Anda di halaman 1dari 28

ZAT PENGATUR TUMBUH DALAM KULTUR JARINGAN

TUMBUHAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah : Kultur Jaringan

Dosen Pengampu : Amin Nurokhman, S.Pd.,M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Nur Saffana 2120207032

Sila 2120207033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN FATAH PALEMBANG

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Kultur Jaringan
ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Bapak Amin Nurokhman, S.Pd., M.Si. Pada bidang studi Pendidikan Biologi
Mata Kuliah Kultur Jaringan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan” bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Amin Nurokhman, S.Pd.,


M.Si. selaku Dosen Mata Kuliah Kultur Jaringan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 10 Maret 2024

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan Makalah ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3
A. Definisi Zat Pengatur Tumbuh ........................................................................ 3
B. Macam-Macam Zat Pengatur Tumbuh Dalam Kultur Jaringan ................... 3
C. Rasio ZPT Dalam Menginduksi Akar, Kalus, dan Tunas ............................. 4
D. Struktur dan Fisiologi Dari ZPT Dalam Menginduksi Akar ......................... 6
E. Struktur dan Fisiologi Dari ZPT Dalam Menginduksi Tunas ....................... 7
F. Kombinasi ZPT Dalam Menginduksi Kalus ................................................ 16
G. Contoh Publikasi Tentang Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh .................. 18
H. Integrasi Al-Qur’an dengan Zat Pengatur Tumbuh ..................................... 19
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 23
A. Kesimpulan ................................................................................................... 23
B. Saran .............................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa kimia yang memainkan peran
kunci dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Dalam
konteks kultur jaringan tumbuhan, penggunaan zat pengatur tumbuh telah
menjadi bagian integral dari teknik kultur jaringan untuk mengoptimalkan
proses pertumbuhan, proliferasi sel, diferensiasi, dan regenerasi tanaman.
Berbagai jenis zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin,
etilen, dan asam abscisat telah ditemukan dan digunakan dalam kultur
jaringan untuk mengontrol berbagai aspek pertumbuhan tanaman (Papon &
Bhattacharjee, 2021).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) memiliki peran yang penting dalam
mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman, termasuk dalam kultur
jaringan tumbuhan. Kultur jaringan merupakan metode yang digunakan
untuk memperbanyak tanaman secara vegetatif di bawah kondisi
laboratorium yang terkendali. Dalam kultur jaringan, penggunaan ZPT dapat
meningkatkan pertumbuhan eksplan tanaman, pembentukan kalus,
pembelahan sel, dan pembentukan organ baru seperti akar, batang, atau
daun. Selain itu, ZPT juga dapat mempengaruhi diferensiasi jaringan,
sintesis senyawa sekunder, dan respons terhadap stres lingkungan (Thorpe,
2018).
Pemahaman tentang penggunaan ZPT dalam kultur jaringan tumbuhan
sangat penting untuk meningkatkan pemahaman tentang penggunaan zat
pengatur tumbuh dalam kultur jaringan memengaruhi efisiensi dan
keberhasilan teknik tersebut dalam menghasilkan tanaman yang diinginkan.
Selain itu, penelitian terkini terus berupaya untuk meningkatkan efektivitas
dan keamanan penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan serta
mengeksplorasi aplikasi baru untuk meningkatkan produksi tanaman secara
berkelanjutan (Gamborg & Shyluk, 2020).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari zat pengatur tumbuh?
2. Apasaja macam-macam zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan?
3. Bagaimana rasio ZPT dalam menginduksi akar, kalus, dan tunas?
4. Bagaimana struktur dan fisiologi dari ZPT dalam menginduksi akar?
5. Bagaimana struktur dan fisiologi dari ZPT dalam menginduksi tunas?
6. Bagaimana kombinasi ZPT dalam menginduksi kalus?
7. Sebutkan contoh publikasi tentang penggunaan zat pengatur tumbuh!
8. Jelaskan integrasi Al-qur’an dengan zat pengatur tumbuh!

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui definisi dari zat pengatur tumbuh.
2. Untuk mengetahui macam-macam zat pengatur tumbuh dalam kultur
jaringan.
3. Untuk mengetahui rasio ZPT dalam menginduksi akar, kalus, dan tunas.
4. Untuk mengetahui struktur dan fisiologi dari ZPT dalam menginduksi
akar.
5. Untuk mengetahui struktur dan fisiologi dari ZPT dalam menginduksi
tunas.
6. Untuk mengetahui kombinasi ZPT dalam menginduksi kalus.
7. Untuk mengetahui contoh publikasi tentang penggunaan zat pengatur
tumbuh.
8. Untuk mengetahui integrasi Al-qur’an dengan zat pengatur tumbuh.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Zat Pengatur Tumbuh


Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan
nutrisi tanaman yang dalam jumlah kecil atau konsentrasi rendah akan
merangsang dan mengadakan modifikasi secara kualitatif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dengan demikian dapatlah
dikatakan bahwa semua hormon adalah zat pengatur tumbuh tetapi tidak
sebaliknya karena ZPT dapat dibuat atau disintesa oleh manusia tetapi
hormon tidak. Lebih lanjut didapatkan pula bahwa, zat pengatur tumbuh
tertentu memepunyai sifat-sifat yang selektif sehingga gulma dapat
dimatikan tetapi tanaman pokok yang dibudidayakan tidak terganggu
(Tukidi, 2022).
Senyawa yang diberikan ke tanaman sebagai suplemen tambahan
untuk meningkatkan proses pembelahan sel agar lebih aktif lagi. dalam
jumlah yang kecil ZPT dapat menstimulir pertumbuhan tanaman dan dalam
jumlah yang besar ZPT justru menghambat pertumbuhan (Mutryarny &
Lidar, 2018).
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) berdasarkan sumbernya terbagi menjadi
dua yaitu sintetik dan alami. ZPT alami bersifat ramah lingkungan dan aman
digunakan (Baitii, 2022).

B. Macam-Macam Zat Pengatur Tumbuh Dalam Kultur Jaringan


Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) memiliki peran penting dalam
keberhasilan pelaksanaan kultur jaringan. Berikut adalah beberapa jenis zat
pengatur tumbuh yang umum digunakan dalam kultur jaringan tumbuhan
beserta referensi terkait:

1. Sitokinin: Zat pengatur tumbuh ini membantu dalam pembelahan sel dan
perkembangan tunas (Hwang & Sheen, 2016).
2. Auksin: Auksin mengatur pertumbuhan akar, pembentukan tunas, dan
diferensiasi jaringan (Woodward & Bartel, 2017).

3
3. Giberelin: Giberelin mempengaruhi pertumbuhan batang dan
perkembangan buah (Hedden & Thomas, 2012).
4. Asam Absisat: Asam absisat berperan dalam respons terhadap stres
lingkungan (Vishwakarma, Upadhyay, Kumar, & Yadav, 2017).
5. Etilen: Etilen mempengaruhi proses pematangan buah dan pengaturan
respons terhadap stres biotik dan abiotic (Duboisl, Van den Broeck, Inzé,
& Thevel, 2017).

C. Rasio ZPT Dalam Menginduksi Akar, Kalus, dan Tunas


Rasio Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam menginduksi akar, kalus,
dan tunas dapat bervariasi tergantung pada jenis tanaman yang dikulturkan
dan tujuan dari kultur jaringan tersebut. Namun, secara umum, penggunaan
ZPT dalam kultur jaringan dimaksudkan untuk memicu respons tertentu
pada tanaman yang dikulturkan .
Rasio antara ZPT dari luar dengan hormon yang diproduksi tanaman
(endogen) akan menentukan arah perkembangan kultur dan tipe
pembentukan organnya. Penambahan ZPT dari luar tersebut akan mengubah
level ZPT endogen, dengan demikian level baru ZPT akan menjadi faktor
pemicu untuk proses pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.
Pembentukan kalus pada eksplan sangat dipengaruhi zat pengatur
tumbuh (ZPT) yang ditambahkan pada media terutama ZPT golongan
auksin dan sitokinin.
Rasio ZPT berupa auksin dan sitokinin yang seimbang dapat
mempengaruhi induksi kalus. Kalus berfungsi untuk melindungi diri dari
infeksi patogen dan mencegah kehilangan air.
Rasio kedua golongan auksin dan sitokinin ini akan mempengaruhi
arah morfogenesis yang terjadi pada kultur. Rasio auksin yang lebih tinggi
dari sitokinin akan menstimulasi terbentuknya akar, sedangkan rasio
sitokinin yang lebih tinggi dari auksin akan menginduksi terbentuknya
tunas. Jika auksin dan sitokinin pada konsentrasi yang sama (rasio 1) maka
akan terbentuk kalus.

4
Gambar tersebut menjelaskan mengenai keseimbangan antara auksin dan sitokinin
sebagai berikut (Aprisa, 2012):

1. Untuk pembentukan akar pada stek in vitro, hanya auksin yang diperlukan
tanpa sitokinin atau dengan sitokinin dalam konsentrasi yang sangat
rendah.
2. Proses embriogenesis membutuhkan nisbah auksin terhadap sitokinin yang
tinggi, dengan konsentrasi auksin lebih tinggi daripada sitokinin.
3. Pembentukan akar adventif dari kalus masih membutuhkan sitokinin selain
auksin.
4. Dalam pembentukan kalus dari tanaman dikotil, sitokinin tetap diperlukan
bersama dengan konsentrasi auksin yang tinggi, sementara pada tanaman
monokotil, pembentukan kalus hanya membutuhkan konsentrasi auksin
yang tinggi tanpa sitokinin.
5. Pembentukan tunas adventif memerlukan sitokinin dalam konsentrasi
tinggi serta auksin dalam konsentrasi rendah.
6. Proliferasi tunas aksilar hanya membutuhkan sitokinin dalam konsentrasi
tinggi tanpa keberadaan auksin atau dengan auksin dalam konsentrasi yang
sangat rendah.

5
D. Struktur dan Fisiologi Dari ZPT Dalam Menginduksi Akar
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa kimia alami atau sintetis
yang memainkan peran penting dalam mengatur pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Dalam konteks induksi akar, ZPT berinteraksi
dengan sel-sel tanaman untuk memicu respons yang mengarah pada
pembentukan akar. Proses ini melibatkan sejumlah struktur dan mekanisme
fisiologis yang terlibat dalam respon tanaman terhadap ZPT.

1. Receptor ZPT: Tanaman memiliki reseptor khusus di permukaan sel yang


mendeteksi keberadaan ZPT dalam lingkungan sekitarnya. Reseptor ini
memicu serangkaian sinyal internal yang memulai respons biokimia
dalam sel-sel tanaman (Du & Scheres, 2018).
2. Transduksi Sinyal: Setelah ZPT terikat pada reseptor, sinyal tersebut
ditransmisikan ke dalam sel melalui berbagai jalur transduksi sinyal. Ini
melibatkan perubahan konformasi protein, aktivasi enzim, dan modulasi
jalur transduksi sinyal yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
3. Ekspresi Gen: Sinyal ZPT memicu ekspresi gen tertentu yang mengatur
pembentukan akar. Gen-gen ini mengodekan protein-protein kunci yang
terlibat dalam proliferasi sel, diferensiasi, dan pembentukan akar baru
(Péret, B., Middleton, A. M., French, A. P., Larrie, Péret, Middleton,
French, & Larrie, 2013).
4. Pembelahan Sel dan Diferensiasi: Salah satu efek utama ZPT adalah
merangsang pembelahan sel di daerah meristem akar dan menginduksi
diferensiasi sel-sel tersebut menjadi jaringan akar. Proses ini
dikoordinasikan oleh hormon-hormon lain seperti auksin dan sitokinin
yang bekerja bersama-sama dengan ZPT.
5. Pertumbuhan Akar: Akar yang baru terbentuk kemudian tumbuh dan
berkembang, menghasilkan sistem akar yang kompleks yang penting
untuk penyerapan air dan nutrisi tanaman (Pacifici, Polverari, Sabatini, &
Calci, 2015).

6
E. Struktur dan Fisiologi Dari ZPT Dalam Menginduksi Tunas
Zat pengatur tumbuh (hormone tumbuhan) adalah senyawa kimia
yang di produksi dalam tanaman untuk mengatur pertumbuhan,
perkembangan dan respons terhadap lingkungan. Beberapa zat pengatur
tumbuh ini memiliki peran khusus dalam menginduksi akar, seperti auksin
dan sitokinin (Solichatun dkk., 2021). Adapun struktur serta fisiologi zat
pengatur tumbuh yang terlibat dalam menginduksi tunas yaitu sebagai
berikut:
1. Auksin
Auksin adalah salah satu jenis hormon tumbuhan yang memainkan
peran penting dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Struktur kimia utama dari auksin adalah asam indol-3-asetat (IAA).
Adapun struktur dari asam indol-3asetat (IAA) yaitu;
a. Inti indol merupakan bagian utama dari struktur asam indol-3-asetat
(IAA). Inti ini terdiri dari cincin heterosiklik beranggotakan lima
dengan atom nitrogen di dalamnya. Struktur indol memberikan sifat-
sifat khas pada molekul auksin.
b. Rantai samping Asetat, Terpasang pada atom karbon kedua di inti
indol, terdapat rantai samping asetat. Rantai ini memiliki struktur
CH3COO- yang terdiri dari satu atom karbon yang terikat pada dua
atom oksigen, satu di antaranya terikat pada inti indol dan yang
lainnya merupakan gugus ester (-COOCH3).

Gambar diatas merupakan struktur dasar auksin. Namun, auksin


juga dapat ada dalam berbagai bentuk turunan yang memiliki modifikasi
pada rantai sampingnya, seperti asam indol-3-butyrik (IBA), asam indol-

7
3-propionat (IPA), dan lain-lain. Meskipun demikian, struktur inti indol
tetap menjadi ciri khas dari semua molekul auksin.
Selain asam indol-3asetat (IAA), salah satu herbisida sintetis yang
umum digunakan yang juga berfungsi sebagai auksin sintetis adalah 2,4-
Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D). Berikut adalah struktur kimia dari
2,4-D

Struktur ini menunjukkan dua gugus klorin (-Cl) yang terikat pada
cincin benzena, dengan rantai samping asetat (-COOH) yang melekat
pada atom karbon di posisi ortho terhadap salah satu gugus klorin.
Struktur ini menampilkan cincin benzena yang dihubungkan dengan
rantai karbon dan gugus asetat. 2,4-D memiliki kemiripan struktural
dengan hormon auksin alami, tetapi dengan modifikasi tertentu yang
memungkinkannya untuk berfungsi sebagai herbisida yang efektif.

Struktur Auksin terbentuk dari kelompok besar senyawa kimia


dengan asam indol-3-asetat (IAA) sebagai auksin utama dalam
tumbuhan. Fisiologi dari auksin adalah Auksin memiliki beberapa fungsi
dalam menginduksi tunas, termasuk merangsang pertumbuhan sel,
merangsang pembentukan tunas lateral (cabang), dan mengatur
dominansi apikal. Auksin juga membantu dalam pembelahan sel,
elongasi sel, dan pembentukan akar lateral (Sosnowski et al, 2023).

Auksin adalah hormon tumbuhan yang berperan dalam berbagai


proses fisiologis, Mekanisme fisiologis auksin dalam menginduksi
pertumbuhan tunas melibatkan sejumlah proses kompleks di tingkat sel
dan organ dalam tanaman.

a. Pemanjangan Sel: Auksin, seperti asam indol-3-asetat (IAA),


merangsang pemanjangan sel pada jaringan meristem di ujung tunas.

8
Ini terjadi dengan merangsang produksi proton dalam dinding sel,
yang mengakibatkan penurunan pH di sekitar sel dan aktivasi enzim-
enzim perombak dinding sel. Proses ini memungkinkan sel untuk
meregang dan memanjang, yang merupakan langkah awal dalam
pembentukan tunas.
b. Aktivasi Genetik: Auksin dapat mempengaruhi ekspresi gen-gen
tertentu yang terlibat dalam pembentukan tunas. Auksin berinteraksi
dengan reseptor spesifik pada membran sel, yang mengaktifkan jalur
transduksi sinyal yang mengarah pada aktivasi atau represi gen-gen
yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel tunas.
c. Pengaturan Transport Nutrien: Auksin dapat mempengaruhi
distribusi dan transport nutrien dalam tanaman. Ini dapat
mempengaruhi akumulasi zat gizi di ujung tunas, yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan tunas yang sehat.
d. Stimulasi Pembelahan Sel: Auksin juga dapat merangsang
pembelahan sel di zona meristem tunas, yang diperlukan untuk
pembentukan tunas baru. Auksin mempengaruhi aktivitas siklus sel
dan menyebabkan sel-sel meristem untuk memasuki fase
pembelahan aktif.
e. Interaksi dengan Hormon Lain: Auksin berinteraksi dengan
hormon tumbuhan lainnya, seperti sitokinin dan gibberelin, dalam
mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi ini
membentuk jaringan hormonal yang rumit yang mengatur respons
tanaman terhadap lingkungan dan kondisi internal.
f. Pertumbuhan Apikal Dominan: Auksin juga berperan dalam
menjaga dominansi pertumbuhan apikal tunas, yaitu penghambatan
pertumbuhan tunas lateral oleh tunas terminal. Ini dapat dicapai
dengan pengaturan transport auksin, yang mempengaruhi
pembentukan tunas lateral.

2. Sitokinin

9
Sitokinin adalah salah satu jenis hormon tumbuhan yang berperan
dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Struktur
kimia utama dari sitokinin biasanya terdiri dari dua bagian utama yaitu
Inti purin merupakan komponen utama struktur sitokinin. Purin adalah
suatu cincin heterosiklik beranggotakan enam yang terdiri dari lima atom
karbon dan satu atom nitrogen. Struktur purin memberikan sifat khas
pada molekul sitokinin. Serta rantai samping adalah gugus yang terikat
pada cincin purin dan berkontribusi pada sifat dan aktivitas sitokinin.
Rantai samping pada sitokinin dapat bervariasi, dan jenis rantai samping
ini membedakan satu bentuk sitokinin dari yang lain.
Ada beberapa bentuk sitokinin yang umum, salah satunya adalah
zeatin. Zeatin adalah sitokinin alami yang banyak ditemukan dalam
tanaman. Struktur kimia zeatin adalah sebagai berikut:

Struktur ini menampilkan inti purin yang terdiri dari dua cincin
yang terhubung, dengan gugus amina pada salah satu atom nitrogen di
salah satu cincin, serta rantai samping yang terdiri dari dua atom karbon
dan satu gugus amino (-NH2) yang melekat pada satu atom karbon pada
cincin purin.

Struktur sitokinin dapat bervariasi tergantung pada jenis dan


kondisi kimia spesifiknya. Meskipun zeatin adalah salah satu bentuk
sitokinin yang paling banyak ditemui, ada juga sitokinin lainnya seperti
kinetin, benzyladenine, dan lain-lain, yang memiliki modifikasi struktural
tertentu.

Benziladenine (BAP) adalah salah satu bentuk sitokinin sintetis


yang sering digunakan dalam riset dan aplikasi pertanian. Seperti
sitokinin lainnya, BAP berperan dalam mengatur pertumbuhan dan

10
perkembangan tanaman, termasuk pembelahan sel, pembentukan tunas,
pembungaan, dan diferensiasi jaringan. Struktur kimia dari 6-
benzilaminopurin (BAP), yang juga dikenal sebagai benzyladenine,
adalah sebagai berikut:

Struktur ini menampilkan inti purin yang terdiri dari dua cincin
yang terhubung, dengan gugus amina (-NH2) pada salah satu atom
nitrogen di salah satu cincin, serta rantai samping benzilaminopurin yang
terdiri dari rantai benzil (C6H5-CH2-) yang terikat pada atom nitrogen
lainnya pada cincin purin.

Struktur sitokinin adalah senyawa yang terdiri dari adenin terikat


pada sebuah gugus fosfat. Bentuk paling aktif secara biologis adalah
zeatin. Sitokinin berperan dalam menginduksi tunas dengan merangsang
pembelahan sel dalam jaringan meristem apikal dan meristem tunas.
Sitokinin juga dapat merangsang pembentukan tunas lateral dan
mempengaruhi pertumbuhan tunas secara keseluruhan. Dalam
hubungannya dengan auksin, sitokinin membantu dalam mengatasi
dominansi apikal yang diinduksi auksin (Sosnowski et al, 2023).

Mekanisme fisiologis sitokinin dalam menginduksi pertumbuhan


tunas melibatkan serangkaian proses kompleks di tingkat sel dan organ
dalam tanaman. Berikut adalah beberapa mekanisme utama:

a. Stimulasi Pembelahan Sel: Sitokinin, seperti 6-benzilaminopurin


(BAP), merangsang pembelahan sel di daerah meristem tunas. Ini
terjadi dengan meningkatkan ekspresi gen-gen yang terlibat dalam
siklus sel, memicu sel-sel meristem untuk memasuki fase
pembelahan aktif.

11
b. Penghambatan Penuaan Jaringan: Sitokinin memiliki efek anti-
penuaan pada jaringan tanaman. Ini dapat memperlambat proses
penuaan dan menghambat pembentukan senescence-associated genes
(SAGs) yang terkait dengan penuaan, sehingga mempertahankan
keadaan meristemik yang lebih lama.
c. Pengaturan Perubahan Morfologi: Sitokinin dapat mempengaruhi
morfologi tunas dengan merangsang pembentukan tunas lateral dan
peningkatan jumlah cabang. Hal ini terjadi dengan mengurangi
dominansi pertumbuhan apikal dan memicu pertumbuhan tunas
lateral.
d. Interaksi dengan Auksin: Sitokinin sering berinteraksi dengan
auksin dalam mengatur pertumbuhan tanaman. Interaksi ini dapat
mempengaruhi distribusi dan transport auksin, serta respon sel
terhadap auksin, yang pada gilirannya dapat memengaruhi
pembentukan tunas.
e. Regulasi Ekspresi Genetik: Sitokinin juga dapat mengatur ekspresi
gen-gen yang terlibat dalam pembentukan tunas, termasuk gen-gen
yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi tunas. Sitokinin
berinteraksi dengan reseptor spesifik pada membran sel, yang
mengaktifkan jalur transduksi sinyal yang mengarah pada perubahan
ekspresi gen.
f. Pengaturan Keseimbangan Hormonal: Sitokinin juga dapat
mempengaruhi keseimbangan hormonal dalam tanaman dengan
berinteraksi dengan hormon tumbuhan lainnya, seperti auksin dan
gibberelin. Interaksi ini membentuk jaringan hormonal yang
kompleks yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

3. Gibberellin
Giberelin adalah salah satu kelompok utama hormon tumbuhan
yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Struktur kimia
giberelin dapat bervariasi, tetapi mereka umumnya merupakan turunan

12
asam gibberelat. Struktur kimia utama asam gibberelat adalah sebagai
berikut:

Struktur ini menampilkan cincin siklopentanoperhidrofenantren


yang merupakan ciri khas dari giberelin. Beberapa titik penting dalam
struktur giberelin meliputi: Struktur cincin ini memiliki fungsi kunci
dalam aktivitas giberelin. Ini adalah ciri khas yang membedakan
giberelin dari hormon tumbuhan lainnya. Gugus karboksilat pada satu
ujung molekul berperan penting dalam pengenalan dan pengikatan
giberelin dengan reseptor di membran sel tanaman dan beberapa atom
karbon dalam cincin giberelin dapat memiliki gugus hidroksil, metil, atau
atom karbon tambahan yang membentuk rantai samping.

Struktur Gibberellin adalah kelompok senyawa terkait yang


memiliki struktur sikloheksanon, meskipun berbagai jenis gibberellin
memiliki variasi struktural. Gibberellin memainkan peran dalam
mempromosikan pertumbuhan tunas dengan merangsang elongasi sel.
Meskipun tidak secara khusus menginduksi tunas, gibberellin dapat
bekerja sama dengan auksin untuk merangsang pertumbuhan tunas yang
kuat dan membantu mengatasi dormansi tunas (Zhou Yi et al, 2019).

Mekanisme fisiologis giberelin melibatkan serangkaian interaksi


kompleks antara hormon ini dan komponen seluler, yang pada akhirnya
mengatur berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Berikut adalah beberapa mekanisme fisiologis utama yang terlibat dalam
aksi giberelin:

a. Pemanjangan Sel: Salah satu efek utama giberelin adalah


merangsang pemanjangan sel pada jaringan tunas. Giberelin memicu
produksi enzim-enzim yang memecah dinding sel, sehingga

13
memungkinkan sel untuk meregang dan memanjang. Ini membantu
dalam pertumbuhan tunas yang cepat dan memperpanjang internode.
b. Stimulasi Pembelahan Sel: Giberelin juga dapat merangsang
pembelahan sel di daerah meristem tunas. Ini dapat meningkatkan
jumlah sel-sel dalam jaringan tunas dan mempercepat pertumbuhan
tunas.
c. Pengaturan Ekspresi Gen: Giberelin dapat mengatur ekspresi gen-
gen yang terlibat dalam pertumbuhan tunas. Hormon ini berinteraksi
dengan reseptor spesifik pada membran sel, yang mengaktifkan jalur
transduksi sinyal yang mengarah pada perubahan ekspresi gen yang
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi tunas.
d. Stimulasi Pembentukan Tunas Lateral: Giberelin dapat
merangsang pembentukan tunas lateral dengan mengurangi dominansi
pertumbuhan apikal tunas. Ini membantu dalam pembentukan cabang-
cabang yang lebih banyak dan lebih padat pada tanaman.
e. Interaksi dengan Hormon Lain: Giberelin juga berinteraksi dengan
hormon tumbuhan lainnya, seperti auksin, sitokinin, dan etilen, dalam
mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi ini
membentuk jaringan hormonal yang kompleks yang mengatur respons
tanaman terhadap lingkungan dan kondisi internal.
f. Pengaturan Pembungaan dan Pembuahan: Giberelin juga dapat
mempengaruhi pembungaan dan pembuahan pada tanaman berbunga,
yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pembentukan tunas dan
struktur tunas pada tanaman.

Mekanisme fisiologis giberelin melibatkan sinyal dan jalur


transduksi yang rumit di dalam sel-sel tanaman. Hormon ini berikatan
dengan reseptor khusus pada membran sel, yang memicu serangkaian
perubahan intraseluler dan ekstraseluler yang menghasilkan respons
spesifik pada tingkat sel dan organ.

4. Etilen

14
Struktur Etilen adalah senyawa yang sederhana dengan sebuah
gugus karbon-tak-jenuh. Etilen terlibat dalam pengaturan pertumbuhan
tunas dengan mempengaruhi proses seperti inisiasi tunas lateral,
pembentukan tunas adventif, dan pematangan buah. Meskipun tidak
secara langsung menginduksi tunas, etilen memainkan peran penting
dalam regulasi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan secara
keseluruhan (Iqbal et al, 2017).
Struktur kimia dari etilen terdiri dari dua atom karbon yang
terhubung oleh ikatan rangkap dua (alkena) dan dua atom hidrogen yang
terikat pada atom karbon yang pertama. Etilen memiliki rumus kimia
C2H4, yang berarti terdiri dari dua atom karbon dan empat atom
hidrogen. Dua atom karbon dalam etilen terhubung oleh ikatan rangkap
dua (C=C). Ikatan rangkap dua ini memungkinkan etilen untuk memiliki
dua ikatan hidrogen pada setiap atom karbon. Atom karbon pada etilen
memiliki kelebihan dua elektron, sehingga membentuk ikatan rangkap
dua untuk membagi sepasang elektron yang bersamaan dengan atom
karbon lainnya. Dua atom hidrogen terikat pada atom karbon yang
pertama dalam etilen, membentuk ikatan kovalen dengan elektron yang
dibagikan.

Mekanisme fisiologis etilen ini melibatkan perubahan ekspresi gen,


aktivitas enzim, dan proses metabolik di dalam sel-sel tanaman, yang
pada gilirannya mengarah pada berbagai respons fisiologis dan
perkembangan tanaman. Etilen memiliki peran yang kurang dominan
dalam penginduksian pertumbuhan tunas dibandingkan dengan hormon-
hormon seperti auksin, sitokinin, dan giberelin. Namun, etilen masih
dapat mempengaruhi beberapa aspek pertumbuhan tunas. Berikut adalah

15
beberapa mekanisme fisiologis utama etilen dalam penginduksian
pertumbuhan tunas:

a. Pembentukan Tunas Lateral: Etilen dapat berperan dalam


pengaturan pembentukan tunas lateral atau cabang. Dalam beberapa
kasus, peningkatan produksi etilen dapat mengurangi dominansi
apikal, sehingga merangsang pertumbuhan tunas lateral.
b. Respons Terhadap Stres Lingkungan: Etilen sering kali bertindak
sebagai hormon respons stres dalam tanaman. Peningkatan produksi
etilen dapat terjadi sebagai respons terhadap cedera mekanis atau
stres lingkungan lainnya. Dalam beberapa kasus, respons ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi tunas.
c. Pengaturan Pertumbuhan Vertikal: Meskipun tidak secara
langsung menginduksi pertumbuhan tunas, etilen dapat
mempengaruhi pertumbuhan vertikal tanaman dengan memengaruhi
pemanjangan sel pada batang. Etilen dapat berinteraksi dengan
hormon-hormon lain seperti auksin dan giberelin dalam mengatur
pertumbuhan batang dan perpanjangan tunas.
d. Pertumbuhan Tunas Terbatas: Pada beberapa jenis tanaman,
peningkatan produksi etilen dapat memicu penutupan tunas atau
pembatasan pertumbuhan tunas. Ini dapat terjadi sebagai respons
terhadap kondisi lingkungan tertentu atau sebagai bagian dari
regulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

F. Kombinasi ZPT Dalam Menginduksi Kalus


Pembentukan kalus adalah respons tanaman terhadap cedera atau
perlakuan tertentu yang menghasilkan pertumbuhan jaringan yang tidak
terorganisir. Zat pengatur tumbuh (hormon tumbuhan) memainkan peran
penting dalam menginduksi pembentukan kalus. Kombinasi zat pengatur
tumbuh yang sering digunakan untuk menginduksi kalus melibatkan auksin
dan sitokinin. Berikut adalah beberapa kombinasi yang umum digunakan:

16
1. Auksin (asam indol-3-asetat/IAA) dan Sitokinin (6-
benzilaminopurin/BAP) :
Kombinasi auksin dan sitokinin dalam rasio tertentu seringkali
sangat efektif dalam menginduksi pembentukan kalus. Auksin
merangsang pertumbuhan sel, sementara sitokinin merangsang
pembelahan sel. Rasio auksin-sitokinin yang berbeda dapat
menghasilkan jenis kalus yang berbeda pula, seperti kalus meristem,
kalus akar, atau kalus embriogenik (Khan Arifa et al, 2021).
Rasio Auksin tinggi Sitokinin rendah, kombinasi ini sering
digunakan untuk merangsang pembentukan kalus. Konsentrasi tinggi
auksin relatif terhadap sitokinin memicu proliferasi sel dan
pembentukan jaringan kalus tanaman. Rasio sitokinin tinggi Auksin
rendah, kombinasi ini biasanya digunakan untuk merangsang
pembentukan tunas. Konsentrasi tinggi sitokinin relatif terhadap auksin
memicu proliferasi tunas dan pengembangan tunas baru dalam kultur
jaringan. Rasio antara Auksin dan Sitokinin setara, kombinasi ini sering
digunakan untuk merangsang pertumbuhan dan diferensiasi jaringan
tanaman secara merata, seperti pertumbuhan tunas dan akar. Rasio setara
antara auksin dan sitokinin sering kali menghasilkan pertumbuhan
tanaman yang seimbang dan koordinat. Rasio berbeda untuk diferensiasi
jaringan tertentu, kombinasi auksin dan sitokinin dapat disesuaikan
untuk merangsang diferensiasi jaringan tertentu, seperti pembentukan
akar, pembungaan, atau pematangan buah. Rasio yang berbeda dapat
memicu respons spesifik pada tingkat sel dan organ, sehingga
memungkinkan peneliti untuk mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sesuai kebutuhan (Rahman dkk, 2022).

2. Auksin (IAA atau 2,4-D) tanpa Sitokinin :


Auksin dalam konsentrasi yang tinggi, seperti IAA atau 2,4-D,
kadang-kadang digunakan tanpa sitokinin untuk menginduksi kalus.
Auksin dalam konsentrasi tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel dan

17
pembelahan sel yang berlebihan, yang pada gilirannya menyebabkan
pembentukan kalus (Raspor et al, 2021).

3. Sitokinin (BAP) tanpa Auksin :


Meskipun lebih jarang, sitokinin dalam konsentrasi tinggi dapat
digunakan sendiri untuk menginduksi kalus. Sitokinin dapat merangsang
pembelahan sel, dan dalam kondisi tertentu, pembelahan ini dapat
mengarah pada pembentukan kalus (Faramayuda dkk., 2022).
Pemilihan kombinasi zat pengatur tumbuh tergantung pada jenis
tanaman, jenis kalus yang diinginkan, dan tujuan dari kultur jaringan
tersebut. Dalam praktiknya, seringkali dilakukan eksperimen untuk
menemukan kombinasi yang paling efektif untuk menginduksi pembentukan
kalus pada tanaman tertentu.

G. Contoh Publikasi Tentang Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh

18
H. Integrasi Al-Qur’an dengan Zat Pengatur Tumbuh
Integrasi nilai-nilai Al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan, termasuk
dalam konteks zat pengatur tumbuh, dapat dilakukan dengan melihat
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur'an dan bagaimana mereka
dapat berkaitan dengan pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh dalam
tanaman. Berikut adalah beberapa cara integrasi ini bisa terjadi.
Al-Qur'an sering menekankan pada keajaiban ciptaan Allah SWT.
Penelitian tentang zat pengatur tumbuh dalam tanaman memungkinkan kita

19
untuk memahami bagaimana tanaman tumbuh dan berkembang dengan
sistem yang sangat kompleks. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT
menggambarkan tumbuh-tumbuhan sebagai tanda kekuasaan-Nya yang
menakjubkan, yang dapat menginspirasi kita untuk menjelajahi lebih dalam
tentang keajaiban proses tumbuh-tumbuhan, termasuk peran zat pengatur
tumbuh (Agnesia, 2023).
Konsep keseimbangan dan harmoni sangat penting dalam Al-Qur'an.
Zat pengatur tumbuh dalam tanaman, seperti auksin dan sitokinin, juga
bekerja dalam keseimbangan yang rumit untuk mengatur pertumbuhan dan
perkembangan tanaman secara keseluruhan. Keseimbangan ini
mencerminkan prinsip-prinsip yang ditekankan dalam Al-Qur'an tentang
pentingnya menjaga harmoni dalam alam (Yeates, 2023).
Al-Qur'an mengajarkan tentang tanggung jawab manusia sebagai
khalifah di bumi untuk mengelola sumber daya alam dengan bijaksana.
Penelitian tentang zat pengatur tumbuh dapat membantu dalam
pengembangan teknologi pertanian yang berkelanjutan dan efisien, yang
sesuai dengan nilai-nilai Al-Qur'an tentang menjaga dan memanfaatkan
sumber daya alam dengan baik (Samsuni, 2021).
Meskipun manusia menggunakan pengetahuan ilmiah untuk
memahami zat pengatur tumbuh dan proses tumbuh-tumbuhan, Al-Qur'an
mengajarkan kepada kita untuk selalu menyadari bahwa segala sesuatu
berasal dari Allah SWT. Integrasi nilai-nilai Al-Qur'an dalam penelitian
tentang zat pengatur tumbuh dapat membantu dalam memperkuat kesadaran
akan ketergantungan kita pada Allah SWT sebagai Pencipta yang Maha
Bijaksana (Winata dkk., 2023).
Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Al-Qur'an dengan pengetahuan
ilmiah tentang zat pengatur tumbuh, kita dapat memperluas pemahaman kita
tentang keajaiban alam dan meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab
kita sebagai manusia untuk menjaga dan memanfaatkan sumber daya alam
dengan bijaksana.
Ayat Al-Quran yang membahas mengenai Zat Pengatur Tumbuh
diantaranya tertuang pada surah Al-An’am ayat 95

