Anda di halaman 1dari 24

EVALUASI KINERJA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA BARU


JAKABARING PALEMBANG

Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Adellah (07012682327014)
2. Cheryl Amelia Artanti (07012682327007)
3. Kiki Kurnia Pangga (07012682327013)
4. M. Prawira Pakpahan (07012682327005)

Kelas Reguler Pagi

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Abdul Nadjib,. MM


Mata Kuliah : Analisis Kebijakan

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2024
DAFTAR ISI

JUDUL
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusa Masalah.......................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................. 5
A. Deskripsi Pengembangan Wilayah Kota Baru Jakabaring Palembang ….....5
B. Kinerja Pelaksanaan Pengembangan Wilayah Kota Baru Jakabaring
Palembang.................................................................................................... 9
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengembangan Wilayah
Jakabaring Kota Palembang Berdasarkan Model Implementasi Merilee
S.Grindle ...................................................................................................... 12
BAB III ................................................................................................................. 20
PENUTUP ............................................................................................................ 20
A. Kesimpulan................................................................................................ 20
B. Saran ......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah utama yang dihadapi kota adalah ketidakseimbangan dalam
pengembangan penduduk perkotaan dengan ketersediaan perumahan, infrastruktur,
utilitas publik dan fasilitas layanan. Selain itu, kekurangan lahan adalah masalah
utama dalam pengembangan kota. Perkembangan wilayah yang terbangun secara
sporadis di pinggiran wilayah kota merupakan fenomena yang terjadi di sebagian
besar kota besar di Indonesia, seperti di kota Palembang. Menghadapi masalah ini
negara-negara berkembang telah mengembangkan ide untuk dapat menyerap
penduduk dengan mengembangkan pusat-pusat baru adalah kota baru di wilayah
baru untuk menahan migrasi ke kota-kota besar yang telah ada.
Pengembangan kota baru selain bertujuan untuk mengalihkan
pembangunan yang awalnya hanya ditarik ke kota-kota besar yang sudah ada, itu
juga dimaksudkan untuk menunjuk kota baru sebagai katalis untuk pembangunan
ekonomi baru yang dapat mempengaruhi daerah di sekitarnya menjadi semakin
berkembang. Selain itu kota baru juga dikembangkan sebagai bagian dari sistem
perkotaan. Pengembangan kota-kota baru dalam sistem perkotaan dimaksudkan
untuk memperkuat fungsi kota dan asosiasi secara fungsional dan spasial berfungsi
secara optimal dalam penyediaan layanan sosial dan ekonomi di kota dan ke daerah
sekitarnya dalam tingkat cakupan nasional, regional, kegiatan lokal atau strategis di
daerah berkembang yang baru.
Kota palembang merupakan ibu kota provinsi sumatera selatan, letak kota
palembang cukup strategis dikarenakan adanya jalan raya sumatera yang melintasi
sebagian pulau sumatera. Kota Palembang memiliki permasalahan dalam
melaksanakan pembangunan untuk mempertahankan pertumbuhan. Perbedaan
fasilitas, jarak antar wilayah, jumlah penduduk dan perbedaan kualitas sumber daya
baik kandungan sumber daya alam maupun sumber daya manusia merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota Palembang
(perkotaan.bpiw.go.id)
Jumlah penduduk Kota Palembang pada tahun 2016 sebanyak 1.602.071
jiwa, terdiri dari 802.990 laki-laki dan 799.081 perempuan, dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,36%. Kepadatan penduduk kota Palembang pada
tahun 2016 mencapai 3.999 jiwa/km2, tertinggi di kecamatan Ilir Timur I, terendah
di kecamatan Gandus 916 jiwa/km2 (palembangkota.bps.go.id). Selain masalah
kependudukan, pertumbuhan ekonomi kota Palembang juga berasal dari perbedaan
utilitas yang ada di setiap kecamatan. Mengutip hasil penelitian Imelda dkk
(2013:22), pusat pertumbuhan utama kota Palembang pada tahun 2013 adalah
Kecamatan Ilir Timur I dan II. Pusat pertumbuhan sekunder adalah Ilir Barat 1 dan
II (barat Palembang), Sukarami (utara Palembang), Kalidoni (timur) dan Seberang
Ulu 2 (selatan Palembang) dan Sako (timur Palembang) sedangkan kabupaten
lainnya adalah pedalaman Kota Palembang.
Jika melihat dari simpulan tersebut, hanya ada satu kecamatan di kawasan
Seberang Ulu yang menjadi pusat pertumbuhan kota Palembang pada tahun 2013,
yaitu kecamatan Seberang Ulu II dan dapat disimpulkan bahwa kecamatan lain di
kawasan Seberang Ulu di kota Palembang hanyalah daerah pedalaman. Hal ini
terjadi karena adanya ketimpangan pembangunan infrastruktur dan non
infrastruktur antara kawasan Seberang Ulu dan Ilir kota Palembang. Banyak pusat
pemerintahan, kantor pemerintahan dan gedung pusat yang terletak di distrik
Seberang Ilir Palembang. Hal ini merupakan salah satu faktor tidak seimbangnya
pembangunan antara kawasan pemukiman Seberang Ulu dan Ilir di kota Palembang
(Apriansyah, 2018).
Berdasarkan Perda No. 15 Tahun 2012 Bab VI Kawasan Strategis Kota
Palembang berdasarkan sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 64 huruf a yang berisi : kawasan jakabaring diarahkan menjadi kawasan
terpadu dengan berbagai fasilitas perkantoran pemerintahan provinsi, perdagangan
skala regional, pusat kegiatan olahraga dan pusat perumahan. Proses perkembangan
kawasan jakabaring sangat erat kaitannya dengan adanya pelaksanaan PON XVI
tahun 2004 yang mempengaruhi proses percepatan pengembangan kawasan
setidaknya ada beberapa gedung perkantoran, infrastruktur dan beberapa komplek
perumahan yang dipakai untuk kepentingan pelaksanaan PON XVI di kota
Palembang.
Selama perkembangannya, kawasan Seberang Ilir lebih maju dibandingkan
kawasan Seberang Ulu. Kawasan Seberang Ilir dijalankan lebih sebagai pusat
pelayanan utama di tingkat nasional, provinsi dan kota. Sebagian besar pusat niaga
berskala besar seperti pasar tradisional, pasar daerah, dan pusat niaga terkonsentrasi
di kawasan ini. Kantor-kantor pemerintah dan swasta juga berdesakan di kawasan
ini. Begitu pula perumahan dan permukiman yang juga berkembang pesat di
kawasan Seberang Ilir. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pembangunan perkotaan
tidak terlalu seimbang antara Seberang Ilir dan Seberang Ulu.
Pembangunan kota terkonsentrasi di kawasan seberang ilir terjadi
urbanisasi. Jembatan Ampera yang menghubungkan bagian utara (seberang iir) dan
selatan (seberang ulu) dari dua pemukiman yang telah terpisah selama berabad-
abad ini memang mempercepat pergerakan berbagai aktivitas dari selatan ke utara.
Utara berkembang pesat dan selatan tertinggal. Urbanisasi, perkembangan
penduduk, pertumbuhan ekonomi dan kondisi geografis kota Palembang
menyebabkan pemusatan kegiatan di seberang Ilir, dimana pertumbuhan penduduk
cukup tinggi (3,82%/tahun) dan pertumbuhan ekonomi yang pesat mengakibatkan
penggunaan lahan di sepanjang lahan seberang Ilir hingga secara
sporadis.(Wicaksono, 2003).
Dalam pengelolaan pengembangan kawasan Jakabaring tentunya tidak
dapat dipisahkan dari adanya yang melibatkan khalayak umum atau masyarakat.
Misalnya dalam pembuatan keputusan atau pembuatan mengenai kebijakan dan
hasil dari keputusan tersebut akan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.
Pengembangan wilayah di Kecamatan Jakabaring terdapat beberapa hal yang
menjadi sorotan masyarakat mulai dari hal yang menjadi alasan pemerintah
mengalihkan kawasan perkantoran yang akan dialihkan ke Kawasan Keramasan
seperti yang dikatakan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Permukiman Provinsi
dalam wawancara di Tribun Sumsel bahwa Kawasan Keramasan ini menjadi prime
mover atau penggerak perekonomian di kawasan tersebut.Serta pembenahan
kawasan khususnya di tepian sungai, hingga tahapan-tahapan dalam penentuannya.
Sehingga atas dasar pemikiran iniliah peneliti tertarik untuk melakukan
analisis mengenai “Pengembangan Wilayah Kota Baru Jakabaring Palembang”.
Berdasarkan indikator yang digunakan maka penulis menggunakan model
implementasi Merilee S.Grindle.
B. Rumusan Masalah
1. Mendeskripsikan implementasi pengembangan wilayah kota baru
Jakabaring Palembang?
2. Bagaimana pelaksanaan implementasi kebijakan dalam pengembangan
wilayah kota baru Jakabaring Palembang?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan implementasi
kebijakan Pengembangan Wilayah Kota Baru Jakabaring Palembang
berasarkan model implementasi Merilee S.Grindle?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Deskripsi Pengembangan Wilayah Kota Baru Jakabaring Palembang


Dalam mengelola pengembangan wilayah kota baru diperlukan desain tata
kelola yang kompleks yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan
wilayah. Salah satu hal yang penting dalam pengembangan wilayah adalah
bagaimana pemerintah memposisikan tugas pokok dan fungsi dalam
mengembangkan wilayah. Governance sering disebut dengan tata kelola. Hal ini
dapat diartikan sebagai tindakan pengaturan (governing) baik di sektor publik
maupun swasta. Bevir berpendapat bahwa tata kelola mengacu pada semua proses
pemerintahan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pasar, atau jaringan.
Jaringan yang dimaksud di sini adalah pemerintahan yang terkait dengan
suku, korporasi, atau wilayah, baik berdasarkan hukum, norma, kewenangan,
maupun bahasa. Oleh karena itu Bevir menjelaskan bahwa tata kelola adalah
konsep yang lebih luas dari pemerintah. Karena tidak hanya merujuk pada negara
dan institusi publik, tetapi juga pada pembentukan aturan dan ketertiban dalam
praktik sosial. The Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) menjelaskan bahwa pemerintahan adalah konsep penggunaan kekuatan
politik dan kontrol dalam masyarakat untuk mengelola sumber daya dan
mengembangkan ekonomi (Muhammad Sadi, 2021:187)
Menurut (UNDP) United Nation Development Programme mendefinisikan
pengembangan wilayah kota baru sebagai perwujudan dari aspek politik dan
ekonomi yang menjadi dasar pembangunan, yang memiliki kewenangan
administratif untuk mengelola urusan nasional di semua tingkatan. Implementasi
ekonomi meliputi proses pengambilan keputusan di bidang ekonomi yang berkaitan
dengan masalah pemerataan, pengentasan kemiskinan dan kualitas hidup serta
pelaksanaanyang dimaksud dalam tata kelola kota adalah proses keputusan untuk
memformulasikan kebijakan yang dimana menjadi sistem implementasi dari
kebijakan tersebut adalah yang disebut dengan pelaksanaan secara administratif.
Menurut Winandi (1998), good governance berarti kekuasaan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ada, dimana semua kebijakan dilaksanakan
secara transparan dan juga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, hal
ini juga harus didasarkan pada aspek kelembagaan dan bukan pada kehendak
individu atau kelompok tertentu (Dea Siti et al. 2015).
Pengembangan wilayah kota baru merupakan proses yang terbentuk
berdasarkan hasil interaksi antara aktor-aktor pembangunan di kota dan
membicarakan tentang bagaimana para aktor tersebut mengambil keputusan terkait
cara mereka merencanakan, membiayai dan mengelola hal-hal yang berkaitan
dengan perkotaan. Kota baru dapat membentuk karakter fisik dan sosial dari
kawasan perkotaan, dan berdampak pada jumlah dan kualitas pelayanan publik di
tingkat lokal. Kota palembang merupakan ibu kota provinsi sumatera selatan, letak
kota palembang cukup strategis dikarenakan adanya jalan raya sumatera yang
melintasi sebagian pulau sumatera.
Kota Palembang berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin di sebelah utara,
timur dan barat, serta Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Ogan Ilir di selatan.
Kota Palembang terdiri dari 16 kecamatan, yaitu kecamatan Ilir Barat II, kecamatan
Gandus, kecamatan Seberang Ulu I, kecamatan Kertapati, kecamatan Seberang Ulu
II, kecamatan Plaju, 'Ilir Barat I, kecamatan Bukit Becil, kecamatan Ilir Timur I,
Kemuning, Ilir Timur II, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Sako, Kecamatan
Sematang Borang, Sukarami dan Kecamatan Alang-Alang
Lebar(perkotaan.bpiw.go.id).
Tofografi kota Palembang merupakan tanah datar yang relatif rendah,
sehingga terdapat banyak rawa dan banyak sungai yang mengalir. Kota Palembang
dibelah oleh Sungai Musi menjadi dua bagian utama, Seberang Ulu dan Seberang
Ilir. Selain Sungai Musi, ada tiga sungai penting lainnya yang mengaliri kota
Palembang yaitu Sungai Komering dengan lebar rata-rata 236m, Sungai Ogan
dengan lebar rata-rata 211m dan Sungai Keramasan dengan lebar rata-rata 236m
dengan lebar rata-rata 103 m. Empat sungai besar tersebut memiliki ratusan anak
sungai yang dulunya berfungsi sebagai transportasi sungai ke wilayah pedalaman,
namun kini telah mengalami banyak perubahan fungsi, termasuk peran drainase dan
pengendalian banjir. Fungsi anak sungai yang semula sebagai tempat menyimpan
air, disimpan untuk kepentingan sosial, berubah fungsi menjadi pemukiman dan
pusat kegiatan ekonomi lainnya. Banyaknya rawa dan sungai di kota Palembang
membuat kota ini rawan banjir jika hujan terus menerus(perkotaan.bpiw.go.id).
Secara kultural, tata ruang wilayah Palembang membentuk tiga pembagian
yang jelas antara kota Palembang, Iliran Palembang, dan Uluan Palembang.
Pembagian tersebut cukup spatio-kultural, terutama berkaitan dengan budaya-
agama masing-masing trilogi yang 5 terkait dengan wilayah budaya tersebut.
Budaya kota mempengaruhi budaya desa, dalam arti kata budaya, iliran palembang
menempati posisi yang baik dibandingkan dengan uluan palembang. Hal ini
disebabkan letak geografis yang dekat dengan kota Palembang uluan, letak
geografis yang banyak perbukitan dan dianggap sulit menyerap nilai-nilai kebaikan
kota Palembang. Artinya, daerah dataran rendah lebih mudah dijangkau dari kota
daripada daerah dataran tinggi. Komersialisasi ekonomi terletak di dataran rendah.
Faktor komersialisasi ini didukung oleh kondisi alam pedesaan Palembang yang
hampir tidak memiliki jaringan transportasi darat dan sungai sangat berperan besar.
Secara ekologis, dikotomi antara iliran dan uluan dipertegas dengan adanya bentang
alam yang membelah wilayah uluan dengan lebih banyak wilayah sungai, tanggul,
lembah, rawa, dan selokan (Irwanto,2010).
Kota Palembang memiliki permasalahan dalam melaksanakan
pembangunan untuk mempertahankan pertumbuhan. Perbedaan fasilitas, jarak
antar wilayah, jumlah penduduk dan perbedaan kualitas sumber daya baik
kandungan sumber daya alam maupun sumber daya manusia merupakan faktor-
faktor yang mempengaruhi perkembangan kota Palembang. 6 Jumlah penduduk
Kota Palembang pada tahun 2016 sebanyak 1.602.071 jiwa, terdiri dari 802.990
laki-laki dan 799.081 perempuan, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar
1,36%. Kepadatan penduduk kota Palembang pada tahun 2016 mencapai 3.999
jiwa/km2, tertinggi di kecamatan Ilir Timur I, terendah di kecamatan Gandus 916
jiwa/km2 (palembangkota.bps.go.id).
Selain masalah kependudukan, pertumbuhan ekonomi kota Palembang juga
berasal dari perbedaan utilitas yang ada di setiap kecamatan. Mengutip hasil
penelitian Imelda dkk (2013:22), pusat pertumbuhan utama kota Palembang pada
tahun 2013 adalah Kecamatan Ilir Timur I dan II. Pusat pertumbuhan sekunder
adalah Ilir Barat 1 dan II (barat Palembang), Sukarami (utara Palembang), Kalidoni
(timur) dan Seberang Ulu 2 (selatan Palembang) dan Sako (timur Palembang)
sedangkan kabupaten lainnya adalah pedalaman Kota Palembang.
Jika melihat dari simpulan tersebut, hanya ada satu kecamatan di kawasan
Seberang Ulu yang menjadi pusat pertumbuhan kota Palembang pada tahun 2013,
yaitu kecamatan Seberang Ulu II dan dapat disimpulkan bahwa kecamatan lain di
kawasan Seberang Ulu di kota Palembang hanyalah daerah pedalaman. Hal ini
terjadi karena adanya ketimpangan pembangunan infrastruktur dan non
infrastruktur 7 antara kawasan Seberang Ulu dan Ilir kota Palembang. Banyak pusat
pemerintahan, kantor pemerintahan dan gedung pusat yang terletak di distrik
Seberang Ilir Palembang. Hal ini merupakan salah satu faktor tidak seimbangnya
pembangunan antara kawasan pemukiman Seberang Ulu dan Ilir di kota Palembang
(Apriansyah, 2018).
Berdasarkan Perda No. 15 Tahun 2012 Bab VI Kawasan Strategis Kota
Palembang berdasarkan sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 64 huruf a yang berisi: kawasan jakabaring diarahkan menjadi kawasan
terpadu dengan berbagai fasilitas perkantoran pemerintahan provinsi, perdagangan
skala regional, pusat kegiatan olahraga dan pusat perumahan. Proses perkembangan
kawasan jakabaring sangat erat kaitannya dengan adanya pelaksanaan PON XVI
tahun 2004 yang mempengaruhi proses percepatan pengembangan kawasan
setidaknya ada beberapa gedung perkantoran, infrastruktur dan beberapa komplek
perumahan yang dipakai untuk kepentingan pelaksanaan PON XVI di kota
Palembang.
Selama perkembangannya, kawasan Seberang Ilir lebih maju dibandingkan
kawasan Seberang Ulu. Kawasan Seberang Ilir dijalankan lebih sebagai pusat
pelayanan utama di tingkat nasional, provinsi dan kota. Sebagian besar pusat niaga
berskala besar seperti 8 pasar tradisional, pasar daerah, dan pusat niaga
terkonsentrasi di kawasan ini. Kantor-kantor pemerintah dan swasta juga
berdesakan di kawasan ini. Begitu pula perumahan dan permukiman yang juga
berkembang pesat di kawasan Seberang Ilir. Hal ini jelas menunjukkan bahwa
pembangunan perkotaan tidak terlalu seimbang antara Seberang Ilir dan Seberang
Ulu.
Pembangunan kota terkonsentrasi di kawasan seberang ilir terjadi
urbanisasi. Jembatan Ampera yang menghubungkan bagian utara (seberang iir) dan
selatan (seberang ulu) dari dua pemukiman yang telah terpisah selama berabad-
abad ini memang mempercepat pergerakan berbagai aktivitas dari selatan ke utara.
Utara berkembang pesat dan selatan tertinggal. Urbanisasi, perkembangan
penduduk, pertumbuhan ekonomi dan kondisi geografis kota Palembang
menyebabkan pemusatan kegiatan di seberang Ilir, dimana pertumbuhan penduduk
cukup tinggi (3,82%/tahun) dan pertumbuhan ekonomi yang pesat mengakibatkan
penggunaan lahan di sepanjang lahan seberang Ilir hingga secara
sporadis.(Wicaksono, 2003).
Dalam pengelolaan pengembangan kawasan jakabaring tentunya tidak
dapat dipisahkan dari adanya kekuasaan politik dan pengaruh politik yang
melibatkan khalayak umum atau masyarakat. Misalnya dalam pembuatan
keputusan atau pembuatan mengenai kebijakan, kekuatan politik memiliki peran
yang sangat penting. Dan hasil dari keputusan tersebut akan berpengaruh dalam
kehidupan masyarakat. Pengembangan wilayah di Kecamatan Jakabaring terdapat
beberapa hal yang menjadi sorotan masyarakat mulai dari hal yang menjadi alasan
pemerintah mengalihkan kawasan perkantoran yang akan dialihkan ke Kawasan
Keramasan seperti yang dikatakan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan
Permukiman Provinsi dalam wawancara di Tribun Sumsel bahwa Kawasan
Keramasan ini menjadi prime mover atau penggerak perekonomian di kawasan
tersebut. Serta pembenahan kawasan khususnya di tepian sungai, hingga tahapan-
tahapan dalam penentuannya.

B. Kinerja Pelaksanaan Pengembangan Wilayah Kota Baru Jakabaring


Palembang
Pada fase pelaksanaan ini Meter dan Horn (1975) mendefinisikan
implementasi sebuah kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
atau swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untu
mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan. Jadi bisa dikatakan
bahwa implementasi adalah proses yang mengubah strategi dan rencana menjadi
tindakan untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis. Setelah melakukan
perencanaan dan membuat kesepakatan hal selanjutnya yang harus dilakukan
tentunya mengimplementasikan rencana tersebut. Kawasan jakabaring tentunya
memiliki potensi-potensi yang ada seperti potensi ekonomi, potensi RTH (Ruang
Terbuka Hijau).
Gambar 1. Potensi Kawasan Jakabaring

Sumber : PUPR Cipta Karya


Berdasarkan gambar diatas kawasan jakabaring memiliki banyak potensi
yang diketahui sebagai berikut :
1. Bersinggungan dengan sungai yang merupakan salah satu sumber air baku.
Selain sumber air baku untuk kebutuhan masyarakat, juga berfungsi sebagai
sarana transportasi air.
2. Memiliki kelengkapan fasos fasum yang mendukung perkembangan
kegiatan perkotaan (Universitas Bina Darma, Universitas Muhammadiyah,
RS Muhammadiyah, OPI Waterfun, OPI Mall dan lain-lain)
3. Merupakan daerah sentral kegiatan perkonomian khususnya ekonomi
rumah tangga meliputi industri makanan dan kerajinan
4. Terintegrasi dengan berbagai sistem moda transportasi, termasuk LRT
sehingga berpotensi dikembangkan sebagai Kawasan Berbasis Area Transit
(Transit Oriented Development)
5. Memiliki pusat olahraga terbesar skala internasional pusat olahraga
jakabaring yang digunakan dalam ASEAN Games 2018.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada potensi kawasan Jakabaring
telah di implementasikan dengan baik khususnya pada sistem moda transportasi
LRT (Transit Oriented Development) yang memudahkan akses masyarakat.
Transportasi merupakan penghubung serta menjadi urat nadi yang mendorong
pertumbuhan ekonomi dan menunjang perekonomian yang telah berkembang.
Kenyamanan dalam hal moda transportasi menjadi salah satu efek positif dalam
pengembangan wilayah di Kecamatan Jakabaring.
Selain itu kawasan Jakabaring telah di kembangkan menjadi kawasan
sentral perekonomian yang tentunya meningkatkan ekonomi masyarakat dengan
menciptakan lapangan kerja. Pengembangan wilayah di Kecamatan Jakabaring
sudah bisa dilihat sebagai sukses untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan terbukanya lapangan pekerjaan. Selain itu Kawasan Jakabaring memiliki
pusat olahraga terbesar skala internasional yang digunakan dalam ASEAN Games
pada tahun 2018. Diketahui bahwa setelah fasilitas infrastrukur komplek olahraga
dibangun banyak turis yang datang berkunjung terlebih pada hari weekend. Dapat
dikatakan bahwa dengan pengembangan kawasan Jakabaring telah sangat
membantu masyarakat meningkatkan pendapatannya khususnya para wirausaha
yang ada di kawasan Jakabaring Sport City. Terlebih pengembangan kawasan
Jakabaring telah mengembangkan konektivitas antar pusat-pusat kegiatan dengan
menumbuh kembangkan sentra-sentra ekonomi.
Gambar 2. Potensi Ekonomi di Kawasan Jakabaring

Sumber: PUPR Cipta Karya


Berdasarkan pada gambar 2 di atas kawasan jakabaring memiliki potensi
kegiatan ekonomi yaitu terdapat OPI Mall, Pasar Induk Jakabaring, Pasar Buah
Jakabaring, Pasar Pocong, Pasar 10 ulu dan Hypermart Lippoplaza. Implikasi dari
implementasi potensi ekonomi di Kecamatan Jakabaring telah sepenuhnya berjalan
dengan baik tidak hanya membantu meningkatkan pendapatan masyarakat juga
menciptakan lapangan kerja.
Gambar 3. Potensi RTH di Kawasan Jakabaring

Sumber: PUPR Cipta Karya


Berdasarkan pada gambar 3 di kawasan jakabaring telah terlaksana Ruang
Terbuka Hijau yaitu Kelurahan 5 ulu dan beberapa titik di Jakabaring. Dari
beberapa data diatas bisa dilihat bahwa kawasan kecamatan jakabaring
sesungguhnya memiliki potensi yang cukup luas jika di kelola dan dikembangkan
dengan baik serta dapat menciptakan ruang publik sebagai fungsi sosial ekologis
untuk mewujudkan kota hijau berkelanjutan dan terakhir penguatan peran sosial
kemasyarakatan dalam pembangunan kota palembang sebagai kota metropolitan
bertaraf internasional, beradat dan sejahtera.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengembangan Wilayah


Jakabaring Kota Palembang Berdasarkan Model Implementasi Merilee
S.Grindle
Berdasarkan perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan
dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Sebagaimana yang
terdapat dalam model implementasi Model Implementasi Kebijakan Merilee
S.Grindle Menurut Grindle dalam Agustino (2014:154) pengukuran keberhasilan
suatu implementasi kebijakan sangat ditentukan oleh tingkat implementability
kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas content of policy dan context of policy.
Gambar 5. Model Implementasi Merilee S.Grindle

Content of policy meliputi:


a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi)
Dalam hal ini berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi
suatu implementasi kebijakan. Indikator ini beragumen bahwa suatu kebijakan
dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana
kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya. Kota
Palembang memiliki permasalahan dalam melaksanakan pembangunan untuk
mempertahankan pertumbuhan. Perbedaan fasilitas, jarak antar wilayah, jumlah
penduduk dan perbedaan kualitas sumber daya baik kandungan sumber daya alam
maupun sumber daya manusia merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kota Palembang
Berdasarkan Perda No. 15 Tahun 2012 Bab VI Kawasan Strategis Kota
Palembang berdasarkan sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 64 huruf a yang berisi: kawasan jakabaring diarahkan menjadi kawasan
terpadu dengan berbagai fasilitas perkantoran pemerintahan provinsi, perdagangan
skala regional, pusat kegiatan olahraga dan pusat perumahan. Proses perkembangan
kawasan jakabaring sangat erat kaitannya dengan adanya pelaksanaan PON XVI
tahun 2004 yang mempengaruhi proses percepatan pengembangan kawasan
setidaknya ada beberapa gedung perkantoran, infrastruktur dan beberapa komplek
perumahan yang dipakai untuk kepentingan pelaksanaan PON XVI di kota
Palembang.
b. Type of benefits (tipe manfaat)
Menurut pola ini dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis
manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh
pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan. Visi pengembangan
Kota Baru Jakabaring menjadi pendukung Kota Inti Palembang sebagai pusat
Olahraga, wisata, serta Warisan Budaya yang berkarakter dan berkelanjutan baik
dalam bidang Olahraga, Wisata, Heritage, Perdagangan & Jasa, Keragaman
budaya, dan suistainable. Adapun misi dari pengembangan kota baru di Kecamatan
Jakabaring berupa History penanganan kawasan yg memiliki nilai history melalui
peningkatan kualitas infrastruktur dan penguatan citra kota. Culture, meningkatkan
kualitas permukiman pada kawasan permukiman tradisional melalui pemenuhan
kebutuhan infrastruktur yang mengakomodir tradisi budaya setempat. Connectivity,
mengembangkan konektifitas antar pusat-pusat kegiatan. Economy Penguatan
ekonomi kota dengan menumbuhkembangkan sentrasentra ekonomi di Kota Baru
Jakabaring untuk mendukung Kota Palembang EMAS. Nature, menciptakan ruang
publik sebagai fungsi sosial ekologis untuk mewujudkan Kota Hijau Berkelanjutan.
Dan community Penguatan peran sosial kemasyarakatan dalam pembangunan Kota
Palembang sebagai Kota metropolitan bertaraf internasional, beradat dan sejahtera.
Gambar 6. Misi Pengembangan Kota Baru

Sumber: PUPR Cipta Karya


Adapun tujuan pembangunan Kota Baru Palembang adalah mempersiapkan
kawasan guna mewujudkan kota yang layak huni (Livable), hijau (Green), cerdas
(Smart), Inklusif, dan berkarakter. Terdapat 2 hal besar yang mendukung perlunya
kota baru Palembang dari sudut pandang nasional: (1) Metropolitan Palembang
Raya; (2) Dukungan terhadap pelaksanaan Asian Games 2018.
Pada dasarnya pengembangan wilayah bertujuan untuk kemakmuran
wilayah dengan menilai secara optimal seluruh potensi yang ada, mengusahakan
keselarasan dan keseimbangan pembangunan antar daerah agar dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat.
c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai)
Menurut pola ini setiap kebijakan mempunyai target yang ingin dicapai.
Content of policy yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar
perubahan yang ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus memiliki
skala yang jelas. Dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kawasan Jakabaring
dalam rencana kawasan strategis kota palembang. Di dalam kawasan Jakabaring
terdapat 2 kawasan strategis kota. Pertama, kawasan Jakabaring sebagai kawasan
strategis kota dari sudut kepentingan ekonomi. Dan kedua, kawasan tepian sungai
musi sebagai kawasan strategis kota dari sudut kepentingan sosial budaya.
d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan),
Hal ini berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang
peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada pengambilan
keputusan harus dijelaskan letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang
akan diimplementasikan. Pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat
mengandung konsekuensi berupa dampak, baik dampak yang diharapkan (positif)
maupun yang tidak diharapkan (negatif). Politik perkotaan tidak hanya berfokus
pada struktur kekuasaan saja. Kajian politik perkotaan ialah bagaimana pemerintah
mengelola kota (sebagai pelayan publik) dan pelaksanaan politik yang dimaksud
dalam tata kelola adalah proses keputusan untuk memformulasikan kebijakan yang
dimana menjadi sistem implementasi dari kebijakan tersebut adalah yang disebut
dengan pelaksanaan secara administratif. Dan pilihan kebijakan perkotaan terutama
yang berkaitan dengan pembangunan pada akhirnya ditentukan oleh pemerintah
kota
e. Program Implementer (pelaksana program)
Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan
adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu
kebijakan. Dalam pengembangan kawasan Jakabaring dibutuhkan koordinasi dari
seluruh pihak baik pemerintah, pengusaha, media massa, partai politik dan
masyarakat. Diketahui bahwa politik dalam tata kelola pengembangan wilayah di
Kecamatan Jakabaring sangat dipengaruhi oleh kekuatan politik mulai dari proses
pengesahan yang di sahkan oleh DPRD dan Walikota dalam penentuan
pengembangan wilayah yang tentunya di latar belakangi oleh hal-hal yang berbau
unsur politik, sosial dan ekonomi. Setelah melakukan perencanaan dan membuat
kesepakatan hal selanjutnya yang harus dilakukan tentunya mengimplementasikan
rencana tersebut. Kawasan jakabaring tentunya memiliki potensi-potensi yang ada
seperti potensi ekonomi, potensi RTH (Ruang Terbuka Hijau).
f. Resources Commited (sumber-sumber daya yang digunakan)
Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumberdaya-
sumberdaya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik. Upaya
perencanaan didasarkan atas dialog antara pihak-pihak yang berkepentingan, yakni
pihak-pihak yang terlibat di dalam pengelolaan sumber daya wilayah (masyarakat
lokal, pendatang dan pengusaha), pemerintah dan perencana. Pada fase kesepakatan
perencanaan hal pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan area
planning yaitu menentukan dan mempetakan lokasi, ukuran batas batas, akses dan
pusat-pusat populasi.
Context of policy meliputi:
a. Power, interest, and strategy of actor involved (kekuasaaan, kepentingan,
dan strategi dari aktor yang terlibat)
Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan,
kepentingan serta strategi yang digunakan para aktor yang terlibat guna
memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Dalam proses
pengambilan keputusan publik dari berbagai kekuatan politik seperti media massa,
pengusaha, partai politik, pemerintah dan masyarakat. Masing-masing memiliki
hubungan dan kepentingannya sendiri. Pemetaan ini akan menjelaskan bagaimana
hubungan dan kepentingan yang ada.
Gambar 7. Pemetaan Hubungan dan Kepentingan Stakeholders
Stakeholders Hubungan Kepentingan
Media Massa Sebagai media informasi Sebagai alat kontrol
yang menyebarkan sosial yang membangun
informasi seputar opini publik tentang
pengembangan kawasan pengembangan kawasan
Jakabaring Jakabaring
Pengusaha Sebagai investor dalam Pembangunan hunian
pengembangan kawasan kompleks perumahan
Jakabaring dimanfaatkan sebagai
tujuan ekonomi
Partai Politik Urgensi dalam antisipasi Lahirnya tata ruang yang
urbanisasi dalam peka dengan isu
pengembangan kota lingkungan pertumbuhan
penduduk
BAPPEDA Kota Mengesahkan kebijakan Terjadi sinkronisasi
Palembang RTRW untuk arah kebijakan dan
perencanaan kepentingan para pihak
pengembangan kawasan dalam pengembangan
Jakabaring kawasan Jakabaring.
Masyarakat Dengan pengesahan Dengan pengembangan
rencana pengembangan kawasan Jakabaring
kawasan Jakabaring tidak hanya
dapat mendorong meningkatkan
pertumbuhan ekonomi pereknomian tetapi juga
masyarakat. dalam akses pelayanan

b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim


yang berkuasa)
lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga berpengaruh
terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari
suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan. Disain setiap
intervensi harus secara eksplisit mengakui kapasitas pemerintah, organisasi lain dan
para pengguna tanah untuk mengimplementasikannya. Sumber daya yang tersedia
harus dijelaskan. Dalam mengelola pengembangan wilayah di kawasan jakabaring
tentunya akan menghadapi berbagai masalah dan kendala untuk
mengimplementasikan rencana pengembangan kawasan jakabaring
c. Compliance on responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari
pelaksana)
Pada poin ini ingin dijelaskan sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana
dalam menanggapi suatu kebijakan. kawasan jakabaring telah terlaksana Ruang
Terbuka Hijau yaitu Kelurahan 5 ulu dan beberapa titik di Jakabaring. Dari
beberapa data diatas bisa dilihat bahwa kawasan kecamatan jakabaring
sesungguhnya memiliki potensi yang cukup luas jika di kelola dan dikembangkan
dengan baik serta dapat menciptakan ruang publik sebagai fungsi sosial ekologis
untuk mewujudkan kota hijau berkelanjutan dan terakhir penguatan peran sosial
kemasyarakatan dalam pembangunan kota palembang sebagai kota metropolitan
bertaraf internasional, beradat dan sejahtera.
Sebelum dilakukan pelaksaaan tentunya pada fase perencanaan telah dilakukan
bahwa kawasan jakabaring telah ditetapkan dalam rencana kawasan strategis kota
palembang. Dalam hal ini menghubungi pihak yang terlibat. Sebelum mengambil
keputusan apapun, perwakilan para petani dan pengguna tanah yang lain yang akan
dipengaruhi oleh rencana harus dihubungi dan diperhatikan pandangannya. Hal ini
dilakukan dengan tujuan memberikan pandangan mendalam bagi tim perencana
mengenai situasi yang sesungguhnya dan kedua hal ini berarti para pengguna tanah
akan menyadari perubahan-perubahan yang terjadi daripada dihadapkan dengan
sesuatu yang dipaksakan dari penguasa.
Berdasarkan hasil analisis di atas tentang pengembangan wilayah kota baru di
kecamatan jakabaring Palembang didapatkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan wilayah yaitu:
1. pengembangan wilayah dipengaruhi oleh kekuatan politik mulai dari proses
pengesahan yang telah disahkan oleh DPRD dan Walikota. Dengan adanya
Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detil Tata Ruang pembangunan
pengembangan kawasan di Kecamatan Jakabaring dapat di
implementasikan.,Pengembangan kawasan Jakabaring tidak hanya akan
mendorong pertumbuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat tetapi
juga bagi daerah sekitarnya yang terbelakang.
2. Faktor tanah. seperti tanah di kawasan Jakabaring merupakan tipe tanah
rawa yang juga rawan terhadap banjir, tanah yang akan dikelola bukan hak
milik pemerintah melainkan milik pribadi yang tidak bisa dikelola juga akan
ada warga yang menolak untuk di tata dan dikelola di kawasan tepian
sungai.
3. Pemukiman kumuh, permasalahan kawasan jakabaring yaitu merupakan
kawasan terpengaruh ROB dari sungai Ogan (rawan banjir), perkembangan
pemukiman yang mengintervensi fungsi sempadan sungai, ada
kecenderungan tumbuh menjadi pemukiman kumuh, pencemaran terhadap
ekosistem sungai dari sampah dan buangan limbah rumah tangga, dan
bangunan-bangunan rumah di lingkungan yang kurang sehat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengembangan kota baru dimaksudkan untuk memperkuat fungsi kota dan
asosiasi secara fungsional dan spasial berfungsi secara optimal dalam penyediaan
layanan sosial dan ekonomi di kota dan ke daerah sekitarnya dalam tingkat cakupan
nasional, regional, kegiatan lokal atau strategis di daerah berkembang yang baru.
Sehingga berdasarkan hal tersebut pemerintah kota Palembang melakukan
pengembangan wilayah kota baru di Kecamatan Jakabaring.
Dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Jakabaring, bahwa dalam
pelaksanaan pengembangan wilayah tidak terlepas dari berbagai aspek baik dari
segi perencanaan, kesepakatan hingga pengimplementasian. Contohnya dilihat dari
aspek perencanaan seperti keterlibatan aspek politik. Dengan adanya kekuatan
politik dalam proses pengesahan rencana pengembangan wilayah yang dilakukan
oleh DPRD dan Walikota implementasi pengembangan wilayah di Kecamatan
Jakabaring dapat dilakukan.
Dalam pengimplementasian program pengembangan wilayah kota baru
Jakaaring terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya berdasarkan
model implementasi Merilee S.Grindle. Pengembangan wilayah realisasinya sudah
bisa dilihat dan berjalan dengan baik. Karena Pemkot belum sepenuhnya
mensosialisasikan kepada masyarakat sehingga akan muncul berbagai kendala yang
dihadapi dalam pengembangan kawasan Jakabaring, baik dari segi stakeholdersnya,
wilayah, penduduk, ataupun kondisi tanah.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, maka
saran yang dapat di berikan adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah kota perlu menyiapkan solusi yang lebih baik dalam
mengahadapi kendala-kendala dalam pengelolaan pengembangan kawasan
jakabaring.
2. Adanya partisipasi dan kesadaran masyarakat sehingga rencana
pengembangan wilayah di kawasan jakabaring akan terlaksana dengan baik.
3. Diharapkan terjadinya hubungan kerja sama yang baik antara masyarakat,
pemerintah dan pengusaha disana sehingga rencana pengelolaan
pengembangan kawasan di kecamatan jakabaring berjalan dengan sukses.
DAFTAR PUSTAKA

Alian, Muhammad Arief. (2013) Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan


Kota Palembang. Jurnal Tekno Global. Universitas Indo Global Vol II No.1
Apriansyah, Muhammad Adjie. 2018. Analisis Pusat Pertumbuhan Di Kawasan
Seberang Ulu Kota Palembang. Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya.
Palembang.
Djakaria, Deliana Vita. 2017. Efektivitas Kantor Pengendalian Pertanahan Daerah
Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Melalui Izin Peruntukan
Penggunaan Tanah. Jurnal Of Governance And Public Policy Vol. 4 No.2
Harahap, Raegen & Siti Anisyah.2021. Reinterpretasi Utopisme “Palembang Emas
Darussalam Melalui Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Palembang.
Jurnal Dinamika Pemerintahan Vol.4 No.1
Ikhsan, Muhammad Miftahul. 2021. Politik Kebijakan Pemerintah Kota Palembang
Dalam Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik. Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Uin Raden Fatah Palembang.
Wicaksono, Bambang. (2003). Kajian Perkembangan Kawasan Seberang Ulu
Sebagai Arahan Pengembangan Kota Palembang Bagian Selatan.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Yuliana. 2021. Evaluasi Pelaksanaan Program Pengembangan Perumahan (Studi
Pada Kantor Dinas Perumahan Dan Kawasan Permukiman Kota
Palembang). Jurnal Ilmu Administrasi Dan Studi Kebijakan Vol.3 No.2
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Tahun 2012-2032 Direktorat Jenderal Cipta Karya PUPR
Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kota Baru Palembang

Anda mungkin juga menyukai