Tim Penulis
Ambon | 7
Mungkin masa terindah saya terletak di
Ambon, di Ambon saya baru mempelajari
bagaimana keindahan dunia Indonesia, saya bisa
melihat pantai di setiap sore dan bisa berkeliling
lanud dengan trail didampingi aspri ayah saya,
saya semasa kecil juga pernah terkena penyakit
yang lumayan parah saat saya kecil, yaitu waktu
saya di Ambon saya terkena Malaria dan saya
harus dirawat inap, saya dirawat sekitar 2
mingguan dengan keadaan tangan kiri di infus 24
jam, saya sempat beberapa kali tidak sadar kalau
saya menggerakkan tangan saya dan jadinya air
infusan dan selang nya terpenuhi oleh darah, saya
sempat beberapa kali dikunjungi teman-teman
kantor ayah saya saat saya sakit.
*****
Ambon | 8
Masa Kecilku
Arnett Joshua / 9C / 2
Masa Kecilku | 9
Kenangan ini tidak akan kulupakan karena jika
diingat kenangan ini sangat seru untuk dikenang.
Setelah lulus kelas 2 SD aku dan teman-teman
berpisah dengan Cruz, dia melanjukan belajarnya di
Australia.
*****
Masa Kecilku | 10
Hari yang Sangat
Menyenangkan
Aurelia Andifa / 9C / 3
*****
Menunggu Mama | 14
Mamaku berjanji akan menemaniku bermain di akhir
pekan yaitu besok, karena hari Sabtu hanya bekerja
setengah hari dan hari minggu libur. Aku sangat
senang mendengarnya, karena biasanya mamaku
sangat sibuk bekerja dan pulang maghrib. Setelahnya
Mama pun menyuruhku untuk tidur. Aku tidur di
pelukan mamaku yang nyaman dengan selimut tipis
dan lampu yang dimatikan. Paginya saat aku bangun
tau tau mamaku sudah tidak ada di kasur, tidak juga
di kamar. Aku mencari ke seluruh rumah, bahkan
sampai kucari di rumah Bude juga tidak ada. Aku
merasa bingung dan mulai menangis, aku pun
bertanya ke budeku dan dijawabnya “Tak usah pakai
menangis, Mamamu sudah berangkat kerja,”. Aku
merasa kesal, karena aku tidak dibangunkan dan
ditinggal sendirian, sehingga aku bangun
kebingungan. Setelahnya aku pun malas makan, aku
rindu mama, walaupun ini baru beberapa jam setelah
ia berangkat kerja. “Bil, makan,” teriak Bude dari
ruang makan. “Ga lapar,” jawabku singkat, karena
memang aku tidak nafsu makan. Berkali- kali Bude ku
berusaha membujuk ku untuk makan, namun aku
sangat keras kepala, aku malah menangis dan
berteriak-teriak. Akhirnya Pakdeku pun turun tangan,
ia memarahiku dan menduduki ku di kursi meja makan
dengan label stiker bertulis “kursi anak nakal” yang
ditulis khusus untukku. Setelahnya aku pun makan
dengan lahap, karena lelah menangis sebelumnya aku
jadi lapar.
Menunggu Mama | 15
Dari siang sampai sore aku dirumah budeku, sampai
saatnya untuk mandi aku kembali ke rumahku
ditemani kakak sepupuku. Setelah mandi kakak
sepupuku sudah tidak ada, sepertinya ia sudah
kembali ke rumahnya, pikirku. Aku pun memilih untuk
menonton TV saja dikamar, menunggu mama karena
sebentar lagi pulang. Saking asiknya menonton kartun
aku sampai lupa waktu, mengintip keluar jendela
langit sudah gelap dan mendung namun mama belum
kunjung pulang. Hujan turun disertai petir, aku
menangis sendirian di kamar. Dipenuhi rasa takut dan
khawatir aku menunggu mama yang tak kunjung
pulang. Tak lama kemudian, ketukan pintu terdengar,
kubuka pintu itu dengan harapan akan melihat mama.
Namun, yang ku temukan malah Budeku bersama
dengan kakak sepupuku. “Ayo ke tempat Bude,
mamamu pasti sedang terjebak hujan, kamu tunggu
disana saja,” kata Bude. Aku yang yang masih terisak
dengan mata sembab itu pun menuruti perkataannya.
Karena rumah kami terhubung jadi tak butuh waktu
lama bagi kami untuk sampai disana. Disana, aku
diajak bermain, dihibur agar tidak sedih lagi dan
diberi makan. Setelah lama menunggu terdengar
suara motor memasuki garasi.
Menunggu Mama | 16
Aku sedikit kecewa, karena biasanya mama akan
menemaniku menonton Tv dan mengobrol, ia
bahkan sudah janji akan mengajakku bermain.
Keesokan paginya aku bangun dan mendapati
mamaku yang lagi-lagi sudah tidak ada di kamar,
aku sudah siap menangis lagi, namun saat aku
mengecek jendela ternyata mamaku sedang
menyapu halaman. Aku pun menghampirinya dan
menawarkan bantuan. Setelahnya sesuai janji
mamaku, ia mengajakku bermain sepeda dan
berkeliling kompleks.
******
Menunggu Mama | 17
Menari Balet
Bernadeth Advenantia / 9C / 5
Menari Balet | 18
Setiap minggunya Venan masuk studio untuk berlatih
menari balet. Awalnya Venan sempat menolak keras
akan tawaran orang tuanya untuk mengikuti les balet,
tapi orang tuanya tidak menyerah begitu saja untuk
membujuk Venan. Disana ia bertemu dengan ibu
pengajar menari balet yang sangat pandai dan sabar
menghadapi anak TK yang moodyan ini. Banyak juga
kakak-kakak yang sudah lebih mahir dari pada Venan.
Di tempat les menari balet Venan mendapatkan
banyak teman baru. Semakin berjalannya waktu,
Venan lebih enjoy dalam mengikuti les balet, karena
les balet diluar jam sekolah maka tidak membuatnya
bosan walau melelahkan. Sebab hari libur yang
biasanya digunakan oleh kebanyakan anak-anak
untuk bermain dan ber-istirahat tetapi tidak bagi
Venan. Karena kegigihan dan semangatnya dalam
berlatih menari balet, akhirnya Venan dan teman-
temannya dapat tampil juga. Venan tampil pada
acara pentas seni di tempatnya bersekolah.
Menari Balet | 19
Setiap minggunya Venan masuk studio untuk berlatih
menari balet. Awalnya Venan sempat menolak keras akan
tawaran orang tuanya untuk mengikuti les balet, tapi
orang tuanya tidak menyerah begitu saja untuk membujuk
Venan. Disana ia bertemu dengan ibu pengajar menari
balet yang sangat pandai dan sabar menghadapi anak TK
yang moodyan ini. Banyak juga kakak-kakak yang sudah
lebih mahir dari pada Venan. Di tempat les menari balet
Venan mendapatkan banyak teman baru. Semakin
berjalannya waktu, Venan lebih enjoy dalam mengikuti les
balet, karena les balet diluar jam sekolah maka tidak
membuatnya bosan walau melelahkan. Sebab hari libur
yang biasanya digunakan oleh kebanyakan anak-anak
untuk bermain dan ber-istirahat tetapi tidak bagi Venan.
Karena kegigihan dan semangatnya dalam berlatih menari
balet, akhirnya Venan dan teman-temannya dapat tampil
juga. Venan tampil pada acara pentas seni di tempatnya
bersekolah.
Menari Balet | 20
Selesai tampil di atas panggung banyak yang
memuji Venan dan teman-temannya, itu adalah
sebagai energi baginya untuk semakin giat dalam
berlatih. Seiring berjalannya waktu Venan akhirnya
masuk ke sekolah dasar, karena kesibukannya
dalam les mata pelajaran dan tidak ada yang
mengantarnya untuk pergi les menari balet.
Akhirnya orang tua Venan memutuskan, untuk
Venan berhenti les menari balet. Venan yang saat
itu belum begitu mengerti pun hanya mengiyakan
saja. Dan Venan fokus untuk melanjutkan
pendidikannya di sekolah dasar dan seterusnya.
*****
Menari Balet | 21
Kenangan Masa Kecil
Clavinda Audrey Sanggra / 9C / 6
*****
Malamnya ...
Ayah Saya, memberitahukan berita ini kepada
Saya. Sambil berkata “Mas, Menurut Mas boleh tidak
bunda melahirkan secara sesar?” Aku yang
kebingungan pun berkata, “Sesar itu apa yah?
*****
*****
Masa Kecil Kiara | 32
Merayakan Hari Natal
dan Tahun Baru
Enjel Ra'bung / 9C / 9
*****
PROLOG
*****
*****
“Hai—juga, Luke.”
Oh kenapa aku terbata-bata secara mendadak?
Hanya mimpi.
Lho?!
Epilog | 60
7 new messages from jean kang nyembah sendok
1 new message from Miss Yena (jangan dichat, killer)
264 new messages from PANIK KO DEK🦆🦆🦆
Deg.
| oi
|p
| lo kmn
| oi
| EH DEMI TUHAN LO TIDUR LAGI YA?
| WOY BANGUN WOY DIPANGGIL GURU BUAT ABSEN!
| WAH PARAH LO
13.57
Epilog | 61
PANIK KO DEK 🦆🦆🦆
32 participants 7 online
Kreek!
Pangsit kuah!
Xiaolongbao!
Nasi campur!
“Duduk, Ly.”
Ting!
lucas <3
online
Deg.
Epilog | 66
"Ah mudah, tidak perlu basa-basi yang terlalu
panjang. Cukup sampaikan dan siapkan mental jika
seandainya dia tidak memiliki perasaan yang sama
denganmu!"
Epilog | 67
lucas <3
online
Maksudnya?
”Udah, selesai—kan?"
"Oke."
Tunggu.
*****
Epilog | 71
Es Krim Stroberi
Flavia Calosa Lisandra / 9C / 13
Es Krim Stroberi | 72
“Vi, tolong ambilkan dompet Oma di tas
paling depan, ya. Dompet kecilnya saja, yang
satunya tidak perlu,” minta Oma sambil tertawa
kecil lantaran aku sangat bersemangat membeli es
krim.
“Yah, Oma. Aku sudah mengenakan sepatu,
nanti lantainya kotor, Oma,” jawabku sambil
hendak berdiri.
“Lepas lagi saja, Vi. Oma yang buka pintu
gerbang,” ungkap Oma sambil tersenyum melihat
aku sangat bersemangat. Aku buka lagi tali
sandalku, aku bergegas ke kamar Oma mencari tas.
Aku ambil dompet kecil lalu buru-buru ke teras
memberikan kepada Oma.
“Oma, ini kan dompetnya?’ Tanyaku untuk
memastikan.
“Iya, Vi,” jawab Oma mengambil dompet dari
tanganku. Oma segera memakai sandalnya. Aku
duduk mengangkat kaki untuk memakai sandal
bertali susah itu. Oma masih senyum-senyum
melihat semangatku.
“Ayo, Vi. Sudah siap?” Tanya Oma sambil
mengecek isi dompetnya.
“Sebentar, Oma. Ini tali sandalku terikat mati,”
jawab aku kepada Oma. Lalu Oma mendekatiku
dan menolong memperbaiki tali sepatuku.
Es Krim Stroberi | 76
“Iya, Vi. Ini teman ayahmu dulu,” lanjut Oma
memberitahuku.
Aku pun masih malu-malu mengumpat di belakang
Oma.
“Waduh, ada yang malu-malu, ya,” ucap Oma
bercanda.
“Oma, saya duluan, ya. Mau masak untuk
sarapan di rumah” pamit ibu itu kepada Oma.
“Oh iya, salam untuk keluarga di rumah ya,” ucap
Oma.
Sesudah berpisah dengan teman ayah, Oma langsung
menghampiri etalase sayur.
“Vi, nanti sampai rumah mau sarapan apa?”
Tanya Oma sambil memilih sayur.
“Aku mau sop sayur bakso, Oma,” jawabku
bersemangat.
Sop sayur bakso buatan Oma sangat enak. Aku bisa
memakannya setiap hari sebagai menu sarapanku.
“Om Pepi, saya mau sop sayur dua bungkus.
Ditambah baksonya satu bungkus,” minta Oma
kepada Om Pepi.
“Oh iya, Oma, siap!” Jawab Om Pepi dengan
ramah dan bersemangat. Lalu Om Pepi langsung
membungkus dan mempersiapkannya untuk Oma.
“Terima kasih, Om Pepi,” ucap Oma sambil
memberikan uang kepada Om Pepi.
Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju toko es
krim. Lumayan jauh jarak rumah Oma ke toko es krim
depan komplek.
Es Krim Stroberi | 77
Sinar matahari pagi yang hangat menyorot
tubuhku. Berkeringatlah aku karena kepanasan. Tak
sabar aku menikmati es krim stroberi. Kesal aku
berjalan sejauh ini jika jalan kaki. Seharusnya aku
bawa sepeda saja tadi. Teriknya matahari pagi
membuat aku mengerutkan jidat. Rambutku yang
mulai basah karena berkeringat dan pipiku mulai
merah.
Akhirnya sampai juga kami di toko es krim. Kubuka
pintu dan kutatap lekat-lekat setiap etalase.
Warna-warni es krimnya, aku bingung memilih. Lalu
Oma menggandeng tanganku menuju etalase.
“Banyak sekali ya, Vi,” komentar Omaku
sambil melihat seisi ruangan. Aku yang sudah tidak
sabar langsung menunjuk es krim stroberi.
“Oma, aku mau yang itu,” ucapku sambil
menunjuk ke kaca etalase. Lalu Oma pesankan es
krim stroberi kepada pelayan.
Aku lihat pula pelayan itu mengambil wadah kecil
lalu mengeruk es krim warna merah muda.
Diberikannya kepadaku. Tak sampai tanganku
mengambil es krim dari pelayan walaupun aku
sudah jinjit, pendek tubuhku.
“Oma, tolong ambilkan aku tidak sampai”
mintaku kepada Oma. Kemudian Oma
mengambilnya untukku. Oma langsung bayar dan
menggandeng tanganku mengajak untuk pulang.
Es Krim Stroberi | 78
“Vi, itu saja, kan?” Tanya Oma kepadaku yang
sedang menyuapkan es krim.
“Oma tidak membeli es krim juga?” Aku tanya
balik.
Es Krim Stroberi | 79
Aku masih menangis kencang karena es krim ku
terjatuh. Kemudian Oma mencoba menenangkanku.
“Cucu sayangku, Via. Sudah ya, tidak perlu
menangis. Kita beli lagi es krim nya, ya,” ucap Oma
sambil mengusap air mataku.
Kemudian bersama pelayan toko menuntunku
duduk di depan etalase. Oma langsung pesankan
lagi es krim untukku. Namun pelayan itu juga
memberikan satu buah permen lolipop. Aku
mendengar mereka bercakap-cakap.
“Oma, ini permen lolipop untuk si adik,” ucap
pelayan itu sambil tersenyum kepadaku. Kemudian
Oma menerima dan memberikannya kepadaku.
“Adik sudah tidak perlu menangis lagi, ya.
Harus kuat,” kata pelayan itu dengan sangat
ramah.
“Terima kasih, Kak,” kataku sambil tersenyum
lebar dan melambaikan tangan mengucapkan
selamat tinggal.
Lalu Oma langsung menggandengku agar tidak
terjatuh lagi.
“Terima kasih, Mbak, kami duluan,” ucap Oma
hendak membuka pintu.
Senang hatiku bisa mendapatkan es krim kembali,
ditambahkan aku diberikan permen gratis. Seakan
aku tidak peduli lagi akan sakit habis terjatuh.
Es Krim Stroberi | 80
“Sayangku, Via. Lain kali perhatikan
langkahmu saat berjalan ya, Nak. Jangan sampai
terjatuh lagi,” nasehat Oma.
“Iya, Oma,” jawabku sambil tersenyum.
*****
Es Krim Stroberi | 81
Lampau
Gloria Tri Rara / 9C / 14
Lampau | 89
“Besok kita jalan ke Torajanya jam 2 subuh ya,”
ucap papaku.
“Kenapa pagi buta sekali?” Tanyaku.
“Supaya kita sampai di sana tidak malam sekali,”
jawab papaku.
*****
Lampau | 92
Kuning adalah Warna
yang Hilang
Janice Alicia B / 9C / 15
*****
*****
*****
*****
Gaun Bagai Teluk Biru I 119
Kenangan Masa Kecil
Kelas 4C
Matthew Angelo / 9C / 19
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
Petak Umpet I 149
Suram yang Berakhir
Terang Benderang
Regina Tjoajadi / 9C / 26
Prang! Prang!
Bbbrrrrrrrsssshhhhhhh
JEDERRRR!!
*****
*****
*****
SEMINGGU KEMUDIAN
*****
4 Tahun berlalu...
Kini aku sudah kelas 6. Kali ini, aku sekelas lagi
dengan Rendra. Sebelumnya, kami juga pernah
sekelas saat kelas 5. Tetapi kami mulai dekat kembali
saat kelas 6 ini. Ada suatu saat, dimana guru kami
sedang mengatur tempat posisi tempat duduk kami
agar tidak berisik saat kelas. Tempat duduk kami
diatur agar berpasangan, laki-laki dan perempuan.
Aku diberikan tempat duduk di samping Rendra.
Saat aku berjalan ke arahnya, Rendra sangat
kegirangan. Awalnya, aku juga merasakan hal yang
sama dengannya. Kemudian rasa khawatir ku muncul.
Rendra mulai mengajakku ngobrol
Rumah Kedua I 180
terus menerus
"Shh, jangan ngobrol terus Ren. Nanti tempat
duduk kita di pindah lagi."
*****
*** berkelanjutan
*****