Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MEDIS DAN PENGOBATAN


Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Masa’il Al-Fikih yang diampu oleh Bapak Dosen
Dr.H.Amir,M.Pd

Disusun Oleh :

Najma Dini Anjaly (2O2101010067)

Lutfiah Fatma Wildan Natia (202101010065)

Salsa Amanda O.K.D (202101010080)

Taufik Rismawan (204101010024)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS KH HAJI ACHMAD SHIDIQ JEMBER
2023/2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kami dapat meneyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah masa’il al-fikih
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk memahami isi materi yang
sudah kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai sumber yang ada kemudian kami ambil
hal-hal yang penting atau kami rangkum sesingkat mungkin.
Kami menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan serta masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I ............................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1

1.3 Tujuan ................................................................................................. 1

BAB II ............................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ............................................................................................. 2

2.1 Donor Organ Tubuh ............................................................................ 2

2.2 Obat Berbahan Dasar Najis ................................................................. 8

2.3 Rekayasa Wajah .................................................................................. 11

2.4 Abortus ............................................................................................... 12

2.5 Sterilisasi ............................................................................................ 14

2.6 Menstruasi regulation ......................................................................... 17

BAB III ........................................................................................................... 19

PENUTUP....................................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 19

3.2 Saran .................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang

Berbicara masalah pengobatan tentunya hal tersebut merupakan aspek yang sangat
uergen dalam kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan. Dalam perkotaan
praktek-prektek pengobatan tentunya banyak di temukan dan di tawarkan terutama oleh doter-
dokter, baik umum maupun spesialis yang menangani berbagai penyakit. Sehingga masyarkat
banyak yang berkonsultasi kepada dokter.

Lain halnya dengan masyarakat pedesaan yang jauh dari prakteek-prekatek


kesehatan modern. Hal ini di sebab kan oleh beberapa hal di antaranya faktor ekonomi yang
minim, pengetahhuan yang terbatas membuat masyarakat pedaan berfikir berobat menggunakan
tradisional.

1.2 . Rumusan Masalah

1. Apa maksud donor organ tubuh ?


2. Apa obat berbahan dasar najis?
3. Apa maksud rekayasa wajah ?
4. Apa maksud abortus?
5. Apa maksud seterilisasi ?
6. Apa maksud menstruasi regulation ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui donor darah


2. Mengetahui obat berbahan dasar najis
3. Mengetahui rekayasa wajah
4. Mengetahui abortus
5. Mengetahui seterilisasi
6. Mengetahui menstruasi regulatio

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 . Donor Orga Tubuh

A. Pengertian

Transplantasi berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ”transplation” yang artinya adalah
penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Dalam bahasa
Arab transplantasi juga dikenal dengan Naqlu Al-A’da zira’a al-a’dai’i. 1 Transplan ialah
mentransfer jaringan dari bagian satu ke bagian yang lain, dan organ atau jaringan yang diambil
dari badan untuk ditanam ke daerah lain pada badan yang sama atau individu lainnya. Adapun di
dunia kedokteran organ yang dipindah disebut dengan transplant, pemberi transplan dinamakan
donor, penerima transplan disebut resipien. 2

B. Macam-macam donor organ tubuh

Dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait
dengannya : pertama, donor yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat
untuk dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi kelainan.
Kedua, resipien yaitu orang yang menerima organ tubuh yang dari donor yang karena organ
tubuhnya harus diganti. Ketiga, tim ahli yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi
dari pihak donor kepada resipien. 3
Adapun terdapat beberapa tipe donor organ tubuh, dan masing-masing tipe tersebut mempunyai
permasalahan sendiri, yaitu :

a. Donor dalam keadaan sehat


Tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan general check up (pemeriksaan
kesehatan yang lengkap) baik terhadap donor maupun resipien. Hal ini dilakukan

1 Ahmad Muhammad Kan’an, Al-Mausu’atu At-Thibbiyah Al-Fiqhiyah (Beirut: Dar Al Nafa’is, t.t.).hlm. 713
2 Nur Intan Fatimah, “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan
Hukum Islam” (Bandar Lampung, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2018). Hlm. 15
3 Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah, (Jakarta : Kencana Prenada media Group, 20134), hlm 101

2
demi menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan oleh karena
penolakan tubuh resipien dan sekaligus untuk mencegah resiko bagi si pendonor.
b. Donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan meninggal segera
Tipe ini memerlukan alat control dan penunjang kehidupan, misalnya dengan
bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian, alat-alat penunjang kehidupan
tersebut dicabut setelah selesai proses pengambilan organ tubuhnya.
c. Donor dalam keadaan mati
Tipe ini memerlukan yang ideal, sebab secara medis tinggal menunggu kapan
donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis serta harus diperhatikan
pula daya tahan tubuh yang mau diambil untuk ditransplantasikan. 4

C. Dalil tentang donor organ tubuh

Adapun dalil serta hadits yang memperbolehkannya adanya transplantasi organ tubuh
antara lain :

1. QS. Al-Baqarah : 195

ِ ْ‫ّٰللا يُحِ ب ا ْل ُمح‬


َ‫سنِيْن‬ ِ ْ‫ّٰللا َو ََل ت ُ ْلقُ ْوا بِا َ ْي ِد ْيكُ ْم اِلَى التَّ ْهلُ َك ِة ۛ َواَح‬
َ ‫سنُ ْوا ۛ اِنَّ ه‬ َ ‫َواَ ْن ِفقُ ْوا ف ِْي‬
ِ ‫سبِ ْي ِل ه‬

Artinya :
Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri
sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuatbaiklah.
Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.5

2. QS. Al-Maidah : 32

َ َّ‫ض فَ َكاَنَّ َما قَتَ َل الن‬


‫اس‬ ِ ‫اَل ْر‬ َ ْ ‫سا ٍد فِى‬ َ َ‫س اَ ْو ف‬ ٍ ‫س ۢا ِبغَي ِْر نَ ْف‬
ً ‫َن ْف‬ ‫مِ نْ اَجْ ِل ٰذ ِلكَ ۛ َكتَ ْب َنا ع َٰلى َبن ِْي اِس َْر ۤاءِ ْي َل اَ َّن ٗه َمنْ قَتَ َل‬
‫ت ث ُ َّم اِنَّ َكثِي ًْرا ِم ْن ُه ْم بَ ْع َد ٰذ ِلكَ فِى‬ِ ‫ج َۤا َءتْ ُه ْم ُرسُلُنَا بِا ْلبَيِ ٰن‬ َ َّ‫جَمِ ْيعً ۗا َو َمنْ اَحْ يَاهَا فَ َكاَنَّ َما اَحْ يَا الن‬
‫اس جَمِ ْيعًا َۗولَقَ ْد‬
َ‫ض لَ ُمس ِْرفُ ْون‬ َْ
ِ ‫اَل ْر‬

Artinya :

4 Kutbuddi Aibak, Kajian Fiqih Kontemporer. (Yogyakarta : Offset, 2009), hlm 122
5 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 43

3
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa
barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang
lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.
Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka
setelah itu melampaui batas di bumi. 6
3. QS. Al-Maidah : 2
ۤ
ََ‫ْيَ َو ََل ا ْلقَ َ َۤل ِٕى ََد َو َ ٓل ٰا ِمَْينََ ا ْلبَيْتََ ا ْلح ََرا ََم يَ ْبتَغُ ْون‬
َ ‫شه ََْر ا ْلح ََرا ََم َو َلَ ا ْل َهد‬ َِٰ ‫شعَ ۤا ِٕى ََر‬
َّ ‫ّللا َو َلَ ال‬ َ َ‫يُّهَا الَّ ِذيْنََ ٰا َمنُ ْواَ َلَ تُحِ لُّ ْوا‬
َْ‫َن ا ْل َمس ِْج َِد ا ْلح ََر ِامَ اَن‬ َ َْ‫ن قَ ْومَ اَن‬
َِ ‫صد ُّْوكُ َْم ع‬ َُ ‫شنَ ٰا‬ ْ ‫َْل مِ نَْ َّر ِب ِه َْم َو ِرض َْوانًاَۗ َواِذَا َحلَ ْلت ُ ْمَ فَا‬
َ ‫ص‬
َ َ‫طاد ُْواَۗ َو َلَ يَجْ ِر َمنَّكُ ْم‬ ًَ ‫فَض‬
ِ ‫ش ِد ْي َُد ا ْل ِعقَا‬
َ‫ب‬ َ ‫ّللا‬ َِ ‫الثْ َِم َوا ْلعُد َْو‬
ََٰ ‫انَ َواتَّقُوا‬
ََٰ ََّ‫ّللاَۗاِن‬ ِ ْ ‫علَى‬ َ ‫اونُ ْوا‬َ َ‫علَى ا ْل ِب َِر َوالتَّ ْق ٰوىَ ََو ََل تَع‬ َ ‫اونُ ْوا‬َ َ‫تَ ْعتَد ْۘ ُْوا َوتَع‬

Artinya :

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar


kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban
yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya.
Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu.
Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-
halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada
mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.7

Selain itu, ada dalil serta hasits yang melarang adanya transplantasi antara lain
sebagai berikut :
1. QS. An-Nisa : 29

6 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 160
7 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 152

4
َ ُ‫اض ِم ْنكُ ْم ۗ َو ََل تَ ْقتُلُ ْوا اَ ْنف‬
ۗ ‫سكُ ْم‬ َ ‫ٰياَيهَا الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل تَأْكُلُ ْوا اَ ْم َوالَكُ ْم بَ ْينَكُ ْم ِبا ْلبَاطِ ِل ا ََِّل اَنْ تَك ُْونَ تِج‬
ٍ ‫َار ًة عَنْ ت ََر‬
‫ّٰللا كَانَ بِكُ ْم َرحِ ْي ًما‬
َ ‫اِنَّ ه‬

Artinya :

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. 8

2. QS. Al-An’am : 151

‫ق نَحْ ُن‬ ٍ ۗ ‫سا ًن ۚا َو ََل تَ ْقت ُ ُل ْوا اَ ْو ََل َدكُ ْم مِ نْ ا ِْم ََل‬
َ ْ‫شيْـًٔا َّو ِبا ْل َوا ِل َدي ِْن اِح‬ َ ‫قُ ْل تَعَالَ ْوا اَتْ ُل َما ح ََّر َم َربكُ ْم‬
َ ‫علَ ْيكُ ْم اَ ََّل تُش ِْرك ُْوا ِب ٖه‬
‫َق ٰذ ِلكُ ْم‬ ِ ۗ ‫ّٰللا ا ََِّل ِبا ْلح‬
ُ ‫س الَّت ِْي ح ََّر َم ه‬ َ ‫ط ۚنَ َو ََل تَ ْقتُلُوا النَّ ْف‬ َ ‫ظه ََر مِ ْنهَا َو َما َب‬َ ‫ش َما‬ َ ِ‫نَ ْرزُ قُكُ ْم َواِيَّاهُ ْم َۚو ََل تَ ْق َر ُبوا ا ْلفَ َواح‬
َ‫َوصهىكُ ْم بِ ٖه لَعَلَّكُ ْم تَ ْع ِقلُ ْون‬

Artinya :

Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan


kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada
ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang
memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati
perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah
kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang
benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti. 9

3. Hadits Nabi SAW

ْ‫سعِي ٍد عَنْ ع َْم َرةَ عَن‬ َ ‫او ْردِي قَا َل َح َّدثَنَا‬


َ ‫س ْع ُد ْب ُن‬ َ ‫ع َّم ٍار قَا َل َح َّدثَنَا‬
ِ ‫ع ْب ُد ا ْلعَ ِز‬
َ ‫يز ْب ُن ُم َح َّم ٍد الد ََّر‬ َ ‫َح َّدثَنَا ِهشَا ُم ْب ُن‬

ِ ِ‫ع ْظ ِم ا ْل َمي‬
‫ت َك َكس ِْر ِه َحيًّا‬ َ ‫سلَّ َم َكس ُْر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ ِ َّ ‫عَائِشَةَ قَالَتْ قَا َل َرسُو ُل‬
َ ‫ّٰللا‬

Artinya :

8 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 118
9 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 210

5
“Telah Menceritakan Abdul Aziz Ibn Muhammad dari sa’di ya’ni ibn sa’id dari
amrata binti abdul Rahman dari aisyah berkata: Rasulullah SAW berkata:
“memecahkan Tulang mayat sama seperti memecahkan tulang orang yang masih
hidup.10

D. Pandangan Ulama mengenai donor organ tubuh

Transplantasi organ tubuh atau donor organ tubuh menurut Al-Qardhawi adalah bahwa
seorang muslim diperbolehkan mendonorkan organ tubuhnya ketika ia masih hidup meskipun
ada yang mengatakan bahwa diperbolehkannya seseorang mendonorkan sesuatu ialah apabila itu
miliknya. Namun, Al-Qardhawi, berpendapat bahwa meskipun tubuh merupakan titipan dari
Allah, manusia diberi wewenang untuk memanfaatkannya dengan mempergunakanya, sebagai
harta. Harta pada hakikatnya milik Allah sesuai dengan firman Allah yang artinya: “Dan
berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu” (QS.
An-Nur : 33).

Walaupun Allah SWT. memberi wewenang kepada manusia untuk memilikinya dan
membelanjakan harta itu. Sebagaimana manusia boleh mendermakan sebagian hartanya untuk
kemaslahatan orang lain yang membutuhkannya maka diperkenankan juga seseorang
mendonorkan sebagian tubuhnya untuk orang lain yang memerlukannya. Lebih lanjut Al-
Qardhawi menjelaskan perbedaan keduanya dengan mengatakan bahwa manusia adakalanya
boleh membelanjakan seluruh hartanya. Akan tetapi, dia tidak boleh mendermakan seluruh
anggota badannya, bahkan dia tidak boleh mendermakan dirinya (mengorbankan dirinya) untuk
menyelamatkan orang sakit dari kematian, dari penderitaan yang sangat atau dari kehidupan
yang sengsara.

Dalam kaidah syara’ ditetapkan bahwa “bahaya itu harus dihilangkan sedapat mungkin”.
Karena itulah disyariatkan untuk menolong orang yang dalam keadaan terluka, memberi makan
orang kelaparan, melepaskan tawanan, mengobati orang yang sakit dan menyelamatkan orang
yang sedang dalam bahaya baik mengenai jiwanya maupun lainnya. Tidak diperkenankan
seorang muslim yang melihat dharar (bahaya, bencana) yang menimpa seseorang atau
sekelompok orang, tetapi dia tidak berusaha menghilangkan bahaya itu, padahal dia mampu

10Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Ibn Majah diterjemahkan oleh Iqbal dan Mukhlis BM, Jilid II,
2005, Jakarta: Pustaka Azam, hlm. 62

6
menghilangkan bahaya itu, padahal ia mampu menghilangkannya atau tidak berusaha
menghilangkannya menurut kemampuannya (Yusuf AlQardhawi, Fatwa Al-Mu’asirah, 1994, h.
532). Berdasarkan hal ini Al-Qradhawi ingin berusaha menghilangkan penderitaan Muslim yang
menderita gagal ginjal, misalnya dengan mendonorkan salah satu gunjalnya yang sehat, maka
tindakan demikian dibenarkan syara’ bahkan terpuji dan berpahala. 11

Kebolehan mendonorkan sebagian organ tubuh tidak bersifat mutlak, tetapi


muqayyad. Artinya, kebolehan itu dengan beberapa persyaratan. Di antaranya
syaratnya adalah:
• Tidak boleh mendonorkan sebagian organ tubuh yang justru akan menimbulkan
dharar (bahaya) dan kesengsaraan bagi dirinya atau bagi seseorang yang
mempunyai hak tetap atas dirinya.
• Tidak diperkenankan seseorang mendonorkan organ tubuh yang hanya satu-
satunya dalam tubuhnya, misalnya hati atau jantung, karena tidak mungkin dapat
hidup tanpa adanya organ tubuh tersebut dan tidak diperkenankan menghilangkan
dharar dari orang lain dengan menimbulkan dharar pada dirinya. Adanya kaidah :
“Bahaya itu harus dihilangkan” dibatasi oleh kaidah : “bahaya itu tidak boleh
dihilangkan dengan menimbulkan bahaya pula”.

Persyaratan lainnya yang perlu diperhatikan dalam kebolehan mendonorkan organ tubuh
adalah hanya boleh dilakukan oleh orang yang telah dewasa dan berakal sehat. Sedangkan anak
kecil tidak dibolehkan mendonorkan organ tubuhnya karena ia tidak tahu persis kepentingan
dirinya. Begitu pula, seorang wali tidak boleh mendonorkan organ tubuh anak kecil dan orang
gila yang di bawah perwaliannya, disebabkan keduanya tidak mengerti.Mengenai mewasiatkan
organ tubuh setelah meninggal dunia Al-Qardhawi memperbolehkanya. Sebab, yang demikian
itu akan memberikan manfaat yang utuh kepada orang lain tanpa menimbulkan kesengsaraan
sedikitpun kepada dirinya karena organ tubuh orang yang meninggal akan lepas berantakan dan
dimakan tanah beberapa hari setelah dikubur. Apabila ia berwasiat untuk mendermakan organ
tubuhnya itu dengan niat mendekatkan diri dan mencari keridaan Allah, ia akan mendapatkan
pahala sesuai dengan niat dan amalnya.

11 Ibid, 6.

7
Dari beberapa penjelasan di atas terkait transplantasi organ tubuh jika dikaitkan dengan
konsep maslahah yang terkandung di dalamnya, maka dapat dipahami, bahwa jika ditinjau dari
dari segi maslahah, dalam pandangan syara’ bahwa dapat menggunakan maslahah murslahah
dalam hukum transplantasi tersebut. Hal ini dilakukan karena hukum persolan transplantasi tidak
ditemukan dalam ketentuan nash syariat, baik memperbolehkannya maupun melarangnya.
Bahwa segala hukum yang ditetapkan harus sesuai maksud syariat dan memperhatikan
kemaslahatan manusia maka ditempuh dengan cara maslahah mursalah. Sepanjang kemaslahatan
yang diperoleh lebih besar dan tidak membahayakan orang yang menerima (resipien) dan
pemberi donor maka transplantasi boleh dilakukan. Tentunya dengan beberapa syarat bahwa
yang didonorkan itu bukan organ tubuh satu-satunya, seperti hati, otak, atau jantung. Organ
tubuh bagian luar, seperti mata, tangan, kaki, dan organ tubuh bagian dalam yang berpasangan,
tetapi salah satu dari pasangan itu tidak berfungsi atau sakit (karena dianggap satu organ). Hal ini
dilarang karena akan menimbulkan bahaya yang lain, padahal ada kaidah mengatakan : “Bahaya
(dharar) itu tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan bahaya (dharar) yang lain. 12

2.2. Obat Berbahan dasar Najis

Berobat dengan benda najis maksudnya adalah melakukan pengobatan dengan memakai
sarana benda yang hukumnya najis. Hukum asalnya, makan atau minum sesuatu yang najis atau
yang terkena najis dalam tingkah normal (terpaksa) itu tidak boleh (haram). 13

Akan tetapi jika digunakan sebagai sarana pengobatan hal itu diperbolehkan dengan
ketentuan sebagai berikut:

1. terpaksa artinya, menjadi alternatif atau pilihan terakhir, tidak ada benda suci yang lain
yang khasiatnya setara atau diatas obat dari najis tersebut.
2. mengerti. artinya, telah mendapat informasi dari dokter atau tabib yang ahli dan adil.

Benda-benda najis dalam pengobatan

1. Darah
Ad-Damm, yang berarti darah adalah suatu cairanberwarna merah yang

12Yusuf, Al-Qardhawi. Fatwa Al-Mu’asirah, jilid 2. (Kuwait: Dar Al-Qalam, 1994), 539
13Abi Muhammad Azha, Risalah Hayawan Halal, Haram dan Khasiat, (Santri Creative Press & Publishing, Kediri),
hal.31

8
mengalir pada jasad hewan dan manusia. Bentuk jama‟ lafadz ad-Damm adalah
dima.14
2. Urine
(Urine adalah air seni, baik yang keluar dari tubuh manusia atau hewan adalah cairan
sisa yang diekskresikan) oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinasi.
Berobat dengan barang najis, termasuk di dalamnya air kencing manusia haram. Ini
pendapat sebagian ulama Syafi‟iyah. Hadist Abu Darda‟, bahwasanya Rasulullah
shallallahu a‟laihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah subhanahu wata‟ala telah menurunkan penyakit dan
menurunkan obat, serta menyediakan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah, dan
jangan berobat dengan sesuatu yang haram”. (HR. Abu Daud).
Ibnu Rusydi di dalam kitab al Bayan wa at Tahshil memberikan rincian, jika air
kencing itu diminum, maka hal itu tidak dibolehkan, karena najis, tetapi jika dipakai
untuk mengobati luka atau sakit luar (untuk obat luar), maka dibolehkan.
3. Bangkai
Bangkai dalam bahasa arab disebut Al-Mayyitah. Al-Mayyitah dalam pengertian
bahasa arab adalah sesuatu yang mati tanpa disembelih.15
Abu Qasim mengatakan aku menghindarinya dan tidak mengharamkanya. Imam Syafi'I
mengatakan : Sesungguhnya Allah mengharamkan babi secara mutlak dan
mengharamkan bangkai dengan syarat tidak dalam keadaan darurat. Sedangkan apabila
dalam keadaan darurat seperti lapar yang menyebabkan kematian jika ia tidak
mengonsumsinya maka ia diperbolehkan untuk memakannya.
4. Alkohol
alkohol adalah sebagian organik di mana kumpulan hidroxyl (-OH) terikat dengan atom
karbon dari pada kumpulan akil. Alkohol lazimnya digunakan dalam dunia medis sebagai
obat kumur, pencucinya kuman pada luka, pencuci luka dan alat-alat pembedahan.

14 Majma‟ Lughatul Arabiyah, Al Mu‟jam AlWasith (Maktabah Syuruk Dauliah, 2004), hal.298
15 l-Tarmizi, Sunan Tarmizi (Dar Kutub Ilmiyah, T.TH), n0. 2989.

9
5. Khamr
Khamar adalah nama untuk setiap air dari anggur apabila telah mendidih dan mengental
serta buihnya mulai menghilang, demikianlah yang dikatakan oleh Abu Hanifah.
Sedangkan menurut Abu Yusuf dan Muhamad, ia adalah air anggur yang telah mendidih
dan mengental, terkadang ia berubah menjadi merah.
Madzhab Hanifiyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat tidak diperbolehkannya
meminum khamr untuk di jadikan sebagai obat. Baik khamar itu masih murni atau sudah
di campur. Sedangkan madzhab syafi'I yang juga menjadi pegangan imam At- thabari
bahwa diperbolehkannya berobat dengan khamr apabila memenuhi tiga syarat Pertama :
berdasarkan riset dokter, Kedua : kadar khamar
tersebut lebih sedikit dengan ukuran tidak sampai memabukan dan tidak menghilangkan
akal. Sehingga tidak di perbolehkan berobat dengan sesuatu yang lebih besar dari pada
itu, Ketiga : berdasarkan keterangan dokter muslim karena selai muslim tidak di terima
kesaksiannya dalam hal kedokteran. Adapun sesuatu yang dapat menghilangkan akal
selain minuman atau ganja maka tidak ada tidak ada had bagi orang yang
mengonsumsinya. Sedangkan Imam Al Ghazali mengatakan : orang yang wajib untuk di
ta'zir dan di asingkan tanpa harus di dera

Dalil tentang menggunakan obat berbahan dasar najis

Para ulama mazhab empat bersepakat akan keharaman berobat dengan benda najis dalam
keadaan normal (bukan keadaan darurat). Hanya saja, mereka berbeda pendapat terkait hukum
berobat dengan benda najis dalam keadaan darurat. Pertama, ulama mazhab Maliki, ulama
mazhab Hanbali, dan mayoritas ulama mazhab Hanafi menegaskan, berobat dengan benda najis
hukumnya haram.

Syekh Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi menuturkan:

‫ْال َمذْهَبُ أَنَّهُ ََل يَج ُْو ُز التَّدَا ِوي بِ ْال ُم َح َّر ِم‬

“Pendapat mazhab Hanafi, tidak boleh berobat dengan benda haram” (Ibnu Abidin, Raddul
Muhtar ala Ad-Durril Mukhtar, juz 5, halaman 249).
Sedangkan Syekh Al-Hattab dari mazhab Maliki menyebutkan:

10
‫ظاه ِِر ْال َج َس ِد فَ َحكَى‬ َ ‫جْس فِي‬ ِ ‫ َوأَ َّما التَّدَا ِوي ِب ْالخ َْم ِر َوال َّن‬...ِ‫علَى تَحْ ِريْمِ ه‬
َ ُ‫اطِن ْال َج َس ِد ف َْاَلِتِفَاق‬
ِ ‫أَ َّما أَ ْكلُهُ َوالتَّدَا ِوي ِب ِه فِي َب‬
‫ ْال َم ْش ُه ْو ُر مِ ْن ُه َما أَنَّهُ ََل يَج ُْو ُز‬،‫غي ِْر ِه فِ ْي ِه قَ ْولَي ِْن‬ ِ ‫ِف فِي التَّ ْو‬
َ ‫ضيْحِ َو‬ َ ‫“ ْال ُم‬
ُ ‫صن‬

Adapun memakannya (benda najis), dan berobat dengannya pada tubuh bagian dalam,
disepakati keharamannya. Sedangkan berobat dengan khamr dan benda najis pada tubuh bagian
luar, mushannif menceritakan dalam kitab At-Taudhih dan kitab lainnya, dalam masalah ini ada
dua pendapat. Pendapat yang masyhur, hal itu tidak boleh” (Al-Haththab, Mawahibul Jalil, juz 1,
halaman 393-394).

Senada dengan kedua ulama di atas, Syekh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali menulis:

ْ ‫ َو ََل بِ َش‬....‫َو ََل يَج ُْو ُز التَّدَا ِوي بِ ُم َح َّر ٍم‬


‫يءٍ فِ ْي ِه ُم َح َّرم‬

“Dan tidak boleh berobat dengan benda haram… dan berobat dengan sesuatu yang
mengandung benda haram” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz 12, halaman 500).

Kedua, ulama mazhab Syafi’i dan sebagian ulama mazhab Hanafi menyatakan, berobat
dengan benda najis hukumnya boleh, jika tidak ada benda suci yang dapat
menggantikannya. Imam An-Nawawi dari mazhab Syafi’i menyebutkan:

ُ ‫علَ ْي ِه يُحْ َم ُل َح ِدي‬


:‫ْث‬ َ ْ‫َوإِنَّ َما يَج ُْو ُز التَّدَا ِوي بِالنَّ َجا َس ِة إِذَا لَ ْم يَ ِجد‬
ِ ‫ فَإِ ْن َو َجدَهُ ح ُِر َم‬،‫طاه ًِرا يَقُ ْو ُم َمقَا َم َها‬
َ ‫ َو‬، ٍ‫ت النَّ َجا َساتُ بِ ََل خِ ََلف‬
ْ َ‫ قَا َل أ‬.ُ‫غي َْره‬
" ‫ َوإِنَّ َما يَج ُْو ُز‬:‫ص َحابُنَا‬ َ ْ‫ْس َح َرا ًما إِذَا لَ ْم يَ ِجد‬ َ ‫ َولَي‬،ِ‫غي ِْره‬
َ ‫" فَ ُه َو َح َرام ِع ْندَ ُوج ُْو ِد‬،‫علَ ْيكُ ْم‬
َ ‫َّللا لَ ْم يَجْ عَلْ شِ فَا َءكُ ْم فِ ْي َما ح ُِر َم‬
َ َّ َّ‫إِن‬
‫ط ِبيْب ُم ْسلِم‬ َ َ‫ أَ ْو أَ ْخبَ َر ِب َذلِك‬،ُ‫غي َْر هَ َذا َمقَا َمه‬
َ ‫ف أَنَّهُ ََل يَ ُق ْو ُم‬ ِ ‫ار ًفا ِبالط‬
ُ ‫ يَ ْع ِر‬،‫ِب‬ ِ ‫ع‬ َ ‫ِإ َذا كَانَ ْال ُمتَدَا ِوي‬

“Sesungguhnya berobat dengan menggunakan benda najis dibolehkan apabila belum


menemukan benda suci yang dapat menggantikannya. Apabila telah didapatkan – obat dengan
benda yang suci – maka haram hukumnya berobat dengan benda-benda najis, tanpa ada
perbedaan pendapat tentang hal ini. Inilah maksud dari hadist“ Sesungguhnya Allah tidak
menjadikan kesehatan kalian pada sesuatu yang diharamkan atas kalian.” Maka berobat dengan
benda najis menjadi haram apabila ada obat alternatif yang tidak mengandung najis, dan tidak
haram apabila belum menemukan selain benda najis tersebut.

2.3. Rekayasa wajah

Rekayasa yang diharamkan oleh syariat yaitu Rekayasa/pembedahan dengan maksud


untuk mendapatkan kecantikan, keindahan tubuh dan membuat awet muda walaupun sebenarnya
telah lanjut usia. Rekayasa ini seperti:

11
1) Merubah bentuk hidung dari mancung ke pesek atau sebaliknya
2) Membelah dagu agar kelihatan indah dan menawan
3) Memperindah payudara dengan membesarkannya apabila kecil atau sebaliknya
4) Melakukan operasi plastik
5) Mencabut bulu yang tumbuh diwajah seperti alis mata dan bulu mata.

Adapun dalil yang mengharamkannya adalah sebagai berikut: Dari al Qur’an :

ْ‫ٱّلل فَقَد‬
ِ َّ ‫ُون‬ َ َٰ ‫ٱّلل ۚ َو َمن َيتَّخِ ِذ ٱل َّش ْي‬
ِ ‫طنَ َو ِليًّا مِن د‬ ِ َّ َ‫ضلَّنَّ ُه ْم َو ََل ُ َم ِن َينَّ ُه ْم َو َل َءا ُم َرنَّ ُه ْم فَلَيُ َب ِتكُنَّ َءاذَانَ ْٱَل َ ْن َٰ َع ِم َو َل َءا ُم َرنَّ ُه ْم فَلَيُغ َِي ُرنَّ خ َْلق‬
ِ ُ ‫َو ََل‬
‫َسِر ُخس َْرانًا ُّمبِينًا‬
َ ‫خ‬

Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong
pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka
benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-
benar mereka meubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain
Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.(QS An Nisa’: 119)

Dari hadis

َّ‫ع ْنهُ أَن‬


َ ُ‫ي للا‬
َ ‫ض‬
ِ ‫ع ْب ِد للاِ اب ْ ِن َم ْسعُ ْو ٍد َر‬ َ ‫صاتُ َو ْال ُمتَفَلِجا َتُ ل ِ ْل َح َس ِن َو ْال ُمغَيِ َراتُعَ ْن‬
َ ‫لَعَنَ للاُ ْال َواشِ َماتُ َو ْال ُم ْست َْوشِ َماتُ َو ْال ُمتَن َِم‬
‫ق للاِ )رواه البخاري و مسلم‬ ِ ‫خ َْل‬: ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم قا َ َل‬
َ ُ‫صلَّي للا‬َ ‫ي‬ َّ ِ‫النَّب‬

Dari Ibnu Mas’ud ra Nabi saw bersabda: Allah swt melaknat orang yang membuat tato dan
yang melaksanakannya, orang yang mencabuti bulu-bulu diwajahnya, orang yang mengkikir
giginya agar renggang dan kelihatan indah dan yang merubah ciptaan Allah.

2.4. Abortus

Agama Islam mengizinkan wanita mencegah kehamilan karena sesuatu sebab, tetapi
melarangnya mengakhiri kehamilan, dengan cara abortus. Dari sisi pandang Islam, ketidak sahan
abortus (menggugurkan kandungan) tidak terkandung kepada masalah, apakah janin itu berstatus
manusia (sudah bernyawa) atau tidak. Kendatipun Islam tidak mengakui janin sebagai manusia,

12
16
namun Islam tetap memberinya hak untuk kemungkinan hidup. Karena janin itulah sebagai
cikal bakal kehidupan manusia. 17

Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa Latin yang
berarti gugur kandungan atau keguguran. Sardikin Ginaputra dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia memberi pengertian abortus, sebagai pengakhiran kehamilan atau hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Kemudian menurut Marjono
Reksodipuro dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, abortus adalah pengeluaran hasil
konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).

Dari pengertian diatas dapat dikatakan, bahwa abortus adalah suatu perbuatan untuk
mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu dapat
hidup di luar kandungan.

Menurut pandangan Islam, apabila abortus dilakukan sesudah janin bernyawa atau
berumur empat bulan, maka telah ada kesepakatan ulama tentang keharaman abortus itu, karena
dipandang sebagai pembunuhan terhadap manusia. Tetapi apabila abortus dilakukan sebelum
diberi roh/nyawa pada janin itu, yaitu berumur empat bulan ada beberapa pendapat, yaitu:

a. Muhammad Ramli dalam kitab AnNihayah, membolehkan abortus dengan alasan belum
bernyawa.
b. Ada pula ulama yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan.
c. Mahmud Syaltut mengatakan, bahwa sejak bertemu sel sperma dengan ovum (sel telur),
maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya, sekalipun si janin belum
diberi nyawa, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami
pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi manusia. Tetapi abortus dilakukan karena benar-
benar terpaksa demi menyelamatkan si ibu, maka Islam membolehkan,karena Islam
mempunyai prinsip : menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang
berbahaya, itu wajib (hukumnya).

16
Jauhari, I. (2020). Aborsi menurut pandangan hukum Islam. Citra Justicia: Majalah Hukum Dan Dinamika
Masyarakat, 21(1), 9-18.

Yusuf, Muhammad. Memahami Permasalahan Kontemporere. Jakarta: Gunadarma Ilmu, 2017.

13
2.5. Sterilisasi

A. Pengertian Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses pemandulan laki-laki atau perempuan dengan operasi agar
tidak menghasilkan keturunan. Menurut Masjfuk Zuhdi dalam bukunya yang berjudul Masail
Fiqhiyah mengatakan bahwa: “Sterilisasi ialah memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan
operasi (pada umumnya) agar tidak dapat menghasilkan keturunan”18

. Banyak yang memahami bahwa sterilisasi ini sama dengan infertilitas yaitu
ketidakmampuan menghasilkan keturunan dengan keadaan kurang (tidak) subur atau dalam
bahasa kesehariannya yaitu “mandul”. Agar dapat keluar dari permasalahan ini, harus dikaji satu-
persatu. Kata mandul atau ta‟qim (Bahasa Arab), dilihat dari penyebabnya dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu mandul yang bersifat alamiah tanpa operasi (infertilitas) dan mandul
yang sifatnya buatan (strerilisasi). 19 Infertilitas ini disebabkan karena memang sama sekali tidak
pernah hamil yang disebut dengan infertilitas primer, bisa juga disebabkan karena kondisi umur
yang sudah lanjut (menopause), sedangkan sterilisasi dilakukan secara sengaja dengan jalan
operasi. Dari sini dapat dipahami bahwa kedua istilah tersebut jelas berbeda. Sterilisasi itu
sendiri pada garis besarnya ada 2 macam yaitu:

a. Sterilisasi bagi laki-laki disebut dengan Vasektomi atau vas ligation, yaitu dengan
Teknik membedah dan membuka vas (bagian dalam buah pelir), kemudian diikat atau dijepit,
agar tidak dilewati lagi sperma.

b. Sterilisasi bagi perempuan disebut Tubektomi atau tubaligation, yaitu mengangkat


seluruh tuba agar wanita tidak bisa lagi hamil, karena saluran tersebut sudah bocor. 20

Memiliki keturunan merupakan hal yang paling dinanti-nantikan oleh setiap pasangan
suami istri (keluarga), sebab salah satu tujuan utama dalam perkawinan itu adalah memiliki

18 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996), Cet. Ke-9, h. 67. 2
19 Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: KENCANA, 2017), Cet. Ke-2, h. 37.
20Mahjuddin, Masail Al-Fiqh Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam, (Jakarta: Kalam Mulia 2014), Cet. Ke-3 , h.
81

14
keturunan, karena kelak keturunannya akan menjadi generasi penerus dari kedua orang tuanya.
Dalam hal ini Allah SWT bersabda dalam AlQur’an Surat Al-imron ayat 38 yang berbunyi:

َ ُّ‫طيِبَةً ۚ اِنَّكَ َسمِ ي ُع الد‬


ِ‫عآء‬ َ ً‫ب هَب لِى مِن لَّدُنكَ ذُ ِريَّة‬
ِ ‫عا زَ ك َِريَّا َربَّه ۚۚ قَا َل َر‬
َ َ‫هُنَالِكَ د‬

Di sanalah Zakariya berdo’a kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah
aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do‟a.” 21

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1, tujuan dari suatu perkawinan adalah
“Untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.” Sedangkan makna keluarga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah terdiri dari ibu bapak beserta anakanaknya, 22 jadi “membentuk keluarga” artinya
membentuk kesatuan masyarakat kecil yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Pemahaman-
pemahaman yang muncul yang bermula dari definisi sterilisasi, ini menunjukkan bagaimana
dampak dari tindakan sterilisasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri dapat mempengaruhi
keharmonisan dalam sebuah keluarga terutama dalam memiliki keturunan, yang menjadi tujuan
utama sebuah perkawinan.

B. Faktor-faktor dalam Sterilisasi

Terdapat beberapa faktor yang mendorong seseorang melakukan tindakan sterilisasi


yaitu:

a.Indikasi Medis (Kesehatan)

21 Zikrullah Fakhrurrijal Djunaid dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bogor: PT. Karya Azzahra Mandiri, 2015), h.
55.

22 Dendy Sugono dkk, Kamus Besar…, h, 676.

15
Indikasi Medis adalah segala bentuk kesehatan, yang biasanya dilakukan terhadap wanita
yang mengidap penyakit yang dianggap dapat membahayakan dirinya, seperti penyakit jantung,
ginjal, hipertensi dan lain sebagainya. 23 Dalam keadaan seperti inilah yang melarang seorang
wanita untuk hamil selama-lamanya, karena kehamilan akan menjadi sebuah ancaman bagi
hidupnya.

Kesehatan seorang wanita menjadi tolak ukur bagi pasangan suami istri yang ingin
memiliki keturunan. Mengingat bahwa kehamilan dan melahirkan adalah hal yang tidak mudah
serta membutuhkan waktu berbulan-bulan, maka perlu adanya perhatian lebih kepada wanita
dalam menjaga kesehatannya. Sehingga apabila wanita dengan penyakit tersebut di atas
dipaksakan untuk tetap hamil, dapat mendatangkan kematian. Tidak hanya bagi si ibu,
kandungan (anak) pun akan ikut terancam kesehatannya apabila si ibu memiliki riwayat atau
memiliki penyakit yang dapat ditularkan kepada si anak apabila ia hamil. Salah satunya seperti
HIV/AIDS.

b. Sosio-Ekonomi

Sosio-Ekonomi adalah yang biasanya dilakukan karena keadaan suami-istri yang sedang
memiliki permasalahan dalam kehidupan rumah tangga ataupun masyarakat, sehingga tidak
sanggup memenuhi kewajibannya sebagai orang tua karena apabila mereka memiliki keturunan
dikhawatirkan akan menambah beban permasalahan terlebih lagi keturunannya akan terlantar
dan tidak terurus.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 72

ِ ‫ت اَفَبِ ْالبَاطِ ِل يُؤْ مِ ن ُْونَ َوبِنِ ْع َم‬


‫ت‬ َّ ‫اجكُ ْم بَنِيْنَ َو َحفَدَةً َّو َرزَ قَكُ ْم مِنَ ال‬
ِ ‫طيِ َٰب‬ ِ ‫َّللا َجعَ َل لَكُ ْم ِم ْن اَ ْنفُسِ كُ ْم اَ ْز َواجًا َّو َجعَ َل لَكُ ْم م ِْن اَ ْز َو‬
ُ ٰ ‫َو‬
َ‫َّللا هُ ْم يَ ْكفُ ُر ْون‬
ِٰ

Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik.
Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" 24

23 Mahjuddin, Masail Al-Fiqh


24 Zikrullah Fakhrurrijal Djunaid dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bogor: PT. Karya Azzahra Mandiri, 2015), h. 55.

16
Ayat di atas menerangkan tentang keharusan kita untuk yakin bahwa Allah SWT akan
memberikan rezeki kepada semua makhluk hidup yang ada di alam ini, termasuk kepada anak
dan cucu kita di masa yang akan datang. Maka tidak perlu khawatir, karena Allah SWT selalu
mangasihi dan menyayangi mahkluknya tanpa terkecuali.

c. Permintaan Sendiri

Permintaan sendiri adalah yang dilakukan karena keinginan yang datang dari pasangan
suami istri untuk tidak memiliki keturunan walaupun secara ekonomi sebenarnya mencukupi.
Alasan ini biasanya timbul dari pasangan suami istri yang memiliki kesibukan lebih banyak di
luar rumah tangganya, sehingga tidak menginginkan memiliki keturunan.

2.6. Menstruasi Regional

Menstrual Regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi/haid. Tetapi dalam


praktek, menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat waktu
menstruasi dan berdasarkan pemeriksaan laboratoris ternyata positif dan mulai mengandung.
Dengan demikian, bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya merupakan abortus
provocatus criminalis, sekalipun dilakukan oleh dokter. Hal ini berarti, bahwa menstrual
regulation itu pada hakikatnya adalah pembunuhan janin secara terselubung. 25

Berdasarkan KUHP Pasal 346, 347, 348 dan 349 negara melarang abortus, termasuk
menstrual regulation dan sanksi hukumnya cukup berat, bahkan hukumnya tidak hanya ditujukan
kepada wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat
dituntut, seperti dokter, dukun bayi, yang mengobati, yang menyuruh atau yang membantu atau
yang melakukan sendiri, sebagaimana dikemukakan di atas. Jika diamati pasal-pasal tersebut
maka akan dapat diketahui bahwa ada 3 (tiga) unsur pada kasus pengguguran kandungan yakni :
(1) janin (2) ibu yang mengandung; (3) orang ketiga yang terlibat pada pengguguran tersebut.

Agama Islam melarang ber-KB dengan menstrual regulation karena pada hakikatnya
sama dengan abortus, merusak/menghancurkan janin, calon manusia yang dimuliakan Allah,

25
Jauhari, I. (2020). Aborsi menurut pandangan hukum Islam. Citra Justicia: Majalah Hukum Dan Dinamika
Masyarakat, 21(1), 9-18.

17
sedangkan janin itu berhak tetap survive dan lahir dalam keadaan hidup sekalipun eksistensinya
hasil dari hubungan yang tidak sah. 26

Tetapi, pengguguran kandungan yang benar-benar dilakukan atas dasar indikasi medis
dan hal itu dilakukan karena keadaan darurat dapat dibenarkan. Namun demikian abortus dan
sejenisnya (sterilisasi, menstrual regulation) tidak dapat dilegalisasi tanpa indikasi medis. Karena
sterilisasi, menstrual regulation dan abortus merupakan tindakan yang tidak manusiawi,
bertentangan dengan moral Pancasila, dan moral agama serta mempunyai dampak yang sangat
negatif berupa dekadensi moral, terutama di kalangan remaja dan pemuda. Sebab legalisasi MR
(menstrual regulation) dan abortus dapat mendorong keberanian orang untuk melakukan
hubungan seksual di luar nikah (free sex)

26 Yusuf, Muhammad. Memahami Permasalahan Kontemporere. Jakarta: Gunadarma Ilmu, 2017.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesehatan merupakan suatu hal yanag sangat peting dalam kehidupan manusia terutama
dalam melakukan aktifitasnya, kesehatan merupakan suatu harapan dan keinginan semua
manusia, namun tidak ada manusia yang mengalami sakit. Sakit dan sehat selalu dating silih
berganti dalam kehidupan manusia.

Sehat merupakan keinginan dan harapan semua manusia, namun tidak ada manusia yanag
mengalami sakit, setiap manusia pasti pernah mengalami sakit sekurang-kurangnya satu kali
seumur hidup. Sakit dan sehat merupakan gejala yang di alami manusia

3.2 Saran

Seperti yang telah dijabarkan oleh penulis tentang media dan pengobatan, dalam makalah
ini masih banyak kurangnya seperti hal nya dalam materi penulis masih banyak kurangnya dalam
mencantumkan materi isi pokok-pokok nya, karena kurangnya referensi yang kelompok dapat.

19
DAFTAR PUSTAKA

1
Ahmad Muhammad Kan’an, Al-Mausu’atu At-Thibbiyah Al-Fiqhiyah (Beirut: Dar Al Nafa’is,
t.t.).hlm. 713
1
Nur Intan Fatimah, “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam Perspektif Hukum Kesehatan
Dan
Hukum Islam” (Bandar Lampung, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2018). Hlm. 15
1
Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah, (Jakarta : Kencana Prenada media Group, 20134), hlm 101
1
Kutbuddi Aibak, Kajian Fiqih Kontemporer. (Yogyakarta : Offset, 2009), hlm 122
1
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 43
1
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 160
1
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 152
1
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 118
1
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 1989, Semarang: CV. Toha Putra, hlm. 210
1
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Ibn Majah diterjemahkan oleh Iqbal dan
Mukhlis BM, Jilid II, 2005, Jakarta: Pustaka Azam, hlm. 62
1
Yusuf, Al-Qardhawi. Fatwa Al-Mu’asirah, jilid 2. (Kuwait: Dar Al-Qalam, 1994), 539
1
Abi Muhammad Azha, Risalah Hayawan Halal, Haram dan Khasiat, (Santri Creative Press &
Publishing, Kediri), hal.31
1
Majma‟ Lughatul Arabiyah, Al Mu‟jam AlWasith (Maktabah Syuruk Dauliah, 2004), hal.298
1
l-Tarmizi, Sunan Tarmizi (Dar Kutub Ilmiyah, T.TH), n0. 2989.
https://islam.nu.or.id/syariah/berobat-dengan-benda-najis-menurut-ulama-empat-mazhab-3VepN
Jauhari, I. (2020). Aborsi menurut pandangan hukum Islam. Citra Justicia: Majalah Hukum Dan
Dinamika Masyarakat, 21(1), 9-18.

Yusuf, Muhammad. Memahami Permasalahan Kontemporere. Jakarta: Gunadarma Ilmu, 2017.

1 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996), Cet. Ke-9, h. 67. 2
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: KENCANA, 2017), Cet. Ke-2, h. 37.

3 Mahjuddin, Masail Al-Fiqh Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam, (Jakarta: Kalam Mulia
2014), Cet. Ke-3 , h. 81.

4 Zikrullah Fakhrurrijal Djunaid dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bogor: PT. Karya Azzahra
Mandiri, 2015), h. 55.

Dendy Sugono dkk, Kamus Besar…, h, 676.

5 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Penerjemah: Khalifaturrahman dan Haer Haeruddin,
(Jakarta: Gema Insani, 2013), Cet. Ke-1, h. 424. 6 Dendy Sugono dkk, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 676.

20
7 Mahjuddin, Masail Al-Fiqh, …, h. 80

8 Zikrullah Fakhrurrijal Djunaid dkk, Al-Qur‟an, …, h. 274

21

Anda mungkin juga menyukai