Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah “Trend
dan Issue Keperawatan di Masa yang Akan Datang”.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Ibu Ika Puspitasari S.kep, Ns., M.Kep selaku
pembimbing.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah yang akan kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Pasuruan, 18 November 2019


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan era reformasi dan era globalisasi di Indonesia saat ini, dan juga diikuti
dengan perubahan pemahaman terhadap konsep sehat-sakit, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta penyebaran informasi tentang determinan kesehatan yang bersifat
multifaktorial. Kondisi ini mendorong pembangunan kesehatan nasional kearah
paradigma baru yaitu paradigma sehat dengan pengetahuan dan terampil.
(Himid.A ,2000)
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang termasuk bidang
kesehatan, peningkatan status ekonomi masyarakat, peningkatan perhatian terhadap
pelaksanaan hak asasi manusia, kesadaran masyarakan akan kebutuhan kesehatan
mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya hidup sehat dan melahirkan
tuntutan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Pergeseran akan fenomena tersebut, telah mengubah sifat pelayanan keperawatan dari
pelayanan fokasional yang hanya berdasarkan keterampilan belaka kepada pelayanan
profesional yang berpijak pada penguasaan iptek keperawatan dan spesialisasi dalam
pelayanan keperawatan.
Fokus peran dan fungsi perawat bergeser dari penekanan aspek kuratif kepada peran
aspek preventif dan promotif tanpa meninggalkan peran kuratif dan rehabilitatif. Kondisi
ini menuntut uapaya kongkrit dari profesi keperawatan, yaitu profesionalisme
keperawatan. Proses ini meliputi pembenahan pelayanan keperawatan dan
mengoptimalkan penggunaan proses keperawatan, pengembangan dan penataan
pendidikan keperawatan dan juga antisipasi organisasi profesi (PPNI).
Perubahan sifat pelayanan dari fokasional menjadi profesional dengan fokus asuhan
keperawatan dengan peran preventif dan promotif tanpa melupakan peran kuratif dan
rehabilitatif harus didukung dengan peningkatan sumber daya manusia di bidang
keperawatan. Sehingga pada pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan dapat
terjadinya pelayanan yang efisien, efektif serta berkualitas. Selanjutnya, saat ini juga
telah berkembang berbagai model prakti keperawatan profesional, seperti:
1. Praktik keperawatan di rumah sakit fasilitas kesehatan
2. Praktik keperawatan di rumah (home care)
3. Praktik keperawatan berkelompok (nursing home = klinik bersama, dan
4. Praktik keperawatan perorangan, yaitu melalui keputusan Kepmenkes No. 647
tahun 2000, yang kemudian di revisi menjadi Kepmenkes No. 1239 tahun 2001
tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, teridentifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Apa definisi trend dan issue keperawatan?
2. Bagaimana perkembangan trend keperawatan di masa sekarang dan masa yang
akan datang?
3. Bagaimana perkembangan issue keperawatan di masa sekarang?
4. Bagaiman pengaruh keperawatan pada kebijakan dan praktik perawatan
kesehatan?
5. Apa manfaat trend dan issue dalam keperawatan?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas bertuuan
untuk mendeskripsikan :
1. Untuk mengetahui definisi trend dan issue keperawatan
2. Untuk mengetahui perkembangan trend keperawatan di masa sekarang dan
masa depan
3. Untuk mengetahui perkembangan issue keperawatan di masa sekarang
4. Untuk mengetahui pengaruh keperawatan pada kebijakan dan praktik
perawatan kesehatan.
5. Untuk mengetahui manfaat trend dan issue dalam keperawatan.

D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban dari permasalahanpermasalahan
yang telah dirumuskan dan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi kelompok
Sebgai tambahan referensi dan bahan pustaka bagi sekolah tinggi ilmu
kesehatan mengenai trend dan issue komunikasi dalam pelayanan
keperawatan.
2. Bagi pembaca
Untuk menambah wawasan dan memberikan informasi kepada mahasiswa lain
dan kepada masyarakat tentang trend dan issue komunikasi dalam pelayanan
keperawatan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Trend Issue Keperawatan di yang Akan Datang


Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa atau salah
satu gambaran ataupun informasi yang terjadi dan akan menjadi populer di masyarakat.
Sedangkan issue adalah sesuatu hal yang dibicarakan dan yang akan dibicarakan yang
belum jelas faktanya.
Dalam pendidikan salah satu trend issuenya adalah, bahwa Indonesia telah memilih
untuk menata sistem pendidikan keperawatan sebagai upaya awal dan kunci peletakan
landasan pengembangan profesi keperawatan. Tujuan lain diharapkan bisa memperkecil
gap (perbedaan) antara perawat dan dokter sehingga perawat tidak lagi menjadi
perpanjangan tangan dokter (Prolonged physicians arms) tapi sudah bisa menjadi mitra
kerja dalam pemberian pelayanan kesehatan. (Mohamad Naziel, 2009)

B. Konsep Perubahan dalam Dunia Keperawatan


Perubahan pelayanan keperawatan mempunyai dua pilihan utama yang berhubungan
dengan perubahan, yaitu mereka melakukan inovasi dan berubah atau mereka yang di
ubah oleh suatu keadaan atau situasi. Perawat harus mempunyai keterampilan dalam
proses perubahan, sesuatu yang aneh atau tidak semestinya terjadi apabila masyarakat
umum dan lingkungannya terus-menerus berubah sedangkan keperawatan yang
merupakan bagian masyarakat tersebut tidak berubah dalam menata kehidupan
keprofesiannya. Perubahan adalah suatu cara keperawatan dalam mempertahankan diri
sebagai profesi dan berperan aktif dalam menghadapi era kesejagatan (Milenium III).
(Nursalam, 2000)
Ada 4 skenario masa depan yang diprediksikan akan terjadi dan harus di antisipasi
dengan baik oleh profesi Keperawatan Indonesia (Ma’arifin Husin, 1999)
1. Masyarakat berkembang
2. Rentang masalah kesehatan melebar
3. Ilmu pengetahuan dan teknologi
4. Tuntutan profesi terus meningkat

C. Konsep Langkah Strategis dalam Menghadapi Trend Issue Perubahan


Keperawatan di Masa yang Akan Datang
Alternatif strategi perawat Indonesia dalam menghadapi asuhan keperawatan di masa
mendatang adalah “the nurse should do no harm to your self” (Nightingale). Pernyataan
ini berarti semua tindakan keperawatan harus dapat memenuhi kebutuhan pasien tanpa
adanya resiko negatif yang ditimbulkan. Strategi yang harus ditempuh meliputi :
1. Peningkatan Pendidikan Bagi Perawat “Practicioners”
Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat Profesional adalah
mengembangkan Pendidikan Tinggi Keperawatan, diantaranya :
a. Penyusunan kompetensi sesuai dengan standar Pendidikan Keperawatan
Indonesia, Organisasi Profesi dan ICN (International Council of Nursing).
b. Penyusunan kurikulum institusional berdasarkan kurikulum nasional
(yang ada) terdiri atas dua tahap, yaitu tahap program akademik dan
keprofesian.
c. Mengembangkan staf akademik terutama dalam bidang–bidang kelompok
Ilmu Keperawatan Dasar.
d. Mengembangkan sarana dan pra sarana pendidikan, termasuk tempat
praktik klinik dan komunitas keperawatan serta mampu mengembangkan
organisasi pengelolaan di instansi pendidikan.
2. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Ilmu keperawatan harus secara terus-menerus dikembangkan. Prioritas utama
dalam pengembangan ilmu keperawatan adalah tantangan untuk mengembangkan
substansi isi ilmu melalui pengkajian yang mendalam.
Keperawatan harus dapat menjabarkan isi dari disiplin ilmu untuk dapat
memberikan justifikasi dan promosi secara langsung dalam kegiatan keperawatan.
Pengembangan ilmu keperawatan melalui riset akan dapat berkolaborasi dengan
disiplin ilmu lain dan membedakan kontribusi keperawatan terhadap tim
kesehatan lainnya.
3. Perubahan Paradigma dan Lingkup Riset Keperawatan
Pelaksanaan riset merupakan dasar ilmu dan seni didalam praktik keperawatan
profesional. Pelaksanaan riset keperawatan berdasarkan praktik keperawatan
dapat memengaruhi dan mengubah arah perkembangan pendidikan serta praktik.
Riset keperawatan harus dilihat dari sebagai bagian integrasi dari praktik
keperawatan. (Nursalam, 2002)
BAB III PEMBAHASAN A. Definisi Trend dan Issu Keperawatan
Trend dan Issu Keperawatan adalah sesuatu yang sedang dibicarakan banyak orang
tentang praktek/mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta ataupun tidak, trend
dan issu keperawatan tentunya menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan.
Saat ini trend dan issu keperawatan yang sedang banynak dibicarakan orang adalah
Aborsi, Eutanasia dan Transplantasi organ manusia, tentunya semua issu tersebut
menyangkut keterkaitan dengan aspek legal dan etis dalam keperawatan.
1. Trend Keperawatan dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai
bidang yang meliputi:
1) Definisi
a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh)
adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan
keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik
yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat.
Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan
tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari
rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis, mengembangkan model
pendidikan keperawatan berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still &
Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi intensitas interaksi
antara perawat dan klien dalam menjalin hubungan terapieutik sehingga
konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh ners. Sistem ini
baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit
Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan
teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih
belum memadai.
b. Bagaimana aplikasi dan keuntungan telenursing
Aplikasi telenursing tersedia di rumah, rumah sakit, melalui telenursing
centre dan melalui unit mobile. Telepon triage dan home care saat ini
merupakan aplikasi yang tumbuh yang paling cepat. Perawat home care
menggunakan sistem yang memberikan ijin untuk melakukan monitoring
parameter fisiologi di rumah, seperti tekanan darah, glukosa darah,
pernapasan, dan menimbang berat badan, via internet. Melalui sistem video
interaktif, pasien menghubungi perawat bertugas dan menyusun suatu
konsultasi melalui video untuk menunjukkan permasalahan yang dihadapi;
sebagai contoh, bagaimana cara mengganti balutan luka, memberi suntikan
hormon insulin atau mendiskusikan peningkatan nafas pendek (sesak nafas).
Hal ini sangat membantu orang dewasa dan anak-anak dengan kondisikondisi
kronis dan macam-macam penyakit yang melemahkan, terutama sekali
mereka yang mempunyai cardiopulmonary diseases.
Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif
dalam perawatan, terutama sekali untuk self management pada penyakit
kronis. Hal itu memungkinkan perawat untuk menyediakan informasi secara
akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan secara langsung (online).
Kesinambungan pelayanan ditingkatkan dengan memberi kesempatan kontak
yang sering antara penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan
keluargakeluarga merek
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara, terkait
dengan beberapa faktor seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, banyak
kasus penyakit kronik dan lansia, sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan
di daerah terpencil, rural, dan daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan
belum merata. Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar
kurangnya jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak
tempuh, menghemat waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi
jumlah hari rawat dan jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi
nosokomial.
Sama seperti telemedicine yang saat ini berkembang sangat luas yang
telah diaplikasikan di Amerika, Yunani, Israel, Jepang, Italia, Denmark ,
Belanda, Norwegia, Jordania dan India bahkan Malaysia. Telenursing telah
lama diaplikasikan di Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Inggris. Di
Amerika Serikat sendiri ANA (American Nurses Association) dalam dialog
nasional telemedicine/telehealth Agustus 1999, telah menganjurkan
pengembangan analisa komprehensif penggunaaan telehealth/telemedicine
termasuk didalamnya telenursing.
Di Amerika Serikat 36% peningkatan kebutuhan perawat home care
dalam 7 tahun mendatang, dapat ditanggulangi oleh telenursing. Sedangkan
di Inggris sendiri 15% pasien yang dirawat di rumah (home care) dilaporkan
memerlukan tehnologi telekomunikasi, dan sejumlah studi di Eropa
memperlihatkan sejumlah besar pasien mendapatkan pelayanan
telekomunikasi di rumah dengan telenursing. Pasien tirah baring, pasien
dengan penyakit kronik seperti COPD/PPOM, DM, gagal jantung kongestif,
cacat bawaan, penyakit degeneratif persyarafan (Parkinson, Alzheimer,
Amyothropic lateral sclerosis) dll, yang dirawat di rumah dapat berkunjung
dan dirawat secara rutin oleh perawat melalui videoconference, internet,
videophone, dsb. Atau pasien post op yang memerlukan perawatan luka,
ostomi, dan pasien keterbelakangan mental. Yang dalam keadaan normal
seorang perawat home care hanya dapat berkunjung maksimal 5 – 7 pasien
perhari, maka dengan menggunakan telenursing dapat ditingkatkan menjadi
12 – 16 pasien seharinya.
Telenursing dapat mengurangi biaya perawatan, mengurangi hari rawat di
RS, peningkatan jumlah cakupan pelayanan keperawatan dalam jumlah yang
lebih luas dan merata, dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan di
rumah (home care). Aplikasi telenursing di Denmark pada perawat yang
bekerja di poliklinik (OPD – outpatient) yang mempertahankan kontak
dengan pasien melalui telepon, maka jumlah kunjungan ke RS, dan hari
rawat berkurang setengahnya. Di Islandia, dengan penduduk yang terpencar,
pelayanan asuhan keperawatan berbasis telepon dapat mensuport ibu yang
kelelahan dan stress merawat bayinya. Dan beberapa program telenursing
dapat membantu mengurangi hipertensi pada ibu bersalin dengan eklamsia.
Bahkan di Irlandia utara telenursing untuk perawatan luka diabetik telah
menjadi alternatif pelayanan keperawatan untuk pasien penderita diabetik
ulcer.
Aplikasi telenursing juga dapat diterapkan dalam model hotline/call centre
yang dikelola organisasi keperawatan, untuk melakukan triage pasien,
dengan memberikan informasi dan konseling dalam mengatur kunjungan RS
dan mengurangi kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Telenursing juga
dapat digunakan dalam aktifitas penyuluhan kesehatan, telekonsultasi
keperawatan, pemeriksaan hasil lab dan uji diagnostik, dan membantu dokter
dalam mengimplementasikan protokol penanganan medis.
Telenursing melalui telepon triage dan home care merupakan bentuk
aplikasi yang berkembang pesat saat ini. Dalam perawatan pasien di rumah,
maka perawat dapat memonitor tanda-tanda vital pasien seperti tekanan
darah, gula darah, berat badan, peak flow pernapasan pasien melalui internet.
Dengan melakukan video conference, pasien dapat berkonsultasi dalam
perawatan luka, injeksi insulin dan penatalaksanaan sesak napas. Pada
akhirnya telenursing dapat meningkatkan partisipasi aktif pasien dan
keluarga, terutama dalam manajemen pribadi penyakit kronik. Dapat
memberikan pelayanan akurat, cepat dan dukungan online, perawatan yang
berkelanjutan dan kontak antara perawat dan pasien yang tidak terbatas.
Telenursing dapat mengurangi biaya perawatan, mengurangi hari rawat di
RS, peningkatan jumlah cakupan pelayanan keperawatan dalam jumlah yang
lebih luas dan merata, dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan di
rumah (home care).

B. Perkembangan Trend Keperawatan di masa sekarang dan masa depan


Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan
kejadiannya berdasarkan fakta.Pada tahun 2010 bangsa Indonesia memasuki era
globalisasi, era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional
keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi atau
pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat tradisional
berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam
dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa
masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka kejadian
penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya
pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur
harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan
dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah modern, terjadi peningkatan kesempatan untuk
meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi
itu berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis
menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesional.
Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan
dapat memenuhi standart global internasional dalam memberikan pelayanan
kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan professional, kemampuan intelektual dan
teknik serta peka terhadap aspek social budaya, memiliki wawasan yang luas dan
menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di Indonesia
masih belum menggembirakan, banyak factor yang dapat menyebabkan masih rendahnya
peran perawat professional, diantaranya :
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun
1985 pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di
negara barat pada tahun 1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan. ( standart, bentuk praktik
keperawatan, lisensi )
Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan akan
berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan
“ sehat untuk semua pada tahun 2010 “, maka solusi yang harus ditempuh adalah :
1. Pengembangan pendidikan keperawatan
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan
perawatan professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan
profesi dan pendidikan keperawatan berkelanjutan. Akademi Keperawatan
merupakan pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga perawatan
professional dibidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih terus
ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta prasarana
penunjang pendidikan.
Universitas Indonesia (UI) meluncurkan Program Doktor (S3) Keperawatan
pertama dan satu-satunya di Indonesia yang dimaksudkan untuk meningkatkan
sumber daya manusia di bidang kesehatan. "Ini sejalan tuntutan dan kebutuhan
akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan yang
sangat pesat," kata Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UI Dewi Irawaty dalam
Peluncuran Program Doktor Keperawatan UI di Jakarta, Menurut dia, program
doktor keperawatan di Indonesia sudah termasuk tertinggal karena Program
Doktor Keperawatan pertama sudah dibuka di University of Columbia sejak
1923. Indonesia, ujarnya, baru memulai sistem pendidikan tinggi keperawatan
pada 1985, dalam program studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran
(FK) UI yang baru berkembang menjadi fakultas mandiri pada 1995 sebagai
fakultas ke-12 di UI. Fakultas ini, ujarnya, baru membuka program magister
pada 1999 yang dengan semakin meningkatnya jumlah perawat terdidik maka
diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan kepada pasien dan
masyarakat. Namun demikian ia mengingatkan, bahwa program doktor
keperawatan seharusnya dibedakan dengan keperawatan sebagai profesi
penunjang dalam praktek kedokteran. “Program S2 dan S3 itu lebih bersifat
akademik yang berbeda dengan praktek. Jalur akademik ini lebih berkaitan
dengan keilmuwan dan mengisi kebutuhan di level manajemen, pendidikan,
dan klinikal," kata Kepala RSCM Akmal Taher yang juga hadir. Program ini,
lanjut Dewi, diharapkan mampu menghasilkan lulusan berkualitas unggul baik
sebagai peneliti, ilmuwan, pendidik, dan pemimpin di tengah masyarakat
dengan kompetensi internasional dan mampu bersaing secara global.
2. Memantapkan system pelayanan perawatan professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi
dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model praktik
keperawatan professional dalam memberikan asuhan keperawatan harus segera
di lakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan
dinamis serta kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu
menjadi kepentingan organisasi dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian
kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organisasi
keperawatan merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi
profesi yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya
jaminan kualitas kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta
meningkat.
Komitmen perawat guna memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik
secara mandiri ataupun melalui jalan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sangat
penting dalam terwujudnya pelayanan keperawatan professional. Nilai professional yang
melandasi praktik keperawatan dapat di kelompokkan dalam :
1) Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari :
a. Body of Knowledge
b. Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan)
c. Menggunakan pengetahuan dalam berpikir secara kritis dan kreatif. 2)
Nilai komitmen moral.
Pelayanan keperawatan diberikan dengan konsep altruistic, dan memperhatikan
kode etik keperawatan. Menurut Beauchamp & Walters (1989) pelayanan
professional terhadap masyarakat memerlukan integritas, komitmen moral dan
tanggung jawab etik.
Aspek moral yang harus menjadi landasan perilaku perawat adalah :
a. Beneficience
Selalu mengupayakan keputusan dibuat berdasarkan keinginan melakukan
yang terbaik dan tidak merugikan klien. (Johnstone, 1994)
b. Fair
Tidak mendeskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya,
keadaan ekonomi dan sebagainya, tetapi memprlakukan klien sebagai individu
yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki. c. Fidelity
Berperilaku caring (peduli, kasih sayang, perasaan ingin membantu), selalu
berusaha menepati janji, memberikan harapan yang memadahi, komitmen
moral serta memperhatikan kebutuhan spiritual klien.
3) Otonomi, kendali dan tanggung gugat
Otonomi merupakan kebebasan dan kewenangan untuk melakukan tindakan
secara mandiri. Hak otonomi merujuk kepada pengendalian kehidupan diri
sendiri yang berarti bahwa perawat memiliki kendali terhadap fungsi mereka.
Otonomi melibatkan kemandirian, kesedian mengambil resiko dan tanggung
jawab serta tanggung gugat terhadap tindakannya sendiribegitupula sebagai
pengatur dan penentu diri sendiri. Kendali mempunyai implikasi pengaturan
atau pengarahan terhadap sesuatu atau seseorang. Bagi profesi keperawatan,
harus ada kewenangan untuk mengendalikan praktik, menetapkan peran, fungsi
dan tanggung jawab anggota profesi. Tanggung gugat berarti perawat
bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukannya terhadap klien.
Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Indonesia telah memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai dengan
perubahan-perubahan yang cepat disegala bidang, menuju kepada keadaan yang lebih
baik. Di bidang kesehatan tuntutan reformasi total muncul karena masih adanya
ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, kurangnya
kemandirian dalam pembangunan bangsa dan derajat kesehatan masyarakat yang masih
tertinggal di bandingkan dengan negara tetangga. Reformasi bidang kesehatan juga
diperlukan karena adanya lima fenomena utama yang mempunyai pengaruh besar
terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu perubahan pada dinamika
kependudukan, temuan substansial IPTEK kesehatan/kedokteran, tantangan global,
perubahan lingkungan dan demokrasi disegala bidang.
Berdasarkan pemahaman terhadap situasi dan adanya perubahan pemahaman terhadap
konsep sehat sakit, serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi
tentang determinan kesehatan bersifat multifaktoral, telah mendorong pembangunan
kesehatan nasional kearah paradigma baru, yaitu paradigma sehat.
Paradigma sehat yang diartikan disini adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada
peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada
orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif
dengan maksud melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih sehat dan
roduktif serta tidak jatuh sakit. Disisi lain, dipandang dari segi ekonomi, melakukan
investasi dan intervensi pada orang sehat atau pada orang yang tidak sakit akan lebih cost
effective dari pada intervensi terhadap orang sakit. Pada masa mendatang, perlu
diupayakan agar semua policy pemerintah selalu berwawasan kesehatan, motto-nya akan
menjadi "Pembangunan Berwawasan Kesehatan".

