Anda di halaman 1dari 5

"Khutbah Idul Adha: 6 Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim"

‫ ُهللا‬، ‫ َو ِهّٰلِل اْل َح ْم ُد‬.‫ ُهللَا َأْك َب ُر ُهللَا َأْك َب ُر ُهللَا َأْك َب ُر‬.‫ ُهللَا َأْك َب ُر ُهللَا َأْك َب ُر ُهللَا َأْك َب ُر‬.‫ُهللَا َأْك َب ُر ُهللَا َأْك َب ُر ُهللَا َأْك َب ُر‬
‫ َو اَل‬،‫ َو َن ْش َه ُد َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهللا‬، ‫ َو ُسْب َح اَن ِهللا َو ِبَح ْم ِدِه ُبْك َر ًة َو َأِص ياًل‬،‫ َو اْلَح ْم ُد ِهّٰلِل َك ِثيًر ا‬،‫َأْك َب ُر َك ِبيًر ا‬
‫ َص َّلى ُهللا َو َس َّلَم َو َب اَر َك‬،‫ َو َر ْح َم ُتُه اْلُمْهَداُة‬،‫ َو َن ْش َه ُد َأَّن َس ِّيَد َن ا َو َن ِبَّي َن ا ُم َح َّم ًد ا َر ُسوُل ِهّٰللا‬،‫َن ْع ُبُد ِإاَّل ِإَّياُه‬
‫ َفُأوِص ْي ُك ْم َو َن ْف ِس ي‬، ‫ َو َع َلى ٰا ِلِه َو َأْص َح اِبِه الَّط ِّي ِبْي َن الَّط اِه ِر ْي َن َأَّما َب ْع ُد‬، ‫َع َلى َس ِّيِد َن ا ُم َح َّمٍد اَألِم ْي ِن‬
‫ ِاَّن ٓا َاْع َط ْي ٰن َك اْلَك ْو َثَۗر َفَص ِّل ِلَر ِّب َك َو اْن َح ْۗر ِاَّن‬: ‫ الَقاِئِل ِفي ِك َت اِبِه الَك ِر ْي ِم‬، ‫ِبَت ْق َو ى ِهّٰللا الَع ِلِّي الَع ِظ ْي ِم‬
)‫َش اِنَئ َك ُه َو اَاْلْب َت ُࣖر (الكوثر‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbhah id pada pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib
berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa
berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa
ta’ala, kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan
dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan
menjauhi segala larangan Allah ta’ala.
Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu,
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang saleh. Sang ayah, yaitu Ibrahim, serta
istri dan kedua putranya, semuanya adalah hamba-hamba yang saleh. Saleh (shalih)
artinya memenuhi hak Allah dan hak sesama hamba. Kesalehan tidak akan dicapai
kecuali dengan ilmu dan amal. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mampu beramal
dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dan ilmu tanpa amal tidak akan mendekatkan
diri kepada Allah dan tidak akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang saleh.
Ada banyak sekali sisi kesalehan keluarga Nabi Ibrahim yang dapat kita teladani.
Di antaranya adalah hal-hal sebagai berikut.
Pertama, Nabi Ibrahim sangat kuat memegang teguh akidah dan syariat. Allah
ta’ala berfirman:

‫َم اَك اَن ِاْبٰر ِهْيُم َيُهْو ِد ًّيا َّو اَل َنْص َر اِنًّيا َّو ٰل ِكْن َك اَن َح ِنْيًفا ُّم ْس ِلًم ۗا َو َم ا َك اَن ِم َن اْلُم ْش ِرِكْيَن‬
)٦٧:‫(آلعمران‬
Maknanya: “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani,
melainkan dia adalah seorang yang memegang teguh Islam. Dia bukan pula termasuk
(golongan) orang-orang musyrik.” (QS Ali ‘Imran: 68).
Nabi Ibrahim sebagaimana nabi-nabi yang lain adalah ma’shum (selalu dijaga oleh
Allah) dari kufur atau syirik, dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang menunjukkan
kehinaan jiwa, baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi nabi. Nabi Ibrahim tidak
pernah sedikit pun meragukan ketuhanan Allah. Beliau tidak pernah menyembah selain
Allah, tidak pernah menyembah bulan, bintang dan matahari. Nabi Ibrahim tidak pernah
menjual berhala bersama ayahnya. Nabi Ibrahim tidak pernah memintakan ampunan
dosa kepada Allah untuk ayahnya yang musyrik. Dan Nabi Ibrahim tidak pernah
meragukan sifat qudrah (Mahakuasa) Allah ta’ala. Beliau juga tidak pernah berdusta
dalam setiap ucapannya.
Kedua, berdakwah dengan penuh hikmah. Hal itu tercermin tatkala Nabi Ibrahim
mengajak ayahnya untuk masuk ke dalam agama Islam sebagaimana diceritakan dalam
QS al-An’am ayat 41-44.
Nabi Ibrahim dengan menjaga adab seorang anak kepada orang tuanya
menjelaskan dengan santun kepada ayahnya yang menyembah berhala bahwa berhala
tidaklah dapat mendengar doa penyembahnya dan tidak dapat melihat penyembahnya.
Yang demikian itu, bagaimana mungkin ia dapat memberi manfaat kepada
penyembahnya, memberi rezeki kepadanya atau menolongnya. Ibrahim mengajak
ayahnya untuk menyembah kepada Allah semata, satu-satunya Tuhan yang berhak dan
wajib disembah.
Ketiga, berilmu, memiliki hujjah yang kuat dan beramar ma’ruf nahi mungkar
dengan penuh keberanian. Nabi Ibrahim telah diberi hujjah yang kuat oleh Allah ta’ala
sehingga selalu dapat mematahkan berbagai dalih yang dilontarkan oleh musuh-musuh
Islam ketika berdebat. Allah ta’ala berfirman:

)٨٣ :‫َو ِتْلَك ُحَّج ُتَنٓا ٰا َتْيٰن َهٓا ِاْبٰر ِهْيَم َع ٰل ى َقْو ِم ٖۗه (األنعام‬
Maknanya: “Itulah hujjah yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya” (QS al-An’am: 83).
Karena memiliki hujjah yang kuat inilah, Nabi Ibrahim berhasil membungkam para
penduduk daerah Harraan yang menganggap bulan, bintang dan matahari sebagai
tuhan. Ibrahim menjelaskan kepada mereka bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak
layak disembah karena mereka adalah makhluk yang mengalami perubahan, terbit lalu
tenggelam. Sesuatu yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain pasti bukan
tuhan. Karena sesuatu yang berubah pasti membutuhkan kepada yang mengubahnya.
Sesuatu yang membutuhkan kepada yang lain, berarti ia lemah. Dan sesuatu yang
lemah tidak mungkin disebut tuhan yang layak disembah. Perkataan Nabi Ibrahim

kepada kaumnya: ‫هذا ربي‬ seperti dikisahkan dalam QS al-An’am ayat 76-78 adalah
dalam konteks mendebat kaumnya dan menjelaskan bahwa bulan, bintang, dan
matahari tidak layak disembah. Perkataan tersebut tidak berarti Ibrahim menetapkan
bulan, bintang, dan matahari sebagai tuhan. Karena Nabi Ibrahim tidak pernah
mengalami fase kebingungan mencari-cari Tuhan. Sebelum perdebatan itu, bahkan
sebelum diangkat menjadi nabi, beliau telah mengetahui dan meyakini bahwa satu-
satunya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Dialah satu-satunya pencipta
segala sesuatu, Tuhan yang menghendaki terjadinya segala sesuatu dan yang berbeda
dengan segala sesuatu. Allah ta’ala berfirman:
)٥١ :‫َو َلَقْد ٰا َتْيَنٓا ِاْبٰر ِهْيَم ُر ْش َد ٗه ِم ْن َقْبُل َو ُكَّنا ِبٖه ٰع ِلِم ْيَن (األنبياء‬
Maknanya: “Sungguh, Kami benar-benar telah menganugerahkan kepada Ibrahim
petunjuk sebelum masa kenabiannya dan Kami telah mengetahui dirinya” (QS al-
Anbiya’: 51).
Perkataan Nabi Ibrahim: ‫ هذا ربي‬ketika melihat bulan, bintang dan matahari adalah
bermakna istifham inkari, yakni beliau bertanya kepada kaumnya dengan maksud
mengingkari bukan dengan tujuan menetapkan: “Inikah Tuhanku?”. Seakan-akan beliau
ingin mengatakan: “Wahai kaumku, inikah tuhanku seperti yang kalian sangka?. Ini jelas
bukan tuhanku karena ia berubah, terbit lalu terbenam.” Demikianlah yang dikatakan
oleh para ulama tafsir. Ibrahim adalah seorang nabi yang ma’shum dari kemusyrikan
sebelum maupun setelah menjadi nabi.
Keempat, dalam berjuang menegakkan agama Allah, tidak ada yang perlu
ditakuti dan dikhawatirkan. Rezeki telah diatur. Ajal sudah termaktub. Hal itu dibuktikan
ketika Raja Namrud hendak melemparkannya ke dalam api yang berkobar-kobar, Nabi
Ibrahim tidak gentar sedikit pun. Ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan menolong
hamba-Nya yang memperjuangkan agama-Nya.
Kelima, tawakal sepenuhnya kepada Allah tanpa meninggalkan ikhtiar. Hal itu
tercermin pada peristiwa di mana Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih
bayi di Makkah yang tandus dan tiada sumber air. Karena takwa dan tawakal yang
tertanam kuat di hati Ibrahim dan Hajar, akhirnya Ibrahim meninggalkan keduanya
karena menjalankan perintah Allah, dan Hajar rela ditinggal di tempat itu.
Keenam, bersegera menjalankan perintah Allah, seberat dan sebesar apapun r
‫ه‬sikonya. Setelah penantian yang begitu panjang, akhirnya Allah mengaruniakan kepada
Ibrahim seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail. Putra yang sangat dicintainya
itu setelah tumbuh menjadi seorang remaja, Ibrahim diperintahkan Allah untuk
menyembelihnya. Dengan ketundukan yang total kepada Allah, Ibrahim bersegera
menjalankan perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut
perintah itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada protes sepatah kata pun.
Ma sya Allah!. Sebuah potret keluarga saleh yang lebih mengutamakan perintah
Allah dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan
menyemangati untuk melaksanakan perintah Allah. Dialog indah antara keduanya
terekam dalam al-Qur’an sebagaimana dikisahkan oleh Allah:

)١٠٢ :‫َقاَل ٰي ُبَنَّي ِاِّنْٓي َاٰر ى ِفى اْلَم َناِم َاِّنْٓي َاْذ َبُحَك َفاْنُظْر َم اَذ ا َتٰر ۗى (الصافات‬
Maknanya: “..... Ibrahim berkata: “Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?” (QS
ash-Shaffat: 102).
Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan
perkataan Nabi Ibrahim kepada putranya, “Maka pikirkanlah apa pendapatmu?,”
bukanlah permintaan pendapat kepada putranya apakah perintah Allah itu akan
dijalankan ataukah tidak, juga bukanlah sebuah keragu-raguan. Nabi Ibrahim hanya
ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam menerima perintah Allah subhanahu
wa ta’ala.
Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Ismail menjawab dengan
jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Allah jauh melebihi
kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri:

)١٠٢ :‫َقاَل ٰٓيَاَبِت اْفَع ْل َم ا ُتْؤ َم ُۖر َس َتِج ُد ِنْٓي ِاْن َش ۤا َء ُهّٰللا ِم َن الّٰص ِبِرْيَن (الصافات‬
Maknanya: “Ismail menjawab: “Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, in sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar” (QS ash-Shaffat: 102).
Jawaban Ismail yang disertai “In sya Allah” menunjukkan keyakinan sepenuh hati
dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah. Apa pun yang
dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak
akan terjadi.
Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu,
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim lantas
menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan
kepada Ismail:

‫ِنْع َم اْلَع ْو ُن َأْنَت َيا ُبَنَّي َع َلى َأْم ِر ِهّٰللا‬


“Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai
putraku.” Nabi Ibrahim kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Ismail. Akan
tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismail. Hal ini dikarenakan
pencipta segala sesuatu adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Pisau hanyalah sebab
terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan pencipta segala
sesuatu tiada lain adalah Allah ta’ala. Sebab tidak dapat menciptakan akibat. Baik sebab
maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadirin yang berbahagia, Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total
yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail serta Hajar, Allah kemudian memberikan
jalan keluar dan mengganti Ismail dengan seekor domba jantan yang besar dan
berwarna putih yang dibawa malaikat Jibril dari surga. Hal itu dikisahkan dalam QS ash-
Shaffat: 106-107.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
‫‪Akhirnya kita berdoa, semoga Allah menganugerahkan kepada kita kekuatan untuk‬‬
‫‪meneladani kesalehan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Amin Ya Rabbal ‘alamin.‬‬

‫‪َ.‬أُقْو ُل َقْو ِلْي ٰه َذ ا َو َأْسَتْغ ِفُر َهللا ِلْي َو َلُك ْم ‪َ ،‬فاْسَتْغ ِفُرْو ُه‪ِ ،‬إَّنُه ُهَو اْلَغ ُفْو ُر الَّر ِح ْيُم‬
‫‪Khutbah II‬‬
‫ُهللا َأْك َبُر َو ِهّٰلِل اْلَحْم ُد )‪ُ (٣x‬هللا َأْك َبُر )‪ُ (٣x‬هللا َأْك َبُر‬
‫الَحْم ُد ِهّٰلِل اْلَم ِلِك الَّد َّياِن ‪َ ،‬و الَّص اَل ُة َو الَّس اَل ُم َع َلى ُم َحَّمٍد َس ِّيِد َو َلِد َع ْدَناَن ‪َ ،‬و َع َلى ٰا ِلِه َو َص ْح ِبِه‬
‫َو َتاِبِع ْيِه َع َلى َم ِّر الَّز َم اِن ‪َ ،‬و َأْش َهُد َأْن اَّل ِإٰل َه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِر ْيَك َلُه اْلُم َنـَّز ُه َع ِن اْلِج ْس ِم َّيِة َو اْلِج َهِة‬
‫َو الَّز َم اِن َو اْلَم َك اِن ‪َ ،‬و َأْش َهُد َأَّن َس ِّيَدَنا ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه اَّلِذ ْي َك اَن ُخ ُلَقُه اْلُقْر آُن‬

‫َأَّم ا َبْعُد ‪َ ،‬فُأْو ِص ْيُك ْم َو َنْفِس ي ِبَتْقَو ى ِهّٰللا َع َّز َو َج َّل َو اَّتُقوا َهللا َتَع اَلى ِفي َهَذ ا اْلَيْو ِم اْلَعِظ يِم ‪َ ،‬و اْع َلُم ْو ا َأَّن‬
‫َهللا َأَم َر ُك ْم ِبَأْم ٍر َع ِظ ْيٍم ‪َ ،‬أَم َر ُك ْم ِبالَّص اَل ِة َو الَّس اَل ِم َع َلى َنِبِّيِه اْلَك ِر ْيِم َفَقاَل ‪ِ :‬إَّن َهَّللا َو َم اَل ِئَكَتُه ُيَص ُّلوَن‬
‫َع َلى الَّنِبِّي ‪َ ،‬يا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنْو ا َص ُّلْو ا َع َلْيِه َو َس ِّلُم وا َتْس ِليًم ا‪ ،‬الّٰل ُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم َو َباِر ْك َع َلى َس ِّيِد َنا‬
‫ّٰل‬
‫َو َنِبِّيَنا ُم َحَّمٍد َو َع َلى آِلِه َو َص ْح ِبِه الَّطِّيِبْيَن ‪َ ،‬و اْر َض ال ُهَّم َع ِن اْلُخَلَفاِء الَّراِشِد يَن ‪َ ،‬أِبي َبْك ٍر َو ُع َم َر‬
‫َو ُع ْثَم اَن َو َع ِلٍّي ‪َ ،‬و َع ْن َس اِئِر الَّص َح اَبِة الَّص الحيَن‬

‫الّٰل ُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُم ْس ِلِم يَن َو اْلُم ْس ِلَم اِت‪َ ،‬و اْلُم ْؤ ِمِنيَن َو اْلُم ْؤ ِم َناِت‪ ،‬اَأْلْح َياِء ِم ْنُهْم َو اَأْلْم َو اِت‪ِ ،‬إَّنَك َسِم يٌع‬
‫ّٰل‬
‫َقِر يٌب ُم ِج يُب الَّد َع َو اِت‪ ،‬ال ُهَّم اْج َع ْل ِع يَدَنا َهَذ ا َسَع اَد ًة َو َتَالُح ًم ا‪َ ،‬و َم َس َّر ًة َو َتَر اُح ًم ا‪َ ،‬و ِز ْد َنا ِفيِه‬
‫ّٰل‬
‫ُطَم ْأِنيَنًة َو ُأْلَفًة‪َ ،‬و َهَناًء َو َم َح َّبًة‪َ ،‬و َأِع ْد ُه َع َلْيَنا ِباْلَخْيِر َو الَّر َح َم اِت‪َ ،‬و اْلُيْم ِن َو اْلَبَر َك اِت‪ ،‬ال ُهَّم اْج َع ِل‬
‫اْلَم َو َّدَة ِش يَم َتَنا‪َ ،‬و َبْذ َل اْلَخْيِر ِللَّناِس َد ْأَبَنا‪ ،‬الّٰل ُهَّم َأِد ِم الَّس َع اَد َة َع َلى َو َطِنَنا‪َ ،‬و اْنُش ِر اْلَبْهَج َة ِفي ُبُيوِتَنا‪،‬‬
‫َو اْح َفْظَنا ِفي َأْهِليَنا َو َأْر َح اِم َنا‪َ ،‬و َأْك ِر ْم َنا ِبَك َرِم َك ِفي الُّد ْنَيا َو اآْل ِخَر ِة‪َ ،‬ر َّبَنا آِتَنا ِفي الُّد ْنَيا َحَس َنًة‪َ ،‬و ِفي‬
‫اآْل ِخَرِة َحَس َنًة‪َ ،‬و ِقَنا َع َذ اَب الَّناِر ‪َ ،‬و َأْد ِخ ْلَنا اْلَج َّنَة َم َع اَأْلْبَر اِر ‪َ ،‬يا َع ِز يُز َيا َغ َّفاُر ِعَباَد ِهللا‪ ،‬إَّن َهللا‬
‫َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اإْل ْح َس اِن ‪َ ،‬و ِإْيَتاِء ِذ ي اْلُقْر َبى وَيْنَهى َع ِن الَفْح َش اِء َو اْلُم ْنَك ِر َو الَبْغ ِي ‪َ ،‬يِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم‬
‫َتَذَّك ُرْو َن ‪َ ،‬فاذُك ُروا َهللا اْلَعِظ ْيَم َيْذ ُك ْر ُك ْم َو َلِذ ْك ُر ِهللا َأْك َبُر‪ِ ،‬ع ْيٌد َسِع ْيٌد َو ُك ُّل َعاٍم َو َأْنُتْم ِبَخْيٍر‬

Anda mungkin juga menyukai