Anda di halaman 1dari 16

Hukum Penggunaan Human Diploid Cell Sebagai Bahan Produksi

Obat dan Vaksin

Almuzayyad
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Jl. Gajayana No. 50, Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65114
E-mail: almuzayyad@gmail.com

Abstrak
Islam mensyariatkan pemeliharaan kesehatan, baik dengan cara kuratif melalui
pengobatan saat sakit ataupun preventif melalui vaksin; akan tetapi saat ini seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan banyak obat dan vaksin yang beredar di pasaran berasal
dari bahan yang beraneka ragam dan belum diketahui kehalalannya. Saat ini sel tubuh
manusia khususnya human diploid cell banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan
tambahan, dan/atau bahan penolong produksi obat dan vaksin yang karenanya
menimbulkan pertanyaan dari masyarakat tentang hukum penggunaannya. Sehingga perlu
dicari kebenaran hukum mengenai Penggunaan Human Diploid Cell untuk Bahan Produksi
Obat dan Vaksin, sebagai pedoman. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif analisis
deskriptif dengan menggunakan pendekatan atau kajian kepustakaan (Studi literatur).
Pendekatan ini berusaha menjelaskan secara lengkap mengenai hukum penggunaan
Human Diploid Cell sebagai bahan produksi obat dan vaksin. Karena sedang mengalami
kondisi kedaruratan (dharurah syar’iyah) atau kebutuhan mendesak (hajah syar’iyah),
sehingga penggunaan human diploid cell untuk bahan obat atau vaksin hukumnya boleh.
Kata Kunci: Sel, Obat, Vaksin

A. Pendahuluan
Syariat Islam bertujuan memelihara keselamatan agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta, dan karena itu, segala sesuatu yang memberi manfaat
bagi tercapainya tujuan tersebut diperintahkan, dianjurkan atau dibolehkan
untuk dilakukan, sedang yang menghambat terwujudnya tujuan di atas
dilarang. Untuk mencapai tujuan tersebut, Islam mensyariatkan pemeliharaan
kesehatan, baik dengan cara kuratif melalui pengobatan saat sakit ataupun
preventif melalui vaksin; akan tetapi saat ini seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan banyak obat dan vaksin yang beredar di pasaran berasal dari
bahan yang beraneka ragam dan belum diketahui kehalalannya.
Saat ini sel tubuh manusia khususnya human diploid cell banyak digunakan
sebagai bahan baku, bahan tambahan, dan/atau bahan penolong produksi obat
dan vaksin yang karenanya menimbulkan pertanyaan dari masyarakat tentang
hukum penggunaannya. Sehingga Komisi Fatwa MUI memandang perlu
menetapkan fatwa tentang Penggunaan Human Diploid Cell untuk Bahan
Produksi Obat dan Vaksin, sebagai pedoman.

B. Kajian Teori
Human diploid sel adalah salah satu sel yang digunakan untuk mengkultur
virus yang akan dijadikan vaksin. HDC yang berasal dari aborsi manusia ini
banyak digunakan untuk mengkultur virus Polio IPV dan OPV, Rabies, Rubella,
Measles,Varicella-Zooster, Covid-19 dan Hepatitis A. Beberapa alasan HDC
digunakan karena jumlah sel yang banyak dalam satu kali panen, karakteristik
yang baik, kesuksesan terhadap virus manusia, kemungkinan laten yang
rendah, dan pengadaan yang relatif murah. (Syauqibik, 2022)
Vaksin Polio merupakan salah satu vaksin yang menggunakan HDC yang
dikultur dari sel janin abortus, hal ini bertentangan dengan beberapa agama
seperti Islam, Hindu, Protestan, dan Saksi Jehovah. Ini juga bermasalah dengan

