Anda di halaman 1dari 2

SEJARAH DEWAN KESENIAN CIANJUR

Di Jalan Suroso, Solokpandan, Cianjur, bangunan Gedung Ampera atau kini


dikenal Gedung Dewan Kesenian Cianjur (DKC) tampak masih berdiri kokoh meski
dinding dan kosen-kosennya sudah termakan usia. Gedung putih bertingkat tersebut
adalah salah satu heritage di Cianjur yang dibangun pada masa Orde Lama.

Memiliki perjalanan sejarah yang menarik, kisah Gedung Ampera juga tidak bisa
lepas dari peristiwa gejolak politik di Indonesia.

1. Awalnya merupakan bangunan sekolah


Gedung Ampera dibangun pada tahun 1950 menggunakan dana pribadi
salah seorang anggota persekutuan China Hokkian, yaitu Teng Tjai. Ia juga
adalah seorang pengusaha yang sukses kala itu hingga mampu mendirikan
bangunan bergaya kolonial tersebut.

Melansir Kompas.com, sejarawan Luki Muharam menuturkan jika dulunya,


Gedung Ampera difungsikan untuk sekolah anak-anak keturunan Tionghoa yang
menetap di Cianjur. Kegiatan belajar mengajar di tempat tersebut berlangsung
kurang lebih selama 16 tahun, sebelum adanya pengambilalihan oleh KAMI.

2. Sempat diambil alih oleh KAMI


Gedung Ampera juga turut menjadi saksi peristiwa G30S/PKI yang
berlangsung pada tahun 1966. Ketika prahara tersebut mulai memanas di
Cianjur, Teng Tjai dan banyak keturunan Tionghoa lainnya dituding sebagai
Republik Rakyat China (RRC) atau pro komunis.

Karena itu, aktivitas sekolah di Gedung Ampera yang dimiliki Teng Tjai
dihentikan dan ditutup, lalu diambil alih oleh KAMI (kelompok Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia). Mereka memanfaatkan gedung dan fasilitasnya untuk
markas. Selain KAMI, menurut Luki, kelompok KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda
Pelajar Indonesia) juga sempat ikut menduduki Gedung Ampera. Nama gedung
pun diubah menjadi Gedung Ampera yang berasal dari singkatan Amanat
Penderitaan Rakyat.

3. Kini menjadi Balai Seni


Baru pada awal Orde Baru, gedung ini diserahkan pada pemda Cianjur
yang kemudian digunakan untuk perkantoran instansi-instansi pemerintah Dinas
Pariwisata, BP 7, dan sebagainya. Lalu, mulai tahun 2000, fungsi Gedung Ampera
dialihkan sebagai Balai Seni, sekretariat Dewan Kesenian Cianjur, dan stasiun
radio daerah.

Keluarga Teng Tjai juga sempat berusaha mengambilalih kepemilikan


gedung pada tahun 2010. Rencananya, gedung akan digunakan sebagai pusat
perbelanjaan.

Namun, beberapa aktivis dan budayawan menolak dan meminta agar


gedung tetap menjadi Balai Seni. Sekitar seratus seniman dan budayawan
Cianjur dari berbagai komunitas, melakukan aksi unjuk rasa ke Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cianjur.
Mereka meminta dukungan Dewan terkait gugatan terhadap status lahan
dan bangunan gedung Ampera yang selama ini menjadi tempat aktivitas seni dan
budaya Cianjur.

Ketua Dewan Kesenian Cianjur Andri Kartanegara, meminta sikap yang


jelas dari DPRD Cianjur karena kasus tersebut selama ini belum pernah
tersentuh oleh Dewan. Andri mengatakan, pihaknya tidak bermaksud intervensi
terhadap persoalan hukum. Dia mempersilakan prosesnya berjalan. Namun ada
persoalan yang perlu dibahas. "Gedung itu sudah tercatat sebagai cagar budaya
dan harus dipertahankan warga Cianjur. Kami minta sikap Dewan, bisa ikut
memperjuangkan gedung supaya tidak diambil alih," ujarnya.

Sejumlah anggota dan pimpinan DPRD Kabupaten Cianjur sepakat,


mendesak pihak penggugat supaya mencabut gugatannya.

Gedung Ampera Cianjur pun kini tetap difungsikan seperti sedia kala untuk
sarana pertunjukan seni dan kerap disewakan, meski kondisinya
memprihatinkan karena kurang terurus.

Anda mungkin juga menyukai