Anda di halaman 1dari 121

Dasar-Dasar Logika dan Filsafat Ilmu

(perkuliahan setelah UTS)

Nisa Alfira, M.A.


Sumber:
Lubis, A.Y dan Adian, D.G. (2011). Pengantar filsafat
ilmu pengetahuan. Depok: Penerbit Koekoesan

2
POSITIVISME

3
▪ Positivisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari empirisme Inggris

▪ Inspirasi filosofis empirisme terhadap positivism dapat terlihat terutama pada prinsip objektifitas ilmu
pengetahuan

▪ Empirisme, yakin bahwa semesta adalah segala sesuatu yang hadir melalui data indrawi

▪ Positivisme mengembangkan paham empiris yang lebih ekstrim dengan mengatakan bahwa puncak
pengetahuan manusia adalah ilmu-ilmu positif atau sains

▪ Munculnya positivism tidak bisa dilepaskan dari iklim kultural yang memungkinkan berkembangnya
gerakan untuk menerapkan cara kerja sains dalam berbagai bidang kehidupan

▪ Iklim kultural itu ditimbulkan oleh revolusi industry di Inggris abad 18 yang menimbulkan gelombang
optimism terhadap kemajuan umat manusia berdasarkan keberhasilan teknologi industri

h. 59
▪ Positivisme mengistirahatkan filsafat dari kerja spekulatifnya mencari-cari hakikat
ontologis maupun metafisis yang telah dijalaninya selama bertahun-tahun (h. 59)

▪ Positivisme yakin bahwa masyarakat akan mengalami kemajuan apabila menghargai


sains dan teknologi

▪ Slogan positivism yang terkenal yaitu “savoir pour prevoir, prevoir pour pouvoir” (dari
ilmu muncul prediksi dan dari prediksi muncul aksi)

▪ Positivisme dibidani oleh dua pemikir Prancis: Henri Saint Simon (1760-1825) dan
muridnya, Auguste Comte (1798-1857)

[h. 60]
▪ Henri adalah pemikir yang pertama kali menggunakan istilah positivism, namun Comte yang
mempopulerkannya hingga positivism berkembang menjadi aliran filsafat ilmu yang mendominasi
wacana filsafat ilmu abad 20

▪ Auguste Comte juga adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah “sosiologi”

▪ Sosiologi dipahami Comte sebagai studi ilmiah terhadap masyarakat

▪ Hal ini berarti masyarakat harus dipandang layaknya alam yang terpisah dari subjek peneliti dan
bekerja dengan hukum determinisme. Oleh karena itu sosiologi sering disebut “fisika social”

[h. 60]
▪ Positivisme merupakan suatu paham dalam filsafat ilmu yang berkembang sangat pesat

▪ Menurut Ian Hacking (1983), positivism telah menjadi tidak hanya filsafat ilmu, tetapi juga agama
humanis modern

▪ Positivisme menjadi “agama” karena telah melembagakan pandangan dunianya menjadi doktrin
bagi berbagai bentuk pengetahuan manusia [h. 62]

▪ Pandangan dunia yang dianut positivism adalah pandangan dunia objektivistik, yang menyatakan
bahwa objek-objek fisik hadir secara independent dari subjek dan hadir secara langsung melalui
data indrawi [h. 62-63]
CIRI-CIRI POSITIVISME

▪ Bebas-nilai (value-free)

▪ Fenomenalisme

▪ Nominalisme

▪ Reduksionisme

▪ Naturalisme

▪ Mekanisme

[h. 63]
CIRI-CIRI POSITIVISME
BEBAS-NILAI
(VALUE-FREE) FENOMENALISME

Ada dikotomi yang tegas antara Pengetahuan yang abash


fakta dan nilai-nilai yang hanya berfokus pada
mengharuskan peneliti berjarak fenomena semesta.
dengan semesta dan bersikap Metafisika yang
imparsial-netral mengandaikan ada sesuatu
dibalik fenomena, ditolak
mentah-mentah

[h. 63]
CIRI-CIRI POSITIVISME

NOMINALISME REDUKSIONISME
● Berfokus pada yang Semesta direduksi menjadi
individual-particular, fakta-fakta yang dapat
karena itu adalah dipersepsi
kenyataan satu-satunya

[h. 63]
CIRI-CIRI POSITIVISME
NATURALISME MEKANISME

Paham yang mengatakan


Paham tentang keteraturan peristiwa- bahwa semua gejala alam
peristiwa di alam semesta yang dapat dijelaskan secara
menisbikan penjelasan adi-kodrati mekanikal-determinis
sebagaimana layaknya
mesin

[h. 63]
PASCAPOSITIVISME
▪ Positivisme mendominasi wacana filsafat ilmu abad 20, dan mendapatkan reaksi cukup keras dari
beberapa pemikir seperti Karl Popper, Thomas Kuhn, Mazhab Frankfurt, Feyerabend dan Richard
Rorty (h. 76)

▪ Beberapa asumsi dasar pascapositivisme adalah sebagai berikut:

a. Fakta tidak bebas melainkan bermuatan teori. Fakta selalu harus dipahami dalam kerangka
teoretis tertentu

b. Falibilitas teori. Tidak ada satu teori pun yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti
empiric, kemungkinan munculnya fakta anomaly selalu ada

c. Ketiga, fakta tidak bebas, melainkan sarat-nilai

d. Ada interaksi antara subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukan reportase objektif,
melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang sarat persoalan dan senantiasa berubah (h.
77)
ANTIPOSITIVISME

▪ Serangan terhadap positivism datang dari Karl Raimund Popper (1902-1994), pemikir
Jerman yang juga aktif dalam Lingkaran Wina
▪ Meskipun bagian dari Lingkaran Wina, Popper menolak prinsip verifikasi—pembuktian
teori lewat fakta-fakta – yang dilembagakan Lingkaran Wina sebagai garis demarkasi
antara pengetahuan dan non-pengetahuan
▪ Popper menyodorkan prinsip substitusinya: falsifikasi
▪ Falsifikasi (kebalikan dari verifikasi) adalah pengguguran suatu teori lewat fakta
▪ Status ilmiah teori, menurut Popper, adalah dapat difalsifikasi

[h. 77]
13
▪ Popper mengatakan, sains tidak bekerja semata dengan logika induksi
▪ Logika induksi adalah logika penarikan keismpulan umum melalui pengumpulan
fakta-fakta konkrit
▪ Logika ini selalu berupaya membenarkan suatu teori dengan mengumpulkan fakta-
fakta yang mendukung
▪ Popper menunjukkan kelemahan logika tersebut (h. 77)
▪ Logika induksi akan menuntut ilmuwan berfokus pada fakta-fakta yang mendukung
dan mengabaikan fakta-fakta anomaly (fakta yang dapat membuktikan sebaliknya)
▪ Satu teori yang mematok keberlakukan universal pada dasarnya selalu dapat
digugurkan oleh fakta anomaly (h. 78)
14
▪ Oleh karena itu, daripada bersusah payah mengumpulkan fakta-fakta yang
membenarkan ilmuwan, lebih baik menggunakan waktunya untuk mencari fakta
anomaly
▪ Daripada mengumpulkan sebanyak mungkin angsa berwarna putih, lebih baik
mencari satu angsa berwarna hitam guna memfalsifikasi kesimpulan bahwa semua
angsa berwarna putih
(h. 78)

15
▪ Sains masih bergelut di seputar generalisasi-generalisasi abstrak yang benar
selama mereka berkorespondensi dengan fakta-fakta
▪ Namun, menurut Popper, kita tidak pernah bisa memastikan secara logis bahwa
kita telah mencapai kebenaran, meski kita dapat semakin mendekati kepastian
semacam itu lewat pengguguran teori-teori yang terbukti salah
▪ Popper menggunakan istilah “verisimilitude” (mendekati kebenaran), untuk
menggantikan “korespondensi” (kebenaran akurat)
(h. 78)

16
▪ Menurut Popper, kemauan sains bergerak secara evolusioner mulai dari problem (P1)
yang diikuti oleh artikulasi suatu teori tentative (TT) yang terbuka bagi falsifikasi (EE/
error elimination), dan memunculkan problem baru (P2), yang siap melahirkan suatu
teori tentative baru
▪ Skema pergerakan sains bisa digambarkan sebagai berikut:
P1-TT-EE-P2
▪ Semakin tahan teori tentative terhadap deraan eliminasi kesalahan (error elimination),
maka ia semakin mendekati kebenaran, meski tidak berarti tahan uji secara abadi
(h. 79)

17
▪ Konsep-konsep Popper kemudian dikritik oleh Thomas Kuhn (1922-1996)
▪ Kuhn menyerang tesis kesatuan ilmu yang selama ini diadopsi positivism dan
menurutnya masih meninggalkan jejaknya pada Popper
▪ Menurut Kuhn, ilmu tidak satu, tapi plural
▪ Ilmuwan selalu bekerja di bawah satu payung paradigma yang memuat asumsi
ontologis, metodologis, dan struktur nilai

18
Definisi paradigma setidaknya ada 3:
a. Kerangka konseptual untuk mengklasifikasi dan menerangkan objek-objek fisikal
alam
b. Patokan untuk menspesifikasi objek-objek ke dalam wilayah yang relevan
c. Kesepakatan tentang tujuan-tujuan kognitif yang absah

▪ Positivisme adalah sebuah paradigma


▪ Ia menganut asumsi ontologis semesta mekanis-Newtonian, asumsi metodologis
verifikasi berjarak, dan struktur nilai berupa pengagungan objektivisme
(h. 80)
19
▪ Paradigma menjadi kerangka konseptual dalam mempersepsi semesta
▪ Artinya, tidak ada observasi yang netral
▪ Semua pengalaman perseptual kita selalu dibentuk oleh kerangka konseptual yang kita
gunakan
▪ Misalnya, Aristoteles melihat gerak benda jatuh sebagai garis lurus, sedangkan Newton
mempersepsinya sebagai gerak pendulum
▪ Hal itu menurut Kuhn disebabkan oleh perbedaan paradigma yang dianut oleh keduanya
▪ Paradigma positivism tidak memperoleh legitimasinya secara objektif melainkan secara
intersubjektif
▪ Paradigma ini menjadi absah karena ada komunitas akademis yang menjunjung dan
terus memproduksinya [h. 80] 20
▪ Popper berpandangan dalam wacana filsafat ilmu pengetahuan bergulir di seputar
kemajuan sains
▪ Popper sendiri berpandangan bahwa dalam mendekati kebenaran, sains bergerak
secara evolusioner
▪ Ia meyakini adanya akumulasi kognitif yang memungkinkan adanya perbandingan
rasional antara satu dan teori lainnya (ada kesinambungan antarteori)
▪ Kuhn menolak gagasan Popper ini. Ia mengajukan prinsip “ketidakterbandingan”
▪ Prinsip ini pada dasarnya hendak mengatakan bahwa kesinambungan antarteori
adalah mustahil karena masing-masing bekerja di bawah payung paradigmanya
sendiri-sendiri
(h. 81)
21
▪ Sebagaimana Popper, Kuhn mendekonstruksi dogmatism konteks pembuktian
yang a-historis positivistic dengan menekankan pentingnya konteks penemuan
yang historis
▪ Sains tidak sekadar pengumpulan fakta-fakta guna membuktikan satu teori yang
stagnan
▪ Selalu ada anomaly, kejanggalan, yang pada gilirannya mematahkan teori yang
selama ini Berjaya
▪ Bedanya, Popper melihat sejarah sains sebagai gerak evolusioner
▪ Sementara Kuhn melihatnya sebagai patahan-patahan revolusioner
(h. 81)
22
▪ Bagi sains, paradigma menjadi patokan untuk melakukan riset, memecahkan problem, bahkan
menyeleksi problem apa saja yang layak dibicarakan
▪ Kecenderungan ilmuwan untuk menyingkirkan fakta-fakta anomaly yang tidak sesuai dengan
paradigma yang dianut akan membawa periode sains normal pada periode kritis
▪ Krisis merupakan akumulasi dari fakta-fakta anomaly yang membuat keabsahan suatu
paradigma menjadi goyah
▪ Krisis memaksa komunitas sains secara radikal mempertanyakan kembali dasar-dasar
ontologis, metodologis dan nilai-nilai yang selama ini dipakainya
▪ Rumus perkembangan sains menurut Kuhn adalah: Paradigma 1- Sains normal – anomaly –
krisis – paradigma 2 (P1 – SN- A – K – P2)
▪ Kuhn mengajukan dictum relativistic yang berbunyi “Dua ilmuwan yang bekerja pada dua
paradigma yang berbeda berada di dua dunia yang berbeda”
(h. 82-83)
23
Perbedaan Kuhn vs Popper

Karl R. Popper Thomas Kuhn


Ilmu pengetahuan bukan semata-mata Ilmu pengetahuan adalah hasil
produk kesepakatan social kesepakatan intersubjektif

Ilmu pengetahuan berkembang secara Ilmu pengetahuan berkembang secara


evolusioner revolusioner

Perkembangan ilmu pengetahuan melalui Perkembangan ilmu pengetahuan melalui


subyek peneliti subyek peneliti dalam satu komunitas sains

Rumus perkembangan ilmu pengetahuan: Rumus perkembangan ilmu pengetahuan:


problem 1, teori tentative, error elimination, paradigma 1, sains normal, anomaly, krisis
dan problem 2 (P1-TT-EE-P2) dan paradigma 2 (P1-SN-A-K-P2)

24
Kritik terhadap Thomas Kuhn

Kritik dari
▪ Popper: konsep ketidakterbandingan Kuhn akan membuat ilmuwan terkungkung
dalam penjara yang dibuatnya sendiri
▪ Richard J. Bernstein : konsep Kuhn sebagai konsep tentang kebenaran teoretis yang
tidak memiliki relevansi apapun pada bidang praksis (kebermanfaaatan) karena
ketertutupan dialogis antarparadigma (h. 83)

Kuhn: ia menolak disebut relativis dengan argumentasi bahwa jika suksesi (pergantian)
paradigma tidak dipandang sebagai kemajuan, maka diferensiasi periode pra-paradigma
dan paradigma kehilangan signifikansinya

25
ANTI-POSITIVISME MAZHAB FRANKFURT
(FRANKFURT SCHOOL)
▪ Mazhab Frankfurt (Frankfurt Schule) merupakan institute yang terdiri dari sejumlah
intelektual dari berbagai disiplin
▪ Meskipun sangat multidimensional, mazhab ini mempunyai semangat intelektual
yang sama yakni mengangkat kembali tradisi kritis yang sudah mulai memudar sejak
pelembagaan Marxisme di negara komunis Uni Soviet (h. 85)
▪ Mazhab Frankfurt menolak dikotomi antara fakta-nilai karena berpengaruh negative,
baik secara epistemologis maupun sosiologis
▪ Para pemikir Frankfurt seperti : Horkheimer, Adorno, Marcuse, sampai Habermas,
terus melancarkan kritik terhadap sikap anti-nilai positivism (h. 86)

27
▪ Dalam disiplin sosiologi, mereka mengkritik gagasan Max Weber yang menyatakan
bahwa ilmuwan social hanya boleh memetakan, atau mendeskripsikan, tanpa boleh
melakukan penilaian (baik-buruk)
▪ Menurut para pemikir Frankfurt, hal itu hanya menjadikan ilmuwan social sebagai
pengabdi kemapanan yang kehilangan daya kritisnya
▪ Dikotomi fakta-nilai membuat rasio manusia menjadi rasio instrumental yang bersifat
manipulative, kalkulatif
▪ Jurgen Habermas: ilmu pengetahuan dan kepentingan tidak bisa dipisahkan
▪ Kriteria bebas-nilai (value-free) yang dicanangkan oleh positivism hanya membuat
ilmuwan buta pada kepentingan yang sesungguhnya mendasari suatu penelitian
ilmiah
(h. 86) 28
Sumber:
Neuman, W.L. (2013). Social research methods:
Qualitative and quantitative approaches seventh
edition. Essex: Pearson Education Limited.

29
▪ Banyak orang bertanya apakah ilmu social adalah sains yang
sebenarnya (real science)
▪ Mereka berpikir bahwa sains hanyalah seputar ilmu-ilmu alam
▪ Definisi dari “sains” secara signifikan mempengaruhi bagaimana
kita melakukan riset-riset ilmiah/saintifik
▪ Kita bisa mendefinisikan sains dalam dua cara: (1) apa yang
dilakukan oleh para ilmuwan dan bagaimana institusi sains/ilmu
pengetahuan bekerja, dan (2) apa yang dikaji oleh para filsuf
sebagai makna inti dari ilmu pengetahuan abad 21
[h. 92] 30
▪ Pertanyaan terkait “apa yang membuat ilmu social bisa disebut ilmiah?” memiliki sejarah panjang
perdebatan dan masih relevan untuk mempelajari ilmu social
▪ Filsuf dan ilmuwan social hebat seperti Auguste Comte, Emile Durkheim, David Hume, Karl Marx,
John Stuart Mill dan Max Weber memiliki pendapat atas perdebatan ini
▪ Meskipun perdebatan terjadi lebih dari dua abad, namun pertanyaan itu tidak memiliki satu jawaban
sederhana, karena tidak terdapat satu jalan menuju sains, melainkan, terdapat berbagai alternative
pendekatan (alternative approaches)
▪ Masing-masing pendekatan memiliki nilai penting (significance) terhadap sains
▪ Roth & Mehta (2002): “we can study the same social events using alternative approaches and learn
a great deal from each approach used.”
▪ Masing-masing pendekatan menawarkan perspektif atau sudut pandang berbeda tidak hanya untuk
peristiwa social yang kita harapkan untuk dikaji, tetapi terhadap apa saja data yang relevan,
pertanyaan riset apa saja yang penting, dan cara-cara umum untuk menciptakan ilmu pengetahuan
[h. 92] 31
▪ Ilmu pengetahuan adalah ciptaan manusia. Ia bukan sesuatu yang diturunkan
secara sacral seperti halnya kitab-kitab suci
▪ Hingga awal 1800-an, hanya filsuf dan agamawan yang bisa/berwenang menulis
tentang perilaku manusia
▪ Ilmuwan social awal berargumen bahwa semua orang bisa mempelajari dunia social
menggunakan prinsip-prinsip dari sains

(h. 95)

32
▪ Setiap pendekatan diasosiasikan dengan teori-teori social yang berbeda dan metode
penelitian yang berbeda
▪ Connections among the approaches to science, social theories, and research
techniques are not strict.
▪ The approaches are similar to a research program, research tradition, or scientific
paradigm.
▪ A paradigm, an idea made famous by Thomas Kuhn (1970), means a basic orientation
to theory and research
[h. 96]

33
▪ In general, a scientific paradigm is a whole system of thinking. It includes
basic assumptions, the important questions to be answered or puzzles to be
solved, the research techniques to be used, and examples of what good
scientific research is like.
▪ Positivisme telah menjadi paradigma dominan dalam ilmu social di Ameriak,
khususnya sejak tahun 1945
▪ Antropologi dan sejarah adalah bidang-bidang yang jarang menggunakan
paradigma positivis, psikologi eksperimental menjadi yang paling positivis,
sementara ilmu politik dan sosiologi cenderung kombinasi (mixed)
[h. 96]
34
Positivism Interpretive Critical

Alasan melakukan Untuk mengungkap hukum2 alam Untuk menjelaskan dan Untuk mengungkap mitos dan
penelitian (Reasons for sehingga manusia bisa memahami perilaku sosial memberdayakan masyarakat
research) memprediksi dan mengontrol yang bermakna (meaningful
peristiwa social actions)

Sifat alamiah realitas Realitas sosial memiliki pola stabil Situasi sosial bersifat cair dan Realitas sosial berlapis-lapis,
sosial (Nature of social yang bisa ditemukan ditentukan oleh interaksi ada struktur tersembunyi
reality) manusia
Sifat alamiah manusia Individu punya ketertarikan dan Makhluk sosial yang secara Individu kreatif dan adaptif,
(Human nature) rasio, tetapi dipengaruhi oleh terus menerus memahami namun terjebak dalam ilusi
kekuatan eksternal dunia sosial mereka
Penjelasan yang dinilai Terhubung dengan hukum-hukum Dipandang benar oleh Menyediakan alat bagi
benar (An explanation dan berdasar fakta mereka (subjek) yang diteliti manusia untuk melakukan
that is true) perubahan sosial
POSITIVSM INTERPRETIVE CRITICAL

Bukti yang baik (Good Berdasarkan Terikat pada konteks Mampu menembus
evidence) observasi yang tepat situasi sosial yang cair lapisan fakta
yang dapat diulangi (Is embedded in the permukaan
oleh peneliti lain context of fluid social
interactions)
Tempat untuk nilai-nilai Ilmu pengetahuan itu Nilai-nilai adalah Semua ilmu
(Places for values) bebas nilai (value bagian integral dari pengetahuan harus
free), dan nilai hanya kehidupan sosial, tidak dimulai dari
mendapat tempat saat ada nilai milik menentukan posisi
pemilihan topik kelompok tertentu nilai (value position),
penelitian yang salah, hanya sebagian posisi benar,
berbeda dan sebagian lainnya
salah

Catatan: kelanjutan dari table ini dapat dibaca dalam file


terkait paradigma, yang saya sertakan dalam format
Microsoft Word
PENGANTAR FILSAFAT ILMU

Sumber: Kriyantono, 2019 (Bab 4: Pengantar Filsafat Ilmu, h.


131-..)

37
▪ “Lewat filsafat, manusia gemar bertanya-tanya, hingga melahirkan ilmu”
(Endraswara, 2012, h. 19)
▪ Objek filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri
▪ Terdapat tiga cabang filsafat: hakikat objek/realitas (ontology), bagaimana
cara-cara memperoleh kebenaran dan atau ilmu (epistemology), dan
tujuan pengkajian realitas/nilai-nilai dalam aktivitias keilmuan (aksiologi)
[h. 131-132]

38
▪ Pertanyaan-pertanyaan dalam filsafat ilmu, antara lain:
a. Apakah sudah benar apa yang dikaji oleh ilmu?
b. Apakah sudah benar cara mengkajinya?
c. Apakah sudah benar tujuan pengkajiannya?
Filsafat ilmu: sebuah pemikiran kritis dan mendalam tentang suatu ilmu,
yang mencakup telaah tentang objek ilmu, metode-metode
pengembangan ilmu, konsep-konsepnya, asumsi-asumsinya, teori-
teorinya, perbedaan dengan ilmu lainnya, hubungannya dengan ilmu
lainnya, serta bagaimana implementasi ilmu dalam masyarakat
[h. 132] 39
Aksiologi

▪ Berasal dari kata “axios” : nilai atau sesuatu yang berharga


▪ Lanigan: axiology is a branch of philosophy dealing with values, as those of ethics,
aesthetics and religion”
▪ Contoh-contoh pertanyaan aksiologis:
Apakah keberadaan ilmu itu bermanfaat bagi masyarakat?
Apakah proses pengembangan ilmu telah memenuhi rasa etis?
Apakah aplikasi praktis suatu ilmu sudah bermanfaat?

40
▪ Contoh-contoh masalah dalam komunikasi yang menjadikan kita layak
bertanya “Apa sebenarnya manfaat ilmu komunikasi?”
Ketika produk tulisan PR hanya untuk upaya manajemen impresi yang penuh
kebohongan, berita-berita media tidak objektif, tata berbahasa para praktisi
komunikasi tidak sesuai dengan tata Bahasa Indonesia yang baik dan benar,
peneliti komunikasi yang lembaga surveinya bekerja untuk menuruti
kepentingan partai tertentu, periklanan yang penuh kebohongan

[h. 144]

41
Metode Ilmiah

Secara umum, definisi ilmu dapat dikelompokkan menjadi tiga definisi (Liang Gie, 2004):

a. Sebagai proses aktivitas: serangkaian aktivitas yang menghasilkan pengetahuan


b. Sebagai metode: cara memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diperiksa
kebenarannya
c. Sebagai pengetahuan: ilmu adalah semua pengetahuan yang dihimpun dengan
perantaraan metode ilmiah

42
▪ Ilmu seharusnya tidak dikonsepsikan hanya sebagai hasil atau kumpulan
pengetahuan. Ilmu seharusnya dipandang sebagai:
a. Sebuah proses aktivitas membangun pengetahuan, yang mengandung 3 elemen:
- Aktivitas berpikir rasional, yaitu menggunakan pemikiran logis dan analitik
- Kognitif, yaitu proses pengenalan, penyerapan, pengonsepsian secara teratur dan
sadar
- Bertujuan, seperti bertujuan menjelaskan, memprediksi, mengontrol realitas
b. Aktivitas yang menggunakan metode ilmiah, yaitu prosedur yang sistematis dan
mempunya pola dan tata langkah tertentu,
c. Aktivitas tersebut menghasilkan pengetahuan ilmiah yang sistematis atau ilmu
pengetahuan, yang mempunyai kumpulan konsep, proposisi, teori, metodologi
43
[h. 149]
PERTEMUAN 11

44
KEBENARAN

▪ HAQQ_BATIL : REALITAS
▪ SHIDQ_KADZIB :PERSON
▪ SHAH_GHALAT/KHATA :STATEMENT
(shohama kulta: jawabanmu benar)
Dasar realitas adalah hakikat, ponsel hakikatnya adalah alat komunikasi (haqq)
Manusia: fisik, akal, jiwa, ruh
Dalam Islam, shidq menempati posisi tinggi (kredibilitas)

45
LEVEL KEBENARAN

▪ Kebenaran Empirik
▪ Kebenaran Logik
▪ Kebenaran Etik
▪ Kebenaran Metafisik
KEBENARAN EMPIRIK (Factual)

▪ Empirik adalah cara berpikir yang menggunakan


dukungan data empiris. Data empiris adalah data yang
diperoleh melalui pengalaman nyata/panca-indera.
Kebenaran empirik bersifat konsisten , nyata/riil,
sistematis dan sesuai fakta yang ada.
▪ Contoh dari kebenaran empirik misalnya,
▪ Kebenaran tentang membuktikan tumbuhan tumbuh
memerlukan cahaya matahari. – IPA semua kebenran empirik
▪ Kebenaran tentang membuktikan manusia memerlukan
oksigen untuk bernafas.
▪ Kebenaran bahwa fotosintesis merupakan salah satu sumber
energi bagi semua makhluk hidup.
KEBENARAN LOGIK

▪ Kebenaran Logika adalah kebenaran yang dirumuskan melalui


proses berpikir rasional menggunakan akal sehat.
▪ Contoh dari kebenaran logik misalnya,
▪ Apabila penghasilan setiap orang di Indonesia lebih besar
dari kebutuhannya, maka Indonesia sudah makmur
▪ Setiap manusia pasti akan mengalami kematian
▪ Mahasiswa adalah elit intelektual
KEBENARAN ETIK

▪ Kebenaran Etik merupakan kebenaran yang merujuk kepada perangkat


standar moral sebagai pegangan prilaku yang harus dilakukan (code of
conduct). Seseorang dikatakan benar bila dia berpegang dan melakukan
tindakan sesuai dengan standar perilaku yang harus dilaksanakannya.
▪ Istilah “etika” dipahami sebagai suatu teori ilmu pengetahuan yang
mendiskusikan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk berkenaan
dengan perilaku manusia. Dengan kata lain, etika merupakan usaha
dengan akal sehatnya untuk menyusun teori mengenai penyelenggaraan
hidup yang baik.
Contoh dari kebenaran etik misalnya,
▪ Seorang anak harus menghargai orang tuanya
▪ Membantu orang yang membutuhkan
▪ Kepatuhan kepada norma sosial yang berlaku
▪ Jawa: harmoni (buku “Etika Jawa”- Franz Magnis-Suseno)
KEBENARAN METAFISIK

▪ Kebenaran tentang hal-hal yang tidak dapat dijangkau secara logis


maupun empiris oleh manusia. Telaah rasional dan empirir tidak
mampu memahami kenyataannya. Menghadapi fakta kebenaran
metafisika seseorang hanya bisa percaya dan menerima, atau
menjelaskan sepanjang bisa dipahami dan dideskripsikan.
Contoh dari kebenaran metafisik misalnya,
▪ Hubungan seorang saudara kembar, dimana seseorang bisa merasakan
hal yang menimpa saudara kembarnya (kontak batin atau firasat).
▪ Apakah benda-benda yang kita lihat sekeliling kita itu benar-benar nyata
atau hanya permainan pikiran atau otak kita saja? Apakah kita yang
sekarang sama dengan kita yang kemarin? Karena setiap molekul-molekul
tubuh kita berganti-ganti (meluruh).
▪ Ketika kita sedang tertidur alam metafisika bekerja, kita tidak tahu otak
mana yang bekerja.
LOGIKA

51
▪ Manusia memiliki kelebihan dan kemampuan khas yaitu mampu bernalar dan mengembangkan
pengetahuan
▪ Pengetahuan mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal: manusia mempunya bahasa
dan kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu
▪ Tentang kemampuan berbahasa: manusia mempunyai Bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut
▪ Bertrand Russel: “Tak seekor anjing pun, yang berkata kepada ayahnya ‘ayahku miskin namun
jujur’”
▪ Adam Smith: “Tak seekor anjing pun, yang secara sadar tukar-menukar tulang dengan
temannya”
▪ Adam Smith dalam hal ini berbicara tentang prinsip ekonomi, yakni proses pertukaran yang
dilakukan Homo economicus, yang mengembangkan pengetahuan berupa ilmu ekonomi

[Suriasumantri, 2010, h. 40]

52
Tentang penyebab kedua: kemampuan bernalar

▪ Insting binatang jauh lebih peka daripada insting insinyur geologi, mereka sudah jauh-jauh
berlindung ke tempat yang aman sebelum gunung Meletus
▪ Namun binatang tak bisa menalar tentang gejala tersebut: mengapa gunung meletus, apa yang
dapat dilakukan untuk mencegahnya?

[Suriasumantri, 2010, h. 41]

53
Sebagai suatu kegiatan berpikir, maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu:
a. Adanya suatu pola pikir yang secara luas disebut logika. Kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berpikir logis; dimana berpikir logis disini harus
diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu
b. Bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang
menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang
dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang
bersangkutan [Suriasumantri, 2010, h. 43]
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan antara penalaran deduktif
dan induktif, dimana lebih lanjut penalaran deduktif berkaitan dengan rasionalisme,
dan penalaran induktif dengan empirisme [h. 45]
54
Sumber: ceramah Dr. Fachruddin Faiz (pengajar di
UIN Sunan Kalijaga) tentang Logika

55
MACAM-MACAM LOGIKA

Logika alamiah
◉ Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir
secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-
keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif.
Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.

Logika ilmiah
◉ Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas
yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan
logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat,
lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah
dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak,
mengurangi.
HUKUM DASAR LOGIKA
(ARISTOTELES, LEIBNIZ, J.S. MILL)

◉ PRINSIP IDENTITAS
(Principium Identitatis/Law of Identity, a=a, manusia=berpikir;
si A= mahasiswa)
◉ PRINSIP KONTRADIKSI
(Principium Contradictionis/Law of Contradiction)
◉ PRINSIP TIADA JALAN TENGAH
(Principium Exclusi Tertii/Law of Excluded Middle)
◉ PRINSIP CUKUP ALASAN
(Principium Rationis Sufficientis/Law of Sufficinet Reason)
▪ Prinsip identitas- harus diketahui. Si A datang ke kampus sebagai apa? Pencari ilmu
pengetahuan, aktivis, mencari pacar, mencari kesibukan?
▪ Prinsip kontradiksi: jika merah maka bukan biru, kalau kita bapak berarti bukan ibu; di realitas,
ini bisa “kabur”
▪ Tidak a dan tidak b, maka sebenarnya ia membuat blok baru, karena tidak ada tengah-tengah
▪ Apa cukup alasannya? Apa boleh warga pengikut Ahmadiyah disakiti karena sesat?
▪ Fokus logika: menyusun argumen
▪ Argumen: satu proses untuk mendukung pemikiran (konklusi) dengan
alasan (premis)
▪ Argumen setidaknya berisi dua proposisi (premis) untuk kemudian
disimpulkan (konklusi)
▪ Proses menarik konklusi dari premis disebut inferensi
▪ Model berpikir/berargumen inferensial disebut dengan silogisme
- Kita datang ke kelas –ruangan gelap– ruangan gelap
berarti tidak ada aktivitas– maka tidak ada kuliah hari
ini→ proses inferensial
- Model berpikir inferensial, dalam filsafat disebut
silogisme
Sebuah silogisme harus terdiri dari 3 proposisi:
premis mayor, premis minor dan konklusi

◉ Premis Mayor
Semua mahasiswa adalah orang-orang pintar
◉ Premis Minor
Halim adalah mahasiswa
◉ Konklusi
Jadi, Halim adalah orang pintar
Silogisme bisa

▪ Valid / invalid (karena alur penalaran)


▪ Benar / salah (ketepatan premis, terutama premis mayornya)

62
SILLOGISME YANG SALAH (premis mayornya salah)
⚫ Premis Mayor : Orang gundul itu lebih lucu

⚫ Premis Minor : Adi rambutnya lurus, Arif gundul


⚫ Kesimpulan : Arif lebih lucu dibandingkan dengan Adi
⚫ Benar cara berpikir, tapi premis mayornya salah/tidak

jelas/menjebak; padahal premis mayor itu universal/primer

SILLOGISME YANG INVALID (variabel dan alur berpikirnya salah):


⚫ Premis Mayor : Semua anjing makan daging

⚫ Premis Minor : Roman (nama orang) makan daging


⚫ Kesimpulan : Roman adalah anjing.
Contoh dialog antara A, B dan C
Si C: Kalian ingin punya pacar dengan tipe seperti apa?
Si A: rambut lurus, panjang, kulit putih
Si B: asalkan mau jadi pacar saya

Jawaban si B tidak logis, karena melanggar pertanyaan, yang menanyakan


“kualitas”, bukan bersedia atau tidaknya
Setiap istilah/variabel yang terdapat dalam kesimpulan harus
tersebar atau sudah disebut dalam premis-premisnya

PREMIS MAYOR Semua penyanyi dangdut itu


menarik

PREMIS MINOR Inul adalah seorang penyanyi


dangdut
KONKLUSI Jadi, Inul adalah seorang yang
menarik→ logis
Jadi, Rhoma adalah seorang yang
menarik→ tidak logis
Bila salah satu presmisnya universal, dan lainnya partikular, maka
konklusi harus bersifat partikular

PREMIS MAYOR Semua Mahasiswa adalah orang yang rajin

PREMIS MINOR Tommy adalah mahasiswa saya

KONKLUSI Tommy adalah orang yang rajin Logis


Semua Mahasiswa bimbingan saya adalah orang-
orang yang rajin → Tidak Logis
Dari dua premis universal, konklusinya harus bersifat universal

PREMIS MAYOR Semua Muslim Cinta Damai

PREMIS MINOR Semua Takmir Masjid adalah Muslim

KONKLUSI Jadi, semua takmir masjid cinta damai


Jika sebuah silogisme mengandung premis yang positif dan negatif,
maka konklusinya harus negatif

PREMIS MAYOR Semua anggota DPR tidak setuju BBM naik

PREMIS MINOR Joni adalah anggota DPR

KONKLUSI Jadi, Joni tidak setuju BBM naik


Dari dua premis yang negatif tidak dapat ditarik kesimpulan

PREMIS MAYOR Semua anggota PKI bukan warga negara


yang baik

PREMIS MINOR Ia bukan seorang warga negara yang baik

KONKLUSI Ia seorang anggota PKI→ Tidak Logis


▪ Semua pengurus masjid bukan mahasiswa yang rajin
▪ Si X bukan mahasiswa yang rajin
▪ Saya adalah pengurus masjid (tidak logis/tidak bisa disimpulkan)
Dari dua premis yang bersifat partikular, tidak dapat ditarik
konklusi yang valid

PREMIS MAYOR Eyang Subur adalah Paranormal

PREMIS MINOR Eyang Subur memiliki banyak istri

KONKLUSI Paranormal itu memiliki banyak istri→ Tidak Logis


MODE 1: DEDUKSI

▪ Cara berpikir dengan menggunakan kriteria atau suatu


pengetahuan tertentu yang bersifat umum untuk mendapatkan
suatu kesimpulan yang khusus atau spesifik.
▪ Karena deduksi diawali oleh sebuah premis umum maka
kebenaran dari hasil kesimpulannya tergantung mutlak kepada
benar atau tidaknya premis umum tersebut.
▪ Jenis: modus ponens, modus tollens, disjunctive syllogism,
hypothetic syllogism
MODUS PONENS

1. jika a maka b
2. a
3. berarti b

▪ a=antaseden, b= consequent
▪ modus ponens: antaseden harus diafirmasi, tidak boleh diingkari

1. jika seseorang adalah bapak, maka dia laki-laki--


2. saya bapak
3. maka saya laki-laki (valid)

1. jika seseorang adalah bapak, maka dia laki-laki


2. saya bukan bapak
3. maka saya bukan laki-laki (invalid)
▪ Jika seseorang itu NU maka dia setuju tahlilan
▪ Sy NU
▪ Sy setuju tahlilan
▪ Jika sy bukan NU, apa saya pasti tidak setuju tahlilan?

▪ Jika anteseden diingkari, maka kesimpulan keliru


Modus Tollens

1. Jika A maka B
2. Bukan B
3. Berarti Bukan A

Consequent bisa diingkari, tidak bisa diafirmasi

1. Jika seorang adalah ibu, maka dia adalah perempuan


2. Dia bukan perempuan
3. DIA BUKAN IBU (valid)

1. Jika seorang adalah ibu, maka dia adalah perempuan


2. Dia perempuan
3. MAKA DIA IBU (invalid)
Hypothetical Syllogism

1. Jika A maka B
2. Jika B maka C
3. Jika A Maka C

1. Jika Anda belajar rajin, maka Anda lulus ujian.


2. Jika Anda lulus ujian, maka Anda senang.
3. Dengan demikian, jika Anda rajin belajar, maka Anda senang.
Disjunctive Syllogism

1. A or B
2. Not A
3. B

1. Program komputer ini mempunyai bug, atau input-nya salah.


2. Input-nya tidak salah.
3. Dengan demikian, program komputer ini mempunyai bug.
◉ Dia tersenyum padaku karena suka, atau karena
basa-basi
◉ Dia tidak kunjung balas pesanku
◉ Berarti dia basa-basi
MODE 2: INDUKSI (Spesifik-Umum)

◼ Berpikir dengan cara menyimpulkan sesuatu yang


berangkat dari hal-hal khusus menuju kepada
kesimpulan umum.
◼ Metode berpikir induksi sifatnya spekulatif. Jika
diketahui bahwa “Saya butuh makan”, “Evan butuh
makan”, “Avi butuh makan”, dan “Willy butuh makan”,
maka dengan induksi, kita dapat menyimpulkan bahwa
“Semua manusia butuh makan”.
◼ Istilah masyarakat Jawa: “Ilmu titen”
◉ Dalam hidup tidak mungkin tidak menggunakan model berpikir induksi
– kita mengambil kesimpulan dari pengalaman diri dan orang lain
◉ Hari ini naik bus mabuk darat, tanggal 1 juga mabuk darat, tanggal 10
juga– maka naik bus menyebabkan mabuk darat
MODE 3: ABDUKSI

▪ Aristoteles menyebut abduksi dengan apagoge.


▪ Abduksi: Jenis inferensi silogistik yang tidak membawa kepastian.
Premis mayor bersifat pasti, sedangkan premis minor tidak pasti,
atau sebaliknya. Karena itu kesimpulannya menjadi kurang pasti.
▪ Misalnya: Setiap Kiai memakai Jubah (P. mayor), Ayahku memakai
jubah (P. Minor), ayahku seorang Kiai (konklusi)
▪ Silogisme, tapi hasilnya bukan kepastian
▪ Premis mayor/minornya tidak pasti, sehingga kesimpulan tidak pasti
▪ Setiap mahasiswa rajin akan punya nilai bagus
▪ Saya rajin
▪ Saya akan punya nilai bagus (reasoning for the best explanation, tidak pasti tapi
kemungkinan terbesar adalah “hasil tersebut”
▪ Si X tiba-tiba jadi pemurung, si X mungkin sedang patah hati
▪ Abduksi adalah: reasoning for the best explanation
▪ Maka contoh di atas harus dipahami:
▪ Premis mayornya: “penjelasan terbaik tentang orang yang memakai jubah
adalah seorang Kiai”
▪ Konklusinya yang paling tepat adalah: “penjelasan terbaik dari banyak
kemungkinan ayahku yang memakai jubah adalah ia seorang Kiai”
KRITERIA “PENJELASAN TERBAIK”

▪ PREDICTABILITY: Bisa dipahami untuk membaca fakta-fakta lain


yang sama di masa depan karena selalu seperti itu
▪ KOHERENSI: Sama dan sesuai untuk semua fenomena/fakta yang
sama
▪ SIMPLICITY: lebih sederhana dari kemungkinan-kemungkinan
lainnya (berjenggot karena mengikuti sunnah Nabi)
▪ FRUITFULNESS: Manfaat/kegunaan nyata
MODE 3: GENERALISASI

▪ Generalisasi dapat dikatakan sama dengan prosedur berpikir induksi


tidak lengkap.
▪ Metodenya: “dari beberapa ke semua”.
▪ Generalisasi adalah prosedur berpikir dengan melihat beberapa hal
khusus (tidak semuanya) untuk kemudian disimpulkan secara umum.
MENGUJI GENERALISASI 1

▪ Adakah kita telah mengambil sample hal-hal atau kejadian-


kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah yang cukup?
Pengujian ini akan menimbulkan pertanyaan tambahan, berapa
banyak “jumlah yang cukup itu”?.
▪ Semakin banyak jumlah sample yang diuji, akan dapat
menambah kemungkinan (probabilitas) benarnya generalisasi.
▪ Apabila yang dipersoalkan adalah unsur-unsur yang tidak dapat
ditentukan, misalnya manusia, maka biasanya yang lahir adalah
generalisasi yang tergesa-gesa. Kita harus kritis untuk menyikapi
generalisasi seperti: semua orang laki-laki sama saja; orang yang
selalu ke mesjid tidak mungkin menjadi jahat; semua orang kaya
kikir dan materialis. (bisa jadi politisasi, (“sekian persen
masyarakat Indonesia setuju system khilafah” – cek lagi)
MENGUJI GENERALISASI 2

▪ Adakah pengecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada, apakah


pengecualian tersebut juga diperhitungkan dan diperhatikan dalam
membuat generalisasi?
▪ Apabila jumlah pengecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat
membuat generalisasi, tetapi jika hanya terdapat beberapa pengecualian,
kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan
hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti “semua” atau
“setiap” dan yang sejenisnya dalam generalisasi.
▪ Kata-kata seperti itu hendaknya diganti dengan istilah: pada umumnya,
kebanyakan, sebagian, menurut garis besarnya, dan lain sebagainya.
Meskipun prosedur yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang
tidak sempurna, namun telah cukup untuk membentuk satu pemikiran
yang valid dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari.
MODE 4: KAUSALITAS
[HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT– nalar paling dasar dalam
rasionalitas manusia]

◉ Prosedur berpikir kausalitas ini mengikuti tiga pola berikut: a. Dari sebab ke akibat ; b.
Dari akibat ke sebab; c. Dari akibat ke akibat
◉ Pemikiran dari sebab ke akibat: berangkat dan suatu sebab yang diketahui lalu
disimpulkan akibatnya; misalnya, “hujan lebat sekali”; “aku lupa menutup pintu empang,
maka empangnya pasti meluap dan ikan peliharaanku pasti kabur”.
◉ Pemikiran dari akibat ke sebab: berangkat dari akibat yang diketahui menuju sebabnya.
Seorang pasien pergi ke dokter karena badannya panas. Badan panas menunjukkan
akibat. Selanjutnya tugas sang dokter untuk memastikan apa yang menjadi sebabnya.
◉ Pemikiran dari akibat ke akibat: berangkat dari suatu akibat ke akibat lain tanpa
menyebutkan sebab yang menghasilkan keduanya; misalnya: sungai meluap; kemudian
kita berpikir: maka empang kita juga pasti meluap. Keduanya berasal dan suatu sebab
yang tidak disebutkan, misalnya: hujan yang lebat sekali.
KESALAHAN BERLOGIKA
(LOGICAL FALLACY)
Sumber: Dr. Fahruddin Faiz

89
◉ Golongan Sofis: golongan yang secara sengaja melakukan
kesalahan dalam berfikir, dengan tujuan untuk mengubah opini demi
mencapai tujuan tertentu di luar kebenaran.
◉ Golongan Paralogi: golongan yang melakukan kesalahan berfikir
namun tidak menyadari kekeliruan dan akibat dari pemikirannya
karena selalu menganggap dirinya benar.

90
FALLACY OF DRAMATICAL INSTANCE

Kesalahan berpikir ini berawal dari kecenderungan orang untuk


melakukan over-generalization, yaitu penggunaan hanya satu atau
dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general atau
umum.
FALLACY OF RETROSPECTIVE DETERMINISM

▪ Determinisme Retrospektif adalah menganggap sesuatu


seolah-olah sudah ditentukan oleh sejarah dan tidak
mungkin diubah,
▪ Misalnya tentang kemiskinan; orang menganggap bahwa
kemiskinan adalah bagian dari sejarah.
POST HOC ERGO PROPTER HOC
(sesudah itu maka terus itu)

▪ Berasal dari bahasa latin, Post: sesudah, Hoc : Demikian, Ergo :


karena itu; Propter : disebabkan; hoc : demikian
▪ Akibat yang dihasilkan tidak sesuai dengan sebabnya, akan tetapi
dipercaya bahwa penyebab yang tidak sesuai itulah yang benar.
▪ Kesesatan terjadi karena salah menyimpulkan penyebab hanya karena
terjadinya dua peristiwa yang terjadi secara berurutan.
▪ Misalnya ada orang tua lebih menyayangi anak keduanya
dibandingkan anak yang pertama hanya karena orang tua itu keadaan
ekonominya lebih baik setelah mempunyai anak kedua itu.
▪ Dengan “menghindari” logical fallacy ini, David Hume menolak
kausalitas (menyatakan bahwa kausalitas hanya kebetulan saja), Imam
Al Ghozali menyatakan penyebab segalanya (cause) adalah Tuhan
FALLACY OF MISPLACED CONCRETENESS

◉ Inti dari kesalahan ini adalah mengkonkritkan


sesuatu yang pada hakikatnya abstrak
◉ Contoh: lirik lagu “Cintaku seluas samudra”
ARGUMENTUM AD VERECUNDIAM

▪ Argumentum ad Verecundiam terjadi ketika mengacu pada


seseorang yang dianggap sebagai pakar atau ahli sehingga apa
yang diucapkannya adalah sebuah kebenaran.
▪ Otoritas kepakaran seseorang yang mengucapkan suatu hal
tersebut kemudian otomatis diakui sebagai sesuatu yang pasti
benar, meskipun otoritas itu tidak relevan, misalnya orang desa
yang percaya kepada Pak Lurah bahwa untuk mengobati sakit
panas harus dengan cara mengirimkan sesajen ke pohon besar.
▪ Apa yang dikatakan ulama A pada kampanye itu pasti benar.
▪ Apa yang dikatakan dokter X pasti benar
FALLACY OF COMPOSITION

◉ Menganggap kebenaran dari salah satu bagian mewakili


kebenaran dari seluruh bagian
◉ contoh: di suatu kota ada orang yang berhasil dalam membuka
bisnis produksi dan warung kopi. Masyarakat di kota tersebut
mengikuti jejaknya yaitu membuka warung kopi, akibatnya justru
banyak pengusaha kopi dan warung kopi di kota itu merugi
karena pasokan kopi yang membludak sedangkan permintaan
pasar terbatas
◉ Artis berhasil dengan make up tertentu, kita belum tentu
CIRCULAR REASONING

Circular Reasoning adalah pemikiran yang berputar-


putar, menggunakan kesimpulan untuk mendukung
premis yang digunakan lagi untuk menuju kesimpulan
yang sama. Sebagai contoh,
○ "apabila organisasi dikembangkan dengan baik maka
program transmigrasi akan berjalan lancar",
○ "apa buktinya organisasi itu berjalan lancar ?",
○ "kalau programnya berjalan lancar".
○ "Program lancar, artinya?",
○ "artinya pengembangan organisasinya baik.“
ARGUMENTUM AD HOMINEM

Kesalahan ini terjadi ketika argumentasi yang diajukan tidak


tertuju pada persoalan yang sesungguhnya, tetapi terarah kepada
pribadi yang menjadi lawan bicara atau dikenal dengan istilah
personal attack,
Contoh: pendapatmu salah karena kamu sering membolos
sekolah.
TU QUOUE

▪ Tu Quoue: seseorang berusaha untuk membela diri dari kritik yang


ditujukan kepadanya dengan cara membalikkan kritik yang sama ke
arah orang yang mengkritik.
▪ Tu quoque ini bisa digunakan sebagai taktik yang efektif untuk
membuat orang yang mengkritik kita dari posisi menyerang, menjadi
posisi diserang. Dari posisi menuduh, menjadi tertuduh. Dari posisi
bertanya, menjadi posisi ditanya.
▪ CONTOH:
Si A: “Kamu yang rajin lah dalam kuliah”
Si B: “Ah kamu sendiri juga pemalas”
Berlogika yang benar: selesaikan dulu problem pertama
ARGUMENTUM AD BACULUM

▪ Argumen yang diajukan berupa ancaman dan desakan lawan


bicara agar menerima suatu konklusi tertentu, dengan alasan
bahwa jika menolak akan berdampak negatif terhadap dirinya
▪ Kesalahan ini terjadi karena salah satu pihak (biasanya si
pemaksa) tidak mau menerima perbedaan pendapat
▪ Misalnya: “jika kamu tidak mengakui kebenaran apa yang saya
katakan, kamu akan terkena adzab Tuhan”; “Jika kamu
menolak pendapat saya maka kamu tidak saya beri uang untuk
keperluan kuliah” (orang tua kepada anak)
ARGUMENTUM AD MISERICORDIAM

▪ Argumentum ad misericordiam adalah sesat pikir yang sengaja


diarahkan untuk membangkitkan rasa belas kasihan lawan
bicara dengan tujuan untuk mencapai keinginan tertentu
(kebalikan dari argumentum ad baculum); misalnya:
▪ “Saya mencuri karena saya miskin dan tidak bisa membeli
sandang dan pangan”
ARGUMENTUM AD IGNORANTIAM

▪ Argumentum ad ignorantiam adalah kesalahan yang terjadi saat


kita memastikan bahwa sesuatu itu tidak ada karena kita tidak
mengetahui apa pun juga mengenai sesuatu itu atau karena
belum menemukannya;
▪ misalnya: “menerbangkan manusia ke Mars itu sulit, maka
manusia tidak bisa diterbangkan ke Mars.”
ARGUMENTUM AD TEMPERANTIAM

▪ Argumentum ad Temperantiam adalah kesesatan yang menyatakan


bahwa pandangan pertengahan / ditengah-tengah, adalah sesuatu yang
benar tanpa peduli nilai-nilai lainnya.
▪ Serta juga menganggap jalan tengah sebagai pertanda kekuatan suatu
posisi. Meskipun dapat menjadi nasihat yang bagus, namun
kesesatannya disebabkan karena ia tak punya dasar yang kuat dalam
argumen karena selalu berpatokan bahwa jalan tengah adalah yang
benar. Penggunaannya kadang dengan membuat-buat posisi lain
sebagai posisi yang ekstrim.
▪ Contoh: “Daripada mendukung komunisme atau mendukung kapitalisme,
lebih baik ideologi Pancasila yang merupakan jalan tengah keduanya.”
▪ Kesalahan: tidak menjabarkan kelebihan dan kekurangan masing-
masing ideologi tersebut
ARGUMENTUM AD POPULLUM

▪ Jika banyak yang percaya X adalah benar, maka x itu adalah


benar;
▪ Atau jika banyak orang yang menerima x, maka X dapat
diterima.
▪ Contoh: Karena 75% masyarakat percaya bahwa UFO itu
ada, maka kesimpulannya, UFO itu memang benar-benar ada
ARGUMENTUM AD NOVITAM

▪ Argumentum ad novitam muncul ketika sesuatu hal yang baru dapat


dikatakan benar dan lebih baik, dengan mengasumsikan penggunaan
hal yang baru berbanding lurus dengan kemajuan zaman.
▪ Sesat-pikir ini selalu menjual kata ‘baru’, dengan menyerang suatu hal
yang lama sebagai hal yang gagal dan harus diganti dengan yang
lebih baru.
▪ Contoh: Mengganti golongan tua dengan golongan muda serta wajah
baru di parlemen akan membuat negara ini lebih baik.
ARGUMENTUM AD ANTIQUITAM

▪ Kebalikan dari Argumentum ad Novitatem, ketika sesuatu benar dan lebih baik
karena merupakan sesuatu yang sudah dipercaya dan digunakan sejak lama.
▪ Argumen ini adalah favorit bagi golongan konservatif. Nilai-nilai lama pasti
benar. Sederhananya, sesat-pikir ini adalah kebiasaan malas berpikir, dengan
selalu berpatokan bahwa cara lama telah dijalankan bertahun-tahun, maka itu
dianggap sesuatu yang pasti benar.
▪ Contoh: Partai X, Y, Z berusia puluhan tahun, berarti sudah lama
memperjuangkan nasib rakyat kecil, maka pilihlah mereka alih-alih memilih
partai yang lebih muda
PERFECT SOLUTION FALLACY

▪ Terjadi ketika suatu argumen berasumsi bahwa sebuah


solusi sempurna itu ada, dan sebuah solusi harus ditolak
karena sebagian dari masalah yang ditangani akan tetap
ada setelah solusi tersebut diterapkan.
▪ Asumsinya, jika tidak ada solusi sempurna, tidak akan ada
solusi yang bertahan lama secara politik setelah
diimplementasi. Tetap saja, banyak orang tergiur oleh ide
solusi sempurna, mungkin karena itu sangat mudah untuk
dibayangkan.
▪ Contoh: RUU PKS ini tidak akan berjalan dengan baik,
karena kasus pemerkosaan akan tetap terjadi.
▪ (argumen yang tidak memperhatikan penurunan tingkat
kriminalitas asusila)
CONFIRMATION BIAS/SELECTIVE THINKING

▪ Confirmation Bias adalah kecenderungan seseorang untuk


segera menyetujui informasi yang memberikan dukungan
prasangka/pendapat/hipotesis mereka atau hipotesis terlepas
dari apakah informasi tersebut benar atau tidak. Akibatnya, orang
hanya mengingat dan mengumpulkan bukti yang mereka sukai
secara selektif , dan menafsirkannya dengan cara yang bias.
▪ Misalnya, untuk orang-orang yang percaya bahwa tanggal 13
adalah hari sial, mereka akan menganggap segala bencana yang
muncul di tanggal 13 adalah bukti bahwa tanggal 13 adalah
benar hari sial dan tanpa sadar menghiraukan bahwa
sebenarnya secara statistik bencana-bencana yang terjadi di
tanggal 13 tidak lebih banyak daripada bencana-bencana lain di
tanggal yang berbeda.
SLIPPERY SLOPE

▪ Asumsi bahwa jika A terjadi, maka B, C, …, X, Y, Z pasti


akan terjadi juga. Pada prinsipnya, menyamakan A dengan
Z, sehingga jika Z tidak diinginkan, A juga tidak boleh terjadi.
▪ Contoh : Di negara X, ganja dilegalkan, maka di negara kita
dan di negara-negara lain juga boleh dilegalkan
GENETIC FALLACY

▪ Menjadikan karakteristik yang tidak relevan untuk menilai


sesuatu.
▪ Contoh : “Aku memperoleh nilai D di mata kuliah X karena aku
berzodiak Libra, sedangkan dosenku berzodiak Sagitarius.
Kami tidak cocok”
BEGGING THE CLAIM

▪ Kesimpulan yang ditetapkan oleh klaim, tanpa disertai bukti nyata.


▪ Contoh: Apapun yang terjadi (pokoknya) Rhoma Irama tidak
mampu menjadi presiden; “The king can do no wrong”
RED HERRING

◉ Pengalihan perhatian dari inti masalah


◉ Tim nasional sepak bola Indonesia terancam dicekal dari
kompetisi Internasional. Tapi, yang lebih penting lagi, siapa
sebenarnya dalang utama kasus wisma atlet Hambalang?!
STRAW-MAN

▪ Terlalu menyederhanakan argumentasi lawan


▪ “Kamu terlalu berlebihan menyikapi ancaman FIFA untuk
mencekal timnas sepak bola Indonesia, santai aja kali bro. Itu
cuma gertak sambal.” kata seorang pengurus PSSI.
MORAL EQUIVALENCE

▪ Menyetarakan kesalahan kecil dengan kejahatan besar.


▪ Contoh : “Orang yang mencetak gol bunuh diri itu adalah
pengkhianat bangsa”
FALSE DILEMMA

▪ Istilah lainnya: Black and white thinking; Bifurcation


▪ Jika tidak X, maka Y yang benar (Padahal bisa saja keduanya
benar atau keduanya salah
▪ Pada dasarnya, si pembuat argument ingin membatasi pilihan
denga 2 saja, Padahal dalam kenyataannya bisa ada lebih dari
2 pilihan.
▪ Contoh: Kalau bukan manusia mencuri makanan saya, maka
pasti hantu yang mencurinya; sistem pendidikan yang fraksi
kami ajukan harus segera disahkan dan dilaksanakan, jika tidak,
kemerosotan moral pasti akan menghinggapi generasi muda kita
(opsi lainnya tidak disertakan sehingga membuat argumennya
mau tidak mau harus disetujui)
TWO WRONGS MAKE A RIGHT

▪ Kesesatan yang terjadi ketika diasumsikan bahwa jika dilakukan


suatu hal yang salah, tindakan salah yang lain akan
menyeimbanginya. Sesat-pikir ini biasa digunakan untuk
menggagalkan tuduhan dengan menyerang tuduhan lain yang juga
dianggap salah.
▪ Si X: “Soeharto merebut kekuasaan dari Bung Karno dan akhirnya
ia berkuasa dengan tangan besi”
▪ Si Y: “Tapi Soekarno juga mengangkat dirinya sebagai presiden
seumur hidup!”
IPSE-DIXTISM

▪ Argumen dengan dasar keyakinan yang dogmatis.


▪ Seseorang yang menggunakan Ipse-dixitism
mengasumsikan secara sepihak premisnya sebagai
sesuatu yang disepakati, padahal tidak demikian. Sesat-
pikir ini akan berujung pada debat kusir.
▪ Contoh: Ideologi liberalis dan kapitalis telah terbukti gagal
dan hanya menyengsarakan rakyat, karena itu harus
diganti dengan sistem spiritual.
▪ (ideologi yang gagal itu belum disepakati lawan bicaranya,
jadi bagaimana langsung dapat menggulirkan solusi?)
POISONING THE WELL

▪ Sesat pikir yang mencegah argumen atau balasan dari lawan


dengan cara membuat lawan dianggap tercela dengan berbagai
tuduhan bahkan sebelum lawan sempat bicara.
▪ Contoh: Semua yang dilakukan oleh KPK adalah rekayasa untuk
menjatuhkan PKS
119
120
Thanks!
Any questions ?
You can find me at
nisa.alfira@ub.ac.id

121

Anda mungkin juga menyukai