1
kode etik kedokteran, yaitu autonomi dan non-maleficence. Dengan autonomi
dari orang tua anak mengatakan “anak kami, pilihan kami” dan non-
maleficence dari tenaga kerja yang berkewajiban untuk mencegah kerugian bagi
masyarakat luas. (Hussain et al., 2018)
Definisi obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 58 tahun 2014 yaitu obat termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
Vaksin adalah produk biologis yang dapat memicu tubuh menghasilkan
imunitas spesifik terhadap suatu penyakit. Vaksin mengandung antigen,
partikel yang merangsang sistem imun, yang dapat berupa virus hidup yang
sudah dilemahkan, virus yang sudah mati, bagian permukaan virus, atau toksin
bakteri23 . Untuk memproduksi vaksin yang ditargetkan pada penyakit yang
disebabkan oleh virus, terlebih dahulu virus diperbanyak di dalam sel hewan
dalam skala pabrik, karena virus tidak dapat “hidup” di luar sel. Telur (sel
hewan) banyak digunakan untuk menanam virus, yang kemudian hasil
panennya adalah antigen. (Sari & Sriwidodo, 2020)

C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan atau kajian kepustakaan
(Studi literatur). Pendekatan ini berusaha menjelaskan secara lengkap mengenai
hukum penggunaan Human Diploid Cell sebagai bahan produksi obat dan
vaksin, dengan berusaha mencari dokumen, jurnal ilmiah dan buku yang
kemudian dianalisis dan dijelaskan secara lengkap.
Studi Literatur merupakan Metode dengan kajian kepustakaan (Studi
literatur) merupakan sebuah metode untuk menyelesaikan persoalan dengan
menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Sumber
sumber yang didapat dijadikan sebagai bahan Studi literatur dan disusun
menurut kaidah penulisan ilmiah. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan dalam
Studi literatur ini seperti mengupas (Cnticze), membandingkan (Compare),
meringkas (Summarize), dan mengumpulkan (SynthesizeI).

D. Hasil dan Pembahasan


1. Firman Allah SWT antara lain:
a. Ayat tentang kemuliaan manusia

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut


mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. al-Isra’ [17]: 70)

b. Ayat yang menerangkan bahwa sejatinya anggota tubuh manusia adalah


milik Allah subhanahu wa ta’ala:

Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan


semua yang ada di bumi. (QS. Yunus [10]: 66)
c. Ayat yang menerangkan bahwa kesembuhan pada hakekatnya ialah dari
Allah subhanahu wa ta’ala:

2
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku. (QS. Al-Syu’ara
[26]: 80)

d. Ayat yang menjelaskan larangan menjatuhkan diri dalam kebinasaan,


antara lain:

… dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam


kebinasaan… (QS. al-Baqarah [2]: 195)

e. Ayat tentang perintah untuk mengkonsumsi yang halal:

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS.
Al-Baqarah [2]: 168)

f. Ayat tentang perintah dan keutamaan saling tolong-menolong:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,


dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. al-
Mâidah [5]:2)

Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka


sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung. (QS. Al-
Hasyr [49]: 9)

Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan


dia telah memelihara kehidupan semua manusia. (QS. al-Maidah [5]: 32)

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena


mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-
hamba-Nya. Surat Al-Baqarah. (QS. Al-Baqarah [2]:207)

g. Ayat yang menjelaskan bahwa segala sesuatu yang halal pasti baik dan
yang haram pasti buruk:

Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik, dan


mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (QS. al-A'raf [7]: 157)

3
h. Ayat yang menjelaskan bahwa dalam kondisi kedaruratan dibolehkan
mengkonsumsi yang haram, antara lain:

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,


daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang
dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al-Baqarah [2]:173)

Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang


diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya
(QS. Al-An’am [6]: 199)

2. Hadis Rasulallah Saw., antara lain:


a. Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. tentang segala penyakit pasti
ada obatnya dan hadis tentang perintah untuk berobat dengan yang
halal:

Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.:


Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali
menurunkan (pula) obatnya. (HR. al-Bukhari)

Dari Usamah bin Syarik sesungguhnya Rasulullah Shalla Allahu Alaihi Wa


Sallam. bersabda: Berobatlah, karena Allah tidak menjadikan penyakit
kecuali menjadikan pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu tua renta.
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah)

Dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam


bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat bagi
setiap penyakit, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang
haram”. (HR. Abu Dawud)

b. Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang larangan menyakiti


orang yang sudah meninggal:

4
Merusak tulang seseorang yang telah meninggal seperti merusak tulang
seseorang yang masih hidup.” (HR. Ahmad, Abud Dawud,dan Ibn Majah).

c. Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang pengobatan yang


dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dari Muhammad bin Ishaq sesungguhnya Rasulullah Shalla Allahu Alaihi


Wa Sallam. mengembalikan tangan Khabib bin Yusaf yang putus di hari
perang Badar, kemudian Rasulullah Shalla Allahu Alaihi Wa Sallam.
mengembalikannya sehingga tidak terlihat (bekas luka) kecuali seperti
garis. (HR. Ibn Abi Syaibah)

Dari Ashim bin Umar bin Qatadah sesungguhnya Qatadah bin an-Nu’man
jatuh matanya di pipinya ketika perang Uhud, kemudian Rasulullah Shalla
Allahu Alaihi Wa Sallam mengembalikannya kemudian menjadi mata yang
paling bagus. (HR. Ibn Abi Syaibah)

3. Kaidah Fikih, antara lain:

Dalam keadaan darurat diperbolehkan melakukan yang dilarang.

Kemudaratan harus dihilangkan.

Kemudaratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudaratan.

Kebutuhan mendesak terkadang menempati posisi hukum kedaruratan.

Kemudaratan dieliminir sebatas hilangnya kemudaratan tersebut.

Ketika terdapat dua kemafsadatan maka hindari yang lebih besar


madharatnya dengan melakukan yang lebih ringan mafsadatnya.

Diperbolehkan mengambil kemudaratan yang lebih ringan untuk


menghindari kemudaratan yang lebih besar.

Tidak boleh mentasarufkan hak orang lain tanpa seizinnya.

5
Membunuh manusia atau memotong memisahkan organ tubuhnya tidak
diperbolehkan kecuali ada kemaslahatan.

Manusia tidak bisa menggugurkan haknya dalam sesuatu yang dimiliki Allah.

Hak Allah itu itu bersifat lentur berbeda dengan hak manusia kecuali dalam
keadaan darurat.

Menghormati orang yang hidup dan menjaga kehidupannya itu lebih


diutamakan dari pada menghormati orang yang sudah meninggal untuk
diambil organ tubuhnya.

4. Pendapat para Ulama, antara lain:


a. Pendapat Muhammad al-Syaukani dalam kitab Fath alQadir jilid 3,
halaman 431,sebagai berikut:

Seorang perempuan hamil meninggal di mungkinkan di perutnya ada


janin, dana diyakini janin masih hidup, maka perut mayat perempuan
tersebut harus dibedah (untuk menyelamatkan janin tersebut). Kasus ini
berbeda dengan kasus ketika seorang lelaki menelan berlian, kemudian
meninggal, dan dia tidak meninggalkan harta berharga apapun (kecuali
berlian yang ditelan), maka tidak boleh dibedah perutnya (untuk
mengambil berlian tersebut). Hal itu karena, kasus pertama adalah
mengesampingkan kehormatan/kemuliaan mayat untuk menyelamatkan
kehormatan kehidupan (janin), maka dibolehkan. Sedang kasus kedua,
mengesampingkan kehormatan yang lebih tinggi yaitu kemuliaan anak
adam demi untuk menyelamatkan kehormatan yang ada di bawahnya
yaitu harta (berlian yang tertelan). Dan tidak demikian dengan kasus yang
pertama.

b. Pendapat al-Syirazi dalam kitab al-Muhadzdzab hal. 296 sebagai berikut:

6
Jika seorang perempuan hamil meninggal dan di perutnya ada janin
hidup, maka perut mayat perempuan tersebut harus dibedah karena untuk
menyelamatkan janin tersebut agar tetap hidup dengan merusak bagian
dari mayat. Kasus ini (hukumnya) sama dengan jika keadaan dharurah
memakan bagian dari bangkai.

c. Pendapat Ibnu Hajar al-Haitsami dalam Tuhfat al-Muhtaj tentang sucinya


anggota tubuh manusia yang telah lepas dari badan, sebagai berikut:

(anggota tubuh yang terlepas dari tubuh yang hidup adalah seperti
bangkai/mayatnya) baik kesucian atau kenajisannya. Tangan manusia
(yang lepas) hukumnya suci, berbeda dengan pendapat kebanyakan. Dan
paha kambing (yang lepas) hukumnya najis, sebagaimana hadis hasan-
shahih {setiap bagian hewan yang lepas ketika masih hidup maka (yang
lepas tadi) hukumnya seperti bangkai (najis)}

Human Diploid Cell (sel diploid manusia) adalah sel yang memiliki jumlah
kromosom ganda yaitu memiliki dua set kromosom yang berjumlah 46. Sel
tubuh manusia adalah satuan terkecil yang membentuk jaringan serta organ
manusia. Pada dasarnya penggunaan sel yang berasal dari bagian tubuh
manusia untuk bahan obat atau vaksin hukumnya haram, karena bagian tubuh
manusia (juz’u al-insan) wajib dimuliakan.
Dalam hal terjadi kondisi kedaruratan (dharurah syar’iyah) atau kebutuhan
mendesak (hajah syar’iyah), penggunaan human diploid cell untuk bahan obat
atau vaksin hukumnya boleh, dengan syarat:
a. Tidak ada bahan lain yang halal dan memiliki khasiat atau fungsi serupa
dengan bahan yang berasal dari sel tubuh manusia;
b. Obat atau vaksin tersebut hanya diperuntukkan bagi pengobatan penyakit
berat, yang jika tanpa obat atau vaksin tersebut maka berdasarkan
keterangan ahli yang kompeten dan terpercaya diyakini akan timbul dampak
kemudaratan lebih besar;
c. Tidak ada bahaya (dharar) yang mempengaruhi kehidupan atau
kelangsungan hidup orang yang diambil sel tubuhnya untuk bahan
pembuatan obat atau vaksin;
d. Apabila sel tubuh manusia yang dijadikan bahan obat atau vaksin bersumber
dari embrio, maka harus didapatkan melalui cara yang dibolehkan oleh
syariat, seperti berasal dari janin yang keguguran spontan atau digugurkan
atas indikasi medis, atau didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai
pada inseminasi buatan atau IVF (in vitro fertilization);
e. Pengambilan sel tubuh manusia harus mendapatkan izin dari pendonor;
f. Dalam hal sel tubuh berasal dari orang yang sudah meninggal harus
mendapatkan izin dari keluarganya;
g. Sel tubuh manusia yang menjadi bahan pembuatan obat atau vaksin
diperoleh dengan niat tolong-menolong (ta’awun), tidak dengan cara
komersial.
h. Kebolehan pemaanfaatannya sebatas untuk mengatasi kondisi kedaruratan
(dharurah syar’iyah) atau kebutuhan mendesak (hajah syar’iyah).

7
E. Kesimpulan
Human Diploid Cell (sel diploid manusia) adalah sel yang memiliki jumlah
kromosom ganda yaitu memiliki dua set kromosom yang berjumlah 46. Sel
tubuh manusia adalah satuan terkecil yang membentuk jaringan serta organ
manusia. Pada dasarnya penggunaan sel yang berasal dari bagian tubuh
manusia untuk bahan obat atau vaksin hukumnya haram, karena bagian tubuh
manusia (juz’u al-insan) wajib dimuliakan.
Dalam hal terjadi kondisi kedaruratan (dharurah syar’iyah) atau kebutuhan
mendesak (hajah syar’iyah), penggunaan human diploid cell untuk bahan obat
atau vaksin hukumnya boleh, dengan syarat yakni tidak ada bahan lain yang
halal dan memiliki khasiat atau fungsi serupa dengan bahan yang berasal dari
sel tubuh manusia, sebagai obat untuk penyakit yang berat, tidak terdapat
bahaya di dalamnya (dharar), serta untuk mengatasi kondisi kedaruratan
(dharurah syar’iyah) atau kebutuhan mendesak (hajah syar’iyah).

F. Daftar Pustaka

Hussain, A., Ali, S., Ahmed, M., & Hussain, S. (2018). The Anti-vaccination
Movement: A Regression in Modern Medicine. Cureus, 10(7).
https://doi.org/10.7759/cureus.2919
Sari, I. P., & Sriwidodo, S. (2020). Perkembangan Teknologi Terkini dalam
Mempercepat Produksi Vaksin COVID-19. Majalah Farmasetika, 5(5), 204.
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v5i5.28082
Syauqibik, A. (2022). Analisis Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 001 / Munas
X / Mui / Xi / 2020 Tentang Penggunaan Human Diploid Cell Untuk Bahan
Oleh : Analisis Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 001 / Munas X / Mui /
Xi / 2020.

8
Law on Using Human Diploid Cells as Production Materials
Medicines and Vaccines

Almuzayyad
Maulana Malik Ibrahim State Islamic University Malang
Jl. Gajayana No. 50, Dinoyo, District. Lowokwaru, Malang City, East Java 65114
E-mail:almuzayyad@gmail.com

Abstract
Islam requires health maintenance, either curatively through treatment when sick or
preventatively through vaccines; However, currently, along with the development of science,
many medicines and vaccines on the market come from various ingredients and their halal
qualities are not yet known. Currently, human body cells, especially human diploid cells,
are widely used as raw materials, additional materials, and/or auxiliary materials for the
production of medicines and vaccines, which therefore raises questions from the public
regarding the law of their use. So it is necessary to seek legal truth regarding the use of
human diploid cells for drug and vaccine production, as a guide. This paper uses a
qualitative method of descriptive analysis using an approach or literature study (literature
study). This approach attempts to explain in full the law regarding the use of Human
Diploid Cells as a material for producing medicines and vaccines. Because we are
experiencing an emergency (dharurah syar'iyah) or urgent need (hajah syar'iyah), the use of
human diploid cells as a medicine or vaccine is legally permissible.
Keywords: Cells, Drugs, Vaccines

A. Introduction
Islamic Sharia aims to maintain the safety of religion, soul, mind, offspring
and property, and therefore, everything that benefits the achievement of this goal
is ordered, recommended or permitted to be done, while anything that hinders
the realization of the above goal is prohibited. To achieve this goal, Islam
requires health care, either curatively through treatment when sick or
preventatively through vaccines; However, currently, along with the development
of science, many medicines and vaccines on the market come from various
ingredients and their halal qualities are not yet known.
Currently, human body cells, especially human diploid cells, are widely used
as raw materials, additional materials, and/or auxiliary materials for the
production of medicines and vaccines, which therefore raises questions from the
public regarding the law of their use. So the MUI Fatwa Commission considers it
necessary to issue a fatwa regarding the Use of Human Diploid Cells for Drug
and Vaccine Production Materials, as a guideline.

