Anda di halaman 1dari 12

KONFLIK ORANG TUA

DAN ANAK
Anggota:

Adiba Novembia Hasanah (1216000003)


Cindy Nuraeni (1216000040)
Hasna Nurfajriati (1216000082)
Huwaida Abidah Mustari (1206000075)
Muhamad Hilmi Jarsidiq (1216000121)
KONFLIK MASA KANAK-KANAK
Konflik masa kanak-kanak dalam konteks keluarga Islam dapat menjadi subjek
yang kompleks dan terbentuk dari berbagai faktor budaya, agama, dan psikologis.
Beberapa faktor yang mungkin memengaruhi konflik masa kanak-kanak dalam
keluarga Islam meliputi:

peran orang tua konflik dengan saudara kandung


peran agama dan nilai - nilai islam konflik dengan teman sebaya
penyesuaian identitas Konflik emosional
pengaruh budaya dan lingkungan sosial konflik dengan aturan dan norma
KONFLIK MASA KANAK-KANAK
Setiap keluarga memiliki dinamika uniknya sendiri, dan konflik masa kanak-kanak
dalam keluarga Islam dapat berkembang dalam konteks yang sangat individual.

Oleh karena itu, pendekatan dalam memahami dan menangani konflik ini perlu
mempertimbangkan faktor-faktor budaya, agama, dan psikologis secara holistik.
KONFLIK MASA REMAJA
Pada umumnya, masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan
individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai storm and stress, untuk
menggambarkan masa yang penuh gejolak dan tekanan.

Istilah ini bermula dari psikolog amerika, Stanley hall. Dia menganggap bahwa storm and stress
merupakan fenomena universal pada masa remaja yang menjalani proses menuju kedewasaan. Setelah
memasuki masa dewasa, ibarat badai akan berlalu dan langit menjadi cerah Kembali (ZHOU, 2006)

Pandangan ini selaras dengan paham psikoanalitik yang menganggap masa


remaja merupakan masa pertarungan antara ide,yaitu Hasrat untuk mencari
kesenangan seksual dan super ego yaitu tuntutan memenuhi norma dn moral
sosial. Pergolakan yang dialami pada masa remaja merupakan refleksi
terhadap konflik internal dan ketidak seimbangan psikis.
KONFLIK MASA REMAJA
Beberapa penelitian menunjuka intensitas konflik orang tua dan anak meningkat pada remaja awal,
mencapai puncaknya pada remaja tengah dan menurun pada remaja akhir.

Sementara itu, beberapa penelitian mengungkapkan kecenderungan konflik tersebyt menurun secara
linier. Dimulai dengan intensitas konflik tinggi terjadi pada masa remaja awal, kemudian menurun pada
masa remaja akhir .

Konflik orang tua dengan remaja pada umumnya bersifat hierarkis dan
berkenaan dengan kewajiban. Orang tua berada dalam posisi yang lebih tinggi
yang harus dipatuhi dan anak dipandang memilki kewajiban untutk taat
terhadap orang tua.

Cara pandang orang tua dan anak terhadap konflik sering kali berbeda. Dalam
menghadapi ketidak setujuan dengan anak, orang tua selalu melihat dari sudut
pandang kewenangan orang tua dan tantangan sosial.
POLA KOMUNIKASI ORANG TUA

Sebuah keluarga akan berfungsi dengan optimal apabila didalamnya terdapat pola
komunikasi yang terbuka, ada sikap saling terbuka, ada sikap saling menerima, mendukung
rasa aman dan nyaman serta memiliki kehidupan spiritual yang terjaga (Kriswanto, 2005 : 9).

Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi – fungsi
sebagai keluarga maka keluarga tersebut mengalami stagnasi (kemandekan) atau disfusi
yang pada gilirannya akan merusak kekokohan kosentrasi keluarga (khususnya terhadap
perkembangan kepribadian anak).
POLA KOMUNIKASI ORANG TUA

Menurut Yusuf (2001 : 51) pola komunikasi orangtua dapat diidentifikasikan menjadi 3, yaitu

Pola komunikasi membebaskan (Permissive); adanya kebebasan tanpa batas kepada anak
untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak.

Pola komunikasi otoriter; orangtua melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak,
sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi.

Pola komunikasi demokratis; ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak,
mereka membuat semacam aturan – aturan yang disepakati bersama.
KONTROL DAN OTORITAS
Kekuasaan orangtua (ouderlijke macht) termuat dalam KUHPerdata. Pasal 198
KUHPerdata dan seterusnya mewajibkan setiap anak untuk patuh dan hormat
kepada orang tuanya. Sebaliknya, orang tua wajib memelihara dan membimbing anak-
anaknya yang belum cukup umur sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Peraturan ini mencakup hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya, sampai
anak-anaknya dimaksud dewasa.

Pengurangan kontrol dan otoritas pada anak hendaknya dimulai secara bertahap
seiring dengan bertambahnya usia dan perkembangan kemandirian anak.

Misalnya, ketika anak mulai menunjukkan tanda-tanda kemandirian dan kemampuan


untuk membuat keputusan yang baik, orangtua bisa memberikan lebih banyak ruang
untuk membiarkan anak mencoba dan belajar dari pengalaman mereka sendiri.
MANAJEMEN KONFLIK

Menurut Joseph A.Devito (1996 dalam Hertyanti, 2009) :

Avoidance and Fighting Actively


Avoidance menghindari, membiarkan, atau menunda konflik sampai menemukan alasan yang logis.
Fighting Actively melayani konflik, membuka diri dan mengeluarkan segala pendapatnya.

Force and Talk


Force mendorong pendapat dan kehendak mereka dengan keras.
Talk menekankan pada keterbukaan, empati, dan sikap positif dalam interaksi.

Gunnysacking and Present Focus


Gunnysacking mengungkit kembali kejadian masa lalu dengan tambahan persepsi dan perasaan
negatif yang menyertainya saat berbicara.
Present Focus berfokus pada masalah saat ini.
MANAJEMEN KONFLIK

Menurut Joseph A.Devito (1996 dalam Hertyanti, 2009) :

Attack and Acceptance


Attack serangan terhadap lawan bicara..
Acceptance argumen-argumen objektif yang dapat diterima oleh lawan bicara.

Verbal Aggressiveness and Argumentativeness


Verbal Agressiveness penggunaan kata-kata kasar atau argumen yang menyerang secara
pribadi.
Argumentativeness penyajian argumen yang terbuka, obyektif, dan berfokus pada inti konflik
sebenarnya.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai