Anda di halaman 1dari 8

GEDUNG SRIMANGANTI

Gedung Srimanganti didirikan pada tahun 1706, pada masa


pemerintahan Dalem Adipati Tanoemadja, arsitektur Gedung
Srimanganti bergaya colonial, kata Srimanganti mempunyai
arti adalah tempat menanti-nanti tamu kehormatan. Dahulu
gedung Srimanganti dikenal sebagai rumah “Land Huizen”
(Rumah Negara). Fungsi gedung Srimanganti pada masa itu
adalah tempat tinggal buat Bupati serta keluarganya.Gedung
Srimanganti dipergunakan sebagai tempat tinggal bupati dan keluarganya, diantaranya
Pangeran Kornel, Pangeran Sugih, Pangeran Mekah dan Dalem Bintang. Pada tahun
1942 Srimanganti tidak digunakan sebagai rumah tinggal Bupati serta keluarganya oleh
Dalem Aria Soemantri dijadikan Kantor Kabupaten, sedangkan Bupati serta keluarganya
tinggal di Gedung Bengkok / Gedung Negara – sekarangGedung Srimanganti terdaftar
pula dalam Monumenter Ordonantie 1931 sebagai bangunan Cagar Budaya yang
dilindungi oleh pemerintah. Pada tahun 1982 Gedung Srimanganti mengalami
pemugaran karena sempat dijadikan kantor Pemda, setelah pemugaran Gedung
Srimanganti diserahkan kembali kepada Yayasan Pangeran Sumedang oleh Direktur
Kebudayaan Depdikbup pada masa itu.

Gedung ini dibangun tahun 1706 oleh Bupati Dalem Adipati Tanumaja yang memindahkan pusat kota kabupaten
dari Tegal Kalong ke tempat ini. Gedung Srimanganti merupakan bangunan permanen berdinding tembok.
Berlantai tinggi dengan permukaan tegel dan pada bagian teras belakang bangunan dijumpai adanya tiang-tiang
penyangga lantai kayu. Jendela-jendela berukuran cukup besar dengan bentuk segi empat dan melengkung atau
kurva. Pintu-pintu berukuran cukup besar serta pada bagian atas daun pintu terdapat ventilasi yang dipenuhi
hiasan floral. Juga dilengkapi tiang-tiang bangunan kokoh.
Gedung Srimanganti pada awalnya berfungsi sebagai kediaman resmi bupati dan keluarganya. Pada tahun 1950
samapai dengan 1982 dipergunakan sebagai Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang. Pada tahun 1982
dipugar dan setelah dipugar difungsikan sebagai museum dengan nama Museum Prabu Geusan Ulun. Di dalam
museum terdapat koleksi, antara lain Meriam Kalantaka, peninggalan Kompeni tahun 1656, gamelan Panglipur
yang merupakan peninggalan Pangeran Rangga Gede (1625 – 1633), gamelan Pangasih peninggalan Pangeran
Kornel (1791 – 1828), dan gamelan Sari Arum peninggalan Pangeran Sugih (1836 – 1882). Di samping itu juga
terdapat koleksi lainnya seperti tempat tidur Pangeran Kornel dan baju-baju kebesaran bupati masa lampau.

Bangunan teknik sipil kering


GEDUNG BUMI KALER

Gedung Bumi Kaler dibangun pada tahun


1850, pada masa pemerintahan Bupati Pangeran Soeria Koesoemah Adinata / Pangeran
Sugih yang memerintah Sumedang tahun 1836 – 1882. Gedung Bumi Kaler beberapa
kali mengalami rehabilitasi pada tahun 1982, 1993 dan tahun 2006, namun tidak
merubah dari bentuk aslinya. Sama halnya dengan Gedung Srimanganti, Bumi Kaler
sudah terdaftar dalam Monumeter Ordonantie 1931 karena termasuk dalam bangunan
yang dilindungi oleh pemerintah sebagai Benda Cagar Budaya. Gedung Bumi Kaler
menjadi gedung Museum Prabu Geusan Ulun pada tahun 1982. Bumi Kaler
Didirikan tahun 1850, masa pemerintahan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata (Pangeran Soegih)
dari tahun 1836 – 1882. Berhadapan dengan Bumi Kidul, sayangnya pada masa pemerintahan
Pangeran Aria Soeria Atmadja (Pangeran Mekkah) Bumi Kidul dibongkar karena lapuk dimakan
umur.
Bumi Kaler dibuat keseluruhan dari kayu jati, dan di atas tiang bentuknya khas rumah orang
Sunda.
Dengan ruangan-ruangan dan kamar-kamar yang luas, sedangkan jendela dan pintu-pintunya
tinggi-tinggi.
GEDUNG PUSAKA

Gedung Pusaka adalah gedung museum yang kelima dari enam gedung yang
ada di Museum Prabu Geusan Ulun sebagai gedung baru. Fungsi Gedung
Pusaka sesuai namanya sebagai tempat khusus menyimpan benda-benda
Pusaka peninggalan para leluhur Sumedang. Pembangunan Gedung Pusaka
dibangun karena Gedung Gendeng waktu itu sebagai tempat menyimpan
pusaka sudah tidak memadai, sehingga atas prakarsa Ibu Hj. Rd. Ratjih
Natawidjayaibunda dari Bapak Prof. DR. Ginanjar Kartasasmita,
rencana Gedung Pusaka bisa dilaksanakan dengan melibatkan Yayasan
Pangeran Sumedang, Rukun Wargi Sumedang, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Sumedang, Departemen Pariwisata Sumedang, Pemda Sumedang
dan Direktorat Permuseuman Propinsi Jawa Barat. Pada tanggal 25 Maret
1990 pembangunan Gedung Pusaka mulai dikerjakan dan peletakan batu
pertama dilakukan oleh Ibu Ibu Hj. Rd. Ratjih Natawidjaya . Proses
pembangunan Gedung Pusaka memakan waktu cukup lama yaitu selama
tujuh (7) tahun, selesai pada tahun 1997, kemudian diresmikan oleh Bupati
Sumedang Bapak Drs. H. Moch. Husein Jachjasaputra.. Biaya pembangunan
Gedung Pusaka selain sumbangan dari Pronvinsi TK. I Jawa Barat juga
sumbangan dari para wargi Sumedang, salah satunya sumbangan Sanggar
Seni Sumedang “Padepokan Sekar Pusaka” pimpinan Bapak Rd. E. Lesmana
Kartadikoesoemah (Alm)
GEDUNG GENDENG

Gedung Gendeng didirikan


pada tahun 1850, pada masa
pemerintahan Pangeran
Soeria Koesoemah Adinata
atau Pangeran
Sugih. Gedung Gendeng
waktu itu digunakan untuk menyimpan Pusaka-Pusaka lelehur dan senjata
lainnya. Bangunan tersebut dibuat dari kayu dan berdinding Gedeg serta
berlantai batu merah, selain itu Gedung Gendeng juga tempat menyimpan
Gamelan Pusaka. Gedung Gendeng mengalami beberapa kali pemugaran dan
rehabilitasi bangunan, pertama tahun 1950, 1955 dan tahun 1993. Namun
karena benda Pusaka-pusaka makin banyak sampai akhirnya Gedung
Gendeng tidak memadai lagi untuk menyimpan benda-benda Pusaka tersebut
maka dibangunlah Gedung Pusaka khusus untuk menyimpan benda-benda
Pusaka. Gedung Gendeng sekarang beralih fungsi menjadi Gedung social
budaya. Gedung Gendeng merupakan Museum Yayasan Pangeran Sumedang
pertama yaitu

Gedung Gendeng

Didirikan tahun 1850 dan dipugar tahun 1950. Gedung tersebut aslinya dibuat dari :

• Lantai merah

•Dinding bilik

•Tiang kayu jati

•Atap genting

Tempat menyimpan barang-barang pusaka, senjata-senjata dan gamelan kuno. pada


tahun 1973.

GEDUNG GAMELAN
Gedung Gamelan didirikan pada tahun 1973, oleh Pemda Sumedang atas
sumbangan dari Gubernur DKI Jakarta Bapak Ali Sadikin, fungsi

gedung ini sebagai tempat khusus menyimpan Gamelan – Gamelan Pusaka.