B. Theoritical review
Human diploid cells are one of the cells used to culture viruses that will be
used as vaccines. HDC which comes from human abortion is widely used to
culture Polio IPV and OPV viruses, Rabies, Rubella, Measles, Varicella-Zooster,
Covid-19 and Hepatitis A. Some of the reasons why HDC is used is because of
the large number of cells in one harvest, a characteristic that good, success
against human viruses, low latency probability, and relatively cheap
procurement.(Syauqibik, 2022)
The Polio vaccine is a vaccine that uses HDC cultured from aborted fetal
cells, this is contrary to several religions such as Islam, Hinduism, Protestantism
and Jehovah's Witnesses. This also has problems with the medical code of
ethics, namely autonomy and non-maleficence. With the autonomy of the child's

9
parents saying “our child, our choice” and the non-maleficence of a workforce
that is obliged to prevent harm to society at large.(Hussain et al., 2018)
The definition of drugs according to the Regulation of the Minister of Health
of the Republic of Indonesia Number 58 of 2014 is that drugs include biological
products that are used to influence or investigate physiological systems or
pathological conditions in the context of determining diagnosis, prevention,
healing, recovery, improving health and contraception for humans.
Vaccines are biological products that can trigger the body to produce specific
immunity against a disease. Vaccines contain antigens, particles that stimulate
the immune system, which can be live weakened viruses, dead viruses, surface
parts of viruses, or bacterial toxins23. To produce vaccines targeted at diseases
caused by viruses, the viruses are first reproduced in animal cells on a factory
scale, because viruses cannot "live" outside cells. Eggs (animal cells) are widely
used to grow viruses, the harvest of which is antigen.(Sari & Sriwidodo, 2020)

C. Research methods
In this research the researcher used a qualitative research method of
descriptive analysis using an approach or literature review (literature study).
This approach attempts to explain in full the law regarding the use of Human
Diploid Cells as a material for producing medicines and vaccines, by trying to
find documents, scientific journals and books which are then analyzed and
explained in full.
Literature study is a method where literature study (literature study) is a
method for solving problems by tracing written sources that have been written
before. The sources obtained are used as material for literature studies and are
arranged according to the rules of scientific writing. There are things that can be
done in this literature study, such as analyzing (Cnticze), comparing (Compare),
summarizing (Summarize), and collecting (SynthesizeI).

D. Results and Discussion


1. The words of Allah SWT include:
a. Verses about human glory

And indeed We have glorified the children of Adam, We carried them on


land and in the sea, We gave them good provisions and We have given
them perfect advantages over most of the creatures that We have created.
(QS. al-Isra' [17]: 70)

b. The verse which explains that human body parts actually belong to Allah
subhanahu wa ta'ala:

Remember, indeed, to Allah belongs everything in the heavens and


everything on the earth. (QS. Yunus [10]: 66)
c. The verse explains that healing is essentially from Allah subhanahu wa
ta'ala:

And when I am sick, He is the One who heals me. (QS. Al-Syu'ara [26]: 80)

d. Verses that explain the prohibition against falling into perdition include:

10
…and do not throw yourself into destruction…(QS. al-Baqarah [2]: 195)

e. Verse regarding the command to consume halal:

O people, eat what is lawful and good from what is on earth, and do not
follow the steps of the devil; because actually the devil is a real enemy for
you.(QS. Al-Baqarah [2]: 168)

f. Verse about the commandment and virtue of helping each other:

And help you in (doing) righteousness and piety, and do not help you in
committing sins and transgressions.(QS. al-Mâidah [5]:2)

And they put (the Muhajirin) before themselves, even though they were in
trouble. And whoever keeps himself from stinginess, those are the lucky
ones.(QS. Al-Hasyr [49]: 9)

Whoever preserves the life of one human being, it is as if he has preserved


the lives of all humans.(QS. al-Maidah [5]: 32)

And among humans there are those who sacrifice themselves seeking
Allah's pleasure; and Allah is Most Merciful to His servants. Surah Al-
Baqarah.(QS. Al-Baqarah [2]:207)

g. The verse explains that everything that is halal must be good and what is
haram must be bad:

And Allah has made lawful for them everything that is good, and forbid
them everything that is bad.(QS. al-A'raf [7]: 157)

h. The verse that explains that in emergency conditions it is permissible to


consume what is haram, includes:

Indeed, Allah has only forbidden you carrion, blood, pork and animals
which (when slaughtered) are called (names) other than Allah. But whoever
is forced to (eat it) and does not want it and does not (also) exceed the limit,
then there is no sin for him. Indeed, Allah is Forgiving, Most Merciful. (QS.
Al-Baqarah [2]: 173)

11
And indeed Allah has explained to you what He has forbidden you, except
what you are forced to eat(QS. Al-An'am [6]: 199)

2. Hadith of Rasulallah Saw., among others:


a. Hadith of the Prophet sallallaahu 'Alaihi wa Sallam. about every disease
there must be a cure and the hadith regarding the command to seek halal
treatment:

From Abu Hurairah RA, from the Prophet sallallaahu 'Alaihi wa Sallam:
Indeed, Allah does not send down a disease except (also) the medicine for
it.(HR. al-Bukhari)

From Usamah bin Syarik, in fact the Messenger of Allah Shalla Allahu
Alaihi Wa Sallam. said: Get treatment, because Allah does not create
disease except He also creates a cure for it, except for one disease, namely
old age.(HR. Abu Dawud, Tirmidhi, Nasa'i and Ibn Majah)

From Abu Darda', he said: Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam said:


"Indeed, Allah has sent down disease and medicine for every disease, so
seek treatment and do not seek treatment with what is haram."(HR. Abu
Dawud)

b. Hadith of the Prophet sallallaahu 'Alaihi wa Sallam regarding the


prohibition of harming the dead:

Breaking the bones of someone who has died is like breaking the bones of
someone who is still alive.”(HR. Ahmad, Abud Dawud, and Ibn Majah).

c. Hadith of the Prophet Shallallahu 'Alaihi wa Sallam regarding the


treatment carried out by the Prophet Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

From Muhammad bin Ishaq, in fact the Messenger of Allah Shalla Allahu
Alaihi Wa Sallam. returned Khabib bin Yusaf's hand which was broken on
the day of the Battle of Badr, then Rasulullah Shalla Allahu Alaihi Wa

12
Sallam. restore it so that it is not visible (scar) except like a line.(HR. Ibn Abi
Syaibah)

From Ashim bin Umar bin Qatadah, in fact, Qatadah bin an-Nu'man had
his eyes fall on his cheeks during the battle of Uhud, then Rasulullah Salla
Allahu Alaihi Wa Sallam restored them and became the best eyes.(HR. Ibn
Abi Syaibah)

3. Fiqh rules, including:

In an emergency it is permissible to do what is prohibited.

Obstacles must be removed.

Disadvantages should not be eliminated with unfavorables.

Urgent needs sometimes occupy the position of legal emergency.

Disadvantages are eliminated to the extent that the disadvantages disappear.

When there are two evils, avoid the one with the greater evil by doing the one
with the lesser evil.

It is permissible to take lighter losses for


avoid greater losses.

You must not interfere with other people's rights without their permission.

Killing humans or cutting apart their body organs is not permitted unless there
is a benefit.

Humans cannot give up their rights in something that belongs to Allah.

Allah's rights are flexible, different from human rights, except in emergency
situations.

13
Respecting living people and preserving their lives takes priority over respecting
dead people to have their organs removed.

4. The opinions of the Ulama include:


a. Muhammad al-Syaukani's opinion in the book Fath alQadir volume 3,
page 431, is as follows:

If a pregnant woman dies, it is possible that there is a fetus in her stomach,


and it is believed that the fetus is still alive, so the woman's stomach must
be opened (to save the fetus). This case is different from the case when a
man swallows diamonds, then dies, and he does not leave behind any
valuables (except the diamonds he swallowed), so his stomach cannot be
opened (to remove the diamonds). This is because, the first case is setting
aside the honor/glory of the corpse to save the honor of the life (fetus), so it
is permissible. Meanwhile in the second case, putting aside the higher
honor, namely the glory of the son of Adam, in order to save the honor that
is beneath it, namely treasure (swallowed diamonds). And that's not the
case in the first case.

b. Al-Syirazi's opinion in the book al-Muhadzdzab p. 296 as follows:

If a pregnant woman dies and there is a living fetus in her stomach, then
the woman's stomach must be opened because to save the fetus, it remains
alive by destroying part of the corpse. This case (the law) is the same as if
it were a state of dharurah to eat part of a carcass.

c. Ibn Hajar al-Haitsami's opinion in Tuhfat al-Muhtaj regarding the purity


of human body parts that have been separated from the body, is as
follows:

(a limb that is separated from a living body is like a carcass/dead body)


whether it is pure or unclean. Human hands (which are loose) are sacred,

14
contrary to most opinions. And the leg of a goat (which falls off) is unclean,
according to the Hasan-Sahih hadith {every part of the animal that comes
off while it is still alive is considered to be like a carcass (unclean)}

Human Diploid Cells(human diploid cells) are cells that have a double
number of chromosomes, that is, they have two sets of chromosomes totaling 46.
Human body cells are the smallest units that form human tissues and organs.
Basically, the use of cells originating from parts of the human body for
medicines or vaccines is haram, because parts of the human body (juz'u al-
insan) must be respected.
In the event of an emergency (dharurah syar'iyah) or urgent need (hajah
syar'iyah), the use of human diploid cells for medicinal or vaccine ingredients is
legally permissible, provided that:
a. There are no other ingredients that are halal and have similar properties or
functions to ingredients derived from human body cells;
b. The drug or vaccine is only intended for the treatment of serious illnesses,
without which the drug or vaccine, based on information from competent and
trusted experts, is believed to result in greater harm;
c. There is no danger (dharar) that affects the life or survival of the person whose
body cells are taken as ingredients for making medicines or vaccines;
d. If human body cells used as ingredients for medicines or vaccines come from
embryos, they must be obtained through methods permitted by the Shari'a,
such as from fetuses that have spontaneously miscarried or been aborted for
medical indications, or obtained from remaining embryos that are not used in
artificial insemination or IVF. (in vitro fertilization);
e. Taking human body cells must obtain permission from the donor;
f. In the event that body cells come from a deceased person, permission must be
obtained from the family;
g. Human body cells that are used as ingredients for making medicines or
vaccines are obtained with the intention of helping each other (ta'awun), not
by commercial means.
h. The ability to use it is limited to dealing with emergency conditions (dharurah
syar'iyah) or urgent needs (hajah syar'iyah).

E. Conclusion
Human Diploid Cells(human diploid cells) are cells that have a double
number of chromosomes, that is, they have two sets of chromosomes totaling 46.
Human body cells are the smallest units that form human tissues and organs.
Basically, the use of cells originating from parts of the human body for
medicines or vaccines is haram, because parts of the human body (juz'u al-
insan) must be respected.
In the event of an emergency (dharurah syar'iyah) or urgent need (hajah
syar'iyah), the use of human diploid cells for medicinal or vaccine ingredients is
legally permissible, provided that there are no other ingredients that are halal
and have similar properties or functions to the ingredients. which comes from
human body cells, as a medicine for serious diseases, there is no danger in it
(dharar), as well as to overcome emergency conditions (dharurah syar'iyah) or
urgent needs (hajah syar'iyah).

F. Bibliography

Hussain, A., Ali, S., Ahmed, M., & Hussain, S. (2018). The Anti-vaccination
Movement: A Regression in Modern Medicine. Cureus, 10(7).
https://doi.org/10.7759/cureus.2919

15
Sari, IP, & Sriwidodo, S. (2020). Latest Technological Developments in Accelerating
COVID-19 Vaccine Production. Pharmaceutical Magazine, 5(5), 204.
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v5i5.28082
Syauqibik, A. (2022). Analysis of The Fatwa of The Indonesian Ulama Council
Number: 001 / Munas

16

Anda mungkin juga menyukai