DAN ANAK
Anggota:
Oleh karena itu, pendekatan dalam memahami dan menangani konflik ini perlu
mempertimbangkan faktor-faktor budaya, agama, dan psikologis secara holistik.
KONFLIK MASA REMAJA
Pada umumnya, masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan
individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai storm and stress, untuk
menggambarkan masa yang penuh gejolak dan tekanan.
Istilah ini bermula dari psikolog amerika, Stanley hall. Dia menganggap bahwa storm and stress
merupakan fenomena universal pada masa remaja yang menjalani proses menuju kedewasaan. Setelah
memasuki masa dewasa, ibarat badai akan berlalu dan langit menjadi cerah Kembali (ZHOU, 2006)
Sementara itu, beberapa penelitian mengungkapkan kecenderungan konflik tersebyt menurun secara
linier. Dimulai dengan intensitas konflik tinggi terjadi pada masa remaja awal, kemudian menurun pada
masa remaja akhir .
Konflik orang tua dengan remaja pada umumnya bersifat hierarkis dan
berkenaan dengan kewajiban. Orang tua berada dalam posisi yang lebih tinggi
yang harus dipatuhi dan anak dipandang memilki kewajiban untutk taat
terhadap orang tua.
Cara pandang orang tua dan anak terhadap konflik sering kali berbeda. Dalam
menghadapi ketidak setujuan dengan anak, orang tua selalu melihat dari sudut
pandang kewenangan orang tua dan tantangan sosial.
POLA KOMUNIKASI ORANG TUA
Sebuah keluarga akan berfungsi dengan optimal apabila didalamnya terdapat pola
komunikasi yang terbuka, ada sikap saling terbuka, ada sikap saling menerima, mendukung
rasa aman dan nyaman serta memiliki kehidupan spiritual yang terjaga (Kriswanto, 2005 : 9).
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi – fungsi
sebagai keluarga maka keluarga tersebut mengalami stagnasi (kemandekan) atau disfusi
yang pada gilirannya akan merusak kekokohan kosentrasi keluarga (khususnya terhadap
perkembangan kepribadian anak).
POLA KOMUNIKASI ORANG TUA
Menurut Yusuf (2001 : 51) pola komunikasi orangtua dapat diidentifikasikan menjadi 3, yaitu
Pola komunikasi membebaskan (Permissive); adanya kebebasan tanpa batas kepada anak
untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak.
Pola komunikasi otoriter; orangtua melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak,
sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi.
Pola komunikasi demokratis; ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak,
mereka membuat semacam aturan – aturan yang disepakati bersama.
KONTROL DAN OTORITAS
Kekuasaan orangtua (ouderlijke macht) termuat dalam KUHPerdata. Pasal 198
KUHPerdata dan seterusnya mewajibkan setiap anak untuk patuh dan hormat
kepada orang tuanya. Sebaliknya, orang tua wajib memelihara dan membimbing anak-
anaknya yang belum cukup umur sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Peraturan ini mencakup hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya, sampai
anak-anaknya dimaksud dewasa.
Pengurangan kontrol dan otoritas pada anak hendaknya dimulai secara bertahap
seiring dengan bertambahnya usia dan perkembangan kemandirian anak.