Anda di halaman 1dari 25

BAB V

PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan membahas tentang interpretasi data, diskusi pe

nelitian dan keterbatasan penelitian. Pembahasan adalah pembanding antara

hasil penelitian dengan teori serta penelitian yang terkait. Penelitian ini merup

akan penelitian tentang technostress dan servant leadership terhadap kinerja

anggota dengan efektivitas organisasi sebagai variabel intervening di Polresta

bes Palembang. Sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak 95 anggota Po

lestabes Palembang.

5.1 Pengaruh Technostress terhadap Efektivitas Organisasi

Hasil penelitian membuktikan permodelan layak dilakukan penelitian

dibuktikan dengan nilai original sampel sebesar -0,411 serta nilai T Statistics

sebesar 4,771, yang lebih besar dari 1,960. P Values juga menunjukkan nilai

yang sangat kecil, yaitu 0,000, yang jauh lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu,

dapat disimpulkan bahwa Technostress memiliki pengaruh negatif signifikan

terhadap Efektivitas Organisasi sehingga H1 diterima.

Hasil tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Ragu-Nathan (2008) yang menyatakan bahwa technostress memiliki

pengaruh negative terhadap efektivitas organisasi. Pada dasarnya teknologi

itu sendiri memiliki pengaruh positif, akan tetapi dalam penggunaannya yang

secara berlebihan menjadikan teknologi juga berdampak buruk bagi

keberlangsungan organisasi yang dimana organisasi akan selalu menuntut


dalam penggunaan teknologi mengikuti perkembangan zaman saat ini.

Pengguna teknologi, informasi dan komunikasi telah menunjukkan reaksi dan

sikap psikologis serta kognitif yang negatif. Lebih lanjut hasil penelitian ini ber

tentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Armita Atrian, 2022 yang m

enyatakan bahwa technostress berpengaruh negatif terhadap efektifitas organ

isasi.

Studi ini menyelidiki isu technostress yang semakin relevan di tempat

kerja dan dampaknya yang beragam terhadap kinerja pekerjaan. Technostres

s, muncul dari pesatnya integrasi teknologi dalam lingkungan profesional, diid

entifikasi sebagai pemicu stres yang signifikan mempengaruhi karyawan di be

rbagai industri. Penelitian ini juga mengungkap bahwa intervensi strategis, se

perti program pelatihan, kepemimpinan yang suportif, dan menumbuhkan bud

aya teknologi yang positif, dapat mengurangi hal ini efek negatif. Intervensi ini

tidak hanya membantu dalam mengelola technostress tetapi juga dalam

memanfaatkan potensi teknologi untuk meningkatkan kinerja pekerjaan.

Teori yang digunakan penulis untuk mengkaji mengenai adaptasi teknologi

dengan organisasi adalah Adaptive Structuration Theory. AST adalah kerangka kerja

untuk memeriksa perbedaan dalam perubahan organisasi yang hadir ketika teknologi

inovatif canggih dijalankan dan digunakan (DeSanctis & Poole, 1994). Teori ini

merupakan teori yang mendukung teknologi untuk berintegrasi dengan individu

maupun kelompok dalam perusahaan. Teknologi informasi bisa menjadi jembatan

dalam organisasi agar segala pekerjaan dan penugasan dapat diselesaikan dengan
baik. AST dapat memberikan konsep dalam mengembangkan fungsi-fungsi

Manajemen Sumber Daya Manusia dikaitkan dengan teknologi agar individu maupun

tim dapat memperoleh hasil kerja yang maksimal. Adaptive Structuration Theory

dapat memberikan konsep agar fungsi-fungsi dalam manajemen sumber daya manusia

semakin efektif. Sehingga seharusnya penerapan technostress ini dapat ber

dampak positif terhadap efektivitas organisasi.

Meskipun Teori Strukturasi pertama kali dikemukakan oleh Anthon

y Giddens dalam bukunya Constitution of Society pada tahun 1997, 1984,

yang merupakan upaya untuk mendamaikan sistem sosial dan perspektif

mikro/makro struktur organisasi, DeSanctis dan Poole (1994) meminjam d

ari Giddens untuk mengusulkan AST dan munculnya sistem pendukung ke

putusan kelompok. Penelitian dalam dekade terakhir menunjukkan hal it


u ada banyak penelitian yang sedang berlangsung mengenai kemajuan te

knologi informasi dan teknologi informasi & komunikasi (TIK), dan dampa

k keseluruhannya terhadap organisasi. Daftar penelitian yang sedang berl

angsung di AST telah disusun sebagai referensi dan dimasukkan ke dalam

makalah tinjauan pustaka ini.

Teori Strukturasi Adaptif relevan dengan organisasi saat ini karena

semakin berkembangnya pengaruh kemajuan teknologi terhadap aspek i

nteraksi manusia-komputer AST dan implikasinya terhadap strukturasi ya

ng diilhami secara sosio-biologis dalam perangkat lunak keamanan aplika

si. Tinjauan literatur ini akan menyajikan contoh-contoh spesifik kemajua

n informasi teknologi yang mendorong perubahan organisasi di bidang pe


nyelarasan bisnis, perencanaan TI, dan pengembangan yang menunjukka

n bagaimana AST digunakan untuk mempelajari kekuatan pendorong ke

majuan teknologi dalam organisasi. Kami juga akan menyelidiki bagaima

na AST berhubungan dengan teori kompleksitas organisasi struktur, untu

k lebih memahami bagaimana kemajuan teknologi informasi mempengar

uhi struktur, modalitas, dan interaksi sistem sosial, dinamika tim, dan org

anisasi

Menurut Larry Rosen and Michelle M.Weil dalam Chiappetta (2017:2)

technostress memiliki gejala yang lebih luas seperti menunjukkan dampak ne

gatif dalam sikap, pola pikir, perilaku atau psikologi yang disebabkan secara l

angsung maupun tidak langsung dari penggunaan teknologi. Technostress bu

kan hanya berkaitan dengan teknologi semata, namun juga berkaitan dengan

organisasi yang menentukan kebijakan teknologi tersebut (Tarafdar et al., 201

0) serta bagaimana interaksi antar individu di dalam organisasi tersebut (Avan

zi et al., 2018).
Technostress adalah salah satu yang mendasar permasalahan organi

sasi saat ini. Saat ini, teknologi sudah saling terkait kehidupan manusia, pema

nfaatan teknologi telah memungkinkan individu menjadi lebih efisien baik dala

m tempat kerja dan di rumah.Technostress, seperti halnya stres, memiliki da

mpak negatif baik pada individu maupun individu aspek organisasi individu. T

echnostress mengacu pada stres yang dialami seseorang pengalaman karen

a ketergantungan pada teknologi atau kecemasan yang disebabkan oleh ketid

akpastian dalam berhubungan dengan teknologi. Craig Brod, seorang konsult

an, dan psikolog yang berspesialisasi dalam beradaptasi dengan hal baru tek

nologi, memperkenalkan technostress dalam bukunya “Technostress: The Hu

man Cost of the Revolusi Komputer" (1984) sebagai penyakit modern akibat k

etidakmampuan manusia untuk beradaptasi terhadap teknologi komputer glob

al baru dengan cara yang sehat. Weil Rosen (1997), Fisher dan

Wesolkowski (1999), dan Tarafdar dkk. (2007) menyimpulkan dalam penelitia

nnya bahwa technostress sendiri terdiri dari lima komponen yang telah diident

ifikasi sebagai faktor technostress (Weil Rosen, 1997; Fisher & Wesolkowski,

1999; Tarafdar dkk., 2007).

Technostress adalah jenis stres yang disebabkan oleh tuntutan secara terus menerus

dalam penggunaan teknologi yang mengakibatkan gangguan fisik maupun psikologi

seseorang (Suryanto, 2017). Salah satu cara untuk mengurangi kecemasan dan stres

yang dialami oleh karyawan yaitu dengan menerapkan efikasi diri serta mindfulness.

Efikasi diri adalah keyakinan individu dalam beradaptasi pada tantangan baru yang
sedang dihadapi (Badura, 1997 dalam Cattelino dkk., 2021). Ketika karyawan

mengalami penurunan efikasi diri, akan mudah mengalami putus asa dan kurangnya

rasa percaya diri (Heslin dkk., 2006). Sedangkan pengertian mindfulness adalah suatu

kondisi dimana individu memusatkan segala perhatian hanya pada satu titik fokus

tanpa menghakimi dan menerima keadaan yang sedang dialami (Kabat-Zinn, 2013).

Peran mindfulness dalam mengurangi stres pernah ditunjukkan pada penelitian

Grossman dkk., (2004) yang menyatakan pelatihan mindfulness dapat membantu

seseorang menghadapi stres dan penyakit kronis. Setiap individu karyawan

mengalami gejala technostress yang berbeda-beda, bergantung pada permasalahan

yang sedang dihadapi. Oleh karena itu penelitian ini akan menghasilkan model secara

utuh untuk menanggulangi technostress yang dialami individu dikarenakan beberapa

faktor. Individu akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu mindfulness dan efikasi diri

melalui wawancara individu.

Berdasarkan hasil F Square, besaran pengaruh technostress

terhadap efektivitas organisasi di Polrestabes Palembang yaitu sebesar

25,4%, sedangkan sisanya sebesar 74,6% merupakan pengaruh dari faktor

lain yang masuk dalam model perhitungan maupun yang tidak dibahas dalam

penelitian ini. Besaran tersebut menjadikan technotress sebagai aspek yang

juga menjadi penentu bagaimana berjalannya suatu organisasi.

