Anda di halaman 1dari 10

Nama : Jesyka Lorenza

NIM : 421074
Mata Kuliah : Farmasi Klinik
Kelas : S1 Farmasi Alih Jenjang
Dosen : apt. Tripeni Kurniati, M.Farm

KASUS 1
Seorang pasien wanita bernama AC merasa sering lelah, sering buang air kecil, dan kehausan.
Kadar glukosa puasanya 250 g/dl,HbA1c 9,6%, tekanan darah 145/88mm Hg, LDL-c 187 mg/dl.
Tinggi nyonya AC 5’3” dan tinggi 180 lbs, BMI 31,9. Nyonya AC berusia 43 tahun, ras Amerika
Afrika, tidak minum alkohol danmerokok. Pasien memiliki DM gestasionalpada kehamilan
keduadan ketiganya. Ibu dan nenek pasien menderita DM, ayah pasienmeninggal karena infark
miokardia pada usia 49 tahun, dan ibu pasien meninggal karena stroke pada usia 76 tahun. Inisial
terapi pasien yaitu dengan metformin 500 mg perhari, kemudian pasiendiminta untuk
memodifikasi gaya hidup, dan pasien juga diedukasimengenai penyakit, terapi, dan
komplikasinya.
Tiga bulankemudian pasien datang kembali, kadar gula darah puasa pasien160 mg/dl, HbA1c
8,6%, namun LDL-c, BP, dan berat badan tidak berubah signifikan. Pasien mendapat terapi
tambahan 20 mg/harilisinopril dan 40 mg/hari simvastatin. Setelah 1 tahun, LDL-c danBP pasien
mengalami penurunan, namun kadar gula darah puasa pasien kembali meningkat (180-200
mg/dL dan HbA1c > 8%).Pasien mengakui sering lupa minum obat karena sibuk dan lupa. Terapi
pasien diubah, pasien diberikan 1500 mg/hari metformindan 4 mg/hari glimepirid. Setelah terapi
selama 3 bulan kadar guladarah puasa pasien 130 mg/dL, LDL-c 100 mg/dL, dan BP 130mg/dL.

Analisis SOAP
A. Subjek
AC wanita berusia 43 tahun
1. Patien medical history
• DM gestasional saat kehamilan kedua dan ketiga
2. Social history
• Tidak merokok
• Tidak minum alkohol
3. Medication
• 500 mg metformin 2 kali sehari
• Diminta untuk melakukan perubahan pola hidup (menurunkan berat badan)
Tiga bulan kemudian
• 20 mg/ hari lisinopril
• 40 mg/hari simvastatin
• 500 mg metformin 2 kali sehari
• Diminta untuk melakukan perubahan pola hidup (menurunkan berat badan)
Setahun kemudian
• 20 mg/ hari lisinopril
• 40 mg/hari simvastatin
• 500 mg/hari metformin
• 4 mg/hari glimepirid
4. Physical examination
• BMI : 31,9 kg/cm2
• Tinggi : 5’3”
• BP : 145/88 mm Hg
• Berat : 180 lbs

B. Objek
Data laboratorium enam bulan yang lalu

Saat datang Nilai Uji Normal


FPG 250 mg/dL < 100 mg/dL
LDL-c 187 mg/dL < 100 mg/dL
HbA1c 9,6% < 6,7%

3 bulan kemudian Nilai Uji Normal


FPG 160 mg/dL < 100 mg/dL
HbA1c 8,6% < 6,7%

Setelah 1 tahun terapi Nilai Uji Normal


FPG 180-200 mg/dL < 100 mg/dL
HbA1c >8% < 6,7%

Setelah 1 tahun 3 bulan Nilai Uji Normal


FPG 130 mg/dL < 100 mg/dL
LDL-c 100 mg/dL < 100 mg/dL

C. Assesment
Dari data yang diberikan, diketahui pasien memiliki DMgestasional saat kehamilan pertama
dan kedua namun tidakdisebutkan pada usia berapa. Penderita DM gestasional
berisikolebih besar untuk untuk menderita lagi diabetes dikemudian hari.Pasien merasakan
kelelahan, kehausan, dan sering huang air kecilmerupakan tanda atau gejala dari diabetes
melitus yang diderita.
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belumsepenuhnya terungkap dengan jelas.
Faktor genetik (ibu dan nenekmenderita DM) dan pengaruh lingkungan cukup besar
dalammenyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas (BMI pasien 31,9 = obesitas
tingkat 1), diet tinggi lemak dan rendahserat, serta kurang gerak badan. Obesitas merupakan
salah satufaktor pradisposisi utama. Penelitian terhadap mencit dan tikusmenunjukkan
bahwa ada hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan
gen-gen yangmerupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.
Penyakit hipertensi pasien merupakan sekunder yang disebabkan berat badan pasien yang
termasuk kategori obesitas kelas I (BMI > 30). pasien berpotensi untuk tekena CHD selainitu
riwayat keluara pasien menunjukkan ayah pasien meninggalkarena infark miokardia.
Diabetes melitus menyebabkanabnormalitas karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin ataupun penurunan sensitivitas
insulin.Abnormalitas metabolisme lemak menyebabkan hiperlididemia pada pasien (LDL-c
> 100 mg/dl).

D. Plan
Tujuan dari terapi farmakologi yaitu untuk menormalkan guladarah, tekanan darah, dan
profil lipid pasien serta untuk mencegahterjadinya Coronary Heart Disease (CHD).
1. Diabetes Melitus tipe 2
Target terapi diabetes melitus pasien yaitu kadar gula darah puasa110-130 mg/dL dan
HbA1c < 7%. Fisrt line drug dalam terapi pengobatan diabetes melitus tipe 2 antara lain
sebagai berikut:
Dalam kasus ini dokter memberikan 500 mg metformin 2 kalisehari kepada pasien
sebagai first line drug. Metforminmenghambat proses glukoneogenesis dan
meningkatkan penggunaan glukosa jaringan.
a) Metformin
Dosis inisial 500 tiap 12 jam atau 850 mg perhari, ditingkatkan tiap 2 minggu.
Dosis pemeliharan yaitu 1500-2250 mg perhari, dibagi tiap 8-12 jam.
Setelah 3 bulan terapi, terjadi penurunan kadar gula darah puasa pasien menjadi
160 mg/dL dan hasil pengujian HbA1c pasien yaitusebesar 8,6%. Pasien sering lupa
meminum obatnya, sehinggasetelah 1 tahun terapi gula darah puasa pasien tidak
mengalami perbaikan dengan kisaran kadar 180-200 mg/dL dan HbA1c
>8%.Karena target terapi tidak tercapai, dokter mengubah terapi DMdengan
memberikan 1500 mg/hari metformin dan sulfonil urea 4mg/hari glimepirid.
b) Metformin
Dosis : 500 mg 2 kali sehari
c) Glimepirid
Dosis : 4mg/hari
Setelah 3 bulan terapi dan konseling yang intensif kadar gula darah pasien
mengalami penurunan menadi 130 mg/dL. Ini berarti, targetterapi DM tipe 2 pasien
sesuai harapan.

2. Hipertensi
Pasien menderita hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2, makatarget tekanan darah
menurut JNC8 yang harus dicapai setelahterapi yaitu sebesar < 140/80 mm Hg.
JNC8 merekomendasikan diuretik tiazid sebagai fisrt line drug untuk terapi hipertensi,
adanya diabetes melitus tipe 2menyebabkan peningkatan aktivitas RAAS sehingga
pemilihanACEi merupakan pilihan yang lebih baik. ACEi akan menginhibisiangiotensin I
menjadi angiotensin II yang merupakanvasokonstriktor kuat dan stimulus aldosteron.
Inhibitor ACE jugamencegah sintesis senyawa vasokonstriktor lainnya seperti
prostaglandin E2 dan prostasiklin. Dalam kasus ini doktermemutuskan memberikan
ACEi lisinopril untuk terapi
a) Lisinopril
Dosis 2,5 mg/hari ditingkatkan menjadi 10 mg/hari diminum setelah/sesudah
makan pada pagi hari.
Setelah 1 tahun 3 bulan, tekanan darah pasien menjadi 130/80 mmHg. Target terapi
hipertensi pasien telah tercapai.

3. Hiperlipidemia
Golongan statin efektif menurunkan kadar kolesterol total danLDL dan merupakan
terapi utama untuk mayoritas pasienhiperlipidemik. Statin adalah inhibitor HMG KoA
reduktase yangmemblok sintesis kolestrol. Dokter memberikan obat antihiperlipidemia
golongan statin (Simvastatin 40mg/hari) untukmenurunkan profil lipid pasien. Setelah 1
tahun 3 bulan, terapihiperlipidemia pasien mencapai target.
a) Simvastatin
Dosis 40 mg perhari obat diminum setelah atau sebelum makan sebelum tidur

Drug Related Problems (DRPs) dalam kasus 1


1. Indikasi tanpa obat
Dalam kasus ini pasien menderita obesitas tingkat 1, menurutalgrtma terapi pasien
merupakan penderita obesitas tingkat 1dengan faktor risiko hipertensi, dislipidemia, dan
DM, terapi yangsebaiknya diberikan yaitu obat dan penurunan berat badan.
Dokter menyarankan pasien untuk menurunkan berat badan,namun tidak terjadi perubahan
signifikan terhadap berat badan pasien. Selanjutnya, dokter dapat memberikan orlistat.

2. Obat tanpa indikasi


Tidak ditemukan

3. Ketidaktepatan pemilihan obat


Tidak ditemukan ketidaktepatan pemilihan obat.

4. Dosis obat kurang atau berlebih


Tidak ditemukan

5. Interaksi
Obat A Obat B Tingkat Interaksi
Lisinopril Glimepirid SIgnifikan Lisinopril meningkatkan efej glimemekanisme
sinergisme farmakologi.

** tidak perlu dilakukan pergantianmonitoring


terhadap pasien.

6. Efek samping
Tidak ditemukan

7. Kegagalan terapi
Tidak ditemukan
Saran
1. Modifikasi Lifestyle
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangiresistensi insulin dan
memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian
dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1csebanyak
0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM),dan setiap kilogram penurunan berat
badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori,
pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan.
Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300mg per hari. Sumber lemak
diupayakan yang berasal dari bahannabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak
jenuhdibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari
ikan, ayam (terutama daging dada), tahudan tempe, karena tidak banyak mengandung
lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari.
Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak
dapat dicerna olehtubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerapdirasakan
penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih.Disamping itu makanan sumber
serat seperti sayur dan buah- buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.

2. Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadargula darah tetap normal.
Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat,olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan
sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Adapun olahraga yang dapatdilakukan seperti
jalan pagi, lari pagi, bersepeda, dan berenang.

KASUS 2
John seorang pria berusia 60 tahun datang ke klinik. Dia memiliki riwayat penyakit hipertensi (20
tahun) dan angina (2 tahun). John merupakan perokok berat, 30 batang rokok perhari selama 48
tahun, namun dia berhenti merokok sejak 9 bulan yang lalu. Dia tidak memiliki riwayat
pendaharan gastrointestinal dan tidak memiliki riwayat alergi. Satu tahun yang lalu keterangan
dari general practioner (dokter umum) melaporkan bahwa john memilikin non ST segment
elevation myocardial infarction (NSTEMI), John menjalani percutaneous transluminal coronary
angioplasty dan insersi stent pada arteri koroner kiri. Setelah keluar dia mengikuti program
rehabilitasi jantung selama 6 bulan di rumah sakit tersebut. Setiap hari dia berjalan kaki selama
40 menit dan tidak ditemukan angina.
Pengobatan yang sekarang John dapatkan yaitu aspirin 100 mg perhari, clopidrogel 75 mg perhari,
perindopril 4 mg perhari, simvastatin 20 mg perhari. John kurang memahami tujuan dari terapi
yang dia dapatkan dan dia mengakui bahwa dia tidak selalu meminum obatnya. Hasil
pemeriksaan fisik tekanan darah Johm 145/85 mm Hg, denyut nadi 80/ menit, tidak ditemukan
aukultasi. Hasil echocardiogram enam bulan yang lalu menunjukan tidak ada gagal jantung. BMI
23,5 kg/m2. Hasil uji laboratorium enam bulan yang lalu menunjukkan hasil sebagian besar
normal, namun perlu diperhatikan kadar kolestrol total 5,5 mmol/L, LDL-c 3,9 mmol/L, HDLc 0,8
mmol/L, dan trigliserida 1,8 mmol/L.
Analisis SOAP
A. Subjek
John pria berusia 60 tahun
1. Patien medical history
• Hipertensi (sejak 20 tahun yang lalu)
• Angina (2 tahun)
• non ST segment elevation myocardial infarction (NSTEMI) (1 tahun yang lalu)
• percutaneous transluminal coronary angioplasty (1 tahun yang lalu)
• insersi stent pada arteri koroner kiri (1 tahun yang lalu)
2. Social history
• Mantan perokok berat (30 batang rokok perhari berlangsung selama 48 tahun)
• Berhenti merokok sejak 9 bulan yang lalu.
3. Medication history
• Aspirin 100 mg perhari
• Clopidrogel 75 mg perhari
• Perindopril 4 mg perhari
• Simvastatin 20 mg perhari
4. Physical examination
• BMI : 23,5 kg/cm2
• P : 80/menit, tanpa ditemukan aukultasi
• BP : 145/85 mm Hg

B. Objek
Data laboratorium enam bulan yang lalu
Saat datang Nilai Uji Normal
Kolestrol total olestrol total olestrol total
5,5 mmol/L 5,5 mmol/L 5,5 mmol/L
< 5,18 mmol/L < 5,18 mmol/L < 5,18 mmol/L
LDL-c LDL-c LDL-c

C. Assesment
Dari data yang diberikan, diketahui pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi selama 20
tahun, angina 2 tahun yang lalu, non ST segment elevation myocardial infarction yang
ditangani dengan percutaneous transluminal coronary angioplasty dan insersi stent pada
arteri koroner kiri 1 tahun yang lalu.
Penyakit jantung koroner merupakan penyumbatan pembuluh arteri koroner jantung akibat
pembentukan plaque (artherosklerotik) mengakibatkan suplai darah berkurang sehingga
suplai oksigen ke pembuluh darah jantung berkurang, apabila kondisi ini tidak ditangani bisa
berujung kepada iskemik myocardia. PJK yang progresif akan menyebabkan terjadinya
sindrom koroner akut (SKA). Manifestasi SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS,
Non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) atau ST elevation myocardial infarction
(STEMI).
NSTEMI merupakan infark miokardium tanpa elevasi segmen ST. NSTEMI disebabkan aliran
darah koroner menurun secara mendadak atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard
yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi kerena trombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya ruptur
plak yang tidak stabil. Obstruksi sebagian arteri koroner menyebabkan nekrosis jaringan
miokardium yang biasanya terbatas pada daerah subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST.
Lima faktor terpenting yang dimulai dari riwayat klinis yang berhubungan dengan adanya PJK,
diurutkan berdasarkan kepentingannya adalah:
1) Adanya angina (2 tahun yang lalu mengalami angina)
2) Riwayat PJK sebelumnya
3) Jenis kelamin (pria lebih berisiko terkena PJK)
4) Usia (Pasien memasuki usia lanjut, berhubunagan dengan penurunan fungsi organ)
5) Adanya penyakit seperti diabetes, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, merokok,
minum alkohol, serta kurangnya ativitas fisik berpengaruh 80% terhadap munculnya PJK
(Pasien mengidap hipertensi dan merupakan perokok berat selama 48 tahun)
Pasien menderita hipertensi selama 20 tahun, hipertensi yang terjadi dapat menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke jantung pasien berkurang yang
dapat berujung nekrosis jaringan miokardium. Penyakit hipertensi, angina, dan NSTEMI yang
diderita pasien dapat disebabkan oleh kebiasaan merokok pasien. Diketahui pasien
merupakan perokok berat selama 48 tahun, dan baru berhenti merokok 3 bulan setelah
operasi dilakukan. Di dalam rokok terdapat nikotin yang merangsang produksi adrenalin,
noradrenalin, dan hormon-hormon lainnya yang akan membuat jantung berdenyut lebih
keras, kencang, dan cepat. Kedaan ini dapat menyebabkan tekanan darah naik dan
menambah kebutuhan jantung akan oksigen. Selain itu, rokok juga mengandung karbon
monoksida yang cenderung berikatan dengan hemoglobin dalam darah pasien dan
membentuk karboksihemoglobin yang menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke
otot-otot jantung. Baik nikotin maupun karbon monoksida dapat menyebabkan keping-
keping darah menjadi lebih lengket dan mudah mengalami penggumpalan, sehingga
memperbesar risiko terjadinya trombosis. Berdasarkan data yang diberikan pasien, dapat
disimpulkan bahwa merokok dan hipertensi merupakan faktor penyebab terjadinya angina
yang berujung pada NSTEMI pasien.
Setahun yang lalu, pasien mengalami non ST segment elevation myocardial infarction
kemudian pasien mendapatkan percutaneous transluminal coronary angioplasty dan
insersi stent pada arteri koroner kiri 1 tahun yang lalu.
Percutaneous transluminal coronary angioplasty dan insersi stent pada arteri koroner
merupakan prosedur yang paling umum mengatasi penyakit arteri koroner. Prosedur ini
dianggap non-bedah karena hanya melibatkan dokter spesialis (cardiologist), dilakukan
dengan cara insersi balon dan stent ke dalam arteri yang bertujuan untuk mengatasi plak di
dalam pembuluh darah.
Setelah proses insersi dilakukan balon dan stent dilakukan, pasien mendapatkan terapi
aspirin 100 mg perhari, clopidrogel 75 mg perhari, perindopril 4 mg perhari, dan simvastatin
20 mg perhari. Pemberian obat-obatan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya
NSTEMI dan gagal jantung.
D. Plan
Tujuan dari terapi jangka pendek dari NSTEMI adalah untuk mengurangi dan mencegah
iskemik. Tujuan jangka panjang dari terapi adalah untuk mencegah terjadinya PJK dan SKA
yang dapat berujung gagal jantung serta untuk memperpanjang massa hidup pasien.
Penyakit arteri koronari dapat diatasi dengan cara berikut:
1) Mengurangi faktor resiko pencetus munculnya penyakit
2) Terapi farmakologi
3) Interventional procedures; PTCA, stent, coronary artery bypass graft (CABG) surgery,
transmyocardial laser revascularrization (TMR), dan enhanced external
counterpilsation (EECP)
Kejadian koroner sering terjadi dalam beberapa bulan setelah SKA. Dicapainya stabilisasi
klinik pasien tidaklah berarti bahwa proses patofisiologi yang mendasarinya juga sudah
tenang. Beberapa penyelidikan menemukan masih adanya kecenderungan pembentukan
trombin sampai 6 bulan setelah PTCA atau infark jantung. Dari riwayat terapi pasien, pasien
telah menjalani terapi interventional procedures yaitu dengan PTCA dan stent. Biasanya
aggregasi platelet dan trombosis yang tidak dapat dikendalikan lagi diatasi revaskularisasi
dengan PTCA dan stent. Setelah tindakan tersebut, pasien mendapatkan tereapi sebagai
berikut:
1. Terapi Farmakologi
Setelah menjalani PTCA dan insersi stent, pasien mendapatkan terapi sebagai berikut:
1) Aspirin
Dosis: 100mg perhari
Digunakan untuk menghambat aggresi platelet

2) Clopidrogel
Dosis: 75 mg perhari
Digunakan sebagai anti platelet

3) Perindopril
Dosis: 4 mg perhari
Digunakan sebagai antihipertensi, kardioprotektif, dan vaskuloprotektif

4) Simvastatin
Dosis: 20 mg perhari
Digunakan sebagai antihiperlipidemia, mengingat propil lipid pasien melebihi
batas normal, maka perlu ditambahkan simvastatin. Target kadar kolestrol pasien
dengan IHD kolestrol total < 4 mmol/L dan LDL 2 mmol/L.

2. Terapi non farmakologi


Pasien menjalankan terapi farmakologi yaitu sebagai berikut:
• Berjalan kaki 40 menit perhari
• Berhenti merokok
Pasien dapat disarankan untuk:
• Diet rendah kolestrol atau lemak dengan saturari rendah.
• Menjaga tekanan darah < 130/80 mm Hg.
• Pasien diedukasi mengenai tujuan dari terapi dan pentingnya terapi yang diberikan
kepadanya.
• Pasien dijelakan mengenai pentingnya mengurangi risiko SKA.
• Taat dan patuh terhadap terapi yang diberikan.

Drug Related Problems (DRPs) dalam kasus 2


1. Indikasi tanpa obat
Dalam kasus ini tidak ditemukan indikasi penyakit yang tidak diobati.

2. Obat tanpa indikasi


Dalam kasus ini, pemberian clopidrogel 75 mg/ hari sebaiknya dihentikan. Pemberian
kombinasi clopidrogel dan aspirin dosis rendah pasca PTCA dan stent disarankan selama 12
bulan. Setelah itu, maintenance terapi disarankan dengan hanya menggunakan aspirin
dosisi rendah.
Beta bloker sebaiknya diberikan kepada pasien yang pernah mengalami infark miokardiak
untuk menurunkan morbiditas dan martalitas. Atenolol 50 mg/hari, metoprolol 50-100 mg
dua kali sehari, dan propanolol 80 mg dua kali sehari merupakan pilihan beta bloker yang
biasa diberikan untuk maintenance.

3. Ketidaktepatan pemilihan obat


Tidak ditemukan ketidaktepatan pemilihan obat.

4. Dosis obat kurang atau berlebih


Dosis maintenance aspirin yaitu 81-325 mg/ hari, dalam kasus diberikan 100 mg/hari. Dosis
clopidrogel yang disarankan selama 12 bulan pasca PTCA dan stent adalah 75 mg/hari.
Dosis perindopril yang biasanya diberikan yaitu 4-8 mg/hari, dalam kasus diberikan 4
mg/hari. Dosis obat yang diberikan tidak kurang dan tidak berlebih.

5. Interaksi Obat
Obat A Obat B Tingkat Interaksi
Aspirin Clopidrogel SIgnifikan Aspirin dan clopidrogel meningkatkan
toksisitas keduanya melalui mekanisme
sinergisme farmakodinamik.

** Gunakan aspirin dosis rendah dan lakukan


monitoring.
Perindopril Signifikan/ Aspirin dan clopidrogel meningkatkan
monitor toksisitas keduanya. Aspirin menyebabkan
dengan penurunan efek dari perindopril melalu
ketat mekanisme antagonis farmakodinamik.

** Gunakan aspirin dosis rendah dan lakukan


monitoring.
6. Efek samping obat
Dalam kasus ini tidak ditemukan kejadiaan efek samping obat.

7. Kegagalan terapi
Dalam kasus ini tidak ditemukan kegagalan terapi.

Saran
Penyakit jantung koroner adalah kondisi di mana arteri koroner, yang memasok darah ke jantung,
menjadi tersumbat. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah, termasuk nyeri dada, sesak
napas, dan serangan jantung. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengobati
dan mencegah penyakit jantung koroner yaitu dengan perubahan gaya hidup berikut:
1. Berhenti merokok, merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit jantung
koroner. Berhenti merokok dapat membantu menurunkan risiko komplikasi dan
meningkatkan kesehatan jantung.
2. Makan makanan sehat: Konsumsi makanan kaya buah, sayur, dan biji-bijian. Kurangi
konsumsi makanan olahan, lemak jenuh, dan kolesterol.
3. Olahraga teratur, olahraga teratur selama 30 menit setiap hari dapat membantu
meningkatkan kesehatan jantung dan paru-paru.
4. Menjaga berat badan ideal, kelebihan berat badan dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung koroner. Menjaga berat badan ideal dapat membantu menurunkan risiko komplikasi.
5. Kelola stres, stres dapat memperburuk kondisi jantung koroner. Temukan cara untuk
mengelola stres, seperti meditasi, yoga, atau menghabiskan waktu di alam.

Anda mungkin juga menyukai