Anda di halaman 1dari 26

TAFSIR AYAT SIYASAH

Surat Al Maidah ayat 42, Al A’raf 142, Al A’raf 150, At Taubah 34 dan At
Taubah ayat 2

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ayat Siyasah

Dosen Pengampu : Ishaq, Dr, MA

DISUSUN

OLEH

Emi Mulyani (0203213082)


Nopiah Fadillah (0203213095)
Mhd Fadhlan Sazaly (0203213090)
Fahmi Aulia Sinaga (0203213094)
Hasan Basri Dasopang (0203213078)
Mhd Farhan Akbar (0203213102)

HTN/5B

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.P 2023

i
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah “Surat Al Maidah ayat 42, Al Akraf 142, Al Akraf 150, At Taubah 34 dan At Taubah
ayat 2”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
mata kuliah Tafsir Ayat Siyasah yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan
makalah ini.

Kami jauh dari sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan
saran yang berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

Medan, 03 Desember 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Al Maidah ayat 42 ......................................................................................................... 2
2.2 Al A’raf ayat 142 .......................................................................................................... 6
2.3 Al A’raf ayat 150 .......................................................................................................... 9
2.4 At Taubah ayat 34 ......................................................................................................... 13
2.5 At Taubah ayat 2 ........................................................................................................... 16

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Tafsir Ayat Siyasah


Tafsir ayat siyasah adalah penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan
dengan politik Islam, prinsip ketatanegaraan, dan kepemimpinan. Mata kuliah ini
memfasilitasi mahasiswa untuk memahami dan menjelaskan pemikiran serta prinsip-
prinsip politik Islam yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut, serta mengaitkannya
dengan realitas politik dan praksis negara di dunia

Tafsir ayat siyasah juga mencakup penafsiran ayat-ayat tentang musyawarah, keadilan,
amanah, persamaan, HAM, ketaatan rakyat, kesejahteraan, jihad fi sabilillah, perdamaian,
negara, pemimpin non Muslim, prinsip ekonomi, dan relasi gender

Tafsir ayat siyasah atau tafsir yang berkaitan dengan hukum-hukum politik dan
pemerintahan dalam Islam mengacu pada penjelasan dan interpretasi ayat-ayat Al-Qur'an
yang memiliki implikasi terhadap urusan politik, hukum, dan pemerintahan. Tafsir
semacam ini membahas bagaimana prinsip-prinsip Islam dapat diterapkan dalam konteks
politik dan sosial.

Berdasarkan prinsip Siyasah, Tafsir ayat siyasah menyoroti prinsip-prinsip dasar syariah
yang dapat membimbing struktur politik dan hukum dalam masyarakat Islam. Ini
termasuk prinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, kebebasan, dan perlindungan hak asasi
manusia.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tafsir ayat siyasah yang telah ditentukan.
2. Untuk mengetahui asbabun nuzul ayat siyasah yang telah ditentukan.
3. Untuk mengetahui istinbath al ahkam ayat siyasah yang telah ditentukan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Al Maidah Ayat 42

a. Lafazh ayat

ِ ِۗ ْ‫ب اَ ّٰ ّكلُ ْو َن لِلسُّح‬


ْ‫ت َف ِانْ َج ۤاء ُْو َك َفاحْ ُك ْم َب ْي َن ُه ْم اَ ْو اَعْ ِرض‬ ِ ‫َس ّٰ ّمع ُْو َن ل ِْل َك ِذ‬
َ ْ‫َع ْن ُه ْم َۚو ِانْ ُتعْ ِرضْ َع ْن ُه ْم َفلَنْ َّيضُرُّ ْو َك َشيْـًٔا ِۗ َو ِانْ َح َكم‬
‫ت َفاحْ ُك ْم َب ْي َن ُه ْم‬
ّٰ ِۗ
َ ّ َّ‫ِب ْال ِقسْ طِ اِن‬
‫ّللا ُيحِبُّ ْال ُم ْقسِ طِ ي َْن‬
Artinya: Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak memakan (makanan) yang
haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan),
maka berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau
berpaling dari mereka maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Tetapi jika
engkau memutuskan (perkara mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang adil.1

b. Tafsir ijmali

 Tafsir Al-Muyassar (Kementerian Agama Saudi Arabia)

Orang-orang Yahudi itu menggabungkan antara mendengarkan kebohongan dengan


memakan yang haram. Bila mereka datang untuk memintamu sebagai penengah bagi
mereka, maka tetapkanlah keputusan di antara mereka atau biarkanlah mereka. Bila kamu
tidak menetapkan diantara mereka, maka mereka tidak akan mampu menimpakan mudharat
apapun atas kalian. Namun bila kamu menetapkan hukum diantara mereka, maka
tetapkanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil.

 Tafsir Ibnu Katsir (Tafsir al-Qur’an al-Azhim)

Firman Allah SWT. Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali
kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah
orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka beroleh kehina-an di
dunia dan di akhirat, mereka beroleh siksaan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang
yang suka mendengar berita bohong.

Yaitu kebatilan.

banyak memakan yang haram.

Yakni suka memakan hal yang haram, yaitu suap, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu
Mas’ud dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dalam takwil ayat ini. Dengan kata lain,

1
Al Maidah ayat 42

2
orang yang bersifat demikian mana mungkin hatinya dibersihkan oleh Allah, dan mana
mungkin diperkenankan baginya.

Kemudian Allah SWT berfirman kepada Nabi-Nya:

Jika mereka datang kepadamu.

Yaitu mereka datang kepadamu untuk meminta putusan hukum.

maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, jika kamu
berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun.

Yakni jangan menjadi beban bagimu jika kamu tidak mau memutuskan perkara di antara
sesama mereka, karena sesungguhnya mereka bertujuan dalam permintaan keputusan mereka
kepadamu hanya semata-mata untuk mencapai kesesuaian pendapat dengan hawa nafsu
mereka, dan bukan karena ingin mencari hakikat kebenaran.

Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, Zaid ibnu Aslam, Ata Al-
Khurrasani, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa
ayat di atas di-mansukh oleh firman-Nya:

…dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah.

Firman Allah SWT:

Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara
mereka dengan adil.

Yakni dengan hak dan adil, sekalipun mereka adalah orang-orang yang zalim lagi keluar dari
jalur keadilan.

…sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

Kemudian Allah SWT mengingkari pendapat-pendapat mereka yang rusak dan tujuan
mereka yang menyimpang karena mereka meninggalkan apa yang mereka yakini
kebenarannya dari kitab yang ada di tangan mereka sendiri. Padahal menurut keyakinan
mereka dianjurkan berpegang teguh kepada kitab mereka sendiri untuk selama-lamanya.
Tetapi ternyata mereka menyimpang dari hukum kitabnya dan menyeleweng kepada lainnya
yang sejak semula menurut keyakinan mereka dianggap batil dan bukan merupakan
pegangan mereka.

3
c. Tafsir Mufrodat
ّٰ
َ ‫َجآء‬
‫ُوك‬ ‫َفإِن‬ ِ ۚ ْ‫لِلسُّح‬
‫ت‬ َ ُ ‫أَ َّكل‬
‫ون‬ ِ ‫ل ِْل َك ِذ‬
‫ب‬ َ ‫َس ّٰ َّمع‬
‫ُون‬
Mereka Maka jika Bagi yang Orang- Pada yang Orang-orang
datang haram orang yang bohong yang suka
kepadamu banyak mendengarkan
memakan
‫َوإِن‬ ‫َع ْن ُه ْم‬ ْ‫أَعْ ِرض‬ ‫أَ ْو‬ ‫َب ْي َن ُه ْم‬ ‫َفٱحْ ُكم‬
Dan jika Dari mereka\ Berpalinglah atau Diantara Maka
mereka putuskanlah
ْ‫َوإِن‬ ‫َشيْـًٔا‬ ‫وك‬
َ ُّ‫َيضُر‬ ‫َفلَن‬ ‫َع ْن ُه ْم‬ ْ‫ُتعْ ِرض‬
Dan jika sedikitpun Mereka Maka tidak Dari mereka Kamu
memudharatkan berpaling
َ َّ
‫ٱّلل‬ َّ‫إِن‬ ِ‫ِب ْٱلقِسْ ط‬ ‫َب ْي َنهُم‬ ‫َفٱحْ ُكم‬ َ ‫َ\ح َك ْم‬
‫ت‬
Allah sesungguhnya Dengan adil Diantara Maka Kamu
mereka putuskanlah memutuskan
َ ِ‫ْٱل ُم ْقسِ ط‬
‫ين‬ ُّ‫ُيحِب‬
Orang-orang Dia menyukai
yang
berbuat adil

d. Asbabun nuzulnya

Ayat ini turun berkenaan dengan kaum Yahudi yang menghukum seorang pezina dari
kalangan mereka dengan mencambuk dan mencorengkan arang ke mukanya. Mereka telah
melenceng dari ajaran Taurat yang mewajibkan hukum rajam bagi pezina yang telah
menikah. Hal ini mereka lakukan karena maraknya perzinaan yang dilakukan orang-orang
kaya dan terhormat di kalangan mereka. Rasulullah merasa sedih dengan kondisi seperti itu,
hingga ayat-ayat di atas turun untuk menghibur beliau.

Diriwayatkan oleh Al-Humaidi di dalam musnadnya yang bersumber dari Jabir bin Abdillah.
Diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Dalail yang bersumber dari Abi Hurairah:
dikemukakan bahwa seorang laki-laki dari suku Fadaq telah berzina. Orang-orang Fadaq
menulis surat kepada orang-orang Yahudi di Madinah, agar supaya mereka bertanya kepada
Muhammad tentang hukum orang zina itu. Jika ia memerintahkan dijilid (dipukuli) maka
terimalah, dan jika ia memerintahkan supaya dirajam, jangan diterima. Orang-orang Yahudi
di Madinah bertanya kepada Nabi Saw. Nabi pun menjawab seperti yang tersebut dalam
hadits di atas. Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dirajam. Maka turunlah ayat
tersebut (Al Maidah ayat 42) sebagai tuntunan agar Nabi menetapkan hukum sesuai dengan
hukum Allah.

e. Istinbath Ahkam

Ayat 42 dari Surah Al-Ma'idah dalam Al-Qur'an mengandung hukuman terhadap pencuri,
yang umumnya diartikan sebagai potongan tangan bagi pencuri yang telah terbukti

4
melakukan tindakan tersebut. Istinbath Al Ahkam, atau penarikan hukum dari teks agama,
melibatkan proses interpretasi dan deduksi oleh para ulama hukum Islam.

Penjelasan panjangnya dapat mencakup berbagai sudut pandang dari para ulama dan tokoh
hukum Islam. Beberapa poin yang sering dibahas dalam istinbath Al ahkam Ayat 42 Surah
Al-Ma'idah melibatkan konteks historis, tujuan hukum Islam, dan interpretasi ayat tersebut.

1. Konteks Sejarah:
 Para ulama mencoba memahami ayat tersebut dengan memperhatikan konteks
sejarahnya, termasuk keadaan masyarakat pada saat ayat tersebut diturunkan.
 Memahami praktik hukuman di masyarakat Arab pada zaman Nabi Muhammad
SAW dan sejauh mana ayat tersebut membawa perubahan atau kontinuitas
terhadap praktik tersebut.

2. Tujuan Hukum Islam (Maqasid al-Sharia):


 Analisis dilakukan terhadap tujuan umum hukum Islam, seperti menjaga agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta. Bagaimana hukuman pencurian ini berkontribusi
pada pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

3. Tafsir Ayat:
 Para mufassir (penafsir) Al-Qur'an memberikan penjelasan rinci mengenai makna
kata-kata dalam ayat tersebut, dan bagaimana ayat itu dihubungkan dengan ayat-
ayat lain dalam Al-Qur'an.
 Perbedaan pendapat di antara para ulama mungkin muncul terkait dengan
interpretasi dan konteks linguistik ayat.

4. Qiyas (analogi):
 Beberapa ulama mungkin menggunakan qiyas (analogi) untuk mencocokkan
situasi pencurian dengan hukuman yang ada dalam ayat tersebut.
 Analogi tersebut dapat melibatkan situasi-situasi serupa untuk menetapkan
hukuman yang sesuai.

Dalam pengembangan istinbath Al Ahkam, penting untuk memahami bahwa terdapat


perbedaan pendapat di antara para ulama dalam hal-hal tertentu, dan interpretasi hukum Islam
dapat beragam. Keseluruhan, istinbath Al Ahkam adalah usaha untuk memahami dan
menerapkan hukum Islam sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur'an
dan Sunnah.

f. Kesimpulan

Al-Ma'idah ayat 42 adalah salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang membahas hukum
qishash (hukuman balas) terkait pembunuhan. Ayat tersebut menegaskan bahwa dalam
hukum Islam, jika seseorang membunuh dengan sengaja, maka hukumannya adalah qishash,
yaitu pembunuhan balas.

5
Ayat ini memberikan dasar hukum untuk mengambil tindakan yang setara terhadap
pembunuh dengan syarat-syarat tertentu. Ada keadilan dalam qishash, yang tidak hanya
memberikan hukuman sesuai dengan kejahatan yang dilakukan tetapi juga mencegah
pembunuhan berulang dan memastikan perlindungan hak asasi manusia.

Selain itu, ayat ini mencerminkan nilai-nilai keadilan dalam Islam dan memberikan pedoman
tentang penegakan hukum dalam kasus pembunuhan. Prinsip-prinsip ini menciptakan sistem
hukum yang adil dan memberikan landasan bagi masyarakat Muslim dalam menjaga

2.2 Al Akraf ayat 142

a. Lafazh ayat

‫ات َرب ِّٓه اَرْ َب ِعي َْن لَ ْيلَ ًٔة َۚو َقا َل‬ُ ‫َو ّٰو َع ْد َنا م ُْو ّٰسى َث ّٰلثِي َْن لَ ْيلَ ًٔة وَّ اَ ْت َم ّٰمْن َها ِب َع ْش ٍر َف َت َّم ِم ْي َق‬
‫اخلُ ْف ِنيْ ِفيْ َق ْو ِميْ َواَصْ لِحْ َو َِل َت َّت ِبعْ َس ِب ْي َل ْال ُم ْفسِ ِدي َْن‬ ْ ‫خ ْي ِه ّٰهر ُْو َن‬ ِ َ‫م ُْو ّٰسى ِِل‬
Artinya: Dan Kami telah menjanjikan kepada Musa (memberikan Taurat) tiga puluh malam,
dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah
waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan Musa berkata kepada
saudaranya (yaitu) Harun, “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah
(dirimu dan kaummu), dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat
kerusakan.”2

b. Tafsir Ijmali

 Tafsir Ringkas Kemenag

Dan kami telah menjanjikan kepada nabi musa untuk bermunajat kepada kami dan
kami memberikan kitab taurat setelah berlalu waktu tiga puluh malam. Dan untuk
melengkapi ibadahnya, kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam lagi,
maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan tuhan pemeliharanya, yaitu empat puluh
malam. Dan ingat juga ketika nabi musa berkata kepada saudaranya, yaitu nabi harun,
sebelum keberangkatannya untuk memenuhi janji itu, gantikanlah aku dalam memimpin
kaumku sampai aku kembali, dan perbaikilah dirimu dan kaummu, dan janganlah engkau
mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan ingatlah ketika musa datang untuk
bermunajat pada waktu yang telah kami tentukan, yaitu empat puluh malam, dan tuhan telah
berfirman langsung kepadanya, menyampaikan wahyu melalui suatu dialog yang tidak sama
dengan pembicaraan yang dilakukan manusia, nabi musa ingin mendapat lebih dari itu dan
berkata, tuhan pemeliharaku, tampakkanlah diri-Mu yang maha suci kepadaku agar aku dapat
dengan potensi yang engkau anugerahkan padaku melihat engkau. Dia, yakni Allah,
berfirman, engkau, wahai nabi musa, sekali-kali tidak akan sanggup melihat-ku di dunia ini
dengan mata telanjang. Kemudian Allah ingin nabi musa dapat menerima
ketidaksanggupannya itu, dan berkata, namun lihatlah ke gunung itu yang lebih kokoh bila
dibandingkan dengan kondisimu, jika saat kemunculan-ku ia tetap tegar di tempatnya sebagai
sediakala ketika aku ber-tajalli, menampakkan apa yang hendak aku tampakkan, niscaya
engkau dapat melihat-ku saat aku muncul di hadapanmu. Maka ketika tuhannya ber-tajalli,

2
Al A’raf ayat 142

6
menampakkan keagungan-Nya atau apa yang hendak ditampakkan-Nya kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh, hingga sama rata dengan tanah, dan nabi musa pun
jatuh pingsan tak sadarkan diri menyaksikan peristiwa dahsyat itu. Setelah nabi musa sadar
kembali, dan yakin bahwa dia tidak dapat melihat-Nya di dunia ini dengan cara apa pun, dia
berkata, mahasuci engkau, lagi maha agung, aku bertobat kepada engkau karena telah
lancang meminta sesuatu yang tak engkau izinkan, dan aku adalah orang yang pertama-tama
beriman, yang percaya bahwa engkau tidak dapat dilihat seperti yang kumohonkan. Para
mufasir ada yang berpendapat, pengertian tampak ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan
ada pula yang menafsirkan bahwa yang tampak itu adalah cahaya Allah. Bagaimana pun juga
tampaknya Allah itu bukanlah seperti tampaknya makhluk, hanya tampak yang sesuai
sifatsifat Allah yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.3

c. Tafsir Mudorat

ٖ‫ثِ َع ۡشز‬ ‫َٔأَ ۡت ًًَۡ ََُٖٓب‬ ٖ‫هَة‬ٛۡ َ‫ن‬ َ ِ‫ثَهَث‬


ٍٖٛ ٖ‫ٕس‬
َ ‫ُي‬ ‫َٔ َٔ َع ۡذََب‬
Dengan Dan Kami malam Tiga puluh Musa Dan Kami telah
sepuluh menyempurnakan menjanjikan
ٖ‫َٔقَب َل‬ ‫هَ ٖة‬ٛۡ َ‫ن‬ َ ‫أَ ۡرثَ ِع‬
ٍٖٛ ٖ‫َرثِّ ِّۦ‬ ُ َ‫ق‬ٛ‫ِي‬
ٖ‫ت‬ ٖ‫فَتَى‬
dan berkata malam Empat Tuhannya Waktu Maka
puluh yang sempurnakanlah
ditentukan
ٙ‫قَ ٕۡ ِي‬ ِٙ‫ف‬ ُِٙ‫ٱخهُ ۡف‬
ۡ ٌُٖٔ
َ ‫َْز‬ ِّٖ ٛ‫ِِلَ ِخ‬ ٖٗ‫ُيٕ َس‬
kaumku dalam Gantilah Harun kepada Musa
aku saudaranya
َ ‫ۡٱن ًُ ۡف ِس ِذ‬
ٍٖٚ ٖ‫ َم‬ِٛ‫َسج‬ ٖ‫تَتجِ ۡع‬ ٖ‫َٔ َل‬ ۡ َ‫َٔأ‬
ٖ‫صهِ ۡخ‬
orang-orang yang jalan kamu dan jangan dan perbaikilah
berbuat kerusakan mengikuti

d. Asbabun Nuzul

Surah Al-A’raf ayat 142 tidak memiliki riwayat Asbabun Nuzul yang sangat spesifik
dan jelas dalam sumber-sumber tradisional. Asbabun Nuzul atau sebab turunnya ayat adalah
konteks atau keadaan khusus yan menyebabkan Allah menurunkan ayat tersebut. Dalam
beberapa kasus, sebab turun suatu ayat dapat diketahui dari riwayat yang dapat diandalkan,
seperti hadis atau catatan sejarah.

Namun, jika tidak ada riwayat yang spesifik, para ulama cenderung memberikan tafsiran
umum berdasarkan tema surah dan konteks yang lebih luas dari ayat tersebut. Dalam hal ini,
Surah Al-A’raf secara umum mebahas sejarah para nabi dalam peristiwa-peristiwa pentinh
dalam sejarah Bani Israil, termasuk kisah Nabi Musa dan keluarnya Bani Israil dari Mesir.

3
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 142 ‫ األعراف‬Lengkap Arti Terjemah Indonesia
(https://daaralatsarindonesia.com/tafsir-007-142/, Diakses pada 03 Desember 2023, 10.22)
4
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-7-al-a'raf/ayat-142

7
Surat Al-A'raf ayat 142 membahas tentang janji Allah kepada Nabi Musa (Musa) mengenai
turunnya Taurat (Taurat). Ayat tersebut menyatakan bahwa Allah berjanji kepada Musa untuk
menurunkan Taurat setelah jangka waktu tiga puluh malam, yang kemudian diselesaikan
menjadi empat puluh malam. Musa meminta saudaranya Harun untuk menjaga rakyatnya
selama dia tidak ada dan menasihatinya untuk tidak mengikuti jalan orang yang korup. Masa
penantian ini merupakan persiapan penerimaan wahyu Ilahi. Sebagian besar ahli tafsir
sepakat bahwa tiga puluh malam pertama jatuh pada bulan Zul Qa'dah, dan sepuluh malam
tambahannya jatuh pada bulan Zul Hijjah.

e. Istinbath Al-Ahkam

Surah Al-A'raf ayat 142 dalam Al-Qur'an menggambarkan sekelompok orang yang diberi
petunjuk oleh Allah dan diibaratkan sebagai "ukiran batu". Istinbath Al Ahkam dari ayat ini
melibatkan pemahaman mendalam terkait konteks sejarah, makna metafora, dan aplikasi
praktisnya dalam konteks hukum Islam. Berikut adalah penjelasan yang lebih panjang:

1. Konteks Sejarah:
 Dalam konteks sejarah, ayat ini terkait dengan peristiwa-peristiwa saat Nabi
Musa AS membawa Bani Israil keluar dari perbudakan di Mesir.
 Mufassir mencoba memahami kondisi Bani Israil pada saat itu, termasuk
tantangan dan ujian yang mereka hadapi.

2. Makna Metafora "Ukiran Batu":


 Metafora "ukiran batu" menggambarkan kelompok ini sebagai individu yang
kokoh, kuat, dan tidak tergoyahkan dalam keyakinan dan ketetapan mereka.
 Istinbath Al Ahkam mencakup pemahaman lebih dalam tentang bagaimana
kekuatan dan keteguhan ini relevan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

3. Analisis Kekuatan dan Keteguhan:


 Istinbath Al Ahkam mengarah pada analisis keberanian dan keteguhan kelompok
ini dalam mempertahankan kebenaran agama, bahkan di tengah-tengah tekanan
atau oposisi.
 Para ulama mungkin mempertimbangkan bagaimana prinsip-prinsip yang
diterapkan oleh kelompok ini dapat diambil sebagai contoh dalam kehidupan
sehari-hari umat Islam.

4. Relevansi dengan Hukum Islam:


 Istinbath Al Ahkam juga dapat melibatkan pertimbangan terkait aplikasi praktis
dalam hukum Islam. Bagaimana kekuatan dan keteguhan ini dapat menjadi
landasan untuk mengambil keputusan hukum terkait dengan situasi-situasi serupa.

8
5. Pentingnya Keteguhan dalam Iman:
 Penjelasan panjang dapat mencakup refleksi tentang betapa pentingnya memiliki
keteguhan dalam iman dan mempertahankan kebenaran agama meskipun
dihadapkan pada cobaan dan perlawanan.

Dalam konteks istinbath al-ahkam, ayat ini dapat dijadikan landasan untuk menetapkan
hukum-hukum terkait dengan munajat kepada Allah, kewajiban untuk mengurus urusan kaum
dengan baik, serta larangan mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan.

Istinbath Al Ahkam dari Surah Al-A'raf ayat 142 melibatkan kombinasi pemahaman terhadap
teks, konteks sejarah, dan penerapan praktisnya dalam kerangka hukum Islam. Keseluruhan,
interpretasi ini memerlukan keahlian dan kebijaksanaan ulama untuk memastikan
pemahaman yang akurat dan relevan dengan zaman ini.

f. Kesimpulan

Surah Al-A'raf ayat 142 membahas pengalaman Bani Israil dan keberhasilan Nabi Musa
dalam membimbing mereka keluar dari perbudakan di Mesir. Kesimpulan dari ayat ini dapat
ditarik bahwa keberhasilan mereka terkait erat dengan kesabaran, keimanan, dan ketaatan
mereka terhadap petunjuk Allah.

Ayat ini mengajarkan bahwa keteguhan dalam iman dan ketaatan terhadap ajaran Allah
adalah kunci keberhasilan umat. Selain itu, kesabaran dalam menghadapi cobaan dan ujian
merupakan bagian integral dari perjalanan menuju ketaqwaan. Kesimpulannya, Surah Al-
A'raf ayat 142 memberikan pelajaran tentang pentingnya keteguhan iman, ketaatan, dan
kesabaran dalam menghadapi ujian hidup.

2.3 Al A’raf 150

a. Lafazh Ayat

ٖ ْ٘‫ٖ ِي ْۢ ٍْٖثَ ْع ِذ‬ْٙ َِْٕ ًُ ُ‫بٖخهَ ْفت‬


َ ًَ ‫بلٖثِ ْئ َس‬ َ َ‫بٌٖاَ ِسفً ۙبٖق‬
َ َ‫بٖر َج َعٖ ُي ْٕسٖٗاِنٖٗقَ ْٕ ِيّٖغَضْ ج‬ َ ًَ‫َٔن‬
ٌِٖٖ‫بلٖاث ٍَْٖاُوٖا‬ َ َ‫ ِّٖۗق‬ْٛ َ‫َجُزُّ ِٖاِن‬ِّٖٚ ْٛ ‫سٖاَ ِخ‬ ْ َ َٕ ‫ٖٗالَ ْن‬ْ َ‫ٖرثِّ ُك ْىٖ َٔاَ ْنق‬ َ ‫اَ َع ِج ْهتُ ْىٖاَ ْي َز‬
ِ ‫احٖ َٔاَ َخ َذٖثِ َزأ‬
ٖ‫ٖ َي َع‬ْٙ ُِ‫ٖالَ ْع َذ ۤا َءٖ َٔ َلٖتَجْ َع ْه‬ ْ َٙ ِ‫تٖث‬ ْ ًِ ‫ٖفَ ََلٖتُ ْش‬ْٙ ْۖ ََُِْٕ ُ‫َ ْقتُه‬ٖٚ‫ٖ َٔ َكب ُد ْٔا‬ْٙ َِْٕٖ ُ‫ْانقَ ْٕ َوٖا ْستَضْ َعف‬
َٖ ًِٛ ِ‫ْانقَ ْٕ ِوٖانظّه‬
ٍْ
Artinya: Dan ketika Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih hati dia
berkata, “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan selama kepergianku! Apakah
kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?” Musa pun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu
dan memegang kepala saudaranya (Harun) sambil menarik ke arahnya. (Harun) berkata,
“Wahai anak ibuku! Kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir saja mereka

9
membunuhku, sebab itu janganlah engkau menjadikan musuh-musuh menyoraki melihat
kemalanganku, dan janganlah engkau jadikan aku sebagai orang-orang yang zalim.”5

b. Tafsir Ijmali

Surah Al-A'raf ayat 150 berbicara tentang reaksi Bani Israil setelah Nabi
Musa meninggalkan mereka untuk berkomunikasi dengan Allah di Gunung Sinai.
Ayat ini menyampaikan bagaimana mereka membuat patung anak lembu dari emas
dan menyembahnya sebagai tuhan pengganti Allah, meskipun sebelumnya telah
menyaksikan berbagai mukjizat dan nikmat yang diberikan Allah kepada mereka.

Tafsir ijmali (ringkas) atas ayat ini dapat menyoroti pentingnya kesabaran dan
keimanan dalam menghadapi godaan dan ujian hidup. Bani Israil, kendati telah
mendapatkan petunjuk dan mukjizat yang jelas, tergelincir ke dalam kesyirikan
dengan membuat patung anak lembu sebagai objek penyembahan. Hal ini
mencerminkan ketidaksetiaan dan kelalaian mereka terhadap tuntunan Ilahi.

Ayat ini juga memberikan pelajaran tentang bahaya kesesatan dan perlunya
memelihara keimanan dalam menghadapi cobaan hidup. Tafsir ijmali Al-A'raf ayat
150 mengingatkan umat Muslim untuk tetap teguh pada tauhid dan menjauhi
segala bentuk kesyirikan atau penyekutuan dengan Allah.

Dengan merenungkan tafsir ijmali ini, umat diberi pengingat akan pentingnya
menjaga iman, menjauhi kesyirikan, dan menjadikan keteguhan hati sebagai
landasan menghadapi ujian kehidupan.

c. Tafsir Mufrodat

ۡ ‫َغ‬
ٍَٖ َ‫ضج‬ ‫قَ ٕۡ ِي ِّۦ‬ َٖٗ‫إِن‬ ٖٗ‫ُيٕ َس‬ ٖ‫َر َج َع‬ ‫َٔنًَب‬
dalam kaumnya kepada Musa kembali dan setelah
keadaan
marah
ْٖ٘ۖ ‫ثَ ۡع ِذ‬ ٍْٖۢ ‫ِي‬ ٌِٖ ًُٕ ُ‫َخهَ ۡفت‬ ‫ثِ ۡئ َس ًَب‬ ٖ‫قَب َل‬ ‫أَ ِسفب‬
sesudahku dari Kau alangkah dia berkata sedih hati
menggantikanku buruknya
ٖ‫س‬ ۡ ٖ‫َٔأَ َخ َذ‬ َ ‫َٔأَ ۡن‬ ْٖۖۡ‫َرثِّ ُكى‬ ٖ‫أَيٖۡ َز‬ ٖۡ‫أَ َع ِج ۡهتُى‬
ِ ‫ثِ َزأ‬ ٖ‫ق‬
dengan dan dia Dan dia Tuhan kalian perintah apakah kamu
kepala memegang melemparkan hendak
mendahului
‫أُ ٖو‬ ٍَٖ ‫ۡٱث‬ ٖ‫قَب َل‬ ِّٖ ٛۡ َ‫إِن‬ ُِٖ‫َجُزُّ ۥ‬ٚ ِّٖ ٛ‫أَ ِخ‬
ibu anak dia (Harun) kepadanya dia saudaranya
berkata menariknya
5
Al A’raf ayat 150

10
ٖ‫فَ ََل‬ ٍِٖ ََُٕ‫َ ۡقتُه‬ٚ ْ ‫َٔ َكب ُد‬
ٖ‫ٔا‬ ٌِٖ ُٕ‫ض َعف‬
ۡ َ‫ٱست‬
ۡ ٖ‫ۡٱنقَ ٕۡ َو‬ ٌِٖ‫إ‬
maka Mereka dan hampir- Mereka kaum sesungguhnya
jangan membunuh hampir mereka menjadikan
aku aku lemah
ٖ‫َي َع‬ ُِٙ‫تَ ۡج َع ۡه‬ ٖ‫َٔ َل‬ ٖ‫ۡٱِلَ ۡع َذا َء‬ َٖٙ ِ‫ث‬ ٖ‫تُ ۡش ًِ ۡت‬
beserta Kamu dan jangan musuh-musuh denganku kamu
menjadikan menjadikan
aku gembira
ٍٖٛ
َ ًِ ِ‫ٱنظـه‬ ٖ‫ۡٱنقَ ٕۡ ِو‬
orang-orang kaum
6
yang dzalim

d. Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul (sebab turunnya) Surah Al-A’raf ayat 150 terkait dengan kejadian
ketika Nabi Musa pergi untuk berbicara dengan Allah di Gunung Sinai, dan meninggalkan
Bani Israil di bawah pengawasan Harun. Selama absennya Nabi Musa, sebagian dari Bani
Israil mulai merasa gelisah dan merindukan sesuatu yang konkret untuk disembah,
sebagaimana mereka pernah melihat bangsa lain menyembah berhala.

Keinginan mereka ini mengarah pada pembuatan patung anak lembu dari emas yang
kemudian mereka sembah sebagai tuhan pengganti Allah. Ini menjadi suatu bentuk
penyimpangan dan kesyirikan yang serius. Ayat ini menyebutkan bahwa setelah tiba kembali di
tengah kaumnya dan menyaksikan penyelewengan dan penyembahan patung anak sapi oleh Bani
Israil, Nabi Musa marah besar dan sangat menyesalkan ketipisan iman kaumnya. Kepada kaumnya,
Musa mengatakan, "Hai kaumku, alangkah buruk perbuatan penyelewengan yang kalian lakukan.
Mengapa kalian tidak bersabar menungguku yang kini datang dengan membawa petunjuk dan hukum-
hukum dari Tuhan."

Sebagai bentuk memuncaknya amarah Musa, Nabi pilihan Allah itu terkesan menyalahkan
saudaranya, Harun. Harun dalam membela diri menyatakan bahwa umat tidak mengindahkan
nasehatnya dan menganggapnya sebagai orang lemah yang tidak perlu digubris kata-kata dan
nasehatnya. Lebih dari itu, mereka juga mencoba membunuh Harun as.7

e. Istinbath Al-Ahkam

Istinbat al-ahkam adalah proses penarikan hukum-hukum atau pelajaran praktis dari
suatu ayat Al-Qur'an. Surah Al-A'raf ayat 150 memberikan pelajaran yang mendalam tentang
bahaya penyimpangan dari jalan yang benar dan pentingnya menjaga keimanan dalam
menghadapi ujian. Istinbat al-ahkam dari ayat ini dapat dikembangkan sebagai berikut:

6
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-7-al-a'raf/ayat-150
7
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 150-153 (http://www.hajij.com/id/the-noble-quran/item/1114-tafsir-al-
quran-surat-al-araf-ayat-150-153- , Diakses pada 03 Desember 2023, 12:50)

11
1. Bahaya Kesesatan dan Kesyirikan: Ayat ini menggambarkan bagaimana Bani Israil,
kendati telah menyaksikan mukjizat dan petunjuk Allah melalui Nabi Musa,
tergelincir ke dalam penyimpangan dengan membuat patung anak lembu dari emas.
Ini mencerminkan bahaya kesesatan dan kesyirikan, yang dapat merusak fondasi iman
seseorang.
2. Ketidaksetiaan terhadap Petunjuk Allah: Meskipun Bani Israil telah diberikan
petunjuk yang jelas, mereka tetap tidak setia dan tergoda untuk menyembah objek
yang mereka buat sendiri. Hal ini menjadi pelajaran tentang pentingnya memegang
teguh petunjuk Allah dan menjauhi godaan yang dapat menggoda keimanan.

3. Ketaatan dan Keteguhan dalam Iman: Ayat ini memberikan pesan tentang
pentingnya ketaatan dan keteguhan dalam menghadapi ujian hidup. Ketaqwaan dan
kesabaran dalam mempertahankan keimanan menjadi kunci untuk menghindari
kesalahan seperti yang dilakukan oleh Bani Israil.

4. Konsekuensi Tindakan: Istinbat al-ahkam dari ayat ini juga mencakup pemahaman
tentang konsekuensi tindakan. Bani Israil mengalami hukuman dan kecaman Allah
sebagai akibat dari perbuatan mereka. Ini menunjukkan bahwa setiap tindakan
memiliki akibat, baik dalam kehidupan dunia maupun di akhirat.

Dengan merenungkan ayat ini dan melakukan istinbat al-ahkam, umat Islam dapat memetik
pelajaran tentang pentingnya menjaga iman, menghindari kesesatan, dan mempertahankan
ketaatan terhadap petunjuk Allah dalam menghadapi cobaan hidup.

f. Kesimpulan

Kesimpulan dari Surah Al-A'raf ayat 150 adalah sebagai berikut:

Ayat ini menggambarkan peristiwa ketika Nabi Musa pergi untuk berkomunikasi dengan
Allah di Gunung Sinai, meninggalkan Bani Israil di bawah pengawasan Harun. Selama
absennya, sebagian Bani Israil merasa gelisah dan membuat patung anak lembu dari emas
yang mereka sembah sebagai tuhan pengganti Allah. Kesimpulannya adalah:

Bahaya Kesesatan: Ayat ini mencerminkan bahaya kesesatan dan ketidaksetiaan terhadap
petunjuk Allah, meskipun telah disaksikan mukjizat dan petunjuk yang jelas.

Peringatan tentang Kesyirikan: Patung anak lembu yang disembah oleh Bani Israil menjadi
peringatan bagi umat Muslim tentang bahaya kesyirikan dan perlunya menjauhi segala
bentuk penyekutuan dengan Allah.

Keteguhan dalam Iman: Kesimpulan ayat ini menyoroti pentingnya keteguhan dalam iman
dan ketaatan terhadap ajaran Allah, terutama saat menghadapi kesulitan atau absennya
pemimpin.

Konsekuensi Tindakan: Ayat ini menunjukkan bahwa setiap tindakan memiliki


konsekuensi, baik dalam kehidupan dunia maupun di akhirat. Kesalahan Bani Israil
mendapatkan hukuman dan kecaman dari Allah.

12
Dengan merenungkan kesimpulan ini, umat Islam diingatkan untuk menjaga iman, menjauhi
kesesatan, dan mempertahankan ketaatan terhadap petunjuk Allah dalam menghadapi segala
cobaan hidup.

2.4 Surah At Taubah Ayat 34

a. Lafazh Ayat

ْ ٓ
ِ ‫ان لَ َيأ ُكلُ ْو َن اَمْ َوا َل ال َّن‬
‫اس‬ ِ ‫ار َوالرُّ هْ َب‬ ِ ‫ّٰيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ّٰا َم ُن ْٓوا اِنَّ َك ِثيْرًٔ ا م َِّن ْاِلَحْ َب‬
َّ ‫ّللا َِۗوالَّ ِذي َْن َي ْكنِ ُز ْو َن‬ ّٰ
َّ ‫ب َو ْال ِف‬
‫ض َة َو َِل‬ َ ‫الذ َه‬ ِ ّ ‫ص ُّد ْو َن َعنْ َس ِبي ِْل‬ ُ ‫ِب ْال َباطِ ِل َو َي‬
ّٰ
‫ب اَلِي َف ٍْم‬ ِ ّ ‫ُي ْن ِفقُ ْو َن َها ِفيْ َس ِبي ِْل‬
ٍ ‫ّللا َف َف َب ِّشرْ ُه ْم ِب َع َذا‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan
rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka)
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.8

b. Tafsir Ijmali

Tafsir ijmali (ringkas) atas ayat ini adalah bahwa ayat tersebut mengigatkan kaum
beriman tentang tindakan kelompok-kelompok tertentu, seperti ahli kitab dan rahib-rahib,
yang menyalahgunakan posis mereka dan mamakan harta manusia dengan cara yang tidak
benar. Mereka juga menghalangi orang-orang dari jalan Allah. Selain itu, ayat ini
menyebutkan tentang orang-orang yang menyimpan emes dan perak tetapi tidak mau
menafkahkan harta tersebut pada jalan Allah, dan mereka diberi kabar gembira dengan adzab
yang pedih.

Tafsir ini menegaskan pentingnya keadilan, kejujuran, dan pemberian sedekah dalam
Islam, serta memperingatkan tentang bahaya menahan harta tanpa memberikannya pada jalan
Allah.

Ayat 34 dari Surah At-Tawbah dalam Al-Qur'an menyampaikan peringatan dan kritikan
terhadap beberapa kelompok, terutama ahli kitab dan rahib-rahib, yang melibatkan diri dalam
tindakan yang tidak benar. Berikut adalah penjelasan panjang mengenai tafsir ijmali ayat
tersebut:

Konteks Sejarah: Ayat ini diturunkan dalam konteks kehidupan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dan
kaum Muslimin pada saat itu. Seiring dengan perkembangan Islam di Makkah dan Madinah,
terdapat interaksi dan konflik dengan kelompok-kelompok non-Muslim, termasuk ahli kitab
(Yahudi dan Nasrani) yang memiliki pengaruh di Arab pada masa itu.

Pelanggaran oleh Ahli Kitab dan Rahib-Rahib: Ayat ini mencela beberapa ahli kitab dan
rahib-rahib karena melibatkan diri dalam pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral dan
8
At Taubah ayat 34

13
etika. Mereka dituduh memakan harta manusia dengan cara yang bathil, yaitu melalui
penipuan, eksploitasi, atau praktik-praktik tidak adil lainnya. Selain itu, mereka juga dituduh
menghalangi manusia dari jalan Allah, artinya menghambat orang-orang untuk mengikuti
petunjuk dan ajaran Allah.

Penyimpanan Emas dan Perak Tanpa Berinfak: Ayat ini juga menyentuh masalah
penimbunan harta, khususnya emas dan perak, oleh beberapa orang yang tidak bersedia
menginfakkan harta tersebut pada jalan Allah. Infak di sini merujuk pada amal kebajikan dan
kegiatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat, seperti zakat, infaq, dan sedekah.
Menimbun harta tanpa memberikannya pada kepentingan umum dan kemanusiaan dianggap
sebagai tindakan yang tidak bermoral.

Ancaman Adzab yang Pedih: Ayat ini memberikan kabar gembira kepada orang-orang
yang menimbun emas dan perak tetapi tidak mau menafkahkan harta tersebut pada jalan
Allah dengan adzab yang pedih. Ancaman ini dimaksudkan sebagai peringatan agar manusia
tidak mengabaikan kewajiban mereka terhadap sesama dan tidak menimbun harta tanpa
berkontribusi pada kebaikan sosial.

Pelajaran untuk Umat: Tafsir ijmali ayat ini memberikan pelajaran kepada umat Islam
tentang pentingnya integritas moral, keadilan sosial, dan kewajiban berinfak. Islam
mendorong umatnya untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat yang adil, aman,
dan sejahtera. Penolakan terhadap tindakan korupsi, penipuan, dan penimbunan harta tanpa
kepedulian sosial menjadi bagian integral dari ajaran Islam.

Dengan merenungkan tafsir ijmali At-Tawbah ayat 34, umat Muslim diingatkan tentang
tanggung jawab sosial mereka dan pentingnya berkontribusi pada kesejahteraan bersama.

c. Tafsir Mufrodat

ٍَٖ ‫ِّي‬ ‫زا‬ِٛ‫َكث‬ ٌِٖ‫إ‬ ٖ‫َءا َيُُٕ ْا‬ ٍٖٚ


َ ‫ٱن ِذ‬ ‫َُّٓب‬َٚ‫َأ‬ٚ
dari kebanyakan/seb sesungguhn beriman orang-orang wahai
agian besar ya yang

ٖ‫ثِ ۡٱنجَ ِط ِم‬ ٖ‫بس‬


ِ ُ‫ٱن‬ ٖ‫أَيۡ َٕ َل‬ َ ُ‫َ ۡأ ُكه‬َٛ‫ن‬
ٌٖٕ ٌِٖ ‫َٔٱنزُّ ْۡجَب‬ ِ َ‫ۡٱِلَ ۡدج‬
ٖ‫بر‬
dengan batil manusia harta sungguh dan rahib- ulama-
mereka rahib ulama
memakan (Yahudi)

َ ‫َ ۡكُِ ُز‬ٚ
ٌٖٔ ٍٖٚ
َ ‫َٔٱن ِذ‬ ٖۗ
ِ‫ٱلل‬ ٖ‫ ِم‬ِٛ‫َسج‬ ٍ‫َع‬ َ ‫ص ُّذ‬
ٌٖٔ ُ ََٚٔ
(mereka) dan orang-orang Allah jalan dari dan mereka
menyembunyi yang menghalan
kan g-halangi
ٖ‫ ِم‬ِٛ‫َسج‬ ِٙ‫ف‬ ‫ُُفِقَََُٕٓب‬ٚ ٖ‫َٔ َل‬ َ‫َٔ ۡٱنفِض ٖة‬ ٖ‫ت‬
َ َْ‫ٱنذ‬
jalan di mereka dan tidak dan perak emas
menafkahka

14
nnya
ٖ‫ى‬ِٛ‫أَن‬ ٖ‫ثِ َع َذاة‬ ‫فَجَ ِّش ۡزُْى‬ ِ‫ٱلل‬
ٖ
yang pedih dengan maka Allah
siksaan beritakan
kepada mereka
d. Asbabun Nuzul

Surat At-Taubah (9:34) diturunkan sebagai tanggapan atas kejadian yang melibatkan
beberapa orang munafik di Madinah. Mereka mengkritik Nabi Muhammad (saw) karena
distribusi amalnya yang adil, dan mempertanyakan keputusannya. Dalam konteks ini, ayat
tersebut diturunkan untuk mengatasi kemunafikan, kesombongan, dan ketidaktulusan mereka.

Ayat tersebut menekankan bahwa orang-orang munafik ini tidak akan bisa lepas dari akibat
tindakan mereka, dan perilaku mereka yang menipu akan membawa pada kejatuhan mereka.
Hal ini berfungsi sebagai peringatan terhadap orang-orang yang meremehkan otoritas Nabi
dan menabur perselisihan dalam komunitas Muslim. Menanggapi perbedaan pendapat
mereka, ayat ini diturunkan, menyoroti beratnya tindakan mereka dan konsekuensi yang akan
mereka hadapi. Ayat tersebut menekankan bahwa mereka tidak akan bisa lepas dari
penghakiman Tuhan, dan perilaku curang mereka dikutuk. Wahyu ini menjadi peringatan
bagi orang-orang munafik dan mereka yang berusaha menciptakan perselisihan dalam
komunitas Muslim.

Rincian spesifik mengenai insiden ini mungkin berbeda-beda dalam catatan sejarah, namun
tema umumnya berkisar pada kepemimpinan Nabi yang adil yang ditantang oleh unsur-unsur
munafik dalam masyarakat.

e. Istinbath Al Ahkam

Surah at-taubah ayat 34 tidak secara khusu mengandung hukum atau peraturan hukum
(ahkam) dalam konteks fiqih atau hukum Islam. Ayat ini lebih menyoroti sikap tegas dan
peringatan terhadap para munafik (orang-orang munafik) yang secara terbuka menentang dan
meragukan keputusan dan kepemimpinan Nabi Muhammad saw.

Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa mereka tidak akan dapat menghindari konsekuaensi
dari perilaku hipokritis mereka dan mengigatkan mereka akan datangnya hari pembalasan.
Dengan demikian, istinbath al-ahkam (penarikan hukum) dari ayat ini lebih bersifat moral
dan peringatan atas sikap yang merongrong fondasi persatan dan otoritas dalam masyarakat
Muslim.

Penting untuk dicatat bahwa istinbath al-ahkam dari Al-Quran memerlukan pemahaman
konteks, tafsir dan referensi tambahan untuk memahami implikasi hukum dan moral yang
terkandung dalam setiap ayat.

f. Kesimpulan

Surah At-Tawbah ayat 34 memberikan peringatan yang tegas terhadap para munafik yang,
dengan sikap meragukan dan menentang keputusan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, mencoba

15
menghancurkan fondasi keimanan dan persatuan dalam masyarakat Muslim. Kesimpulan dari
ayat ini mencakup beberapa poin kunci:

1. Akibat Perilaku Munafik: Ayat menegaskan bahwa perilaku munafik tidak akan
terlewatkan atau terhindar dari perhatian Allah. Konsekuensinya akan datang, dan hari
pembalasan akan menjelaskan tindakan dan niat mereka.
2. Ketidakmampuan Menghindar dari Konsekuensi: Ayat menyiratkan bahwa tidak
ada tempat untuk menyembunyikan perilaku munafik. Mereka tidak akan mampu
menghindar dari konsekuensi tindakan mereka, dan hari pembalasan akan membawa
pertanggungjawaban.
3. Kewaspadaan terhadap Kesalahan dan Ketidaksetiaan: Pesan ini mencoba
membangkitkan kesadaran dalam komunitas Muslim untuk berhati-hati terhadap
perilaku yang merongrong persatuan dan menghargai otoritas Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
Hal ini menekankan pentingnya ketaatan dan kesetiaan terhadap ajaran Islam.
4. Pentingnya Integritas dan Kejujuran: Kesimpulan ayat ini menyoroti pentingnya
integritas, kejujuran, dan kesetiaan terhadap prinsip-prinsip Islam. Masyarakat
Muslim diingatkan untuk menjaga kesatuan, menghormati kepemimpinan, dan
bersikap jujur dalam setiap tindakan dan perkataan.
5. Pengetahuan Allah tentang Segala Sesuatu: Ayat ini menekankan bahwa Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk tindakan dan niat manusia. Hal ini
memberikan dimensi tak terelakkan pada konsekuensi yang akan dihadapi oleh para
munafik.

Dengan demikian, kesimpulan dari Surah At-Tawbah ayat 34 mencerminkan nilai-nilai


keimanan, integritas, dan peringatan terhadap tindakan yang dapat merusak persatuan dan
prinsip-prinsip Islam dalam komunitas Muslim.

2.5 At Taubah Ayat 2

a. Lafazh Ayat

ّ ٌَ‫ّٖٖللاِٖۙ َٔا‬
َٖ‫ّٖللا‬ ّ ‫ْج ِز‬
ِ ‫زُٖ ُيع‬ْٛ ‫ضٖاَرْ ثَ َعةَٖاَ ْشُٓزٖٔا ْعهَ ًُ ْٕاٖاََ ُك ْىٖ َغ‬ ْ ِ‫ذ ُْٕاٖف‬ْٛ ‫فَ ِس‬
ِ ْ‫ٖٗالَر‬
ْ ‫ُي ْخ ِز‬
َٖ ٚ‫ٖٖانكفِ ِز‬
ٍْ
Artinya: Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di bumi selama empat bulan dan
ketahuilah bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah
menghinakan orang-orang kafir.9

b. Tafsir Ijmali

 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat At-Taubah Ayat 2

Pada ayat ini Allah menerangkan agar kaum Muslimin memberi kesempatan kepada
kaum musyrikin yang selalu mengkhianati janji, untuk berjalan di muka bumi selama empat

9
At Taubah ayat 2

16
bulan dengan bebas dan aman tanpa diganggu oleh siapa pun, agar mereka dapat berpikir
lebih tenang untuk menentukan sikap mereka, apakah mau masuk Islam atau tetap menentang
kaum Muslimin. Adapun mulai berlakunya masa empat bulan itu, menurut pendapat yang
masyhur, ialah dari tanggal 10 Zulhijjah tahun ke-9 Hijri sampai dengan tanggal 10 Rabiul
Akhir tahun ke-10 Hijri. Sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Masyar al-Madani
dari Muhammad bin Ka'ab al-Qurazi dan lain-lain yang maksudnya: Rasulullah saw
mengutus Abu Bakar sebagai Amir Haji tahun ke-9 Hijri dan mengutus pula Ali bin Abi
thalib dengan membawa 30 atau 40 ayat Baraah untuk dibacakan kepada manusia di Mina.
Pendapat yang lain mengatakan, agar tidak bersimpang siur perlu dibedakan antara empat
bulan yang dimaksud di sini dengan empat bulan yang diharamkan berperang secara umum
seperti yang disebut dalam hadis yang sahih yang berbunyi: Sesungguhnya zaman itu
berputar sebagaimana keadaan (bentuknya) pada hari yang diciptakan langit dan bumi.
Setahun ada dua belas bulan, empat bulan daripadanya diharamkan berperang, tiga bulan
berturut-turut yaitu Zulkaidah, Zulhijjah, Muharam dan Rajab bulan yang terjepit, yang
terletak di antara Jumadil (Akhir) dan Syaban. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Bakhirah) Bulan yang empat di dalam hadis ini pulalah yang dimaksud dalam surah-surah al-
Baqarah/2: 217, al-Maidah/5: 2, dan lain-lainnya yang dilarang berperang secara umum.
Selanjutnya pada ayat ini Allah menerangkan bahwa jika orang-orang musyrikin itu masih
menentang dan memusuhi Allah dan Rasul-Nya, maka mereka harus mengerti bahwa mereka
tidak akan dapat melemahkan Allah, tapi mereka sendirilah yang akan memikul segala
akibatnya. Hal serupa itu sudah menjadi sunnatullah yang berlaku bagi orang-orang kafir
sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah: Orang-orang yang sebelum mereka telah
mendustakan (rasul-rasul), maka datanglah kepada mereka azab dari arah yang tidak mereka
sangka. Maka Allah menimpakan kepada mereka kehinaan pada kehidupan dunia. Dan
sungguh, azab akhirat lebih besar, kalau (saja) mereka mengetahui. (Az-Zumar/39: 25-26)

 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Surat At-Taubah ayat 2: Dan setelah berlalu empat bulan, maka tidak ada keamanan lagi
bagimu. Hal ini bagi mereka yang mengadakan perjanjian mutlak atau dibatasi sampai empat
bulan atau kurang, adapun mereka yang mengadakan perjanjian lebih dari empat bulan, maka
harus dipenuhi sampai habis waktunya jika tidak dikhawatirkan pengkhianatan darinya dan
tidak memulai membatalkan perjanjian. Mereka yang diberi tangguh empat bulan itu ialah
yang memungkiri janji dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun
mereka yang tidak memungkiri janjinya, maka perjanjian itu diteruskan sampai berakhir masa
yang ditentukan dalam perjanjian itu. Setelah masa itu berakhir, maka tidak ada lagi
perdamaian dengan orang-orang musyrik.

Allah memperingatkan kepada mereka yang mengikat perjanjian selama masa perjanjian
berlangsung, bahwa meskipun mereka aman, namun sesungguhnya mereka tidak dapat
melemahkan Allah dan tidak dapat lolos dari azab-Nya, dan siapa saja yang tetap di atas
kesyirkannya, maka Allah akan menghinakannya. Hal inilah yang menyebabkan mereka
masuk Islam, kecuali mereka yang keras hatinya dan tidak peduli terhadap ancaman Allah
Azza wa Jalla.

17
Di dunia dengan dihalalkan darahnya dan di akhirat dengan diazab dalam api neraka. Surah
At-Tawbah ayat 2 adalah bagian dari surah ke-9 dalam Al-Qur'an. Ayat ini memiliki konteks
khusus dan makna yang perlu dipahami dalam rangka menyelaraskan diri dengan situasi yang
dihadapi umat Islam pada masa itu.

Beberapa poin penting dalam tafsir ayat ini melibatkan:

1. Perintah Perang Terhadap Orang Kafir: Ayat ini diungkapkan dalam konteks
peristiwa khusus yang terjadi pada masa Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Allah memberikan
perintah untuk mengumumkan pembatalan perjanjian damai dengan suku-suku
musyrikin di Arabia dan memberikan batas waktu selama empat bulan bagi mereka
untuk bertaubat atau meninggalkan wilayah tersebut.

2. Batasan Waktu dan Peringatan: Ayat memberikan batas waktu yang jelas dan
memperingatkan bahwa setelah periode tersebut, konsekuensi akan datang dalam
bentuk tindakan perang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada
mereka yang ingin memperbaiki perilaku mereka dan bertaubat.

3. Takdir Allah dan Kekuasaan-Nya: Ayat menegaskan takdir Allah dan kekuasaan-
Nya yang mutlak. Tidak ada yang dapat melepaskan diri dari ketentuan-Nya. Oleh
karena itu, keberhasilan atau kegagalan tindakan manusia bergantung pada keputusan
dan takdir Allah.

4. Azab bagi Orang Kafir yang Tidak Bertaubat: Ayat menegaskan bahwa orang-
orang yang tetap kafir setelah batas waktu empat bulan tersebut akan menghadapi
azab yang pedih. Ini mencerminkan keadilan Allah terhadap mereka yang dengan
sengaja menentang dan menolak kebenaran.

Dalam tafsir lebih lanjut, ulama akan merinci konteks sejarah, kata-kata kunci, dan implikasi
hukum atau moral dari ayat ini. Tafsir al-Jalalayn, Tafsir al-Qurtubi, atau Tafsir Ibn Kathir
adalah beberapa sumber yang dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang
Surah At-Tawbah ayat 2.

c. Tafsir Mufrodat

ٖ‫أَ ۡشُٓز‬ َ‫أَ ۡرثَ َع ٖة‬ َ‫ۡٱِل‬


ِ(muka)‫ ۡر‬bumi
ٖ‫ض‬ ِٙ‫ف‬ ْ ‫ذ‬ٛ‫فَ ِس‬
ٖ‫ُٕا‬
bulan empat di maka berjalanlah
kamu
ِ‫ٱلل‬
ٖ ٘‫ُي ۡع ِج ِز‬ ٖ‫ ُز‬ٛۡ ‫َغ‬ ٖۡ‫أََ ُكى‬ ٖ‫ٱعهَ ًُٕ ْا‬
ۡ َٔ
Allah melemahkan tidak/bukan bahwa dan ketahuilah
kamu
َ ‫ۡٱن َكفِ ِز‬
ٍٖٚ ٘‫ُي ۡخ ِز‬ َ‫ٱلل‬
ٖ ٖ َ‫َٔأ‬
ٌ
orang-orang menghinakan Allah dan sesungguhnya
kafir

18
d. Asbabun Nuzul

Surah At-taubah ayat 2 turun dalam konteks peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun
kesembilan Hijriah, dalam rangkaian peristiwa yang dikenal sebagai Perang Tabuk. Perang
tabuk sendiri sebagai respons terhadap ancaman serius yang dihadapi oleh umat Islam dari
berbagai suku dan kerajaan di sekitarnya, terutama Kekaisaran Romawi dan bangsa-bangsa
Arab di sekitarnya.

Pada saat itu, pasukan Muslim yang dipimpin oleh Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersiap-siap untuk
berangkat ke wilayah utara untuk menghadapi ancaman musuh. Namun, ada suku-suku Arab
tertentu yang telah membuat perjanjian damai dengan umat Islam, namun mereka tidak
memenuhi kewajiban mereka dan bersekongkol dengan musuh-musuh Islam.

Ayat 2 Surah At-Tawbah menetapkan batas waktu selama empat bulan bagi suku-suku
tersebut untuk memutuskan apakah mereka akan mempertahankan perjanjian damai atau
menghadapi konsekuensi perang. Ayat tersebut memberikan peringatan yang tegas kepada
mereka, dan selama periode tersebut, umat Islam memberikan kesempatan bagi mereka untuk
bertaubat, memperbaiki perilaku, atau meninggalkan wilayah tersebut.

Intinya, ayat ini merupakan tanggapan langsung terhadap situasi politik dan militer yang
kritis pada masa itu. Kejelasan waktu empat bulan memberikan batas waktu yang ditentukan
untuk penyelesaian konflik, dan dalam konteks perang, memberikan peluang bagi musuh
yang potensial untuk memilih arah yang mereka inginkan.

Dengan demikian, asbabun nuzul Surah At-Tawbah ayat 2 secara khusus terkait dengan
peristiwa Perang Tabuk dan kondisi politik yang berkembang pada saat itu, di mana
pemenuhan perjanjian damai menjadi pokok perhatian dalam menghadapi ancaman eksternal
yang serius.

e. Istinbath Al Ahkam

Surah At-Tawbah ayat 2 menyatakan, "Maka keluarlah (pergilah) mereka, baik engkau
(Muhammad) maupun tidak ada yang memberi perlindungan kepada mereka, karena
sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang najis." Istinbath al-ahkam dari ayat ini
melibatkan pemahaman hukum-hukum Islam yang dapat diambil dari ayat tersebut.

Surah At-Tawbah ayat 2 merupakan ayat yang memiliki konteks sejarah dan peristiwa
tertentu di dalamnya. Ayat ini turun dalam konteks peristiwa Fathu Makkah atau Penaklukan
Makkah, ketika Nabi Muhammad SAW dan pasukan Muslim memasuki Makkah tanpa
pertempuran yang signifikan. Ayat ini menyatakan bahwa orang-orang musyrik harus keluar
atau dikeluarkan dari wilayah Makkah, baik oleh Nabi Muhammad SAW atau oleh siapa pun
yang tidak memberi perlindungan kepada mereka.

Istinbath al-ahkam dari ayat ini melibatkan pemahaman hukum-hukum Islam yang dapat
diambil dari konteks sejarah tersebut. Salah satu pemahaman utama adalah bahwa ayat ini
berhubungan dengan kondisi khusus pada waktu itu dan tidak bersifat umum dalam semua
konteks. Ini menggarisbawahi pentingnya memahami sebab-sebab dan konteks di balik

19
turunnya ayat untuk memahami dengan benar pesan dan hukum yang terkandung di
dalamnya.

Ayat ini menunjukkan pentingnya menjauhkan diri dari orang-orang munafik atau yang
menunjukkan niat buruk terhadap Islam. Istinbath al-ahkam dari ayat ini dapat melibatkan
pengambilan tindakan keras terhadap mereka yang menentang prinsip-prinsip Islam atau
yang berusaha merusak umat Muslim.

Ayat ini juga menunjukkan prinsip kebersihan spiritual dan kebersihan dari unsur-unsur yang
merusak masyarakat Islam. Istinbath al-ahkam dapat melibatkan penekanan pada perlunya
menjaga kebersihan moral dan spiritual dalam masyarakat Islam serta mengambil tindakan
tegas terhadap yang merusak keamanan dan ketertiban.

Istinbath al-ahkam dari ayat ini mencakup beberapa pokok pemahaman:

1. Konteks Sejarah: Ayat ini turun dalam konteks Penaklukan Makkah dan
mengandung petunjuk terkait penanganan khusus terhadap orang-orang tertentu pada
saat itu.

2. Hukuman Terhadap Orang-orang Munafik: Ayat ini mengarah pada sikap tegas
terhadap orang-orang munafik yang tidak tunduk pada otoritas Islam. Istinbath al-
ahkam dapat mencakup prinsip mengenai tindakan terhadap mereka yang merusak
keamanan dan stabilitas masyarakat.

3. Pentingnya Kebersihan Rohani dan Fisik: Ungkapan "orang-orang yang najis"


mencerminkan pentingnya menjaga kebersihan spiritual dan fisik dalam masyarakat
Islam. Istinbath al-ahkam dapat menyoroti nilai-nilai kebersihan dan kesucian dalam
ajaran Islam.

4. Kewajiban Menjalankan Hukum: Ayat ini menegaskan bahwa tindakan perlu


diambil tanpa pandang bulu terhadap mereka yang tidak tunduk pada otoritas Islam.
Istinbath al-ahkam dapat melibatkan prinsip kewajiban untuk menjalankan hukum
Islam dengan tegas.

Pentingnya untuk mengingat bahwa istinbath al-ahkam harus memperhatikan konteks sejarah,
linguistik, dan tafsir yang mendalam untuk mendapatkan pemahaman yang akurat dan
kontekstual terhadap ayat tersebut.

f. Kesimpulan

Surah At-Tawbah ayat 2 menyampaikan pesan yang berkaitan dengan keputusan tegas yang
diambil dalam konteks Penaklukan Makkah. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari
ayat ini melibatkan aspek-aspek berikut:

1. Keberanian dalam Menegakkan Keadilan: Ayat ini mencerminkan keberanian dan


keputusan tegas Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan keadilan dan otoritas
Islam. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pentingnya keberanian dan ketegasan

20
dalam menghadapi situasi yang memerlukan tindakan tegas demi menjaga keamanan
dan integritas masyarakat.

2. Penolakan terhadap Orang Munafik: Ayat ini menunjukkan penolakan terhadap


perilaku munafik, yang pada saat itu mungkin menciptakan potensi ancaman terhadap
kestabilan masyarakat Muslim. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pentingnya
menilai karakter dan niat seseorang dalam konteks kehidupan sosial dan politik.

3. Kebersihan Spiritual dan Fisik: Ungkapan "orang-orang yang najis" dapat diartikan
sebagai penekanan terhadap pentingnya kebersihan spiritual dan fisik dalam ajaran
Islam. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa Islam mengajarkan nilai-nilai
kebersihan, baik dalam hubungan dengan Tuhan maupun dalam interaksi sosial.

4. Kepatuhan terhadap Otoritas Islam: Ayat ini menggarisbawahi pentingnya


ketaatan terhadap otoritas Islam dan keputusan yang diambil untuk menjaga
keamanan dan ketertiban. Kesimpulan yang dapat diambil adalah adanya kebutuhan
untuk memahami dan menghormati otoritas dalam konteks ajaran Islam.

5. Keterkaitan dengan Konteks Sejarah: Kesimpulan yang sangat penting adalah


bahwa ayat ini harus dipahami dalam konteks sejarah tertentu, yaitu Penaklukan
Makkah. Oleh karena itu, kesimpulan tersebut harus diambil dengan
mempertimbangkan situasi dan peristiwa spesifik yang terjadi pada saat itu.

Kesimpulan tersebut menggambarkan prinsip-prinsip Islam terkait dengan keadilan,


penolakan terhadap perilaku munafik, nilai kebersihan, ketaatan terhadap otoritas Islam, dan
pentingnya memahami konteks sejarah untuk mendapatkan interpretasi yang benar dari ayat
tersebut.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Surat Al Maidah ayat 42, Al A’raf 142, Al A’raf 150, At Taubah 34 dan At Taubah
ayat 2

Kesimpulan dari Surah Al-Ma'idah ayat 42 menekankan prinsip-prinsip keadilan,


kewajiban menegakkan hukum Allah, dan pentingnya tidak melakukan
penyelewengan dalam pelaksanaan keadilan, bahkan jika itu melibatkan diri sendiri
atau orang-orang terdekat.

Surah Al-A'raf ayat 142 menggarisbawahi pentingnya kesetiaan pada ajaran Tuhan,
kewaspadaan terhadap pengaruh negatif, kekuatan ujian dan kesabaran, bahaya
pengikutannya tanpa pemikiran, dan perlunya kepemimpinan yang bijaksana dalam
membimbing umat.

Surah Al-A'raf ayat 150 menekankan pentingnya keimanan yang kokoh, kesadaran
akan keterbatasan manusia, dan perlunya tunduk pada kehendak Allah tanpa
mempertanyakan secara berlebihan atau meragukan ajaran-Nya.

Surah At-Tawbah ayat 34 menekankan penolakan terhadap kesombongan materialis,


pentingnya prioritas spiritual, keutamaan ketaatan kepada Allah, dan perlunya hidup
dengan kesederhanaan dan rendah hati.

Kesimpulan dari Surah At-Tawbah ayat 2 menekankan perlunya tindakan tegas


terhadap orang munafik, kewajiban menjalankan hukum Islam, pentingnya kebersihan
rohani dan fisik, ketegasan dalam menjaga kesucian, dan kesadaran akan batasan
perlindungan Allah.

22
DAFTAR PUSTAKA

Al Maidah
Al A’raf
At-Taubah
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 142 ‫ األعراف‬Lengkap Arti Terjemah Indonesia
(https://daaralatsarindonesia.com/tafsir-007-142/, Diakses pada 03 Desember 2023, 10.22)
1
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-7-al-a'raf/ayat-142
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-7-al-a'raf/ayat-150
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 150-153 (http://www.hajij.com/id/the-noble-quran/item/1114-
tafsir-al-quran-surat-al-araf-ayat-150-153- , Diakses pada 03 Desember 2023, 12:50)

23

Anda mungkin juga menyukai