Gedung Gamelanmengalami renovasi pada tahun 1993, selain sebagai tempat
menyimpan Gamelan, gedung Gamelan juga dipakai sebagai tempat latihan
tari klasik setiap hari minggu . Setiap satu tahun satu kali pada bulan Maulud
semua Gamelan Pusaka dicuci dan tidak dibunyikan latihan taripun
diliburkan. Gedung Gamelan merupakan Gedung Museum Yayasan Pangeran
Sumedang yang pertama.

GEDUNG KERETA

Pada saat perencanaan pembangunan Gedung Pusaka direncanakan pula


pembangunan Gedung Kereta. Gedung Kereta merupakan bangunan terakhir
dari Museum Prabu Geusan Ulun yang dibangun pada tahun 1990. Fungsi
Gedung ini untuk menyimpan Kareta Naga Barong sebagai replica dari
Kareta Naga Paksi peninggalan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata /
Pangeran Sugih dan kereta lainnya yang menjadi koleksi Museum Prabu
Geusan Ulun.

Diposkan oleh Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang di 12.05

Museum Prabu Geusan Ulun terletak di Kompleks Pendopo Kabupaten Sumedang terletak di pusat Kota
Sumedang. Kompleks ini semenjak Sumedang berdiri pada tahun 1705 hingga sekarang berfungsi sebagai pusat
pemerintahan kabupaten Sumedang. Kompleks yang didalamnya terdapat bangunan-bangunan tersebut
berukuran seluas 1,8 ha dan dikelilingi dengan tembok setinggi tiga meter

Di tengah-tengah alun-alun Kota Sumedang terdapat monumen yang disebut Monumen Lingga. Secara
astronomis terletak pada koordinat 06º51’11” Monumen ini merupakan tugu peringatan yang diperuntukan untuk
mengenang jasa-jasa Bupati Sumedang P.A. Suriatmaja yang meninggal sewaktu menjalankan ibadah haji dan
dimakamkan di Mekkah. Oleh karena meninggal di Mekkah, beliau juga disebut Pangeran Mekkah. Jasa-jasa
beliau bagi Sumedang antara lain di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial.
Monumen Lingga merupakan bangunan permanen mempunyai dasar berbentuk bujur sangkar dengan panjang
masing-masing sisi sekitar 10 m yang dilengkapi dengan sejumlah anak tangga untuk naik serta berpagar.
Bagian atas dari dasar berupa bangunan berbentuk segi empat berteras, diikuti bangunan setengah lingkaran,
kemudian diikuti bangunan segi empat, dan pada bagian puncak terdapat bangunan berbentuk bulat. Pada
bagian segi empat yang di bawah bulatan ini terdapat inskrispi pada keempat sisinya. Pada sisi barat terdapat
inskripsi berhuruf cacarakan (huruf Jawa), pada sisi utara terdapat inskripsi berhuruf Latin berbahasa Melayu,
sisi timur terdapat inskripsi berhuruf cacarakan, dan pada sisi selatan terdapat inskripsi berhuruf latin berbahasa
Sunda.
LS dan 107º55’19” BT. Monumen ini merupakan tugu peringatan yang diperuntukan untuk mengenang jasa-jasa
Bupati Sumedang P.A. Suriatmaja yang meninggal sewaktu menjalankan ibadah haji dan dimakamkan di
Mekkah. Oleh karena meninggal di Mekkah, beliau juga disebut Pangeran Mekkah. Jasa-jasa beliau bagi
Sumedang antara lain di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial.
Monumen Lingga merupakan bangunan permanen mempunyai dasar berbentuk bujur sangkar dengan panjang
masing-masing sisi sekitar 10 m yang dilengkapi dengan sejumlah anak tangga untuk naik serta berpagar.
Bagian atas dari dasar berupa bangunan berbentuk segi empat berteras, diikuti bangunan setengah lingkaran,
kemudian diikuti bangunan segi empat, dan pada bagian puncak terdapat bangunan berbentuk bulat. Pada
bagian segi empat yang di bawah bulatan ini terdapat inskrispi pada keempat sisinya. Pada sisi barat terdapat
inskripsi berhuruf cacarakan (huruf Jawa), pada sisi utara terdapat inskripsi berhuruf Latin berbahasa Melayu,
sisi timur terdapat inskripsi berhuruf cacarakan, dan pada sisi selatan terdapat inskripsi berhuruf latin berbahasa
Sunda.
Monumen ini merupakan tugu peringatan yang diperuntukan untuk mengenang jasa-jasa Bupati Sumedang P.A.
Suriatmaja yang meninggal sewaktu menjalankan ibadah haji dan dimakamkan di Mekkah. Oleh karena
meninggal di Mekkah, beliau juga disebut Pangeran Mekkah. Jasa-jasa beliau bagi Sumedang antara lain di
bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial.
Monumen Lingga merupakan bangunan permanen mempunyai dasar berbentuk bujur sangkar dengan panjang
masing-masing sisi sekitar 10 m yang dilengkapi dengan sejumlah anak tangga untuk naik serta berpagar.
Bagian atas dari dasar berupa bangunan berbentuk segi empat berteras, diikuti bangunan setengah lingkaran,
kemudian diikuti bangunan segi empat, dan pada bagian puncak terdapat bangunan berbentuk bulat. Pada
bagian segi empat yang di bawah bulatan ini terdapat inskrispi pada keempat sisinya. Pada sisi barat terdapat
inskripsi berhuruf cacarakan (huruf Jawa), pada sisi utara terdapat inskripsi berhuruf Latin berbahasa Melayu,
sisi timur terdapat inskripsi berhuruf cacarakan, dan pada sisi selatan terdapat inskripsi berhuruf latin berbahasa
Sunda.
Monumen Lingga dibangun oleh Pangeran Siching dari belanda dan diresmikan pada tanggal 22 Juli 1922
oleh Mr D.Jenderal Folk untuk menghormati Pangeran Surya Atmaja untuk pengembangan wilayah
Sumedang pada waktu itu. Monumen ini menjadi lambang Sumedang sampai sekarang.