Efektivitas organisasi menurut Sedarmayanti (2009) sebagai tingkat k

eberhasilan organisasi dalam usaha mencapai tujuan/sasaran. Hall dalam Ta


ngkilisan (2005) mengartikan bahwa dengan tingkat sejauh mana suatu organ

isasi merealisasikan tujuannya, semua konsep tersebut hanya menunjukan p

ada pencapaian tujuan organisasi.

Polri sebagai organisasi yang berjalan mengikuti perkembangan

zaman harus memperhatikan bagaimana cara pemanfaatan teknologi,

informasi dan komunikasi yang baik sehingga mampu mencapai tujuan

organisasi. Dalam penggunaan teknologi, informasi dan komunikasi harus

dimaksimalkan sehingga tepat guna bagi keberlangsungan organisasi.

Pada masa yang akan datang polri akan dihadapkan dengan

berbagai masalah yang komplek, terlebih permasalahan tersebut akan

berkaitan dengan kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi. Tidak hanya

sebagai objek untuk melakukan pelayanan publik, namun kemajuan teknologi

ini juga akan berdampak pada beragam jenis motif kejahatan kriminal. Pada

pelaksanaannya, anggota polri harus dibekali dengan ilmu pengetahuan

terhadap penggunaan teknologi tersebut, akan tetapi tetap harus

memperhatikan dari segi faktor-faktor yang akan menimbulkan technostress.

Pada saat ini Polrestabes Palembang sudah mulai melakukan

berbagai pelayanan publik yang berbasis teknologi seperti ETLE, E –

Absensi, Satpas Drive-thru dan yang lainnya. Kemajuan teknologi ini bersifat

positif untuk organisasi Polrestabes Palembang yang berada di letak kota,

akan tetapi pada pelaksanaan efisiensi aplikasi perlu diperhatikan apabila

terdapat penggunaan teknologi yang berlebihan sehingga dapat


menyebabkan stres terhadap teknologi yang dialami anggota Polrestabes

Palembang.

5.2 Pengaruh Servant Leadership terhadap Efektivitas Organisasi

Hasil penelitian membuktikan permodelan layak dilakukan penelitian

dibuktikan dengan nilai original sample sebesar 0,382, T Statistics sebesar

4,289, melebihi nilai kritis 1,960 dan P Values menunjukkan nilai yang sangat

kecil, yaitu 0,000 < 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa Servant Leadership

memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Efektivitas Organisasi. Dengan

demikian, H2 diterima.

Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wike Santa, M

(2012) menerangkan bahwa servant leadership memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap efektivitas organisasi. Servant leaders biasanya terjun lan

gsung di dalam organisasi untuk bisa membangun dan mendorong karyawan

nya untuk terus berkembang. Hal ini bisa berupa memberikan pelayananan d

an pertolongan apabila karyawan mengalami kesulitan dalam organisasi. Serv

ant leadership memiliki hubungan yang positif dengan komitmen organisasi d

an organization citizenship behavior karena bila seorang karyawan telah mera

sa terikat dengan organisasi dan juga pemimpinnya, maka ia akan berkomitm

en tinggi pada organisasi dan bersedia melakukan tugas melebihi apa yang te

lah diwajibkan terhadapnya. Hal ini sangat menguntungkan bagi perusahaan

dan juga menguntungkan bagi karyawan tersebut karena produktivitas karyaw

an dan organisasi berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya.


Hasil penelitian ini sejalan dengan teori servant leadership dari Yukl

(2018) bahwa tujuan utama dari seorang pemimpin pelayan adalah melayani

dan memenuhi kebutuhan pihak lain, yaitu secara optimal seharusnya menjad

i motivasi utama kepemimpinan. Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci

dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi secara efektif. Gaya kepemi

mpinan menjadi hal penting yang harus dimiliki oleh seorang pimpinan. Pimpi

nan harus memiliki gaya kepemimpinan yang tidak hanya dapat memimpin or

ganisasi saja namun harus memiliki gaya kepemimpinan yang mengutamaka

n kepentingan bawahan dan kepentingan organisasi.

Bartuto dan Wheeler (2006) menemukan adanya hubungan positif antara

servant leadership dengan efektivitas organisasi (usaha ekstra, kepuasan karyawan,

dan efektivitas organisasional). Jarmillo et al.(2009) dalam studinya terhadap

karyawan bagian penjualanmenemukan adanya hubungan positif signifikan (koefisien

korelasi0,24) antara servant leadership dengan efektivotas organisasi. Menurut pe

ndapat Spears (2002:255), penerapan servant leadership dilakukan dengan p

endekatan mendasar dan bersifat jangka panjang, yang pada akhirnya akan

memberikan perubahan secara menyeluruh pada kehidupan personal dan pro

fesional bawahan. Bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak isti

mewanya untuk melayani, pemimpin yang mau melayani yang artinya memba

ntu kesulitan bawahannya sehingga lebih dihormati oleh para bawahannya.


