Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Transformasi Global Vol. 9 No.

2 [2022]
Universitas Brawijaya

Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya


Di Ukraina 2022
Khisna Kamalia Zulfa1, Puguh Toko Arisanto1, Khansa Rulif Mahadana1
1
Universitas Teknologi Yogyakarta

ABSTRACT
Western countries, as sender states, have imposed economic sanctions on Russia for its
invasion of Ukraine since February 2022. Sender states claimed that Russia had violated
international law and human rights. The economic sanctions imposed on Russia ranged from
freezing state and individual assets to terminating export-import activities to halt the
invasion. With a qualitative method, this paper seeks to analyse the effectiveness of the
economic sanctions imposed by sender states. The authors use the concept of economic
sanctions, although some scholars argue that most of them have proven ineffective in
changing the behaviour of the target. In line with this postulate, the authors found that
economic sanctions imposed by western countries and their allies on Russia are not effective.
Until August 2022, economic sanctions imposed on Russia were unable to stop Russia's
invasion of Ukraine. The authors argue that the ineffectiveness of the sanctions is influenced
by at least three factors: dependence on Russian energy, Russia's resistance to economic
sanctions, and Putin's individual factors.

Keywords: Economic Sanction, Russia Invasion, Sender, Target, Ineffective

ABSTRAK
Negara-negara Barat, sebagai negara pengirim, telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap
Rusia atas invasinya ke Ukraina sejak Februari 2022. Negara pengirim mengklaim bahwa
Rusia telah melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia. Sanksi ekonomi yang
dikenakan terhadap Rusia berkisar dari pembekuan aset negara dan individu hingga
penghentian kegiatan ekspor-impor untuk menghentikan invasi. Dengan metode kualitatif,
tulisan ini berupaya menganalisis efektivitas sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh negara
pengirim. Penulis menggunakan konsep sanksi ekonomi, meskipun beberapa ahli
berpendapat bahwa sebagian besar sanksi tersebut terbukti tidak efektif dalam mengubah
perilaku sasaran. Sejalan dengan postulat tersebut, penulis menemukan bahwa sanksi
ekonomi yang dikenakan oleh negara-negara barat dan sekutunya terhadap Rusia tidak
efektif. Hingga Agustus 2022, sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia tidak mampu
menghentikan invasi Rusia ke Ukraina. Para penulis berpendapat bahwa ketidakefektifan
sanksi dipengaruhi oleh setidaknya tiga faktor: ketergantungan pada energi Rusia, penolakan
Rusia terhadap sanksi ekonomi, dan faktor individu Putin.
Kata Kunci: Sanksi Ekonomi, Invasi Rusia, Pengirim, Target, Ketidakefektivan

[corresponding author: ptas002@gmail.com]


[150] Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya Di Ukraina 2022

PENDAHULUAN
Awal tahun 2022, pandemi Covid 19 masih menjadi atensi publik internasional.
Ditengah pandemi Covid 19, atensi publik internasional sedikit banyak teralihkan dengan
adanya invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 dan dianggap melanggar
tatanan hukum internasional. Rusia diklaim (khususnya negara-negara barat) telah melakukan
pelanggaran serius terhadap sejumlah aturan hukum internasional kontemporer seperti
hukum humaniter internasional, moralitas internasional dan kedaulatan bangsa (Juanda,
2022). Invasi Rusia terhadap Ukraina diawali dengan operasi militer khusus di perbatasan
kedua negara. Secara umum, penyebab invasi Rusia tersebut adalah keinginan Ukraina
sebagai negara yang berdekatan dengan Rusia untuk bergabung dengan The North Atlantic
Treaty Organization (NATO). Ukraina mengklaim bahwa penyatuan negaranya dengan
NATO maupun Uni Eropa dapat memberikan dampak yang lebih baik bagi mereka.
Keinginan Ukraina yang ingin menyatukan diri ke Uni Eropa maupun NATO mendapatkan
sambutan baik dari negara-negara Uni Eropa. Namun tidak dengan Rusia. Rusia menganggap
bahwa bergabungnya Ukraina ke NATO menimbulkan kekecewaan dan sekaligus ancaman
terhadap keamanan nasional Rusia. Perluasan keanggotaan NATO di wilayah Eropa Timur
berpotensi membahayakan keamanan nasional Rusia suatu hari nanti mengingat dalam
sejarahnya, wilayah Ukraina dijadikan jalur utama negara-negara barat untuk melakukan
invasi militer ke wilayah Uni Soviet (Rusia saat ini). Hal inilah yang mendorong Rusia untuk
melakukan demilitarization terhadap Ukraina dengan alasan keamanan nasional Rusia (Zikry,
2022). Selain itu, Rusia juga mengklaim bahwa tindakannya bukanlah sebuah invasi militer
namun sebuah operasi militer yang ditujukan menyerang titik-titik tertentu bukan untuk
membunuh masyarakat sipil.
Hingga awal Juli 2022, invasi Rusia setidaknya telah menyebabkan 120 ribu rumah
hancur, 6.4 juta penduduk Ukraina meninggalkan negerinya dan 6-7 juta penduduk
meninggalkan rumahnya dan mengungsi di wilayah Ukraina Barat (Harding, 2022). Badan
Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Office of the United
Nations High Commissioner for Human Rights (OCHCR) mengklaim bahwa Rusia telah
melakukan pelanggaran HAM yang jangkauannya luas atau secara masif selama melakukan
invasi di Ukraina. Rusia juga melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat serta merusak
fasilitas kesehatan. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah mengeluarkan resolusi HAM
yang telah disetujui oleh 141 negara yang menuntut agar Rusia menarik pasukannya dari
Ukraina. Keputusan diambil dalam Sidang Majelis Umum PBB Sesi Khusus Darurat
(Emergency Special Session) di New York (Mawardi, 2022).
Selain memberikan kecaman-kecaman melalui berbagai channel media guna
menghentikan invasi Rusia, negara-negara dunia khususnya negara barat dan sekutunya juga
menjatuhkan sanksi berupa sanksi ekonomi. Sanksi ekonomi pada umumnya merupakan
sebuah hukuman yang dapat diberikan oleh suatu negara atau sekelompok negara dalam
lingkup global maupun organisasi internasional kepada suatu negara lainnya maupun
perorangan yang dianggap telah melanggar ketentuan hukum internasional. Sanksi ekonomi
dapat diartikan pula sebagai salah satu bentuk diplomasi dengan pengendalian sosial melalui
paksaan yang umum digunakan oleh suatu pihak untuk menekan kekuatan dari entitas lain
tanpa perlu terlibat langsung dalam perang. Sanksi ekonomi umumnya ditujukan untuk
Jurnal Transformasi Global [151]

mengubah perilaku atau kebijakan entitas yang ditarget. Sanksi ekonomi terhadap Rusia
diinisiasi oleh negara-negara barat seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Perancis,
Perancis, Jerman dan sebagainya. Disisi lain, Uni Eropa sebagai organisasi regional juga
memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. Sanksi yang dikeluarkan diantaranya adalah
larangan impor batu bara, bahan kimia, kayu, dan komoditas lain seperti kayu, karet, semen,
pupuk, makanan laut kelas atas seperti kaviar, minuman beralkohol seperti Vodka. Tidak
hanya itu, Uni Eropa juga membekukan aset Bank Sentral Rusia yang menyasar perusahaan
keuangan, antariksa, hingga wilayah udara Eropa untuk pesawat Rusia (CNN Indonesia,
2022). Sanksi ekonomi terhadap Rusia juga diikuti negara Asia seperti Jepang untuk
membatasi impor batu bara dari Rusia (Newswire, 2022). Pemberlakuan larangan impor
minyak Rusia oleh Presiden AS Joe Biden juga diikuti oleh sejumlah perusahaan
multinasional, seperti Apple, McDonald's hingga Starbucks yang telah menghentikan
operasinya di Rusia (Sinuhaji, 2022). Alasan diberikannya sanksi ekonomi adalah untuk
memberi dukungan non militer terhadap Ukraina. Dengan demikian diharapkan Rusia dapat
mempertimbangkan untuk menghentikan invasi terhadap Ukraina dikarenakan potensi
permasalahan ekonomi yang Rusia akan hadapi. Dalam artikel ini, dengan menggunakan
konsep sanksi ekonomi, penulis hendak memaparkan efektivitas sanksi ekonomi negara barat
kepada Rusia atas invasinya di Ukraina. Selain itu, penulis juga memaparkan beberapa faktor
efektivitas sanksi ekonomi tersebut.

KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Sanksi Ekonomi
Keberhasilan suatu negara dalam pemenuhan kepentingan nasional terletak pada
bagaimana negara tersebut menggunakan instrumen ekonomi dalam politik luar negerinya.
Istilah ini sering disebut sebagai economic statecraft. Baldwin (1985) menyatakan bahwa
keahlian atau seni dalam hubungan internasional adalah bagaimana negara mampu
memengaruhi aktor internasional baik negara maupun non negara yang dituju dengan
menggunakan berbagai instrumen ekonomi.
Secara umum, economic statecraft dapat dibagi menjadi dua yakni instrumen positif
dan instrumen negatif (Kaminski, 2017). Instrumen positif dilakukan dengan memberikan
insentif, reward atau bisa juga diistilahkan sebagai carrot kepada aktor yang dituju atau
ditarget. Contoh instrumen positif diantaranya penyediaan bantuan luar negeri, pengurangan
tarif impor, pemberian perlakuan favourable (menyenangkan) dalam perdagangan, subsidi
ekspor maupun impor, pemberian lisensi, pengurangan atau penghapusan pajak dalam
hubungan investasi asing dan sebagainya. Sedangkan instrumen negatif diimplementasikan
dengan memberikan sanksi ekonomi sebagai bentuk punishment atau bisa juga diistilahkan
dengan stick kepada aktor internasional. Instrumen negatif berupa sanksi ekonomi biasanya
berupa embargo, boikot, pembekuan aset, penangguhan bantuan, pemberlakuan kenaikan
tarif impor, pemberlakuan kuota impor, dumping, pencabutan kepemilikan, diskriminasi tarif
yang tidak menyenangkan dan sebagainya (Baldwin, 1985). Pemberi sanksi ekonomi atau
biasa disebut sebagai sender berasal dari organisasi internasional, negara dan kumpulan-
kumpulan negara. Sedangkan pihak yang dijatuhi sanksi atau disebut sebagai target biasanya
[152] Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya Di Ukraina 2022

adalah negara tetapi bisa juga adalah individu-individu (Hufbauer, Jeffrey, Kimberly, &
Barbara, 2009). Negara-negara senders pada umumnya memiliki tingkat perekonomian yang
lebih besar atau lebih tinggi daripada negara target.
Sanksi ekonomi sebagai bentuk instrumen negatif dari economic statecraft, bukanlah
hal baru dalam konstelasi politik internasional. Sanksi ekonomi telah banyak dipraktikkan
oleh negara-negara dunia khususnya negara-negara barat pada era perang dingin. Selama
periode tersebut, penggunaan sanksi ekonomi menjadi instrumen politik luar negeri yang
populer atau dengan kata lain penggunaan sanksi ekonomi dalam politik luar negeri semakin
meningkat sehingga mengundang kalangan akademisi untuk membahasnya (Losman, 1979).
Selain itu, negara-negara barat kini lebih memilih menggunakan sanksi ekonomi daripada
kekuatan militer. Sanksi ekonomi bersifat coercive (memaksa) atau mengancam yang secara
umum bertujuan mengubah perilaku atau kebijakan dari pihak yang ditarget. Sanksi ekonomi
terkadang diklaim sebagai kekuatan ekonomi yang dikendalikan oleh kelompok kepentingan
nasional tertentu melalui penarikan bantuan yang dilakukan oleh pemerintah atau kegiatan
lain yang terjadi di negara target, atau ancaman penarikan hubungan perdagangan dan
keuangan. Motif dibalik sanksi ekonomi yakni menghukum, mencegah dan memulihkan.
Sanksi dapat dijatuhkan untuk menghukum suatu negara atas tindakan yang dilakukan atau
untuk mencegah suatu negara untuk tidak menjalankan tindakan tertentu dalam jangka
pendek (Andréasson, 2008).
Sejak tahun 1960 hingga 1980, pertanyaan yang banyak bermunculan berkaitan studi
sanksi adalah apakah sanksi ekonomi merupakan instrumen kebijakan luar negeri yang
efektif. Tahun 1990an, akhirnya para penstudi melakukan penelitian mengenai kapan dan
bagaimana sanksi ekonomi dapat berhasil atau efektif, mengapa negara memberikan sanksi
dan mengapa beberapa sanksi bertahan lebih lama daripada yang lainnya. Terkait keefektifan
sanksi ekonomi, Hufbauer dkk pada tahun 1990an menyimpulkan bahwa persentase
keefektifan sanksi ekonomi terhadap negara yang ditarget hanya menunjukkan angka sekitar
33% pada waktu itu (Hufbauer, Schott, & Elliott, 1990). Bahkan, Robert Pape mempertegas
pendapat Hufbauer dkk bahwa sanksi ekonomi hampir dipastikan tidak berhasil.
Keberhasilan sanksi ekonomi hanya sekitar 5% bukan 33% sehingga sanksi ekonomi adalah
bentuk kegagalan yang menyedihkan (Pape, 1998). Menurutnya sanksi atau pemaksaan secara
militer dianggap lebih manjur dibandingkan sanksi ekonomi. Pesimisme Hufbauer dkk dan
Pape (1990 & 1998) juga menegaskan pendapat Wallerstein (1968) bahwa sanksi ekonomi
sangat efektif dalam menggambarkan penolakan negara pemberi sanksi namun hampir sangat
tidak berguna sebagai sarana untuk mengubah kebijakan atau perilaku negara yang ditarget.
Morgan dan Schwebach (1997) yang lebih fokus pada kapan sanksi ekonomi berhasil
atau efektif daripada apakah sanksi ekonomi berhasil, menyimpulkan bahwa sanksi-sanksi
sangat jarang berhasil. Sanksi ekonomi dapat berjalan efektif jika menimbulkan biaya yang
tinggi harus dibayarkan oleh target sehingga meningkatkan kesuksesan (Morgan &
Schwebach, 1997). Sebaliknya, biaya yang tinggi yang harus dibayarkan oleh pemberi sanksi
justru dapat menurunkan efektivitas sanksi itu sendiri. Mengikuti conventional wisdom
bahwa semakin besar daya rusak suatu sanksi maka semakin besar efektifitasnya, Morgan dan
Jurnal Transformasi Global [153]

Schwebach mengusulkan sebuah gagasan untuk memberikan sanksi kepada populasi atau
masyarakat domestik negara target. Dengan kata lain, daripada menargetkan pemerintah yang
berkuasa, sanksi ekonomi lebih efektif jika ditujukan kepada masyarakat domestik negara
target. Namun, sanksi kepada masyarakat domestik di negara target juga berdampak negatif
pada negara pemberi sanksi. Semakin kuat daya sanksi, semakin merugikan kepentingan
ekonomi negara pemberi sanksi misalnya kelompok industri domestik dari negara pemberi
sanksi. Selain itu, semakin lama sanksi yang diberikan, negara target dapat kebal terhadap
sanksi lebih lama. Berdasarkan penjelasan kerangka teoritis dalam artikel ini, tulisan in
menawarkan argumentasi bahwa sanksi ekonomi yang diberikan negara-negara barat dan
sekutunya tidak efektif mengubah kebijakan atau perilaku Rusia. Hingga akhir September
2022, Rusia tetap melakukan invasi terhadap Ukraina meskipun berbagai sanksi ekonomi
diberlakukan.
Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan jenis penelitian deskriptif
analitis. Dalam penerapannya, penulis berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan
secara mendalam dan komprehensif mengenai fenomena yang diteliti yakni sanksi ekonomi
atas Rusia. Penulis menjelaskan secara detail, mengenai sanksi ekonomi atas Rusia dan
menjelaskan faktor-faktor atas kegagalan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Data diperoleh
dari sumber kepustakaan seperti buku, artikel jurnal, website, berita online dan sebagainya.
Data yang diperoleh merupakan kumpulan sumber hingga September 2022.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sanksi ekonomi Sender States terhadap Rusia
Wigell and Aaltola (2019) menjelaskan bahwa kekuatan ekonomi sebuah bangsa
dapat digunakan untuk menekan kepentingan negara lain. Ketergantungan antar negara
dipengaruhi oleh geoekonomi, dimana kekuatan geoekonomi ini lah yang digunakan negara-
negara barat yang dipimpin AS untuk memberikan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Sanksi
ekonomi merupakan sebuah cara yang digunakan negara-negara barat dan sekutunya dalam
memberikan hukuman kepada musuhnya. Merespon atas tindakan Rusia yang
memproklamirkan operasi militernya (invasi) atas Ukraina, negara-negara barat memberi
dukungan penuh terhadap Uraina dengan dengan memberikan bantuan persenjataan dan
memberikan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Setidaknya, sanksi ekonomi diharapkan dapat
menekan Rusia agar invasinya terhadap Ukraina dihentikan. Sanksi ekonomi negara-negara
barat yang dijatuhkan kepada Rusia merupakan salah satu cara untuk melemahkan
perekonomian Rusia. Dalam konteks sanksi ekonomi, negara-negara sekutu tidak hanya
membidik negara Rusia sebagai target, masyarakat sipil dan lingkup pemerintahan presiden
Putin pun terkena imbas dari sanksi ini (Primadhyta, 2022). Dengan memberikan sanksi yang
bertubi-tubi diharapkan Rusia akan menurunkan intensitas serangannya terhadap Ukraina.
Cara yang diambil negara-negara barat untuk memberi sanksi ekonomi terhadap Rusia
diantaranya dengan membekukan aset negara, aset dan harta individu, pemberhentian
kegiatan ekspor-impor, penghentian perjalanan wisata, dan masih banyak lainnya (Wigell &
Aaltola, 2019). Negara yang yang menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia setidaknya
terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Uni Eropa dan Jepang.
[154] Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya Di Ukraina 2022

Amerika Serikat (AS) merupakan salah satu negara yang memberikan sanksi ekonomi
paling banyak terhadap Rusia. Melalui presiden nya, Joe Biden, AS kerap menggelar sidang
senat yang membahas mengenai sanksi ekonomi yang ditujukan terhadap Rusia. Dalam
sejarah hubungan AS-Rusia, sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh AS terhadap Rusia bukan
salah satu hal baru karena kedua negara ini seringkali saling menjatuhkan sanksi ekonomi
semenjak terjadinya perang dingin hingga bubarnya Uni Soviet dan munculnya Federasi Rusia
sebagai pewaris Uni Soviet. AS memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia yang bertujuan
untuk memberikan pengaruh terhadap agresivitas Rusia, dikarenakan AS sebagai raksasa
ekonomi dunia diyakini dapat memberi tekanan kepada Rusia (Wigell & Aaltola, 2019).
Sanksi ekonomi oleh AS yang dijatuhkan kepada Rusia berfokus untuk menghancurkan
ekonomi dalam negeri, menurunkan mata uang rubel Rusia dan mengisolasi Rusia dari sistem
keuangan global.
Selain AS, Inggris juga turut memberikan sanksi ekonomi akibat invasi Rusia ke
Ukraina. Inggris melalui perdana menterinya Boris Johnson mengumumkan sanksi ekonomi
kepada Rusia dan memberikan berbagai macam bantuan terhadap kebutuhan Ukraina guna
mempertahankan wilayahnya yang diduduki
Rusia. Johnson mengatakan bahwa sanksi ekonomi yang dijatuhkan Inggris terhadap
Rusia dapat memperburuk masa depan Rusia sehingga dapat memaksa Rusia untuk berpikir
ulang jika masih melanjutkan invasinya di Ukraina. Setidaknya hingga Juli 2022, sanksi
ekonomi yang diberikan Inggris (bersama AS dan EU) yakni sanksi terhadap lebih dari 1000
individu dan perusahaan Rusia yang memiliki cabang di Inggris, yang mana 8 diantaranya
dimiliki oleh sahabat dekat Vladimir Putin. Inggris menyatakan bahwa sanksi ekonomi
tersebut dapat dihentikan setelah perjanjian damai antara Rusia dan Ukraina dapat dicapai
(BBC, 2022).
Uni Eropa (UE) sebagai organisasi regional dan merupakan gabungan dari banyak
negara Eropa memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. UE menerapkan kebijakan
pemberhentian impor minyak dan gas alam dari Rusia. Hal ini bertujuan untuk melemahkan
perekonomian Rusia sehingga terjadi kekacauan internal di pemerintahan dan masyarakat
Rusia. Selain itu UE juga memberikan pembatasan dari ekspor impor kebutuhan pokok
seperti bahan pangan dan buah buahan, gandum, semen, karet, kayu dan produk minuman
beralkohol yang berasal dari Rusia. UE juga melakukan freezing assets (pembekuan aset)
terhadap 900 pengusaha yang berasal dari Rusia dan larangan bepergian masuk kawasan UE.
Sanksi ekonomi juga diberikan kepada 18 perusahaan yang memiliki aset dan investasi di UE.
Dengan dibekukannya aset bagi perusahaan dan individu Rusia yang memiliki aset di Uni
Eropa menambah daftar sanksi ekonomi yang diterima oleh Rusia (CNN Indonesia, 2022).
Selain AS, Kanada negara tetangga AS, salah satu negara kawasan Amerika Utara
yang memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia yang diungkapkan melalui pernyataan
Perdana Menterinya, Justin Turdeau pada 24 Februari 2022. Kanada mengikuti langkah AS
dalam hal pemberian sanksi ekonomi kepada Rusia dan memberikan bantuan militer
terhadap Ukraina. Tepatnya pada 9 Juni 2022, Kanada telah menyita sebesar C$ 400 juta
berupa aset dan uang yang dimiliki individu-individu dari Rusia. Sekitar 1000 orang Rusia
Jurnal Transformasi Global [155]

yang memiliki aset di Kanada ini terancam tidak bisa memiliki asetnya kembali. Selain itu
pemerintahan Turdeau ini juga melarang kegiatan perdagangan dan ekspor-impor dari Rusia
(Zuraya, 2022).
Jepang yang merupakan salah satu negara Asia dan anggota G7 juga memberikan
sanksi ekonomi kepada Rusia. Sanksi ekonomi yang diberikan Jepang kepada Rusia
merupakan tindakan yang diharapkan memberikan efek jera kepada Rusia akibat invasinya
ke Ukraina. Jepang memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia sejak 24 Februari 2022 yang
merupakan awal invasi Rusia ke Ukraina. Fumio Khisida, Perdana Menteri Jepang,
menegaskan bahwa Jepang telah membekukan aset perbankan yang berasal dari Rusia serta
pemberhentian impor minyak dan batu bara dari Rusia (Japantimes, 2022). Selain itu,
setidaknya selama Mei dan Juni 2022, Jepang telah membekukan aset dua Bank Rusia dan 25
orang Rusia dan melarang ekspor ke 81 organisasi Rusia. Negara matahari terbit tersebut juga
menargetkan bank sentral Rusia, membatasi akses negara itu ke sistem pembayaran
internasional SWIFT, serta melarang ekspor peralatan kilang minyak yang terikat ke Rusia
(Dora, 2022). Jepang juga berencana memberikan sanksi tambahan jika organisasi G7 yang
berada di belakangnya menambahkan sanksi dan mengajak negara lain untuk memberikan
sanksi.
Dari sanksi sanksi yang dikeluarkan dapat diklasifikasikan sanksi sanksi ekonomi yang
diberikan terhadap Rusia diantaranya:
Tabel 1: Daftar Klasifikasi Sanksi Ekonomi Negara Negara terhadap Rusia

Sumber: Agustiyanti, 2022 dan CNN Indonesia, 2022


Sanksi Ekonomi Tidak Efektif: Rusia Tetap Melanjutkan Invasinya di Tengah
Sanksi Ekonomi
[156] Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya Di Ukraina 2022

Segala tindakan yang dianggap melanggar hukum internasional baik itu dilakukan
oleh perorangan, kelompok kepentingan maupun negara tentunya akan mendapat perhatian
lebih oleh masyarakat internasional pada umumnya. Hal ini dikarenakan adanya hubungan
antara hukum internasional dengan perilaku negara, hukum internasional dibuat oleh
masyarakat internasional sehingga hukum internasional dapat dikatakan berasal dari pola
pikir masyarakat internasional. Konteks ini mengarah pada munculnya respon dari
masyarakat internasional yang meliputi aktor-aktor global terhadap tindakan yang melanggar
hukum internasional. Respon yang diberikan pun cukup beragam dimulai dari aksi untuk
mengecam tindakan pelanggaran hukum internasional, bertindak sebagai negara yang netral,
atau bahkan mendukung tindakan pelanggaran hukum internasional demi kepentingan
negaranya. Contoh respon dan solusi pemecahan masalah negara pelanggar hukum
internasional adalah dengan memberikan sanksi ekonomi. Terlepas dari pesimisme para
penstudi hubungan internasional, sanksi ekonomi diharapkan mampu menghentikan
tindakan negara yang melanggar hukum internasional karena ekonomi merupakan sektor
penting dalam menunjang keberlangsungan hidup masyarakat di suatu negara, terlebih lagi
pada saat kondisi pandemi Covid-19.
Salah satu tindakan yang melanggar hukum internasional adalah adanya invasi ke
wilayah atau negara lain, seperti yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina yang dimulai
pada tanggal 24 Februari 2022. Dengan adanya invasi tersebut, Rusia sebagai negara
pelanggar telah mendapat berbagai bentuk sanksi ekonomi sebagai bentuk respon dan solusi
dari aktor-aktor internasional. Sanksi ekonomi yang diberikan berupa pemutusan hubungan
ekspor-impor, pembekuan aset, investasi dan perekonomian individu dan keluarga politikus
Rusia, membatasi Rusia untuk melakukan perdagangan global dan penggunaan berbagai
layanan, dan lain sebagainya (CNN Indonesia, 2022). Sanksi ekonomi terhadap Rusia ini telah
dilayangkan oleh sejumlah negara anggota, UE dan NATO bahkan organisasi internasional
yaitu PBB yang misi utamanya adalah menjaga perdamaian dunia.
Penulis beragumen bahwa sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia tidak
efektif. Hal ini mengingat hingga akhir September 2022, Rusia masih melakukan invasinya di
wilayah Ukraina di tengah sanksi ekonomi yang diberikan. Ini menunjukkan bahwa sanksi
ekonomi dari negara-negara anggota NATO, UE dan PBB (AS dan sekutunya) tidak mampu
mengubah perilaku atau kebijakan negara target yakni Rusia, bahkan Rusia malah semakin
agresif dalam menginvasi Ukraina dan menunjukkan sikap tidak menyerah atas kebijakan
invasinya hingga tujuannya tercapai. Adapun jika Rusia menghentikan invasinya, penulis
melihat bukan karena sanksi ekonominya namun lebih kepada Rusia telah mencapai tujuan
invasinya. Dalam konteks lain, penulis melihat bahwa sanksi ekonomi akan menjadi
bumerang bagi negara-negara sender. Sanksi ekonomi justru berpotensi membuat
perekonomian negara-negara sender dalam keadaan sulit. Ada beberapa hal yang
menyebabkan sanksi ekonomi terhadap Rusia gagal.
Pertama adalah karena ketergantungan negara-negara sender terhadap pasokan
minyak dan gas (migas) dari Rusia. Dengan fakta ini, Rusia dapat memainkan politik energi
dalam bentuk sanksi energi negara-negara sender. Rusia menyerang balik negara-negara
Jurnal Transformasi Global [157]

sender dengan kekuatan migasnya. Rusia merupakan salah satu penghasil migas terbesar di
dunia dan Rusia telah melakukan kalkulasi politik yang cermat melalui kekuatan energinya
sehingga hal ini dapat dianggap sebagai kesalahan perhitungan dari pihak Barat. Sejauh ini,
UE bergantung pada Rusia sekitar 40 persen dari gas alam Rusia. Wakil Sekretaris Dewan
Keamanan Rusia Mikhail Popov mengungkapkan bahwa AS telah meningkatkan impor
minyak mentah dari Rusia hingga sebesar 43% atau sekitar 100.000 barel per hari di akhir
Maret 2022 (Fajrian, 2022). Hal ini membuktikan bahwa AS masih bergantung pada minyak
dari Rusia. Dengan adanya sanksi ekonomi, harga migas akan semakin meningkat dan Rusia
akan mendapatkan surplusnya sehingga dapat dikatakan bahwa sanksi ekonomi yang
diberikan ini akan ikut menjatuhkan negara-negara sender khususnya UE dan AS. Hal ini
diperparah dengan adanya fakta bahwa tidak mudah untuk mencari pengganti minyak dari
Rusia lantaran produksi-produksi minyak di dunia dibatasi oleh Organisasi Negara-negara
Pengekspor Minyak Bumi (OPEC). Fakta ini semakin memperlancar serangan balik Rusia
kepada negara Eropa dan AS (Kabar24.Bisnis.com, 2022). Selain sanksi energi, Rusia juga
memainkan sistem pembayaran yakni mewajibkan negara-negara pengimpor migas untuk
membayarnya dengan menggunakan rubel, bukan dolar AS maupun mata uang Euro.
Dengan adanya kewajiban tersebut, nilai mata uang Rusia yang diprediksi turun justru
berpotensi mengalami kenaikan dalam kurs mata uang internasional.
Berikut adalah gambaran penurunan ekonomi akibat terganggunya perolehan minyak
dan gas di negara Eropa dan AS:
Tabel 2: Penurunan Ekonomi Akibat Terganggunya Perolehan Minyak dan Gas di Negara
Eropa dan AS
No. Nama Jumlah Dampak
Negara atau Penurunan
Institusi
1. Jerman Turun 5% dari target Dampak yang ditimbulkan bagi negara
yang diharapkan Jerman adalah mampu mendorong Jerman
tahun 2022. ke dalam resesi dan ikut mendorong harga
konsumen yang juga telah naik signifikan.
Jerman menyebut dampak ekonomi bagi
Jerman dari penghentian pembelian
minyak, gas, dan batu bara Rusia dapat
menelan biaya 180 miliar euro (US$ 195
miliar). Hal ini setara dengan Rp 2.798
triliun (asumsi kurs Rp 14.350/US$).
[158] Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya Di Ukraina 2022

2. Amerika Turun menjadi Dampak yang ditimbulkan bagi AS adalah


Serikat sekitar 9 persen pada sebagai berikut :
tanggal 7 Maret 2022
dengan adanya 1. Kenaikan harga gas alam
lonjakan minyak berdampak pada biaya manufaktur
Brent sebanyak 18 dan transportasi di banyak industri
persen dalam AS. Situasi ini diprediksi terus
hitungan menit. terjadi lantaran AS lebih banyak
gas ke Eropa untuk menebus
pasokan Rusia yang hilang akibat
sanksi.
2. Kenaikan harga migas telah
membuat orang Amerika marah
pada industri energi AS dan
pemerintah. Sehingga
memunculkan perselisihan.
3. AS yang pernah menjadi importir
besar gas alam, terpaksa berhenti
ekspor gas dan memprioritaskan
kebutuhannya sendiri.
4. Produksi gas di lokasi-lokasi
utama di AS telah melambat tahun
ini, sebagian karena kapasitas pipa
yang tidak mencukupi.
3. IMF pada Turunnya ekonomi Dampak yang ditimbulkan oleh sebagian
seluruh zona euro menjadi negara Uni Eropa adalah macetnya
negara-negara 2,8% dari diprediksi pertumbuhan ekonomi dan muncul risiko
Eropa yang pada Januari 2022 terjadi resesi baru yang membuat Eropa
bergantung sebesar 3,9%. semakin sulit untuk keluar dari krisis
pada Rusia utang. Disisi lain, pasar keuangan juga
bergejolak dengan pinjaman berbiaya
tinggi yang dilakukan oleh negara Uni
Eropa.
Sumber: Putri, 2022 dan Nurhadi, 2022
Sanksi ekonomi bisa efektif jika negara target memiliki ketergantungan terhadap
negara sender dan umumnya negara target memiliki perekonomian yang lebih lemah daripada
negara-negara sender. Dalam kasus sanksi ekonomi terhadap Rusia, penulis melihat justru
negara-negara sender memiliki ketergantungan berupa pasokan migas dari Rusia, sedangkan
Rusia tidak menggantungkan kebutuhan vitalnya kepada negara-negara sender. Artinya, jika
UE, AS dan sekutunya memberikan sanksi ekonomi kepada pihak Rusia baik kepada
pemerintahan maupun masyarakat Rusia, pihak Rusia masih bisa bertahan bahkan justru
negara-negara sender yang berpotensi mengalami kemunduran perekonomian lebih parah
daripada Rusia. Sanksi ekonomi negara-negara sender dapat menjadi senjata makan tuan bagi
negara-negara sender akibat serangan balik dari Rusia. Hal ini menegaskan bahwa
perekonomian global semakin menuju saling ketergantungan. Dewasa ini, selain dapat
Jurnal Transformasi Global [159]

mengurangi efektifitas sanksi ekonomi juga berpotensi merusak perekonomian negara-


negara sender.
Dalam konteks perbandingan kekuatan ekonomi dan militer, Rusia bukanlah negara
yang memiliki perekonomian yang lebih lemah jika dibandingkan dengan negara-negara
sender. Rusia masih dapat disandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Bahkan dalam
konteks militer, Rusia masih lebih terampil dan berpengalaman dalam menggunakan
kekuatan militer jika dibandingkan dengan Cina sebagai negara superpower. Hal ini
mengingat Rusia bisa dikatakan merupakan jelmaan dari Uni Soviet dan memiliki kekuatan
militer yang besar serta sangat berpengalaman dalam menggunakan kekuatan tersebut.
Faktor kedua atas ketidakefektifan sanksi ekonomi adalah resistensi Rusia terhadap
sanksi ekonomi. Rusia merupakan negara besar yang sering berkonflik dengan negara-negara
barat. Dalam konflik tersebut, negara-negara barat beberapa kali memberikan sanksi
ekonomi terhadap Rusia. Setidaknya sanksi ekonomi dilancarkan negara-negara barat pada
masa perang dingin dan pada kasus aneksasi Rusia atas Krimea. Dengan fakta tersebut,
penulis mengklaim bahwa Rusia sebagai negara sanctions-experiencing state sudah kebal atas
sanksi-sanksi ekonomi negara-negara barat. Hal ini diperkuat dengan faktor ketiga yakni
eksistensi individu Putin. Dalam konteks tipe pemimpin, penulis melihat bahwa Putin
merupakan seorang pemimpin yang cenderung agresif. Pemimpin yang agresif pemimpin
cenderung membutuhkan kekuasaan, memiliki kompleksitas konseptual yang rendah, tidak
percaya pada orang lain, memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan optimis bahwa mereka
memiliki kontrol atas peristiwa di mana mereka terlibat (Hermann, 1980). Dengan ciri seperti
ini, Putin juga bisa digambarkan sebagai sosok yang tegas dan tidak berhenti mengejar
tujuannya hingga tujuannya tercapai. Sanksi ekonomi dari negara-negara barat tidak
menyurutkan upaya Putin menginvasi Ukraina. Apalagi ditambah fakta bahwa Putin telah
menjadi pemimpin Rusia sejak awal tahun 1999 baik sebagai Perdana Menteri maupun
Presiden Rusia. Sebagai pemimpin yang telah berkecimpung memimpin Rusia, Putin sudah
beberapa kali berurusan dengan sanksi ekonomi negara-negara barat. Tentunya sebagai
pemimpin Rusia, Putin mengetahui strategi bagaimana menetralkan dan melawan sanksi
ekonomi negara-negara barat dengan mempertimbangkan kapasitas domestik yang dimiliki
Rusia. Kebijakan Rusia melawan balik melalui sanksi energi kepada negara-negara sender juga
tidak lepas dari pengalaman Putin dalam mengelola sanksi ekonomi

KESIMPULAN
Negara-negara barat dan sekutunya menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia
tidak lama setelah Rusia menginvasi Ukraina yang dimulai sejak akhir Februari. Berbagai
bentuk sanksi ekonomi dijatuhkan kepada Rusia dengan tujuan agar Rusia menghentikan
invasinya ke Ukraina. Namun, hingga akhir September 2022, Rusia tidak menghentikan
invasinya sehingga penulis menyimpulkan bahwa sanksi ekonomi dari negara-negara barat
tidak efektif. Hal ini sejalan dengan postulat bahwa sanksi ekonomi dalam banyak hal
cenderung tidak efektif merubah kebijakan atau perilaku target. Penulis menemukan
setidaknya ada tiga faktor atas ketidakefektifan sanksi ekonomi tersebut. Pertama yakni
ketergantungan negara-negara barat terhadap energi dari Rusia. Dalam kondisi ini, Rusia
menyerang balik negara-negara sender dengan kekuatan migasnya. Negara-negara sender
[160] Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya Di Ukraina 2022

berpotensi mengalami gangguan pasokan energi dan berdampak pada perekonomiannya.


Kedua adalah Rusia adalah negara yang kebal dengan sanksi ekonomi. Sebagai negara yang
beberapa kali dijatuhkan sanksi ekonomi oleh negara-negara barat, Rusia bisa dikatakan kebal
dengan sanksi ekonomi tersebut. Meskipun sanksi ekonomi berdampak pada perekonomian
Rusia, namun pola tersebut dapat diatasi oleh Rusia. Ketiga adalah faktor individual Putin
sebagai pemimpin yang agresif, tegas dan tidak berhenti mengejar tujuannya hingga tujuannya
tercapai. Ini juga ditambah dengan banyaknya pengalaman Putin yang lebih dari 20 tahun
menjabat sebagai pemimpin Rusia baik sebagai Perdana Menteri maupun Presiden Rusia.

DAFTAR PUSTAKA
Agustiyanti. (2022, Februari 22). Daftar Sanksi Ekonomi AS dan Sekutu ke Rusia karena
Memicu Perang. Retrieved from katadata.co.id:
https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/62187d258bf4a/daftar-sanksi-
ekonomi-as-dan-sekutu-ke-rusia-karena-memicu-perang
Andréasson, G. (2008). Evaluating the Effects of Economic Sanctions Against Burma. Lund:
Lund University.
Baldwin, D. (1985). Economic Statecraft. Princeton University Press.
BBC. (2022, March 27). Russia sanctions should end only after withdrawal. Retrieved from
BBC.com: https://www.bbc.com/news/uk-60890431
CNN Indonesia. (2022). Daftar Negara yang Bergantung Gas dari Rusia: Hungaria hingga
Belgia. Retrieved from
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220309152048-85-768873/daftar-
negara-yang-bergantung-gas-dari-rusia-hungaria-hingga-belgia
CNN Indonesia. (2022). Daftar Sanksi Ekonomi yang Diterima Rusia Pasca Serang Ukraina.
Jakarta. Retrieved from
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220226133455-532-764412/daftar-
sanksi-ekonomi-yang-diterima-rusia-pasca-serang-ukraina
CNN Indonesia. (2022). Uni Eropa Tetapkan Sanksi Ekonomi Baru atas Rusia. Jakarta.
Retrieved April 9, 2022, from
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220409070202-92-782509/uni-eropa-
tetapkan-sanksi-ekonomi-baru-atas-rusia
CNN Indonesia. (2022). Uni Eropa Tetapkan Sanksi Ekonomi Baru atas Rusia. Jakarta:
CNN.
Dora, G. E. (2022, Juni 7). Investor.id. Retrieved from -:
https://investor.id/international/295996/jepang-akan-bekukan-lagi-aset-2-bank-
rusia-1-bank-belarusia
Fajrian, H. (2022, April 05). Amerika Disebut Diam-diam Tingkatkan Impor Minyak dari
Rusia. Retrieved from katadata.co.id:
Jurnal Transformasi Global [161]

https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/624bfb08a0f0a/amerika-disebut-diam-
diam-tingkatkan-impor-minyak-dari-rusia
Harding, L. (2022, July 3). theguardian. Retrieved from
https://www.theguardian.com/world/2022/jul/03/liz-truss-mulls-seizure-of-
russian-assets-in-uk-to-give-to-ukraine
Hermann, M. G. (1980). Explaining Foreign Policy Behavior Using the Personal
Characteristics of Political Leaders. International Studies Quarterly, 8-9.
Hufbauer, G. C., Jeffrey, S., Kimberly, E., & Barbara, O. (2009). Economic Sanction
RECONSIDERED. Washington DC: Peterson Institute.
Hufbauer, G., Schott, J., & Elliott, K. (1990). Economic Sanctions Reconsidered: History
and Current Policy. Washington DC: Institute for International Economics.
Japantimes. (2022, Februari 25). Japan announces more sanctions on Russia after the Ukraine
invasion. Retrieved from japantime.co.jp:
https://www.japantimes.co.jp/news/2022/02/25/national/japan-new-russia-
sanctions
Juanda, O. z. (2022). Konflik Rusia-Ukraina, Hukum Internasional Bisa Apa?
Mediaindonesia.com. Retrieved from
https://m.mediaindonesia.com/opini/478687/konflik-rusia-ukraina-hukum-
internasional-bisa-apa
Kabar24.Bisnis.com. (2022). Perang Rusia-Ukraina: Sanksi Ekonomi terhadap Rusia Justru
Jatuhkan Eropa. Retrieved from
https://m.bisnis.com/amp/read/20220226/19/1505149/perang-rusia-ukraina-
sanksi-ekonomi-terhadap-rusia-justru-jatuhkan-eropa
Kaminski, T. (2017). Political Significance of Sovereign Wealth Funds. In T. Kaminski, P.
Wiśniewski, D. Urban, M. Obroniecki, & T. Jurczyk, Political Players? Sovereign
Wealth Funds’ Investments in Central and Eastern Europe (pp. 27-28 ). Łódź
University Press.
Lavrov, S. (2022, Mei 29). Menlu Rusia: Pembebasan Donbas Prioritas Mutlak.
Losman, D. L. (1979). International Economic Sanctions: The cases of Cuba, Israel, and
Rhodesia. Albuquerque: University of New Mexico Press.
Mawardi, I. (2022). Resolusi PBB untuk Setop Serangan Rusia ke Ukraina Disetujui.
detikNews. Retrieved from https://news.detik.com/internasional/d-
5966217/resolusi-pbb-untuk-setop-serangan-rusia-ke-ukraina-disetujui
Morgan, C., & Schwebach, V. (1997). Fools Suffer Gladly: The Use of Economic Sanctions
in International Crises. International Studies Quarterly, 27-35.
Newswire. (2022). Ancaman Sanksi ke Rusia Makin Berat, Jepang Pertimbangkan
Pembatasan Impor Batu Bara. Retrieved April 8, 2022, from
https://ekonomi.bisnis.com/read/20220408/620/1520687/ancaman-sanksi-ke-
rusia-makin-berat-jepang-pertimbangkan-pembatasan-impor-batu-bara
[162] Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya Di Ukraina 2022

Nurhadi, M. (2022, Mei 16). Dampak Sanksi Ekspor Migas Rusia Mulai Dirasakan AS,
Masyarakat Diisukan Marah Pada Pemerintah. Retrieved from Suara.com: Dampak
Sanksi Ekspor Migas Rusia Mulai Dirasakan AS, Masyarakat Diisukan Marah Pada
Pemerintah.
Pape, R. (1998). Evaluating Economic Sanctions. International Security, 195-198.
Primadhyta, S. (2022). Sanksi Ekonomi ke Rusia, Oligarki di Lingkaran Putin Mulai Was Was.
Jakarta: CNN Indonesia.
Putri, A. M. (2022, Juli 15). Waspadalah Negara-Negara Eropa, Resesi Dimulai. Retrieved
from CNBC Indonesia: https://www.cnbcindonesia.com/news/20220715102428-
4-355874/waspadalah-negara-negara-eropa-resesi-dimulai?page=all
Sinuhaji, J. (2022, Maret 10). Rusia Jadi Negara dengan Jumlah Sanksi Terbesar Setelah Iran,
PBB Bersikap Tak Boleh Pengaruhi Warga Sipil. Retrieved from
https://www.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-013937502/rusia-jadi-negara-
dengan-jumlah-sanksi-terbesar-setelah-iran-pbb-bersikap-tak-boleh-pengaruhi-
warga-sipil?page=2
Wigell, M., & Aaltola, M. (2019). Geo-Economics power politics. In M. Wigell, S. Scholvin,
& M. Aaltola, Geo-Economics and Power Politic in the 21st century (pp. 12 - 20).
New York: Routledge.
Zikry, F. (2022, Mei 29). Menlu Rusia: Pembebasan Donbas Prioritas Mutlak. Retrieved from
https://www.inilah.com/menlu-rusia-pembebasan-donbas-prioritas-mutlak
Zuraya, N. (2022). Kanada Sita Aset dan Menindak Transaksi Terkait Entitas Rusia. Ottawa:
Republika.ID.

Anda mungkin juga menyukai