Anda di halaman 1dari 10

Kepungkasan Rancu

Kutatap sinar pudar

Gelap memuntahkan kesedihannya

Untaian nafsu turun

Mencair ringan dan lenyap

Frasa kefavoritanmu

Pribadiku benci pudarmu

Senyum milikmu kurapatkan

Kusimpan bersama hujan yang merintih

Baru sekejap kusadari

Jika bibirku kelu terapat

Mungkin ada persandaran tak kusadari

Meskipun kutahu bayanganku tlah menyusut kembali

Kuhapus derik bekas lautan

Kubenci alur itu

Segalanya tentangmu

Telah tergenggam angin hujan

Kisah Tergariskan

Ku melangkah menyusuri jalan malam tanpa dapat menebak apapun

Menulis dan meregangkan kertas yang bengkak sebab peluh

Aku takkan pernah lagi melihat kelenyapan bulan dibalik bunga malam

Bekas luka yang diukir terasa pas untukku

Dapatkah kamu mendengar raungan guntur

Mengepak peluru dalam keseharian

Jika memudar lebih baik hancur


Hidup ini masih ingin berteriak

Menunggu putaran roda

Jauh dimanapun itu

Bawa ku pergi hingga melihat fajar berderap

Hei, suatu hari rasa sakit ini

Akan membiru dan buatmu tertawa

Tak apa hanya rantai belenggu

Karena kesempurnaan bukan milik makhluk

Khawatir akan rindu menyepi

Takut akan kebahagiaan dibalut bayangan

Berkubang di lumpur dingin

Ketika mendapat sesuatu berharga esok hari

Buatku tertawa

Tertawa hingga tatapanku mencair menghujan

Detakan Hati

Burung terlahir tanpa belenggu

Lalu apa yang membelenggu takdirku?

Kelopak putih terhembus angin

Meninggalkanku terjebak dalam sangkar

Keterasingan tak berujung

Dapat mengikis ilusi imajiku

Suatu hari akan kubuktikan

Bahwa mimpiku kan terwujud

Tak peduli kekangan apapun


Biarkan hatiku deengan berani mengepakkan sayap

Melambung menembus gelapnya malam

Tuk lacak sumber harapan

Biarkan kepekatan awan sembuhkanku dari noda

Perlahan hapus gundah hidupku

Apa arti keajaiban?

Menjadi pemimpi mungkin jawaban yang menentu

Menanti Hujan

Terjebak di film berbentuk kelampauan

Bagaikan melekat pada lempung yang kan memadat

Katakan bahwa pajak kata kata habis

Isikan draft kasar yang kucoret itu dengan lembut nan kuat

Tenanglah, kuyakin seseorang pasti mengharap transparan

Pada akhirnya semuanya hanyalah sekadar kesiaan belaka

Mata air melenyap

Bolehkah biarkan hujan bagiku?

Meski diwarnai ulang beribu kali

Tetap saja langit terlihat pekat

Bahkan sekarang tak dapat apapun gapaiku

Jika aku memutar balikkan keambiguan

Tetap saja kan kurang meski sudah memadat

Semuanya akan tetap menuju kehampaan

Keuniversalan hanya tabu belaka

Tak bisa kuaduk bersama hujan

Wujud cair yang terlalu banyak itu


Aku takkan menyiakannya saja

Hal yang benar kumiliki tenggelam didasar samudera

Hujan menangis membasahi aspal kering

Sebelum kegelapan merubah wujud menerang

Mari kita selesaikan dengan harapan

Alasanku berbohong hanya untuk hujan

Aku akan terus menunggunya

Tak masalah walau hanya ilusi sekelebat

Pada akhirnya ini hanya kesiaan

Tetap kan kutunggu hujan yang menangis

Semoga tak pernah tenang hingga langkah berubah

Keniscyaan Palsu

Hari tujuan kan sampai

Bukan hanya ilusi menyampai

Usahaku bukanlah menuai

Dari kisah kisah usang menggapai

Pertemuan kan berpisah

Bukan itu yang harap dipinta

Semoga saja waktu ini

Tak berisi dengan penuh duga

Aku tlah mencapai saat ini

Bukan sikap terpuji melerai

Andai saja waktu ini terbuang


Dahaga ku kan habis berdamping rima

Kutata pernik kalbuku

Harapku lembaran suci baru

Semoga tertata kedepan langkahku

Aku juga sudah muak menolak hadir- Mu

Hidupku terasing tanpa ada- Mu

Peramban semu

Kulukis senja burukku

Berhadir lautan semburat sendu

Bilamana ku diradang pilu

Mungkin tak tempat tuju anginku

Semoga habis berlarik perdu

Terkadang kuiris nestapa angin lalu

Meregang menyambut gusar harapku

Tidak akan kurapal

Tak akan ku gumamkan

Kata kata ajaib kata insan

Sebab sudah adaku

Melukis jiwa terhujamku

Tri Rona

Tunggal cerita terputus antah berantah

Tunggal lagi bawa ujung datang

Entah berapa lama waktu hengkang

Netralah, ikatan terlalu rapat

Salam perpisahan yang kuucapkan


Sejak saat itu surya menebar ronanya

Di ujung kehidupan yang dilalui masing masing

Ada sebuah pertemuan dugaan

Waktu tersisa penantian

Mendebarkan raga keseluruhan

Tengok langit selepas hujan

Bagai jembatan warna yang melintang

Semacam langkah yang berlalu

Kita kan kembali bertemu

Sekali lagi pun tak apa

Banjir kan meluap bila hujan merangkap

Kuyakin kunci kan tertaut pada rantai

Kita bergegas melewati musim yam menampang

Meski meregang sekadarnya

Kan kembali bagai titik hitam dunia

Kenangan mungkin terabadi sendiri

Berlalu

Kembali pertahankan benak menyimpang

Berapa kali hilang hanya perandaian

Cahaya pelangi di langit itu

Pengorbanan gelapnya hati seseorang

Biar kuterima semua itu

Sebenarnya baik tidak dilepas untuk umum

Prinsip hal itu hanya terkekang kisah kuno pudar


Usaha apa lagi yang kuterapkan

Tuk dapat meredam apapun

Yang sama sekali tak tergapai olehku

Kemarin yamg beriku ragu

Kugenggam dalam saku kosongku

Rasa takut hanya keraguan bertepi

“Tak ada yang mampu meski diradang nanar menyalang”

Tundukan aliran meragu

Satu tetes sudah cukup mengadu dombaku

Menenggelamkan akal redamku

Teruslah bergerak lebih jauh walau dunia ini menolakmu

Sejauh tolakan itu sejauh bayangan panjang akhir hari

Bintang Perkara

Hari tak konsisten sambut malam rasaku

Gema terdengar sayup bagai lenguhmu

Di langit malam ini

Hanya ada cahaya yang seolah ada

Tak banyak harap yang kuinginkan

Berhasil berharap saja mungkin kusyukuri

Aku ingin menemui

Rasa sakit terus menerjang nadi

Bintang belum juga tercapai

Masih saja tertipu eloknya bulan

Aku kan selalu melambai menggapai

Di pagi itu kukumpulkan keredupan malam


Semakin dekat terus menyulitkan

Ada kejanggalan menghantamku

Bintang yang merekah di malam Panjang

Takkan memenemuiku kapanpun ku menunggu

Sinarnya menyilaukan ala kadarku

Sungguh fantasi konyol yang kuyakini

Jangan beriku keabadian

Terlalu lara kurasa

Bintang di kejauhan menertawakanku

Menghanguskanku dengan nyalanya yang nyalang

Kendali Samudera Biru

Menenun sela malam menjadi Satu

Terbuyarkan menjadi satu di ayunan kereta yang melaju

Bersama pemandangan aliran arus balik

Aku duduk sendiri mengamati

Cahaya matahari di ufuk barat

Dihiasi warna jingga mentari terbenam

Bergumul dengan langit sewarna nila

Menarik cahaya terakhir yang keluar

Aku mencoba menangkapnya

Sebab ini mungkin akhirnya

Aku melepas kaitku jauh

Kubuang semua mimpi di pikirku

Akan kubeli satu tiket


Yang antarku hingga angin tak lagi kurasa

Pergilah tanpa sadariku

Tak pantas emas mencipta tanah

Pemandangan jendela terasa gelap

Mungkin dasar biru telah kucapai

Kota di tepian itu seolah menarik akalku

Aku berjalan ditemani gerusan ombak

Seseorang seolah memanggilku di kejauhan

Aku berpikir tinggal raga disini

Dibawah rembulan menyala

Diatas biru menghampar

Di belahan kilauan berlian yang memancar

Cahaya mulai menyala di ujung tanganku

Menembakkan bunga di senyapnya angin yang berderap

Suaranya tajam menyobek keheningan

Aku tak punya waktu untuk ini

Kulanjutkan kerapuhan lalu

Aku keluar dari tabir senyap

Terbangun oleh cahaya panas

Tidur menenggelamkan segalanya

Aku melihat sosokku sendiri

Anda mungkin juga menyukai