Pengaruh Politik Terhadap keperawatan


Menurut sejarah, keterlibatan Perawat dalam politik terbatas. Walaupun secara
individu, seperti Florence Nightingale, Lilian Wald, Margaret sanger, dan Lavinia Dock
telah mempengaruhi dalam perbuatan keputusan seperti sanitasi, nutrisi, dan keluarga
berencana, perawat kurang dihargai sebagai kelompok (Hall-long, 1995). Akan tetapi
gerakan wanita telah memberikan inspirasi pada perawat masalah perawatan kesehatan.
Selain itu banyaknya lulusan yang berpendidikan tinggi masuk sebagai anggota profesi,
mereka membawa keperawatan kedalam aktivitas dan kegiatan dikampus universitas.
Pada tahun 1974, ANA membentuk the nurse coalition in politics (N-CAP), yang
menjadi komite aksi politik (political action committee [PAC]) pertama bagi perawat.
Organisasi ini yang kemudian dikenal sebagai ANA-PAC, merupakan komite aksi politik
utama yang mencari dukungan bagi kandidat yang ingin masuk ke dalam kantor federal
(Mason, 1990).
Kekuatan politik merupakan kemampuan untuk mempengaruhi atau meyakinkan
seseorang untuk memihak pada pemerintah untuk mempertahankan bahwa kekuatan dari
pihak tersebut membentuk hasil yang diinginkan (Rogge, 1987). Dahulu, perawat merasa
tidak nyaman dengan politik karena mayoritas perawat adalah wanita dan politik
merupakan dominasi laki-laki. Perawat juga tidak menyadari preseden historis yang
ditetapkan oleh perawat dalam area politik, dan karena mereka tidak pada secara politik,
perawat kurang mendapatkan pendidikan politik untuk memenangkan kompetisi dalam
politik (Mason dan Talbott, 1985: Mason, 1990)
Keterlibatan perawat dalam politik mendapatkan perhatian yang lebih besar dalam
kurikulum keperawatan, organisasi professional dan tempat perawatan kesehatan
(Stanhope dan Belcher, 1993). Organisasi keperawatan telah memperkerjakan seseorang
yang mampu melobi untuk mendorong terbentuknya legislasi Negara bagian dan U.S.
Congress untuk meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Kalisch dan Kalisch (1982)
menuliskan bahwa ANA “bekerja untuk meningkatkan standar kesehatan dan
ketersediaan pelayanan perawatan kesehatan bagi semua orang; mendorong standar
peperawatan yang tinggi, menstimulasi dan meningkatkan pengembangan perawat
professional dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan umum. Tujuan ini dibatasi
oleh pertimbangan kenegaraan, ras, keturunan, gaya hidup, warna kulit, seks dan jenis
usia.
ANA memperkerjakan seseorang perawat terdaftar dalam melakukan lobi setingkat
federal, dan organisasi keperawatan Negara bagian juga memperkerjakan seorang yang
mampu melakukan lobi dan spesialis legislasi untuk bekerja pada isu-isu keperawatan di
Negara bagian dan membantu upaya federal. Akhirnya, ahli melobi yang bekerja atas
nama perawat diperkerjakan di Washington oleh kelompok minat professional seperti
American federation of theacher, NLN, American college of nurse-midwives, American
public healt Assosiation, AACN. Kelompok ini bertujuan untuk menghilangkan kendala
financial dari perawatan kesehatan, meningkatkan asuhan keperawatan yang tersedia,
meningkatkan penghargaan ekonomi untuk perawtan untuk memperluas peran perawat
professional.(Aiken, 1982).
Selain itu perawat, secara individu dapat mempengaruhi keputusan politik pada semua
tingkat pemerintahan dan organisasi keperawatan menggabungkan semua upaya seperti
pada Nursing’s Agenda For Healt Care Reform (Tri-Council, 1991) akan secara kritis
menerapkan pengaruh perawat dalam proses politik sedini mungkin (Hall- Long, 1995).
Strategi spesifik mencakup pengintegrasian peraturan publik ke dalam kurikulum
keperawatan, sosialisasi dini dan berpartisipasi dalam organisasi profesi, memperluas
lingkungan tempat praktik klinik dan menjalankan tempat pelayanan kesehatan di
masyarakat.
Jika perawat menjadi mahasiswa yang serius dalam memperhatikan kebutuhan social,
menjadi aktifis dalam mempengaruhi peraturan untuk memenuhi kebutuhan dan menjadi
contributor waktu dan uang yang terbuka bagi keperawatan dan organisasi mereka dapat
menjadi kandidat untuk bekerja bagi asuhan kesehatan yang baik secara universal, maka
masa depan akan menjadi cemerlang.
Kondisi riil di Indonesia (berdasarkan audiensi ppni pusat dan wilayah saat aksi
nasional 12 mei 2008 - 8 juni 2009 dan berbagai proses loby dan negosiasi)
a. tidak ada kepastian hukum bagi profesi keperawatan
b. hilangnya peluang untuk bersaing dengan perawat asing karena tidak adanya
sertifikat yang diakui internasional
c. perbandingan perawat dan pasien tidak seimbang sehingga sangat susah untuk
memberikan pelayanan prima

C. Perkembangan Issue Keperawatan di Masa Sekarang


Ada beberapa dilematik maupun problematik perubahan keperawatan. Pertama, dalam
berinteraksi dengan profesi lain (seperti Dokter) dalam dunia pelayanan di rumah sakit,
kita harus sudah menghilangkan budaya dan kebiasaan-kebiasaan kontraproduktif,
seperti masih sering kita jumpai rekan sejawat (perawat) di dunia pelayanan yang dengan
bangganya mengambilkan stetoskop, tissue, sarung tangan untuk para Dokter, ini urgent
dan harus segera di hilangkan dari budaya dan kebiasaan perawat.
Masih banyak para perawat yang masih tidak percaya diri dengan berjalan
membungkuk-bungkuk seperti orang ketakutan ketika berhadapan dengan dokter, semua
itu adalah jelas merupakan kebiasaan dan kebudayaan yang sangat kontraproduktif
karena perawat tidak cukup percaya diri dengan ilmu yang sudah dimilikinya. Kita harus
melakukan perubahan secara total dan berlaku sebagai mitra profesi dan bukan sebagai
asisten atau pembantu bagi profesi lain.
Kedua, membangun idealisme dalam dunia pendidikan keperawatan dengan
menghindari proses KKN dalam segala proses sistem pendidikan mulai dari penerimaan
mahasiswa sampai dengan proses kelulusan mahasiswa dengan mengedepankan mutu
dan kualitas. Ini sangat penting karena dari dunia pendidikan inilah akan dilahirkan
generasi penerus profesi keperawatan Indonsia di masa yang akan datang.
Ketiga, membangun presepsi positif masayarakat terhadap profesi keperawatan
melalui segala upaya pembelajaran masyarakat terhadap profesi keperawatan. Dalam hal
ini yang paling mendesak adalah memberikan pendidikan dan informasi kepada
masyarakat bahwa Perawat adalah suatu profesi berbeda dengan dokter atau profesi
kesehatan lain. Bentuk nyata dalam usaha ini adalah menghentikan segala bentuk
malpraktik yang dilakukan oleh kawan-kawan perawat terutama di daerah tertinggal yang
masih membuka pelayanan praktek kedokteran.
Issue menurut Hainsworth & Meng adalah sebagai suatu konsekuensi atas bebebrapa
tindakan yang dilakukan oleh satu atau beberapa piak yang dapat menghasilkan negosiasi
dan penyesuaian sektor swasta, kasus pengadilan sipil atau kriminal, atau dapat menjadi
masalah kebiakan publik melalui tindakan legislatif atau perundangan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa issue adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh
banyak namun belum jelas faktannya atau buktinya. Beberapa issue keperawatan pada
saat ini :
1. EUTHANASIA
Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal
yang sampai kini masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada beragam
jenisnya. Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh
publik. Hal demikian tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam
konteks kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang
secara tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat
dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan hal tersebut terjadi.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak
menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk
meringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri hidupnya.
a) Ada empat metode euthanasia:
1) Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar
menginginkan kematian.
2) Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk
menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai
contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman
untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma).
3) Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat
ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat
terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan ditolak.
4) Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk
euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan
wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan,
namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri tersebut. Jika dokter terlibat
dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai ‘bunuh diri atas
pertolongan dokter’. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr.
Jack Kevorkian.
b) Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif:
1) Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan
tujuan untuk menimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini adalah
memberikan suntik mati. Hal ini ilegal di Britania Raya dan Indonesia.
2) Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh
penghentian tindakan medis. Contoh dari kasus ini adalah penghentian
pemberian nutrisi, air, dan ventilator.
c) Eutanasia menurut hukum dibeberapa negara
Sejauh ini eutanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta
ditoleransi di negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss dan
dibeberapa negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan
Denmark.
1) Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika.
Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara
eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi
disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada
tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan
memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with
Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri
berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat,
dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk
bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan
keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara
lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis
(dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan
keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis
penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil
keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental. Hukum juga
mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya
tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik
asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari
tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di
masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU
negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern
Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang
pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999. Sebuah lembaga jajak pendapat
terkenal yaitu polling (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika
mendukung dilakukannya eutanasia.
2) Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu
perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan
nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya
dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12
tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340,
345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik
dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang
berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh
siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal
Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo
Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan
tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan
norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga
saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar
hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
d) Eutanasia menurut ajaran agama islam
Seperti dalam agama-agama Ibrahin lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam
mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan
anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan
seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri
diharamkan dalam hukum islam meskipun tidak ada teks dalam AlQuranmaupun
Hadist yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah
ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah,
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau
membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah
"Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim
(Dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan
membunuh dirinya sendiri.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir almaut
(eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan
sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981,
dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya
eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam
alasan apapun juga.
Euthanasia dapat menjadi positif atau negatif :
1) Eutanasia positif
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah
tindakan memudahkan kematian si sakit karena kasih sayang yang
dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat).
Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif)adalah
tidak diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang
dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit
dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis
dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk
dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan
meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk
meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si dokter tidaklah
lebih pengasih dan penyayang daripada Yang Menciptakannya. Karena
itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang
memberi kehidupan kepada manusia dan yang mencabutnya apabila
telah tiba ajal yang telah ditetapkan-Nya.
2) Eutanasia negatif
Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada
eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif
untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa
diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan
pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada
gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan
Sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum
sebabakibat.
Diantara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah
bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya
menurut Jumhur Fuqaha dan imam-imam mahzab. Bahkan menurut
mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah.
Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang
dikatakan oleh sahabat-sahabat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad
sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah,, dan
sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).
e) Beberapa contoh kasus euthanasia:
1) Kasus Hasan Kusuma – Indonesia
Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 oktober
2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena
tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun,
tergolek koma selama 2 bulan dan disamping itu ketidakmampuan untuk
menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula.
Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia yang
diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi
terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan
kesehatannya.
2) Kasus seorang wanita New Jersey - Amerika Serikat
Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat,
pada tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat
bantu pernapasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan
zat psikotropika secara berlebihan.Oleh karena tidak tega melihat penderitaan
sang anak, maka orangtuanya meminta agar dokter menghentikan pemakaian
alat bantu pernapasan tersebut. Kasus permohonan ini kemudian dibawa ke
pengadilan, dan pada pengadilan tingkat pertama permohonan orangtua
pasien ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan dikabulkan
sehingga alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca
penghentian penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan
walaupun masih dalam keadaan koma. Dan baru sembilan tahun kemudian,
tepatnya tanggal 12 Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi
paruparu (pneumonia).
2. ABORSI
Aborsi berasal dari bahasa latin abortus yaitu berhentinya kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Aborsi yaitu
tindakan pemusnahan yang melanggar hukum , menyebabkan lahir prematur fetus
manusia sebelum masa lahir secara alami.
Aborsi telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu
belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan aborsi. Peraturan
mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada
larangan untuk melakukan aborsi. Sejak itu maka undang-undang mengenai aborsi
terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai
timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di
dunia terhadap tindakan aborsi. Hukum abortus di berbagai negara dapat
digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
a. Hukum yang tanpa pengecualian melarang aborsi, seperti di Belanda.
b. Hukum yang memperbolehkan aborsi demi keselamatan kehidupan penderita
(ibu), seperti di Perancis dan Pakistan.
c. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi medik, seperti di Kanada,
Muangthai dan Swiss.
d. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosio-medik, seperti di
Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
e. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosial, seperti di Jepang,
Polandia, dan Yugoslavia.
f. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas permintaan tanpa memperhatikan
indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst atau Abortion on demand),
seperti di Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura.
g. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh
dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di
India
h. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya
bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang
i. Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada
umumnya mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti yang tersebut di
bawah ini:
a) Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang
melakukan abortus atas indikasi medik.
b) Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provocatus
criminalis.
c) Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.
d) Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib
kandungannnya.
e) Untuk memenuhi desakan masyarakat.
Statistik baru-baru ini diterbitkan oleh Departemen Kesehatan (DH)
mengungkapkan bahwa pada tahun 2008, untuk wanita penduduk di Inggris dan
Wales, jumlah dari aborsi adalah 195.296(DH,2009). Media pelaporan sekitar
statistik terfokus pada 'kejam' naik dari laju mengulangi aborsi (Daily Mail, 2009),
dan masyarakat umum dengan cepat mengomentari seperti artikel, sehingga
menimbulkan putaran lagi perdebatan tentang hak-hak dan kesalahan aborsi.
Perdebatan aborsi bukanlah hal baru.
Meskipun ini adalah sebuah negara di mana hampir 200.000 kehamilan yang
berakhir melalui aborsi setiap tahun, dan di mana aborsi telah hukum selama lebih
dari 40 tahun, prosedur ini masih dikelilingi oleh kontroversi dan membagi
masyarakat umum, kesehatan profesional dan politisi. Akibatnya, aborsi tidak
berbicara tentang dalam percakapan sehari-hari, dan sedikitwanita mengakui telah
punya satu - itu hanya terlalu pribadi, terlalu tabu (Hadley, 2006). Alasan mengapa
perempuan mungkin memilih melakukan aborsi sangat kompleks dan bervariasi,
namun masalah tetap diperdebatkan, dan masih ada besar keengganan untuk terlibat
dalam pemeriksaan terbuka dan jujur tentang praktek aborsi dan tempatnya dalam
masyarakat kita Sebagai perawat di Marie penasihat Stopes International, salah satu
dari penyedia terkemuka Inggris seksual dan reproduksi jasa-jasa perawatan
kesehatan, saya sehari-hari berurusan dengan klien yang telah aborsi dipilih untuk
berbagai macam alasan, tapi yang merasa terisolasi dan setan untuk melakukannya.
Memutuskan untuk mengakhiri kehamilan dapat menjadi salah satu yang paling
sulit keputusan seorang wanita untuk membuat, dan ketika membuat ini keputusan
saya percaya bahwa perempuan harus memiliki akses ke dukungan dan nasihat
untuk memungkinkan mereka untuk membuat suatu pilihan. Aku merasa sangat
yakin bahwa kita perlu membasmi rasa malu yang berhubungan dengan aborsi
sehingga perempuan dapat memilih prosedur tanpa menjadi lebih pengalaman
menyedihkan daripada perlu.
Di negara-negara di mana aborsi ilegal atau sangat terbatas, aborsi yang tidak
aman tetap menjadi penyebab utama kematian, dan menyebabkan sampai 67.000
kematian setiap tahunnya. Aborsi disahkan di Inggris dan Wales pada tahun 1967,
dan hukum jika dua dokter setuju bahwa alasan wanita untuk mencari aborsi
memenuhi persyaratan UU Aborsi. Hukum persyaratan dari Undang-undang tidak
mengizinkan perawat untuk mengotorisasi aborsi, tapi Royal College of Nursing
(RCN) mengakui bahwa pembangunan inovatif menyusui berarti bahwa peran
perawat sekarang merencanakan, memimpin dan mengelola proporsi yang
signifikan perawatan untuk wanita mencari dan / atau mengalami aborsi (RCN,
2008). Sebagai hasil dari perubahan dalam praktik dan maju peran perawat dalam
menyediakan pelayanan aborsi, perawat berada dalam posisi yang ideal untuk
membentuk cara aborsi layanan yang disediakan di masa depan (RCN, 2008), dan
memastikan bahwa wanita merasa didukung daripada dipermalukan ketika
menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan. Contoh peran yang perawat bisa
memainkan meliputi: Penilaian pra-aborsi. Menghadapi kehamilan yang tidak
diinginkan cenderung menjadi sangat menegangkan waktu bagi seorang wanita.
Karena dari sifat sensitif konsultasi awal, itu adalah ide yang bagus untuk melihat
wanita sendiri, sehingga ia dapat memberikan jawaban yang akurat dan
mengungkapkan perasaan-perasaannya tanpa merasa dihambat oleh pasangan atau
orangtua Pra-dan pasca-aborsi konseling. Sangat penting untuk memberi wanita
kesempatan untuk mempertimbangkan pilihan dalam sebuah rahasia dan tidak
menghakimi lingkungan. Sistem seharusnya berada di tempat untuk merujuk
perempuan untuk kehamilan spesialis konseling, ketika ini diperlukan. Tetapi kita
juga harus mengenali perempuan hak otonomi dalam pengambilan keputusan
mereka.

