SOAL:
1. Otopsi adalah pembedahan dan pemeriksaan organ-organ dan jaringan mayat untuk
menemukan penyakit dan cedera yang menyebabkan atau berkontribusi terhadap
kematian.
- Otopsi anatomi
otopsi yang dilakukan mahasiswa kedokteran atau dokter untuk mempelajari ilmu
anatomi
- Otopsi keilmuan/klinik
otopsi untuk mengetahui berbagai hal yang terkait dengan penyakit (misal jenis penyakit) sebelum
mayat meninggal.
- Otopsi forensic
otopsi yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap korban pembunuhan atau
kematian yang mencurigakan, untuk mengetahui sebab kematian, menentukan
identitasnya, dan sebagainya.
2. mengotopsi mayit adalah haram hukumnya dalam pandangan syari’at Islam karena
kehormatan seorang muslim yang sudah meninggal sama seperti halnya ketika hidup.
a. Dalil Al-Qur’an
Allah Swt berfirman:
ُ َ ْ َّ َ َّ َ ِّ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ِّ َ ْ ِ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ ِ َ َ ْ َّ َ ْ َ َ َ
ات َوفضلناه ْمى
َ الط ِّي
ب ولقد كرمنا ب ىن ءادم وحملناهم ىف ال َب والبح ِر ورزقناهم من
ا َْ َ َْ َ ْ َ ََ
عَل ك ىث ْْ ٍب ِّم َّمن خلقنا تف ىض ْيل
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al-Isra’ [17]:
70) ”
“Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SwT memuliakan anak Adam dan ini mencakup saat
mereka masih hidup dan setelah meninggal dunia. Sementara itu, otopsi jenazah berarti
menghinakan anak Adam sebab pada otopsi terdapat memotong anggota tubuh mayat dan
membedah perutnya dan sebagainya dari hal-hal yang bertentangan dengan ayat ini. Oleh
karenanya, otopsi hukumnya terlarang”.
b. Dalil Hadits
Hadits ini menunjukkan haramnya memecahkan tulang mayat seorang mukmin, sedangkan otopsi
mengandung hal itu sehingga termasuk dalam larangan hadits ini.
c. Dalil Qiyas
Dalam beberapa hadits disebutkan larangan duduk di atas kuburan dan bahwasanya penghuni kubur
tersebut merasa tersakiti oleh perbuatan tersebut, padahal duduk di atas kuburan tidak secara langsung
mengena badan mayat. Maka, tentu saja bedah mayat dan otopsi jauh lebih terlarang karena langsung
berkaitan dengan badan mayat.
d. Kaidah Fiqih
Di antara kaidah fiqih yang penting dan agung adalah kaidah yang diambil dari sebuah hadits yaitu:
َ َ ض َر َو َال ر
.)) ض َار َ َ (( َال
“Tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan orang lain.”
Kaidah ini menunjukkan haramnya memudharatkan orang lain, sedangkan otopsi berarti
memudharatkan mayat sehingga hukumnya tidak boleh.
3. Sekalipun hukum asalnya adalah terlarang, hanya saja, terkadang terdapat beberapa kondisi yang
mengharuskan untuk otopsi sehingga keluar dari kaidah asal tadi, sebab saat ini otopsi sering
digunakan sebagai salah satu bagian dari proses hukum, untuk mencari atau menguatkan bukti.
Tujuan untuk dilakukannya otopsi :
Untuk penelitian kasus kriminal
Untuk penelitian sebuah penyakit wabah guna dicarikan solusi dan antisipasinya
Untuk keperluan penelitian ilmiyyah baik belajar atau mengajarkannya.
Untuk alasan pertama dan kedua, maka jelas hukumnya adalah boleh berdasarkan kaidah:
ات رَ ات ُتب ْي ُح ْال َم ْح ُظ ْو
ُ َ ْ ُ َِّ
الّضور
ى ى
“Keadaan darurat itu membolehkan sesuatu yang terlarang.“
Oleh karenanya, jika memang bisa dicari cara lain tanpa otopsi maka otopsi kembali kepada hukum
asalnya yaitu haram.
4. Dalil Al-Qur’an :Karena ketika mendonorkan darah, kita berpotensi menyelamatkan nyawa
orang lain. Dan hal ini tentunya adalah sebuah kebaikan.
َ َّۗ َو َم ْن اَحْ يَا َها فَ َكاَنَّ َما ٓ اَحْ يَا الن
اس َج ِم ْيعًا
Dan siapa yang menyelamatkan satu manusia, maka seakan-akan ia telah menyelamatkan
seluruh manusia .(QS. Al-Maidah[5]:32).
Dalil Hadist :
5. Pendapat yang kuat : Pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali
dalam kondisi darurat, yaitu apabila penyakit dan obatnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
Penyakit tersebut termasuk penyakit yang harus diobati.
Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.
Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan
timbulnya suatu penyakit dan dilakukan immunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di
suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan
pencegahan. Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit yang
dikhawatirkan kemunculannya.