Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK PROFESI

OLEH:

Tesa Aprianti

(2330282041)

CI Akademik CI Klinik

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

T.A 2023 / 2024


LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS SINDROM


1. Konsep Dasar
A. Definisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2012).
Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai hyaline membrane disease (HMD) (Suriadierita Yulianni,2006).
Sindrom gawat napas RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru.
(Surasmi, dkk, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwaRespiratory Distress Syndrom atau sindrom
gawat nafas adalah gangguan pada sistem pernafasan yang disebabkan
keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru.

(Gambar 2,respiratory distress sindrom, RDS)

B. Anatomi Fisiologi Pernafasan

Sistem pernapasan termasuk hidung , rongga hidung dan sinus , faring ,


laring (kotak suara),trakea (tenggorokan ) , dan saluran-saluran yang lebih
kecil yang mengarah ke pertukaran gas di permukaan paru-paru . Saluran
pernapasan terdiri dari saluran udara yang membawa udara dari dan ke
permukaan tersebut . Saluran pernapasan dapat dibagi menjadi bagian
konduksi dan bagian pernapasan . Bagian konduksi terdapat dari jalan masuk
udara dihidung ke rongga hidung ke bronkiolus terkecil dari paru-paru .
Bagian pernapasan termasuk saluran bronkiolus pernapasan dan kantung udara
halus , atau alveoli ( al - VE ) , di mana terjadi pertukaran gas . Sistem
pernapasan termasuk saluran pernapasan dan jaringan terkait , organ , dan
struktur pendukung . Saluran-saluran kecil ini menyesuaikan kondisi udara
dengan menyaring , pemanasan , dan melembabkan itu , sehingga melindungi
bagian konduksi yang peka dan melindungi pertukaran sistem pernapasan
bawah dari partikel-partikel , patogen , dan lingkungan ekstrem .( Martini et al
2012)

(Gambar 2, Anatomi pernafasan)

Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut, rongga
hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru- paru (bronkiolus,alveolus).
Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan
bersambung dengan lapisan faring dan selaput lender. Faring adalah pipa berotot yang
berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesofagus pada
ketinggiantulang rawan krikoid. Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring,
orofaring dan laringofaring kemudian Laring, laring berperan untuk pembentukan
suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan.
Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin
kartilago yang terdiri dari tulangtulang rawan yang terbentuk seperti C. Bronkus
merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali
untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil.
Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya
secara berurutan adalah bronki,bronkiolus,bronkiolus terminalis, bronkiolus
respiratorik, duktus alveolar, Nose Nasal Cavity Oral Cavity Larynx Trakhea Pharynx
Right Primary Bronchus Lungs 8 dan alveoli. Dibagian bronkus masih disebut
pernafasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru disebut intrapulmonary.
Terakhir adalah Paru-paru yang berada dalam rongga torak,yang terkandung dalam
susunan tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu
struktur blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-paru berbentuk seperti
spins dan berisi udara dengan pembagian udara Antara Paru kanan, yang memiliki
tiga lobus Dan paru kiri dua lobus (Setiadi, 2007).

C. Etiologi
Menurut (Marmi & Rahardjo, 2012) penyebab RDS (Respiratory Distress
Syndrome) pada neonatus yaitu terdiri dari:
a. Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi
rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes
melitus, dan lain-lain.
b. Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
c. Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli,
prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
d. Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan
lain-lain.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru.Sementara afiksia
neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidak mampuan bayi
beradaptasi terhadap asfiksia.Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya
masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.
Menurut Suriadidan Yulianni(2010)etiologi dariRDSyaitu:
2.1.2.1 Ketidakmampuan paru untukmengembangdan alveoli terbuka.
Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan
kurang sempurna.Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara,sehingga pada bayi premature dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas.
2.1.2.2 Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrate serum (saringan serum protein),difagosit oleh makrofag.
2.1.2.3 Berat badan bayi lahir kurang dari2500 gram.
2.1.2.4 Adanya kelainan di dalam dan diluar paru.Kelainan dalam paru yang menunjukan
sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum ,penyakit membran hialin
(PMH).
2.1.2.5 Bayi premature atau kurang bulan.
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan.Produksi surfaktan ini dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22,semakinmuda usia kehamilan,maka semakin besar pula
kemungkinan terjadi RDS.

D. Klasifikasi
Dibagi menjadi dua stadium, yaitu :
1) Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru,
edema interstisial atau elveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis,
dan kerusakan pada sel alveolar tipe I (Somantri, 2009).
2) Fibroproliferati
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II,
peningkatan tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru,
hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrolisis interstisial,
dan peningkatan ruang rugi ventilasi(Somantri, 2009).
Pada foto thorak menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1) Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara
2) Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran air broncogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai
ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3) Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan
paru terlihat lebih opaque (white lung) dan bayangan jantung hampir
tidak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
4) Stadium 4
Seluruh thorak sangat opaque (white lung) sehingga jnatung tidak
dapat terlihat.
(Warman, Waskito, & Romadhon, 2012).
E. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan
kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang
diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai
dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke
35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan
ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps
dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps
paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia,
retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan
asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi
kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun,
penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia
pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress
intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.Vulnus punctum
terjadi akibat penusukan benda tajam,sehingga menyebabkan contuiniutas
jaringan terputus.Pada umumya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi
proses peradangan atau inflamasi.Dalam hal ini adapeluang besar terjadinya
infeksi hebat.

F. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak
beberapa jam setelah kelahiran. Kasus RDS kemungkinan besar terjadi pada
bayi yang lahir prematur.
Menurut (Surasmi, dkk 2013) Gejala utama Gawat napas / distress respirasi
pada neonatus yaitu :
1) Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
2) Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96
jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
3) Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
4) Grunting : suara merintih saat ekspirasi
5) Pernapasan cuping hidung

Tabel 1. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes


Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat

Menurut (Manuaba, 2012) tanda-tanda yang mungkin ditunjukkan oleh bayi


yang mengalami RDS di antaranya:
1) Napas cepat
2) Lubang hidung melebar ketika bernapas
3) Retraksi (Ketika bayi bernapas dengan cepat, kulit tertarik di antara tulang rusuk
atau di bawah tulang rusuk).
4) Bising saat bernapas atau mendengkur.
5) Bibir, bantalan kuku, dan kulit berwarna kebiruan karena kekurangan oksigen,
yang disebut dengan sianosis
Biasanya gejala RDS akan memburuk pada hari ketiga. Saat bayi membaik, ia
memerlukan lebih sedikit oksigen dan bantuan mekanis untuk bernapas. Gejala RDS
mungkin tampak seperti kondisi kesehatan lainnya.

G. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :


1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara
( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yangmenetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita
yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alatrespirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular :
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasimekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan
merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang
dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,


tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masagestasi.
2. Retinopathyprematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada respiratory distress syndrome menurut Warman
(2012), antara lain:
1) Tes Kematangan Paru
a) Tes Biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion,makajumlah fosfolipid dalam
cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan,sebagai tolak ukur
kematangan paru.
b) Test Biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan
amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsure yang lain dari cairan amnion seperti
protein,garamempedu dan asam lemak bebas.Bila didapatkan ring yang utuh
dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion:ethanol)merupakan
indikasi maturitas paru janin.Pada kehamilan normal,mempunyai nilai prediksi
positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS.
2) Analisis Gas Darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolic dan respiratorik bersamaan dengan
hipoksia.Asidosis muncul karena atelectasis alveolus atau over distensi jalan
napas terminal.
3) Darah rutin dan hitung jenis
Leukositosis menunjukkan adanya infeksi.Neutropenia menunjukkan infeksi
bakteri.Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
4) Glukosa Darah
Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat menyebabkan atau
memperberat takipnea.
5) Pulse Oximetry
Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
6) Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan reticular granular atau gambaran
ground-glass bilateral,difus,air bronchograms,dan ekspansi paru yang
jelek.Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus
yang terisi udara didepan alveoli yang kolap.Bayangan jantung bias normal
atau membesar.Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi
prenatal,diabetes maternal,paten tductus arteriosus(PDA),kemungkinan
kelainan jantung bawaan.Temuan ini mungkin berubah dengan terapi
surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang adekuat.

I. Penatalaksanaan Medis

Menurut Sudarti & Fauziah. (2013)tindakan untuk mengatasi masalah


kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

J. Penatalaksanaan secara umum perawatan


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga patensi jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
d. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
e. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan
pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea
of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar.
Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan
napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
f. Gangguan nafas sedang
 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal,
bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan
sungkup
 Bayi jangan diberi minum
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat
atau ketuban pecah dini (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk
masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum
ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi
kemungkinan besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu
kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-
tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis.
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan
kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa
lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak
dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai
salah satu cara pemberian minum.
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada
alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat
dipulangkan.
g. Gangguan nafas berat
 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul
gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis
dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di
rumah sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas
antara 30-60 kali/menit.
K. Penatalaksanaan secara Medis
1) Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal
a. Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal
b. Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal
untuk mencegah kehilangan volume selama ekspirasi
c. Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi
d. Fisioterapi dadaTindakan kardiorespirasi tambahan
2) Pertahankan kestabilan suhu
3) Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
4) Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin
5) Lakukankan transfusi darah seperlunya
6) Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi
7) Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan
sampel darah
8) Berikan obat yang diperlukan
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS
adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan
menurunkan caiaran paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan
untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
 Terapi surfaktan: surfaktan sintetik diberikan melalui sisi pada
tube endotracheal dalam 2x suntikan bolus, contoh: Exosurf,
Infasurf, Alveofact
 Nitric Oxide inhalasi
 Narkotik/benzodiazepin untuk mengurangi nyeri dan
ketidaknyamanan pada bayi, contoh: Lorazepam dan Fentanyl
 Sodium bicarbonat untuk metabolic acidosis
 Diuretik untuk mengurangi odema, perlu pertimbangkan risk :
benefit.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami
misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga
berbentuk surfaktan buatan).

2. Asuhan Keperawatan Teoritis


1) Pengkajian
a. Identitas
b. Pengkajian terhadap factorresiko
1) Maternal : Usia, riwayat kesehatan yang lalu, perkembangan socialdan riwayat
pekerjaan.
2) Obsetrik : Parity, periode, kondisi kehamilan terakhir
3) Perinatal : Antenatal, informasi prenatal maternal health (DM,jantung)
4) Intra Partumevent :
a) Usia gestasi : Lebih dari 34 minggu sampai dengan 42 minggu.
b) Lama dan karakteristik persalinan : Persalinan lama pada kala I dan II KPD 24 jam.
c) Kondisi ibu : Hipo/Hiper tensi progsif perdarahan, infeksi.
d) Keadaan yang mengidentifikasi fetaldisstres HR lebih dari 120 x sampai dengan 140 x /
menit.
e) Penggunaan analgesic
f) Metode meahirkan : Sectio Caesaria, Forsep, Vakum
c. Pengkajian Fisik
1) Eksternal : Perhatikan warna, bercak warna , kuku, lipatan pada telapak kaki, periksa
potensi hidung dengan menutup sebelah lubang hidung sambil mengobservasi pernafasan
dan perubahan kulit.
2) Dada
Palpasi untuk mencari detak jantung yang terkencang, auskultasi untuk menghitung denyut
jantung, perhatikan bunyi nafas pada setiap dada.
a) Abdomen : Verifikasi adanya abdomen yang berbentuk seperti kubam atau tidak ada
anomaly, perhatikan jumlah pembuluh darah pada tali pusat.
b) Neurologis : Periksa tonus otot dan reaksi reflex.
d. Pemeriksaan Penunjang
e. Nilai APGAR
Skor APGAR, Skor optimal harusantara 7 sampai 10.Pernafasan pada bayi baru lahir
normal biasanya 30 sampai 60 x/menit.Pola periodic dapat terlihat.Bunyi napas
bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya. Silindrik torak: kartilago xifoid
menonjol, umum terjadi.
APGAR SCORE 0 1 2
Skor
Appearance Pucat Bedan merah, Seluruh tubuh
ekstermitas biru kemerahan
Pulse Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Grimace Tidak ada Sedikit gerakan Menangis,
mimic batuk/bersin
Activity Lumpuh Beberapa fleksi Pergerakan aktif
ekstensi
Respiration Tidak ada Lemah tidak Menangis kuat
teratur

f. Pengkajian
1) Aktivitas/Istirahat
Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama, bayi tampak semi koma saat tidur ;
meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata cepat, tidur sehari rata-
rata 20 jam.
2) Pernapasan dan Peredaran Darah
Bayi normal mulai bernapas 30 detik sesudah lahir, untuk menilai status kesehatan bayi
dalam kaitannya dengan pernapasan dan peredaran darah dapat digunakan metode
APGAR Score. Namun secara praktis dapat dilihat dari frekuensi denyut jantung dan
pernapasan serta wajah, ekstremitas dan seluruh tubuh, frekwensi denyut jantung bayi
normal berkisar antara 120-140 kali/menit (12 jam pertama setelah kelahiran), dapat
berfluktuasi dari 70-100 kali/menit (tidur) sampai 180 kali/menit (menangis).Pernapasan
bayi normal berkisar antara 30-60 kali/menit warna ekstremitas, wajah dan seluruh tubuh
bayi adalah kemerahan.Tekanan darah sistolik bayi baru lahir 78 dan tekanan diastolik
rata-rata 42, tekanan darah berbeda dari hari ke hari selama bulan pertama kelahiran.
Tekanan darah sistolik bayi sering menurun (sekitar 15 mmHg) selama satu jam pertama
setelah lahir. Menangis dan bergerak biasanya menyebabkan peningkatan tekanan darah
sistolik.
3) Suhu Tubuh
Suhu inti tubuh bayi biasanya berkisar antara 36,50C-370C.Pengukuran suhu tubuh dapat
dilakukan pada aksila atau pada rektal.
4) Kulit
Kulit neonatus yang cukup bulan biasanya halus, lembut dan padat dengan sedikit
pengelupasan, terutama pada telapak tangan, kaki dan selangkangan.Kulit biasanya
dilapisi dengan zat lemak berwarna putih kekuningan terutama di daerah lipatan dan
bahu yang disebut vernikskaseosa.
5) Keadaan dan Kelengkapan Ekstremitas
Dilihat apakah ada cacat bawaan berupa kelainan bentuk, kelainan jumlah atau tidak
sama sekali pada semua anggota tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki juga lubang
anus (rektal) dan jenis kelamin.
6) Tali Pusat
Pada tali pusat terdapat dua arteri dan satu vena umbilikalis.Keadaan tali pusat harus
kering, tidak ada perdarahan, tidak ada kemerahan di sekitarnya.
7) Refleks
Beberapa refleks yang terdapat pada bayi :
a) Refleks moro (refleks terkejut). Bila diberi rangsangan yang mengagetkan akan terjadi
refleks lengan dan tangan terbuka.
b) Refleks menggenggam (palmergraps). Bila telapak tangan dirangsang akan memberi
reaksi seperti menggenggam. Plantargraps, bila telapak kaki dirangsang akan memberi
reaksi.
c) Refleks berjalan (stepping). Bila kakinya ditekankan pada bidang datang atau diangkat
akan bergerak seperti berjalan.
d) Refleks mencari (rooting). Bila pipi bayi disentuh akan menoleh kepalanya ke sisi yang
disentuh itu mencari puting susu.
e) Refleks menghisap (sucking). Bila memasukan sesuatu ke dalam mulut bayi akan
membuat gerakan menghisap.
8) Berat Badan
Pada hari kedua dan ketiga bayi mengalami berat badan fisiologis.Namun harus waspada
jangan sampai melampaui 10% dari berat badan lahir.Berat badan lahir normal adalah
2500 sampai 4000 gram.
9) Mekonium
Mekonium adalah feces bayi yang berupa pasta kental berwarna gelap hitam kehijauan
dan lengket. Mekonium akan mulai keluar dalam 24 jam pertama.
10) Antropometri
Dilakukan pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas dan panjang
badan dengan menggunakan pita pengukur. Lingkar kepala fronto-occipitalis 34cm,
suboksipito-bregmantika 32cm, mentooccipitalis 35cm. Lingkar dada normal 32-34 cm.
Lingkar lengan atas normal 10-11 cm. Panjang badan normal 48-50 cm.
11) Seksualitas
Genetalia wanita ; Labia vagina agak kemerahan atau edema, tanda vagina/himen dapat
terlihat, rabas mukosa putih (smegma) atau rabas berdarah sedikit mungkin ada.
Genetalia pria ; Testis turun, skrotum tertutup dengan rugae, fimosis biasa terjadi.

Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif
2) Defisit nutrisi

Intervensi Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif
Manajemen jalan napas

Observasi

1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)


2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt (jaw-thrust jika curiga


trauma servikal)
2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi


2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

2) Defisit nutrisi
Observasi :

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
3. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
4. Monitor berat badan
5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
6. Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan konseling menyusui
7. Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui

Terapeutik

1. Timbang berat badan


2. Ukur antropometrik komposisi tubuj (mis. Indeks massa tubuh, pengukuran
pinggang dan ukuran lipatan kulit)
3. Gunakan teknik mendengarkan aktif
4. Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar
5. Dukung Ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui
6. Libatkan sistem pendukung: suami, keluarga, tenaga kesehatan dan
masyarakat.

Edukasi

1. Ajarkan teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu


2. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
3. Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan perlekatan (latch on) dengan benar
4. Ajarkan perawatan payudara antepartum dengan mengkompres dengan kapas
yang telah diberikan minyak kelapa
Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya
(intervensi).
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang
telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dan
berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2019.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kurniawan & Wiwin. 2020. Hubungan antara Diabetes Melitus Gestasional dan Berat
Badan Lahir dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada Neonatus di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.Samarinda: Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur.
Nugraha, Satya Adi. 2014. Low Birth Weight Infant With Respiratory Distress Syndrome
(Jurnal). Lampung: Faculty Of Medicine Universitas Lampung.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai