Anda di halaman 1dari 185

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan


Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya kami
dapat menyelesaikan kumpulan karya sastra
berupa cerpen dengan judul “Memutar Kembali
Waktu”.

Tidak lupa kami tim kreator dan tim editor


kelas 9C SMP Regina Pacis Bogor mengucapkan
rasa terima kasih kepada Ibu Lina Hidayati selaku
guru untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia yang
telah membimbing dan membantu kami dalam
mengerjakan karya sastra ini.

Karya sastra ini menampilkan kumpulan hasil


karya cerpen yang telah dibuat oleh para murid
kelas 9C SMP Regina Pacis Bogor. Isi dari kumpulan
cerpen ini bertemakan kenangan masa kecil para
murid kelas 9C SMP Regina Pacis Bogor. Berbagai
pengalaman serta kenangan murid yang mereka
tuangkan ke dalam karya sastra yang mereka tulis
sendiri.

Memutar Kembali Waktu | 4


Kami selaku tim kreator dan editor kelas
9C SMP Regina Pacis menyadari akan adanya
kekurangan pada karya sastra ini. Oleh karena
itu, saran dan kritik secara terbuka senantiasa
diharapkan guna meningkatkan kualitas karya
ilmiah ini. Kami juga berharap agar karya sastra
ini dapat dinikmati oleh seluruh pembaca.

Tim Penulis

Memutar Kembali Waktu | 5


Daftar Isi
Kata Pengantar 4
Daftar Isi 6

Ambon — Alexander Natanael 7

Masa Kecilku — Arnett Joshua 9

Hari yang Sangat Menyenangkan — Aurelia Andifa 11

Menunggu Mama — Ayudya Malika 14

Menari Balet — Bernadeth Advenantia 18

Kenangan Masa Kecil — Clavinda Audrey 22

Masa-Masa yang Paling Bahagia — Daniel Einstein 25

Masa Kecil Kiara — Elvira Lay 27

Merayakan Hari Natal dan Tahun Baru — Enjel Ra’bung 33

Gadis Kecil yang Baik Hati — Erin Dyandra 39

Pantai Pasir Putih — Faith Maria 55

Epilog — Felita Michelle 58

Es Krim Stroberi — Flavia Calosa 72

Lampau — Gloria Tri Rara 83

Kuning adalah Warna yang Hilang — Janice Alicia 93

Sisi Lain Dunia — Kendrick Matthew 96

Bersakit - sakit Dahulu, Bersenang - senang Kemudian — Kevan Tzuriel 104

Gaun Bagai Teluk Biru — Maria Evangeline 109

Kenangan Masa Kecil Kelas 4C — Matthew Angelo 120

Pergi ke Curug — Melviena Audy 123

Andai Waktu Bisa Diputar — Michael Christian 127

Rumah Terbengkalai — Mikael Fabian 138

Dompet Mama — Philip Sahalatio 141

Hampir Mati Karena Motor Sendiri — Rafael Jonas 144

Petak Umpet — Reagan Lauliucyus 147

Suram yang Berakhir Terang Benderang — Regina Tjoajadi 150

Liburan ke Yogyakarta — Reno Cahyo 164

Masa Kecil Nan Indah — Thobias Adi 167

Teman Belajar — Vanessa Angela 169

Rumah Kedua — Vincencia Dahayu 173

Shin Bai — Zefanya Sarah 182

Memutar Kembali Waktu | 6


Ambon
Alexander Natanael / 9C / 1

Di suatu hari ada seorang anak bernama


Alexander yang lahir di Bogor pada 6 Desember
2007, saya berasal dari keluarga sederhana, ayah
saya seorang pilot militer dan ibu saya adalah
seorang pekerja kantoran, saya mempunyai 3 orang
kakak, 1 kakak laki-laki dan 2 kakak perempuan,
kami sangatlah bahagia tinggal di keluarga kecil
kami, kita selalu mengikuti kemana ayah saya
berdinas, sempat sekali ayah bersekolah jauh ke
prancis dan inggris untuk mempelajari tentang
helikopter kepresidenan, dan saya ingat sekali waktu
ayah saya berdinas ke Ambon dan saya mengikuti
ayah saya, saya disana terkagum kagum dengan
keindahan kota Ambon, saya terkagum dengan
keindahannya dan pantai-pantai nya, kebetulan
ayah saya menjadi komandan di pangkalan TNI-AU
di Ambon, dan nama lanud di Ambon yaitu lanud
Patimura, ayah saya berdinas menjadi komandan
disana selama 2 tahun lebih dan saya disitu masih
TK, saya bersekolah TK di dua tempat, yaitu TK
angkasa Bogor dan TK angkasa Ambon, jadi saya
waktu TK A bersekolah di dua tempat yang sama
tetapi berbeda pulau.

Ambon | 7
Mungkin masa terindah saya terletak di
Ambon, di Ambon saya baru mempelajari
bagaimana keindahan dunia Indonesia, saya bisa
melihat pantai di setiap sore dan bisa berkeliling
lanud dengan trail didampingi aspri ayah saya,
saya semasa kecil juga pernah terkena penyakit
yang lumayan parah saat saya kecil, yaitu waktu
saya di Ambon saya terkena Malaria dan saya
harus dirawat inap, saya dirawat sekitar 2
mingguan dengan keadaan tangan kiri di infus 24
jam, saya sempat beberapa kali tidak sadar kalau
saya menggerakkan tangan saya dan jadinya air
infusan dan selang nya terpenuhi oleh darah, saya
sempat beberapa kali dikunjungi teman-teman
kantor ayah saya saat saya sakit.

Setelah beberapa minggu di rumah sakit, saya


dibolehkan pulang ke rumah, tetapi dengan syarat
tidak boleh cape” dulu, saya hanya bisa nonton
televisi, makan dan tidur, teman-teman saya selalu
mengajak saya main tiap sore tetapi saya tidak
bisa karna saya masih di tahap pemulihan.
Setelah ayah saya selesai berdinas di Ambon dan
kembali ke Jakarta, saya mulai merasakan rindu
kepada Ambon, tetapi saya tidak akan melupakan
kenangan” terindah saya di Ambon.

*****
Ambon | 8
Masa Kecilku
Arnett Joshua / 9C / 2

Hai teman-teman, aku mau cerita nih tentang


masa kecilku. Kalau dipikir-pikir yang enak didengar
itu masa lalu, terutama masa laluku. Sebenarnya sih
banyak yah masa laluku, tapi aku mau nyeritain
beberapa saja. Salah satu cerita menarik menurutku
adalah waktu umurku 5 tahun, tepatnya, aku masih
anak TK nol kecil. Pada saat itu aku baru memasuki
taman kanak-kanak, jadi aku belum kenal betul sama
teman-temanku.

Singkat cerita, saat TK aku mendapat teman


baru namanya Mike Cruz dia malu-malu saat pertama
kali masuk ke kelas diajak ngobrol pun dia hanya
diam karena malu untuk berkenalan. Saat istirahat
aku dan teman-teman semua mengajak dia untuk
bermain di playground, dia mau bermain bersama kita
tapi dia masih malu karena masuk ke lingkungan baru.
Seiring berjalannya waktu dia cepat akrab bersama
kita, kita sering bermain bersama, makan bekal
bersama, dihukumpun kita bersama, hal yang paling
ku ingat adalah saat pelajaran olahraga Cruz adalah
siswa yang paling cepat larinya, larinya sangat cepat
hingga satu kelas tidak ada yang bisa
mengalahkannya.

Masa Kecilku | 9
Kenangan ini tidak akan kulupakan karena jika
diingat kenangan ini sangat seru untuk dikenang.
Setelah lulus kelas 2 SD aku dan teman-teman
berpisah dengan Cruz, dia melanjukan belajarnya di
Australia.

*****

Masa Kecilku | 10
Hari yang Sangat
Menyenangkan
Aurelia Andifa / 9C / 3

Tring...tring...tring...” bell pulang sekolah berbunyi.


Aku langsung berjalan pulang ke rumah bersama
Mama. Aku memberi tahu bahwa nilai ulangan
Matematikaku 100. Mama sangat senang ketika
mendengar itu. “Yuk, kita ambil anjing ke Jakarta!”
Papa berkata, saat setelah kami sampai di rumah.
“Benarkah? Yeyyy!” aku berteriak. Dari kecil aku
memang sangat memelihara anjing. Entah itu mau
yang besar ataupun kecil aku sangat menyukai
mereka. Dulu Nenek mempunyai 2 anjing yang
membuatku menyukai mereka. Dari kecil aku hidup
bersama 2 anjing tersebut yang membuat hari-hariku
menyenangkan. Tetapi mereka adalah peliharaan
Nenek, bukan peliharaanku. Aku ingin memelihara
anjing dengan kedua tanganku sendiri.

Saat aku berumur 7 tahun mereka meninggal


karena diracun. Karena itu aku terus menangis selama
3 hari. Nenek pun agak takut untuk memelihara anjing
lagi, karena takut melihat mereka meninggal.

Hari yang Sangat Menyenangkan | 11


Hari-hariku terasa hampa. Tidak ada lagi yang
menyambutku pulang, tidak ada lagi yang bertingkah
lucu, dan tidak ada lagi yang menemaniku saat belajar.
Dirumah sangatlah sepi. Sampai tibalah hari ini. Hari ini
adalah hari yang paling seru. Aku dan keluargaku akan
memiliki seekor anjing. Senangnya hatiku selama
perjalanan ke Jakarta. Aku penasaran anjing jenis apa
dan seberapa ukurannya yang akan ku pelihara. “Apapun
jenisnya dan ukurannya akan ku sayangi dia” aku berkata
dalam hati. Sesampainya di lokasi, ternyata kami akan
mengadopsi anjing. Aku tahu dia adalah anjing kecil
dengan ras Pomeranian. Tetapi aku tercengang. Tubuh
anjing kecil itu kotor dan terlihat sangat kedinginan. Dia
sedang meringkuk di tempat tidurnya. Aku menarik- narik
baju Papa.

“Pa, yang ini?” aku bertanya sambil kebingungan.


Papa menganggukan kepalanya dengan pasti.
“Anjing ini bernama Sissy. Ia stambum, sudah
lengkap vaksin dan kakeknya adalah Champion.” kata
breeder si anjing kecil.

Tetapi saat keluargaku berbincang dengan breedernya.


Katanya saudaranya sudah dibeli orang lain, tersisa dia
dan belum ada yang mau membeli jadi dia di open
adopsi. Tiba-tiba aku dan Sissy berkontak mata. Matanya
yang bulat seakan-akan berkata dia meminta untuk
dipelihara. Kemudian munculah rasa kasihan. Aku
langsung menghampiri Sissy.

Hari yang Sangat Menyenangkan | 12


“Hello! Namaku Andifa, salam kenal ya.” kataku
sambil duduk di lantai.
Sissy menghampiriku dan langsung tiduran di
pangkuanku. Aku bertekat untuk memeliharanya. Aku
membawa Sissy ke Papa.
“Pa, ayo kita bawa pulang!” kataku dengan
semangat.

“Iya” kata Papa.


“Terima kasih mau mengadopsi Sissy. Oh ya, ini
barangnya Sissy.” kata breeder.

Kami diberi barang-barangnya Sissy. Ada tempat tidur,


mainan, dan tempat makan. Sissy tidur di pangkuanku
saat perjalanan. Kami akan menuju ke PetShop terlebih
dahulu untuk membeli peralatan yang lainnya.

“Teman dekat Mama ada yang namanya Sissy juga.


Gimana kalau kita pakai nama panggilan?” Mama
berkata.
“Bebas, kalau Ashie?” aku memberikan usulan.
Keluargaku menyetujui untuk memanggilnya dengan
nama Ashie. Sesampainya di PetShop, kami membeli
makan anjing, tali kekang, dan lain-lain. Setiap hari aku
menyisir rambutnya agar halus. Aku memelihara Ashie
dengan baik dan bulunya sekarang sangat baik. Dan
Ashie membuat hari-hariku kembali menyenangkan,
walaupun hobinya tidur.

*****

Hari yang Sangat Menyenangkan | 13


Menunggu Mama
Ayudya Malika Sybil / 9C / 4

Di Suatu kota yang yang memiliki julukan kota


hujan, aku tinggal bersama mamaku. Rumah kami
tepat disebelah rumah Bude (bibi) ku, bahkan
rumahnya memiliki pintu penghubung. Aku yang masih
sangat kecil belum dapat mengerti keadaan kami,
yang ku tahu adalah bahwa mamaku menyayangiku.
Sore itu aku dan sepupuku yang sudah seperti adik
kandungku itu bermain bersama di luar rumah, kami
bermain berbagai permainan, menyusun lego, bermain
boneka, masak-masakan dan masih banyak lagi.
Ditengah kami bermain Pakde (paman) ku pulang
membawakan makanan ringan untuk kami. “Ini Papa
bawa jajanan, mau gak? Dimakan bareng-bareng ya,”
kata Pakde kepada anak perempuannya. Dengan
senang hati kami menerima kresek putih berisi jajanan
tersebut. Kami pun menonton kartun sambil duduk
disofa dan menikmati jajanan bersama. Beberapa saat
kemudian suara motor kembali terdengar di depan
rumah. “Mama pulang!” Teriakku penuh antusias. Aku
berlari keluar rumah menghampiri dan memeluk
mamaku. Kami pun masuk ke rumah, mamaku bebersih
diri dan setelah itu kami menonton tv dan mengobrol
berdua.

Menunggu Mama | 14
Mamaku berjanji akan menemaniku bermain di akhir
pekan yaitu besok, karena hari Sabtu hanya bekerja
setengah hari dan hari minggu libur. Aku sangat
senang mendengarnya, karena biasanya mamaku
sangat sibuk bekerja dan pulang maghrib. Setelahnya
Mama pun menyuruhku untuk tidur. Aku tidur di
pelukan mamaku yang nyaman dengan selimut tipis
dan lampu yang dimatikan. Paginya saat aku bangun
tau tau mamaku sudah tidak ada di kasur, tidak juga
di kamar. Aku mencari ke seluruh rumah, bahkan
sampai kucari di rumah Bude juga tidak ada. Aku
merasa bingung dan mulai menangis, aku pun
bertanya ke budeku dan dijawabnya “Tak usah pakai
menangis, Mamamu sudah berangkat kerja,”. Aku
merasa kesal, karena aku tidak dibangunkan dan
ditinggal sendirian, sehingga aku bangun
kebingungan. Setelahnya aku pun malas makan, aku
rindu mama, walaupun ini baru beberapa jam setelah
ia berangkat kerja. “Bil, makan,” teriak Bude dari
ruang makan. “Ga lapar,” jawabku singkat, karena
memang aku tidak nafsu makan. Berkali- kali Bude ku
berusaha membujuk ku untuk makan, namun aku
sangat keras kepala, aku malah menangis dan
berteriak-teriak. Akhirnya Pakdeku pun turun tangan,
ia memarahiku dan menduduki ku di kursi meja makan
dengan label stiker bertulis “kursi anak nakal” yang
ditulis khusus untukku. Setelahnya aku pun makan
dengan lahap, karena lelah menangis sebelumnya aku
jadi lapar.
Menunggu Mama | 15
Dari siang sampai sore aku dirumah budeku, sampai
saatnya untuk mandi aku kembali ke rumahku
ditemani kakak sepupuku. Setelah mandi kakak
sepupuku sudah tidak ada, sepertinya ia sudah
kembali ke rumahnya, pikirku. Aku pun memilih untuk
menonton TV saja dikamar, menunggu mama karena
sebentar lagi pulang. Saking asiknya menonton kartun
aku sampai lupa waktu, mengintip keluar jendela
langit sudah gelap dan mendung namun mama belum
kunjung pulang. Hujan turun disertai petir, aku
menangis sendirian di kamar. Dipenuhi rasa takut dan
khawatir aku menunggu mama yang tak kunjung
pulang. Tak lama kemudian, ketukan pintu terdengar,
kubuka pintu itu dengan harapan akan melihat mama.
Namun, yang ku temukan malah Budeku bersama
dengan kakak sepupuku. “Ayo ke tempat Bude,
mamamu pasti sedang terjebak hujan, kamu tunggu
disana saja,” kata Bude. Aku yang yang masih terisak
dengan mata sembab itu pun menuruti perkataannya.
Karena rumah kami terhubung jadi tak butuh waktu
lama bagi kami untuk sampai disana. Disana, aku
diajak bermain, dihibur agar tidak sedih lagi dan
diberi makan. Setelah lama menunggu terdengar
suara motor memasuki garasi.

“Yeey! Mama pulang!!,” teriakku dengan penuh


semangat. Mama pun turun dari ojek dan memelukku.
Namun sepertinya mamaku terlalu lelah, ia tidak
banyak bicara dan langsung masuk rumah, ia
langsung bebersih diri dan tidur.

Menunggu Mama | 16
Aku sedikit kecewa, karena biasanya mama akan
menemaniku menonton Tv dan mengobrol, ia
bahkan sudah janji akan mengajakku bermain.
Keesokan paginya aku bangun dan mendapati
mamaku yang lagi-lagi sudah tidak ada di kamar,
aku sudah siap menangis lagi, namun saat aku
mengecek jendela ternyata mamaku sedang
menyapu halaman. Aku pun menghampirinya dan
menawarkan bantuan. Setelahnya sesuai janji
mamaku, ia mengajakku bermain sepeda dan
berkeliling kompleks.

Beberapa tahun kami lewati, kami sudah


pindah ke rumah sendiri yang masih satu
perumahan dengan budeku. Aku pun bertambah
dewasa dan semakin mengerti pengorbanan
Mamaku. Sedangkan Mamaku, ia belum berubah, ia
masih ibu penyayang, dan pekerja keras seperti
yang kukenal. Sekarang aku sudah dapat mengerti
mengapa Mamaku harus bekerja, berangkat pagi
pulang malam, membatalkan rencana bermain
kami, dan mengapa Bude Pakdeku terkadang
bersikap galak terhadapku. Itu semua dilakukan
demi diriku, agar aku dapat memiliki masa depan
yang baik dan karena mereka menyayangiku.

******
Menunggu Mama | 17
Menari Balet
Bernadeth Advenantia / 9C / 5

Bernadeth Advenantia, anak yang lahir pada


tanggal 11 Desember 2007, tepatnya pada hari selasa.
Biasanya dipanggil Venan, anak kedua dari dua
bersaudara. Venan adalah anak yang aktif sejak kecil.
Ketika umur 8 bulan, Venan pindah ke Lampung
tepatnya di rumah kakek dan neneknya, karena tidak
ada yang mengurusnya di rumah mengingat kedua
orang tuanya yang sibuk bekerja. Disana Venan
semakin aktif karena bisa meng-ekspor banyak hal
baru yang baru di lihatnya. Venan sering pergi ke
sawah, menemani nenek mengantar makan siang
untuk kakek yang sedang mengurus lahan sawahnya.
Tapi ketika umur 2 tahun, Venan kembali ke bogor
untuk beradaptasi sebelum mulai ber-sekolah. Tahun
berlalu, ketika Venan umur 3.5 tahun ia masuk ke play
group.

Disana Venan sangat aktif, mengingat sudah


mempunyai banyak teman dan dapat bermain
bersama. Masuk ke TK A Venan sedikit kesulitan untuk
bangun pagi, alhasil sempat beberapa kali masuknya
terlambat. Karna di umur segitu Venan sedang aktif-
aktifnya. Akhirnya orang tuanya memasukkan Venan
ke dalam les balet.

Menari Balet | 18
Setiap minggunya Venan masuk studio untuk berlatih
menari balet. Awalnya Venan sempat menolak keras
akan tawaran orang tuanya untuk mengikuti les balet,
tapi orang tuanya tidak menyerah begitu saja untuk
membujuk Venan. Disana ia bertemu dengan ibu
pengajar menari balet yang sangat pandai dan sabar
menghadapi anak TK yang moodyan ini. Banyak juga
kakak-kakak yang sudah lebih mahir dari pada Venan.
Di tempat les menari balet Venan mendapatkan
banyak teman baru. Semakin berjalannya waktu,
Venan lebih enjoy dalam mengikuti les balet, karena
les balet diluar jam sekolah maka tidak membuatnya
bosan walau melelahkan. Sebab hari libur yang
biasanya digunakan oleh kebanyakan anak-anak
untuk bermain dan ber-istirahat tetapi tidak bagi
Venan. Karena kegigihan dan semangatnya dalam
berlatih menari balet, akhirnya Venan dan teman-
temannya dapat tampil juga. Venan tampil pada
acara pentas seni di tempatnya bersekolah.

Pertama kalinya bagi seorang Venan untuk


menari balet di depan banyak orang, walau begitu itu
sama sekali tidak menjadi halangannya untuk tetap
tampil. Yang dipikirkan oleh Venan, 'jika banyak yang
menonton berarti mereka penasaran dengan
performance kita' itu juga mindset yang ditanamkan
oleh kedua orang tua Venan, ketika ingin tampil.

Menari Balet | 19
Setiap minggunya Venan masuk studio untuk berlatih
menari balet. Awalnya Venan sempat menolak keras akan
tawaran orang tuanya untuk mengikuti les balet, tapi
orang tuanya tidak menyerah begitu saja untuk membujuk
Venan. Disana ia bertemu dengan ibu pengajar menari
balet yang sangat pandai dan sabar menghadapi anak TK
yang moodyan ini. Banyak juga kakak-kakak yang sudah
lebih mahir dari pada Venan. Di tempat les menari balet
Venan mendapatkan banyak teman baru. Semakin
berjalannya waktu, Venan lebih enjoy dalam mengikuti les
balet, karena les balet diluar jam sekolah maka tidak
membuatnya bosan walau melelahkan. Sebab hari libur
yang biasanya digunakan oleh kebanyakan anak-anak
untuk bermain dan ber-istirahat tetapi tidak bagi Venan.
Karena kegigihan dan semangatnya dalam berlatih menari
balet, akhirnya Venan dan teman-temannya dapat tampil
juga. Venan tampil pada acara pentas seni di tempatnya
bersekolah.

Pertama kalinya bagi seorang Venan untuk menari


balet di depan banyak orang, walau begitu itu sama sekali
tidak menjadi halangannya untuk tetap tampil. Yang
dipikirkan oleh Venan, 'jika banyak yang menonton berarti
mereka penasaran dengan performance kita' itu juga
mindset yang ditanamkan oleh kedua orang tua Venan,
ketika ingin tampil. Sesaat giliran Venan tampil, Venan
enjoy menikmati setiap gerakan menari balet. Walau tidak
jago dan mahir, tapi lumayan lah untuk perfomance
pertama kali.

Menari Balet | 20
Selesai tampil di atas panggung banyak yang
memuji Venan dan teman-temannya, itu adalah
sebagai energi baginya untuk semakin giat dalam
berlatih. Seiring berjalannya waktu Venan akhirnya
masuk ke sekolah dasar, karena kesibukannya
dalam les mata pelajaran dan tidak ada yang
mengantarnya untuk pergi les menari balet.
Akhirnya orang tua Venan memutuskan, untuk
Venan berhenti les menari balet. Venan yang saat
itu belum begitu mengerti pun hanya mengiyakan
saja. Dan Venan fokus untuk melanjutkan
pendidikannya di sekolah dasar dan seterusnya.

*****

Menari Balet | 21
Kenangan Masa Kecil
Clavinda Audrey Sanggra / 9C / 6

Hai, namaku Clavinda Audrey Sanggra teman-teman


ku biasa memanggilKu Pinpin. Sekarang usiaku sudah 14
tahun,apa kalian pernah berpikir bahwa masa kecil
adalah masa yang paling seru dan menyenangkan?
Mungkin tidak semuanya berpikir bahwa masa kecilnya
adalah masa yang paling indah,ada sebagian orang yang
lebih menyukai masa-masa kedewasaanya dibandingkan
masa kecilnya, tapi aku tidak, aku justru lebih menyukai
masa kecilku karena masa kecilku adalah masa dimana
aku bisa melakukan banyak hal dibandingkan masa
dewasa ku yang sudah lebih banyak kegiatan, tugas di
sekolah dan di rumah, jadi yang kulakukan jadi sedikit
terbatas tidak seperti saat masih kecil.

Ada hal yang selalu kuingat,pada saat aku TK aku


diberi uang jajan oleh mama ku, aku juga sering jajan
bersama dengan temanku Keiko, Ia juga adalah teman
masa kecilku. Keiko adalah anak yang pintar dan cantik.
Saat masih kecil sepertinya aku kurang mengerti dengan
jajan sembarangan, Keiko mengajaku untuk jajan di
warung di warung itu Keiko melihat makanan “ Tictac
pedas ”dan mengajakKu untuk membelinya juga karena
efek aku melihat bungkusnya yang sangat menarik dan
terlihat enak aku pun membelinya lalu memakan nya
dengan Keiko.

Kenangan Masa Kecil | 22


Begitu aku memakannya aku merasakan sensasinya
lidah yang perih dan kepedasan aku dan Keiko
bergegas mengambil air minum dari dalam tas,
setelah selesai makan dan beberapa lama kemudian
mama aku menjemput. Setelah sampai di rumah, aku
langsung bergegas mandi lalu tidur,beberapa jam
kemudian aku merasakan sakit di perutku dan segera
ke toilet untuk buang air besar, tetapi aku melakukan
nya berulang kali setiap 30 menitan

“ De, kenapa kamu bolak balik ke toilet terus


sih?” kata mamaku.
”Aku tadi sakit perut mama karena makan
makanan pedas yang aku beli di warung dekat
sekolah, “ jawabku.

Saat kejadian itupun mamaKu memarahiku dan tidak


memperbolehkan aku jajan makanan itu lagi, lalu
mama ku memberikan ku obat sakit perut dan
mengoleskan perutku dengan minyak kayu putih.
Keesokan harinya, sakit perutku juga tidak kunjung
sembuh dan aku masih bolak balik ke toilet, sehingga
membuat mama ku khawatir, lalu mamaku
memutuskan untuk membawa ku ke dokter saja. Saat
di rumah sakit dokter mengecek perutku dan bilang
bahwa penyakit itu namanya adalah “ Kolik ” lalu
dokter menyuruhku untuk banyak makan dan istirahat
serta memberikanku obat antibiotik.

Kenangan Masa Kecil | 23


Hari-hari terus berlalu,aku pun sempat tidak
masuk sekolah selama beberapa hari, aku terus
meminum obat itu dengan teratur dan makan yang
banyak juga istirahat yang cukup, akhirnya sakit
perut ku sembuh setelah seminggu.

Setelah hari itu berlalu, aku pun kembali ke


sekolah dan Keiko mengajak Ku untuk membeli
makanan tersebut dan aku menolaknya, aku ingat
bahwa kesalahanKu juga memberikan dampaknya
seperti orang tua Ku yang cuti kerja untuk
menemaniKu. Dan saat itu aku tidak membeli
makanan itu lagi dan tidak mau jajan
sembarangan lagi,meskipun teman-temanKu
membelinya.

*****

Kenangan Masa Kecil | 24


Masa - Masa yang Paling
Bahagia
Daniel Einstein / 9C / 7

Pada suatu hari yang cerah ...


Aku dan kedua Orang tuaku sedang berada di
rumah sakit. Kami berada di rumah sakit karena Ibu
Saya sedang mengandung. Ayah Saya berkata, “Mas,
sebentar lagi kamu punya Adik Lho!”. Aku pun
mengangguk sambil berkata, “Iya Yah”.

Tak lama kemudian ....


Dokter pun datang ke kamar rawat, sambil
berkata “Maaf Pak, dikarenakan Istri Bapak tidak bisa
melahirkan dengan normal maka kami sarankan untuk
melahirkan secara sesar“. Mendengar Dokter berkata
itu, Ayah Saya pun terkaget-kaget.

Malamnya ...
Ayah Saya, memberitahukan berita ini kepada
Saya. Sambil berkata “Mas, Menurut Mas boleh tidak
bunda melahirkan secara sesar?” Aku yang
kebingungan pun berkata, “Sesar itu apa yah?

Masa - Masa yang Paling Bahagia | 25


Kemudian, Ayahku pun menjelaskan semuanya ...
Aku pun berkata, “Yasudah yah, Daniel
berdoa dulu kalau ini rencana Tuhan jalanin aja”
Malam itu pun aku berdoa dan sambil berkata
demikian ...
“Ya Tuhan jika Bunda ingin di sesar adalah
rencana Mu jalankan lah sesuai dengan rencana
Mu”

Keesokannya harinya ...


Bunda pun memulai di operasi oleh dokter ...
Setelah selesai operasi Bunda pun melahirkan
seorang anak bernama Jeremy,
Dia adalah Adikku satu-satunya. Bunda pun
kembali ke kamar rawat. Kami sangat senang
karena Bunda melahirkan dengan selamat ...

Aku pun berdoa kembali kepada Tuhan,


“Terimakasih ya Tuhan, atas semua berkatMu
kepada keluarga Kami”

*****

Masa - Masa yang Paling Bahagia | 26


Masa Kecil Kiara
Elvira Lay / 9C / 8

Suatu hari, ada seorang gadis kecil bernama Kiara.


Kiara berumur 6 tahun, kiara tinggal di panti asuhan
sejak balita karena orang tua kandung Kiara tidak mau
merawat Kiara. Kiara adalah anak yang rajin, dia selalu
membantu ibu panti asuhan untuk mengurus anak-anak
lain yang ada di panti asuhan, Kiara juga merupakan
anak yang rajin berdoa, dalam doa-doanya dia selalu
berharap agar Kiara bisa memiliki keluarga dan orang
tua yang baik.

Suatu hari pada saat Kiara sedang bermain


bersama teman-temannya, ibu panti asuhan memanggil
Kiara, katanya “Kiara kamu akan diadopsi oleh mereka.”
Kiara kaget karena Kiara sudah nyaman berada di panti
asuhan tetapi Kiara juga ingin mempunyai sosok orang
tua dan mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtua
tersebut. Akhirnya Kiara setuju untuk ikut mereka, orang
tua baru Kiara. Nama mereka adalah Karin dan
Jonathan, mereka adalah salah satu pengusaha terkaya
di Indonesia. Sebelum Ibu John meninggal Ibu John
berpesan agar John dan Karina mengadopsi salah satu
anak panti asuhan dan menyayangi anak tersebut
selayaknya anak kandung mereka. John dan Karina
melaksanakan pesan tersebut, lalu memilih Kiara anak
dari panti asuhan. Lalu Kiara memulai hidup baru
bersama mereka.

Masa Kecil Kiara | 27


Mereka sangat baik terhadap Kiara dan
membelikan banyak mainan kepada Kiara. Hingga
John dan Karina mempunyai anak yang bernama
Susi, 1 tahun kemudian saat Susi lahir, Kiara merasa
iri dan kesal karena dia merasa bahwa orang tua
tirinya tidak akan menyayanginya lagi karena
sudah ada Susi anak kandungnya.

Sore hari pada hari minggu Kiara, Susi, John


dan Karina sedang jalan-jalan di taman. Tiba-tiba
Kiara melihat ada seseorang memakai baju merah
dan celana hitam yang memanggil Kiara. Karena
Kiara baru berumur 7 tahun dan masih polos serta
lugu, Kiara pergi ke arah orang tersebut, karena
dia merasa bahwa Karina dan John sudah tidak
mempedulikan dia lagi, dan berharap orang
tersebut mau mengadopsi Kiara, menurut pendapat
Kiara. Lalu orang tersebut berkata,

“Hai, nama kamu siapa? Kamu mau ikut om


tidak? Jika kamu ikut om, om akan membelikan
banyak permen dan memberikan apapun yang
kamu mau.”
“Aku Kiara om, aku mau ikut om, asal om
berjanji akan kasih aku permen ya om dan om
harus berjanji agar merawat Kiara dengan baik”
jawab Kiara
Masa Kecil Kiara | 28
“Iya om janji,” kata om tersebut.

Di tengah perjalanan Kiara bertanya,

“Nama om siapa?” tetapi om tersebut hanya


mendiamkan Kiara dan tidak menjawab Kiara. Lalu
pada saat Kiara mengikuti om tersebut Kiara tersadar
bahwa om tersebut bukan orang baik karena Kiara
dibawa ke tempat yang sangat sepi, hanya ada sedikit
orang disekitarnya. Pada saat Kiara mencoba lari dari
om tersebut, om tersebut langsung menghentikan
Kiara dan berkata “Bukannya kamu mau permen ya?!
Sini ikut om!”. Lalu Kiara menangis karena om tersebut
membuat Kiara sangat ketakutan. Kiara terus berdoa
dalam hatinya, agar ada seseorang yang dapat
menolong dia. Tiba-tiba ada seorang anak laki-laki
yang mendengar tangisan tersebut hingga dia
menghampiri Kiara dan menarik Kiara untuk kabur
dari om tersebut. Anak laki-laki tersebut bernama Rey,
Rey berumur 9 tahun Rey tinggal tidak jauh dari
rumah Kiara. Pada saat itu saat Rey sedang membeli
Es krim tidak sengaja melihat Kiara yang sedang
menangis sangat kencang. Lalu Rey berusaha
menenangkan Kiara, Rey berkata ”Kiaraa.... Kamu
jangan nangis. Papa mama kamu dimana?” tanya Rey.

Masa Kecil Kiara | 29


Kiara menjawab “papa...... mama.... Kiara u-udah gak
sayang Kiara lagi semenjak ada Susi...... ja-jaadii
Kiara mengikuti om tersebut... om tersebut janji
akan membelikan Kiara banyak pel-pelmen dan
merawat Kiara dengan baik” jawab Kiara sambil
tersedu-sedu. Lalu Rey berusaha menenangkan
Kiara dan akhirnya Kiara tenang lalu berhasil
dibujuk untuk pulang. Mama dan papa Kiara
ternyata ada di rumah bersama dengan polisi,
mereka mencari Kiara karena Kiara yang tiba-tiba
menghilangkan dari taman. Pada saat Kiara
datang mereka memeluk Kiara dengan perasaan
bahagia. Lalu polisi tersebut bertanya tentang
kronologi kejadian tersebut. Lalu Kiara
menceritakan semua kejadian yang terjadi
termasuk perasaan iri dia. Karina dan John
menggeleng-gelengkan kepala, mereka tidak
pernah berpikir seperti itu, Karina berkata,
“Kiara mama dan papa sudah menganggap
kamu selayaknya anak kami sendiri, meskipun ada
Susi kamu tetap kami sayang.”
“Iya benar kata mama kamu, kami tidak akan
pilih kasih, kami menyayangi kalian berdua dengan
sepenuh hati kami, lain kali Kiara tidak boleh ikut
orang yang tidak dikenal lagi ya Kiara, untung saja
ada Rey yang pada saat itu menolong kamu.” sahut
John.
Masa Kecil Kiara | 30
“Mama Papa maafin Kiara ya karena Kiara sudah
mengkhawatirkan mama dan papa, Kiara berjanji Kiara
tidak akan pernah ikut dengan orang asing lagi. Rey
terima kasih ya, karena tadi sudah menolong aku pada
saat aku hampir diculik.” jawab Kiara.
“Iya sama-sama Kiara,” sahut Rey.

Pada saat mereka sedang berbahagia polisi tersebut


berkat…..

“Selamat atas kepulangan anak Bapak dan Ibu ya..


Kami pihak kepolisian akan berusaha untuk mencari
pelaku yang hampir menculik Kiara ini, dari ciri-cirinya
dia sama persis dengan buronan yang kabur dari penjara
dan dia suka menculik anak-anak. Nanti akan kami
kabari lebih lanjut.”
“Terima kasih Pak, semoga buronan tersebut cepat
ditemukan dan bisa untuk ditindak lanjuti dengan
pengadilan,” sahut John.

Lalu para polisi itu pun pergi meninggalkan rumah


tersebut. 3 minggu berlalu, akhirnya orang yang menculik
Kiara ditemukan, ternyata orang tersebut bernama Riki,
Riki memiliki dendam terhadap Karina dan John karena
orang yang pernah memasukkan dia ke dalam penjara
dengan hukuman 9 tahun adalah mereka. Akhirnya dia
dibawa ke pengadilan dengan tambahan hukuman
penjara yang sangat lama karena dia hampir menculik
Kiara.

Masa Kecil Kiara | 31


Semenjak kejadian tersebut Rey dan Kiara
menjadi sahabat, mereka selalu bermain bersama-
sama. Minggu depan pada hari Minggu Kiara akan
berulang tahun. Dua hari sebelum hari ulang tahun
Kiara, Kiara ditanya ingin dirayakan dimana lalu
Kiara menjawab,
“Mama papa, Kiara mau dirayakan di Panti
Asuhan boleh? Kiara kangen dengan ibu panti asuhan
dan teman-teman Kiara.”
“Tentu saja boleh Kiara.” jawab Karina.

Pada hari ulang tahun Kiara, Susi berbicara “Selamat


ulang tahun kakak Kiara” meskipun Susi ngomongnya
tidak jelas tetapi yang pasti Susi mengucapkan
kalimat tersebut. Kiara bersama dengan keluarganya
pergi ke panti asuhan dan mereka disana bersenang-
senang, mereka tertawa bahagia bersama. Kiara
sekarang dapat merasakan kasih sayang yang besar
dari orang tua tersebut.

Dari pengalaman tersebut, Kiara belajar sesuatu


bahwa kita tidak boleh percaya pada orang yang baru
kita kenal dan kita tidak boleh merasa iri kepada
orang lain. Kiara percaya bahwa Tuhan pasti akan
mengutus seseorang untuk menolongnya dalam
kesulitan, karena Tuhan selalu membantu orang-orang
yang membutuhkan bantuan.

*****
Masa Kecil Kiara | 32
Merayakan Hari Natal
dan Tahun Baru
Enjel Ra'bung / 9C / 9

Saat aku masih TK aku tidak mengetahui apa itu Hari


Natal, dan aku bertanya kepada mama ku "Ma, hari
Natal itu apa si ?" mama ku pun menjawabnya "Nak, hari
Natal itu adalah momen perayaan di mana Yesus Kristus
telah lahir ke dunia. Seluruh umat Kristiani pergi ke
gereja untuk merayakan hari Natal, saat menyambut
Natal, umat Kristiani tak lupa mempersiapkan segala
sesuatunya dengan detail, mulai dari dekorasi rumah
yang cantik, acara tukar kado sampai sajian kue kering
yang enak" ucap mamaku. Saat mendengar kata kata
dari mama ku, aku pun tau apa itu hari Natal, dan aku
makin tidak sabar menyambut hari Natal yang akan
datang.

Saat aku masih TK, sekolahku lebih dahulu merayakan


Natal bersama dengan teman teman sekelas dan para
ibu guru. Aku pun langsung memberitahu kepada mama
ku kalau di sekolah ada perayaan Natal bersama dan
aku disuruh pakai baju bebas yang bernuansa merah dan
hijau. Aku juga disuruh membawa makanan tradisional
untuk dimakan bersama dengan teman teman di kelas.

Merayakan Hari Natal dan Tahun Baru | 33


Setelah memberitahu tentang Natal yang diadakan
di sekolah, mama ku dan aku langsung membeli dress
berwarna merah dan juga sepatu hitam untuk ku pake
saat acara nanti. Dan tak lupa mama ku pun mencari
makan tradisional yang ku suka yaitu lemper, onde
onde, dan masih banyak lagi. Sampai dirumah aku
langsung mencoba dress dan sepatu hitam yang
mama dan aku beli, dan ternyata saat aku liat di
kaca, aku sangat kaget melihat diri ku yang lucu, dan
imut mengenakan dress merah itu.

Hari yang ku tunggu tunggu pun datang, aku dia


antar ke sekolah dan sampai di sekolah dengan
menggunakan dress berwarna merah, bertemu dengan
teman teman ku dan saling mengucapkan Selamat
Hari Natal. Setelah itu, aku mengikuti misa di sekolah
bersama teman-teman ku. Selesai misa, aku kembali ke
kelas untuk menaruh makanan tradisional ku di atas
tampah besar dan saling tukar menukar makanan
tradisional tersebut. Acara berikutnya aku kembali ke
hall utama dan acara ini dipimpin oleh ibu guru.
Secara tiba tiba ada sebuah badut besar, yang
menggunakan jas, celana dan topi berwarna merah,
memiliki rambut dan jenggot putih, memakai sepatu
hitam, dan juga badut itu membawa sebuah karung
besar di punggung nya.

Merayakan Hari Natal dan Tahun Baru | 34


Saat melihat badut itu aku sangat penasaran siapa
nama badut itu. Aku pun bertanya kepada ibu guru "Bu
siapa nama badut itu?” Guru ku pun menjawabnya "Badut
itu namanya Santa Claus.” Setelah selesai bertemu dan
bernyanyi bersama Santa Claus, aku masuk kelas dan di
kelas aku diberi bingkisan snack dan juga boneka Santa
Claus. Aku pun bertemu dengan mamaku, menunjukkan
senyuman bahagia sambil memperlihatkan bingkisan
yang aku dapatkan. Sepanjang jalan pulang aku
menceritakan semua yang telah aku lakukan di acara
Natal di sekolah, mama ku mendengar nya dengan
sangat senang dan mama aku bilang "wah, seru ya
acaranya,” aku pun menjawab "Iya dong ma, seru banget!”

Setelah selesai melakukan perayaan Natal di sekolah,


mama ku memberitahuku bahwa aku akan libur sekolah
dalam rangka menyambut Hari Natal dan Tahun Baru.
Selama libur aku diajak orang tuaku untuk membeli
pohon natal beserta perhiasan dan manik manik untuk
menghiasi pohon natal. Ayah aku juga membeli kaset
yang isinya lagu lagu Natal untuk mengiringi Hari Natal
yang akan tiba. Saat sampai dirumah, aku dan orang tua
ku mulai merakit pohon natal dan menghiasnya dengan
manik manik yang indah, hampir selesai tinggal menaruh
bintang di bagian atas pohon natal. Aku pun meminta
ayah ku untuk menggendong ku untuk memang bintang
itu. Berikutnya, aku menaruh boneka Santa Claus yang
kudapat dari sekolah di bawah pohon natal ku.

Merayakan Hari Natal dan Tahun Baru | 35


Malam Natal pun tiba aku dan keluargaku pergi ke
Gereja untuk mengikuti perayaan ekaristi malam Natal.
Saat datang ke gereja aku sangat kaget melihat banyak
sekali lampu warna warni mengelilingi sebuah pohon
natal yang sangat besar. Pulang gereja aku pun meminta
ayahku untuk memfoto ku bersama pohon Natal yang
besar itu. Sepanjang perjalan pulang ke rumah aku terus
memikirkan hari Natal tersebut, aku tidak sabar untuk
merayakan Natal bersama dengan keluargaku. Sampe
rumah mama ku lanjut memasak makanan untuk hari
Natal. Aku dan ayah ku membantu merapikan meja untuk
menaruh kue kue kering yang telah mama ku beli.

Hari Natal pun tiba hati ku sangat senang dan


bahagia sekali. Pagi hari aku tak lupa untuk
mengucapkan Selamat Hari Natal kepada kedua orang
tuaku. Siang harinya aku, mama, dan ayahku datang
mengunjungi keluarga ku yang lainnya untuk
bersilaturahmi dan merayakan Natal bersama. Aku dan
saudara ku yang lainnya bermain bersama, nyanyi lagu
natal bersama, makan bersama. Saat kumpul keluarga itu
aku juga mendapatkan angpao yang berisi kan uang.
Setelah acara Natal di rumah keluarga besar ku selesai
aku pun langsung pulang kerumah dan sampai dirumah,
aku tertidur nyenyak karena kecapean bermain bersama
saudara ku yang lainya.

Merayakan Hari Natal dan Tahun Baru | 36


Cerita ku belum selesai sampai situ. Libur Natal
tahun berikutnya saat aku SD, aku, adik, mama dan
ayah ku. Pergi pulang kampung ke Toraja, Sulawesi
Selatan. Di sana aku merayakan Natal dan Tahun
Baru bersama dengan nenek ku, bapak tua, mama
tua dan saudara saudara ku. Beberapa hari
kemudian Natal tiba aku dan keluarga besar pergi
ke gereja, pulang gereja aku dan keluargaku
berkunjung ke rumah tetangga keluarga mama ku
dan keluarga ayah ku untuk mengucapkan selamat
Hari Natal.

Hari berikutnya aku pergi jalan jalan ke patung


Tuhan Yesus tertinggi di Toraja. Di sana ramai sekali
orang berkunjung, aku dan keluargaku jalan jalan
mengelilingi tempat wisata tersebut dan tak lupa
aku pun foto foto di dekat patung Tuhan Yesus.
Karena sudah lelah aku pun turun kebawah untuk
naik ke mobil dan pulang kerumah.

Beberapa hari kemudian aku melanjutkan hari


hari di kampung ku dengan merayakan Tahun Baru
bersama. Aku menyalakan petasan, kembang api,
setelah itu aku masuk kerumah untuk makan
masakan utama di Tahun Baru waktu itu yaitu Mie
Ayam, suara kembang api pun makin banyak
terdengar, aku memfoto beberapa kembang api
yang meletus di langit.

Merayakan Hari Natal dan Tahun Baru | 37


Sangat disayangkan libur Natal ku harus berakhir.
Aku pun harus pulang ke Jakarta untuk melanjutkan
sekolah ku. Sebelum pulang aku memeluk semua
anggota keluarga besar ku dan mengucapkan banyak
banyak terimakasih karena bisa merayakan Natal
dan Tahun Baru bersama.

Hari Natal dan Tahun Baru menjadi kenangan


masa kecil ku yang indah karena aku bisa merayakan
Natal dan Tahun Baru bersama teman-teman dan
keluarga besar ku dengan penuh sukacita.

*****

Merayakan Hari Natal dan Tahun Baru | 38


Gadis Kecil yang
Baik Hati
Erin Dyandra / 9C / 10

PROLOG

Memiliki teman yang baik dan tulus tidaklah


mudah. Terkadang, ada banyak teman yang ingin
berteman dengan kita karena suatu alasan. Bahkan,
jika kita hanya diam dan berusaha menjadi teman
yang baik kepada orang lain, bisa saja orang lain
berbuat jahat kepada kita tanpa sebab. Bisa saja
mereka terlihat sangat manis diluar, ternyata sering
membicarakan mengenai hal yang buruk dibelakang.
Nah, pernahkah kalian mendengar atau melihat aksi
bullying? Saya yakin, kata ini sudah tidak asing lagi.
Terang saja, mata sebagai indera penglihatan itu
begitu sensitif dan sering mengakibatkan seseorang
memandang remeh, bahkan dari segi fisiknya saja.
Maka dari itu, kita harus bijak dan berhati-hati ketika
berteman. Jika tidak, kita akan menjadi boneka tali
yang akan dibuang jika sudah rusak oleh sang
pemain.
Berhati - hatilah Dengan Tindakanmu

Gadis Kecil yang Baik Hati | 39


“Hai, boleh aku berkenalan denganmu? ” Suatu
hari, ada seorang gadis bernama Dahlia. Dia memiliki
tubuh yang sangat kecil dibanding dengan teman-
teman sebayanya. Bahkan saat membeli seragam
sekolah, rok yang ia kenakan menyentuh lantai,
meskipun itu sudah ukuran yang paling kecil. Dahlia
merupakan anak yang sangat baik hati dan selalu
tersenyum. Dia sering bermimpi bahwa nantinya ketika
besar, ia ingin menjadi seorang putri dan mengenakan
gaun berwarna merah muda.

Hari ini, tepatnya tanggal 18 Juli tahun 2013,


merupakan hari pertama Dahlia memasuki sekolah
dasar. Sepertinya Dahlia baru berumur 5 tahun. Dahlia
sangat gugup untuk memasuki kelas, maka Ibu pun
mengantarnya. “Ibu, aku sangat gugup. Aku takut
tidak memiliki teman di sini,” ucapnya kepada sang
Ibu. Namun Ibu tersenyum dan mengusap kepala
Dahlia sambil berkata, “Dahlia sayang, jangan
khawatir, kamu akan bertemu dengan banyak teman
baru yang juga merasakan hal yang sama, maka kamu
harus berani.” Dahlia kemudian tersenyum dengan hati
yang lebih tenang dan melambai ke Ibunya sambil
berjalan ke arah kelas 1 SD. Sesampainya di kelas,
Dahlia menatap orang-orang disana dengan rasa
kurang percaya diri. Badannya yang kecil
membuatnya terlihat lemah. Dahlia duduk sendirian,
sampai akhirnya ada seorang perempuan
menghampirinya.
Gadis Kecil yang Baik Hati | 40
“Hai, boleh aku berkenalan denganmu? Namaku
Mey.” Dahlia kaget. Ia langsung berdiri dan berkata
dengan gugup, “H-hai, boleh kok. Salam kenal,
namaku Dahlia.” Mey adalah seseorang yang kalem
dan penurut. Setelah itu, perlahan-lahan Dahlia dan
Mey menjadi dekat. Suatu hari, mereka sedang
bermain di taman dan mereka melihat seorang
gadis yang juga sedang bermain sendirian.
Ternyata itu Luna, salah satu teman sekelasnya.
Saat itu, Luna sedang duduk dan bermain dengan
daun-daun. Lalu mereka menghampirinya dan Mey
berkata,
“Hey, kamu Luna ya? Kenapa bermain
sendirian saja?”
“Hehe, iya nih. Aku tidak ada teman.” balas
Luna.

Dengan semangat Dahlia langsung berkata,


“Kalau begitu, bergabunglah dengan kita!”
Luna tersenyum dan merespon,
“baiklah, ayo berteman bersama.”

Lalu mereka berdiri. Luna sedikit kaget dan


memandang Dahlia dengan tatapan mengejek.
“Wah aku tidak sangka kamu sekecil ini, hahaha.”
Dahlia sedikit terpukul, tapi ia hanya diam dan
tersenyum.
Gadis Kecil yang Baik Hati | 41
Lalu Mey langsung mengalihkan pembicaraan dan
mengajak mereka untuk bermain lari-larian
bersama. Saat bermain pun sesekali Luna suka
menertawakan Dahlia karena langkahnya sangat
kecil sehingga ia menjadi paling lambat diantara
mereka. Namun, Dahlia dan Mey menganggapnya
itu sebagai candaan. Mereka pun bermain di taman
sampai sore hari. Beberapa hari telah berlalu, dan
mereka menjadi teman dekat. Saat mereka sedang
belajar di kelas, mereka duduk bersebelahan
bertiga. Mey di kanan, Luna di tengah, dan Dahlia
di kiri. ternyata Dahlia juga merupakan anak yang
aktif dan mendengarkan guru saat pelajaran. Saat
guru melontarkan sebuah pertanyaan, satu kelas
terdiam karena mereka tidak tahu apa yang
sedang dibahas. Disitu Dahlia sangat ingin
menjawab pertanyaannya, namun karena rasa
takut dan malu, Dahlia hanya diam. Luna tahu
bahwa Dahlia mengetahui jawabannya, dari gerak-
geriknya saja sudah terlihat. Maka dengan
langsung Luna bertanya kepadanya,
“Hey, jawabannya apa?” Dahlia menjawab
dengan pelan,
“Contoh penerapan sila ke-2 pancasila itu
kurang lebih seperti menolong teman yang jatuh
dari sepeda.”

Gadis Kecil yang Baik Hati | 42


Dengan semangatnya Luna mengangkat tangan dan
menjawab,
“Menolong teman, bu!”
Lalu Bu guru berkata,
“Yap, tepat sekali Luna. Terimakasih telah
mendengarkan penjelasan Ibu.”
Dahlia merasa sedikit menyesal telah memberi tahu
jawabannya, tapi ia relakan dan justru memuji Luna.
“Kerja bagus!” Ujarnya.

Setelah beberapa bulan mereka belajar di kelas 1


SD, kursi duduk mulai diatur oleh guru, sehingga
mereka tidak bisa duduk bersama terus-menerus.
Dahlia dan Mey mulai mengetahui sifat Luna yang
ternyata heboh dan suka berisik di kelas. Lama-
kelamaan, Dahlia dan Mey terkadang tidak suka
dengan sikap Luna yang banyak bicara dan selalu
memotong pembicaraan orang lain. Tetapi mereka
tetap sabar dan berusaha menjalin hubungan baik
dengan Luna. Ternyata dibalik itu, Luna menyimpan
rasa benci kepada Dahlia. Terkadang, Luna merasa iri
kepada Dahlia karena ia pintar, dan sikap lemah
lembut serta kebaikannya membuat Dahlia disukai
para guru. Luna merasa bahwa memanfaatkan Dahlia
adalah ide bagus, anaknya polos dan pintar,
badannya juga kecil. Ia yakin kalau ia bisa membodohi
dan memanfaatkan Dahlia dengan mudah.

Gadis Kecil yang Baik Hati | 43


Ternyata tidak hanya itu, dia juga merasa
mempermainkan fisik Dahlia yang “mungil” itu bisa
menjadi candaan yang seru. Sepulang sekolah, dengan
bergegas Luna menghampiri Mey dan berkata,
“Mey, besok datang ke sekolah lebih pagi ya, aku
mau membicarakan sesuatu tanpa Dahlia. Biasalah,
Dahlia kan kalau datang mepet-mepet bel.” Dengan
bingung Mey menjawab,
“Oh, ada apa? Mengapa Dahlia tidak diajak?” Luna
melanjutkan,
“Aku mau membicarakan beberapa hal tentang dia,
pokoknya datang saja lebih pagi, oke?”

Mey merasa bersalah kepada Dahlia, tapi karena sifat


nurutnya, Mey setuju untuk itu. Keesokan harinya, Luna
langsung menghampiri Mey.
“Mey, kurasa kalau kita memanfaatkan Dahlia itu ide
bagus deh, anaknya pintar. Kita juga bisa
mempermainkan dia lho! Kita katain aja fisiknya, lagian
dia kecil begitu, mana bisa ngelawan, adanya juga
nangis.”
Mey terdiam sejenak sambil menunduk. Ia juga takut
kalau ia menolak ajakan Luna, ia yang akan disingkirkan.
Melihat ekspresi Mey, Luna melanjutkan,
“Ayolah, pasti seru ini. Nanti aku juga bisa ngajak
Alvin dan gengnya untuk mempermainkan dia, hahaha.”
Lalu Mey menghela nafas, dan dengan berat hati ia
merespon,
“Um... baiklah, aku ikut denganmu.”

Gadis Kecil yang Baik Hati | 44


Setelah itu Luna langsung merencanakan apa yang
ingin dilakukan. Jam menunjukan pukul 9 pagi, itu
menunjukan waktu istirahat. Dengan segera, Dahlia
menghampiri Luna dan Mey. Tetapi mereka
mengabaikannya. Dahlia mulai bingung, apa yang
ia lakukan sampai teman-temannya menjauh.
Sepulang sekolah, mereka memanggil dengan
sangat keras,
“DAHLIA, SINI, KAMI INGIN BERMAIN
DENGANMU!”
Dahlia kaget, karena disaat itu juga orang-orang
sedang berkerumun di pintu keluar menemui
Ibunya menjemput. Dahlia kemudian menoleh dan
keluar dari kerumunan.
“Oh, kalian. Mengapa tadi pagi saat istirahat
kalian mengabaikanku?”
Dahlia kebingungan.
“Hahaha, iyalah, siapa juga yang mau main
sama orang kaya kamu? Culun, bodoh, penakut.”
Ujar Luna.
“Iya, hahaha. Badanmu kecil gini, kaya bisa
apa aja. Mending sini deh, ke depan tangga, kita
main permainan seru.” Kata Mey melanjutkan.
Mereka memaki-maki Dahlia sambil berjalan di
depannya, sampai-sampai Dahlia mundur terus-
menerus merasa terkucilkan.

Gadis Kecil yang Baik Hati | 45


Akhirnya Dahlia berdiam di tempat dan menjawab
Mey,
“Tidak, aku tidak mau, a-aku mau pulang saja.”
sambil ketakutan.
Lalu mereka menatap sesama dan tertawa kencang.
“HAHAHA,... penakut amat sih, sini main dulu.
Gini ya, kamu berdiri depan tangga, terus tutup
matamu.” Kata mereka sambil menarik badan Dahlia
secara paksa. Dahlia yang baik hati dan penyabar itu
tidak ada pilihan lain, ia sangat takut dan bingung.
Akhirnya ia melakukan apa yang mereka perintahkan.
“1..2..3..” sambil berbisik, *BUK* suara kencang
terdengar. Suara itu berasal dari punggung Dahlia
yang didorong oleh Luna dan Mey. Dahlia terjatuh
dari tangga akibatnya hidung dan bibirnya berdarah.
Mereka tertawa kencang dan merasa asik melakukan
penindasan seperti ini. Karena ramenya kerumunan,
orang-orang tidak terlalu menyadari. Sampai akhirnya
ada guru yang berkata,
“Hey, Nak! Kau sedang apa? Mengapa kalian
mendorongnya seperti itu?” Saat itu Dahlia masih
tengkurap di lapangan batu tempat ia jatuh. Lalu
mereka seketika panik dan menjawab dengan
senyuman manis,
“Oh tidak bu, kita hanya bercanda. Kita tidak
benar-benar mendorongnya, dia hanya berpura-pura.”
Guru yang mendengar itu langsung menjawab,
“Oh, ya sudah.” dengan pelan sambil mengarah
ke Dahlia.
Gadis Kecil yang Baik Hati | 46
Seketika saat guru itu sudah pergi, Dahlia bangun dan
langsung pergi ke toilet untuk membersihkan
darahnya dengan tetesan air mata. Sedangkan Luna
dan Mey hanya melihatnya lari dan
menertawakannya. Lalu mereka pulang. Setelah ia
membersihkan diri, ia keluar dari toilet dan
kerumunan sudah berkurang. Ia melihat Ibunya
menjemput dan ia langsung berlari memeluknya.
Dahlia tidak mau mengatakan apa yang terjadi
padanya. Ibunya belum melihat muka Dahlia dengan
jelas, sampai akhirnya di rumah Ibu bertanya,
“Sayang, kamu kenapa? Ini kok luka begini
dihidungmu, dan bibirmu terlupas.” Dahlia hanya
menjawab,
“Oh, tadi aku jatuh dari tangga ma. Aku tidak
apa-apa.” Sambil tersenyum. Ibu mengelus kepala
Dahlia dan membalas,
“Anakku, tolong berhati-hati lain kali ya.” Dahlia
mengangguk.
Ternyata kejadian ini tidak hanya berlangsung sekali.
Keesokan harinya, mereka kembali menindas dan
mengucilkan Dahlia. Dahlia merasa pergi ke sekolah
itu sebuah mimpi buruk baginya. Setiap pulang
sekolah, Dahlia berjalan dengan cepat dari kelas
mendahului mereka, dan saat ia mendekati
kerumunan, ia cukup terengah-engah karena panik
akan ditarik dari belakang. Tetapi karena badannya
yang kecil, dengan mudah mereka bisa menangkap
dan menarik Dahlia.
Gadis Kecil yang Baik Hati | 47
Dan Dahlia berusaha bercerita kepada Ibunya. Tetapi
karena usianya yang juga masih sangat muda, Dahlia
bingung untuk memilih kata-kata yang baik agar bisa
diceritakan kepada Ibunya. Sehingga, Ibunya pun
tidak terlalu mengerti apa yang sebenarnya terjadi di
sekolah. Pagi itu, sebelum bel masuk sekolah, Luna
merasa tidak cukup puas dengan apa yang ia lakukan.
Lalu ia memanggil Alvin beserta gengnya untuk
membantu menindas Dahlia. Berjalan menuju kelas
rasanya sudah membuat Dahlia sangat ketakutan.
Tibalah Dahlia di depan pintu kelas, langkah yang
akan membuatnya merasa masuk ke suatu mimpi
buruk. Saat masuk, ia langsung disambut oleh Luna,
Mey, dan Alvin beserta gengnya. Dahlia berusaha
mengabaikan tatapan sinis mereka, dan langsung
mencari tempat duduk. Namun, saat ia ingin duduk,
tasnya seketika di tarik secara paksa, lalu mereka
melemparkan tas itu dan Dahlia didorong ke tengah
diantara mereka. Alvin mendorong Dahlia sampai
menempel tembok, lalu ia mengunci Dahlia sehingga
ia tidak dapat kemana-kemana. Pagi-pagi itu saja
Dahlia sudah merasa sangat stres dan takut, ia hanya
bisa meringis menerima nasibnya. “Apa kamu hah?
Datang ke kelas ini langsung duduk, gatau diri banget
ya.” *Cuahhhh...* Alvin meludahi Dahlia. Luna dan
gengnya tertawa sambil bertepuk tangan, menunjukan
rasa bangga mereka menindas Dahlia seperti tak ada
harga diri. Di saat ini, Mey mulai merasa kasihan.
Gadis Kecil yang Baik Hati | 48
Lalu Alvin membanting Dahlia ke lantai ujung
kelas, dan gengnya beserta Luna menendang-
nendang Dahlia sambil tertawa. Dahlia menderita.
Mey hanya terdiam melihat Dahlia ditindas seperti
itu. Ia tidak tahu harus berbuat apa, karena jika ia
membantu Dahlia, ia juga akan menjadi korban
selanjutnya. Tepat setelah itu, bel berbunyi dan
mereka pun berhenti dan kembali ke kursinya
masing-masing. Semakin lama, penindasan seperti
ini sudah menjadi kebiasaan bagi Luna, dan
mereka semakin senang melihat orang menderita,
dari jahat semakin jahat. Dan Luna pun merasa
puas. Tak disadari, penindasan seperti ini membuat
Dahlia semakin stres dan berdampak besar.
Weekend berlalu, saat tiba hari senin, Dahlia
menangis keras tidak ingin bersekolah, namun
Ibunya memaksa untuk sekolah. Ibunya sampai
menarik-narik Dahlia dan menyeretnya di lantai,
tapi Dahlia sangat takut dan tidak mau pergi ke
sekolah. Ibunya semakin bingung dan khawatir,
dalam hatinya ia berpikir, “Apakah yang terjadi di
sekolah seserius itu? Sampai sekarang pun saya
belum mengerti secara jelas apa yang terjadi pada
Dahlia.” Lalu Dahlia dan Ibunya pergi ke sekolah,
dan Ibunya pun menghampiri wali kelas Dahlia.
Ibunya berbicara dengan wali kelasnya secara
langsung di depan kelas bahwa anaknya dibuli
selama bersekolah. Gadis Kecil yang Baik Hati | 49
Wali kelasnya belum pernah melihat kejadian itu,
tetapi ia langsung menatap Luna, Mey, dan Alvin
sebagai pelaku sesuai apa yang diceritakan Dahlia.
Luna menatap Dahlia dengan penuh kebencian. Saat
itu juga, Mey ditanyakan oleh wali kelas, “Mengapa
kamu menuruti apa yang disuruh oleh Luna? Kamu
kan tau itu tindakan yang tidak baik.” Lalu Mey
menjawab dengan pelan, “Maaf Bu, saya takut.”
Setelah berbincang cukup lama, wali kelas berjanji
akan memperhatikan Dahlia lebih, dan bertanggung
jawab atas kejadian ini. Istirahat bel berbunyi.
“Wah, jadi kau tukang ngadu ya? Mengapa kau
harus bilang-bilang ke Ibu mu?” Luna menatap Dahlia
sambil mendorongnya perlahan, bersama Mey
dibelakangnya.
“Asal kau tahu ya, kita selalu mengikuti mu
karena kami peduli, kami ingin memperhatikanmu
setiap waktu!” Lanjut Luna.
Mendengar itu Dahlia hanya bisa diam dan menghela
nafas. Betapa sabarnya gadis ini. Luna dan lainnya
sudah mulai takut jika mereka melukai Dahlia lagi,
maka mereka meninggalkannya sendirian. Dahlia
langsung bergegas pulang sepulang sekolah. Esok
harinya, ternyata Luna sudah merencanakan sesuatu
lagi. Tapi kali ini, tipuan yang ia buat juga tidak
diketahui Mey.

Gadis Kecil yang Baik Hati | 50


“Mey, saat istirahat ayo kita minta maaf kepada
Dahlia.
Aku merasa bersalah.” Ujar Luna.
“Ayo, aku juga merasa sangat bersalah dan
kasihan,” balas Mey.
Lalu jam istirahat tiba.
“DAHLIA!” Suara panggilan terdengar kencang
saat Dahlia sedang berjalan ke kantin.
“Oh Luna, ada apa?” Tanyanya.
Meskipun Luna sudah menindas dirinya berkali-kali, ia
tetap baik hati dan tidak pernah membalas.
“Aku minta maaf” Ujar Luna.
“Iya, aku juga minta maaf.” Lanjut Mey.
“Ah, tidak apa-apa, aku maafkan kalian kok.”
Balas Dahlia hangat. Lalu Luna memeluk Dahlia, dan
Mey ikut memeluknya. Tak lama, Luna melepaskan
pelukannya dan mendorong Dahlia.
“Haha, yakali aku mau minta maaf denganmu?
Tidak akan! Lagian aku tidak pernah menganggap
kamu sebagai temanku!”
Dahlia kaget, dari hatinya tulus memaafkan, ternyata
itu semua palsu. Di saat yang sama pun Mey kaget,
Mey kira permintaan maaf yang diucapkan Luna itu
dengan tulus. Tapi Dahlia sendiri tidak terlalu terkejut.
Ia sudah mengetahui semua isi hati Luna, ia memang
seseorang yang jahat.

Kembangkan Dirimu, dan Tunjukan Itu


Gadis Kecil yang Baik Hati | 51
“Aku datang untuk melatih diri lebih kuat, dan
menjadi seorang pemberani.”
Sepulang sekolah, Dahlia sudah lelah dengan semua ini.
Ia kemudian bertanya kepada Ibunya,
“Ibu, adakah sesuatu hal yang bisa membuatku lebih
kuat dan berani? Sesuatu hal yang bisa membantuku
menghadapi orang-orang seperti mereka.” Ibunya terdiam
lalu membalas,
“Bisa saja sih, kamu ikut pelatihan bela diri. Besok
Ibu coba cari-cari tempatnya ya, sayang.” Dahlia
mengganggukan kepalanya menunjukan dirinya setuju.
Weekend tiba, dan Ibunya pun membawa Dahlia ke
tempat bela diri wushu. Disana ada banyak pedang,
tombak, dan alat perang tradisional lainnya yang berasal
dari China. Sungguh unik, tempat pelatihannya digelari
karpet merah, dan di sisi kanan tempat pelatihan ada
patung naga yang sangat besar. Lalu Ibu berbincang
dengan Sang Guru bela diri disana. Setelah berbincang
cukup lama, Guru itu bertanya kepada Dahlia,
“Apakah kamu setuju untuk mengikuti pelatihan ini?”
“Iya, aku setuju. Aku datang untuk melatih diri lebih
kuat dan menjadi seorang pemberani. Aku telah banyak
dilukai di sekolahku, akan lebih baik jika aku bisa
menghindar dan membela diriku sendiri dari orang-orang
seperti itu.” Ujar Dahlia dengan tekad. “Baiklah.” Sang
Guru tersenyum. Keesokan harinya, Dahlia mengikuti
kelas pertamanya.

Gadis Kecil yang Baik Hati | 52


Disana ia satu-satunya seorang perempuan, hal ini
membuat Dahlia sedikit tidak percaya diri. Tapi ia
yakin ia bisa berprogress dengan baik jika ia fokus.
“Hey, kamu seorang perempuan? Umurmu
berapa?” Ujar salah satu murid. Dahlia meresponnya
dengan senyuman,
“Iya, aku perempuan. Aku sekarang berumur 6
tahun.” Lalu murid itu hanya tersenyum meledek
melihat Dahlia. Disana Dahlia juga berkenalan
dengan seorang laki-laki, namanya Chibi. Anaknya
juga bertubuh kecil, sama seperti Dahlia. Kemudian
mereka mulai berlatih, dan Dahlia sangat
bersemangat. Tiba saatnya istirahat, Dahlia pergi ke
toilet. Ternyata para laki-laki yang ikut berlatih disana
ingin mempermainkan Dahlia. Mereka tidak mengunci
Dahlia di kamar mandi, tapi mereka menahan pintu
menggunakan potongan kayu yang jatuh. Setelah
selesai, Dahlia bingung mengapa pintunya tidak bisa
terbuka. Dahlia mulai panik dan meminta tolong.
“Tolong, tolong, aku tidak bisa membuka pintu!”
Teriak Dahlia.
Para laki-laki itu tertawa, dan untuk membuatnya
lebih panik, mereka memati-nyalakan lampu sambil
berkata,
“Gadis kecil, katanya kamu pemberani? Hahaha.”
Disaat itu Chibi berusaha menghentikan tindakan
mereka. Namun, tidak didengarkan. Karena itu
dengan segera Chibi melapor kepada sang Guru.
Gadis Kecil yang Baik Hati | 53
Sang Guru segera datang dan menegur para
murid-muridnya itu. Kemudian Dahlia dikeluarkan
dari kamar mandi itu, dan mereka meminta maaf.
Semenjak dari ini, Dahlia tumbuh menjadi gadis
yang kuat dan pemberani. Sekarang badannya
sangat atletis dan lentur. Dia tumbuh menjadi
gadis yang tangguh dan mandiri. Setelah lama
berlatih, akhirnya Dahlia berhasil bebas dari
penindasan Luna, Mey, dan Alvin beserta gengnya.
Ia sudah bisa menjaga dirinya lebih baik, dan tetap
tidak membalas apa yang mereka perbuat.
Kemampuannya dalam bela diri tidak membuatnya
ingin membalas dendam ataupun bersikap
sombong, melainkan ia tumbuh menjadi gadis yang
kuat.

*****

Gadis Kecil yang Baik Hati | 54


Pantai Pasir Putih
Faith Maria Netanya / 9C / 11

Matahari mulai terbit, burung berkicau


dengan merdunya. Cahaya matahari yang masuk
menghangatkan ruangan. Aku memeluk guling ku
erat- erat. Namun, suara orang menangis
bercampur dengan hentakan kaki yang tergesah
menggangu tidurku. Mata ku mulai terbuka, aku
melihat sekeliling untuk mencari sumber suara. Oh,
ternyata adikku yang menangis. Mama
menghampirinya dan membawakan nya sebotol
susu hangat. Mama mengangkat tubuhnya dan
menepuk- nepuk punggungnya sambil menyodorkan
botol susu itu. Tak lama suara tangisan itu mereda.
Akhirnya, aku dapat tidur dengan tenang. Ternyata,
tidak seperti yang di harapkan. Mamaku menyadari
bahwa aku sudah bangun, lalu ia berkata,
“Pagi ka, ayo mandi. Mama sudah siapin air”.
Uh, kesal banget! Padahal mata ku masih ingin
tertutup.
“Ayo ka, nanti keburu macet loh!” lanjut nya.
Aku baru ingat, hari ini kan mama dan papa
mengajak ku pergi ke pantai.

Pantai Pasir Putih | 55


Aku yang sebelumnya malas jadi semangat. Aku hanya
mengangguk dan turun dari kasur pergi ke kamar
mandi. Aku bergegas membasuh badan ku dan
mengganti baju ku. Aku menghampiri papa yang
sedang memasukan tas kedalam mobil. Agar lebih
cepat aku membantu memasukan tas ku. Ya, walau isi
nya hanya mainan, setidaknya membantu lah ya.

Waktu sudah menunjukan pukul 11 siang. Kami


baru sampai tempat parkir kendaraan. Ternyata,
untuk sampai ke pantai kami harus berjalan lagi
kurang lebih 500m jauh nya. “Netaa” suara riang
memanggil. Ternyata itu Felia, kaka sepupuku. Dia
juga datang ke sini untuk liburan. Dengan sangat
senang dan rasa tidak sabar kita menarik tangan
papaku untuk cepat cepat jalan menuju pantai. Kami
berjalan di depan dengan di gandeng oleh om ku.
Sedangkan mama dan papa ku menjaga adikku yang
masih bayi. Singkat cerita, kami sampai di pantai yang
kami tuju. Aku terpukau dengan keindahan pantai nya.
Udara nya sejuk walau sinar matahari cukup terik.
Banyak orang yang sedang bersenang- senang di atas
pasir yang putih. Aku pun langsung berlari ke bibir
pantai. Plung, aku lompat ke air.
“Kaka, main nya jangan jauh jauh ya,” teriak
mama ku dari pinggir pantai. Aku hanya mengangguk
kesenangan bermain air dengan sepupu ku. Tak lama
air nya mulai menyurut. Aku mengikuti air nya ke
tengan pantai.
Pantai Pasir Putih | 56
Kaka saudara ku berteriak “Jangan kesana, Net!”.
Namun aku tidak mendengar nya. Aku terus
mengikuti air itu sampai tengah pantai. Hingga
akhir nya ombak deras menuju ke tepian pantai.
Badan ku mulai tersapu ombak. Dengan sigap papa
ku berlari ke arah ku. Dia mengangkat tubuh ku
menuju ke pinggir pantai.

Mama memarahi ku karena aku tidak


mendengarkan perkataan nya.
“Kan mama sudah bilang, jangan main terlalu
jauh,” kata nya.
“Iya ka, bagaimana jika tadi kamu terbawa
ombak?” Lanjut tante ku.
Aku pun hanya bisa menangis
“maafin aku ya ma, pa aku harus nya tidak
bermain terlalu jauh,” jawab ku dengan penuh
penyesalan.
Aku dan sepupu ku pun membuat istana pasir yang
megah di pinggir pantai. Dan aku tidak bermain
terlalu jauh jika tidak ada orang tua yang
menemani.

*****

Pantai Pasir Putih | 57


Epilog
Felita Michelle Andriana / 9C / 12

Seseorang pernah berkata, bahwa jangan membaca


buku yang sama karena kita sudah pasti mengetahui
akhir dari ceritanya, entah itu baik maupun buruk.

Aku meremas rok sekolah milikku secara pelan.

Kenapa orang ini selalu salah waktu?

“Hai—juga, Luke.”
Oh kenapa aku terbata-bata secara mendadak?

Laki-laki itu tersenyum, “Tidak perlu kaku seperti itu.”

Ya Tuhan senyumnya lucu banget, matanya langsung


hilang.

Lucas memberikanku sebatang coklat, “Happy


Valentine.”

“Dare dari temanmu?” tanyaku penasaran. Ia


menggeleng singkat.

Tidak usah terlalu percaya diri, lagipula ini dalam


rangka ulang tahun ikanku,” katanya.
Epilog | 58
Aku—benar-benar ingin menghilang detik ini juga.

“Oh, makasih ya.”

Secara tidak sengaja tiba-tiba seorang siswa lainnya


menghampiri kami dan langsung merangkul Lucas
dari belakang. “Oi, dicariin ke mana-mana taunya
malah nyari cewe!”

“Hehe, maaf. Ly, aku pergi dulu ya?”


Aku mengangguk singkat.

Keduanya berbalik badan dan langsung berjalan


dengan santai, sampai aku tidak menyadari bahwa
punggung dari Lucas sudah tidak terlihat dari mataku.
Pandanganku kembali teralih kepada coklat yang
baru saja dia berikan, pasalnya ini adalah valentine
kali pertama ia memberikan coklat kembali kepadaku.

Tanpa kusadari perlahan pipiku berubah menjadi


merah dan bulat seperti tomat.

“LILIANNE TAN, BANGUN!”

Hanya mimpi.

Aku menggosok-gosok mata dengan kedua telapak


tanganku, bisa terlihat secara samar-samar sosok
mamaku yang sedang berdiri dengan salah satu sapu
di tangannya.
Epilog | 59
“Kenapa sih, Ma?” Aku menggeliat sedikit di kasur
untuk melakukan beberapa peregangan.

“Lagi sekolah online bukannya fokus malah ketiduran


terus, makanya kalau mama bilang waktunya tidur ya
tidur. Gak usah gaya-gayaan mau begadang kalo pas
pagi masih susah dibangunin kamu!” kata mama.

“Iya-iya, aku mau lanjut kelas dulu,” ucapku dengan


setengah sadar.

“Kelas apaan lagi sekarang sudah jam 3 sore?”

Lho?!

Aku langsung kembali mengaktifkan iPadku yang


sekarang dalam kondisi panas, “Kok mama gak
bangunin aku dari tadi sih?”

“Rasain aja ketinggalan pelajaran, begadang terusss!”


Dengan acuh akhirnya mama keluar dari kamarku
tanpa memberikan kalimat penenang atau nasihat
sedikitpun.

Dan benar saja, ketika aku berhasil mengakses iPad


milikku, banyak sekali notif dari aplikasi yang
digunakan untuk berkomunikasi dalam kegiatan
belajar secara jarak jauh.

Epilog | 60
7 new messages from jean kang nyembah sendok
1 new message from Miss Yena (jangan dichat, killer)
264 new messages from PANIK KO DEK🦆🦆🦆

Deg.

Seketika jantungku langsung mencelos begitu saja ketika


melihat banyak sekali pesan berdatangan dari sahabatku.

jean kang nyembah sendok🥄


last seen an hour ago

| oi
|p
| lo kmn
| oi
| EH DEMI TUHAN LO TIDUR LAGI YA?
| WOY BANGUN WOY DIPANGGIL GURU BUAT ABSEN!
| WAH PARAH LO
13.57

Miss Yena (jangan dichat, killer)


online

| Selamat siang, Lilianne Tan. Jika boleh tahu kenapa


anda tidak merespon saya saat virtual meet tadi? Kamu
juga ikut susulan karena belum mensubmit laman akhir
penilaian milikmu, segera kabari saya untuk mengikuti
susulan, terima kasih.
14.00

Epilog | 61
PANIK KO DEK 🦆🦆🦆
32 participants 7 online

catherine zhou [7X_9]


| @tanlilianne lo kemana woy dipanggil-panggil sama
miss yena gak nyautin?
13.58

kimberly evangeline [7X_23]


| kata w sih selamat ya @tanlilianne bakal kena
ceramah untuk selanjutnya
13.58

louise partridge [7X_25]


| palingan ketiduran lagi tu cewek
13.59

steve rogers [7X_29]


| lily kang turu of the year
13.59

260 unread messages

Ah jujur saja aku membenci realita ini.

Dengan menghiraukan pesan dari grup kelasku, aku


langsung menanggapi pesan yang berasalkan dari
guru bahasa Inggrisku. Aku tahu aku membuat
kesalahan besar dengan tertidur pada saat pelajaran
beliau.
Epilog | 62
“Dek, makan dulu dipanggil sama mama!” pekik
koko-ku dari luar kamar.

“Iya, Ko! Aku nyusul nanti.”

Begitu selesai menanggapi pesan-pesan digital


yang kudapat, aku langsung melepas kemeja
seragamku yang menyisakan kaos oblong sebagai
baju rumah yang biasa kupakai dan celana pendek
sepaha.

Kreek!

Drap! Drap! Drap!

Aku berjalan menuruni tangga dan langsung


berlari kecil menuju ruang makan sembari
mengantongi ponsel di kantong kecil celanaku. Bisa
ditebak bahwa hari ini mama sudah memasak
makanan favoritku untuk makan sore.

Pangsit kuah!

Xiaolongbao!

Nasi campur!

Sayur pakcoy! Epilog | 63


“Wah, enak banget keliatannya. Aku lapar jadinya,”
gumamku.

“Duduk, Ly.”

Ko Dexter menarik sebuah kursi di sebelahnya dan


dengan sigap aku duduk di sampingnya dengan
wajah berseri-seri melihat jejeran makanan di meja
makan.

“Jangan lupa berdoa sebelum makan. Dan ingat!


Tidak ada ponsel di meja makan,” kata papa.

Ting!

Semua berjalan dengan lancar, tapi aku lupa


menyalakan mode senyap pada ponselku. Pada
akhirnya secara tidak sengaja salah satu notif
datang dan berhasil memecahkan keheningan yang
ada.

“Jawabnya nanti saja, kita fokus makan dulu,” jelas


papaku.

Aku hanya bisa mengangguk kaku menanggapinya.

Setelah makan malam yang diselimuti suasana


sunyi tersebut sudah berakhir,
Epilog | 64
aku langsung kembali berlari kecil ke kamarku
untuk melihat notifikasi apa yang tadi baru saja
memecahkan keheningan.

1 more notification from lucas <3

Ah, kumohon jangan bertanya mengapa aku


membuat nama kontaknya seperti itu!

lucas <3
online

| Eh ly, mau collab konten jedag-jedug ml gak?


15.38

Deg.

Kedua ujung bibirku langsung tertarik ke atas


sehingga susunan gigi yang rata dan bagus pun
seolah kupamerkan.

Tak berselang lama aku mengiyakannya, kami


langsung masuk ke dalam game dan mengambil
beberapa tangkapan layar untuk kemudian
disunting menjadi video.

Tentu saja aku tidak lupa memberitahu Jean,


katanya ia juga turut senang denganku.
Epilog | 65
Tentu saja aku tidak lupa memberitahu Jean,
katanya ia juga turut senang denganku.

Aku tidak akan pernah menyangka bahwa rupanya


hal itu akan berlanjut. Pada akhir pekan Lucas
kembali mengajakku untuk bermain game
bersamanya lagi, tentu saja aku setuju.

Rupanya untuk seminggu kemudian, ia masih terus


mengajakku untuk bermain bersama.

"Huh, terus sekarang lo mau confess gitu?" pekik


Jean.

Aku menurunkan volume ponselku dengan harapan


agar suaranya tidak terdengar sampai keluar
kamar.

"Kata gue sih confess aja ya sekarang, karena gue


punya feeling kalo dia suka sama lo!" lanjutnya.

Benar-benar dasar bocah pemberi harapan.

"Oke deh gue chat dia sekarang, tapi gimanaaa.. Ini


antara mempertaruhkan nama baik gue tau gak
sih?" Aku mengacak rambutku singkat.

Epilog | 66
"Ah mudah, tidak perlu basa-basi yang terlalu
panjang. Cukup sampaikan dan siapkan mental jika
seandainya dia tidak memiliki perasaan yang sama
denganmu!"

Aku mendesis, "Kau kejam sekali, J!"

Akhirnya setelah perdebatan dengan diriku sendiri,


aku benar akan memberitahu Lucas mengenai
perasaanku.

Hey Luke, apa kabar? Aku harap baik-baik saja, um..


Kamu masih ingat? Dulu aku menyukaimu saat SD,
dan aku rasa perasaan ini masih sama seperti dulu.
Aku hanya berharap kamu mengetahuinya, tidak
harus membalasnya karena itu adalah pilihanmu.
Aku juga tidak akan mengambil pusing apabila
kamu tidak menyukaiku. Karena aku tahu, perasaan
seseorang itu tidak mungkin dipaksakan. Aku harap
untuk kemudian hari-harimu akan berjalan lancar,
makasih. Maaf mengganggu waktumu.

Tidak perlu menunggu waktu lama untuk mendapat


jawabannya.

1 more notification from lucas <3

Epilog | 67
lucas <3
online

| Hai lily, jujur saja aku juga memiliki perasaan


yang sama seperti kamu. tapi untuk sekarang kita
temenan aja yaa soalnya masih kecil hehehe
17.53

Perlahan senyumku muncul, kepalaku menjadi


merah bukan kepalang. Aku segera memberi kabar
kepada Jean yang ternyata responnya juga ikut
berteriak-teriak.

Kemudian harinya, aku bisa menjalani hari-hariku


dengan penuh semangat dan harapan untuk bisa
bertemu dengannya apabila pembelajaran tatap
muka sudah dilakukan.

Tapi aku tidak menyangka bahwa semua yang


sudah kuharapkan tidak terjadi seperti dengan
ekspektasi.

"Ly, tolong unfollow Lucas, unfollow dan block kalo


bisa," kata Jean.

Belum sempat berbicara, Jean kembali


memotongku. "Demi Tuhan, ini buat kebaikan lo
sendiri,
Ly!" Epilog | 68
"Oke-oke, tenang aja kali bakal gue unfollow kalo lo
kasih tau alasannya apa, " ucapku.

"Yang ada nanti lo malah nangis lagi."

Maksudnya?

Aku hanya mengikuti arahan Jean dan langsung


berhenti mengikuti Lucas pada sosial mediaku.

”Udah, selesai—kan?"

"Oke."

Aku menghembus nafas kasar dan kembali melihat-


lihat isi sosial media milik teman-temanku.

Tunggu.

Story instagram milik Elaine Chen.

"J, Lucas foto bareng sama Elaine?" tanyaku.

Jean tampak membeku dan tak bisa berkutik


sedikitpun, wajahnya berubah menjadi pucat dan
seolah bibirnya ingin mengatakan sesuatu namun
tidak jelas.
Epilog | 69
"J, please jawab!"

"Y—ya. Itu alesan kenapa gue nyuruh lo buat


unfollow dia," jawabnya.

Hatiku seolah sudah terpecah-belah menjadi


banyak kepingan yang kecil. Baiklah itu memang
terdengar dramatis sekali.

Aku menutup wajahku dan tanpa sadar air mata


mulai membasahi pipiku, bahkan bantalku.

"Hey, Ly. Lo kenapa?"

Aku tersenyum kecut. "Baru beberapa lama yang


lalu dia bilang dia menyukaiku balik. Such a
player."

Aku tidak pernah menyangka bahwa akhirnya


tetap sama. Bagaimanapun aku paham rasanya
bahwa Elaine adalah cinta pertama Lucas. Jujur
saja aku selalu iri kepada Elaine mengenai hal itu.

Cinta semasa sekolah memang tidak akan ada


ujungnya, jadi buat apa terlalu fokus dan
mementingkan cinta jika masih berstatus sebagai
pelajar?
Epilog | 70
Lebih baik mencoba hal-hal baru dan mengeksplor
banyak hal sebelum melewati tahap itu.

Aku bersumpah akan bertekad untuk melupakan


pria itu.

*****

Epilog | 71
Es Krim Stroberi
Flavia Calosa Lisandra / 9C / 13

Sabtu pagi sunyi senyap aku pergi ke teras untuk


menghirup udara dingin. Kicauan burung dari
tetangga sebelah menemaniku sambil duduk. Aku
melihat sekelompok anak kecil yang akan pergi
bermain di lapangan komplek. Tak lama kemudian
terdengarlah suara pintu terbuka, Oma datang
menemuiku.
“Sedang apa kamu disini, Vi?” Tanya Oma sambil
bergegas mengambil sapu.
“Sedang bersantai saja, Oma. Aku masih
ngantuk,” jawabku setelah menguap.
Pagi itu aku menemani Oma membersihkan teras yang
berserakan daun. Kami berbincang sambil
merencanakan kegiatan hari ini. Aku ingin sekali pergi
ke toko es krim depan komplek. Aku mau makan es
krim stroberi.
“Oma, bagaimana jika kita pergi ke depan
komplek?” Tanya aku sambil tersenyum-senyum.
“Hmm, sepertinya Oma tahu nih,” jawab Oma
sambil tertawa kecil melihatku.
Ternyata Oma mengerti maksudku. Aku bergegas
memakai sandal di rak sebelah bangku. Aku pakai
cepat-cepat karena tidak sabar pergi ke toko es krim.

Es Krim Stroberi | 72
“Vi, tolong ambilkan dompet Oma di tas
paling depan, ya. Dompet kecilnya saja, yang
satunya tidak perlu,” minta Oma sambil tertawa
kecil lantaran aku sangat bersemangat membeli es
krim.
“Yah, Oma. Aku sudah mengenakan sepatu,
nanti lantainya kotor, Oma,” jawabku sambil
hendak berdiri.
“Lepas lagi saja, Vi. Oma yang buka pintu
gerbang,” ungkap Oma sambil tersenyum melihat
aku sangat bersemangat. Aku buka lagi tali
sandalku, aku bergegas ke kamar Oma mencari tas.
Aku ambil dompet kecil lalu buru-buru ke teras
memberikan kepada Oma.
“Oma, ini kan dompetnya?’ Tanyaku untuk
memastikan.
“Iya, Vi,” jawab Oma mengambil dompet dari
tanganku. Oma segera memakai sandalnya. Aku
duduk mengangkat kaki untuk memakai sandal
bertali susah itu. Oma masih senyum-senyum
melihat semangatku.
“Ayo, Vi. Sudah siap?” Tanya Oma sambil
mengecek isi dompetnya.
“Sebentar, Oma. Ini tali sandalku terikat mati,”
jawab aku kepada Oma. Lalu Oma mendekatiku
dan menolong memperbaiki tali sepatuku.

Tali sepatuku sudah terikat rapih dan aku


Es Krim Stroberi | 73
menggandeng tangan
Oma sambil berjalan menuju toko es krim.
Sepanjang jalan kami bertemu para tetangga yang
sedang menikmati suasana pagi di depan
rumahnya. Aku juga bertemu temanku, Bianca.
Bianca sedang bermain boneka sambil disuapkan
sarapan oleh pengasuhnya.

“Halo, Via,” sapa Bianca sambil melambaikan


tangan.
“Hai, Bianca,” aku jawab sambil melambaikan
tangan juga.
“Pagi, Oma. Mau kemana ini pagi-pagi sekali?”
Tanya pengasuh Biana yang sudah lama akrab
dengan Oma.
“Ini, Mbak, cucu minta es krim,” jawab Oma
tersenyum kepadaku. Aku pun juga tersenyum
malu mengumpat di belakang Oma.
“Oh begitu. Baik, hati-hati, Oma. Salam untuk
Opa di rumah” ucap Mbak. “Iya, Mbak. Akan
kusampaikan. Aku duluan ya, Mbak,” jawab Oma.

Kami berdua melanjutkan perjalanan. Selama


perjalanan, aku penasaran dengan pengasuh
Bianca yang aku temui tadi. Aku tidak pernah
bertemunya, namun kelihatannya Oma sangat
akrab. Aku kira Bianca tidak mempunyai pengasuh
karena setiap pagi Ibunya yang menemani bermain
di depan rumah, bukan pengasuhnya.
Es Krim Stroberi | 74
Rasa penasaranku tak tertolong, lalu aku tanya Oma.
“Oma, pengasuh Bianca tadi siapanya Oma?
Keliatannya Oma sangat kenal. Tapi aku tidak pernah
bertemu sebelumnya,” tanyaku kepada Oma sambil
berjalan pelan.
“Oh iya, Vi. Kamu belum mengenalnya. Tadi itu
namanya Mbak Santi. Dahulu, sebelum kamu tinggal
di rumah Oma, Mbak Santi yang suka menolong Oma
sekitar empat bulan. Namun, Mbak Santi
mengundurkan diri karena mengurus Ibunya di
kampung. Sekarang Mbak Santi kembali lagi ke Bogor
dan berganti mengasuh Omanya Bianca,” jawab Oma.
“Oh begitu, Oma,” jawabku sambil
menganggukkan kepala mengerti cerita Oma.

Sudah setengah perjalanan, rasanya sangat jauh jika


pergi ke depan komplek dengan berjalan kaki. Tapi
Oma bilang jalan kaki di pagi hari itu sangat
menyehatkan. Sebelum tiba di toko es krim, Oma
mengajakku mampir ke warung sayur.

“Vi, kita ke warung Om Pepi dulu, yuk!” Oma


mengajak aku sambil menunjuk ke arah warung
sayur Om Pepi.
“Iya, Oma,” aku jawab dan ikut menuju ke warung
Om Pepi. Warung sayuran Om Pepi sudah
berdiri lama. Oma sudah menjadi langganan di
warung Om Pepi. Disana aku bertemu dengan seorang
ibu yang hendak pergi setelah membeli sayur.
Es Krim Stroberi | 75
Ibu itu melihatku dan mendatangi kami.
“Pagi, Oma. Tumben pagi-pagi beli sayurnya,
biasanya sore, Oma,” sapa Ibu itu kepada Oma
sambil tersenyum juga ke arahku.
“Pagi, Bu Yanti. Iya, nih. Tadi cucu minta es
krim pagi-pagi, sekalian saja saya beli sayur untuk
dimasak di rumah.” Jawab Oma.
Seketika aku malu-malu.
“Sepertinya seisi dunia akan tahu aku hendak
membeli es krim pagi ini,” bercandaku dalam hati
sambil tersenyum-senyum.
Mungkin para tetangga sedikit terheran. Oma
memang lebih sering keluar rumah di sore hari
dibandingkan di pagi hari. Biasanya Oma hanya
berjalan santai di depan teras sambil menyapu
halaman. Namun, pagi ini Oma berjalan jauh
hingga depan komplek.
“Oh seperti itu. Ini anaknya Pak Frans, ya?”
Tanya ibu itu sambil memegang tanganku dan
tersenyum.
“Iya,” aku jawab dengan nada malu-malu.
“Kamu cantik sekali, nak. Kamu mirip sekali
dengan ayahmu. Dulu ayahmu pernah bekerja satu
kantor dengan ibu. Namun, ayahmu mengundurkan
diri dan bekerja di tempat lain,” cerita ibu itu
kepadaku.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum malu-malu
karena aku baru pertama kali bertemu dengannya.

Es Krim Stroberi | 76
“Iya, Vi. Ini teman ayahmu dulu,” lanjut Oma
memberitahuku.
Aku pun masih malu-malu mengumpat di belakang
Oma.
“Waduh, ada yang malu-malu, ya,” ucap Oma
bercanda.
“Oma, saya duluan, ya. Mau masak untuk
sarapan di rumah” pamit ibu itu kepada Oma.
“Oh iya, salam untuk keluarga di rumah ya,” ucap
Oma.
Sesudah berpisah dengan teman ayah, Oma langsung
menghampiri etalase sayur.
“Vi, nanti sampai rumah mau sarapan apa?”
Tanya Oma sambil memilih sayur.
“Aku mau sop sayur bakso, Oma,” jawabku
bersemangat.
Sop sayur bakso buatan Oma sangat enak. Aku bisa
memakannya setiap hari sebagai menu sarapanku.
“Om Pepi, saya mau sop sayur dua bungkus.
Ditambah baksonya satu bungkus,” minta Oma
kepada Om Pepi.
“Oh iya, Oma, siap!” Jawab Om Pepi dengan
ramah dan bersemangat. Lalu Om Pepi langsung
membungkus dan mempersiapkannya untuk Oma.
“Terima kasih, Om Pepi,” ucap Oma sambil
memberikan uang kepada Om Pepi.
Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju toko es
krim. Lumayan jauh jarak rumah Oma ke toko es krim
depan komplek.
Es Krim Stroberi | 77
Sinar matahari pagi yang hangat menyorot
tubuhku. Berkeringatlah aku karena kepanasan. Tak
sabar aku menikmati es krim stroberi. Kesal aku
berjalan sejauh ini jika jalan kaki. Seharusnya aku
bawa sepeda saja tadi. Teriknya matahari pagi
membuat aku mengerutkan jidat. Rambutku yang
mulai basah karena berkeringat dan pipiku mulai
merah.
Akhirnya sampai juga kami di toko es krim. Kubuka
pintu dan kutatap lekat-lekat setiap etalase.
Warna-warni es krimnya, aku bingung memilih. Lalu
Oma menggandeng tanganku menuju etalase.
“Banyak sekali ya, Vi,” komentar Omaku
sambil melihat seisi ruangan. Aku yang sudah tidak
sabar langsung menunjuk es krim stroberi.
“Oma, aku mau yang itu,” ucapku sambil
menunjuk ke kaca etalase. Lalu Oma pesankan es
krim stroberi kepada pelayan.
Aku lihat pula pelayan itu mengambil wadah kecil
lalu mengeruk es krim warna merah muda.
Diberikannya kepadaku. Tak sampai tanganku
mengambil es krim dari pelayan walaupun aku
sudah jinjit, pendek tubuhku.
“Oma, tolong ambilkan aku tidak sampai”
mintaku kepada Oma. Kemudian Oma
mengambilnya untukku. Oma langsung bayar dan
menggandeng tanganku mengajak untuk pulang.
Es Krim Stroberi | 78
“Vi, itu saja, kan?” Tanya Oma kepadaku yang
sedang menyuapkan es krim.
“Oma tidak membeli es krim juga?” Aku tanya
balik.

“Tidak, Vi. Nanti Oma diabetes,” jawab Oma.


Setelah itu kami langsung meninggalkan toko es
krim. Oma membuka pintu dan melangkah keluar.
Aku tidak menggandeng Oma karena tanganku
sibuk memegang cup es krim dan sendok. Tak lihat
aku jika ada dua anak tangga. Saat aku melangkah
keluar dan menapakkan kaki, tak sadar jika aku
langsung melangkah ke anak tangga terendah. Aku
terpeleset dan jatuh. Oma yang sudah lima langkah
di depan langsung berbalik dan panik melihat aku
tergeletak di tangga. Aku menangis dan tumpah
pula es krim ku. Pelayan yang melihat dari dalam
toko hendak menolongku sambil membawa tisu
basah untuk membersihkan kakiku yang kotor.
Untung saja tidak ada luka, hanya lecet.
“Ya ampun, sayangku. Via. Bagaimana kau
bisa jatuh, nak?” Tanya Oma dengan nada panik.
Aku yang masih menangis hanya bisa menggeleng-
gelengkan kepala. Oma dan pelayan toko hendak
membantuku berdiri dan memastikan jika aku tidak
apa-apa.

Es Krim Stroberi | 79
Aku masih menangis kencang karena es krim ku
terjatuh. Kemudian Oma mencoba menenangkanku.
“Cucu sayangku, Via. Sudah ya, tidak perlu
menangis. Kita beli lagi es krim nya, ya,” ucap Oma
sambil mengusap air mataku.
Kemudian bersama pelayan toko menuntunku
duduk di depan etalase. Oma langsung pesankan
lagi es krim untukku. Namun pelayan itu juga
memberikan satu buah permen lolipop. Aku
mendengar mereka bercakap-cakap.
“Oma, ini permen lolipop untuk si adik,” ucap
pelayan itu sambil tersenyum kepadaku. Kemudian
Oma menerima dan memberikannya kepadaku.
“Adik sudah tidak perlu menangis lagi, ya.
Harus kuat,” kata pelayan itu dengan sangat
ramah.
“Terima kasih, Kak,” kataku sambil tersenyum
lebar dan melambaikan tangan mengucapkan
selamat tinggal.
Lalu Oma langsung menggandengku agar tidak
terjatuh lagi.
“Terima kasih, Mbak, kami duluan,” ucap Oma
hendak membuka pintu.
Senang hatiku bisa mendapatkan es krim kembali,
ditambahkan aku diberikan permen gratis. Seakan
aku tidak peduli lagi akan sakit habis terjatuh.
Es Krim Stroberi | 80
“Sayangku, Via. Lain kali perhatikan
langkahmu saat berjalan ya, Nak. Jangan sampai
terjatuh lagi,” nasehat Oma.
“Iya, Oma,” jawabku sambil tersenyum.

*****

Es Krim Stroberi | 81
Lampau
Gloria Tri Rara / 9C / 14

Halo semuanya perkenalkan nama ku Gloria Tri Rara.


Aku seorang siswi yang duduk di kelas 9 SMP, dan
bersekolah di SMP Regina Pacis Bogor. Dan disini aku
ingin menceritakan tentang masa kecil ku.

Aku anak ketiga dari 3 bersaudara alias bontot.


Mama ku diberikan kesempatan mengandung
sebanyak tiga kali. Dan aku memiliki dua orang kakak
yaitu Natadona dan Indah. Aku lahir pada tanggal 2
Mei 2008 di Bogor. Saat itu air ketuban mama ku
pecah dan akhirnya aku harus cepat cepat
dikeluarkan dari perut mama ku dengan cara operasi
caesar, setelah aku dilahirkan kedunia ini ternyata aku
harus pasang infus karena aku meminum terlalu
banyak air ketuban itu. Akhirnya setelah sekian lama
aku di rumah sakit akhirnya aku diperbolehkan pulang
untuk bertemu dengan tante dan om ku, pasti banyak
nih tante tante ku yang berebut untuk
menggendongku HEHEHEHE tapi bener ga sih? 6
bulan berlalu sudah saatnya mulai Mpasi (Makanan
Pendamping Asi), yang dulunya hanya bisa minum ASI
sekarang sudah bisa merasakan berbagai makanan
yang sehat.
Lampau | 82
Dulu mamaku pernah cerita dia bilang kayak gini
“Tau ga sih dulu Mpasi kamu pas umur 1 tahun
mama suka kasih cabe rawit.”
“Hah emang iya mah,kenapa gitu?’’ Jawabku
dengan kebingungan
‘’Iya supaya nafsu makannya tinggi’’ Jawab
mamaku
Pantes aja sekarang doyan banget pedes
HAHAHAHA. Saat aku umur 7 tahun saat aku
masuk ke TK, dulu sebelum masuk ke kelas pasti
aku keluarkan jurus ku, yaitu nangis. Ga tau kenapa
ya sebelum masuk ke kelas ga afdol gitu kalau
nangis, abis masuk ke kelas aku tuh ga mau duduk
jadi aku berdiri aja kaya patung, akhirnya setelah
aku capek baru aku duduk. Saking ga mau di
tinggal mama aku biasanya mantau mama dari
kaca aku liatin.
“Ada mama ga yah?’’ Melihat sekitar dengan
wajah panik ku.
“Mama mana?’’ Tanyaku sambil kebingungan.
Kalau ga ada mama disitu beribu ribu pertanyaan
kulanturkan kepada guruku.
“Ibu guru mama kemana yah?’’ Tanya ku
kepada guru ku
Alasan guru ku pasti selalu bilang mama lagi
kepasar, kebetulan depan sekolah ku itu persis
pasar.
Lampau | 83
Mama ku pernah bilang kaya gini kalau dulu
aku pernah narik temen ku yang cowok dan aku
kasih tau ke mama ku.
“Mah liat deh ini suami aku,” Sambil senyum
menatap ke arah mamaku.
Mama ku pun tertawa sambil menatap ku di balik
kaca kelas ku. Tapi menurut kalian masa kecil itu tu
adalah masa yang paling indah ga si kayak hidup
kita tuh tenang banget kayak kerjaannya bangun,
makan, mandi, sekolah, main, tidur, itu aja terus
yang dilakuin tiap harinya. Semenjak umurku 7
tahun aku sudah mulai berani untuk bermain
sepedah roda 2. Saat itu aku bermain sepedah
bersama papa ku dan dulu aku sangat kesal
mengapa sepedah ku lebih kecil dan sepeda papa
ku lebih besar dari sepedaku.
“Pah kenapa sepeda ku lebih kecil dari sepeda
papa,” sambil menatap papa ku dengan ekspresi
kesal.
“Kan papa badannya lebih besar dari badan
kamu,” jawab papaku.
“Aku boleh nyobain sepeda papa ga?”
Tanyaku.
“Jangan kaki kamu belum sampai,” jawab
papaku.
Sambil menunggu papaku masuk kedalam rumah,
aku memberanikan diri ku untuk
naik sepeda papa ku dan berkeliling di perumahan
Lampau | 84
bersama kakaku.
“Yey akhirnya aku bisa naik sepedah papa’’
Sahutku.
“Awas loh ra nanti kamu jatuh nanti aku lagi
yang di salahkan papa’’ Jawab kakaku
“Apa sih orang ga bakal jatoh,” jawabku.

Karna sepeda papa ku yang begitu tinggi sehingga


kaki ku tidak sampai untuk kakiku menyentuh
tanah dan aku tidak melihat ada polisi tidur, saat
itu aku sedang melaju kencang. Akhirnya aku
terjatuh dan ternyata kepalaku duluan yang
terbentur aspal
“ARGHH sakit banget, tolong!!” Sahut ku
sambil merintih kesakitan.
“Tuh kan, jadinya jatuh kan tadi sudah
diberitahu jangan naik sepeda papa,” jawab
kakakku sambil marah.

Langsung kakakku bergegas dengan cepat


membantuku untuk bangun dan membawa ku
pulang kerumah. Sesampainya dirumah kakakku
langsung mengadu ke papa dan mamaku.
“Pah, si Rara jatuh dari sepedah di atas,”
Sahut kakakku.
“Lah kok bisa si?’’ Tanya papaku dengan muka
kebingungan.
“Iya, dia naik sepeda papa,” jawab kakakku.
Lampau | 85
“Astaga, kan papa bilang jangan naik sepeda
itu kan jadinya jatoh,udah tau itu sepedanya
tinggi,” jawab papaku dengan raut muka yang
panik.
“Kan namanya juga coba,” jawabku. Setelah
kejadian itu aku udah ga boleh lagi main sepedah.
Namanya juga anak anak ya, ga jauh tuh dengan
rasa ingin tahu yang tinggi.

Sore hari mamaku dan aku pergi ke rumah


bu Salma yang menjual berbagai Tupperware, pasti
ibu ibu kalau udah liat Tupperware matanya bakal
seger HAHAHAHA. Disitu mamaku langsung
menanyakan harga Tupperware itu kepada ibu
Salma.
“Bu Salma botol minum yang ini berapa ya’’
Tanya mamaku.
“Itu harganya 90 ribu bu,” jawab Ibu Salma.
Ternyata Ibu Salma memiliki anak bernama Salbi,
dan kebetulan waktu itu aku belum punya teman,
Ternyata Salbi ingin mengajakku bermain bersama.
Mulai dari situ akhirnya kita berteman baik dan
sering bermain sampai sekarang. Sore hari Salbi
dan Allena mengajakku untuk bermain petak umpet
bersama kakakku.
“Rara, Indah! Main petak umpet yuk bersama
aku dan adikku’’ Tanya Salbi dengan semangat.
Lampau | 86
“Ayo, sabar ya aku panggil kakakku dulu.’’
Ucapku sambil terburu buru. Setelah itu aku
bersama sama Salbi,Allena, dan kakakku bergegas
ke taman bermain.Sesampainya di taman bermain
kita langsung bermain petak umpet.
“Hompimpa alaium gambreng,” bersama-sama
kami ucapkan senandung itu dengan semangat.
Ternyata yang menghitung adalah Allena dan yang
bersembunyi adalah aku, Salbi, dan Indah.
“Yah aku lagi yang jaga,” keluhnya.
“Yaudah kamu hitung ya na,” sahutku.
Beramai ramai aku,Salbi, dan Indah untuk mencari
tempat untuk mengumpat.
“1,2,3,4,5,6,7,8’’ Ucap Allena sambil menutup
mata.
“Sttt diem ya jangan bersuara,” ucapku
kepada Salbi dan Indah.
Disaat itu Allena sibuk mencariku…
“Dimana ya Rara,Salbi, dan Indah,” tanyanya
sambil kebingungan.
Aku, Salbi, dan Indah berlari untuk ke tempat
dimana Allena menghitung. ‘’Hong’’ Ucapku sambil
ngos-ngosan. Dan ternyata bermain petak umpat
menguras tenaga yang banyak ya, dan waktu
sudah mulai maghrib kalau kata orang dahulu kita
sudah tidak bisa bermain petak umpat lagi karena
bisa diculik oleh wewegombel. Ga tau itu benar atau
Lampau | 87
hanya mitos. Sesampainya di rumah aku langsung
bergegas untuk mandi karena keringat sudah
bercucuran membasahi badan ku. Sehabis mandi
aku langsung belajar.

Keesokan harinya aku langsung pergi


kesekolah bersama Indah. Sesampainya disekolah
aku menuju ke kelas ku dan langsung
mengeluarkan alat tulis dan buku ku, bel pun
berbunyi sangat keras. ‘KRINGGGGGGGG’’. Jam
sudah menunjukkan 7:30 AM waktunya memulai
pembelajaran pelajaran yang pertama itu adalah
matematika. Setelah pembelajaran pertama kami
langsung istirahat, aku membawa bekal hari itu jadi
aku tidak usah mengeluarkan uang untuk membeli
makanan di kantin. Tiba tiba Jessica
menghampiriku kemejaku. Jessica adalah teman
baikku di sekolah.
“Ra, kamu bawa apa?’’ Ucap Jessica.
“Hi Je, aku bawa nasi dengan ayam goreng,
kamu bawa apa Je?” Tanyaku.
“Aku bawa mie goreng Ra,” jawabnya.
Setelah istirahat kita langsung memulai
pembelajaran lagi.
“Je kamu udah nyatet Bahasa Indonesia?’’
Tanya ku.
“Aku udah, kamu? Jawabnya.
“Aku belum nih,” jawabku. Lampau | 88
“Oh ya sudah cepetan kerjain,” ucap Jessica.

Jam sudah menunjukkan pukul 13.00 dan saatnya


untuk pulang. Di perjalanan pulang, kami saling
bercengkrama satu sama lain. Kami bercerita tentang
kegiatan yang akan kami isi di liburan natal
menjelang. Jessica mengatakan bahwa ia dan keluarga
akan pergi liburan ke berbagai daerah di Pulau Jawa
ini.
“Kalau kamu liburan kemana ra?” Tanya Jessica.
“Aku dan keluarga memiliki niat untuk berlibur di
kampung halaman, tepatnya di Toraja,” jawabku.
Setiap hari aku selalu melihat angka di kalender.
“ Duh, lama banget sih tanggal 20 nya.” ucapku dalam
hati. Hari demi hari pun telah saya lewati dengan
perasaan yang menunggu - nunggu. Tibalah saatnya,
19 Desember 2021. “Wah tak terasa, besok aku dan
keluarga siap pergi ke Toraja nih,” ucapku dalam hati.
Disitu perasaanku senang bukan kepalang. Dengan
ekspresi yang sangat gembira aku pun memulai untuk
membereskan barang - barang yang akan aku bawa
ke Toraja.

Kita menempuh waktu selama 2 jam dari Jakarta


ke Makassar dengan menggunakan pesawat terbang,
aku biasa di pesawat lebih memilih untuk duduk di
bagian kaca karena aku bisa melihat awan-awan yang
indah. Sesampainya di Makassar keluargaku memilih
untuk tinggal di Makassar dulu 1 hari, dan
memutuskan untuk pergi ke Toraja subuh subuh.

Lampau | 89
“Besok kita jalan ke Torajanya jam 2 subuh ya,”
ucap papaku.
“Kenapa pagi buta sekali?” Tanyaku.
“Supaya kita sampai di sana tidak malam sekali,”
jawab papaku.

Keesokan harinya kami siap-siap untuk pergi ke


Toraja. 8 jam lama nya untuk kita menempuh
perjalanan. Bukit-bukit yang membentang dan cuaca
yang sejuk memberikan sensasi yang sangat nyaman.
Sesampainya di Toraja keluarga ku memilih untuk
tinggal satu hari di rumah nenekku alias mama dari
mamaku. Keluargaku disambut hangat dengan orang
orang disana, dan mereka sangat baik kepada
keluargaku. Disana aku diajarkan untuk hidup mandiri
karena disana kita tidur tidak menggunakan AC lebih
menggunakan AC alami.Pagi hari Ines mengajakku
untuk pergi ke kebun nenekku disana ada banyak
sekali macam sayuran.
“Rara, ikut aku ke kebun yuk!” Ucap ines.
“Ayo!” Jawabku dengan semangat.
“Sayurnya ingin dibuat apa ines?” Tanya ku.
“Aku hanya disuruh mamamu untuk mengambil
sayur di kebun, kalau kamu menanyakan untuk diolah
apa itu lebih baik kamu tanya mamamu deh,” jawab
Ines sambil memetik sayur.
Karna sudah cukup juga sayurnya, kami cepat cepat
bergegas untuk pulang kerumah karena babi nya Ines
belum di kasih makan.
Lampau | 90
“Besok kita jalan ke Torajanya jam 2 subuh ya,”
ucap papaku.
“Kenapa pagi buta sekali?” Tanyaku.
“Supaya kita sampai di sana tidak malam sekali,”
jawab papaku.

Keesokan harinya kami siap-siap untuk pergi ke


Toraja. 8 jam lama nya untuk kita menempuh
perjalanan. Bukit-bukit yang membentang dan cuaca
yang sejuk memberikan sensasi yang sangat nyaman.
Sesampainya di Toraja keluarga ku memilih untuk
tinggal satu hari di rumah nenekku alias mama dari
mamaku. Keluargaku disambut hangat dengan orang
orang disana, dan mereka sangat baik kepada
keluargaku. Disana aku diajarkan untuk hidup mandiri
karena disana kita tidur tidak menggunakan AC lebih
menggunakan AC alami.Pagi hari Ines mengajakku
untuk pergi ke kebun nenekku disana ada banyak
sekali macam sayuran.
“Rara, ikut aku ke kebun yuk!” Ucap ines.
“Ayo!” Jawabku dengan semangat.
“Sayurnya ingin dibuat apa ines?” Tanya ku.
“Aku hanya disuruh mamamu untuk mengambil
sayur di kebun, kalau kamu menanyakan untuk diolah
apa itu lebih baik kamu tanya mamamu deh,” jawab
Ines sambil memetik sayur.
Karna sudah cukup juga sayurnya, kami cepat cepat
bergegas untuk pulang kerumah karena babi nya Ines
belum di kasih makan. Selama perjalanan pulang kami
Lampau | 91
saling bertukar cerita sambil mengeluarkan lelucon
lelucon yang garing. Sesampainya dirumah aku dan
Ines langsung menuju ke kandang babi Ines dan
memberikannya makanan. Keesokan harinya aku
diajak oleh ayahku untuk kerumah uttuku atau kakek
dari ayah ku, aku biasanya memanggilnya uttu.
Sesampainya disana aku langsung menemui uttu
untuk memberikan oleh oleh yang ku bawakan dari
Jakarta.
“Uttu aku membawakan kalian berdua oleh oleh
dari Jakarta,” ucapku sambil memberikan oleh-oleh.
“Terimakasih aku ucapkan kepadamu ya,” ucap
kakek dan nenekku dengan senang.
Besok sudah tanggal 25 Desember dimana itu adalah
hari yang kutunggu, yaitu natal. Aku sangat senang
pada saat natal karena aku bisa bertemu dengan
keluargaku. Selanjutnya kita beramai ramai untuk
pergi ke gereja untuk mengikuti misa natal.

*****

Lampau | 92
Kuning adalah Warna
yang Hilang
Janice Alicia B / 9C / 15

Pada suatu hari, terdengar suara dari seekor


kucing di depan rumahku dan terdapat 1 kucing
kuning. “Bu! Ada kucing bu di depan!” Aku berteriak,
berharap ibuku mendengar dan tidak lama ibuku
keluar dan melihat kucing tersebut. “Kucing milik siapa
ya?” Ibuku menjawab.“Kurang tau deh bu, tapi dia
kurus sekali,” aku menjawab. “Ibu ada makanan kucing
sebentar,” dan ibuku pergi untuk masuk ke dalam
rumah. “Ini ya, dimakan,” ibuku pun keluar dan
memberi makan ke kucing tersebut. Tiga bulan
kemudian pun kucing tersebut masih di depan rumah
kita dan kita sudah sepakat untuk mengadopsi kucing
itu.
“Namanya apa ya bu?” Aku bertanya.
“Kalau Tomy bagaimana?” Ibuku menjawab.
“Boleh banget bu!” Aku sepakat.
“Tomy, sini! Kita ada makanan buatmu,” kataku.
Ibuku dan aku sedang memberi makan Tomy dan kita
membawa 1 kamera untuk mengambil beberapa foto
dari Tomy. “Lihat sini Tomy!” Ibuku berkata dan Tomy
pun menengok seperti ia mengerti apa yang
dikatakan ibuku.
Kuning adalah Warna yang Hilang | 93
Kita sangat senang memiliki Tomy dan Tomy juga sangat
senang memiliki kita.
“Bagus banget fotonya bu,” aku berkata.
“Pastinya, siapa yang foto hehe,” jawab ibuku. Pada
malam hari itu saya tertidur nyenyak, begitu juga seluruh
keluargaku sampai keesokan harinya. Aku terbangun dan
bersiap siap untuk bermain dengan Tomy, tetapi Tomy
tidak ada.
“Bu! Tomy kemana ya?” Ucapku sambil terbingung,
biasanya saat aku keluar Tomy selalu berlari dan masuk
ke dalam rumah. Ibuku juga sedikit bingung kenapa Tomy
tidak ada di depan rumah kita hari ini tetapi Ibuku
berpikir positif.
“Mungkin Tomy sedang mencari makan di tempat
lain,” ucap ibuku dan aku pun setuju dengan dia.
Sudah beberapa minggu Tomy tidak kembali kerumah
dan kita semua sudah kebingungan. Kita mengira dia
terbawa oleh kendaraan dan hilang atau mungkin dia
tidak sengaja masuk ke selokan. Kita masih tetap
berusaha mencarinya walaupun sudah tidak ada jejak
dan kita sudah mulai menyerah. Sekitar 3 bulan setelah
Tomy menghilang, Ibuku sedang berbicara dengan
tetangga kita.
“Eh bu, ibu dulu yang memelihara kucing warna
kuning ya?” Ucap tetangga kita.
“Iya bu, memangnya kenapa ya?” Ibuku memberikan
respon.
“Itu bu kucing ibu terlindas oleh pemilik rumah di
depan ibu ini” tetangga kita mengucapkan dan

Kuning adalah Warna yang Hilang | 94


menunjuk ke rumah di seberang kita. Ibuku
mendengar ini dan tentu dia sangat sedih dan saat
dia memberitahu itu ke keluarga kita, kita semua pun
sedih.

“Bu sepertinya kita seperti sudah diberi tanda -


tanda ya sama Tuhan? Seperti kita sudah diberi tanda
tanda sehingga kita kemarin ini foto foto Tomy” Aku
berkata kepada ibuku dan ia pun setuju.
“Tomy, tolong maafkan kita jika berbuat salah
dan menyepelekan kehilangan engkau, semoga kamu
tenang ya disana” adalah pikiranku di hari itu dengan
rasa sedih.

*****

Kuning adalah Warna yang Hilang | 95


Sisi Lain Dunia
Kendrick / 9C / 16

Di Inggris, pada tahun 1876 ada seorang anak


bernama James Doyle. James adalah anak dari Arthur
Doyle, seorang Admiral angkatan laut Inggris, maka
dia dari kecil sering ber pergian ke luar negeri. Suatu
hari saat James sedang bermain di kamarnya,
Ayahnya masuk ke dalam kamarnya dan berkata “
James, minggu depan Ayah akan pergi ke China, kamu
mau ikut tidak?” (Percakapannya dalam Bahasa
Inggris). James pun menanya Ayahnya dengan heran
kenapa Ayahnya ingin mengajak dia pergi ke China.
Ayahnya menjawab bahwa beberapa bulan lalu, 3
kapal dari teritori HongKong berlayar ke atas
sungainya dan ditangkap oleh gubernur provinsi di
sana. Mendengar ini, petugas Inggris disana pun
mengirim beberapa utusan untuk bernegoisasi tentang
pelepasan awak-awak kapal yang lagi ditahan.
Gubernur di sana setuju untuk melepaskan mereka
namun meminta satu syarat, yaitu penghentian ekspor
opium dari Inggris ke China. Pemerintah Inggris tentu
saja bilang tidak, karena bagi mereka ini adalah
sumber pendapatan yang penting dan para utusan
tersebut pun mengancam gubernur tersebut kalau
para tahanannya tidak dilepaskan maka kepala sang

Sisi Lain Dunia | 96


gubernur akan berada di dasar laut. Setelah
mendengar ini, 3 utusan tersebut dibunuh. Saat
tindakan ini, badan pemerintahan di Inggris pun
mengamuk dan mengirim sebuah ultimatum, ketika
ini ditolak mereka pun mendeklarasi perang. Dan
ternyata orang yang ditunjuk untuk memimpin
pasukan Inggris di China adalah ayahnya. Arthur
bilang dia ingin mengajak James yang ingin
menjadi seorang tentara untuk melihat cara
tentara Inggris beroperasi dengan matanya sendiri.
James pun setuju dan mereka berangkat menuju
China. Beberapa minggu kemudian mereka pun
sampai di Hongkong. Begitu mendekati Hongkong,
pemandangan pertama yang mereka lihat adalah
asap tebal yang menutupi kotanya dan juga api
yang membara di kejauhan yang terlihat seperti
membakar semua hal yang disentuhnya. Saat
sampai pada pelabuhan, Ayahnya langsung di
panggil oleh salah satu tentara di sana ke ruang
perang untuk mendiskusikan strategi dan
melaporkan kejadian sejauh ini. Sementara itu,
James pun mundar-mandir ke tempat lain, namun
ternyata dia belum siap untuk pemandangan ini,
begitu James memanjat salah satu menara
observasi, dia melihat banyak tentara yang luka-
luka, kehilangan beberapa anggota tubuhnya dan
juga mayat berserakan di hadapannya. Ketika

Sisi Lain Dunia | 97


melihat pemandangan ini, dia se rasa ingin mual,
rasa ketakutan menjalar ke seluruh tubuhnya.
James pun kembali menunggu di tempat Ayahnya.
Beberapa waktu berlalu dan Arthur pun keluar.
Pada saat itu juga James langsung memeluk
Ayahnya dan berkata bahwa dia ingin segera
pulang ke Inggris setelah melihat
pemandangannya. Arthur membalas,
“James, kamu sendiri lho yang sudah setuju
ingin ke sini, aku juga ingin kamu untuk melihat
kejadian asli dalam sebuah perang. Katanya kamu
mau menjadi seorang perwira saat kamu besar”
James dengan menggeleng-gelengkan kepalanya
berteriak,
“Aku tidak mau berada di sini lagi!!! Aku sudah
melihat cukup banyak!”
Arthur pun membentak anaknya,
“CUKUP JAMES!! Jika kamu tidak suka
pulanglah sendiri, Ayah tidak bisa terus
mendengarkan rengekan kamu!”

Arthur pun meninggalkan James sendirian untuk ke


tempat lain. James pun terdiam setelah
mendengarkan perkataan itu, dia kemudian di
antarkan ke kamarnya oleh salah satu tentara di
sana. James pun merenungkan perkataannya pada
hari itu untuk beberapa waktu dan akhirnya

Sisi Lain Dunia | 98


membulatkan tekadnya untuk tetap di Hongkong
dan membantu tentara Inggris sebanyak mungkin.

Malam pertama di Hongkong pun tamat. Pada


hari berikutnya, James pun terbangun oleh suara
ledakan di luar. Ternyata setelah dia melihat
keluar, beberapa kapal mereka meledakkan
sejumlah kapal musuh. Ketika James melihat puing-
puingan nya, dia mendapatkan kelegaan dan rasa
yakin bahwa mereka akan menang perang tersebut.
Karena kapal tersebuf jangankan ada meriam, ada
mesin saja tidak ada, kapal tersebut masih
memakai layar angin. James pun menemui Ayahnya
dan berkata
“Yah (Ayah), aku ingin minta maaf atas
kemarin, tindakan ku saat kemarin tidak akan ku
ulangi lagi, untuk menebus tindakan tersebut
bolehkah aku ikut turun ke lapangan secara
langsung?”
Arthur pun melihat ke anaknya dengan bangga
“Tentu saja James! Aku senang pemikiran kita
sudah sama, kalau mau sekarang kamu ganti
seragam dan langsung ke Canton, aku akan kirim
surat pemberitahuan kepada petugas disana”
James pun bergegas mengganti pakaian dia
menjadi seragam merah putih kebanggaan Inggris
dan langsung meluncur menuju Canton. Di sana ia
disapa oleh Robert, “ Kamu anak dari Tuan
Sisi Lain Dunia | 99
Arthur ya?” Tanya Robert. James mengangguk,
Robert pun berkata bahwa James tidak akan
langsung dikirim sekarang karena perlu di lihat
dulu kemampuannya. Maka seharian itu James
mengikuti tes-tes militer dan ternyata James
menghancurkan tes-tes tersebut dengan nilai
bagus. Robert pun kagum, dan memberitahu James
untuk bersiap-siap karena besok dia akan langsung
terjun ke lapangan. James pun tidur cepat pada
malam tersebut dan bangun dengan penuh energi
untuk tugas pertama dia. Dia ditugaskan di daerah
utara dari Canton, Chinkiang. Misi dia adalah untuk
mengambil alih kota tersebut, karena disana
adalah pusat perairan China, dan jika berhasil
kemenangan terhadap China sudah terjamin. Untuk
melakukan misi ini, dia berikan sebuah unit yang
beranggotaan 700 orang. Rencananya adalah
sementara unit utama masuk ke tengah-tengah
kotanya, unit James bertugas untuk mengalihkan
perhatian dengan menghadang musuh untuk
selama mungkin. Saat subuh tiba, mereka pun
berangkat menuju Chinkiang. Pada saat mereka
tiba, ternyata musuh mereka sudah menunggu
mereka, jumlah mereka mencapai jumlah 50,000
sedangkan jumlah pasukan Inggris di sana hanya
lah 5,000. Maka mulailah pertempuran sengit.
Setiap kali mereka mengalahkan satu pasukan
musuh, rasanya seperti ada 2 lagi yang datang.
Sisi Lain Dunia | 100
Namun setelah beberapa minggu, mereka berhasil
mendobrak masuk ke kotanya dan membunuh sisa-
sisa pasukan musuh yang di dalam. Ketika
keliatannya bahwa mereka sudah menang,
datanglah bala bantuan musuh yang jumlah nya
lebih banyak lagi, mereka sekarang terkepung dari
segala sisi. Moral mereka pun menjadi sangat
rendah, karena sebagian besar dari mereka sudah
kehabisan energi, mengalami luka-luka berat dan
banyak yang meninggal. James setelah melihat
kondisi pasukannya, menyampaikan sebuah pidato
untuk memotivasikan tentaranya. Mereka pun
bangkit kembali dan mengambil senjata mereka
untuk memulai perlawanan balik. Sementara
mereka menahan musuhnya, James ber serta Robert
dan komandan unit yang lainnya menyusun sebuah
rencana untuk keluar hidup-hidup. Setelah
beberapa jam, mereka pun sepakat dengan satu
strategi, yaitu untuk membagi pasukan mereka
menjadi 3 unit. 2 unit pertama akan mencoba untuk
ke timur, ke salah satu pelabuhan Inggris di sana
dan meminta bantuan, sementara unit ketiga
mencoba untuk membeli waktu selama mungkin.
James ditugaskan untuk memimpin unit ketiga, dan
mereka akan melakukannya saat tengah malam.
Ketika malam tiba, kedua unit tersebut menerobos
benteng Varmossa dan menghancurkan apapun
yang ada di
Sisi Lain Dunia | 101
jalannya, sementara James dan unit nya membuat
sebuah kerusuhan besar di sisi lain benteng
tersebut dengan meledakkan mesiu-mesiu. Mereka
pun terus bertarung selama seminggu, namun
sayangnya amunisi mereka sudah hampir habis,
James pun berpikir apakah kedua unit lainnya
selamat dan berhasil sampai ke pelabuhan.
Besoknya, James memberitahu prajuritnya bahwa
peluang mereka untuk selamat sangatlah tipis dan
mungkin mereka akan tertangkap atau terbunuh
oleh para musuh, namun dia merasa bangga dan
terhormat bisa bertarung dengan orang-orang
paling berani yang pernah ia temui sampai butiran
darah terakhir. Namun, beberapa jam kemudian
terdengar suara mesin Ironclad (Nama jenis kapal
mereka) di kejauhan. Mereka pun berteriak dengan
kebahagiaan karena mereka akhirnya akan keluar
dari sana hidup-hidup. Setelah bala bantuan
datang, mereka menduduki kota tersebut dan
berhasil mencapai tujuan mereka, untuk memblokir
perairan China. Oleh karena ini, beberapa hari
kemudian kaisar China menyerah dan perang pun
berakhir. Ketika sampai di Inggris, James diberikan
penghargaan tertinggi Inggris yaitu . Setelah itu
dia mengikuti jejak Ayahnya dan bergabung
dengan angkatan laut Inggris. James kemudian
akan membuat pencapaian-pencapaian hebat
dalam
Sisi Lain Dunia | 102
karirnya salah satunya adalah menjadi Jendral dari
Royal Navynya Inggris.

*****

Sisi Lain Dunia | 103


Bersakit - Sakit Dahulu,
Bersenang - Senang
Kemudian
Kevan T. Ketaren / 9C / 17

Bunyi ketukan pintu sudah terdengar di telingaku.


Ibuku memanggil, “Dik, bangun dik, kalau tidak nanti
telat masuk sekolah.” Mendengar perkataan tersebut, aku
langsung bergegas membuka pintu kamarku, dan segera
mandi dan makan sarapanku. Setelah selesai sarapan,
Ayahku menyalakan mobilnya untuk mengantarku ke
sekolah. Sebelum itu aku pamit dulu dengan Ibu. Sampai
disekolah aku berjalan dengan lemas dan lesu menuju
kelasku.

Entah kenapa, Akhir-akhir ini aku malas dengan


sekolah. Aku tidak terlalu semangat dalam menimba ilmu
di sekolah. Karena kelas 6 merupakan kelas paling berat
yang pernah aku hadapi. Ditambah dengan guruku yang
selalu marah jika muridnya melakukan kesalahan paling
kecil sekalipun. Guruku dengan tugas-tugasnya yang
memusingkan merupakan salah satu mimpi burukku. Aku
tidak pernah mengerti mengapa guruku tidak pernah

Bersakit-Sakit Dahulu, Bersenang-Senang Kemudian I 104


memberikan setidaknya satu hari untuk murid-
muridnya rileks.

Hari ini pun merupakan hari yang membuat


kepala pusing. Hari ini merupakan hari dimana kelas
melakukan kegiatan “mencongak”. Mencongak
merupakan kegiatan dimana guruku menyebutkan
soal- soal mengenai pelajaran. Dan kita murid-
muridnya, harus menjawab dan menulis jawabannya
di suatu kertas dengan batas waktu hanya 10 detik,
untungnya aku sudah belajar, meskipun terburu-
buru.

Seusai mencongak, muka teman-temanku


terlihat gelisah dan pasrah. Tiba saatnya, guru
menilai pekerjaanku. Aku mendapatkan nilai 92,
tetapi tetap saja guru ku menatapku dengan
tatapan kecewa. Selesai guruku menilai semua
pekerjaan muridnya, ia berkata, “Kalian ini
bagaimana sih! Kita sudah mempelajari materi ini
seribu kali! Nanti bagaimana nasib kalian
menghadapi Ujian Nasional? Untuk itu saya akan
memberikan kalian PR dari buku cetak halaman 100
- 125, kerjakan secara lengkap dan jelas!”
Terdengarlah suara kecewa seisi kelasku.

Beberapa bulan kemudian, tiba waktunya


untuk ujian nasional. Seluruh tubuhku terasa

Bersakit-Sakit Dahulu, Bersenang-Senang Kemudian I 105


bergetar, jantungku berdetak dengan kecepatan
tinggi, gugup menghadapi ujian. Ratusan hari sudah
kuhabiskan untuk mempersiapkan ujian ini. Ribuan
tugas dan omelan guruku sudah mempersiapkanku
untuk ujian ini. Waktu sudah pukul 7:30, dimana semua
peserta ujian nasional masuk ke dalam ruangan ujian.
Ketika aku masuk ke dalam ruangan, aku segera
mencari kursi tempat aku duduk. Aku cukup kecewa
dengan lokasi kursiku, karena berada tepat di depan
meja guru. Beberapa menit kemudian, pengawas demi
pengawas mulai memasuki ruangannya. Akhirnya
pengawas ruanganku datang. Sebelum ujian dimulai,
ia memberi tahu beberapa peraturan kepada peserta-
peserta ujian. Sesudah itu, ia memberikan lembaran
kertas soal ujian kepada semua orang.

Setelah menunggu beberapa menit, pengawas


memperbolehkan kami untuk mulai mengerjakan soal-
soal tersebut. Dengan hati yang gugup, aku mulai
membaca soal-soal dalam ujian tersebut, dan sedikit
demi sedikit mulai mengerjakannya. Aku mulai ingat
dulu pernah mengerjakan soal-soal yang cukup mirip
dengan soal ujian, ketika mencongak bersama guruku.
Setelah kira-kira 1 jam lebih, aku selesai mengerjakan
ujian tersebut. Meski begitu, aku tidak lupa untuk
memeriksa jawabanku dengan teliti, seandainya aku
salah mengisi jawaban.

Bersakit-Sakit Dahulu, Bersenang-Senang Kemudian I 106


Beberapa saat kemudian, pengawas mulai
mengumpulkan kertas-kertas ujian. Aku keluar dari
ruangan ujian dengan rasa yang cukup lega, namun
ada juga sedikit rasa khawatir.

Beberapa minggu kemudian, tibalah hari dimana


hasil jerih payah usaha para murid diumumkan. Murid
dikumpulkan di hall sekolah. Tentunya semua orang
merasa takut dan gugup. Kepala sekolah berjalan di
atas panggung hall, dan memberikan ucapan
pembuka kepada murid-murid. Setelah itu, merupakan
saat-saat yang ditunggu oleh semua orang, yaitu
pengumuman kelulusan. Semua guru maju berdiri di
atas panggung. Jantungku terus berdetak dengan
kecepatan yang tinggi. Saat para guru mulai
membuka mulut mereka, kecepatan detak jantungku
mulai naik, tubuhku terasa ingin pingsan. Lalu para
guru mengatakan, “Banyak impian, beberapa
mencoba, tetapi hanya sedikit yang tercapai. Kalian
adalah orang-orang yang berprestasi. Kalian telah
membuat kami semua bangga, pertahankan kerja
bagus. Selamat atas kelulusannya!" Langsunglah seisi
hall tersebut menjadi seramai suara hutan di pagi
hari.

Ada yang saling berpelukan dengan temannya,


menangis, dan tertawa. Bahkan ada satu orang

Bersakit-Sakit Dahulu, Bersenang-Senang Kemudian I 107


yang pingsan saking gugupnya mereka. Saat itu,
aku hanya bisa duduk tersenyum dengan perasaan
yang sungguh lega. Hasil usaha kerasku tidak
percuma, dan membuahkan hasil yang memuaskan.
Aku dan teman-teman sekelas hanya bisa
berterimakasih kepada kerja keras guru kami, yang
telah mempersiapkan murid-muridnya untuk momen
ini.

Sekarang aku mengerti, mengapa guruku


begitu tegas dengan murid-muridnya. Ia sangat
peduli kepada kami. Dari tugasnya, omelannya,
amarahnya, di belakang hal-hal tersebut ada rasa
kasih sayang dari seorang guru kepada murid-
muridnya. Sehingga muridnya menjadi lebih siap
dalam menghadapi masa depannya. Sekarang aku
duduk di bangku SMA kelas 3, mengingat kenangan
masa dulu bersama guru kelas enamku. Mungkin
guruku sedikit tegas, tetapi itulah cara guru
menunjukkan kepeduliannya kepada muridnya.
Meski begitu, murid-murid memang harus memiliki
sedikit waktu untuk beristirahat atau rileks, di balik
kesibukan sehari-hari mereka.

*****

Bersakit-Sakit Dahulu, Bersenang-Senang Kemudian I 108


Gaun Bagai
Teluk Biru
Maria Evangeline / 9C / 18

Sore hari, suara rintik hujan yang mengenai atap


rumahku terdengar begitu merdu di telingaku.
“Tik tik tik...” gumamku dengan pelan sambil melihat
keluar jendela yang telah basah terkena rintik hujan.
Seorang gadis kecil berumur 5 tahun yang menunggu
munculnya bunyi klakson mobil dan ketukan pintu dari
sang ibu. Suara rintik hujan terdengar semakin jelas,
namun tiada suara lain diluar. Tiada bunyi klakson
mobil ataupun ketukan pintu. Hanya ada suara mobil
yang lewat tetapi aku tahu itu pasti bukan suara
mobil ibu. Perlahan-lahan mataku terasa berat dan
mulai tertidur diatas sofa, sambil menunggu
kedatangan dari ibu. Tanpa disadari, 2 jam telah
berlalu. Aku pun membuka mata dan langsung berlari
menuju kamar dengan harapan dapat bertemu
dengan ibu yang telah kutunggu sepanjang hari.
Begitu aku membuka pintu, aku bingung karena ibu
belum kunjung pulang. Seketika, air mata kerinduan
pun mulai turun dan aku menutup pintu dengan penuh
kekecewaan. Perlahan-lahan aku jalan ke dapur untuk
mencari minum sembari menghapus air mata yang
terus mengucur. Tak disangka, ibu sedang duduk di
meja makan sambil menyeruput kopi hangat yang

Gaun Bagai Teluk Biru I 109


telah dibuatnya.
“Ibu!” teriakku sambil berlari ke arah meja
makan tempat ibu meminum kopinya itu.
“Ibu kemana saja?” tanyaku yang terus
menerus menangis.
“Adek kenapa nangis? Ibu tadi bertemu
sebentar dengan teman lama, jadi pulang sedikit
lebih telat, maaf ya...” kata ibu dengan suara
lembut. Tak kuat berbicara, aku pun hanya
mengangguk. Ibu mengangkatku untuk duduk
diatas pangkuannya dan mengambil sesuatu dari
dalam tas nya. “Ini buku gambar buat adek, tadi
ibu mampir ke sebuah toko buku dengan teman ibu
dan teringat olehmu ketika ibu melihat buku ini.
Kamu suka menggambar busana bukan?” kata ibu
sambil menunjukkan kepadaku buku gambar itu.
Aku melihat buku itu dengan mata berbinar-binar.
Menatap dengan penuh kagum akan betapa
indahnya buku itu. Buku yang dihiasi oleh pernak-
pernik indah itu menarik seluruh perhatianku.
Seketika, air mataku berhenti dan bibirku
tersenyum lebar. Aku pun menerima buku itu dan
memeluk ibuku. “Terima kasih banyak ibu!” ucapku
sambil memeluk nya dengan penuh kegembiraan
dan rasa tidak sabar untuk segera menggambar
semua ide busana ku ke dalam buku itu. Hari-hari
kuhabiskan dengan buku itu. Pikiranku dipenuhi
oleh berbagai ide busana. Buku itu bagaikan teman
baikku.
Gaun Bagai Teluk Biru I 110
Sampai-sampai di sekolah, hal yang bisa kupikirkan
hanyalah buku itu. Imajinasiku bagaikan burung
yang bebas lepas di udara, aku selalu memikirkan
desain apalagi yang akan ku gambar didalam buku
itu. Mendadak suatu sosok muncul di dalam
benakku, aku mencoba untuk memejamkan mataku
untuk melihat lebih jelas apa sosok itu. Seorang
perempuan, berambut pirang panjang, dengan
muka bagaikan malaikat, kecantikannya melebihi
segala sesuatu yang telah ku lihat, ia cantik sekali.

Aku terpesona melihat sosok itu dalam


pikiranku, aku tidak ingin membuka mata dan
kembali ke realitas. Kecantikannya bahkan melebihi
lautan di pantai dimana ia berdiri, dengan
rambutnya yang terbawa angin itu, bersinar di
bawah teriknya matahari. Dan melebihi semuanya
itu, mataku terpaku kepada gaun yang ia gunakan.
Gaun itu terlihat kuno, namun indah dan cantik
sekali. Gaun berwarna biru, dengan motif kecil yang
unik dan pernak pernik, mengingatkan ku kepada
teluk biru. Gambar teluk biru yang ditunjukkan om
ku beberapa minggu sebelumnya, muncul pertama
kali di kepala ku ketika melihat gaun itu. Warna
nya indah sekali dan mengambil semua
perhatianku. Bahkan hingga saat ini, aku dapat
mengingatnya dengan begitu jelas. Namun mata ku
terbuka kembali ketika mendengar adanya suara.
Gaun Bagai Teluk Biru I 111
“Eh bangun-bangun! Lagi kelas kok malah tidur,” ucap
teman ku tiba-tiba. Tapi bahkan setelah itu, pikiranku
masih saja terpaku kepada gaun yang digunakan oleh
wanita cantik itu. Sesampainya dirumah aku berlari
menuju kamar ku dan mencari dimana ibu meletakkan
buku gambar busana ku itu. Semalam aku ketiduran
ketika sedang memikirkan ide busana lain untuk
digambarkan, melihat itu, ibu ku merapikan alat-alat
dan buku gambar ku lalu membaringkanku di kasur.
“Nah ini dia!” ucap ku ketika akhirnya menemukan buku
itu di rak ketiga di lemari buku kakak ku. Sejujurnya,
dibandingkan dengan kakakku, aku jarang sekali
membaca buku. Jadi cukup mudah menemukan letak
buku gambar diantara semua buku pengetahuan
kakakku. Dari sore hari hingga malam hari, aku
mencoba untuk menggambar gaun dalam mimpi ku itu,
namun selalu saja gagal. Setiap aku gambar, gaun nya
tidak begitu mirip dengan apa yang kulihat dalam
mimpiku. Aku kesal. Dan mulai berpikir-pikir bahwa
mungkin ini bukan bakatku. Setelah berpikir untuk
beberapa menit, aku kembali duduk di depan buku
gambar ku dan mulai menggambar lagi. Dari dulu
memang aku begitu. Bila aku menginginkan sesuatu,
aku akan terus berusaha sampai akhirnya aku
mendapatkannya. Cukup lucu bila diingat dalam satu
saat aku murung dan berpikir bahwa aku tidak
berbakat, lalu di saat yang lain aku terus mencoba
dengan semangat yang membara. Bahkan ketika ibu
pulang, aku masih saja duduk di depan buku itu dan
mencoba menggambar gaun indah tadi.

Gaun Bagai Teluk Biru I 112


“Gambar apa dek? Fokus banget dari tadi,” tanya
ibu ku. Namun aku tetap diam dan melanjutkan
gambarnya karena terlalu fokus kepada gaun itu.
Berhari-hari bahkan berminggu-minggu, aku terus
menerus memikirkan gaun itu. Aku mulai bertanya-
tanya.
“Apakah suatu hari aku bisa membuat gaun
seperti itu? Atau mungkin aku bisa memakainya?”
tanyaku dalam hati.

Beberapa minggu telah berlalu, dan isi buku gambar


ku biru semua. Halaman- halaman itu diisi oleh gaun
berwarna biru yang aku lihat dalam mimpi ku itu.
Semuanya memiliki perbedaan nya masing-masing.
Tetapi tidak satu pun gaun di dalam buku itu, sesuai
dengan apa yang kulihat dalam mimpi ku. Tiba-tiba
pada hari Minggu pagi, aku mendengar suatu suara
yang membangunkan ku dari tidur. Suara itu berasal
dari luar. Aku bingung sekali mendengar suara ramai
sekali diluar, karena setauku hari Minggu adalah hari
yang tenang di rumah ku. Awalnya aku berpikir aku
hanya mengantuk saja dan mendengar suara-suara
dari kepala ku, jadi aku kembali tidur.

Tapi tak lama setelah itu, aku terbangun lagi


karena suara-suara diluar. Dengan marah, aku
beranjak dari kasur ku dan membuka pintu untuk

Gaun Bagai Teluk Biru I 113


melihat apa semua suara dan kebisingan tadi. “Pagi
dek!” kata om ku. Mendengar suara itu, aku makin
bingung. Mataku belum sepenuhnya terbuka dan aku
masih sangat mengantuk sehingga tidak dapat
melihat dengan jelas siapa yang menyapaku. Tetapi
aku merasa seperti aku tahu siapa dibalik suara itu.
“Om?” tanya ku sambil mengusap mataku yang berat
agar dapat melihat dengan lebih jelas. Begitu
semuanya pelan- pelan terlihat, aku langsung berlari
dan memeluk om ku. Om ku adalah adik dari ibu ku.
Sedari dulu aku suka bermain dengan nya, bahkan
banyak orang bilang aku lebih mirip om ku dibanding
ibu ku. Aku tidak menyangkal hal itu, karena dalam
beberapa aspek, hal itu benar. Dari rambut keriting
panjang nya, hingga sikap kita berdua yang jahil.
Ketika melihat foto kecil nya pun aku seperti melihat
diri ku versi laki-laki. Benar-benar aneh bukan? Aku
selalu tertawa setiap melihat nya. Namun kali ini aku
sadar bahwa om ku tidak datang sendirian. Setelah
menengok ke kiri samping om ku, aku melihat seorang
wanita cantik. Karena tidak mengenalnya, aku
bersembunyi dengan duduk di sebelah om ku sambil
menutupi wajahku yang baru bangun itu. Semuanya
tertawa, tapi aku hanya duduk malu-malu sambil
melirik sedikit demi sedikit kepada wanita itu. Aku
ingat, dia sangat cantik dan wangi parfumnya lembut
sekali. Ibu yang duduk di seberang kita, menangkap

Gaun Bagai Teluk Biru I 114


ku melihat wanita cantik disamping om ku itu. “Adek
kenal ga?” tanya ibu kepadaku. Aku tidak menjawab
apapun dan hanya menggeleng kepalaku saja saat itu
karena merasa malu. Aku saat itu baru bangun
dengan rambut yang berantakan dan menggunakan
piyama tidurku yang kucek. Tentu saja aku malu,
apalagi bila dilihat seseorang yang belum pernah
kulihat sama sekali sebelumnya. Semuanya tertawa
lagi melihat jawaban ku akan pertanyaan ibu itu. Aku
merasa sangat malu sekaligus kesal. “Apakah
seharusnya aku mengenal siapa wanita ini? Tapi aku
belum pernah melihatnya sebelumnya,” tanya ku
dalam hati. Usai tertawa, om ku akhirnya
memperkenalkan wanita cantik di sebelahnya itu.
Betapa kaget nya aku untuk mendengar bahwa
ternyata wanita cantik itu adalah calon istri om ku.
Aku mengira om ku masih kuliah, tapi ternyata tidak.
Om ku meminta aku untuk berdiri dan
memperkenalkan diri kepada wanita cantik itu yang
kelak aku sebut tante. Walaupun aku tersipu malu,
tetap aku memberanikan diri dan mencoba untuk
jalan ke arah nya. Pipiku pelan-pelan memerah bagai
tomat. Di hadapannya, aku hanya melambaikan
tangan lalu lari ke arah ibu ku. Semuanya tertawa lagi
dan lagi, saat itu aku masih belum mengerti apa yang
sebenarnya ditertawakan. Tetap saja akhirnya aku
tidak bisa memberanikan diri untuk memperkenalkan
diri kepada nya.
Gaun Bagai Teluk Biru I 115
Diluar aku terlihat sangat malu dan takut, tetapi di
dalam aku merasa senang sekaligus tidak sabar untuk
pernikahan om dan tante ku. Ya dulu aku tidak
pernah menghadiri pesta pernikahan, umurku baru 5
tahun. Tetapi aku telah melihat foto-foto dan telah
mendengar cerita dari ibuku.

Aku membayangkan pesta pernikahan sebagai


suatu acara di tempat yang megah, dan melebihi itu,
dengan berbagai gaun yang mewah. Aku bertanya-
tanya, apa gaun yang akan digunakan oleh tante ku
nanti. Ibu dan om ku menjelaskan kapan pernikahan
itu akan diadakan. Dan betapa ceria nya aku ketika
mereka bilang bahwa aku dan kakakku yang pada
saat itu berusia 8 tahun, akan menjadi flower girl, atau
gadis yang akan menebarkan bunga sepanjang jalan
menuju panggung pernikahan. Mendengar hal itu,
tanpa berpikir panjang aku langsung bertanya, “Apa
gaun yang akan kita gunakan?” tanya ku dengan
suara penuh kegembiraan dan mata yang berbinar.
Aku dulu sangat amat terobsesi dengan gaun-gaun,
bisa dibilang aku dulu cukup girly. Aku suka dengan
perhiasan-perhiasan dan tentunya dengan gaun-gaun
indah. “Ya kita belum tau juga desainnya kayak
gimana, tapi ibu ingat kamu suka desain-desain gaun
kan? Gimana kalau kamu yang coba desain dan nanti
akan kita coba carikan penjahit untuk membuatnya,”
jawab ibuku.
Gaun Bagai Teluk Biru I 116
Aku langsung melompat-lompat dengan bahagia,
akhirnya ini kesempatan ku untuk mewujudkan
kreasiku, bagaimana bisa aku tidak senang?
Walaupun pada awalnya aku cukup bingung
bagaimana harus mendesain gaun nya, aku
teringat kembali dengan gaun dalam mimpi ku.
Gaun itu yang memiliki warna biru yang sangat
memikat, memberikan ku ide untuk gaun flower girl
aku dan kakakku. Beberapa hari berlalu dan aku
sudah memiliki sketsa atau desain yang aku
inginkan. Selama berhari- hari sebelumnya, aku
mencoba untuk menggambar desain baju yang
sama persis dengan apa yang kulihat di mimpi ku,
tetapi selalu saja gagal. Gaun itu terlihat aneh,
goresannya tidak halus, dan tidak mirip dengan
apa yang kulihat. Namun aku menyadari bahwa
akan selalu ada ruang untuk perubahan dan
kreatifitas. Tidak ada salahnya bila gaun itu tidak
mirip dengan apa yang ada di dalam mimpi ku,
malah aku jadi semakin mau merubahnya menjadi
style ku sendiri. Aku menunjukkan hasil desain ku
itu kepada ibu dan om ku sekitar seminggu setelah
kita terakhir bertemu. Gaun kakak ku berwarna biru
toska dengan bunga-bunga kecil di bagian
pinggang, dan rok yang panjang. Gaun ku memiliki
sifat-sifat yang sama, hanya saja gaun ku hanya
memiliki 1 bagian lengan dan bunga-bunga nya
terletak di bagian atas dekat bagian lengan itu.
Gaun Bagai Teluk Biru I 117
“Nah ini lucu juga, boleh kan ya om?” tanya ibu
ku.
“Boleh saja kok, nanti coba aku tanya teman
penjahit ku bisa atau ngga deh,” ujar om ku.

Mendengar hal itu, tentunya aku bahagia sekali. Dan


sekitar beberapa minggu setelah itu, om ku mengajak
aku dan kakakku pergi ke tempat temannya yang
merupakan seorang penjahit itu. Setibanya disana,
aku terpukau dengan berbagai jenis kain dan gaun
yang ada di ruang kerja nya. “Ini kan ya dress nya? Ga
terlalu susah si, tapi cukup oke kok, aku berarti izin
mengukur ukuran kalian ya,” kata teman om ku. Tanpa
butuh waktu yang lama, aku langsung
menghampirinya dan membiarkannya mengukur
ukuran badan ku. Baru setelah itu giliran kakakku.
Walaupun kakakku bukan lah tipe gadis yang
menyukai gaun girly, tetapi kali ini dia
membiarkannya, untuk mewujudkan keinginan ku dan
om ku.

“Oke deh udah, nanti aku proses ya gaunnya,


kalau udah jadi pasti aku kabarin,” kata teman om ku
setelah selesai mengukur ukuran kami.
“Oke sip, makasi ya, maaf banget ini ngerepotin,”
ucap om ku.
“Santai aja kok gapapa lah.” Sebelum keluar dari
tempat itu, tak lupa aku dan kakakku untuk berterima
kasih juga kepadanya.
Gaun Bagai Teluk Biru I 118
Mungkin kali itu bukanlah saat bagiku untuk
mewujudkan gaun impianku secara langsung dengan
tanganku sendiri, tetapi itu saja sudah cukup. Tapi aku
tahu bahwa suatu hari nanti, aku pasti bisa
mewujudkannya secara langsung. Walaupun proses
dan waktu membuat gaunnya cukup panjang, tetapi
aku tetap mencoba untuk bersabar menunggu. Hingga
akhirnya gaun itu selesai dan dikirim ke rumah ku.
Dengan tidak sabar dan bergegas, aku langsung
mengambil paket itu dan membuka nya untuk dicoba.
Dan untungnya, gaun itu muat dan sesuai dengan
harapan ku. Betapa senangnya aku memakai gaun itu,
aku tidak sabar untuk hari pesta pernikahannya.
Waktu terasa begitu cepat, dan hari pesta pernikahan
pun tiba. Aku sampai bangun pagi- pagi sekali agar
dapat mempersiapkan diri lebih baik. “Ya Ampun dek,
yang nikah kan bukan kamu, kok semangat banget?”
tanya ibu ku sambil tertawa. Tentunya aku
bersemangat, itu hari pernikahan om ku! Dan juga
hari dimana aku bisa memakai gaun yang telah aku
desain sendiri. Kata-kata tidak bisa mengungkapkan
rasa kebahagiaan ku saat itu. Pada hari itu juga, aku
dan kakakku berjalan menuju ke pelaminan sambil
menaburkan bunga. Aku berjalan dengan penuh
senyuman dan rasa bangga, agar semua orang tahu
bahwa aku lah yang telah mendesain gaun itu. Ya
walaupun mereka tetap tidak tahu si, aku sudah cukup
bahagia dengan menggunakannya. Gaun biru ku, biru
bagai teluk biru.

*****
Gaun Bagai Teluk Biru I 119
Kenangan Masa Kecil
Kelas 4C
Matthew Angelo / 9C / 19

Suatu hari pertama masuk sekolah, tak terasa


sekarang kita sudah menginjak kelas 4 SD. Walaupun
baru hari pertama kami sudah disuruh menghafal
perkalian 1-10 oleh guru, nantinya yang hafal dan
yang tidak akan dipisahkan bangkunya (maklum
karena banyak yang tidak hafal).

Namun hari berikutnya terasa sama saja seperti


biasanya dan semua mulai terasa berbeda saat wali
kelas kami pergi ke jakarta karena ada tugas. Sehari
sebelum Bu Elis pulang, kami semua sepakat membuat
kejutan saat ia kembali nanti ke sekolah.
“Hei, teman teman gimana kalo kita beri kejutan
saat Bu Elis pulang nanti?” tanya salah satu teman
saya.
“Ya, saya setuju, sebaiknya kita menghias kelas
nanti sepulang sekolah” kata yang lainnya.
“Setuju!” jawab sekelas serempak bersama-sama.

Sepulang sekolah kami meminta izin kepada


penjaga sekolah untuk menghias kelas, awalnya ia
menolak tapi karena kami semua memohon akhirnya

Kenangan Masa Kecil Kelas 4C I 120


diizinkan. Kami mulai membagi tugas, sebagian sudah
membeli hiasan seperti pita dan balon, membersihkan
meja dan kursi. Dengan senang hati kami dapat
menyelesaikannya dengan cepat.

Esok harinya, karena hari jumat nya adalah


jumat pertama, kita usahakan untuk menyelesaikan
agar tidak keduluan oleh Bu Elis ke kelas. Tapi
seorang guru memeriksa kelas dan kami buru- buru
menyelesaikan hiasan2 karena takut ketahuan. Kami
cemas kalau Bu Elis ke kelas saat kami sedang misa
jumat pertama, setelah selesai kami berlarian menuju
kelas dan menutup pintu. Saat pintu terbuka kami
berteriak “Selamat kembali bu”. Bu Elis pun terkejut
dan terdiam, ia terlihat ingin menangis. Akhirnya
kejutan kami berhasil dan bu desy terlihat senang.
“Jadi, ini alasan kalian tadi berlarian menuju
kelas?” tanya Bu Elis.
“Iya bu” jawab sekelas kompak.

Hari itu kami tidak belajar karena merayakan pesta


kecil di dalam kelas. Pertama Bu Elis memperlihatkan
fotonya di monas dan Bu Elis mulai menceritakan
pengalamannya di sana. Baru setelah itu kami foto
foto bersama, guru lain pun ikut berfoto bersama.
Setelah itu kami ditraktir makan di kantin oleh Bu Elis,
kami senang sekali karena kemarin tidak jajan untuk
membeli hiasan kelas.
Kenangan Masa Kecil Kelas 4C I 121
Hari itu tidak akan pernah terlupa, dan masih
teringat sampai saat ini. Oiya, kami mengadakan
pesta dua kali (satu lagi saat ibu Elis ultah) dan
yang lucu pesta ultahnya tak semeriah pesta
kepulangan ibu Elis. Kita sangat senang dan
bahagia mempunyai guru baik seperti Bu Elis.

*****

Kenangan Masa Kecil Kelas 4C I 122


Pergi ke Curug
Melviena Audy / 9C / 20

Pada suatu pagi yang cerah, aku sedang


tertidur dengan lelap dimana aku mendengar suara
pintu terbuka aku mendengar ibuku berkata,
“Dek, bangun. Udah pagi” katanya. Aku pun
menggeliat dalam selimutnya dan berkata,
“iya, sebentar lagi.”
Mendengar jawaban ku ibu menutup pintu kamar
dan pergi ke dapur untuk memasak sarapan.
Sebenarnya aku masih sangat mengantuk dan aku
merasa seperti makatu di lem sehingga tidak bisa
dibuka namun aku memaksakan diriku untuk
bangun dari tempat tidur dan keluar dari kamar.
Setelah keluar dari kamar aku mengucapkan
selamat pagi pada orang tua dan kakakku lalu aku
duduk di ruang tamu. “Selamat pagi” Ucapku
menyapa semua anggota keluargaku. Setelah
sarapan siap, kami makan dengan tenang dan
ditengah-tengah makan ayahku berkata, “minggu
depan ke Curug yuk!” Kami yang mendengarnya
kaget dan setuju untuk pergi Curug. Aku merasa
sangat senang bahwa kami sekeluarga akan pergi
jalan-jalan karena sudah cukup lama kami tidak

Pergi ke Curug I 123


jalan-jalan bersama. Selama 6 hari kami
merencanakan dan mempersiapkan segalanya agar
dapat teratur saat di curug.

Satu minggu telah berlalu dan dan tibalah


hari dimana kami akan pergi ke Curug. 1 hari
sebelum kami akan pergi aku merasa cukup sulit
tidur karena terlalu bersemangat untuk pergi esok.
“Dek, tidur. Udah malem, besok kan harus
bangun pagi.” Kata kakakku dan aku membalas,
“Iya kak, ini lagi diusahakan kok.”

Keesokannya aku bangun dibangunkan oleh ibuku


dan saat aku membuka mataku, aku merasa bahwa
hari ini merupakan hari yang sudah kutunggu-
tunggu sejak satu minggu yang lalu. Setelah aku
bangun, seperti biasa aku mengucapkan selamat
pagi dan duduk di ruang tamu untuk menunggu
sarapan siap. “Makanan telah siap untuk disantap”
Ucap ibuku. Aku yang sedang lapar pun langsung
menyantap makanan tersebut setelah berdoa.
Setelah selesai sarapan, kami lalu bersiap-siap
untuk pergi. “Apakah semua sudah siap? Pastikan
tidak ada yang tertinggal ya.” Ucap ayahku.
Setelah memastikan semua siap, kami berangkat ke
curug dengan menggunakan mobil. Selama di
perjalanan awalnya aku melihat-lihat
pemandangan sekitar
Pergi ke Curug I 124
namun lama-kelamaan rasa kantuk menyerang dan
aku tertidur di mobil.

Setelah beberapa saat, kami sampai di


gerbang pintu masuk ke Curug. Ibuku
membangunkan ku dan saat baru bangun aku
merasakan angin sejuk yang langsung menerpa
kulitku yang membuatku langsung merasa segar
dan tidak mengantuk lagi. Kemudian kami
sekeluarga jalan kaki dari gerbang masuk sampai
ke Curug. Saat berjalan, aku merasa capek dan
sering beristirahat sebentar kemudian lanjut
berjalan kaki sampai ke Curug. Selama berjalan
kaki kami juga beberapa kali mengambil foto untuk
menjadi kenang-kenangan.
“Ayo foto dulu.”
“Ayo foto.”
“Foto lagi yuk.”
“Pemandangannya indah, foto yuk.”
Itulah kalimat yang sering didengar oleh ku selama
berjalan kaki menuju ke Curug. Setelah sampai di
Curug kami main air. Air disana sangat bersih,
jernih, dan dingin, aku sampai menggigil saat
sedang bermain. “Wow!” Kami mengucapkan kata
tersebut secara bersamaan. Bahkan sepertinya kata
tersebut kurang pas untuk mendeskripsikan
seberapa kagumnya kami dengan pemandangan
Pergi ke Curug I 125
disana. Saat sedang sibuk mengagumi
pemandangan disana, tiba-tiba aku merasa ada
yang menyiram air ke arahku dan ternyata itu
adalah kakakku. Setelah itu, kakakku berkata,
“Dek, airnya dingin banget. Mau ngerasain
nggak ?”
Walau aku merasa sedikit kesal aku tetap
menjawab,
“Mauuu.”

Saat kami sedang bermain-main, ibuku berkata


“Sebentar lagi malam, ayo pulang.”
“Nggak mau, sebentar lagi.” Tolakku.
“Nggak bisa, sebentar lagi gelap. Kamu mau
gelap-gelapan disini?”
Setelah ibuku berkata seperti itu aku pun terdiam
dan akhirnya setuju untuk pulang. Setelah sampai
dirumah, aku langsung bersih-bersih dan
membereskan barang-barang. Setelah selesai beres-
beres, kami makan malam dan beristirahat
sebentar lalu tidur. Hari yang melelahkan memang,
namun aku sangat bersenang-senang pada hari ini.

*****

Pergi ke Curug I 126


Andai Waktu Bisa
Diputar
Michael Christian T / 9C / 21

Hai, namaku Michael Christian Tampubolon,


teman - temanku biasa memanggilku dengan CT,
kepanjangan dari Christian Tampubolon. Bagus-
bagus namanya Michael tapi malah dipanggil CT.
Entah apa yang muncul di benak mereka sehingga
memanggilku CT, tapi itu bukan suatu masalah
bagiku, mungkin untuk memudahkan mereka kali ya.
Panggilan ini sudah mendarah daging dalam diriku
sejak aku masih kecil. Eh, ngomong - ngomong
tentang masa kecil, menurut kalian masa kecil itu
masa yang paling enak ga si? Mungkin untuk
sebagian orang mengatakan tidak, karena mereka
justru lebih menyukai masa - masa ABG nya
dibandingkan masa kecilnya, namun tidak
denganku, justru aku lebih menyukai masa kecilku,
karena di masa - masa tersebut aku dapat bermain
dan dapat melakukan banyak hal tanpa memikirkan
tentang masalah tugas, ulangan, dan lain
sebagainya. Yaa jadi, apa yang ku lakukan
sekarang jadi sedikit terbatas tidak seperti masa
kecil.
Andai Waktu Bisa Diputar I 127
Aku selalu bermain dengan teman yang satu
sekolah dan yang berbeda sekolah, yang seagama
dan yang berbeda agama, yang satu suku dan
yang berbeda suku. Namun, aku tidak memandang
bahwa kita terlahir dari agama, suku, dan adat
istiadat yang berbeda. Orang tuaku selalu
mengajarkan dan menanamkan sikap toleransi dan
sikap tolong menolong dalam hubungan
pertemanan dalam diriku sejak aku kecil. ‘ Kau,
jangan membeda - bedakan teman kau yaa, jangan
saling mengejek tentang masalah agama, suku, dan
yang lainnya. Saling berteman dan menghargai
satu dengan yang lainnya, soalnya kalau kau
mengejek temanmu, nanti teman kau malah benci,
alhasil kau hanya punya sedikit teman. ‘ kata papa
dengan nada yang lembut dan dengan logat
Medan yang sangat kental.

Pagi itu, Firaz dan Arya memanggilku dengan


suara yang lantang. ‘ CT MAIN YUKKK ‘ katanya.
Aku pun yang berada di dalam rumah menyauti
panggilan mereka, sekaligus meminta izin sambil
bergegas lari ke luar rumah.
“ Hari ini jadwal kita untuk bermain gobak
sodor kan? “ ujar Firaz dengan ekspresinya yang
begitu semangat.
“ Eh iya ya, yaudah yuk kita ke rumah Si Adit,

Andai Waktu Bisa Diputar I 128


Hero, Ican, Mahira, sama Putri, “ sahutku yang
sedang ngos - ngosan.
“ Emang Hero bisa? Soalnya hari ini kan hari
Sabtu dan kalian semua kan tau kalau hari Sabtu
itu jadwalnya Si Hero sama keluarganya buat pergi
jalan - jalan, “ tanya Arya sambil memakan cemilan
ditangannya.
“ Kita coba samperin aja ke rumahnya, “
sahutku

Beberapa rumah pun telah kami lewati......

“ Heroo, main yukkk “, sahut kami bertiga


dengan semangat.
Hero pun keluar rumah dan dia mengatakan bahwa
ia bisa bermain hari ini. Wajah kami bertiga pun
terlihat senang bukan kepalang. ‘ Sekarang kita ke
rumah Adit, Ican, Mahira, sama Putri yaa, ‘ sahutku.
Kami pun melanjutkan perjalanan kami ke rumah
mereka masing - masing sambil membicarakan
tentang episode terbarunya kartun Upin & Ipin.

Setelah kami ber - 4 berhasil mengumpulkan


yang lain, tiba - tiba mata kita tertuju pada kondisi
lapangan yang kosong melompong.

‘Hompimpa Alaium Gambreng, Mak Ijah Pake


Baju
Andai Waktu Bisa Diputar I 129
Rombeng, Kaleng Bekas Gomrang Gambreng, ’ ujar
kami ber - 8 dengan semangat. Tangan hitam pun
dikeluarkan oleh saya sendiri, Hero, Mahira, dan
Ican, sedangkan tangan putih dikeluarkan Adit,
Putri, Firaz, dan Arya. Kapten tim pun melakukan
suit untuk memutuskan siapa yang akan menjadi
tim penjaga dan tim bermain. ‘ Gunting, batu,
kertas, suit ‘ ujar Saya dan Adit. Saya pun keluar
sebagai pemenang suit dan kami memilih untuk
menjadi tim bermain terlebih dahulu. Beberapa jam
pun telah kami lewati dengan perasaan yang
bahagia. Tiba saatnya, terdengar suara
keroncongan yang keluar dari perut Arya dan disitu
kami memutuskan untuk mengakhiri permainan
gobak sodor tersebut. Sambil berjalan ke rumah
masing - masing, muncullah ide di benak Mahira. ‘
Eh, gimana kalau kita makan siang bareng di
saung depan rumah Michael? ‘ tanya Mahira. Tanpa
berpikir panjang, kita semua pun menyetujui
pertanyaan Mahira tersebut. ‘ Mana nih temen -
temen ku, ‘ batinku sambil menoleh ke kanan dan
ke kiri. Satu demi satu pun temanku berdatangan
dengan tangan yang berisikan lauk pauk. ‘ Aku
bawa telor balado sama sayur kangkung, ‘ sahut
Hero dengan muka yang girang. Arya pun terlihat
dari kejauhan dengan bawaan yang sangat banyak
dan mulut dalam kondisi mengunyah sesuatu.
Andai Waktu Bisa Diputar I 130
“ Emang ya, mulutnya pasti ga bisa banget
ngangur, “ ujar Adit sambil tertawa.
“ Ihh iya banget, ga bisa tuh mulutnya dikasi
kesempatan buat istirahat sebentar, “ sahut Putri.
“ Gayem mulu, “ ujar Mahira dengan ekspresi
muka yang heran.

Di tempat tersebut kami sangat menikmati


makanan yang kami bawa masing - masing. Sambil
menikmati makanan, tak lupa, kami pun bercerita
mengenai kegiatan sekolah yang kami lakukan
Jumat kemarin. Arya anak yang kocak, dengan
logat Medan yang kental, membuat kami tertawa
dengan segala perkataan yang keluar dari
mulutnya, layaknya seorang pelawak di televisi.
Angin sepoi - sepoi pun berhembus ke kanan dan ke
kiri dan meniup dahan pohon. Keadaan tersebut lah
membuat kami semakin nyaman dan semakin asyik
untuk bercekrama satu dengan yang lainnya. Di
saung itu, kami sepakat untuk tidak bermain sore
pada hari tersebut, tetapi kami akan bermain di
malam harinya.

Malam tiba, aku dan keluarga pun telah


selesai makan malam, mama dan papa akan
mengizinkan aku untuk bermain, dengan syarat aku
harus membantu mama dan kaka untuk mencuci
Andai Waktu Bisa Diputar I 131
piring dan membereskan piring. Menurutku,
pekerjaan tersebut bukan hal yang sulit untuk
dilakukan. Kedua orang tua ku telah
mengajarakan kepada anak - anaknya untuk
membantu mengerjakan pekerjaan rumah dan
membantu kesibukan yang ada di rumah.

Teman - temanku pun bersorak - sorai


memanggil namaku dengan semangat. Malam
itu tampak bulan dan bintang yang bertebaran
dengan udara malam yang sangat sejuk. Kami
pun merencanakan permainan apa yang akan
kami lakukan pada malam tersebut di lapangan
dekat rumah Arya. Hero dan Adit mengajukan
permainan gobak sodor kembali; Putri dan
Mahira mengajukan permainan engklek; Aku,
Arya, dan Firaz mengajukan permainan benteng.
Dikarenakan permainan yang kami ajukan saling
berbeda satu dengan yang lain, kami pun
memutuskan untuk melakukan hompimpa untuk
menentukan permainan siapa yang akan
dimainkan. Yel - yel hompipa pun kami
nyanyikan dan keputusan yang keluar ialah,
permainan benteng yang akan kami mainkan.
Awalnya Putri dan Mahira sedikit enggan untuk
memainkan permainan tersebut.
Andai Waktu Bisa Diputar I 132
“ Eh, mainan kita dong yang dimainin “
kata Putri
“ Put, ini kan kita udah hompimpa, adil
kan “ kata Arya
“ Elah, kenapa si pada ga mau dengerin
permainan kita ajuin “ kata Putri dengan muka
yang murung
“ Putri, udah udah jangan ngambek “
kata Mahira dengan nada yang lembut.

Dengan kondisi Putri yang enggan untuk


memainkan permainan ini, akhirnya Hero, Adit,
Aku, Firaz, Arya, dan Mahira menyemangati
dia untuk menerima hasil keputusannya.
“ Kita janji deh, besok kita bakal main
permainan yang kamu mau, okee? “ sahutku.
“ Yaudah deh, kayaknya setelah aku pikir
- pikir permainan ini seru juga, tapi besok -
besok main game yang aku ajuin yaaa, jangan
bohong loh “ jawab Putri
“ Iya iya “ sahut Ican

Yel - yel hompimpa pun kembali kita


nyanyikan untuk menentukan tim 1 dan juga
tim 2.
Andai Waktu Bisa Diputar I 133
“ Bentengg, “ sahutku dengan sangat
semangat. Teman setimku pun begitu
bahagianya atas poin yang kami dapatkan, yang
sebelumnya Putri murung dengan permainan ini,
sekarang ia tampak senang dengan keunggulan
timnua. Namun, di sisi lain, tim lawan justru
kecewa dan memasang muka dengan ekspresi
yang garang. Arya pun yang tidak terima akan
hal tersebut, memiliki keinginan yang besar
untuk membobol markas kita. Dengan semangat
yang menggebu - gebu, ia berlari ke kanan dan
ke kiri untuk mencari celah masuk ke dalam
markas tim saya, namun dengan sialnya ia justru
tersandung oleh batu yang lumayan besar.
Rintihan kesakitan pun keluar dari mulut Arya. ‘
HUHUHUHU, sakit banget Tuhan, ‘ jeritan Si
Arya sambil memegang lukanya. Melihat
kondisinya yang seperti itu, kita pun bergegas
untuk mencari air agar bisa sedikit
membersihkan lukanya dari butiran debu yang
masuk.
“ Arya, nangis nya jangan keras - keras
plisss “ kata Adit dengan muka yang panik.
“ Eh iya ya, nanti mama kamu keluar,
berabe kita “ sahut Hero.
Andai Waktu Bisa Diputar I 134
Dengan rasa perih yang tak tertahankan, Arya pun
tak kuasa mendengar ucapan Adit dan Hero.
Jeritan yang lebih keras pun Arya keluarkan setelah
lukanya ditetesi oleh air. Jeritan keras yang
merambat ke dalam rumah Arya, membuat sang
Ibu keluar dari rumah.
‘ HEH, ada apa itu?! ‘ kata sang Ibu dengan suara
yang lantang. Dengan muka yang panik, kita semua
pun menjelaskan kejadian yang terjadi. Sontak, hal
tersebut pun membuat beliau sedikit emosi
terhadap Arya. ‘ Bandal kali kau ya, sudah ku
bilang berapa kali, jangan kau lari kencang -
kencang, ‘ katanya. Dengan muka yang bersalah,
kita juga hanya bisa menundukan kepala ke arah
bawah tanah.
“ Sudah - sudah, kalian mending sekarang
pulang, sudah mandi keringat kalian semua. Arya
masuk! “ kata beliau.
“ Tante, kami minta maaf ya dengan keadaan
yang terjadi “ sahutku dengan muka yang bersalah.
“ Iya tan, lain kali kita bakal lebih hati - hati
lagi kok “ sahut Mahira.
“ Maaf ya tante “ sahut kita ber - 7.

Sang Ibu pun menghiraukan segala perkataan


yang kami ucapkan. Kami hanya bisa saling
bersalah - salahan di perjalanan pulang atas
kejadian yang baru saja terjadi.
Andai Waktu Bisa Diputar I 135
“ Ide siapa si tadi main benteng? “ tanya Putri
“ Itu tuh, si Michael, si Firaz, ama si Arya “,
sahut Hero
“ Makanya kan, tadi aku sempet nolak kan
buat main benteng, tapi kalian malah sok - sok
nyemangatin, sekarang giliran kayak gini, siapa
yang mau disalahin, “ kata Putri dengan nada yang
emosi.
“ Ya, si Michael sama Firaz lah, kan meraka
yang nyaranin “ jawab Adit
“ Iya tuh, salahin si Michael ama Firaz,
makanya
ngapain coba malem - malem mainnya benteng,
udah tau suasananya kayak gelap gulita “ sahut
Hero

Perkataan Adit dan Hero lah yang hanya bisa


memperkeruh suasanan. Namun, dengan respon
mereka yang tidak mengenakan saya pun tidak
bisa tinggal diam.

“ Yaudah si, lagi juga Hero ama Adit setuju


sama permainan ini, kenapa ga mereka juga yang
disalahin “ jawabku dengan nada yang keras
“ Eh udah ngapa, ngapain si saling salah -
salahan, udah ini salah kita bersama “ jawab
Mahira
“ Ga bisa dong, yang nyaranin harusnya yang
Andai Waktu Bisa Diputar I 136
disalahin “, kata Hero.
Firaz pun dengan muka yang kesal hanya bisa
terdiam seribu kata, mungkin ia tidak ingin
menjawab perkataan siapapun agar tidak
membuat suasana semakin memanas.

Atas kejadian yang telah terjadi, keesokan


harinya kami pun hendak berminta maaf satu
dengan yang lainnya. Tak lupa, kami juga
pastinya meminta maaf juga kepada Arya dan
sang Ibu. Ibu Arya mengatakan bahwa kita harus
saling menjaga satu dengan yang lainnya agar
kejadian yang seperti kemarin tidak terulang
kembali.

Sejak saat itu, kami sepakat untuk tidak


bermain pada malam hari ataupun jika kita
menginginkan bermain di malam hari, kita
menghindarkan permainan yang melibatkan
unsur lari - larian didalamnya, seperti benteng,
gobak sodor, ataupun yang lainnya.

*****

Andai Waktu Bisa Diputar I 137


Rumah Terbengkalai
Mikael Fabian P / 9C / 22

Suatu hari di masa lalu, ada seorang anak kecil


yang dikenal karena keaktifannya. Anak kecil itu
adalah saya di masa lalu. Pada hari yang cerah,
saya akan selalu pergi keluar rumah untuk bermain
dengan teman-temanku. Namun, ada beberapa
diantara mereka yang tidak suka kehadiran ku,
dikarenakan agama kepercayaan ku berbeda
dengan mereka. Jadi mereka selalu mencoba
menjauhkan ku dari yang lainnya. Walau begitu,
ada juga yang menerima ku walaupun berbeda.

Suatu hari, saya pergi bermain dengan teman-


teman yang menerima ku apa adanya. Mereka
mengajak saya untuk menelusuri rumah
terbengkalai di ladang rumput. Jarak rumah
terbengkalai itu dengan rumah saya cukup jauh.
Kami pun menelusuri rumah terbengkalai itu. Kondisi
rumah itu sudah hancur, mulai dari atap yang sudah
tidak ada rupanya, tembok yang berbolong-bolong,
dan cat yang sudah memudar. Intinya rumah itu
benar-benar hancur. Kami pun memasuki rumah itu,
disana masih terdapat
Rumah Terbengkalai I 138
beberapa perabotan-perabotan rumah, walaupun
kondisinya sudah tidak bagus lagi.

Pada saat kami memasuki ruangan yang


terlihat seperti kamar mandi, salah satu teman
saya seperti mendengar sesuatu. “Suara apa tadi?”
Tanya nya. Kami pun terheran dengan pertanyaan
nya, karena kami tidak mendengar suara apa-apa.
Lalu mereka semua kecuali saya mendengar suara
yang dimaksudkan tadi. Mereka langsung tergesa-
gesa meninggalkan rumah terbengkalai tersebut.
Saya yang kebingungan hanya mengikuti apa yang
mereka lakukan. Mereka pun berlari menjauhi
rumah tersebut, dan saya pun ikut berlari mengikuti
mereka. Saat saya berlari, satu dari sendal saya
lepas dari cengkeraman kaki saya. Saat itu saya
hanya bisa terus berlari mengikuti mereka, karena
jika saya akan tertinggal jika saya memasang
sendal itu ke kaki saya. Kami pun berlari cukup
jauh dari rumah tersebut, panik yang ditimbulkan
mereka pun telah memudar. Lalu saya mengajak
mereka untuk kembali mencari sendal saya yang
tertinggal. Mereka pun hanya menerima ajakan
saya, karena saya terlihat cukup panik saat itu.
Kami pun pergi mencari sandal saya yang hilang.
Setelah waktu lama yang telah terbuangkan untuk
mencari sendal saya yang hilang, saya hanya bisa
pasrah dengan kehilangannya sendal saya.
Rumah Terbengkalai I 139
Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Ketika
saya sampai ke rumah kakek dan nenek saya,
kakek dan nenek saya terlihat cukup khawatir
melihat saya.
“Dari mana saja kau Mika?” Tanya mereka
sembari memperlihatkan muka kekhawatiran.
Disitu saya baru ingat, bahwa saya lupa
berpamitan dengan mereka, yang jadinya mereka
khawatir dengan keadaan saya.
“Saya habis main tadi.” Jawab saya. Setelah
itu, saya pun makan dan beristirahat disana sambil
menunggu ibu saya pulang kerja.

*****

Rumah Terbengkalai I 140


Dompet Mama
Philip Sahalatio / 9C / 23

Kamis Dini Hari, aku bangun dengan semangat


yang membara. Waktu itu, libur sekolah sudah
datang, kami sekeluarga memanfaatkan waktu
liburan untuk pergi berlibur ke Singapura dan
Malaysia. Kami berangkat dari rumah pukul 2 pagi
untuk mengejar pesawat dari Bandara Soekarno-
Hatta yang akan berangkat pukul 6 pagi bertujuan
Bandara Changi Singapura. Kami berangkat ke
bandara menggunakan taksi yang dipesan oleh
Bapakku. Selagi menunggu taksi datang, Mamaku
membuat bekal atau snack untuk di bandara.

Tak lama taksi yang kami pesan pun datang. Kami


segera memasukan koper-koper yang akan kami
bawa ke dalam taksi. Kami berangkat dengan
semangat karena ini merupakan pengalaman
pertama kami berlibur ke luar negri walaupun dekat
negaranya. Perjalanan kami ke bandara kurang lebih
memakan waktu 2 jam. Waktu perjalanan kami
dipenuhi dengan tidur karena memang saat itu
masih dini hari dan kami semua mengantuk.

Dompet Mama I 141


Sesampai di bandara kami segera menurunkan
barang dan mencari troli untuk membawa koper.
Suasana bandara saat itu sangatlah ramai, karena
hari itu adalah hari kerja, banyak orang yang
melakukan dinas perjalanan. Kami segera masuk ke
dalam bandara dan melakukan screening. Sesudah
kami melakukan pengeprinan tiket dan sudah
memasukan barang ke dalam bagasi pesawat, kami
semua berpisah untuk pergi ke toilet. Pada saat
kami semua berkumpul kembali, kami segera pergi
ke tempat tunggu.

Sebelum itu kami mengecek tiket yang akan


dibutuhkan nanti. Saat kami mengecek ulang
barang dan tiket, kami baru menyadari satu hal.
Kami menyadari tas dompet milik Mamaku yang
berisi tiket pesawat hilang. Kami semua
kebingungan dan pasrah karena barang hilang di
bandara sulit untuk ditemukan. Kami menghampiri
seorang petugas bandara dan menanyakan perihal
tas dompet milik Mama. Namun, petugas tersebut
bilang tidak ada laporan barang hilang sama
sekali. Petugas tersebut segera menghubungi pos
dan menanyakan perihal tersebut. Setelah
mendapat informasi dari pos, ternyata belum ada
juga laporan barang hilang. Kami sekeluarga
seketika murung dan pasrah karena semua tiket
pesawat ada di dompet Mama.
Dompet Mama I 142
Setelah menunggu beberapa lama, kami didatangi
oleh seorang petugas yang pertama kami tanyakan.
Dia mengatakan bahwa mungkin dompet yang
kami tanyakan sudah ada di pos, dia mengantar
kami ke pos. Ternyata betul, dompet Mama saya
ada di pos dan sudah akan diproses sebagai
barang hilang yang akan dipindahkan, untung saja
kami gercep sehingga dompet Mama saya masih
bisa diambil. Lalu kami segera berangkat ke
tempat tunggu dan langsung naik ke pesawat.

*****

Dompet Mama I 143


Hampir Mati Karena
Motor Sendiri
Rafael Jonas / 9C / 24

Di suatu hari, aku saat itu sedang berada di


rumah bersama mamaku. Saat itu aku masih
berumur 11 tahun atau masih kelas 6 SD,aku suka
otomotif ,terlebih lagi motor. Pada saat itu aku
sedang tidak ada kegiatan dan aku terpikir suatu
hal yaitu belajar naik motor, aku langsung
semangat dan buru-buru meminta ijin ke mama
supaya diperbolehkan belajar motor dan ternyata
boleh,akupun langsung mengeluarkan motorku.

Akhirnya, akupun mencoba naik motor sambil


diawasi terlebih dahulu oleh mamaku. Pada
awalnya hanya berputar-putar gang, akupun mulai
bosan dan mencoba untuk ijin bekeliling komplek
perumahan agak jauh dan diijinkan mamaku.
Awalnya cuma pelan - pelan karena masih takut
untuk mencoba mengebut saat itu, aku sudah
mencoba berkeliling komplek dan tanpa sengaja
bertemu temanku yang ingin ke warung yang agak
jauh dari komplekku, dia minta tolong kepadaku

Hampir Mati Karena Motor I 144


untuk mengantarkannya sampai kedepan komplek
saja, akupun mau membantunya untuk sampai ke
depan dengan syarat membayar 5 ribu rupiah
untuk jaminan kalau ada apa - apa, karena saat itu
kami tidak memakai helm sama sekali. Puji Tuhan
kami sampai dengan selamat tanpa ada masalah
apapun. Masalah muncul mulai di sini, saat
perjalanan pulang aku memberanikan diri untuk
tarik gas sangat dalam, karena aku baru pertama
kali mencoba kecepatan tinggi jadi tanganku
berkeringat dan tanganku terpeleset, akupun jatuh
terseret cukup panjang. Aku jatuh tanpa
perlengkapan berkendara yang lengkap bahkan
helmpun tidak pakai tapi puji Tuhan saya hanya
berdarah pada bagian lutut, punggung kaki, dan
siku tangan.

Aku pun langsung berdiri mencari kran air


dan pada saat itu ada ayahku, ayahku langsung
menyuruhku cepat - cepat membersihkan luka-
lukanya. Saat aku sedang mencuci lukanya aku
baru sadar kalau aku bisa jalan tanpa merasakan
sakit sama sekali.Ketika sudah selesai
membersihkan luka -lukanya aku membantu ayahku
memindahkan motor yang jatuh bersamaku. Aku
bilang ke ayahku untuk segera memperbaiki body
motor yang patah dan lecet ayahku pun langsung
marah karena aku
Hampir Mati Karena Motor I 145
sudah luka sangat parah dan akhirnya aku tidak
masuk sekolah selama sehari.

Beberapa bulan saat kecelakaan itu aku


langsung memakai perlengkapan berkendara saat
naik motor, mau itu jarak dekat atau pun jauh.
Seperti memakai helm SNI saat berkendara.

*****

Hampir Mati Karena Motor I 146


Petak Umpet
Reagan Lauliucyus / 9C / 25

Reagan Lauliucyus, tepatnya Reagan.


Diberikan oleh kedua orang tuaku yang memiliki
arti raja kecil. Sesuai dengan nama, sedari kecil aku
sudah diperlakukan sebagai raja kecil.

Terlahir dengan visual yang tergolong rupawan,


tidak heran sering kutemukan orang-orang yang
terus melemparkan pujian mengenai penampilan
fisikku.

Semua diawali ketika aku menginjak kelas pertama


di Sekolah Dasar. Dengan mama yang
mengantarku dengan motor pada hari pertama.
Sejujurnya aku tidak terlalu siap untuk menghadapi
hari ini, bertemu dengan orang baru, suasana baru?

Aku di sekolah sangat malu,aku tidak berani untuk


berbicara dengan orang-orang. “Nak,ayo main
sama teman sebaya mu tuh” ujar mamaku. Aku pun
menjawabnya dengan hanya menggeleng-
gelengkan kepalaku. ”Tent Teng Teng” suara bel

Petak Umpet I 147


masuk mulai terdengar ditelingaku.Aku pun
semakin panik karena itu. Lalu datang lah
seseorang yang seumuran dengan ku,dia bernama
kendrick. Dia memberikanku setangkai bunga asoka
lalu mengatakan “main yuk!”. Aku memberanikan
diri dengan membalasnya “ayo!”. Dia pun
menggenggam tangan ku dengan kencang. Aku
dibawa pergi ke lapangan ternyata aku diajak
bermain petak umpet dengan teman-teman yang
lain. Disana ada Rendra, Kendrick, Lionel, Mikael,
dan Luna.
“Hompimpa alayum gambreng!”
“Yah aku pertama” ujar aku dengan cemberut.
“Yodah aku hitung ya,satu dua tiga” ucap aku
“Siap tidak siap aku datang”ucap aku dengan
semangat.

Aku pun langsung berlari ke taman dekat


lapanganku. Aku melihat ad rambut bergoyang
diantara daun-daun, ternyata itu Rendra yang
bersembunyi dibalik daun-daun itu. ”Ih.. cepat sekali
kamu menemukan aku” ujar rendra dengan
kesal.aku pun bilang itu karena rambutnya yang
keliatan saat bersembunyi. Aku pun terus mencari
lagi, aku menemukan kendrick di belakang tong
sampah. Dia sangat kesal karena
persembunyiannya itu mudah ditemukan. Aku pun
pergi ke gudang dekat lapanganku. Ternyata disitu
ada Mikael yang Petak Umpet I 148
bersembunyi dibelakang pintu gudang itu. ”Sisa Lionel
dan Luna, mereka dimana ya” ucap aku dengan
bingung. Aku mencari mereka di kelas, kantin, dan
gezabo namun aku tidak menemukannya.

“Teng teng teng” suara bel masuk kelas…

Lalu datanglah Lionel dan Luna.


”Kemana saja kamu, aku lelah tau mencari kali”
ucap aku dengan kesal.
“Kami bersembunyi di parkiran” ujar Lionel dan
Luna.
Kami semua pun tertawa karena tempat
persembunyian mereka yang tidak umum itu.

“Teng teng teng” suara bel pelajaran selesai berbunyi…

Aku langsung dengan semangat merapikan barang-


barangku ke tas dan ingin pulang. Namun tiba-tiba
Kendrick memanggilku,”hey Reagan mau main petak
umpet lagi tidak?”ucap Kendrick. Aku pun menerima
tawaran itu. Saat kami mulai hompipa, kami ditarik
orang tua kami masing masing “hey pulang, sudah jam
berapa ini!”ujar mereka. Aku pun terpaksa ikut pulang
tapi itu adalah kenangan terindahku karena bisa
punya banyak teman.

*****
Petak Umpet I 149
Suram yang Berakhir
Terang Benderang
Regina Tjoajadi / 9C / 26

Tentang seorang gadis yang mentalnya dihajar


habis-habisan saat masa kecilnya.

“Aku pulang,” salam Hana dengan lesu.

Gadis berusia 10 tahun itu sangat benci tempat


tinggalnya. Ketika orang bilang bahwa, rumah
adalah tempat ternyaman, tempat untuk pulang,
tempat untuk beristirahat, melepas letih. Namun
tidak dengan Hana. Ia benci untuk pulang ke
rumah. Karena hal ini lah yang akan ia saksikan
setiap waktu ketika berada di rumah.

Prang! Prang!

Hana hanya bisa menatap nanar pemandangan


miris di depannya. Pertengkaran orangtua. Hahah,
sudah biasa. Inilah pertunjukan yang Hana
saksikan setiap harinya.

Suram yang Berakhir Terang Benderang I 150


Mata gadis itu menyapu pandangan ke seluruh
penjuru ruangan. Pecahan beling yang berserakan
di lantai rumahnya tertangkap oleh indera
penglihatan Hana. Sempat terpikirkan niat untuk
mengambil pecahan beling tersebut lalu Ia
genggam erat-erat dengan tujuan untuk melukai
tangannya. Merasakan sakit di tangan untuk
mengalihkan rasa sakit di hati. Tapi Ia segera
menepis pikiran buruk itu dari benaknya.

“Tidak, aku tidak boleh melakukan hal itu!” Batin


Hana sambil menggelengkan kepalanya.

Hingga malam hari, pertengkaran kedua


orangtuanya tak kunjung usai membuat Hana
tertawa sumbang. Tak sanggup lagi menyaksikan
pertengkaran tersebut, Hana memutuskan untuk
kabur dari rumah. Ia berjalan tanpa tujuan. Ia
kehilangan arah.

“Tuhan, mengapa Kau memberikan cobaan yang


begitu berat kepadaku? Bawa aku pergi dari
kehidupan ini, Tuhan. Kumohon, aku sudah tak
sunggup lagi hidup di dunia ini,” gumam Hana
dengan derai air mata yang menderas.

Bbbrrrrrrrsssshhhhhhh

Suram yang Berakhir Terang Benderang I 151


Hujan turun dengan derasnya, seolah berusaha
untuk menutupi air mata Hana yang membanjiri
pipinya. Hana membiarkan tubuhnya terguyur
oleh derasnya hujan.

JEDERRRR!!

Hana menjerit kaget dan refleks menutup kedua


telinganya ketika sambaran petir terdengar
begitu menggelegar. Ia memutuskan untuk
berteduh di salah satu ruko yang sudah tutup.
Badannya menggigil kedinginan, pakaian yang
basah kuyup, tak lupa cacing-cacing di perutnya
keroncongan minta diisi, membuat Hana merasa
tak berdaya.

Hana belum makan sedari pulang sekolah.


Pertengkaran orangtua membuatnya kehilangan
nafsu makan dan tak bergairah untuk
beraktivitas. Yang Ia lakukan hanya
menyaksikan, meratapi, mengeluh, dan berusaha
untuk menghindari kenyataan.

Tubuh Hana mulai limbung hingga akhirnya


perlahan Ia hilang kesadaran.

Suram yang Berakhir Terang Benderang I 152


“Dek, dek. Akhirnya kamu sadar juga,” ucap seorang
wanita paruh baya yang menghela nafas lega saat
Hana membuka kedua matanya.

Di mana aku? Dan siapa wanita paruh baya itu?

Seribu pertanyaan menyerbu otak Hana. Hana


sama sekali tak mengenalnya. Yang jelas, dia
bukan ibu Hana.

“Siapa kamu?” Tanya Hana heran. Mengapa Ia


terlihat begitu mengkhawatirkan keadaan Hana?

“Eumm, saya Dewi. Saya menemukanmu di depan


ruko saya. Kamu tak sadarkan diri membuat saya
khawatir dan membawamu masuk ke dalam ruko
saya,” jelasnya.

“Untuk apa kau memperdulikanku? Bukankah aku


tak berharga?” Lontar Hana asal membuat Dewi
melotot.

“Hey, siapa bilang!? Semua orang berharga di mata


Tuhan, dan di mata orang yang tepat!” Tekan Dewi
dengan tegas. Aku hanya mengedikkan bahuku tak
peduli.

Suram yang Berakhir Terang Benderang I 153


“Entah lah, aku hanya lelah dengan takdir
hidupku. Mengapa Tuhan menyusun skenario
takdir hidupku sedemikian kejam? Apakah ini
pertanda dari-Nya untukku agar segera
mengakhiri kehidupanku di dunia ini?” Pasrah
Hana.

Dewi menghela napas. Ia mengelus puncak


kepala Hana.

“Saya juga pernah ada di posisi kamu, nak,” ucap


Dewi dengan getir. Matanya seolah sedang
mengenang masa lalu.

“Apa alasanmu tadi berkata demikian?” Tanya


Dewi.

“Lelah dengan keributan di rumah, pertengkaran


orangtua yang tiada hentinya,” Ucap Hana
sekenanya. Ia malas membahasnya karena mood
Hana dapat hancur dalam sekejap hanya karena
membahas topik ini.

Dewi mengangguk mengerti. Dewi pernah ada di


posisi Hana, makanya Ia paham betul apa yang
Hana rasakan.
Suram yang Berakhir Terang Benderang I 154
“Kau belum menjawab pertanyaanku tadi.
Mengapa kau menolongku? Mengapa kau
pedulikan aku?” Tanya Hana penasaran.

“Entahlah, pikiran dan hatiku menggerakkan


ragaku untuk membantumu,” jawab Dewi apa
adanya.

Namun sekarang Dewi mengerti mengapa semua


ini terjadi. Tuhan telah merangkai takdir
sedemikian rupa. Pada waktu dulu, saat Dewi
berada di posisi Hana, Tuhan menyalurkan
bantuan lewat seseorang yang membuat Dewi
tersadar, mengakhiri hidup bukanlah jalan
menuju kebahagiaan, melainkan penyesalan.

Setelah mendengar beberapa kalimat yang


dilontarkan oleh Hana, sepertinya yang Hana
alami sama persis dengan yang Dewi alami dulu.
Ada setitik rasa di mana Ia sudah sangat lelah
dan tak minat untuk melanjutkan kehidupan di
dunia.

“Hey,” panggil Dewi, lalu menggenggam erat


kedua tangan mungil Hana.

Suram yang Berakhir Terang Benderang I 155


“Kau lelah dengan semua ini? Akui lah rasa itu,
itu wajar. Kamu tidak bisa lari dan menghindari
kenyataan pahit itu. Kamu tidak sendiri di sini.
Ada aku, ada Tuhan yang memperdulikanmu.
Tuhan selalu menyertaimu. Cobaan-cobaan yang
beliau berikan untuk membangunmu menjadi
pribadi yang kuat. Jika kau mau menenangkan
diri, menginap lah di sini bersamaku. Besok pagi
akan kuantar kau pulang,” jelas Dewi yang
beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan
Hana seorang diri yang masih bergeming,
mencerna kata per kata yang Dewi lontarkan dari
bibirnya.

Hana memutuskan untuk tinggal di ruko milik


Dewi malam ini. Ia sangat malas untuk pulang ke
rumahnya. Hana masih termenung, memikirkan
ucapan Dewi tadi.

“Jangan melamun terus, ambil handuk dan


pakaian ini, ganti pakaianmu yang basah kuyup
itu. Kamar ganti ada di sebelah sana,”. Jari
telunjuk Dewi menunjuk ke arah kanan. Hana
mengangguk patuh dan mengambil handuk serta
pakaian yang Dewi pinjamkan kepada Hana, tak
lupa mengucapkan terima kasih kepadanya.
Suram yang Berakhir Terang Benderang I 156
Setelah selesai berganti pakaian, Dewi
mengarahkan Hana menuju kamar yang akan
ditempati Hana malam ini.

Hari telah berganti. Sinar mentari mulai menembus


jendela kamar Hana. Hana menggeliat di kasurnya,
malas untuk bangkit dari kasur. Mengingat pagi ini
Dewi akan mengantarkannya kembali ke rumah
suram itu.

Tapi beberapa menit setelahnya Hana perlahan


mulai bangkit dari kasur dan segera merapikan
kasur yang Ia tiduri. Ia merasa merepotkan Dewi
karena sudah menumpang di rukonya.

Hana beranjak ke kamar mandi untuk membasuh


tubuhnya, tak lupa menyikat gigi dan menyisir
rambut panjangnya. Hana turun ke lantai bawah
dan indera penciumannya langsung disambut
dengan harumnya masakan lezat.

Suara dentingan panci dan sutil membuat Hana


yakin bahwa Dewi sedang memasak. Hana
menghampiri Dewi dan mengucapkan selamat pagi
kepadanya. Dewi membalas sapaan Hana dan
mempersilakan Hana untuk duduk dan bersiap di
meja makan.

Suram yang Berakhir Terang Benderang I 157


Mata Hana berbinar ketika Dewi menghidangkan
makanan kesukaan Hana di meja makan. Mereka
berdua pun makan dengan lahap. Keheningan
menyelimuti keduanya. Mereka terlena pada
pikirannya masing-masing.

Hidangan di meja makan kini sudah kandas.


Hana membantu Dewi untuk membersihkan meja
makan dan mencuci piring serta peralatan masak
lainnya.

“Sudah siap untuk pulang sekarang?” Tanya Dewi.

Tentu saja Hana tak akan pernah siap. Namun


Hana tak mau merepotkan Dewi lagi dengan
tinggal di rukonya. Karena jika bukan tinggal di
ruko Dewi, lalu ke mana ia akan berlabuh untuk
menghindari rumahnya?

Dengan terpaksa, Hana mengangguk lemas. Dewi


sebenarnya tahu bahwa Hana masih belum siap
untuk kembali ke rumahnya. Namun, apa boleh
buat? Dewi tak mau Hana terus-terusan lari dari
masalah dan mencoba untuk lari dari kenyataan.

Dewi memaklumi akan pemikiran untuk


mengakhiri hidup yang terlintas dalam benak
Suram yang Berakhir Terang Benderang I 158
Hana. Usianya yang baru seusia jagung
membuatnya belum bisa berpikir dewasa.

Dewi menggandeng tangan Hana dan


mengajaknya masuk ke dalam mobil. Hana yang
tak mengingat arah jalan pulang hanya bisa
memberi alamat lengkap rumahnya kepada Dewi.
Selama di perjalanan pulang, Hana bergerak
gelisah. Hatinya merasa tak tenang karena
sebentar lagi Ia akan kembali menyaksikan
pertengkaran orangtuanya.

Tak henti-hentinya Hana merapalkan doa dalam


hati agar tidak menyaksikan pertengkaran
orangtuanya lagi.

Mobil yang ditumpangi Dewi kini sudah tiba di


depan gerbang rumah Hana. Hana memejamkan
matanya, dan meyakinkan dirinya sendiri untuk
turun dari mobil Dewi dan memasuki rumahnya.

Saat knop pintu rumah dibuka, keheningan


menyelimuti rumah tersebut. Hana mempersilakan
Dewi untuk masuk ke dalam rumahnya. Hana
menyusuri ruangan per ruangan, mencari
keberadaan kedua orangtuanya.

Suram yang Berakhir Terang Benderang I 159


Suara tangis menyapa indera pendengaran Hana
dan Dewi, membuat keduanya saling tatap satu
sama lain. Mereka mencari keberadaan sumber
suara tersebut.

Hana dan Dewi terbelalak ketika mendapati ibu


Hana sedang menangis tersedu-sedu di dapur
dengan ribuan pecahan beling di lantai. Ibu Hana
mendongak ketika menyadari ada sosok yang
memperhatikannya.

“H-Hana,” panggilnya dengan sesegukan. Ibu Hana


menghampiri Hana dan Dewi tanpa
memperdulikan telapak kakinya yang terluka
akibat menginjak puing-puing beling yang
berserakan di lantai dapur.

Ibu Hana berhambur peluk dengan Hana, tak


peduli akan darah yang terus mengalir dari
telapak kakinya. Hana membalas pelukan ibunya.
Dengan tangisan yang belum reda, ibu Hana
bertanya di mana keberadaan Hana kemarin
malam. Namun bukannya menjawab pertanyaan
ibunya, Hana malah balik bertanya.

“Di mana ayah, bu?” Tanya Hana yang berlinang

Suram yang Berakhir Terang Benderang I 160


air mata akibat melihat keadaan ibunya yang
begitu mengenaskan.

“A-ayahmu pergi, nak.” Ucap ibu Hana. Memberi


jeda sebentar, lalu kembali melanjutkan
ucapannya.

“Maafkan ibu selama ini belum pernah menjadi


sosok ibu yang baik untukmu,” ucapnya mengelus
rambut hitam Hana.

Bagai dada yang ditusuk ribuan belati, perasaan


ibu Hana sangat hancur berkeping-keping. Terasa
sangat nyeri karena suami yang
meninggalkannya, ditambah lagi rasa
bersalahnya kepada Hana karena Ia merasa
belum bisa menjadi sosok ibu yang baik untuk
putrinya.

Hana membalas pelukan ibunya tak kalah erat,


isak tangis Hana mulai terdengar. “Tidak, ibu
tetap menjadi ibu terbaik bagi Hana. Terima
kasih karena ibu tetap menunggu Hana di sini,”
ucap Hana dengan nada bicara yang bergetar.

Dewi yang menyaksikan itu menjadi terharu dan


mengusap ujung matanya menggunakan sapu
Suram yang Berakhir Terang Benderang I 161
tangan. Dewi merasa sangat lega karena
akhirnya Hana menemukan jalan keluar dari
hidup kelamnya di masa kecilnya.

Dewi sungguh prihatin dengan kehidupan yang


Hana alami, terutama pada usianya yang masih
10 tahun, ia harus merasakan pahitnya hidup.
Ketika kebanyakan anak kecil lainnya merasakan
bahagianya hidup pada masa kecil, tetapi tidak
dengan Hana. Tapi Dewi tetap kagum dengan
Hana yang bisa bertahan sejauh ini. Tak mudah
untuk bertahan dikala situasi yang seperti ini.

Waktu berlalu begitu cepat. Hana sudah beranjak


dewasa. Ia menjadi wanita karir yang sukses. Kini
Hana tinggal bersama ibunya. Tak jarang Ia
mengunjungi ruko Dewi. Dewi sudah menjadi
bagian dari hidupnya. Orang yang paling
berharga setelah ibunya, karena Dewi sungguh
berjasa bagi hidupnya.

Hana sungguh bersyukur karena Ia bertemu Dewi


waktu itu. Jika tidak, bisa-bisa pikiran untuk
mengakhiri hidup lebih dominan dibanding
bertahan hidup. Ia yakin dirinya akan menyesal
jika ia mengakhiri hidupnya waktu itu. Ia tak
akan
Suram yang Berakhir Terang Benderang I 162
merasakan indahnya kehidupan bersama ibu dan
Dewi.

Meskipun banyak rintangan yang Hana lewati


semasa kecilnya dulu, justru itu yang membuat
Hana semakin kuat sekarang. Semakin beranjak
dewasa, rintangan-rintangan hidup masih
mengiringinya. Namun, selalu ada sosok ibu dan
Dewi yang membuatnya kuat dan bertahan
hingga detik ini.

Tuhan sudah merangkai takdir kehidupan setiap


makhluk dengan sedemikian indah. Problematika
hidup ada bumbu-bumbu yang mewarnai
kehidupan setiap insan.

*****

Cerita ini hanyalah cerita fiksi dan karangan


semata pengarang

Suram yang Berakhir Terang Benderang I 163


Liburan ke Yogyakarta
Reno Cahyo S / 9C / 27

Pada suatu hari, saya diajak liburan bersama


keluarga, saya diajak liburan bersama keluarga
pada liburan sekolah tiba. Saya bertanya kepada
mama saya
“ Mah, nanti liburan sekolah mau liburan ke
mana?” Kata mama saya,
“ Nanti kita liburan ke Yogyakarta Ren
sekalian menjenguk kakek sama nenek kamu yang
ada di Yogyakarta. “ Dan saya jawab,
“ Ooo oke ma. “

Pada malam harinya saya tidur dan berangkat


pada pagi harinya. Saya berangkat naik mobil
yang dikendarai oleh bapak saya. Saya berangkat
pukul 3 pagi. Saya pergi lewat tol. Saya sampai di
rumah nenek saya pada beso harinya pada pukul 5
sore. Ketika saya sampai di rumah nenek saya, saya
menemui nenek dan kakek saya dan menanyai
kabar mereka,
“ Halo nek, kek gimana kabar nenek dan
kakek di sini?” Jawab mereka,

Liburan ke Yogyakarta I 164


“ Nenek sama kakek baik baik saja di sini, kalo
kamu gimana kabarnya?” Jawab saya,
“ Aku baik nek. “

Dan kita pun diajak makan malam oleh nenek dan


kakek. Saat di meja makan, nenek tanya kepada saya,
“ Kamu abis dari sini mau kemana?” Lalu saya
menjawab,
“ Aku diajak sama bapak ke alun- alun
Yogyakarta nanti malem nek.” lalu nenek saya
menjawab,
” Ooo ya sudah, nanti jangan pulang terlalu
malam ya”.

Saat jam 7 malam, saya pergi ke alun alun dan


bermain di sana sampai jam 10 malam. Saya pun
kembali ke rumah nenek saya dan tidur sampai pagi
jam 8. Nenek saya mengajak sarapan di meja makan.
Lalu bapak bilang ke saya dan nenek kakek saya,
“ Bu saya sama anak anak di sini cuman sampai
hari ini ya, habis makan mau pulang lagi ke Bogor.”
Jawab nenek saya,
“ Lho kenapa gk lama di sini.” lalu bapak saya
jawab,
“ Saya ada kerjaan mendadak bu di bogor 2 hari”
nenek saya jawab,
“ Ooo ya sudah hati hati ya”.

Liburan ke Yogyakarta I 165


Saya pamit kepada nenek dan kakek saya,
“ Nek, Kek aku berangkat dulu ya” nenek
menjawab,
“ Iya, kamu hati hati ya di jalan.

Sebelum berangkat ke Bogor, saya ke Candi


Prambanan dulu melihat lihat di sana dan membeli
oleh oleh di sana. Saya pun pulang dan sampai di
rumah besok harinya pada jam 9 malam.

*****

Liburan ke Yogyakarta I 166


Masa Kecil Nan Indah
Thobias Adi P / 9C / 28

Adi namanya, dia adalah salah satu anak dari


pasangan yang bernama Pak Munir dan Bu Melia.
Dia memiliki satu kakak yaitu bernama Rama. Dia
berbeda 2 tahun dengan kakaknya, ia lahir pada
20 Februari 2005. Selama masa kecilnya ia adalah
anak yang sangat di sayang oleh kedua orang
tuanya dan kakaknya. Sewaktu sekolah dasar, dia
bersekolah di SD Harapan Indah. Disekolah, dia
adalah salah satu anak yang akademis tidak
terlalu buruk. Dia adalah anak yang mudah bergaul
dengan teman-temannya, maka dari itu ia memiliki
banyak teman. Semasa kecilnya ia memiliki salah
satu bakat yaitu bermain futsal. Ia sangat handal
dalam mengendalikan bola sehingga teman-
temannya pun terkagum-kagum kepadanya. Pernah
sekali ia bermain futsal sebelum masuk sekolah, ia
kena tegur oleh gurunya karena masuk kelas dalam
keadaan berkeringat. Kemudian selama Sekolah
Dasar dari kelas 1-4, dia mendapatkan nilai yang
cukup memuaskan. Lalu pada saat ia kelas 5, nilai
ulangan ia sangat turun dari ulangan-ulangan
Masa Kecil Nan Indah I 167
sebelumnya karena ia terlalu sering bermain game.
Kemudian di sekolah ia kena tegur oleh gurunya
perihal nilai ulangannya turun, lalu gurunya
memberi pesan “ Kurangi lah bermain game Adi ”.
Sepulang dari sekolah ia pun juga kena tegur oleh
ibunya karena nilai ia turun. Ibunya memberi
nasihat agar ia lebih meningkatkan lagi di ulangan
berikutnya. Kemudian pada saat kenaikan kelas ia
mendapatkan nilai yang bagus dan bisa naik ke
kelas 6. Di kelas 6 dia kembali mendapatkan nilai
yang sangat bagus karena ia lebih sering belajar
daripada bermain game. Kemudian ia lulus dari
sekolah dasar dan ia diberikan kado sepeda oleh
kedua orang tuanya, ia sangat merasa senang
karena sepedanya sudah rusak. Sekarang ia sudah
memasuki SMP di sekolah Dharma Putra. Saat
masuk ia pun kembali mendapatkan banyak teman
karena ia adalah murid yang suka bergaul.

*****

Masa Kecil Nan Indah I 168


Teman Belajar
Vannesa Angela / 9C / 29

Pada suatu hari, ada seorang gadis yang baru


menginjak SD kelas 6. Ia sangat senang saat ia
tahu bahwa dia sudah kelas 6. Pada pagi hari, dia
sangat semangat untuk pergi sekolah dengan
menyiapkan barang-barang seperti buku, alat tulis,
dan lain- lainnya tanpa ada yang ketinggalan. Dia
pun pergi ke sekolah dengan ceria diantarkan oleh
sang ayah. Pada saat sampai sekolah, dia sangat
rindu dengan suasana di sekolah. Lalu ia naik ke
atas lantai 3 untuk pergi ke kelasnya, tetapi ia
kesasar saat ingin pergi ke kelasnya, “Aduh, gimana
nih! kelas ku dimana?” ucap dia dalam hati. Dan
muncullah seseorang yang ingin mengobrol dengan
dia.
“Hai nama ku Janice! kamu kelas 6 apa?”
katanya. “Hai Janice, nama ku Nessa!, aku kelas 6A
dan aku tidak tau dimana kelasku sendiri hehe”
“Ohh! salam kenal ya! aku juga kelas 6A kok!
ayo kita cari kelas kita”
Mereka pun bertemu kelas mereka dan mereka
memutuskan untuk duduk bersama dan
bersosialisasi bersama. Pada saat istirahat Janice
Teman Belajar I 169
“Janice! aku laper nih! temenin aku ke kantin
yuk! mau beli bakso” kataku.
“Oh iyaa, aku juga laper. Ayo kita ke kantin!”
jawab Janice.

Mereka pun jalan dari lantai 3 ke lantai 1. Saat di


kantin mereka langsung mencari tempat duduk dan
membeli bakso dari kantin sekolah.
“Wah enak banget ya bakso kantin emang the
best!” ucap Nessa
“Iyaa enak banget! tapi jangan terlalu sering
makan bakso ya” jawab Janice
“Siap” sahutku.

*Kring - Kring* suara bel pulang sekolah

“Horee pulang”. Janice dan Nessa pun pulang.


Keesokan harinya, sampai disekolah Nessa
diperkenalkan dengan teman- temannya Janice,
yaitu bernama Bimo, Piter, dan Wina.
“Hai, Namaku Wina.” kata Wina dengan nada
yang lembut.
“Namaku Bimo.” kata Bimo dengan suara yang
menggemaskan.
“Aku Piter.” kata Piter.
“Halo semuanya, aku Nessa salam kenal yaa”
ucapku. Mereka pun bermain bersama dan
Teman Belajar I 170
bersosialisasi meskipun masih malu-malu dan
kurang akrab. Waktu begitu cepat dan saatnya
mereka mengalami PTS.

“Anak-anak, tanggal 23 September kita akan


melaksanakan PTS ya! jangan lupa belajar dengan
benar, semangat!” ucap guru. Saat bel istirahat
terdengar, Nessa dan temannya makan bersama
dan juga mengobrol tentang PTS yang akan
berlangsung seminggu lagi.
“Guys! PTS bentar lagi loh! mau belajar
bareng engga?” ucap Janice
“Ayo, kita belajar bersama! jangan lupa nyicil-
nyicil yaa guys!” sahut Bimo
Namun Nessa menolak ajakan tersebut….
‘’Maaf ya guys, aku mungkin gabisa belajar
bareng’’
‘’Loh kenapa?” ucap Janice
“Males belajar hehe” kata ku dengan nada
yang malu - malu.

SEMINGGU KEMUDIAN

*Bel masuk sekolah berbunyi*

Mereka pun melaksanakan PTS dengan sangat


serius dan teliti agar mendapatkan nilai bagus.
Teman Belajar I 171
*5 hari pun berlalu*

“Hore! PTS sudah selesai kita bisa bebas!” kata


Janice dengan gembiranya
“Yeay!” sahutku dengan muka yang sangat
bahagia.

*Saat pembagian rapor bayangan*

“Guys...aku mendapatkan nilai yang tidak


memuaskan” ucap Nessa.
“Loh?? Kok bisa? Semangat terus ya Nessa!’’
ucap Janice.
“Lain kali ikut belajar bareng ya, dijamin kami
akan mengajari dan saling mengajari!’’ kata Bimo.
’’Makasih teman-teman, aku menyesal telah
menolak untuk belajar bersama, namun terimakasih
telah mengingatkanku untuk belajar’’ jawabku.

Pada saat ujian lainnya NESSA DAN TEMAN-


TEMANNYA dapat lulus dari kelas 6 SD bersama-
sama.

*****

Teman Belajar I 172


Rumah Kedua
Vincencia Dahayu / 9C / 30

Pagi ini, aku sedang bersiap-siap pergi


kesekolah. Aku berangkat dengan terburu-buru
karena aku bangun kesiangan.
“Mah, ayo cepetan dikit dong jalannya, aku
udah telat duh. Ada upacara lagi hari ini.” ucapku
dengan khawatir.
“Sabar dong! Ini macet jalannya. Makanya
jangan tidur larut malam, kalau kesiangan begini
akhirnya kamu sendiri yang susah!” balas mama
dengan nada yang meninggi.
Aku terus memandangi jam tanganku, menatap
dengan penuh rasa khawatir dan takut sambil
berharap waktu dapat berjalan dengan lambat. Di
saat itu juga, aku teringat akan suatu hal. Aku lupa
membawa topi upacara!
“Ahh, aku baru ingat hari ini ada upacara!
Aduh gimana ini, aku ga bawa topi maa” ucapku
kesal.
“Semalam kenapa ga kamu siapin atributnya?
Udah tau hari ini Senin” balas mama.
“Ish, aku lupa” ucapku.
Rumah Kedua I 173
“Main mulu kerjaannya” mama menjawab
dengan kesal.
“Tau ah” balasku dengan suara yang bergetar.

Perasaan takut semakin menyelimuti diriku. Mataku


sudah mulai berkaca-kaca. Aku mulai bertengkar
dengan pikiranku, dan menyalahkan diriku sendiri.
“Kenapa ga disiapkan dari kemarin sih? Mau
nyalahin siapa? Aku kan sudah besar. Aku bukan
anak sekolah dasar lagi, harusnya aku sudah bisa
menyiapkan perlengkapan sekolah sendiri. Tidak
perlu diingatkan lagi.” Batinku

Sesampainya disekolah, aku berpamitan dan


segera berlari menuju lapangan sekolah. Upacara
sudah dimulai sejak 8 menit yang lalu. Segera aku
menaruh tasku. Setelah itu, aku berbaris di tempat
paling belakang. Nafasku masih tidak teratur
sehabis berlari tadi. Tiba-tiba, guru yang sedang
menjaga di belakang menghampiriku. “Kenapa
kamu terengah-engah begitu nak?” “Topi mu
mana?” Lanjutnya. Jantungku mulai berdetak
dengan kencang lagi. Setelah berlari tadi,
jantungku mulai di pacu lagi oleh pertanyaan yang
diajukan oleh beliau. Aku pun menjawab dengan
seadanya. Untungnya, guru tersebut hanya
menasehati serta mengingatkan ku dengan lembut,
dan segera kembali ke tempatnya.
Rumah Kedua I 174
Lega rasanya, aku bisa bebas dari hukuman yang
seharusnya diberikan kepadaku karena telah
melanggar tata tertib sekolah. Tidak akan pernah
lagi ku ulang kejadian ini. Upacara sudah selesai
dan kami berjalan kembali ke kelas kami masing-
masing. Saat berjalan menuju kelas, aku melihat
beberapa murid yang sedang berdiri di depan
lapangan.

Terlihat mereka tidak menggunakan atribut


yang lengkap. Aku sangat bersyukur, masih diberi
kesempatan untuk berubah. Sembari menaiki anak
tangga, aku mulai teringat masa-masa saat masih
berada di sekolah dasar dulu. Dimana aku pernah
dihukum akibat atribut yang tidak lengkap. Selain
itu, aku mulai mengingat kembali kejadian-kejadian
lucu dan menyenangkan bersama teman-teman
saat sekolah dasar dulu. Hingga saat ini, aku masih
berteman dengan baik dengan teman sekolah
dasarku.

Ini adalah hari pertamaku di sekolah dasar.


Melihat teman- temanku yang menangis sudah
menjadi hal biasa yang sering terjadi saat orang
tua mereka meninggalkan mereka. Sejak aku
berada di taman kanak-kanak, aku tidak pernah
menangis saat ditinggalkan di sekolah. Justru aku
sangat
Rumah Kedua I 175
senang saat datang di sekolah. Sebelumnya, aku
sangat ingin sekolah karena melihat kakakku. Dan
akhirnya keinginanku tercapai. Sayang, di hari
pertama aku bersekolah orang tua ku tidak bisa
mengantar dan akhirnya aku pergi ke sekolah
diantar oleh tetangga. Kegiatan di sekolah pada
hari pertama masih sangat santai. Kami hanya
berkenalan serta bermain dengan teman sekelas
agar dapat mengenali satu sama lain. Aku
berkenalan dengan banyak orang, tetapi aku tidak
bermain bersama mereka. Rasa malu terus
menghalangiku untuk bermain dengan mereka.
Tetapi, sudah ada beberapa orang yang kukenal
karena kita satu sekolah saat TK.

Bel istirahat berbunyi, kami diperbolehkan


pergi keluar kelas dan bermain di luar. Saat itu, aku
duduk sendiri dibawah pohon besar dekat dengan
kelasku. Tanpa ku sadari, ada anak laki-laki
menghampiriku. Kemudian dia duduk di sampingku.
“Halo, kamu lagi apa disini?” Tanyanya
“Duduk aja” Jawabku singkat
“Nama aku Narendra, panggil Rendra aja”
“Kamu namanya siapa?” Lanjutnya .
“Nama aku Alin” Balasku.

Setelah berkenalan, dia mengajakku untuk bermain


Rumah Kedua I 176
di bawah pohon ini. Kebetulan, kita menyukai film
yang sama saat itu. Film yang kita suka adalah
Frozen, yang saat itu sedang ramai di kalangan
anak-anak maupun dewasa. Senang rasanya, bisa
bermain dengan teman baru. Rendra adalah teman
pertamaku di sekolah ini. Maka dari itu, aku tidak
akan pernah melupakannya. Karena dialah orang
pertama yang mau bermain denganku.

Hari demi hari, kehidupan sekolahku berjalan


dengan baik. Aku sudah mulai bermain dengan
banyak teman. Aku memiliki teman laki-laki yang
bernama Martin. Entah sejak kapan kami mulai
menjadi dekat. Setiap waktu istirahat dia selalu
mengajakku untuk sekedar berjalan-jalan
mengelilingi sekolah atau menemaninya jajan di
kantin. Sesekali, dia merangkul bahuku saat
berkeliling lapangan. Namun aku tidak peduli
dengan apa yang dia lakukan, karena kita adalah
teman. Hal tersebut adalah hal biasa yang
dilakukan oleh seorang teman, bukan?

Dari kejauhan, Rendra memperhatikanku. Diriku


menyadarinya dan menyapanya dengan
melambaikan tangan. Bukannya membalas
sapaanku, Rendra malah datang dan
menghampiriku. Semakin dekat, semakin terlihat
Rumah Kedua I 177
dengan jelas kemana arah matanya tertuju. Tidak,
matanya tidak tertuju padaku. Arah matanya
tertuju kepada teman di sampingku, Martin.
“Kamu lagi ngapain sama Alin?” Tanya Rendra
“Lagi jalan-jalan, kenapa emang?” Balasnya
“Alin kan temen aku, jangan pegang-pegang
Alin.” Ucap Rendra sambil menarik diriku.
“Sombong banget sih, kan temen Alin bukan
kamu doang kali”

Martin pun segera meninggalkan kami dan kembali


ke kelas. Aku terkejut dengan apa yang Rendra
katakan. Perasaan kesal mulai muncul dalam diriku.
Sifat Rendra yang egois tersebut membuat aku
kehilangan satu temanku. Ingin marah rasanya.
Tetapi jika aku marah, Rendra juga akan
meninggalkanku. “Kamu kok gitu sih, dia kan teman
kita juga Ren” ucapku. Dia terdiam sejenak dengan
dahi yang mengerut. Perasaan marah tergambar
jelas di wajahnya. Tetapi akhirnya mukanya
memelas. “Sejak kamu kenal yang lain, aku
ditinggal terus. Kamu udah ga mau main sama aku
lagi ya, Alin?” Tanyanya. Aku terkejut dengan
pertanyaannya. Kemudian aku mulai sadar, yang
Rendra katakan memang ada benarnya. Sejak aku
mengenal banyak teman di sekolah, aku sudah
jarang sekali bermain dengannya. Perlahan aku
Rumah Kedua I 178
mencoba untuk memahami perasaannya. Akhirnya
aku mengerti, Rendra merasa cemburu dengan
Martin karena dia bisa dekat dan sering
menghabiskan waktu bersama denganku.

Setelah kejadian itu, aku meminta maaf


kepadanya. Kami saling memaafkan. Sesudahnya,
aku mengajak Rendra untuk meminta maaf kepada
Martin dan kita bermain lagi seperti biasanya.
Keesokan harinya, ada suatu hal yang kurasa
kurang. Janggal rasanya. Martin sudah tidak
mengajakku bermain lagi. Padahal, saat itu Rendra
sudah meminta maaf dan Martin juga sudah
memaafkannya.
"Rendra, Martin kok ga mau main sama aku
lagi ya? Dianya diem terus kalo aku ajak ngomong."
Tanyaku
"Masa sih? Padahal kan kemarin aku udah
minta maaf ke dia loh, kamu lihat sendiri kan
kemarin." Balas Rendra

Kecewa rasanya, mengetahui bahwa temanku sudah


tidak mau bermain lagi denganku. Aku tidak bisa
memaksakannya untuk bermain lagi denganku.
Ingin rasanya aku menyalahkan Rendra. Tapi
bagaimana pun, Rendra lah satu-satunya teman
yang paling dekat denganku saat ini.
Rumah Kedua I 179
Tahun pertama di sekolah dasar, aku habiskan
waktuku bersama Rendra. Banyak hal yang sudah
kita lalui. Terkadang kami masih sering bertengkar
karena berebut teman atau hal yang sepele. Tetapi,
seiring berjalannya waktu kita mulai memahami dan
mengenal lebih jauh satu sama lain. Ujian kenaikan
kelas pun sudah di laksanakan. Kami berdua sangat
berharap agar sekelas lagi dan tidak mendapatkan
guru yang galak. Namun, takdir berkata lain. Kita
berpisah saat kelas 2. Awalnya, kami masih sering
bermain saat waktu istirahat. Lama kelamaan,
kebiasaan itu sudah mulai hilang. Saling sapa pun
tidak sempat, karena kami sudah jarang melihat satu
sama lain.

4 Tahun berlalu...
Kini aku sudah kelas 6. Kali ini, aku sekelas lagi
dengan Rendra. Sebelumnya, kami juga pernah
sekelas saat kelas 5. Tetapi kami mulai dekat kembali
saat kelas 6 ini. Ada suatu saat, dimana guru kami
sedang mengatur tempat posisi tempat duduk kami
agar tidak berisik saat kelas. Tempat duduk kami
diatur agar berpasangan, laki-laki dan perempuan.
Aku diberikan tempat duduk di samping Rendra.
Saat aku berjalan ke arahnya, Rendra sangat
kegirangan. Awalnya, aku juga merasakan hal yang
sama dengannya. Kemudian rasa khawatir ku muncul.
Rendra mulai mengajakku ngobrol
Rumah Kedua I 180
terus menerus
"Shh, jangan ngobrol terus Ren. Nanti tempat
duduk kita di pindah lagi."

Rendra pun akhirnya diam. Tetapi lama kelamaan,


mulutnya mulai banyak bicara. Mendengar ocehan
Rendra, akhirnya kami dipisahkan.

"Yahhh, kita pisah." Ucapnya kecewa.


"Udah dibilangin, jangan banyak ngomong
makanya." Tanggapku dengan sedikit tertawa.

Suka dan duka telah kita lewati bersama. Kami


juga memiliki anggota tambahan, Bella. Bella
merupakan temanku sedari TK. Kami bertiga
menjadi teman yang baik, hingga saat ini.

Kurang lebih, seperti itu lah masa kecilku. Aku


sangat bersyukur mempunyai teman yang peduli
kepadaku. Terutama, Rendra. Ia selalu menghampiri
ku ketika aku sedang sendirian dan bertanya
tentang keadaan ku. Terima kasih, Rendra dan
Bella. Terima kasih atas warna yang kalian berikan
di dalam hidupku.

*****

Rumah Kedua I 181


Shin Bai
Zefanya Sarah / 9C / 31

Shin, anak yang selalu menghabiskan


waktunya sendirian, Shin selalu menghibur dirinya
dengan berbicara di depan kaca, bermain sebagai
karakter kartun, dan membaca buku. Tiap hari dia
hanya mempunyai orang tua dan kakanya untuk
berkomunikasi dengan sesama. Walaupun Shin
sudah cukup bahagia dengan hal ini tentu dia
tetap berharap untuk mempunyai teman untuk
diajak bermain. Orang tua Shin tidak bisa di
jadikan teman bermain karena mereka sibuk
dengan pekerjaan masing masing, kalau Kaka
sudah punya teman nya sendiri dan selalu bermain
keluar meninggalkan Shin sendirian di rumah.

Semakin Shin bertumbuh, semakin dia


mengenal rasa kesepian. Tiap siang dia melihat
keluar jendela melihat anak anak seumurnya
tertawa, berlari lari, dan bermain bersama. Shin
hanya bisa melihat dan merasakan perasaan yang
sakit karena tidak bisa memberani kan diri untuk
menghampiri mereka, kalau mereka tidak suka aku
bagaimana?
Shin Bai | 182
Shin berpikir seperti itu berulang-ulang kali, dia tidak
tahu cara mengatasi perasaan ini karena tidak ada
orang di lingkungan rumah nya yang terbuka dengan
perasaan masing masing. Hati Shin yang kesepian dan
dingin tiba tiba menjadi hangat.. Ia merasakan
kehadiran seseorang di sekitar, Shin melihat ke
sampingnya secara perlahan. Sosok yang berbentuk
seperti manusia tanpa wajah dengan warna
kesulurahan yang putih samar samar.
Setiap manusia mempunyai ketakutan akan hal yang
tidak familiar, tidak berbentuk, tidak kasat di mata.
Ketakutan itu di butakan oleh rasa ingin tahu Shin
yang besar.. dan rasa kenyamanan yang terasa aneh.
“Oh!” triak Shin. Mahkluk itu tidak bereaksi.
“Hahh kau ini apa ya? Mengapa kau disini?”
Tanya Shin, mahkluk itu tetap tidak bereaksi.

Shin dan mahkluk itu saling bertatapan untuk


sementara. Shin mulai merasa bosan dengan
kehadiran mahkluk itu, “Ah kau membosankan! Aku
tidak ada masalah jika kamu tidak bisa bicara, tapi
bedasarkan fisik mu sepertinya kau bukan tipe orang
yang bisa di ajak main.” Kata Shin dengan kecewa dan
meninggalkan mahkluk itu di jendela itu. Shin
menengok ke belakang sekali lagi, sosok putih itu
masih tidak bergerak atau bersuara sedikit pun. Shin
tidak menghiarukannya dan memutuskan untuk tidur.

Shin Bai | 183


Senja pun tiba, anak-anak diluar sudah pulang
kerumah nya masing masing sehabis bermain
bersama. Shin terbangun oleh panggilan Ibu,
“DEEEK, BANGUnn..! Makan dulu sini, dari
siang belum makan.”
“Mmmgh” Gerutu Shin
Dia menolak untuk bangun tetapi perut nya yang
berkerucut memaksanya untuk menuruti Ibu.
Akhirnya Shin secara perlahan-lahan membuka
mata, tercengang oleh apa yang dia lihat di depan
nya Shin tidak bisa berkata-kata. Mahkluk itu
berdiri diatas Shin, menatap ia dengan kedua bola
mata yang tidak ada sebelumnya. Ada bentuk
wajah yang mulai berbentuk, sepasang tangan,
kaki, telinga, organ dalam nya terlihat lebih jelas,
dan rambut juga terlihat mulai bertumbuh. Shin
bukanya takut, ia malah terpukau karena mahkluk
itu mengingatkan dia tentang kartun horror yang
dia pernah tonton.

“Ahahahah sepertinya kamu tidak


membosankan juga ya! Bagaimana kalau kita jadi
teman saja? Soalnya Kamu keren! Hahahaha” Usul
Shin dengan semangat.

Tidak ada satu kata yang keluar dari mahkluk itu,

Shin Bai | 184


tetapi hanya ada hembusan angin yang ringan
dirasakan oleh Shin,
“Ohhh apakah itu artinya y-“
“Shin? Kamu bicara dengan siapa?” Kata Ibu
secara tiba-tiba di pintu kamar.
“WAH! Ibu.. jangan bikin kaget dong”
“Haha, habisnya kamu lama banget ke dapur
nya, biasanya cepet kalo soal makanan”
“Hmph, iya iyaa..”

Shin pun berpikir ulang tentang perkataan Ibu nya


tadi, Shin ingat Ibu nya tidak tahu siapa yang dia
ajak berbicara walaupun mahkluk itu persis ada di
depan Shin.
“Oh, Ibu tidak lihat?” Tanya Shin.
“Lihat apa? Tidak ada apa-apa kok, dah ayo
makan sudah mulai mekar itu nasinya.”
“... Iyaa.”

Kali ini mahkluk itu tidak terdiam di tempat,


ia mengikuti Shin ke dapur, memperhatikan nya
dengan seksama. Shin tentu merasa terganggu dan
ingin marah ke mahkluk itu, tetapi karena dia tidak
mau dianggap aneh oleh Ibu nya Shin hanya bisa
menggerutu selagi menikmati makan malam. Sudah
beberapa hari Shin di ikuti kemana-mana, tak
hanya diikuti tetapi juga di tatap dengan intens. Ia
tidak
Shin Bai | 185
bisa mengobrol bersama keluarga, membaca buku
dan menonton kartun dengan tenang. Mahkluk itu
sudah benar-benar kelewatan. Karena merasa muak
Shin pun langsung pergi ke Ibu nya dan berteriak,
“WAAAA IBU AKU DIGANGGU BUU!!”
“Eh eh tenangkan diri mu, Nak. Ada apa?
Siapa yang ganggu?” Tanya Ibu.
“Itu Bu!! Dia yang menggang-“ Kata Shin yang
terpotong dengan tangan nya menunjukan ke arah
dimana mahkluk itu berdiri.

Saat itu Shin juga melihat ke arah mahkluk itu, ia


baru sadar bahwa dia bukanlah sebuah “makhluk”
asing lagi, tetapi sudah menjadi sosok. seorang
anak seumuran dia. Shin langsung terdiam melihat
anak itu, kulit putih pucat, rambut cepak berwarma
putih, dan memakai jubah putih yang ukuran nya
melebihi tubuh kecil nya. Shin merasa merinding
karena mata nya bertemu dengan mata anak itu
yang hitam pekat.
“Shin..? Apakah semua nya baik-baik saja?”
Kata Ibu dengan cemas
“A..ah, iya bu..”
“Apa iya? Tadi katanya ada yang ganggu.”

Shin Bai | 186


“Iya Bu, aku serius..”
“Hih ada ada aja kamu.”

Ibu pun keluar ruangan, meninggalkan Shin dan


anak itu sendirian.

*** berkelanjutan

*****

Shin Bai | 187

Anda mungkin juga menyukai