Anda di halaman 1dari 10

Letusan Gunung Krakatau 1883

Fasilitator :

Disusun Oleh :

Puspita Handayani
X.F

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN


DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 2 MUARA ENIM 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
bantuan-Nya tentunya kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa'atnya di akhirat
nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul "Gunung Api Krakatau".

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pendidikan agama yang telah membimbing dalam menulis makalah
ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Muara Enim,14 januari 2024


Penulis

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2

1.3 Manfaat.......................................................................................................3

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

2.1 Lokasi penelitian........................................................................................4

2.2 Kondisi fisik................................................................................................5

2.3 Kondisi wilayah..........................................................................................6

BAB III LANDASAN TEORI,KERANGKA BERFIKIR, DAN METODE


PENELITIAN

3.1 Landasan teori.............................................................................................7

3.2 Kerangka berpikir.......................................................................................8

3.3 Metode penellitian......................................................................................9

BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................10

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ................................................................................................11

5.2 Saran...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem saluran panas (batuan dalam wujud cair atau
lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan pada saat meletus. Gunung berapi di Bumi terbentuk dikarenakan
keraknya terpecah. menjadi 17 lempeng tektonik utama yang kaku yang
mengambang di atas lapisan mantel yang lebih panas dan lunak. Indonesia adalah
salah satu negara yang memiliki banyak gunung api, yaitu 127 gunung api yang
aktif.

Salah satu gunung api yang terdapat di Indonesia adalah gunung krakatau.
Krakatau (atau Rakata) adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di
Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra. Gunung krakatau merupakan sebuah
gunung api di perairan Selat Sunda yang menyebabkan bencana besar bagi dunia.
Meletusnya gunung api ini menyebabkan terjadinya tsunami dan abu dari letusan
tersebut sampai di daratan Eropa. Abu letusan menyebabkan berkurangnya
intensitas. sinar dan cahaya matahari ke permukaan bumi.

Letusan Gunung krakatau berada di skala 6 dari 8 yang menunjukkan bahwa


letusannya tergolong dahsyat dengan materi vulkanik yang terlempar lebih dari 10
km. Saat ini, pada lokasi bekas meletusnya gunung krakatau ini tumbuh gunung
baru yang diberi nama Gunung Anak Krakatau. Pemberian nama ini disebabkan
karena lokasinya berada di kaldera bekas gunung krakatau dan ukurannya yang
lebih kecil. Gunung ini akan tumbuh semakin besar setiap harinya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa terjadi pada letusan gunung krakatau 1883 ?
2. Bagaimana kondisi alam pada gunung krakatau 1883 ?
3. Dimana tempat terjadi nya letusan gunung krakatau 1883 ?
4. Berapa juumlah korban pada letusan gunung krakatau 1883?

1.3 Manfaat Penelitian


1. Sebagai sumber informasi belajar.
BAB II
DESKRIPTIF WILAYAH

2.1 Lokasi Penelitian


Wilayah penelitian terletak di pesisir Pulau Sumatera, dan berhadapan
langsung dengan Gunung Anak Krakatau. Lokasi tersebut sangat berpotensi untuk
terkena dampak erupsi Gunung Krakatau. Berdasarkan peta geologi lembar
Tanjungkarang diketahui bahwa area penelitian tersusun oleh jenis batuan berupa
andesit dengan persebaran yang relatif luas (Mangga dkk., 1993). Wilayah
penelitian memiliki potensi pertambangan andesit sebagai salah satu penunjang
roda perekonomian, namun juga memiliki potensi dampak erupsi Gunung Anak
Krakatau. Diperlukan adanya pertimbangan aspek keamanan mengingat akan
potensi tsunami di area penelitian. Secara garis besar penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi kondisi geologi dan karakteristik endapan tsunami di
wilayah penelitian, selain itu juga dilakukan penyusunan peta saran eksplorasi
andesit PT Rajabasa Kedaton Makmur yang mempertimbangkan beberapa aspek
antara lain: keterdapatan batuan andesit, zona aman, dan kesesuaian tutupan lahan
terhadap aktivitas pertambangan.

2.2 Kondisi fisik


Sebelum letusan 1883, aktivitas seismik di sekitar Krakatau sangat tinggi,
menyebabkan sejumlah gempa bumi yang dirasakan hingga ke Australia. Pada 20
Mei 1883, pelepasan uap mulai terjadi secara teratur di Perboewatan,. pulau
paling utara di Kepulauan Krakatau. Pelepasan abu vulkanik mencapai ketinggian
hingga 6 km dan suara letusan terdengar hingga ke Batavia (sekarang Jakarta),
yang berjarak 160 km dari Krakatau. Aktivitas vulkanik menurun pada akhir Mei,
dan tidak ada aktivitas lebih lanjut yang tercatat hingga beberapa minggu ke
depan.

Letusan kembali terjadi pada 16 Juni, yang menimbulkan letusan keras


dan menutupi pulau dengan awan hitam tebal selama lima hari. Pada 24 Juni,
angin timur yang bertiup membersihkan awan tersebut, dan dua gulungan kabut
asap terlihat membubung dari Krakatau. Letusan ini diyakini telah menyebabkan
munculnya dua ventilasi baru yang terbentuk di antara Perboewatan dan Danan.
Aktivitas gunung juga menyebabkan air pasang di sekitarnya menjadi sangat
tinggi, dan kapal-kapal di pelabuhan harus ditambatkan dengan rantai agar tidak
terseret laut. Guncangan gempa mulai terasa di Anyer, Jawa Barat, dan kapal-
kapal Belanda melaporkan mengenai adanya batu apung besar yang mengambang
di Samudra Hindia di sebelah barat.

Pada tanggal 11 Agustus, pakar topografi Belanda, Kapten H. J. G.


Ferzenaar, mulai menyelidiki pulau. Ia menemukan tiga gulungan abu telah
melingkupi pulau, dan lepasan uap dari setidaknya sebelas ventilasi lainnya,
sebagian besarnya terdapat di Danan dan Rakata. Saat mendarat, Ferzenaar
mencatat adanya lapisan abu setebal 0,5 m, dan musnahnya semua vegetasi pulau,
hanya menyisakan tunggul-tunggul pohon. Keesokan harinya, sebuah kapal yang
lewat melaporkan mengenai adanya ventilasi baru yang berjarak "hanya beberapa
meter di atas permukaan laut". Aktivitas vulkanik Krakatau terus berlanjut hingga
pertengahan Agustus.

2.3 Kondisi Penduduk


Pada tengah hari tanggal 27 Agustus 1883, hujan abu panas turun di
Ketimbang (sekarang Desa Banding, Rajabasa, Lampung Selatan). Kurang lebih
1.000 orang tewas akibat hujan abu ini. Kombinasi aliran piroklastik, abu
vulkanik, dan tsunami juga berdampak besar terhadap wilayah di sekitar
Krakatau. Tak satupun yang selamat dari total 3.000 orang penduduk pulau
Sebesi, yang jaraknya sekitar 13 km (8,1 mil) dari Krakatau. Aliran piroklastik
menewaskan kurang lebih 1.000 orang di Ketimbang dan di pesisir Sumatra yang
berjarak 40 km (25 mil) di sebelah utara Krakatau. Jumlah korban jiwa yang
dicatat oleh pemerintah Hindia Belanda adalah 36.417 (dengan rincian : 165
kampung hancur total, 132 kampung hancur sebagian), namun beberapa sumber
menyatakan bahwa jumlah korban jiwa melebihi 120.000.

Kapal-kapal yang berlayar jauh hingga ke Afrika Selatan juga melaporkan


guncangan tsunami, dan mayat para korban terapung di lautan berbulan-bulan
setelah kejadian. Kota Merak, Banten luluh lantak oleh tsunami, serta kota-kota di
sepanjang pantai utara Sumatra hingga 40 km (25 mil) jauhnya ke daratan.Akibat
letusan Krakatau, pulau-pulau di Kepulauan Krakatau hampir seluruhnya
menghilang, kecuali tiga pulau di selatan. Gunung api kerucut Rakata terpisah di
sepanjang tebing vertikal, menyisakan kaldera sedalam 250-meter . Dari dua
pulau di utara, hanya pulau berbatu bernama Bootsmansrots yang tersisa;
Poolsche Hoed juga menghilang sepenuhnya.
Pada tahun setelah letusan, rata-rata musim panas di belahan bumi utara
suhu turun sebesar 04 °C (7,2 °F). Rekor curah hujan yang melanda California
Selatan selama tahun air dari Juli 1883 hingga Juni 1884 – Los Angeles menerima
97.000 milimeter dan San Diego 66.000 milimeter telah dikaitkan dengan letusan
Krakatau. Tidak ada El Niño selama periode itu seperti biasa ketika hujan lebat
terjadi di California Selatan,tetapi banyak ilmuwan meragukan bahwa ada
hubungan sebab akibat.

Letusan itu menyuntikkan sejumlah besar gas sulfur dioksida (SO2) yang
luar biasa besar ke dalam stratosfer, yang kemudian diangkut oleh angin tingkat
tinggi ke seluruh planet ini. Hal ini menyebabkan peningkatan global dalam
konsentrasi asam sulfat (H2SO4) di awan cirrus tingkat tinggi. Peningkatan yang
dihasilkan dalam cloud reflectivity (atau albedo) memantulkan lebih banyak
cahaya yang masuk dari matahari dari biasanya, dan mendinginkan seluruh planet
sampai belerang jatuh ke tanah bagian dari hujan asam.

Saking hebatnya, suara letusan ini sampai ke Kawasan Bandung. Dalam


surat kepada keluarganya, Rudolph Eduard Kerkhoven (1848-1918) mengatakan
bahwa suara Krakatau ini seperti ledakan sebuah meriam yang berada di bawah
jendela rumah mereka di Gambung, dekat Ciwidey.