Sosok pemimpin polri yang diharapkan oleh anggota polri di Polrestab

es Palembang adalah pemimpin yang memiliki karakteristik dan ciri-ciri gaya k

epemimpinan yang baik, seperti: kepemimpinan demokratis, kepemimpinan y

ang visioner dan kepemimpinan transformasional. Ketiga gaya kepemimpinan

tersebut adalah gaya kepemimpinan yang sangat dekat dengan organisasi po

lri.

Berdasarkan hasil perhitungan dalam penelitian ini menunjukkan bah

wa nilai F Square bernilai 0,219 yang artinya bahwa servant leadership berpe

ngaruh positif terhadap efektivitas organisasi sebanyak 21,9%, sedangkan

sisanya sebesar 78,1% merupakan pengaruh dari faktor lain yang masuk

dalam model perhitungan maupun yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Besaran tersebut menjadikan servant leadership sebagai aspek yang juga

menjadi tolak ukur berjalannya suatu organisasi.

5.3 Pengaruh Technostress terhadap Kinerja Anggota

Hasil penelitian membuktikan permodelan layak dilakukan penelitian

dibuktikan dengan nilai original sample sebesar -0,292, T Statistics sebesar

2,281, yang melebihi nilai kritis 1,960 dan P Values adalah 0,023 < 0,05. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa Technostress memiliki pengaruh negatif

signifikan terhadap Kinerja Anggota, Maka H3 diterima.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Hario Jati (2019) yang menyatakan bahwa technostress terbukti secara empiri

s berpengaruh negatif terhadap Kinerja (Peformance) dalam menggunakan T


eknologi Informasi pada perguruan tinggi di Kalimantan Timur. Dalam artian a

pabila semakin tinggi tingkat technostress maka akan mengurangi tingkat kine

rja dari pengguna teknologi informasi yaitu dosen dan karyawan. Hasil peneliti

an ini juga memberikan hasil bahwa faktor penyebab terjadinya technotress y

ang paling besar adalah kondisi stres yang di akibatkan dimana pengguna Te

knologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merasa bahwa kemampuan mereka ti

dak cukup karena kesulitan yang berhubungan dengan TIK. Akibatnya, merek

a berusaha keras untuk menggunakan waktunya untuk berusaha belajar dan

memahami.

Penelitian tentang pengaruh technostress terhadap kinerja telah bany

ak dilakukan oleh peneliti terdahulu, namun dari hasil penelitian tersebut men

ghasilkan hasil yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian Setyadi et al.

(2019); Artina (2019), menunjukkan hasil bahwa technostress berpengaruh p

ositif terhadap kinerja. Sedangkan menurut hasil penelitian Saputra & Natalia

(2021) menunjukkan bahwa technostress tidak berpengaruh atau berpengaru

h negatif terhadap kinerja. Hasil penelitian mengenai pengaruh lingkungan ker

ja terhadap kinerja juga menghasilkan hasil yang beragam. Menurut hasil pen

elitian Haryanto et al. (2020); Daud & Afifah (2021), menunjukkan hasil bahwa

lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja.

Menurut Purnama (2020) dalam melakukan pekerjaan yang berhubun

gan dengan teknologi seseorang harus dapat membedakan antara waktu unt
uk urusan pribadi dan waktu untuk memahami teknologi agar tidak mengalami

stress. Batasan ini dapat menciptakan suatu kondisi yang baik sehingga guru

dapat bekerja dengan maksimal. Selain itu, technostress yang berhubungan d

engan komputer juga dianggap sebagai penyakit psikosomatik yang melibatk

an kecemasan saat menggunakan peralatan teknologi atau identifikasi yang b

erlebihan dengan komputer (Yuvaraj & Singh, 2015).

Dari data statistik deskriptif menunjukkan bahwa pengaruh terbesar

dari technostress adalah dimensi techno-complexity. Dimensi techno-complex

ity muncul disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menangani kompleksitas

teknologi. Para profesional menghabiskan waktu dan usaha dalam belajar da

n memahami cara penggunaan aplikasi baru serta beragam aplikasi. Selain m

empelajari dan memahami penggunaan aplikasi, karyawan diminta untuk me

mahami fungsi yang mengintimidasi dan sulit untuk dimengerti. Sebagai conto

h, saat mengaplikasikan perangkat lunak yang ada diperusahaan, karyawan

merasa sedikitnya bantuan teknis yang diberikan saat karyawan tidak menger

ti atau terjadinya eror pada aplikasi tersebut. Akibatnya karyawan dapat mera

sa stres dan frustasi.

Hal ini didukung dengan pernyataan technostress 8 yaitu

membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari sistem baru. Pernyataan

tersebut memiliki nilai rata-rata paling tinggi yang artinya anggota polri

khusunya di Polrestabes Palembang merasakan bahwa terdapat banyak

pembaharuan sistem pada teknologi yang ada di lingkungan polri. Oleh sebab
itu, hal ini dapat menjadikan pertimbangan bagi institusi polri dalam

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bagi anggota polri di seluruh

wilayah Indonesia.

Berdasarkan nilai F square, besaran pengaruh technostress terhadap

kinerja anggota di Polrestabes Palembang yaitu sebesar 17,7%, sedangkan

sisanya sebesar 82,3% merupakan pengaruh dari faktor lain yang masuk

dalam model perhitungan maupun yang tidak dibahas dalam penelitian ini. .

Besarnya pengaruh technostress terhadap kinerja karyawan secara langsung

menjadi aspek yang mempengaruhi baik buruknya kinerja anggota polri di

Polrestabes Palembang.

5.4 Pengaruh Servant Leadership terhadap Kinerja Anggota

Pengujian pada penilitian ini menujukkan bahwa permodelan layak dil

akukan penelitian dibuktikan dengan nilai original sample sebesar 0,355, T

Statistics sebesar 3,307, yang melebihi nilai kritis 1,960, dan P Values adalah

0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Servant Leadership memiliki

pengaruh positif signifikan terhadap Kinerja Anggota. Oleh karena itu H4

diterima.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Muhammad Aji (2015) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh

positif dan signifikan servant leadership terhadap kinerja. Anggota polri

membutuhkan sosok pemimpin polri yang dapat menerapkan servant

leadership yang baik.


Berdasarkan teori servent leadership menurut Barbuto dan Wheeler t

erdapat 8 (delapan) dimensi servant leadership yang berpengaruh terhadap p

eningkatan kinerja yaitu tindakan (altruistic calling), empati (emotional healin

g), bijaksana (wisdom), mencari solusi (persuasive mapping), tumbuh (organi

zational stewardship), berjiwa sosial (humility), visioner (vision) dan melayani

(service). Semakin baik servent leadership maka semakin tinggi kinerja

anggota.

Beragam studi menunjukkan bahwa kepemimpinan berdampak terhadap

kinerja anggota/karyawan, baik langsung maupun tidak langsung (MacKenzie et al.,

2001). Pertanggungjawaban kinerja yang dilakukan oleh seorang individu, dalam

pekerjaan disebut “work role” (Neal et al., 2012). Berdasar pada perbedaan antara

tugas yang dikembangkan oleh Borman & Motowidlo (1993); Griffin et al. (2007)

mengusulkan sebuah model baru kinerja. Model ini mengidentifikasi 3 level perilaku

yang berkontribusi dalam pencapaian kinerja, yakni : kecakapan/keahlian proficiency,

penyesuaian (adaptivity), dan perilaku yang proaktif / proactivity). Menurut Griffin et

al. (2007), perilaku-perilaku tersebut adalah perilaku yang seringkali diharapkan

organisasi dan tidak bersifat pilihan

Dari statistik deskriptif terlihat bahwa pengaruh terbesar dari servent

leadership adalah dimensi visioner. Dimensi visioner adalah gambaran sejauh

mana pemimpin mencari komitmen semua anggota organisasi terhadap visi b


ersama dengan mengajak anggota untuk menentukan arah masa depan orga

nisasi dan menuliskan visi bersama. Hal ini didukung dengan pernyataan serv

ant leadership 7 yaitu pimpinan melatih anggota untuk menjadi tenaga ahli di

masa depan. Pernyataan tersebut memiliki nilai rata-rata paling tinggi yang

artinya seorang pemimpin polri yang visioner akan memberikan dorongan

kerja yang tinggi bagi anggotanya.

Berdasarkan nilai F square, besaran pengaruh servant leadership

terhadap kinerja anggota di Polrestabes Palembang yaitu sebesar 26,9%,

sedangkan sisanya sebesar 73,1% merupakan pengaruh dari faktor lain yang

masuk dalam model perhitungan maupun yang tidak dibahas dalam penelitian

ini. Besarnya pengaruh servant leadership terhadap kinerja karyawan secara l

angsung menjadi aspek yang mempengaruhi baik buruknya kinerja anggota p

olri di Polrestabes Palembang. Kepemimpinan pelayan menggunakan pendek

atan mendasar dan bersifat jangka panjang, yang pada akhirnya akan membe

rikan perubahan secara menyeluruh pada kehidupan personal dan profesiona

l pegawai. Bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewan

ya untuk melayani, pemimpin yang mau melayani dalam artian membantu kes

ulitan bawahannya lebih dihormati oleh para karyawan. Sikap saling peduli inil

ah yng memicu iklam kerja kondusif yang pada akhirnya kinerja karyawanpun

meningkat (Astohar, 2012:16).

Pemimpin yang melayani pada akhirnya akan mengembangkan sikap

indivudu disekitarnya dengan harapan memiliki sikap yang sama untuk melay
ani dengan baik. Sikap ini bisa menumbuhkan rasa tanggung jawab karyawan

dalam menjalankan pekerjaannya. Ketika karyawan merasa dilayani oleh atas

sannya dalam artian diperhaikan atas kesulitan kerja yang dialaminya dan dib

eri penghargaan ketika melakukan pekerjaan melebihi target yang ditetapkan

tentu akan loyal pada perusahaan yang bersangkutan.

5.5 Pengaruh Efektivitas Organisasi terhadap Kinerja Anggota

Hasil penelitian membuktikan permodelan layak dilakukan penelitian di

buktikan dengan menunjukkan nilai original sample sebesar 0,357. T

Statistics sebesar 3,522, melebihi nilai kritis 1,960, dan P Values adalah

0,000 < 0,05. Dengan demikian, Efektivitas Organisasi memiliki pengaruh

positif signifikan terhadap Kinerja Anggota. Sehingga, H5 diterima.

Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Eys

Gustiani (2019) yang menyatakan bahwa efektivitas organisasi berpengaruh s

ignifikan secara positif terhadap produktivitas kinerja dosen Universitas Bina

Darma Palembang. Efektivitas organisasi juga dapat ditentukan oleh stuktur k

ekuasaan, pola hubungan kekuasaan, cara pengawasan, kinerja pegawai, da

n produktivitas (Torang, 2016).

Menurut Emiten Ezioni (1982) menyebutkan efektivitas organisasi dapa

t dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi yang berusaha mencapa

i tujuan. Untuk menilai apakah organisasi itu efektif atau tidak, ada banyak pe

ndapat antara lain mengatakan bahwa suatu organisasi efektif atau tidak seca

ra keseluruhan ditentukan oleh apakah tujuan organisasi itu tercapai dengan


baik atau sebaliknya. Menurut teori harapan, ada tiga faktor yang mempengaruhi

tingkat upaya yang dilakukan individu dalam meningkatkan kinerja: (a) hasil tertentu

yang dianggap penting sebagai akibat dari bekerja keras pada iob; (b) kekuatan

harapan, yaitu, tingkat kepastian yang dimiliki pegawai bahwa ia benar-benar akan

memperoleh hasil tertentu dengan bekerja keras; dan (c) evaluasi yang dilakukan

pegawai dari hasil yang dirasakan (Hackman & Porter, 1968). Namun harapan itu

akan menjadi kenyataan bilamana faktor efektvitas dilakasanakan. Antara lain,

terciptanya kondisi kerja yang nyaman dengan fasilitas kerja yang lengkap (Rao

Pabolu et al., 2022). Adanya tumpang-tindih pekerjeaan, ketidak jelasan tugas dan

tanggung jawab menyebabkan terjadinya penyalahgunaan wwenang sehingga

pekerjaan tidak efektif dan penggunaan anggaran yang tidak jelas tujuan dan

sasarannya (Cheetham, 1992).

Polri sebagai salah satu organisasi yang berada di pemerintahan negar

a Indonesia jelas memiliki tujuan yang sebagaimana disebut pada pasal 4 UU

no. 2 tahun 2002 taitu Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk

mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan

dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perli

ndungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya k

etentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Menurut pendapat Ducan yang dikutip Steers dalam bukunya “Efektivi

tas Organisasi” tahun 1985 mengatakan bahwa alat ukur efektivitas ini terdiri

dari tiga dimensi, antara lain pencapaian tujuan, integrasi dan adaptasi, sehin
gga dalam penelitian ini menggunakan tiga dinemsi tersebut.

Berdasarkan nilai F square, besaran pengaruh efektivitas organisasi

terhadap kinerja anggota di Polrestabes Palembang yaitu sebesar 22,1%,

sedangkan sisanya sebesar 77,9% merupakan pengaruh dari faktor lain yang

masuk dalam model perhitungan maupun yang tidak dibahas dalam penelitian

ini. Besarnya pengaruh efektivitas organisasi terhadap kinerja karyawan

secara langsung menjadi aspek yang mempengaruhi baik buruknya kinerja

anggota polri di Polrestabes Palembang.

Dilihat dari statistik deskriptif pada variabel efektivitas organisasi dida

patkan dimensi adaptasi memiliki nilai rata-rata tertinggi. Hal ini didukung den

gan pernyataan efektivitas organisasi 4 yaitu melaksanakan tugas sehari-hari

di kantor tidak tergantung kepada orang lain. Baik atasan maupun rekan kerja.

Bekerja tanpa perintah dan sesuai dengan tupoksi. Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa anggota Polrestabes Palembang masih belum bisa berad

aptasi dengan baik sehingga menurunkan nilai efektivitas organisasi yang dap

at menyebabkan menurunkan kinerja anggota Polrestabes Palembang. Hal ini

dikarenakan hasil dari penelitian menyatakan pengaruh efektivitas organisasi

memiliki pengaruh positif terhadap kinerja anggota.

Kemudian Richard, M. Streert (2004:205) mengemukakan ada empat f

aktor yang mempengaruhi efektifitas organisasi yang salah satunya adalah K

arakteristik lingkungan dalam bekerja memliki pandangan tujuan kebutuhan d

an kemampuan yang berbeda-beda individu ini memiliki pengaruh langsung t


erhadap rasa keterkaitan pada organisasi dan prestasi kerja. Oleh sebab itu P

olrestabes Palembang harus memperhatikan lingkungan organisasi seperti ke

sejahteraan anggota, sarana prasarana dan kejelasan tugas pokok masing-m

asing anggota polri yang berdinas di Polrestabes Palembang.

5.6 Pengaruh Technostress terhadap Kinerja Anggota melalui Efekti

vitas Organisasi

Hasil penelitian membuktikan permodelan layak dilakukan penelitian

dibuktikan dengan variabel Efektivitas Organisasi dalam memediasi pengaruh

antara Technostress terhadap Kinerja Anggota memiliki original sample

sebesar -0,147, T Statistics sebesar 2,809, dan P Values sebesar 0,005 <

0,05. Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa Efektivitas Organisasi mampu

memediasi pengaruh antara Technostress terhadap Kinerja Anggota melalui

Efektivitas Organisasi. Maka H6 diterima.

Banyak perusahaan dan organisasi menggunakan teknologi berbasis

komputer dan sistem informasi dalam kegiatannya karena dianggap mampu

dalam membantu menyelesaikan pekerjaan yang sedang dikerjakan. Banyak

perusahaan yang mengharuskan karyawannya memahami sistem informasi t

ersebut supaya sistem tersebut dapat bekerja dengan baik serta memberikan

hasil yang maksimal bagi suatu perusahaan. Salah satu contoh kemudahan t

ersebut antara lain dengan menggunakan teknologi dan sistem informasi dala

m kegiatan akuntansi, manusia tidak lagi merasa direpotkan dalam mencatat

dan mengolah data untuk menghasilkan suatu informasi keuangan serta dapa
t memudahkan dalam melakukan pencarian data mengenai aktivitas operasio

nal perusahaan. Sistem informasi akuntansi merupakan suatu sistem yang m

enyediakan laporan untuk para pemangku kepentingan mengenai aktivitas ek

onomi dan kondisi perusahaan. Menurut Azhar Susanto (2008), sistem inform

asi akuntansi merupakan kumpulan atau integrasi dari sub sistem baik secara

fisik maupun non fisik yang saling berhubungan dan bekerja sama secara har

monis untuk mengolah data transaksi yang berkaitan dengan masalah keuan

gan menjadi informasi keuangan. Keberhasilan dari suatu sistem informasi da

lam suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan kinerja karya

wan yang terdapat didalam suatu organisasi, dimana keberhasilan kinerja kar

yawan dapat diukur dengan cara membandingkan hasil kinerja karyawan den

gan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Bila kinerja karyawan leb

ih tinggi dari standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan maka dapat dikat

akan bahwa karyawan tersebut telah melaksanakan dan memenuhi tanggung

jawabnya sebagai karyawan dengan baik. Hasil penelitian ini juga memberikan

hasil bahwa faktor penyebab terjadinya technotress yang paling besar adalah kondisi

stress yang di akibatkan dimana pengguna Teknologi Informasi dan Komunikasi

(TIK) merasa bahwa kemampuan mereka tidak cukup karena kesulitan yang

berhubungan dengan TIK.

Di tempat kerja, khususnya, stres kerja 'melibatkan interpretasi aktif

karyawan terhadap keadaan obyektifnya’ (Narahari dan Koneru, 2017) Hal tersebut
biasanya terjadi ketika seseorang tidak mampu mengatasi tekanan yang diciptakan

dari pekerjaannya peran karena 'ketidaksesuaian antara kemampuan seseorang dan

pekerjaannya. Hal ini juga dapat berasal dari dampak buruk lainnya disebabkan oleh

peran pekerjaan seperti evaluasi pekerjaan yang buruk, penolakan dari manajemen

atau rekan kerja lainnya (Lazarus, 1995) serta banyaknya waktu dan tenaga yang

dibutuhkan dari mereka (Hansen dan Sullivan, 2003)

Selain itu, kurangnya pelatihan yang diberikan oleh perusahaan kepa

da karyawan mengenai sistem dan teknologi yang digunakan oleh perusahaa

n juga menyebabkan sering terjadi technostress didalam pelaksanaan sistem

dimana karyawan merasa tertekan karena karyawan tersebut dituntut untuk d

apat memahami dan mengoperasikan sistem teknologi tersebut dengan baik.

Efektivitas adalah salah satu pembahasan teori organisasi yang paling popule

r, karena sejak munculnya menjadi area of inquiry (Zammuto, 1984). Di semu

a bidang ilmu, khususnya ilmu manajemen efektivitas dibahas disemua bagia

n. Mulai dari bagian keuangan, pemasaran, operasional, hingga sumber daya

manusia, topik efektivitas menjadi isu sentral dalam organisasi.

Yuchtman dan Seashore (1967) menjelaskan ada dua pandangan dal


am penilaian efektivitas organisasi, yaitu pendekatan tradisional (goal approa

ch dan functional approach) dan pendekatan system resources. Asumsi dari p

endekatan tradisional adalah organisasi yang kompleks memiliki ultimate goal

(misi dan visi) dan ultimate goal ini dapat diukur. Goal Approach (prescribed g

oal) melindungi dari kemungkinan terjadinya bias subjektif.

5.7 Pengaruh Servant Leadership terhadap Kinerja Anggota melalui

Efektivitas Organisasi

Hasil penelitian membuktikan permodelan layak dilakukan penelitian di

buktikan dengan variabel Efektivitas Organisasi dalam memediasi pengaruh

antara Servant Leadership terhadap Kinerja Anggota menunjukkan nilai

original sample sebesar 0,136. T Statistics sebesar 2,340 > 1,960, dan P

Values adalah 0,020 < 0,05. Dengan demikian, Efektivitas Organisasi mampu

memediasi pengaruh antara Servant Leadership terhadap Kinerja Anggota.

Oleh karena itu, H7 diterima.

Servant Leadership didefinisikan sebagai sebuah gaya kepemimpinan

yang melayani para karyawannya. Ia akan menempatkan kebutuhan pengikut

nya sebagai prioritas utama dan memperlakukan bawahan sebagai rekan kerj

a (Greenleaf, 1970). Menurut Graham (1991), konsep kepemimpinan yang m

elayani adalah suatu konsep kepemimpinan yang paling berkarisma dari segi

moral. Jika peneliti sebelumnya mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adal

ah salah satu faktor yang mampu menciptakan sebuah motivasi kinerja pada

karyawannya. Maka seharusnya servant leadership yang juga merupakan sal


ah satu dari gaya kepemimpinan, secara teoritis mampu menciptakan motivas

i kinerja para karyawannya.

Greenleaf (1977) mengatakan kepemimpinan yang besar adalah pemimpin ya

ng melayani, yang dapat mendorong atau memotivasi orang lain untuk terus d

apat bekerja. Dapat diartikan ada sebuah usaha yang dilakukan dari seorang

pemimpin yang menggunakan servant leadership untuk memotivasi kinerja ka

ryawannya melalui dimensidimensi yang dimunculkan. Namun pada kenyataa

nya gaya kepemimpinan ini belum terlalu mendapat perhatian khusus karena

servant leadership belum terlalu umum dipakai pada perusahaan-perusahaan,

khususnya bagi perusahaan yang bergerak di bidang profit oriented. servant l

eadership masih dipakai sebagai alternatif gaya seorang pemimpin untuk men

ciptakan motivasi kinerja pada karyawannya (Handoyo, 2010).

Spears (1996) mempercayai bahwa Servant Leadership adalah model yang

menempatkan 'melayani orang lain ' sebagai prioritas utama. Kepemimpinan model

ini memiliki kerangka kerja sebagai berikut. Pertama, menekankan pada peningkatan

pelayanan kepada orang lain. Pemimpin memposisikan dirinya sebagai pelayan dalam

interaksinya dengan para pengikutnya. Awalnya, legitimasi seorang pemimpin tidak

dibangun melalui pelaksanaan kekuasaan yang besar, tetapi dari keinginan untuk

membantu orang lain. Dengan demikian, fakta itu adalah kunci dalam membangun

kemenangan seorang pemimpin (Greenleaf, 2002). Kedua, pendekatan holistik dalam

pekerjaan. (Greenleaf, Frick, dan Spears 1996) memiliki istilah "Pekerjaan ada untuk
orang sebanyak orang yang ada untuk pekerjaan" yang dapat ditafsirkan sebagai orang

yang lebih aktif dalam lingkungan kerja maka pekerjaan tersebut juga akan

berkelanjutan. Istilah ini mengkritik teori individualis bahwa seseorang harus menjadi

dirinya sendiri tanpa harus berinteraksi dengan organisasi dan lingkungan sosial

secara keseluruhan. Ketiga, mempromosikan kepekaan sosial. Seiring dengan

pesatnya pertumbuhan lingkungan sosial modern, kondisi ini memberikan hasil dalam

erosi dari makna 'sosial'. Dalam perspektif Servant Leadership, dia dituntut untuk

menyediakan pelayanan sosial. Sebuah layanan murni dalam seseorang tidak berasal

dari kelompok atau masyarakat. Dengan demikian, pemimpin akan menentukan

keberhasilan sebuah organisasi yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi (Greenleaf,

2002). Keempat, pembagian kewenangan dalam pengambilan keputusan. Membuka

kesempatan bagi para pengikutnya untuk berpartisipasi dan memberi lebih banyak

wewenang kepada para pengikutnya, Servant Leadership dapat menciptakan

efektivitas organisasi dan kinerja anggota.

Anda mungkin juga menyukai