Monumen ini berada di tengah-tengah alun-alun Kabupaten Sumedang. Monumen ini didirikan 25 April 1922
yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal D. Fock untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Aria Suria Atmadja,
mantan Bupati Sumedang yang meninggal ketika beribadah haji di Mekah pada tanggal 01 Juni 1921, sehingga
sejak saat itu Pangeran Aria Suria Atmadja dikenal juga dengan Pangeran Mekah. Pangeran Mekah merupakan
bupati Sumedang yang mewakafkan barang-barang pusaka sesepuh Sumedang dengan maksud tidak boleh
diwariskan, tidak boleh digugat oleh siapapun, tidak boleh dijual, tidak boleh diubah-ubah, tidak boleh ditukar
dan diganti dengan maksud untuk melestarikan, mengamankan dan menjaga keutuhan pusaka. Barang-barang
pusaka tersebut diterima oleh Tumenggung Kusumadilaga dan bersedia mengurusnya sesuai dengan suratnya
tertanggal 18 Juni 1919.

ILMU BANGUNAN
DASAR-DASAR BANGUNAN

A. Pengertian Ilmu Bangunan


Ilmu bangunan/Ilmu teknik sipil adalah ilmu yang digunakan untuk
perencanaan, pelaksanaan, dan perbaikan bangunan.
Syarat dalam perencanaan bangunan diantaranya:
1. Bangunan harus dibuat sesuai dengan fungsinya
Luas bangunan, denah, dan tata ruang harus diperhatikan sesuai
dengan kegunaan bangunan.
2. Memperhatikan aspek struktural
Dimensi dari bagian-bagian bangunan harus direncanakan sesuai
dengan aturan perencanaan agar memiliki kekuatan yang aman.
3. Memperhatikan aspek arsitektoris
Selain kekuatan, keindahan bangunan yang meliputi denah, tampak,
tata ruang, dan ornamen-ornamen harus diperhatikan.
4. Memperhatikan aspek ekonomis
Rencana anggaran biaya dibuat seminimal mungkin tanpa harus
mengabaikan syarat-syarat yang lain.
B. Jenis Bangunan
Secara garis besar, bangunan dlm teknik sipil dibedakan menjadi 2:
1. Bangunan teknik sipil kering (Bangunan gedung dan bangunan
transportasi) : Rumah tinggal, Perkantoran, Mall, Jalan Raya, Bandara
2. Bangunan teknik sipil basah (Hidro) : Bendungan, Saluran irigasi,
Pelabuahan, Jembatan.

Anda mungkin juga menyukai