Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMANFAATAN POTENSI ENERGI GEOTHERMAL LAHENDONG


UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD ARIF – 202310039
dilanjut
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, termasuk sumber daya
energi. Salah satu sumber daya energi yang dimiliki Indonesia adalah energi panas bumi.
Energi panas bumi adalah energi yang dihasilkan dari panas bumi yang berasal dari dalam
bumi. Sebagai salah satu negara dengan jumlah gunung api terbanyak, potensi panas bumi
yang dimiliki Indonesia memang menjadi yang terbesar di dunia.
Berdasarkan data ThinkGeoEnergy 2022, kapasitas terpasang panas bumi dunia pada
2021 mencapai 15.854 mega watt (MW), dengan Amerika Serikat sebagai negara dengan
kapasitas terpasang terbesar 3.722 MW, disusul Indonesia (2.276 MW), dan Filipina (1.918
MW). Adapun, hingga 2022, kapasitas terpasang energi panas bumi di Indonesia mencapai
2.347,63 MW (proyeksi Kementerian ESDM).
Sulawesi Utara mempunyai potensi sumber energi hijau yang besar untuk
dikembangkan menjadi energi listrik, seperti energi surya dan panas bumi. Menurut data
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bumi Nyiur Melambai itu menyimpan
potensi energi surya hingga 2,1 gigawatt (GW) dan potensi panas bumi sebesar 838 megawatt
electrical (MWe). Dari Kota Tomohon yang berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan berkendara roda
empat dari Kota Manado, terdapat wilayah kerja panas bumi Lahendong. Area geothermal
tersebut telah dikembangkan oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) menjadi
pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dengan total kapasitas 120 MW. PLTP Lahendong
terdiri atas enam unit. PLTP Unit 1-4 dimiliki dan dioperasikan oleh PT PLN (Persero),
sementara PGE berkewajiban memenuhi pasokan uap untuk pembangkitan 4 x 20 MW. Untuk
PLTP Unit 5 dan 6 dimiliki dan dioperasikan oleh PGE dengan kapasitas 2x20 MW.
PLTP Lahendong merupakan salah satu pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di
Indonesia. Beroperasi sejak 1994, PLTP ini merupakan penyumbang energi listrik terbesar di
Sulawesi Utara. Meskipun potensi panas bumi Lahendong sangat besar, namun
pemanfaatannya masih belum optimal. Saat ini, hanya ada enam unit PLTP yang beroperasi di
Lahendong.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji potensi panas
bumi Lahendong secara lebih detail. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi panas
bumi Lahendong secara lebih lengkap, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
menghasilkan energi listrik yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah

Seberapa besar potensi Sumber Energi Panas Bumi di Sulawesi Utara? Seberapa berarti
pemanfaatan energi tersebut saat ini? Bagaimana skema konversi serta perbandingannya
dengan energi lain? Apakah biaya-biaya yang ditimbulkan untuk kegiatan eksplorasi dan
konversi memiliki nilai ekonomis yang baik? Bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan dan
sosial Masyarakat?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui potensi sumber energi panas bumi dan pemanfaatan energi tersebut
untuk pembangkitan energi Listrik di Lahendong, Sulawesi Utara
1.3.2. Mengetahui skema konversi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) serta
perbandingannya dengan energi lain
1.3.3. Mengetahui biaya-biaya yang ditimbulkan untuk kegiatan eksplorasi dan konversi
memiliki nilai ekonomis yang baik
1.3.4. Mengetahui pengaruh kegiatan eksplorasi panas bumi terhadap lingkungan dan sosial
masyarakat
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Potensi sumber energi Panas bumi di Sulawesi Utara

Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi
sumber energi panas bumi yang cukup besar. Berdasarkan data dari Badan Geologi
Kementerian ESDM, potensi energi panas bumi di Sulawesi Utara mencapai 838 MWe.
Dikutip dari data kementrian ESDM, Berikut sebaran potensi panas bumi di Sulawesi
Utara:

Potensi panas bumi di Sulawesi Utara didominasi oleh tipe uap kering. Tipe uap kering
adalah tipe panas bumi yang memiliki temperatur reservoir di atas 200 derajat Celsius.
Eksplorasi sudah dilakukan sejak tahun 1994 dan Pemanfaatan panas bumi untuk
pembangkitan listrik di Sulawesi Utara telah dilakukan sejak tahun 2001, yaitu dengan
beroperasinya PLTP Lahendong., dan merupakan salah satu pembangkit listrik tenaga panas
bumi terbesar di Indonesia. Yang terakhir adalah peresmian adalah unit 5 dan 6 pada tahun
2016 yang menggenapi PLTP Lahendong memiliki kapasitas terpasang sebesar 127 MW.
Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Lahendong sendiri memiliki 39 sumur tersebar di 11
cluster yang berada di Wilayah Lahendong (Kecamatan Tomohon Selatan, Keca. Sonder, Kec.
Remboken), dengan rincian 14 sumur produksi, 6 sumur reinjeksi dan 19 sumur monitor.
Sumur-sumur tersebut tersebar di unit 1 hingga 4.
Sementara pada Unit 5-6, Pembangkit tersebut memiliki 14 sumur di 5 Cluster yang
berada di Wilayah Tompaso (Kec. Tompaso, Kec. Tompaso Barat, Kec. Langowan Utara, Kec.
Kawangkoan) dengan rincian, 5 sumur produksi, 4 sumur reinjeksi dan 5 sumur monitor.
Pemanfaatan panas bumi di Sulawesi Utara masih memiliki potensi yang besar.
Pengembangan PLTP di Sulawesi Utara dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahanan energi
nasional, mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dan menurunkan emisi gas
rumah kaca.

2.2. Eksploitasi dan pemanfaatan energi panas bumi

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 menargetkan pada 2025
akan ada tambahan kapasitas terpasang energi panas bumi sebanyak 870 MW, dari proyeksi
2024 hanya sebanyak 141 MW. Sepanjang 2021-2030, ditargetkan ada tambahan kapasitas
terpasang panas bumi sebesar 3.355 MW.
Pemerintah perlu mendukung pengembangan PLTP di Sulawesi Utara secara bertahap.
Dukungan tersebut dapat diberikan dalam bentuk kebijakan dan insentif. Berikut adalah
beberapa manfaat dari pengembangan PLTP di Sulawesi Utara:

1. Meningkatkan ketahanan energi nasional


2. Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil
3. Menurunkan emisi gas rumah kaca
4. Mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara

PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Lahendong, Sulawesi Utara berperan
penting terhadap penyediaan listrik di sistem interkoneksi Sulawesi Utara-Gorontalo (Sulutgo).
Hal tersebut terlihat dari kapasitas terpasang di PGE Lahendong yang mencapai 21,33 persen
dari total interkoneksi Sulutgo. Bahkan berdasarkan beban puncak pada bulan Mei 2020,
kontribusi PGE Lahendong mencapai 30 persen, di mana beban puncak saat itu sebesar 319
MW, sementara rata-rata pembangkitan di PGE Lahendong mencapai 97,5 MW.

Dari 6 PLTP yang ada di PGE Lahendong, unit 1 hingga 4 dikelola oleh PLN, sedangkan
unit 5 dan 6 dikelola oleh PGE Lahendong. Untuk PLTP unit 1 hingga 4, PGE Lahendong hanya
menjual uap/steam kepada PLN. Sedangkan untuk PLTP unit 5 dan 6 yang diresmikan tahun
2016, PGE Lahendong langsung menjual listrik kepada PLN.
Ke depan, PGE Lahendong akan menambah kapasitas sebesar 50 MW. Hal ini tidak
terlepas dari potensi panas bumi yang dikelola PGE Lahendong di Kota Tomohon dan
Kabupaten Minahasa masih cukup besar, yakni mencapai 240 MW. PGE berencana
membangun dua PLTP lagi, yakni unit 7 dan 8 dengan kapasitas masing-masing 20 MW. PLTP
Unit 7 ditargetkan beroperasi pada tahun 2025, sedangkan PLTP unit 8 pada tahun 2026. Selain
itu, PGE merencanakan membangun lima pembangkit unit kecil dengan kapasitas masing-
masing 2 MW, sehingga totalnya menjadi 50 MW.

2.3. Skema proses konversi energi dan jenis teknologi saat ini

Panas bumi merupakan salah satu alternatif energi terbarukan yang tidak bergantung
pada iklim dan cuaca, serta memiliki fleksibilitas pemanfaatan yang tinggi untuk memenuhi
kebutuhan energi manusia dan industri. Cara kerja pembangkit listrik tenaga panas bumi
(PLTP) adalah memanfaatkan energi panas di dalam bumi untuk menghasilkan listrik. Sistem
kerja PLTP pada prinsipnya sama dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yaitu
memanfaatkan panas untuk memutar turbin sehingga menghasilkan listrik. Yang membedakan
PLTP dan PLPU adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi memanfaatkan fluida thermal dari
sumber panas bumi untuk memutar turbin. Turbin ini kemudian memutar generator sehingga
menghasilkan listrik.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi menarik cairan dari reservoir bawah tanah ke
permukaan untuk menghasilkan uap. Uap ini kemudian menggerakkan turbin yang
menghasilkan listrik. Ada tiga jenis utama teknologi pembangkit listrik tenaga panas bumi: dry
steam, flash steam, dan binary cycle. Jenis konversi merupakan bagian dari desain pembangkit
listrik dan umumnya bergantung pada keadaan fluida bawah permukaan (uap atau air) dan
suhunya.

Untuk bisa mendapatkan fluida thermal, terlebih dulu harus mengebor sumur produksi
panas bumi di lokasi yang memiliki potensi energi panas bumi. Kedalaman pengeboran
biasanya 1.500 sampai 2.500 meter, sebagaimana dilansir dari situs web Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan kedalaman itu, fluida thermal dalam PLTP tidak
berasal dari air permukaan, melainkan berasal dari sumur panas bumi, sehingga tidak
menganggu sumber air untuk masyarakat.
Setelah mengebor, fluida termal yang ada di dalam sumur panas bumi dialirkan untuk
menggerakkan turbin lalu memutar generator. Setelah dialirkan untuk memutar turbin, fluida
thermal ini tidak langsung dibuang begitu saja, tapi dimasukkan lagi ke dalam bumi melalui
sumur reinjeksi. Fungsi dialirkannya kembali fluida thermal ke dalam bumi adalah untuk
menjaga keseimbangan fluida dan panas sehingga sistem panas bumi terus berkelanjutan.
Saat ini pemanfaatan panas bumi sebagian besar dilakukan dengan skema pemanfaatan
tidak langsung, dimana PGE menyediakan uap dari lapangan panas bumi untuk menghasilkan
listrik dari pengelolaan energi panas bumi yang terintegrasi mulai dari eksplorasi, pengeboran,
hingga pengembangan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Pembangkit listrik tenaga dry steam menggunakan cairan hidrotermal yang sebagian
besar sudah berupa uap superheated dengan temperatur berkisar antara 400°C - 500°C
dengan tekanan berkisar antara 3 Mpa – 6 MPa , yang merupakan kejadian alam yang relatif
jarang terjadi. Uap dialirkan langsung ke turbin, yang menggerakkan generator yang
menghasilkan listrik. Setelah uap mengembun, sering kali diinjeksikan kembali ke dalam

reservoir.
Pembangkit listrik tenaga uap (flash steam) adalah jenis pembangkit listrik tenaga panas
bumi yang paling umum beroperasi saat ini. Cairan pada suhu lebih besar dari 182°C/360°F,
dipompa dari bawah tanah, mengalir di bawah tekanan tinggi ke tangki bertekanan rendah di
permukaan bumi. Perubahan tekanan menyebabkan sebagian fluida dengan cepat berubah,
atau “berkedip”, menjadi uap. Uap tersebut kemudian menggerakkan turbin, yang
menggerakkan generator. Jika masih ada cairan yang tersisa di tangki bertekanan rendah,
cairan tersebut dapat “di-flash” lagi di tangki kedua untuk mengekstraksi lebih banyak energi.

Pembangkit listrik tenaga panas bumi siklus biner dapat menggunakan sumber daya
panas bumi bersuhu lebih rendah, menjadikannya teknologi penting untuk menyebarkan
produksi listrik panas bumi di lebih banyak lokasi. Pembangkit listrik tenaga panas bumi siklus
biner berbeda dengan sistem uap kering dan uap kilat karena fluida reservoir panas bumi tidak
pernah bersentuhan dengan unit turbin pembangkit listrik. Fluida panas bumi bersuhu rendah
(di bawah 182°C/360°F) melewati penukar panas dengan fluida sekunder, atau "biner". Cairan
biner ini memiliki titik didih yang jauh lebih rendah daripada air, dan panas yang sedikit dari
cairan panas bumi menyebabkannya berubah menjadi uap, yang kemudian menggerakkan
turbin, memutar generator, dan menghasilkan listrik.
2.4. Perbandingan Geothermal dan pembangkit lainnya.

Secara umum PLTP memiliki komponen dasar yang sama dengan PLTU pada umumnya.
Namun, dikarenakan menggunakan uap panas bumi maka PLTP harus mempersiapkan
komponen tambahan untuk memanfaatkan uap tersebut untuk memanaskan uap air yang
akan dialirkan ke turbin. Komponen-komponen tambahan yang tidak ada pada Pembangkit
Thermal tetapi ada di Pembangkit Geothermal, antara lain :
1. Sumur panas bumi (Geothermal wells)
 Sumur eksplorasi: Untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi sumber
panas bumi, digunakan sumur eksplorasi untuk mengukur suhu, tekanan, dan
karakteristik reservoir bawah tanah.
 Sumur produksi: Setelah potensi panas bumi terkonfirmasi, sumur produksi
digunakan untuk mengekstraksi panas bumi dari reservoir. Ini melibatkan
pemboran yang tahan terhadap suhu tinggi dan tekanan.
2. Pemisahan fluida panas bumi (Separator)
Teknologi pemisahan digunakan untuk memisahkan air panas, uap, dan gas-gas
lainnya yang mungkin terkandung dalam fluida panas bumi.
3. Injeksi kembali fluida panas bumi (Reinjection)
Setelah panas diekstraksi dari fluida panas bumi, sisa fluida yang telah kehilangan
sebagian panasnya harus disuntikkan kembali ke dalam reservoir. Ini dilakukan untuk
menjaga tekanan dan volume fluida di reservoir.
4. Pemulihan panas buangan (Waste heat recovery)
Panas yang tidak digunakan sepenuhnya untuk menghasilkan listrik dapat digunakan
dalam aplikasi lain, seperti pemanasan untuk lingkungan sekitar, pemanasan air,
atau proses industry.

Energi panas bumi memiliki beberapa karakteristik yaitu:


1. Sumber energi bersih, ramah lingkungan, dan keberlanjutan
2. Tidak dapat diekspor, hanya dapat digunakan untuk konsumsi dalam negeri
3. Bebas dari risiko kenaikan atau fluktuas bahan bakar fosil
4. Tidak tergantung cuaca, supplier, dan ketersediaan fasilitas pengangkutan dan bongkar
muat dalam pasokan bahan bakar
5. Tidak memerlukan lahan yang luas, namun hanya dpat dibangun diedakt blempeng
tektonik
6. Biaya Pembangunan yang mahal
Berikut adalah perbandingan pembangkit geothermal terhadap pembangkit lainnya:

Pembangkit Pembangkit Listrik Pembangkit Listrik Pembangkit Listrik


Kriteria
Geothermal Tenaga Fosil Tenaga Surya Tenaga Angin

Energi fosil (batu


Sumber energi Energi panas bumi bara, minyak, gas Energi matahari Energi angin
alam)

Emisi gas rumah


Rendah Tinggi Rendah Rendah
kaca

Ketersediaan Terbatas Terbatas Melimpah Melimpah

Stabilitas Stabil Stabil Tidak stabil Tidak stabil

Biaya Tinggi Variatif Rendah Tinggi

2.5. Biaya Eksplorasi dan Biaya Konversi Energi


Biaya pembangunan PLTP bervariasi tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
 Kapasitas PLTP. Semakin besar kapasitas PLTP, maka biaya pembangunannya akan
semakin mahal.
 Lokasi PLTP. Lokasi PLTP yang berada di daerah terpencil akan memiliki biaya
pembangunan yang lebih mahal.
 Teknologi PLTP. Teknologi PLTP yang lebih maju akan memiliki biaya pembangunan
yang lebih mahal.

Berdasarkan data dari Badan Geologi Kementerian ESDM, biaya pembangunan PLTP di
Indonesia berkisar antara US$ 2,5 juta hingga US$ 3 juta per megawatt (MW). Artinya, untuk
membangun PLTP dengan kapasitas 100 MW, maka dibutuhkan biaya sekitar US$ 250 juta
hingga US$ 300 juta. Sedangkan untuk biaya operasional PLTP berkisar antara US$ 0,02 hingga
US$ 0,05 per kilowatt hour (kWh). Artinya, untuk menghasilkan 1 kWh listrik dari PLTP,
dibutuhkan biaya sekitar US$ 0,02 hingga US$ 0,05 atau Rp.300 < Rp.750 dalam mata uang
rupiah.
Untuk PLTP Lahendong sendiri, berdasarkan data dari Kementerian ESDM,
pembangunan PLTP Lahendong unit 5 dan 6 (total project) oleh PT. Pertamina (persero) yang
diresmikan oleh presiden Joko Widodo pada tahun 2017 memerlukan biaya mencapai US$
228,7 juta. Total project disini PT Pertamina melaksanakan proyek mulai dari tahapan
eksplorasi, pengembangan lapangan uap sampai dengan pembangunan serta pengoperasian
PLTP. Selanjutnya , untuk PLTP Lahendong unit 2 yang beroperasi sejak 17 Juni 2007,
memerlukan investasi sebesar Rp 49.530.731.000, US$ 4.540.488, dan Yen 1.901.520.
Sementara itu, untuk PLTP Lahendong unit 3 memiliki nilai kontrak sebesar Rp 81.470.421.106,
US$ 8.393.823 dan Yen 2.125.135.697.

2.6. Dampak Lingkungan dan Mitigasi


Tenaga panas bumi dianggap sebagai sumber energi terbarukan karena ekstraksi
panasnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan muatan panas bumi. Emisi karbon dioksida
pembangkit listrik tenaga panas bumi saat ini kurang lebih 122 kg CO2 per megawatt-jam
(MW·h) listrik, kira-kira seperdelapan dari emisi pembangkit listrik tenaga batubara.

Selain ramah lingkungan, pembangkit dari panas bumi juga dapat beroperasi dalam
jangka waktu yang lama, lebih dari 30 tahun. Biaya produksi listriknya juga lebih stabil
dibandingkan pembangkit energi fosil. Namun sayangnya, pengembangannya tidaklah mudah.
Banyak kesulitan dalam mengembangkan energi geothermal. Kendala perizinan karena
keluarnya izin sangat bervariasi. Kita tahu geothermal berada di kawasan hutan lindung,
mungkin kurang lebih memerlukan 1 tahun. Kemudian di fase eksplorasi biaya yang
dikeluarkan begitu besar.
Pengembangan PLTP di Sulawesi Utara harus dilakukan dengan memperhatikan aspek
lingkungan. Perlu dilakukan studi kelayakan lingkungan untuk memastikan bahwa
pengembangan PLTP di Sulawesi Utara tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
Ada 2 resiko besar yang perlu diperhatikan untuk mencegah dampak negative terhadap
Pembangunan PLTP, yaitu :
1. Risiko geologi adalah risiko yang berkaitan dengan kondisi geologi di lokasi pembangunan
PLTP. Risiko geologi yang dimaksud dapat berupa:
 Kegagalan sumur yang disebabkan factor ketidak sesuai data geologi dengan kondisi
saat eksplorasi semisal kualitas batuan yang buruk atau kehadiran gas beracun
sehingga ekplorasi tidak bisa dilanjutkan
 Kerusakan infrastruktur. Pembangunan PLTP dapat menyebabkan kerusakan
infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan bangunan.
 Potensi gempa bumi. Lokasi PLTP yang berada di dekat sesar aktif dapat berisiko
mengalami gempa bumi.
 Potensi letusan gunung berapi. Lokasi PLTP yang berada di dekat gunung berapi aktif
dapat berisiko mengalami letusan gunung berapi.
Risiko geologi ini dapat dimitigasi dengan melakukan survei dan studi geologi yang
mendalam sebelum pembangunan PLTP dimulai. Selain itu, perlu dilakukan perencanaan
dan pelaksanaan yang matang untuk mengurangi risiko tersebut. Berikut adalah beberapa
upaya mitigasi risiko geologi:
 Melakukan survei dan studi geologi yang mendalam. Survei dan studi geologi
dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi di lokasi pembangunan PLTP. Hasil survei
dan studi geologi ini digunakan untuk merencanakan pembangunan PLTP yang sesuai
dengan kondisi geologi di lapangan.
 Melakukan pengeboran uji. Pengeboran uji dilakukan untuk menguji kondisi batuan
di lokasi pembangunan PLTP. Hasil pengeboran uji ini digunakan untuk memastikan
bahwa batuan di lokasi tersebut dapat mendukung pembangunan PLTP.
 Melakukan mitigasi risiko bencana alam. Risiko bencana alam, seperti gempa bumi
dan letusan gunung berapi, dapat dimitigasi dengan melakukan perencanaan dan
pelaksanaan yang matang.
Dengan melakukan upaya mitigasi risiko geologi, maka risiko kegagalan PLTP dapat
dikurangi.
2. Risiko lingkungan adalah risiko yang berkaitan dengan dampak negatif pembangunan PLTP
terhadap lingkungan. Risiko lingkungan ini dapat berupa:
 Pencemaran air. Limbah cair PLTP dapat mengandung zat-zat berbahaya, seperti
arsenic, boron, dan fluoride. Limbah cair ini dapat mencemari air tanah dan sungai.
 Perubahan iklim. PLTP dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca, seperti karbon
dioksida dan metana. Emisi gas rumah kaca ini dapat berkontribusi pada perubahan
iklim.
 Perubahan ekosistem. Pembangunan PLTP dapat menyebabkan perubahan ekosistem
di sekitar lokasi PLTP.
Risiko lingkungan ini dapat dimitigasi dengan melakukan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan PLTP yang ramah lingkungan. Berikut adalah beberapa upaya mitigasi risiko
lingkungan:
 Melakukan pengelolaan limbah cair yang baik. Limbah cair PLTP harus dikelola
dengan baik untuk mencegah pencemaran air.
 Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi yang ramah lingkungan
dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dari PLTP.
 Melakukan mitigasi dampak terhadap ekosistem. Pembangunan PLTP harus dilakukan
dengan memperhatikan dampak terhadap ekosistem di sekitar lokasi PLTP.
Secara umum, PLTP merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan dan dapat menjadi
salah satu solusi untuk meningkatkan ketahanan energi nasional.

BAB 3
PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Potensi energi panas bumi di Lahendong, Sulawesi Utara, sangat besar dan dapat
menjadi sumber energi listrik yang penting untuk mendukung ketahanan energi nasional. PLTP
Lahendong yang telah beroperasi sejak tahun 1994 telah memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan listrik di Sulawesi Utara. Berdasarkan data dari
Badan Geologi Kementerian ESDM, potensi energi panas bumi di Sulawesi Utara mencapai 838
MWe.
Suplai daya untuk system sulutgo mencapai 21,33 persen dari total interkoneksi Sulutgo.
Bahkan berdasarkan beban puncak pada bulan Mei 2020, kontribusi PGE Lahendong mencapai
30 persen, di mana beban puncak saat itu sebesar 319 MW, sementara rata-rata pembangkitan
di PGE Lahendong mencapai 97,5 MW.
Secara umum PLTP memiliki komponen dasar yang sama dengan PLTU pada umumnya.
Namun, dikarenakan menggunakan uap panas bumi maka PLTP harus mempersiapkan
komponen tambahan untuk memanfaatkan uap tersebut untuk memanaskan uap air yang
akan dialirkan ke turbin.
PLTP adalah pembangkit yang ramah lingkungan, PLTP dapat beroperasi dalam jangka
waktu yang lama, lebih dari 30 tahun walaupun didalam pembahasan biaya pembangunannya
bisa sangat mahal namun keuntungan akan lebih pada Biaya produksi listriknya yang lebih
stabil dibandingkan pembangkit energi fosil.
Dapat dipastikan PLTP adalah pembangkit yang ramah lingkungan, asal dalam eksplorasi
dan pembangunannya dilakukan mitigasi resiko yang baik. Dampak perubahan sosial
lingkungan Masyarakat tidak dapat dihindarkan dengan berdirinya sebuah pembangkit.

1.2. Saran dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil pembahasan, berikut ini adalah beberapa rekomendasi untuk pemanfaatan
potensi energi geothermal lahendong untuk mendukung ketahanan energi:

1. Meningkatkan kapasitas PLTP Lahendong. Saat ini, PLTP Lahendong memiliki kapasitas
sebesar 127 MW. Untuk meningkatkan kapasitas PLTP Lahendong, maka diperlukan investasi
yang signifikan.
2. Mengembangkan PLTP baru di Lahendong. Selain PLTP Lahendong, masih terdapat potensi
energi panas bumi yang besar di wilayah Lahendong. Pengembangan PLTP baru di Lahendong
dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik di daerah tersebut.
3. Meningkatkan keterlibatan masyarakat. Masyarakat di sekitar lokasi PLTP harus dilibatkan
dalam pengembangan PLTP. Keterlibatan masyarakat dapat meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang PLTP dan manfaatnya bagi masyarakat.

Dengan langkah-langkah tersebut, maka potensi energi panas bumi di Lahendong dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung ketahanan energi nasional dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Geologi Kementerian ESDM. 2023. Potensi Batubara di Kalimantan Utara. Jakarta: Badan
Geologi Kementerian ESDM.

https://diskominfo.kaltaraprov.go.id/produksi-batu-bara-kaltara-capai-214-juta-ton/

https://dpmptsp.kaltaraprov.go.id/2019/07/24/pertambangan-minyak-bumi-dan-gas/

https://sidaracantik.kaltaraprov.go.id/web/landing

https://www.cnbcindonesia.com/news/20190427224204-4-69257/mengintip-tambang-batu-bara-
terbesar-ri-di-kalimantan

Keputusan Menteri ESDM RI Nomor 143 K/20/MEM/2019 Tentang Rencana Umum ketenagalistrikan
Nasional Tahun 2019 sampai dengan tahun 2038

KESDM, Direktorat Panas Bumi. 2016. Peluang Investasi Panas Bumi di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai