Anda di halaman 1dari 4

Nama : SINDY DWI NOFITASARI

NIM : 043817083

TUGAS II

HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH

Buatlah tulisan singkat (essay) mengenai hubungan pusat dan daerah dalam bidang
keorganisasian. Essay tersebut harus mengandung analisis tentang kedudukan, tugas dan
fungsi Kepala Daerah, DPRD serta hubungan keduanya saat ini dan kondisi ideal yang
harus dibangun .....

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan


pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam kerangka sistem dan prinsip NKRI
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Dalam hal ini, penyelenggaraan pemerintahan
daerah dilaksanakan oleh eksekutif (Pemerintah Daerah) dan legislatif (DPRD), yang masing-
masing mempunyai tugas dan wewenang dalam rangka mewujudkan pelayanan yang baik
kepada masyarakat.

Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-
sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah
sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga di antara kedua lembaga itu membangun suatu
hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing
satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing. Segala aktivitas yang
dilaksanakan oleh eksekutif berdasarkan pada desain pembangunan dan alokasi pembiayaan
yang memerlukan persetujuan DPRD. Dalam pelaksanaannya, DPRD melakukan
pengawasan, agar tidak terjadi penyimpangan.

Instrumen pertanggaung jawaban Kepala Daerah dalam hal ini Bupati atau Walikota kepada
DPRD dimaksudkan sebagi upaya dalam rangka pemberdayaan DPRD. Namun, dalam
praktiknya tidak jarang menjadi salah satu sumber potensi dari terjadinya konflik antara
Bupati atau Walikota dan DPRD. Bahkan, merupakan sarana bagi sebagian besar daripada
anggota DPRD untuk menjatuhkan Kepala Daerah.

Dalam bentuk yang lain, hubungan antara kedua organ atau lembaga daerah ini tidak hanya
berpotensi menimbulkan kanflik, tetapi juga dapat berbantuk kolutif yang diwarnai dengan
money politic. Bidang-bidang kegiatan yang berpeluang untuk terjadinya money politic, yaitu
dalam proses pemilihan kepala daerah, penyusunan RAPBD, penyusunan keuangan DPRD,
penyusunan Raperda, pengawasan oleh DPRD, pertanggung jawaban Kepala Daerah,
pengangkatan sekertaris daerah.

Selama ini, masih sering ditemukan adanya persepsi yang berbeda antara pihak eksekuif dan
legislatif daerah. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan disharmoni, yang bermuara pada
konflik antar kedua pihak tersebut. Dalam hal penyusunan Perda yang mayoritas diinisiasi
oleh pihak Pemda tidak sesuai dengan keinginan DPRD. Penentuan alokasi anggaran pun
sering menghadapi kendala, baik dalam hal proses, indikator maupun besarannya. Terlebih
jika melihat pada mekanisme pengawasan yang jamak dikeluhkan oleh pihak eksekutif,
karena tidak adanya kesamaan pada fase perencanaan. Berbagai permasalahan tersebut,
disebabkan oleh belum terbangunnya tata hubungan/mekanisme yang terstruktur dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang antara Pemerintah daerah dan DPRD.

Salah satu bentuk dari hubungan antara Bupati atau Walikota sebagai kepala daerah dan
DPRD Kabupaten atau Kota yaitu dalam proses penyusunan peraturan daerah yang sering
kita kenal dengan istilah Ranperda. Dimana salah satu bentuk bentuk tebitnya suatu peraturan
yaitu dengan usulan pemerintah daerah yang dimotori oleh kepala daerah dalam hal ini
Bupati atau Walikota.

Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Daerah berdasarkan UU 23 Tahun 2014.
Tugas Kepala Daerah adalah sebagai berikut :

1. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan
bersama DPRD;
2. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
3. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda
tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan
menetapkan RKPD;
4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda
tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan
menetapkan RKPD;
5. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
6. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan
7. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas kepala daerah memiliki beberapa kewenang. Namun kewenangan
serta tugas dilarang dilaksanakan jika Kepala Daerah sedang menjalani masa tahanan. Selama
menjalani masa tahanan, tugas dan wewenangan dilaksanakan oleh Wakil Kepala Daerah.Â
Apabila kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan tidak
ada wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala
daerah. Berikut kewenangan Kepala Daerah :

1. Mengajukan rancangan Perda;


2. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
3. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
4. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh
Daerah dan/atau masyarakat;
5. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Hubungan Legislatif dan Eksekutif Daerah

Hubungan antara Legislatif Daerah (DPRD) dan Eksekutif Daerah (Kepala Daerah dan
perangkatnya) sebagimana diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 ternyata banyak menyimpan
pertanyaan, yang oleh penulis sebut sebagai suatu “antitesis”, yaitu suatu konsep yang
bertentangan dengan ideal.