Selain itu pula, letusan Krakatau pada tahun 1883 sebenarnya juga
menjadi salah satu kejadian awal sebelum dimulainya perlawanan rakyat di
Cilegon 5 tahun sesudahnya.Kejadian ini juga sempat tercatat dalam Syair
Lampung Karam oleh Muhammad Saleh, seorang yang kemungkinan asli
Lampung dan mengungsi ke Singapura. Kitab syair itu terbit pada 1888, dan
menceritakan secara dramatis soal kengerian dan keadaan kacau balau ketika
Krakatau meletus. Bisa dikatakan, kitab ini menceritakan letusan Krakatau satu-
satunya dari perspektif pribumi sendiri.

Jumlah korban tewas akibat erupsi dan tsunami dipastikan mencapai


36,417, tetapi beberapa peneliti memperkirakan korban tewas jauh lebih tinggi,
yaitu 120,000 korban tewas.
BAB III

3.1 Landasan Teori

A. Bencana Alam

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor

B. Gunung Meletus

Gunung dalam istilah asing disebut “volcano”. Istilah ini berasal


dari nama kepulauan kecil yang ada di Laut Mediterania yang bernama
“Vulcano”. Berabadabad yang lalu orang-orang yang tinggal di sekitar
kepulauan ini percaya bahwa Vulcano adalah cerobong asap dari pandai
besi dewa-dewa Romawi yang bernama Vulcan. Mereka mempercayai
bahwa lava dan debu panas dari erupsi Vulcano berasal dari tempat kerja
Vulcan yang sedang membuat senjata untuk Jupiter (raja para dewa) dan
Mars (dewa perang). Ada banyak mitos mengenai keberadaan gunung api,
tetapi untuk saat ini diketahui bahwa erupsi gunung api tidak berkaitan
dengan mitos-mitos tersebut dan bisa dipelajari serta diinterpretasi oleh
ilmu pengetahuan.

Lingkup studi mengenai gunung api meliputi petrologi, mitigasi


dan evaluasi bencana, survei pemetaan geologi, pemantauan/mitigasi
erupsi, tata guna lahan, pertanian, dan eksplorasi sumber daya alam
termasuk energi geotermal. Dalam mempelajari gunung api ada beberapa
aspek keilmuan penting yang harus dipelajari secara terpadu yaitu:
pembentukan magma, akumulasi dan diferensiasi dalam dapur magma,
erupsi, metoda analisa statistik, proses fisika dan kimia, dan
hidrovolkanisme.

Tujuan paling akhir dalam mempelajari gunung api adalah mampu


mengetahui dan merencanakan penggunaan lahan di sekitar daerah gunung
api dengan sebaik-baiknya serta kemungkinannya untuk eksplorasi
geotermal.
Gunung api bisa merupakan rangkaian pegunungan, tetapi sangat
berbeda dengan gunung lainnya. Gunung api tidak dibentuk oleh
perlipatan, erosi ataupun pengangkatan, tetapi membentuk tubuhnya
sendiri oleh adanya pengumpulan bahan erupsinya, seperti lava, jatuhan
dan aliran piroklastik. Gunung api aktif dan dorman (mati) terletak di
sepanjang jalur yang bersamaan dengan daerah gempa bumi.

Kegiatan merupakan suatu proses yang tidak random, sehingga


dapat diamati/dipantau dengan metode pengamatan geologi/geokimia
ataupun dengan menggunakan peralatan geofisika dan geodesi.

C. Gunung Api Di Indonesia


Indonesia memiliki gunung api yang terbanyak di dunia yaitu 129
gunung api aktif atau sekitar 15% dari seluruh gunung api yang ada di bumi .
Meskipun demikian, sangat sedikit sekali orang Indonesia yang ingin
mendalami ilmu vulkanologi. Penyebaran gunung api di Indonesia dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1. Kelompok sunda, mulai dari pulau Weh, Sumatra, Jawa, Bali,
Sumbawa, Flores dan beberapa pulau di sebelah utara dan timurnya
2. Kelompok Banda, teletak di beberapa pulau di Laut Banda bagian
tengah dan selatan.
3. Kelompok Sulawesi-Sangihe tersebar mulai dari Teluk Tomini,
Sulawesi Utara sampai dengan bagian utara Kepulauan Sangihe.
4. Kelompok Halmahera, tersebar di beberapa pulau di Halmahera
bagian barat dan utara

Di Indonesia umumnya gunung api bertipe strato dengan


komposisi batuan intermedier, terdapat kawah atau kubah lava dengan
ketinggian antara 2000-3000 m di atas permukaan laut. Daerah di sekitar
puncak sejauh 5-15 km adalah daerah utama yang terkena pengaruh
bencana yang mematikan. Daerah di sekitar gunung api, biasanya
merupakan daerah yang sangat subur, sehingga banyak penduduk yang
bermukim di sekitarnya.

3.2 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai