Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor energi khusunya energi listrik mempunyai peran yang sangat besar
dalam perekonomian pada suatu wilayah karena dapat mendongkrak laju
pembangunan ekonominya. Saat ini di Indonesia khususnya Propinsi Nusa Tenggara
Timur masih mengalami kemunduran dalam hal energi listrik. Walaupun pemerintah
Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam mengatasi permasalahan ini seperti
pencanangan program penggunaan energi terbarukan, namun pertumbuhan penduduk
yang sangat drastis, penyebaran sumber energi terbarukan yang tidak merata, serta
lokasi sumber energi terbarukan yang jauh dari pemukiman menjadi suatu
permasalahan yang menyebabkan terjadi permintaan terhadap kebutuhan energi
listrik meningkat dari tahun ke tahun sementara salah satu fokus pencapaian atau
tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) adalah memastikan akses
terhadap energi yamg terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi
semua.

Sumber kelistrikan di Propinsi Nusa Tenggara Timur saat ini sebagian besar
dihasilkan dari pembangkit listrik konvensional berupa pembangkit listrik tenaga
diesel (PLTD) dan juga pembangkit listrik batu bara (PLTU) dan hanya sedikit
penetrasi sumber energi terbarukan. Sumber energi baru terbarukan adalah sumber
energi ramah lingkungan yang tidak mencemari lingkungan dan tidak memberikan
kontribusi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global, karena energi yang
didapatkan berasal dari proses alam yang berkelanjutan, seperti sinar matahari, angin,
air, biofuel, dan geothermal.

Pengembangan sumber energi terbarukan sangat cocok untuk wilayah NTT


karena memiliki potensi energi terbarukan yang sangat baik. Berdasarkan survei yang
dilakukan oleh PT. PLN, terdapat beberapa wilayah di NTT yang memiliki potensi
2

pengembangan pembangkit listrik tenaga angin atau bayu (PLTB), Di ketiga lokasi
tersebut, kecepatan angin bervariasi antara 4.5 hingga 5 m/s. Menurut Susandi, dkk
(2008)[7] wilayah NTT khususnya di Pulau Timor dipetakan menjadi daerah yang
berpotensi untuk pengembangan PLTB. NTT juga merupakan salah satu propinsi di
Indonesia yang memiliki potensi intensitas radiasi sinar matahari cukup besar, yakni
sebesar 5.117 kWh/m2/hari. NTT juga memiliki potensi energi terbarukan yang
berasal dari perut bumi, yaitu panas bumi (geothermal). Potensi panas bumi di NTT
tersebar di 19 lokasi, 16 diantaranya terdapat di Pulau Flores. Dari keseluruhan
potensi sumber energi panas bumi tersebut, apabila digunakan sebagai sumber energi
untuk pembangkit listrik panas bumi (PLTP) diperkirakan dapat dihasilkan daya
listrik hingga 1266 MW. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuningsih,
(2011)[8], kecepatan arus laut yang terjadi di selat-selat berkisar antara 0.5 hingga 3
m/s bergantung pada kedalaman dari permukaan air laut sehingga sangat berpotensi
untuk dikembangkan energi arus laut. Potensi daya yang dapat dibangkitkan dari
pemanfaatan energi air di NTT juga mencapai 143 MW. Sumber energi tersebut
tersebar di 24 lokasi di seluruh NTT dengan kemungkinan pemanfaatan potensi
energi skala kecil hingga menengah. Akan tetapi dari seluruh lokasi yang berpotensi
untuk dikembangkan PLTMh tersebut, belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk
menghasilkan energi listrik, sehingga pemanfaatan energi ini masih kurang optimal.

1.2. Gagasan Kreatif

Melalui karya ilmiah ini, saya berusaha memberikan ulasan perihal


pengembangan energi baru terbarukan (renewable energi) di. Ketersediaan sumber
energi fosil yang jumlahnya terbatas dan semakin menipis sehingga membahayakan
ketersediaan energi di masa depan dan memperbesar risiko melemahnya ketahanan
energi di Indonesia membuat para insinyur-insinyur mencari cara untuk menemukan
sumber energi terbarukan yang berkelanjutan sebagai pengganti energi fosil.
3

Salah satu upaya yang sudah dijalankan untuk menghadapi permasalahan


energi listrik ini adalah dengan mengembangkan energi baru terbarukan (renewable
energi) baik dari segi pengoptimalisasian pembangkit itu sendiri sehingga mencapai
daya yang lebih besar, maupun material yang digunakan agar umur pakai dari
pembangkit itu sendiri dapat bertahan lebih lama. Pembangkit listrik tenaga bayu atau
kincir angin adalah alat untuk mengkonversi energi angin menjadi energi listrik.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat ditarik beberapa rumusan


masalah, yaitu antara lain:

1. Bagaimana potensi EBT di NTT?


2. Bagaimana pemanfaatan EBT sebagai alternative pengganti PLTD di NTT?
3. Bagaimana riset tentang EBT di Jurusan Teknik Mesin UNDANA?

1.4. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah penulis merumuskan tujuan


sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui potensi EBT di NTT


2. Untuk mengetahui apa jenis EBT yang sesuai di NTT
3. Untuk memberikan informasi sejauh mana riset tentang pengembangan EBT
di Jurusan Teknik Mesin UNDANA

1.5. Manfaat

Secara teoritis, tulisan ini bermanfaat untuk penambah khazanah pengetahuan


mengenai potensi pembangkit listrik energi terbarukan di Nusa Tenggara Timur.
Secara praktik, output dari tulisan ini dapat dijadikan masukan dan saran bagi
4

pemerintah dan kementrian terkait untuk mengembangkan pembangkit listrik energi


terbarukan untuk menjawab permasalahan listrik di Nusa Tenggara Timur.
5

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Pengertian Energi Terbarukan

Energi terbarukan (renewable energi) adalah sumber energi yang cepat


dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Zaekhan dalam
Heryadi (2016) mendefinisikan energi baru dan terbarukan sebagai energi yang cepat
diproduksi melalui proses alami, seperti energi yang cepat direproduksi melalui
proses alami seperti energi panas bumi, biomassa, air, matahari dan angin.

2.1.2. Jenis – jenis Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Potensinya di NTT
2.1.2.1. Energi Angin

Energi angin adalah salah satu sumber dari energi alternative. Angin mengacu
pada pergerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah.
Angina ini disebabkan oleh pemanasan yang tidak merata permukaan bumi dengan
matahari. Angin akan selalu ada selama energi matahari ada.

Energi yang memanfaatkan pergerakan udara ini sudah mulai dimanfaatkan


oleh NTT sebagai salah satu penunjang dalam sektor energi listrik. NTT terbukti
memiliki potensial untuk membangun PLTB, dengan kecepatan angin rata-rata 5
meter per detik (m/detik) menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(Lapan) dapat menampung 10.188 Megawatt (Mw). Lokasi yang berpotensi
diantaranya adalah: 2 lokasi terletak di Pulau Timor yakni Desa Aeu’ut, Kabupaten
Timor Tengah Selatan dan Desa Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara sedangkan 1
lokasi lagi terletak di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba. Di ketiga
lokasi tersebut, kecepatan angin bervariasi antara 4.5 hingga 5 m/s, sehingga dengan
menggunakan teknologi PLTB terbaru, lokasi tersebut dapat dikembangkan
windfarm. Selain ketiga lokasi tersebut, wilayah NTT secara keseluruhan juga
6

mendukung pengembangan PLTB. Menurut Susandi, dkk (2008) wilayah NTT


khususnya di Pulu Timor dipetakan menjadi daerah yang berpotensi untuk
pengembangan PLTB. Selain itu, di NTT sudah terdapat proyek PLTB off grid atau
standalone skala kecil, namun dikarenakan sistemnya yang standalone, energi listrik
yang dihasilkan dari PLTB tersebut hanya digunakan untuk mensuplai beberapa
peralatan listrik yang terdapat di sekitar lokasi PLTB saja[6].

2.1.2.2. Energi Air

Energi air yang dimaksudkan disini adalah memanfaatkan perbedaan tinggi


jatuh air dan debit dari air terjun ataupun sebuah system irigasi untuk menggerakkan
turbin. NTT memiliki potensi di beberapa daerah disebabkan kondisi topografinya
bergunung dan berbukit serta memiliki beberapa bendungan yang dapat dimanfaatkan
untuk menjadi PLTMh.

NTT juga memiliki banyak sungai yang dapat digunakan sebagai sumber
energi untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) maupun mikrohidro (PLTMh).
Menurut hasil survey yang dilakukan kementerian ESDM, potensi daya yang dapat
dibangkitkan dari pemanfaatan energi air ini mencapai 143 MW. Sumber energi
tersebut tersebar di 24 lokasi di seluruh NTT dengan kemungkinan pemanfaatan
potensi energi skala kecil hingga menengah. Akan tetapi dari seluruh lokasi yang
berpotensi untuk dikembangkan PLTMh tersebut, belum sepenuhnya dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi listrik, sehingga pemanfaatan energi ini masih kurang
optimal. Namun untuk kedepannya direncanakan seluruh potensi energi air tersebut
akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik energi terbarukan.

2.1.2.3. Energi Surya

Energi surya adalah energi yang dikumpulkan secara langsung dari cahaya
matahari. Energi surya merupakan sumber energi yang paling kuat dan paling besar
persediaanya. PT PLN (persero) menyatakan merupakan wilayah dengan potensi
enrgi surya, dikarenakan cuaca panas berlangsung cukup panjang hingga Sembilan
7

bulan dalam siklus satu tahun. PLTS tidak hanya ramah lingkungan dengan sisa
pembakaran nol (zero waste) tapi juga sebuah investasi yang menggiurkan bagi
perusahaan-perusahaan dalam negeri maupun luar negeri.

Berdasarkan data dari [12], Provinsi NTT merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang memiliki potensi intensitas radiasi sinar matahari cukup besar,
yakni sebesar 5.117 kWh/m2/hari. Hal ini tentunya dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan listrik menggunakan panel surya. Namun, walaupun potensi energi
surya di NTT cukup besar, namun saat ini pemanfaatannya masih belum optimal.

2.1.2.4. Energi Panas Bumi

Energi panas bumi adalah energi panas yang berasal dari dalam bumi. Energi
panas bumi berasal dari peluruhan radioaktif di pusat Bumi yang terkandung didalam
air panas, uap air dan batuan bersama mineral dan juga dari panas matahari yang
diserap oleh permukaan bumi. NTT merupakan bagian ujung timur dari Busur
Banda, yakni busur gunung api yang memanjang dari mulai Sabang di ujung
Sumatra, Jawa sampai P.Wetar diujung timur Nusa Tenggara. Ini menjadi anugerah
tersendiri bagi wilayah tersebut, karena selain banyak gunung api juga kaya akan
potensi panas bumi.

NTT diperkirakan menyimpan potensi panas bumi yang tersebar di 19


lokasi, 16 diantaranya terdapat di Pulau Flores. Dari keseluruhan potensi sumber
energi panas bumi tersebut, apabila digunakan sebagai sumber energi untuk
pembangkit listrik panas bumi (PLTP) diperkirakan dapat dihasilkan daya listrik
hingga 1266 MW (Yuningsih). Namun, untuk saat ini eksplorasi energi panas bumi
baru dilakukan di dua lokasi, yaitu di Mataloko dan Ulumbu.

Dari kedua lokasi tersebut, potensi panas bumi di Ulumbu adalah yang
terbesar, yaitu sebesar 200 MW. Akan tetapi cadangan terbuktinya baru sekitar 12.5
MW. Sedangkan di Mataloko, potensi panas bumi mencapai 63 MW, namun
cadangan terbuktinya baru sekitar 2.5 MW. Dengan demikian wilayah NTT sangat
8

berpotensi untuk pengembangan PLTP sehingga dapat memenuhi permintaan beban


yang semakin mengalami peningkatan setiap tahunnya.

2.1.2.5. Energi Arus Laut/Gelombang

Energi arus laut adalah energi yang memanfaatkan pergerakan horizontal


massa air laut yang mengubahnya menjadi energi kinetic yang dapat digunakan
sebagai tenaga penggerak turbin.

Teritori Indonesia terdiri dari sepertiga wilayah darat dan dua pertiga wilayah
laut. Dengan wilayah laut yang luas tersebut, Indonesia memiliki potensi energi
kinetik arus laut yang cukup melimpah. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan
negara kepulauan yang memiliki banyak pulau dan selat sehingga arus laut akibat
interaksi antara bumi, bulan, dan matahari mengalami percepatan saat melewati
selat-selat tersebut. Terlebih lagi di wilayah yang menghadap Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik seperti NTT, potensi arus laut di wilayah tersebut cukup kuat
sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk membangkitkan energi listrik [7].

[8]
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh , kecepatan arus laut yang
terjadi di selat-selat Nusa Tenggara berkisar antara 0.5 hingga 3 m/s bergantung
pada kedalaman dari permukaan air laut serta jarak lokasi atau titik pengujian
terhadap bibir pantai. Dengan potensi tersebut, wilayah NTT berpotensi untuk
pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut dengan perkiraan daya yang
dapat dipanen mencapai 300 MW dengan pemasangan 100 buah turbin bawah laut
[3]
.

2.1.3. Kelebihan Energi Baru Terbarukan (EBT)

Keuntungan dari energi baru terbarukan adalah energi tersebut tentu saja
dapat diperbarui sehingga dapat berkelanjutan dan tidak akan habis. Fasilistas energi
terbarukan pada umumnya memerlukan perawatan (maintenance) yang lebih sedikit
dibanding pembangkit konvensional. Bahan bakar yang bersumber langsung dari
9

alam, dapat mengurangi biaya operasional mesin. Selain itu, energi terbarukan
menghasilkan sedikit atau bahkan tidak menghasilkan limbah (zero waste) seperti
karbondioksida (CO2).

Proyek energi terbarukan juga dapat memberikan efek ekonomi bagi area
sekitar, dikarenakan sebagian besar proyek energi terbarukan berada pada tempat
yang jauh dari kota.

2.1.4. Kekurangan Energi Baru Terbarukan (EBT)

Pemanfaatan energi terbarukan membutuhkan dana yang cukup besar untuk


dapat direalisasikan dengan sempurna. Ketergantungan terhadap alam juga dapat
mentidakstabilkan daya listrik yang didapat, akibat dari factor cuaca yang tidak
menentu.

2.2. Uraian Mengenai Pendapat

Menurut saya pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di NTT dapat


dilakukan karena potensi Energi Baru Terbarukan di NTT yang melimpah dan
tersebar di seluruh wilayah NTT sehingga sesuai dengan salah satu tujuan dalam
SDGs (Suistanable Development Goals) yakni energi bersih dan terjangkau, juga
sebagai jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi saat ini yaitu permintaan
akan kebutuhan energi listrik di yang melebihi ketersediaan pasokan listrik yang
disiapkan oleh PT PLN sehingga sangat dibutuhkan suatu solusi dalam menangani
permasalahan ini.

Energi Baru Terbarukan (EBT) ini walaupun belum semaksimal Pembangkit


Listrik Tenaga Diesel (PLTD), namun dengan pengadaan dalam skala kecil saja saat
ini sudah dapat membantu begitu banyak masyarakat yang berada jauh dari akses
listrik (PLTD).
10

Energi Baru Terbarukan (EBT) memiliki banyak keunggulan, salah satunya


adalah energi tersebut dapat diperbarui sehingga akan berkelanjutan dan tidak akan
habis. Dengan energi yang dapat diperbarui, EBT dapat menjadi jawaban atas
masalah ketersediaan bahan bakar fosil yang kian menipis. Selain itu EBT juga ramah
lingkungan karena sumber energi yang digunakan bersala dari alam, tidak merugikan
lingkungan, dan menjadi alasan utama mengapa EBT sangat terkait dengan masalah
lingkungan dan ekologi. Dikarenakan sumber energi berasal dari alam sehingga
sangat mudah untuk dimanfaatkan serta biayanya relative lebih rendah. Untuk daerah
NTT sendiri saat ini sudah dikembangkan beberapa macam Pembangkit Litrisk EBT
seperti kincir angin, solar cell, dan panas bumi. Di Universitas Nusa Cendana
khususnya Program Studi Teknik Mesin sering meneliti tentang pengoptimalan kincir
angin, dan juga solar cell untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal baik dari
segi material maupun performanya.

Dibalik semua keunggulan dari pemanfaatan EBT diatas, terdapat beberapa


kelemahan dari EBT itu sendiri seperti membutuhkan dana yang cukup besar diawal
untuk merealisasikan secara sempurna serta ketergantungan terhadap alam juga dapat
mentidakstabilkan daya listrik yang didapat, akibat dari factor cuaca yang tidak
menentu.
11

BAB III
METODE PENULISAN

3.1. Metode Penulisan

Metode penulisan yang dipakai pada karya ilmiah ini yaitu metode studi
literatur dengan Energi Baru Terbarukan di . Metode studi literatur adalah metode
dengan cara mencari referensi teori-teori dan data-data yang relevan dengan kasus
permasalahan yang diangkat.

Data yang di dapatkan dalam karya ilmiah ini berdasarkan sumbernya adalah
data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka. Data sekunder ini
diperoleh dari buku-buku, jurnal, dan internet.
12

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS

Energi Baru Terbarukan adalah energi yang ketersediaan sumbernya bisa


dipulihkan setelah sumber itu digunakan atau dihabiskan. Energi terbarukan berasal
dari elemen-elemen alam yang tersedia di bumi dalam jumlah besar, misal: matahari,
angin, sungai, tumbuhan dsb. Energi terbarukan merupakan sumber energi paling
bersih yang tersedia di planet ini. Ada beragam jenis energi terbarukan, namun tidak
semuanya bisa digunakan di daerah-daerah terpencil dan perdesaan.
Tenaga Surya, Tenaga Angin, Biomassa dan Tenaga Air adalah teknologi yang
paling sesuai untuk menyediakan energi di daerah-daerah terpencil dan
perdesaan. Energi terbarukan lainnya termasuk Panas Bumi dan Energi Pasang Surut
adalah teknologi yang tidak bisa dilakukan di semua tempat.

4.1. Analisis Permasalahan Energi di NTT

Pertumbuhan penduduk yang drastis menyebabkan permasalahan tersendiri


bagi Nusa Tenggara Timur khususnya masalah energi listrik. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam buku Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam
Angka 2020, menunjukkan bahwa jumlah penduduk di NTT pada tahun 2019
meningkat sebanyak 5 456,20 ribu jiwa dibandingkan pada tahun 2017 sebanyak 5
287,30 ribu jiwa. Dengan banyaknya jumlah penduduk di NTT tersebut, kebutuhan
energi listrik akan semakin meningkat. Hal ini diperkuat dari data yang
menunjukkan bahwa permintaan listrik nasional meningkat secara terus menerus,
baik untuk sektor rumah tangga maupun untuk infrastruktur penggerak ekonomi
sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional [4]. Hal ini menyebabkan
pemerintah gencar melakukan upaya pemenuhan kebutuhan energi listrik yang
meningkat terus menerus, salah satunya adalah pembangunan pembangkit listrik
dengan kapasitas total sebesar 35 giga watt hingga tahun 2019 baik dengan energi
13

fosil maupun energi terbarukan. Akan tetapi, dari kapasitas listrik yang
dibangkitkan saat ini, sebagian besar energi listrik dibangkitkan dari sumber energi
[1]
konvensional seperti batu bara, minyak bumi, gas alam, dll . Akibatnya, dengan
semakin meningkatnya kebutuhan energi listrik di Indonesia maka kebutuhan akan
sumber energy fosil juga turut meningkat secara eksponensial. Padahal di sisi lain,
sumber energi fosil jumlahnya terbatas dan semakin lama akan habis sehingga
membahayakan ketersediaan energi di masa depan dan memperbesar risiko
melemahnya ketahanan energi di Indonesia. Penggunaan bahan bakar fosil juga
meningkatkan emisi gas rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan solusi jangka panjang yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan
energi terbarukan. Pemanfaatan energi terbarukan untuk penyediaan energi listrik
juga menjadi salah satu solusi yang dinilai paling efektif dan efisien. Selain itu,
hampir tidak ada sumber energi terbarukan yang melepaskan zat polutan baik yang
berwujud padat, cair maupun gas selama beroperasi, sehingga dapat menekan efek
pemanasan global. Walaupun pemerintah Indonesia telah mencanangkan program
penggunaan sumber energi terbarukan sesuai dengan peraturan kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), namun dikarenakan persebaran sumber energy
terbarukan yang tidak merata dan letak sumber energy terbarukan yang umumnya
terdapat di daerah terpencil, maka untuk jangka menengah ini pemerintah Indonesia
masih berfokus untuk melakukan pemanfaatan sumber energi fosil, sehingga
sumber energi terbarukan yang dapat dieksplor saat ini cenderung memiliki peran
untuk mengurangi penggunaan sumber energi fosil atau sebagai penetrasi energi
terbarukan untuk pembangkitan energi listrik. Disamping itu, persebaran sumber
energi terbarukan yang tidak merata dan letaknya yang terpencil tersebut
menyebabkan pemanfaatan sumber energy terbarukan kurang optimal akibat
sehingga kontrol dan akses menuju sumber energi terbarukan tersebut menjadi
permasalahan tersendiri, seperti yang terjadi di provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Akibat tidak optimalnya pemanfaatan sumber energi terbarukan di NTT,
rasio elektrifikasi di NTT menjadi yang terendah di Indonesia, yakni sebesar 72%
14

pada tahun 2019. Padahal potensi sumber energi terbarukan di NTT cukup besar
dan sumbernya bervariasi, sehingga sangat berpotensi untuk mencukupi
peningkatan kebutuhan energy listrik yang terjadi di NTT.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pengintegrasian sumber energi


konvensional dan energi terbarukan secara luas memiliki potensi yang cukup baik
untuk diterapkan di daerah yang memiliki potensi sumber energi terbarukan yang
tersebar seperti yang terjadi di NTT sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
keandalan sistem tenaga dalam menghadapi meningkatnya kebutuhan energi listrik
yang terjadi secara terus menerus. Dengan demikian, penetrasi energi terbarukan di
[5]
masa mendatang dapat ditingkatkan .

4.2. Potensi Energi Baru Terbarukan di NTT


4.2.1. Energi Angin

Energi angin telah digunakan selama berabad-abad untuk kapal layar dan
kincir angin untuk menggiling gandum. Saat ini, energi angin digunakan sebagai
pembangkit listrik dengan turbin angin. Energi angin sangat tergantung dengan
keadaan angin. Energi angin adalah salah satu sumber dari energi alternative. Angin
mengacu pada pergerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah. Angin ini disebabkan oleh pemanasan yang tidak merata permukaan bumi
dengan matahari. Angin akan selalu ada selama energi matahari ada.

Energi yang memanfaatkan pergerakan udara ini sudah mulai dimanfaatkan


oleh NTT sebagai salah satu penunjang dalam sector energi listrik. NTT terbukti
memiliki potensial untuk membangun PLTB, dengan kecepatan angin rata-rata 5
meter per detik (m/detik) menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(Lapan) dapat menampung 10.188 Megawatt (Mw). Lokasi yang berpotensi
diantaranya adalah: 2 lokasi terletak di Pulau Timor yakni Desa Aeu’ut, Kabupaten
Timor Tengah Selatan dan Desa Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara sedangkan 1
15

lokasi lagi terletak di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba. Di ketiga
lokasi tersebut, kecepatan angin bervariasi antara 4.5 hingga 5 m/s, sehingga dengan
menggunakan teknologi PLTB terbaru, lokasi tersebut dapat dikembangkan
windfarm. Selain ketiga lokasi tersebut, wilayah NTT secara keseluruhan juga
mendukung pengembangan PLTB. Menurut Susandi, dkk (2008)[7] wilayah NTT
khususnya di Pulu Timor dipetakan menjadi daerah yang berpotensi untuk
pengembangan PLTB. Selain itu, di NTT sudah terdapat proyek PLTB off grid atau
standalone skala kecil, namun dikarenakan sistemnya yang standalone, energi listrik
yang dihasilkan dari PLTB tersebut hanya digunakan untuk mensuplai beberapa
peralatan listrik yang terdapat di sekitar lokasi PLTB saja [6].

Gambar 4.1 Kincir Angin

4.2.2. Energi Air

Energi air yang dimaksudkan disini adalah memanfaatkan perbedaan tinggi


jatuh air dan debit dari air terjun ataupun sebuah system irigasi untuk menggerakkan
turbin. NTT memiliki potensi di beberapa daerah disebabkan kondisi topografinya
bergunung dan berbukit serta memiliki beberapa bendungan yang dapat dimanfaatkan
untuk menjadi PLTMh.
16

Gambar 4.2 Pembangkit Listrik Tenaga Air

NTT juga memiliki banyak sungai yang dapat digunakan sebagai sumber
energi untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) maupun mikrohidro (PLTMh).
Menurut hasil survey yang dilakukan kementerian ESDM, potensi daya yang dapat
dibangkitkan dari pemanfaatan energi air ini mencapai 143 MW. Sumber energi
tersebut tersebar di 24 lokasi di seluruh NTT dengan kemungkinan pemanfaatan
potensi energi skala kecil hingga menengah. Akan tetapi dari seluruh lokasi yang
berpotensi untuk dikembangkan PLTMh tersebut, belum sepenuhnya dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi listrik, sehingga pemanfaatan energi ini masih kurang
optimal. Namun untuk kedepannya direncanakan seluruh potensi energi air tersebut
akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik energi terbarukan.

4.2.3. Energi Surya

Energi surya atau matahari adalah sumber energi paling kuat dan paling besar
persediaanya. Sinar matahari dapat digunakan untuk pencahayaan, pembangkit
listrik, pemanas air, dan berbagai proses industri. Matahari bisa digunakan
untuk menghasilkan listrik dengan bantuan panel suryayang dapat mengolah
energi panas matahari menjadi listrik. Tapi, energi listrik menjadi tergantung dengan
keadaan cuaca.
17

Energi surya adalah energi yang dikumpulkan secara langsung dari cahaya
matahari. Energi surya merupakan sumber energi yang paling kuat dan paling besar
persediaanya. PT PLN (persero) menyatakan bahwa NTT merupakan wilayah dengan
potensi energi surya yang sangat besar, dikarenakan cuaca panas berlangsung cukup
panjang hingga Sembilan bulan dalam siklus satu tahun. PLTS tidak hanya ramah
lingkungan dengan sisa pembakaran nol (zero waste) tapi juga sebuah investasi yang
menggiurkan bagi perusahaan-perusahaan dalam negeri maupun luar negeri.

Gambar 4.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Berdasarkan data dari Irawan, Provinsi NTT merupakan salah satu provinsi
di Indonesia yang memiliki potensi intensitas radiasi sinar matahari cukup
besar, yakni sebesar 5.117 kWh/m2/hari seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.4.
Dari gambar tersebut, terlihat bahwa daerah Indonesia bagian timur termasuk NTT
ditandai dengan warna oranye pekat, yang berarti intensitas radiasinya tergolong
tinggi. Hal ini tentunya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik menggunakan
panel surya. Namun, walaupun potensi energi surya di NTT cukup besar, namun saat
ini pemanfaatannya masih belum optimal.
18

Gambar 4.4 Pemetaan Intensitas Radiasi Mahari di Indonesia

4.2.4. Energi Panas Bumi

Energi panas bumi adalah energi panas yang berasal dari dalam bumi. Energi
panas bumi berasal dari peluruhan radioaktif di pusat Bumi yang terkandung didalam
air panas, uap air dan batuan bersama mineral dan juga dari panas matahari yang
diserap oleh permukaan bumi. (NTT) merupakan bagian ujung timur dari Busur
Banda, yakni busur gunung api yang memanjang dari mulai Sabang di ujung
Sumatra, Jawa sampai P.Wetar diujung timur Nusa Tenggara. Ini menjadi anugerah
tersendiri bagi wilayah tersebut, karena selain banyak gunung api juga kaya akan
potensi panas bumi.
19

Gambar 4.5 Pemabangkit Listrik Panas Bumi

NTT diperkirakan menyimpan potensi panas bumi yang tersebar di 19


lokasi, 16 diantaranya terdapat di Pulau Flores. Dari keseluruhan potensi sumber
energi panas bumi tersebut, apabila digunakan sebagai sumber energi untuk
pembangkit listrik panas bumi (PLTP) diperkirakan dapat dihasilkan daya listrik
[3]
hingga 1266 MW . Namun, untuk saat ini eksplorasi energi panas bumi baru
dilakukan di dua lokasi, yaitu di Mataloko dan Ulumbu.

Dari kedua lokasi tersebut, potensi panas bumi di Ulumbu adalah yang
terbesar, yaitu sebesar 200 MW. Akan tetapi cadangan terbuktinya baru sekitar 12.5
MW. Sedangkan di Mataloko, potensi panas bumi mencapai 63 MW, namun
cadangan terbuktinya baru sekitar 2.5 MW. Dengan demikian wilayah NTT sangat
berpotensi untuk pengembangan PLTP sehingga dapat memenuhi permintaan beban
yang semakin mengalami peningkatan setiap tahunnya.

4.2.5. Energi Arus Laut/Gelombang

Energi arus laut adalah energi yang memanfaatkan pergerakan horizontal


massa air laut yang mengubahnya menjadi energi kinetic yang dapat digunakan
sebagai tenaga penggerak turbin. Teritori Indonesia terdiri dari sepertiga wilayah
20

darat dan dua pertiga wilayah laut. Dengan wilayah laut yang luas tersebut,
Indonesia memiliki potensi energi kinetik arus laut yang cukup melimpah. Hal ini
dikarenakan Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak pulau
dan selat sehingga arus laut akibat interaksi antara bumi, bulan, dan matahari
mengalami percepatan saat melewati selat-selat tersebut. Terlebih lagi di wilayah
yang menghadap Samudera Hindia dan Samudera Pasifik seperti NTT, potensi arus
laut di wilayah tersebut cukup kuat sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal
untuk membangkitkan energi listrik [3].

Gambar 4.6 Pembangkit Listrik Arus Laut

[8]
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh , kecepatan arus laut yang
terjadi di selat-selat Nusa Tenggara berkisar antara 0.5 hingga 3 m/s bergantung
pada kedalaman dari permukaan air laut serta jarak lokasi atau titik pengujian
terhadap bibir pantai. Dengan potensi tersebut, wilayah NTT berpotensi untuk
pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut dengan perkiraan daya yang
dapat dipanen mencapai 300 MW dengan pemasangan 100 buah turbin bawah laut
[3]
.

4.3. Permasalahan Umum Energi Terbarukan di Indonesia


21

Secara umum pembangkit listrik berbasiskan energi terbarukan masih


menghadapi beberapa hambatan dalam perkembangannya diantaranya karena faktor :

 Masih menemui kendala ke ekonomian karena beberapa komponennya


belum diproduksi massal secara nasional, kandungan lokalnya masih
minim, sehingga komponen-komponen yang ada memilik harga yang
mahal dan tentunya memiliki biaya investasi yang tinggi pula.
 Harga jual tarif pembangkit listrik EBT ke masyarakat masih tergolong
tinggi jika dibandingkan dengan energi fosil, misalnya minyak bumi, solar,
dan batubara, di Indonesia masih tergolong rendah.
 Banyak teknologi untuk pembangunan dan pengelolaan EBT yang belum
dikuasai oleh tenaga ahli di Indonesia.
 Beberapa pembangkit listrik EBT memiliki keterbatasan untuk
mengimbangi pertumbuhan beban listrik yang cepat dan besar seperti
PLTS dan PLT Bioenergi.
 Masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilakukan untuk
mengembangkan teknologi EBT. Selain itu penelitian tersebut juga
terkendala oleh biaya dan sumber daya manusia.
 Hal lain yang menguntungkan namun menjadi kelemahan Indonesia adalah
khususnya potensi panas bumi, wilayah ring of fire yang membentang dari
Sumatera, Jawa sampai Sulawesi memiliki medan yang cukup sulit untuk
ditempuh dan dijangkau serta memerlukan waktu yang lama untuk
membuka jalan dalam memproduksi energy terbarukan.
 Kondisi letak geografis Indonesia yang membawa keuntungan dalam hal
energi-pun disisi lain juga membawa kelemahan dalam hal pengembangan
dikarenakan Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang terpisahkan oleh laut
dan selat. Ini dapat menyebabkan pembangunan infrastruktur produksi dan
distribusi energi menjadi lebih sulit dikarenakan harus terpartisi di setiap
daerah yang berbeda.
22

 Kondisi sosial masyarakat setempat yang terkadang menjadi penghalang


dalam pembangunan sumber energi terbarukan.

BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Simpulan

Energi Baru Terbarukan adalah energi yang ketersediaan sumbernya bisa


dipulihkan setelah sumber itu digunakan atau dihabiskan. Energi terbarukan berasal
dari elemen-elemen alam yang tersedia di bumi dalam jumlah besar, misal: matahari,
angin, sungai, tumbuhan dan sebagainya.

Pengembangan sumber energi terbarukan sangat cocok untuk wilayah NTT


karena memiliki potensi energi terbarukan yang sangat baik. Terdapat beberapa
wilayah di NTT yang memiliki potensi pengembangan pembangkit listrik tenaga
angin atau bayu (PLTB), Di semua lokasi tersebut, kecepatan angin bervariasi antara
4.5 hingga 5 m/s. Wilayah NTT khususnya di Pulau Timor dipetakan menjadi daerah
yang berpotensi untuk pengembangan PLTB. NTT juga merupakan salah satu
propinsi di Indonesia yang memiliki potensi intensitas radiasi sinar matahari cukup
besar, yakni sebesar 5.117 kWh/m2/hari. NTT juga memiliki potensi energi
terbarukan yang berasal dari perut bumi, yaitu panas bumi (geothermal). Potensi
panas bumi di NTT tersebar di 19 lokasi, 16 diantaranya terdapat di Pulau Flores.
Dari keseluruhan potensi sumber energi panas bumi tersebut, apabila digunakan
sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik panas bumi (PLTP) diperkirakan
dapat dihasilkan daya listrik hingga 1266 MW. Kecepatan arus laut yang terjadi di
selat-selat berkisar antara 0.5 hingga 3 m/s bergantung pada kedalaman dari
permukaan air laut sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan energi arus laut.
Potensi daya yang dapat dibangkitkan dari pemanfaatan energi air di NTT juga
mencapai 143 MW. Sumber energi tersebut tersebar di 24 lokasi di seluruh NTT
23

dengan kemungkinan pemanfaatan potensi energi skala kecil hingga menengah. Akan
tetapi dari seluruh lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan PLTMh tersebut,
belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik, sehingga
pemanfaatan energi ini masih kurang optimal.

5.2. Rekomendasi

Pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah seharusnya lebih


memperhatikan Energi Baru Terbarukan sebagai sakah satu jalan untuk menghadapi
permasalahan energy di negeri ini. Pemerintah juga seharusnya lebih banyak
berinvestasi dan mengembangkan Energi Baru Terbarukan ini demi menjaga
stabilitas energy di Indonesia.
24

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dewan Energi Nasional RI, Outlook Energi Indonesia 2014. Jakarta: Sekretariat
Jenderal Dewan Energi Nasional, 2014.
[2] Heryadi. M.D. dan Hartono, D. (2016). Energy Efficiency, Utilization of
Renewable Energies, and Carbon Fioxide Emission: Case Study of G20
Countries. International Energy, Journal 16 (2016) 143-152.
[3] Kementerian ESDM. Berita Kementerian ESDM Indonesia. [Online].
esdm.go.id
[4] Muchlis M and Permana A.D, Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN di Indonesia
Tahun 2003 s.d 2020, Lubis A.B and M. Djamin, Eds. Jakarta: BPPT, 2006.
[5] O Erdinc and M Uzunoglu, "Optimum design of hybrid renewable energy
systems: Overview of different approaches," Renewable and Sustainable
Energy Reviews, vol. 16, no. 3, pp. 1412-1425, April 2012.
[6] Soeripno MS, "Potensi dan Pengembangan Energi Angin di Indonesia,"
MasyarakatEnergiAnginIndonesia, Bogor, Presentasi 2011.
[7] Susandi, A., Firdaus dan I. Herlianti. Impact of Climate Change on Indonesian
Sea Level Rise With Referente to its Socioeconomic Impact. EEPSEA Climate
Change Conference Bali. 2008
[8] Yuningsih A and Achmad M, "Potensi Energi Arus Laut Untuk Pembangkit
Tenaga Listrik di Kawasan Pesisir Flores Timur, NTT," Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, vol. 3, no. 1, pp. 13-25, Juni 2011.Brouwer, W. D.
2000. Natural fibre composites in structural components, alternative for sisal,
On the Occasion of the Joint FAO/CFC Seminar, Rome, Italy.
25

Anda mungkin juga menyukai