3. TAHAPAN ISSUE
Menurut Hainswort & Meng isu berada dalam empat tahap, yakni:
a. Tahap Permulaan
Pada tahap ini tidak ada isu yang tampak namun kondisi muncul dengan jelas
yang berpotensi untuk berkembangnya menjadi sesuatu yang penting. Isu terjadi
dalam organisasi ketika kelompok secara signifikan mempunyai permasalahan
dalam perkembangannya secara politik, kebijakan, ekonomi atau tren sosial.
Dalam tahap ini harus diketahui apakah ini termasuk isu yang penting atau
tidak.
b. Tahap Mediasi
Pada tahap ini isu telah berkembang dan memberikan pengaruh terhadap
organisasi secara jelas. Organisasi masih dapat menjaga isu tidak berkembang
dengan memperhatikan isu-isu lainnya. Selain itu, organisasi harus mengelola
arus informasi dengan memberikan informasi dua arah yang cukup kepada
masyarakat secara aktual dan benar.
c. Tahap Organisasi
Tahap organisasi adalah dimana isu sedang berkembang dan menjadi topik
pembicaraan yang berkembang menjadi krisis. Publik akan membentuk jaringan
untuk mendesak organisasi melakukan suatu tindakan terhadap isu yang
berkembang ini. Organisasi harus memberikan penanganan yang cepat dan
melibatkan stakeholder. Dalam tahap ini media memiliki peran yang penting
karena kemampuan komunikasi massanya. Organisasi perlu melakukan
pemantauan terhadap media. Diperlukan teknik Media Relations yang baik agar
isu dapat mereda dengan cepat.
d. Tahap Resolusi
Jika telah mencapai tahap ini, berarti adanya anggapan bahwa isu telah
selesai. Namun, organisasi harus terus melakukan pemantauan untuk mencegah
isu datang kembali.

4. PROSES MANAJEMEN ISSUE


a. Identifikasi Isu
Organisasi melakukan identifikasi dalam isu yang terjadi dengan mencari
tahu sumber isu berasal. Isu dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1) Jenis: Ekonomi, sosial, politik, teknologi
2) Sumber respon: sistem bisnis, perusahaan, anak perusahaan, departemen
dan industri
3) Geografi: lokal, regional, daerah, nasional, internasional 4) Kepentingan:
segera, penting, sangat penting

b. Analisis
Bertujuan untuk menempatkan kepentingan isi isunya. Memanfaatkan
pengalaman masa lalu yang setidaknya memiliki kesamaan terhadap isu saat ini.
Dapat dilakukan penelitian secara kualitatif maupun kuantitatif.
c. Pemilihan Strategi
Tahapan ini organisasi menyiapkan aksi-aksi untuk menghadapi isu. Strategi
yang diambil dapat bersifat reaktif, adaptif dan dinamis.
d. Implementasi Program
Jika organisasi telah memiliki strategi dalam menghadapi isu,
implementasikan program yang telah dibuat dengan segera. Organisasi harus
saling bekerjasama untuk menyediakan dukungan yang maksimal sehingga
tujuan dapat dicapai dengan cepat.
e. Evaluasi
Jika program telah dilaksanakan, lakukanlah evaluasi untuk menilai seberapa
efektif program yang telah dilaksanakan. Tetap lakukan monitoring isu untuk
mencegah isu kembali berkembang.

5. PROSES PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN ISU


a. Fase Kesadaran Diri
Organisasi harus mempelajari isu untuk melakukan penelitian secara terstruktur.
b. Fase Eksplorasi
Dalam fase ini telah adanya kepentingan yang meningkat mengenai isu.
Tanggung jawab khusus telah dibagikan dan pembentukan opini telah dimulai.
c. Fase Pembuat Keputusan
Organisasi telah melibatkan top management untuk mempertimbangkan
tindakan dan memutuskan secara tepat alternatif yang telah didapat.
d. Fase Implementasi
Fase dimana pengambilan keputusan telah dibuat dan telah dianggap tepat
dimana selanjutnya adalah melaksanakannya sesegera mungkin.
e. Fase Modifikasi
Evaluasi terhadap program yang tengah dilaksanakan untuk kemudian
menyiapkan program cadangan sebagai penyesuaian terhadap keadaan yang
akan terjadi
f. Fase Penyelesaian
Fase relaksasi bagi organisasi dimana adanya anggapan bahwa isu telah mereda
dan dapat menjadi positif jika perencanaan telah dilaksanakan dengan baik.

D. Pengaruh Keperawatan pada Kebijakan dan Praktik Perawatan Kesehatan


Perawat lebih terlibat dalam pembaharuan perawatan kesehatan. Nursing’s Agenda for
Health Care Reform mendorong lahirnya system perawatan kesehatan yang mudah
diperoleh, berkualitas dan pelayanan baik dengan biaya yang rasional (Tri Council,
1991).
Aktivitas dan komitmen politik merupakan bagian dari profesionalisme dan politik
merupakan aspek yang penting dalam memberikan perawatan kesehatan. Oleh sebab itu
perawat tidak boleh memandang politik sebagai suatu urusan yang kotor, tetapi sebagai
suatu kenyataan dimana termasuk di dalamnya seni mempengaruhi, bernegosiasi, dan
interaksi social. Perawat telah terlibat dalam bentuk politik yang berbeda disekolah
keperawatan dan di tempat perawatan kesehatan ketika mencari tambahan sumber daya,
peningkatan kemandirian, dan tanggung gugat terhadap penguasa. Keterampilan yang
diperoleh melalui pengalaman dapat ditransfer ke dalam politik pembuatan kebijakan
perawatan kesehatan.
Sepanjang perawat mempertahankannya keterlibatannya dalam kebijakan dan praktik
asuhan kesehatan, informasi yang tidak tepat dari pihak luar tidak dapat memaksakan
keinginan mereka pada keperawatan dan praktik keperawatan. Kelompok bukan
keperawatan, sering kali disampaikan oleh pemberi perawatan kesehatan yang lain,
mencoba untuk menekankan aturan perizinan institusi, pendidikan yang berkelanjutan
yang baku, pembatasan praktik keperawatan lanjutan, dan aturan lain yang berkenaan
dengan profesi dimana profesi tersebut harus memiliki suara sendiri dalam memberikan
keputusan dalam hal tersebut di atas dan berbagai bidang lain yang mempengaruhi
kualitas asuhan keperawatan. Walaupun perawat telah mencegah terjadinya pelanggaran
pada aturan profesi, keperawatan dimasa yang akan datang menuntut perawat baik secara
individu maupun kelompok untuk mendapatkan lebih banyak lagi pengaruh pada
kebijakan asuhan kesehatan yang mempengaruhi praktik keperawatan.
Seputar RUU Keperawatan, Achir menuturkan bahwa tahun 2005 RUU sudah
diterima DPR. Tetapi sampai tahun 2007, RUU tersebut belum juga dikerjakan. Melihat
tidak seriusnya para legislator, maka PPNI melalui Gerakan Nasional 12 Mei 2008
mendorong RUU ini diundangkan paling lambat 2009. Akhirnya, melalui keputusan
tanggal 16 Desember 2008 RUU Keperawatan masuk dalam Proglegnas tahun 2009
urutan ke-26.
Lebih lanjut, ia menjelaskan situasi konkret yang kerap terjadi antara masyarakat atau
pasien dengan perawat. Di saat tertentu, ada pasien yang hendak diperiksa tetapi tidak
ada dokter, yang ada hanya perawat. Dalam situasi dilematis ini, jika perawat menolak
memeriksa maka ia akan "diadili" oleh pasien atau masyarakat. Tapi jika perawat
memeriksa, maka ia akan dikenai sanksi hukum. "Itu bisa terjadi karena kita belum ada
UU Keperawatan. Yang ada hanya Kepmenkes. Itu kalah dengan UU Kedokteran," jelas
Achir .
Menurutnya, sudah banyak kasus "diciduknya" perawat oleh kepolisian terkait
persoalan di atas. Diantaranya di Pati, Wonogiri, Kaltim, Banten, dan tempat lain.
Supaya hal tersebut tidak terjadi, maka harus ada batasan yang jelas, mana yang boleh
dan tidak boleh dilakukan oleh seorang perawat. Ini merupakan kebijakan pemerintah
untuk segera mengesahkan UU keperawatan.
Bapak Zuber Safawi, SHI.( anggota DPR RI periode 2004-2009) menyampaikan cara
paling efektif agar UU keperawatan bisa disahkan adalah kesadaran anggota DPR RI
tentang urgensi UU keperawatan perlu ditumbuhkan sehingga menjadi kesadaran kolektif
seluruh anggota DPR RI, pendekatan dan loby kepada pimpinan DPR RI dan seluruh
anggota fraksi agar terbentuk fungsi representatif dari seluruh anggota fraksi (seluruh
anggota fraksi anggota DPR RI yang berjumlah 45 orang sepakat RUU keperawatan
disahkan), jika hal ini bisa terlaksana maka RUU keperawatan akan dengan mudah
disahkan. Tidak hanya loby saja, aksi besar-besaran untuk mendongkrak opini publik
sangat diperlukan baik di tingkat wilayah dan nasional (PPNI, perawat, mahasiswa dan
stakeholder terkait) dengan begitu RUU yang sekarang posisinya masih di baleg bisa
dengan mudah masuk ke pimpinan DPR dan mendapat persetujuan semua fraksi, dan
proses seterusnya bisa berlajalan lancar sampai UU keperawatan bisa disahkan.
Aksi massa turun ke jalan sangat perlu dilakukan guna penguatan dari proses loby dan
bisa mendongkrak opini publik, aksi massa sebaiknya dilakukan tepat saat sidang
paripurna, sidang paripurna dilakukan setiap hari selasa dan jika memang perlu
dilaksanakan sidang paripurna istimewa akan dilakukan secara terus menerus dalam
waktu 1 minggu.
E. Manfaat Trend dan Issue dalam Keperawatan
Pemanfaatan tekhnologi telehealth mempunyai banyak manfaat dan keuntungan bagi
berbagai pihak diantaranya pasien, petugas kesehatan dan pemerintah. Aspek kemudahan
dan peningkatan jangkauan serta pengurangan biaya menjadi keuntungan yang bisa
terlihat secara langsung Dengan adanya kontribusi telehealth dalam pelayanan
keperawatan di rumah atau homecare, akan banyak sekali manfaat yang dapat dirasakan
oleh pasien dan keluarga, perawat, instansi pelayanan kesehatan dan termasuk juga
pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Kesehatan. Namun demikian untuk bisa
mengaplikasikan telehealth dalam bidang keperawatan banyak sakali tantangan dan
hambatannya misalnya: faktor biaya, sumberdaya manusia, kebijakan dan perilaku.
Peluang Perawat dalam Memanfaatkan Trend Issue Jurnal. Perawat sangat berpeluang
dalam menerapkan teknologi Telenursing ini dimana perawat dapat memanfaatkan
komunikasi pada telenursing sehingga pelayanan asuhan keperawatan dapat berjalan
dengan baik. Telenursing adalah penggunaan tekhnologi dalam keperawatan untuk
meningkatkan perawatan bagi pasien (Skiba, 1998) Telenursing menggunakan tehnologi
komunikasi dalam keperawatan untuk memenuhi asuhan keperawatan kepada klien.
Teknologi berupa saluran elektromagnetik (gelombang magnetik, radio dan optik) dalam
menstransmisikan signal komunikasi suara, data dan video. Atau dapat pula di
definisikan sebagai komunikasi jarak jauh, menggunakan transmisi elektrik dan optik,
antar manusia dan atau computer. Salah satu contoh program tlehealth adalah homecare.
Sistem ini menyediakan audio dan video interaktif untuk hubungan antara lanjut usia di
rumah dan telehealth perawat. Perawat memasukkan data data pasien secara elektronik
dan menganalisanya, kalau perlu untuk dilakukan kunjungan, perawat akan melakukan
kunjungan ke pasien
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Makalah ini memperlihatkan bahwa keperawatan bukan profesi yang statis dan tidak
berubah tetapi profesi yang secara terus menerus berkembang dan terlihat dalam
masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode perawatan kesehatan berubah,
karena gaya hidup berubah dan perawat sendiri juga berubah. Berbicara tentang
keperawatan berarti berbicara tentang keperawatan pada suatu waktu tertentu.
Filosofi dan defenisi terkini dari keperawatan memperlihhatkan trend holistic dalam
keperawatan ditujukan pada manusia secara keseluruhan dalam segala dimensi, dalam
sehat dan sakit, dan dalam interaksinya dengan keluarga dan komunitas. Keperawatan
menetapkan diri dalam ilmu social dan bidang lain karena focus asuhan keperawatan
meluas.
Satu trend dalam pendidikan keperawatan adalah berkembangnya jumlah peserta didik
keperawatan yang menerima pendidikan dasar di sekolah dan universitas. Organisasi
keperawatan professional terus menerus menekankan pentingnya pendidikan bagi perawat
dalam mendapatkan dan memperluas peran baru.
Trend praktik meliputi perkembangannya berbagai tempat praktik dimana perawat
memiliki kemandirian yang lebih besar. Perawat secara terus menerus meningkatkan
otonomi dan penghargaan sebagai anggota dari tim asuhan kesehatan. Peran perawat
meningkat dengan meluasnya focus asuhan keperawatan.
Trend dalam keperawatan sebagai profesi meliputi perkembangan aspek-aspek dari
keperawatan yang mengkarakteristikan keperawatan sebagai profesi, meliputi pendidikan,
teori, pelayanan, otonomi dan kode etik. Aktivitas dari organisasi professional
keperawatan menggambarkan seluruh trend dalam pendidikan dalam praktek keperawatan.
Akhirnya, seluruh hal yang mempengaruhi keperawatan juga menggambarkan trend dalam
keperawatan kontemporer.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini membuat penulis dan pembaca dapat mengetahui secara
mendalam tentang trend dan issue keperawatan di masa yang akan datang. Tetapi dalam
makalah ini penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih jauh dari kesempurnaan.
Penulis mengharapkan saran atau kritikan membangun dari pembaca demi kesempurnaan
penulisan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Fanny. 2014. Trend dan isu keperawatan terkini. Semarang (online)


Tersedia : https://id.scribd.com/doc/2250878/trend-dan-isu-keperawatan-terkini
(diakses 18-11-2019)

Mohammad, Nabilels .2009. Informasi Pendidikan Keperawatan di Indonesia. Yogyakarta


(online) Tersedia:
http://kmpk.ugm.ac.id/id/UPPDF/_working/No.2_dwi%20ananto_01_05.pdf.
(diakses 17-11-2019)
Hamid, A. 2000. Kedudukan dan Peran Perhimpunan Profesi Keperawatan dalam
Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Ners di Masa Depan dan Era
Kesejagatan. Seminar: Jakarta.
Ma’arifin Husin .1999. Perubahan dan Keperawatan di Indonesia. Makalah Seminar
Nasional: Jakarta.
http://mariberbagi-c.blogspot.co.id/2011/04/makalah-trend-dan-issue-keperawatan.html
pkko.fik.ui.ac.id/Telenursing%20Trend%20&%20I.
https://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/04/tren-dan-issue-legal-dalam-
keperawatanprofesional/
TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN DI MASA YANG AKAN
DATANG

Dosen Pembimbing :
Ika Puspitasari S.Kep., Ns, M. Kep.
Disusun Oleh :
1. Ilfin Nurdiana (201914401013)
2. Malika Bulgis (201914401018)
3. Sherlysta Elga Afriska (201914401023)
4. Zainatul Ulwiyah (201914401027)
STIKES AR RAHMA MANDIRI INDONESIA
GEMPOL – PASURUAN
TAHUN AJARAN 2019 – 2020

Anda mungkin juga menyukai