunung Krakatau. Pulau-pulau ini terbentuk dari endapan vulkanik yang
mengeras dan menjadi ciri khas baru dalam lanskap wilayah tersebut. Perubahan Signifikan juga
Terjadi pada Garis Pantai: Gelombang tsunami yang dihasilkan oleh letusan mengubah garis
pantai di sekitar Gunung Krakatau. Daerah pesisir mengalami kerusakan yang parah akibat
serangan gelombang besar, sementara beberapa wilayah terdekat terendam oleh air laut.
Selain itu, letusan juga mengakibatkan kerusakan struktural pada bangunan dan infrastruktur di
pulau-pulau sekitarnya. Banyak rumah dan bangunan lainnya hancur atau rusak parah oleh
aliran piroklastik dan batu-batu vulkanik yang terlempar.

Wilayah sekitar Gunung Krakatau juga terutama dihiasi oleh lapangan lava dan endapan
piroklastik setelah letusan. Material ini terbentuk dari aliran lava yang mengalir dan endapan
batu-batu vulkanik yang terlempar selama letusan. Perubahan lanskap yang terjadi akibat
letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 menciptakan tidak hanya fitur alam baru yang
menakjubkan, tetapi juga memengaruhi ekosistem dan kehidupan manusia di wilayah
sekitarnya. Studi lebih lanjut tentang perubahan lanskap ini memberikan wawasan yang
berharga tentang dinamika geologi dan proses alam yang terjadi di bumi.
BAB V

KESIMPULAN

Dalam kesimpulan, letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 adalah salah satu peristiwa
alam paling tragis dalam sejarah Indonesia yang mengguncang wilayah sekitarnya serta
memberikan dampak global yang signifikan. Letusan ini tidak hanya menyebabkan kerusakan
lingkungan yang luas, tetapi juga menelan ribuan korban jiwa dan mengubah lanskap secara
dramatis.

Dari kronologi peristiwa letusan, kita memahami bahwa aktivitas vulkanik Gunung
Krakatau meningkat secara bertahap sebelum mencapai puncaknya pada Agustus 1883.
Letusan tersebut mengakibatkan pembentukan kaldera baru, gelombang tsunami yang
mengerikan, dan pelepasan debu vulkanik ke atmosfer yang mempengaruhi iklim global.

Dampak letusan tersebut tidak hanya terbatas pada kerusakan lingkungan dan manusia di
wilayah sekitarnya, tetapi juga menciptakan perubahan signifikan dalam pemahaman kita
tentang aktivitas vulkanik dan perubahan iklim. Upaya mitigasi dan penanggulangan bencana
alam menjadi semakin penting untuk melindungi nyawa dan harta benda serta meminimalkan
kerugian di masa depan.

Sejarah dan catatan letusan Gunung Krakatau sebelum tahun 1883 memberikan wawasan
yang berharga tentang potensi bahaya letusan vulkanik di masa depan. Dengan mempelajari
dan memahami peristiwa ini, kita dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam
melindungi diri kita dan lingkungan kita dari ancaman bencana alam yang serupa.

DAFTAR PUSTAKA

Simkin, T., & Fiske, R. S. (1983). Krakatau, 1883—The volcanic eruption and its effects.
Smithsonian Institution Press.

Oppenheimer, C. (2003). Krakatau: The day the world exploded: August 27, 1883.
Cambridge University Press.

Winchester, S. (2003). Krakatoa: The day the world exploded, August 27, 1883.
HarperCollins Publishers.
Self, S., Rampino, M. R., & Newton, M. S. (1984). The 1883 eruption of Krakatau. Nature,
309(5963), 37-42.

Simkin, T., & Fiske, R. S. (1988). Krakatau 1883, The volcanic eruption and its effects.
American Geophysical Union.

Symons, G. J. (1888). The eruption of Krakatoa. Nature, 37(962), 487-490.

Stothers, R. B. (1984). The great Tambora eruption in 1815 and its aftermath. Science,
224(4654), 1191-1198.

Anda mungkin juga menyukai