Anda di halaman 1dari 3

Refleksi TOPP – Bulan April

Nama : Fr. Fernando Septian Lopo M. Ambanu, OFMConv


Judul : "Ketiga Kaul – Ketaatan, Kemiskinan dan Kemurnian."

Sebagai seorang biarawan tentunya ada kaul religius yang diikrarkan. Hal yang serupa
telah dan sedang saya hidupi saat ini. Perlu adanya kesadaran diri setiap religius dalam
menghayati dan menghidupi ketiga kaul yang diikrarkan. Sehingga kaul yang diikrarkan bukan
hanya sebatas untaian kata dalam bentuk beberapa kalimat yang diungkapkan di hadapan Tuhan,
pimpinan dan Gereja. Ada beberapa nilai yang saya telah refleksikan terkait dengan ketiga kaul
mengingat, bahwa tidak lama lagi saya akan mengikrarkan kaul meriah.

Pengikraran kaul meriah bukanlah sebuah keputusan yang mudah dan tidak memiliki
dampak yang besar bagi saya. Menurut saya ini adalah sebuah keputusan yang serius sebelum
dilaksanakan. Banyak tanggungjawab dan sikap kedewasaan yang diminta dari diri setiap
saudara yang mengikrarkan kaul meriah. Semua ini tentunya dapat diputuskan dari pihak saya
setelah melihat berbagai perkembangan dan kematangan yang ada dalam diri saya. Tentunya
refleksi saya tidak terlepas dari keempat dimensi pendidikan yang ada dalam Ordo menurut
ketetapan yang dibuat dalam konstitusi.

Dimensi Manusiawi

Sebagai seorang manusia biasa sifat dan kelemahan manusiawi tidak dapat saya hindari.
Setiap hari, jam, menit dan detik kecenderungan untuk mengikuti kelemahan manusiawi
tentunya ada dalam diri setiap orang. Namun itu tidak berarti, bahwa setiap manusia selalu lemah
dalam menghadapi situasi yang ada dalam dirinya. Begitu juga dengan para religius khususnya
saya secara pribadi. Saya melihat hal ini sebagai sebuah hal yang tabuh melainkan sebuah
kenormalan dalam hidup.

Terkait dalam ketiga kaul saya akan mencoba untuk membahas satu persatu;
Ketaatan

Kaul ketaatan merupakan salah satu sikap yang sulit dilakukan oleh manusia pada
umumnya. Tentunya fenomena ini terjadi, karena kemampuan berpikir yang dimiliki oleh setiap
manusia. Saya meyakini, bahwa setiap manusia memiliki idealis dalam berpikir dan
memproyeksikan masa depannya. Namun bukan itu yang ingin saya sampaikan. Saya lebih
melihat, bahwa fenomena ini tentu terjadi dalam diri setiap pribadi manusia.

Berbagai pendidikan yang saya dapatkan selama di skolastikat khususnya pendampingan


psikologi membuat saya sadar, bahwa berbagai karakter dan sifat yang ada dalam diri setiap
orang tidak bersifat permanen. Tentunya semua ini saya katakan karena kita semua mengetahui,
bahwa manusia adalah makhluk dinamis. Manusia bisa berubah kapan saja dan dimana saja ia
berada tergantung pada setiap situasi yang ia alami.

Namun yang ingin saya katakana di sini adalah lebih kepada bagaimana manusia mampu
mengolah diri dan meminimalisir setiap sikap yang kurang baik. Sikap tersebut tentunya
memiliki dampak baik itu bagi diri personal tersebut maupun terhadap orang-orang yang ada di
sekitarnya. Sehingga dirinya maupun orang lain tidak dirugikan karena sikapnya. Tujuan adanya
kaul ketaatan saya lihat sebagai bentuk formasi yang membantu manusia untuk meminimalisir
sikap egois yang ada dalam dirinya. Sikap tersebut tentunya memiliki banyak dampak baik itu
positif maupun negatif. Sehingga dalam tahap pendidikan awal saya harus lebih baik menggali
setiap nilai-nilai yang ada dalam kaul ketaatan sebagai pedoman bagi saya dalam menjalani
panggilan saya.

Kemiskinan

Dimensi Spiritual
Dimensi Intelektual

Dimensi Pastoral

Anda mungkin juga menyukai