E031221120 Sudirman Uddin Tugas 1
E031221120 Sudirman Uddin Tugas 1
Sudirman Uddin
BPS SINJAI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2024
Pendekatan top-down dan bottom up dalam community development memiliki model
dan penerapan yang berbeda. Faktanya kedua pendekatan tersebut memiliki implikasi yang
saling berlawanan.
A. Pendekatan Top-Down
Pendekatan manajemen top-down adalah salah satu contoh strategi di mana proses
pengambilan keputusan terjadi di tingkat teratas kemudian dikomunikasikan ke seluruh tim.
Gaya ini dapat diterapkan di tingkat proyek, tim, atau bahkan perusahaan dan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan kelompok tertentu.
Banyak tim menggunakan pendekatan top-down karena menghilangkan kebingungan,
mengurangi risiko, dan menjaga inisiatif tetap tertata pada tim yang lebih besar. Namun,
manajemen top-down tidak cocok untuk semua orang. Top-down dapat membatasi kreativitas
dan memperlambat pemecahan masalah, jadi ini mungkin bukan pilihan terbaik untuk tim yang
membutuhkan fleksibilitas dan daya tanggap yang lebih besar.
Dalam pendekatan manajemen top-down, tim atau manajer proyek membuat
keputusan lalu disaring ke bawah melalui struktur hierarkis. Manajer mengumpulkan
informasi, menganalisisnya, dan menarik kesimpulan yang dapat ditindaklanjuti. Kemudian,
mereka mengembangkan proses yang dikomunikasikan dan diimplementasikan anggota tim
lainnya. Anda mungkin mendengar gaya manajemen ini disebut sebagai "atur dan awasi" atau
"kepemimpinan otokratis."
Mungkin Anda mempertimbangkan pendekatan top-down saat memikirkan proses
manajemen. Industri konvensional seperti ritel, perawatan kesehatan, atau manufaktur biasanya
menerapkan gaya manajemen top-down.
1. Cara kerja pendekatan top-down
Ketika menggunakan pendekatan top-down pada suatu proyek,
mengambil keputusan yang lebih tinggi memulai dengan gambaran umum gol dan
bekerja mundur untuk menentukan tindakan yang perlu diambil kelompok dan
individu yang berbeda agar gol tercapai.
Seluruh proses perencanaan proyek berlangsung di tingkat manajemen.
Kemudian, setelah rencana tindakan diciptakan, pembuat keputusan
mengomunikasikannya kepada seluruh tim untuk diimplementasikan (biasanya
dengan hanya sedikit kesempatan penyesuaian).
Pendekatan top-down bisa efektif karena ini tetap sama dari proyek ke
proyek, memungkinkan tim membangun proses yang dipraktikkan dengan baik yang
berkembang lebih efisien dari waktu ke waktu. Karena sifat gaya top-down begitu
stabil dan andal, banyak organisasi (contoh: IBM, The New York Times, dan
organisasi legacy lainnya) memilih untuk mengoperasikan perusahaan mereka
menurut pendekatan ini.
B. Pendekatan Bottom-Up
Saat menggunakan pendekatan bottom-up pada tujuan proyek, tim akan berkolaborasi
di semua tingkat untuk menentukan langkah yang perlu diambil untuk mencapai gol
keseluruhan. Pendekatan ini lebih baru dan lebih fleksibel dari strategi top-down yang lebih
formal, itulah sebabnya pendekatan bottom-up lebih sering ditemukan di industri yang
memprioritaskan gangguan dan inovasi.
Contoh manajemen bottom-up meliputi:
• OKR Hybrid: tujuan yang lebih luas ditetapkan di tingkat perusahaan, tetapi KR (hasil
utama) ditentukan tim dan individu.
• Tim scrum: rapat standup harian menyatukan seluruh tim untuk berkoordinasi secara
kolaboratif.
• Manajemen demokratis:pemimpin bekerja dengan anggota tim untuk menentukan
keputusan yang harus dibuat di setiap tingkat, memungkinkan kolaborasi yang lebih
baik sambil mempertahankan struktur.
1. Keuntungan manajemen bottom-up
Gaya manajemen bottom-up memecahkan banyak masalah yang muncul pada
pendekatan top-down. Pendekatan ini memiliki kelebihan yang membuatnya sangat
cocok untuk tim dan industri kreatif yang mementingkan kolaborasi, seperti
pengembangan perangkat lunak, desain produk, dan banyak lagi.
Di lingkungan kolaboratif, mereka yang bekerja secara langsung pada proyek dan
mengawasi manajemen proyek memiliki suara tentang keputusan yang akan
memengaruhi pekerjaannya di masa mendatang. Manajer tingkat atas bekerja secara
langsung dengan anggota tim untuk memetakan tindakan yang mencegah potensi titik
buta proses yang mungkin muncul ketika keputusan dibuat tanpa masukan tim.
Pendekatan bottom-up mendorong persetujuan yang lebih besar dari anggota tim
karena setiap orang diberi kesempatan untuk memengaruhi keputusan tanpa memandang
senioritas. Ini juga memfasilitasi hubungan yang lebih baik antara rekan kerja dengan
menawarkan kesempatan yang sama bagi anggota di semua tingkat senioritas untuk
memengaruhi hasil proyek. Dengan demikian, pendekatan ini meningkatkan
kemungkinan bahwa semua anggota akan lebih terlibat demi kesuksesan tim.
Dalam proses top-down, tim memiliki lebih sedikit kesempatan untuk
memberikan masukan atau saran. Di sisi lain, pendekatan kolaboratif seperti bottom-up
memberi peluang untuk umpan balik, curah pendapat, dan kritik membangun yang sering
mengarah pada sistem dan hasil yang lebih baik.
2. Kelemahan manajemen bottom-up
Tentu saja, ada alasan pendekatan bottom-up belum diterapkan secara luas:
pendekatan ini memiliki sejumlah tantangan yang membuatnya tidak cocok dengan jenis
tim, proyek, dan industri tertentu.
Pendekatan bottom-up murni untuk memecahkan masalah dapat mengakibatkan
“terlalu banyak koki di dapur". Keputusan akan sulit diambil ketika semua orang dalam
grup diundang untuk berkolaborasi dan akibatnya, proses dapat melambat.
Untuk menghindari hal ini: Pertimbangkan untuk menugaskan satu atau dua
pemimpin kelompok yang memperhitungkan semua masukan dan membuat keputusan
berdasarkan umpan balik.
Meskipun penting untuk memberi anggota tim kesempatan melontarkan umpan
balik, tidak semua orang merasa nyaman melakukannya, terutama jika pimpinan juga ada
di ruangan. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki tingkat kenyamanan yang berbeda dan
memaksakan umpan balik dapat menghambat kejujuran atau kreativitas.
Untuk menghindari ini: Sediakan lingkungan yang berbeda untuk kontribusi
anggota tim, seperti di ruang kerja kecil, rapat 1:1, atau survei umpan balik anonim
kuartal. Dorong lebih banyak anggota tim senior untuk menemukan cara mencairkan
suasana dengan kontributor baru sehingga semua orang merasa nyaman berpartisipasi.
Dalam banyak hal, sah-sah saja jika keputusan proyek dibuat di tingkat proyek.
Namun, proyek masih dipengaruhi faktor dengan tingkat yang lebih tinggi seperti gol
perusahaan, penganggaran, perkiraan, dan metrik yang tidak selalu tersedia di tingkat
tim. Proses yang dirancang bottom-up dapat mengalami titik buta yang diakibatkan
kurangnya akses ke wawasan dari manajemen tingkat atas.
Untuk menghindari ini: Buat alur komunikasi yang memberikan ringkasan
informasi kepada pimpinan tim dari tingkat perusahaan yang mungkin relevan dengan
keputusan tingkat proyek. Sebagai pemimpin tim, Anda dapat menyampaikan informasi
kepada tim sesuai keinginan Anda untuk memastikan keputusan tim selaras dengan posisi
dan gol tingkat perusahaan.
C. Kiat manajemen tim
Referensi
https://asana.com/id/resources/top-down-approach#cara-kerja-pendekatan-top-down
Pendekatan top-down vs bottom-up: Apa bedanya?