DI JAWA TENGAH
Oleh:
Sri Wahyuni Mulia
Sedangkan Rina Yulitri (2011: 63) menemukan motivasi belajar siswa yang
rendah terlihat dari banyaknya perilaku siswa yang tidak mengulang kembali
pelajaran matematika di rumah, siswa hanya mengerjakan tugas-tugas matematika
yang mudah saja sementara tugas yang sulit ditinggalkan saja, tidak ada belajar ketika
akan menghadapi ujian matematika, dan tidak suka membaca buku-buku yang
berhubungan dengan matematika. Kemudian Irmayanti (2013: 77) mendapatkan hasil
penelitian, yaitu 95% siswa kelas VIII SMP Negeri 25 Pekanbaru memiliki motivasi
belajar yang rendah. Selanjutnya Aulia Rahmi (2012: 78) menemukan bahwa motivasi
belajar siswa membolos di SMP Laboratorium UNP sebanyak 15,5% berada pada
mutu tinggi, 69,2% berada pada mutu sedang dan 15,5% berada pada mutu rendah.
(Achmad Badaruddin,2016).
1.4 Manfaat
a. Menjadikan penambahan khazanah keilmuan yang berkaitan dengan hubungan
kesehatan dengan hasil belajar siswa.
b. Untuk memberikan informasi dan motivasi orang tua, anak didik, sekolah dan
tenaga yang terkait dalam pengelolaan pendidikan agar tercapainya hasil belajar
yang optimal.
c. Untuk memberikan informasi dan pengarahan kepada guru bagaimana memahami
kondisi peserta didiknya.
d. Bagi Lembaga
Sebagai informasi tentang pentingnya pengaruh kesehatan mental siswa dan
motivasi belajar terhadap hasil belajar peserta didik.
d. Bagi sekolah/guru
Untuk memberikan wawasan akan pengaruh kesehatan mental siswa dan.
Motivasi belajar terhadap hasil belajar peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan antara kesehatan mental dan motivasi belajar adalah topik yang
kompleks dan penting dalam konteks pendidikan dan kesejahteraan siswa. Kesehatan
mental merujuk pada kondisi emosional, psikologis, dan sosial seseorang, sedangkan
motivasi belajar adalah dorongan internal yang mendorong seseorang untuk belajar
dan mencapai tujuan akademik. Kesehatan mental yang baik sangat penting bagi
siswa karena dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar, berinteraksi
dengan orang lain, dan mengatasi tantangan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-
hari. Siswa dengan kesehatan mental yang buruk mungkin mengalami kesulitan dalam
memusatkan perhatian, mengingat informasi, atau mengelola emosi mereka. Ini dapat
berdampak negatif pada motivasi mereka untuk belajar.
1. Kesehatan Mental:
- Definisi: Kesehatan mental merujuk pada keadaan kesehatan psikologis seseorang.
Ini mencakup kestabilan emosional, kemampuan untuk mengatasi tekanan, dan
keseimbangan mental yang memadai.
- Faktor-faktor Kesehatan Mental: Beberapa faktor yang dapat memengaruhi
kesehatan mental termasuk genetika, lingkungan sosial, pengalaman hidup, dan
ketahanan terhadap stres.
2. Motivasi Belajar:
- Definisi: Motivasi belajar adalah dorongan internal atau eksternal yang mendorong
individu untuk belajar dan mencapai tujuan pendidikan. Motivasi ini dapat berasal
dari rasa minat, keinginan untuk mencapai keberhasilan, atau harapan untuk
mendapatkan penghargaan.
1. Kesehatan Mental: Kesehatan mental dapat diukur dengan menggunakan alat ukur
seperti kuesioner atau skala yang dirancang untuk mengidentifikasi gejala dan
masalah kesehatan mental. Contoh alat ukur yang umum digunakan adalah
Kuesioner Kesehatan Mental (KKM) atau Kuesioner Gangguan Kesehatan Jiwa
(K-GKJ).
2. Motivasi Belajar: Motivasi belajar dapat diukur dengan menggunakan alat ukur
seperti skala motivasi belajar yang mengukur tingkat motivasi, minat, dan
komitmen siswa terhadap proses belajar. Contoh alat ukur yang umum digunakan
adalah Skala Motivasi Belajar (SMB) atau Skala Kemandirian Belajar (SKB).
Dalam analisis distribusi frekuensi, data dapat dikelompokkan ke dalam
kategori-kategori tertentu, seperti tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian, frekuensi
masing-masing kategori dapat dihitung dan diwakili dalam bentuk diagram atau
grafik.
Namun, penting untuk diingat bahwa distribusi frekuensi hanya
memberikan gambaran umum tentang hubungan antara kesehatan mental dan
motivasi belajar dalam populasi tertentu. Untuk memahami hubungan tersebut
secara lebih mendalam, diperlukan analisis statistik yang lebih lanjut, seperti uji
korelasi atau regresi, untuk menentukan apakah ada hubungan yang signifikan
antara variabel-variabel tersebut.