Di dalam pasal 16 ayat (2) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dijelaskan
secara lengkap bahwa: “DPRD sebagai badan legislatif daerah berkedudukan sejajar dan
menjadi mitra dari pemerintah daerah”. Berdasarkan isi pasal tersebut dapat diambil
gambaran bahwa DPRD merupakan mitra sejajar eksekutif. Isi pasal 16 ayat (2) tersebut
bertentangan dengan isi pasal 44 ayat (2), yang isinya: “Dalam menjalankan tugas dan
kewajiban kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD”. Konsep laporan
pertanggungjawaban, menurut pemahaman penulis, mempunyai dua subjek yang berbeda
tingkatan. Subjek yang meminta pertanggungjawaban, mempunyai posisi yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan subjek yang dimintai pertanggungjawaban. Dengan demikian letak
kesejajaran antara DPRD sebagai legislatif daerah dan Pemerintah Daerah sebagai eksekutif
daerah, hanya menjadi sebuah “antitesis”.

Ada beberapa pendapat yang mencoba mencari “justifikasi” terhadap masalah di atas,
Pertama, bermitra di satu sisi dan laporan pertanggungjawaban di sisi yang lain terjadi karena
DPRD secara fungsi merupakan gabungan antara DPR dan MPR (ditingkat pusat) sedangkan
di daerah hanya dilaksanakan oleh satu lembaga yaitu DPRD. Kedua, DPRD bermitra dengan
eksekutif ketika menjalankan legislative and budgetting functions, sedangkan laporan
pertanggungjawaban merupakan pengejewantahan control functions. Apapun yang menjadi
pembenar, materi UU No. 32 tahun 2004 tidak mengatur secara tegas hubungan antara
legislatif daerah dan eksekutif daerah, terutama menyangkut Siapa, Mengerjakan Apa, Dan
Bagaimana Caranya.

Akibat ketidak jelasan tersebut, mungkin pada prakteknya akan berpengaruh terhadap kinerja
masing-masing pihak, terutama DPRD yang seolah-olah memposisikan diri sebagai ordinat
dan pemerintah daerah sebagai subordinatnya. Anggota DPRD mungkin akan lebih berminat
menilai Laporan Pertanggungjawaban Bupati (LPJ), ketimbang menjalankan fungsinya yang
lain, yaitu fungsi legislasi dan anggaran. Jika seandainya sistem pemerintahan daerah kita
mau menganut check and balances system, maka kondisi tersebut tidak terlihat dalam UU
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pola kemitraan pada dasarnya biasa dikenal
dalam dunia ekonomi, kemitraan dilaksakan untuk meningkatkan kesejahteraan diantara yang
bermitra, atau dengan kata lain tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan maksimal oleh
mitra-mitra. Tony Blair menyatakan bahwa: “No democratic society should be governed
except in partnership” (Tony Blair,1996). Blair mencoba menjelaskan bahwa bukan
masyarakat demokratik ketika proses pemerintahannya tanpa didasari adanya
kerjasama/bermitra. Penulis sepakat untuk masalah tersebut, tetapi harus diperhatikan bahwa
hubungan yang terjadi antara DPRD dan Kepala Daerah adalah hubungan politik, karena
keduanya merupakan organ politik, sehingga apabila pola kemitraan yang terlalu
dikedepankan, maka hanya akan membentuk “koncoisme” antara DPRD dan Pemerintah
Daerah.

KESIMPULAN

1. Kerjasama antara Kepala Daerah baik itu Bupati atau Walikota dengan DPRD Kabupaten
atau Kota dengan DPRD Kabupaten Kota dalam proses Hubungan antara Legislatif
Daerah (DPRD) dan Eksekutif Daerah (Kepala Daerah dan perangkatnya) sebagimana
diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 ternyata banyak menyimpan pertanyaan, yang oleh
penulis sebut sebagai suatu “antitesis”, yaitu suatu konsep yang bertentangan dengan
ideal.

2. Hubungan yang dijalin antara Kepala Daerah baik itu Bupati atau Walikota dengan
DPRD Kabupaten atau Kota dengan DPRD Kabupaten Kota dalam proses Kerja sama
kerja merupakan salah satu bentuk dari penciptaan suasana good governance pada
tataran pemerintahan derah.

DAFTAR PUSTAKA

Modul 5 BMP IPEM4425 HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH

Budiardjo, Miriam dan Ambong, Ibrahim (Eds.), Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik
Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal.
173
MD, Mahfud, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal. 220

Dokumen-dokumen

Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemeintahan Daerah

PP No. 1 Tahun 2001 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD,

Kepmendagri No. 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah

Anda mungkin juga menyukai