20
ُ ‫َال َح ِّۗي ِ َٰذ ِل ُك ُم ه‬
ََ‫َّٰللاَفَاَنهىَتَُؤْ فَ ُك ْون‬ ْ َ‫َِمن‬ ْ ‫َر ُج‬
ِ ‫َال َم ِيت‬ ِ ‫ت ََو ُم ْخ‬ ْ َ‫َمن‬
ِ ‫َال َم ِي‬ ِ ‫ي‬ ْ ‫ب ََوالنَّ ٰو ِّۗىَي ُْخ ِر ُج‬
َّ ‫َال َح‬ ْ ‫َّٰللاَفَا ِل ُق‬
ِ ‫َال َح‬ َ ‫ا َِّن ه‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah yang menumbuhkan butir (padi-


padian) dan biji (buah-buahan). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang
mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Itulah (kekuasaan)
Allah. Maka, bagaimana kamu dapat dipalingkan?”

Ayat ini menekankan pada keajaiban ciptaan Allah dalam proses


pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Hal ini mengingatkan kita akan
kebesaran Allah dalam mengatur sistem yang kompleks, termasuk proses
pertumbuhan yang melibatkan pengaturan zat-zat seperti hormon
tumbuhan.

Pada Surah Ar-Rum ayat 50 :

َ ََ‫َال َم ْو ٰت ۚى ََو ه َُوَ َع ٰلىَ ُك ِل‬


َ‫ش ْيءٍ َقَ ِديْر‬ ْ ِ ‫ضَ َب ْعدََ َم ْو ِت َه َِّۗاَا َِّن َٰذلِكَ َلَ ُمحْ ي‬ َ ْ ِ ‫ْفَيُحْ ي‬
َ ‫َاْل ْر‬ َ ‫َّٰللاَ َكي‬
ِ‫ت ه‬ ِ ‫َرحْ َم‬ ٰ ‫ظ ْرَا ٰ ِٰٓل‬
َ ‫ىَا ٰث ِر‬ ُ ‫فَا ْن‬

Artinya : “Perhatikanlah jejak-jejak rahmat Allah, bagaimana Dia


menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sesungguhnya (Zat yang
melakukan) itu pasti berkuasa menghidupkan orang yang telah mati. Dia
Mahakuasa atas segala sesuatu”.

Ayat ini mengajak manusia untuk memperhatikan dan memikirkan


tanda-tanda kebesaran Allah dalam penciptaan tumbuh-tumbuhan. Ini bisa
dihubungkan dengan pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh dan
bagaimana mereka mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan.

Kemudian pada Surah Al-Mulk ayat 15 :

ُ ُّ‫َر ْز ِق ِّۗه ََواِلَ ْي ِهَالن‬


َ‫ش ْو ُر‬ ِ ‫اَو ُكلُ ْو‬
ِ ‫اَم ْن‬ ْ َ‫ضَذَلُ ْو اْلَف‬
ُ ‫ام‬
َ ‫ش ْواَ ِف ْيَ َمنَا ِك ِب َه‬ َ ‫َاْل ْر‬ ْ ‫ه َُوَالَّذ‬
َ ْ ‫ِيَ َج َعلََلَ ُك ُم‬

Artinya : “Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan


mudah dimanfaatkan (obat bagimu). Maka, jelajahilah segala penjurunya
dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu (kembali
setelah) dibangkitkan”.

21
Ayat ini menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan yang diciptakan
Allah memiliki manfaat bagi manusia, termasuk dalam bentuk obat-obatan.
Hal ini mencerminkan pemahaman kita tentang penggunaan zat-zat alami
dari tumbuhan, termasuk zat pengatur tumbuh, untuk keperluan medis dan
kesehatan.

Dalam konteks ini, ayat-ayat Al-Qur'an dapat membantu kita


memperdalam pemahaman kita tentang keajaiban alam dan tumbuhan, serta
bagaimana pengetahuan kita tentang zat pengatur tumbuh dapat dipertautkan
dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur'an.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah bahwa zat pengatur tumbuh
(ZPT) memiliki peran yang sangat penting dalam kultur jaringan tumbuhan,
mempengaruhi berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang jenis-jenis ZPT, rasio yang
tepat dalam menginduksi akar, kalus, dan tunas, serta struktur dan fisiologi
ZPT dalam proses pertumbuhan, kita dapat meningkatkan efisiensi dan
keberhasilan teknik kultur jaringan. Integrasi nilai-nilai Al-Qur'an dengan
pengetahuan ilmiah tentang ZPT juga menunjukkan potensi untuk
memperdalam pemahaman kita tentang keajaiban ciptaan Allah dan
menjaga keseimbangan alam.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan laporan ini adalah perlunya
penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme kerja ZPT secara lebih
mendalam, termasuk pengembangan teknik kultur jaringan yang lebih
efektif dan ramah lingkungan. Selain itu, integrasi nilai-nilai agama dalam
penelitian ilmiah juga perlu diperhatikan sebagai bagian dari upaya untuk
memperluas wawasan kita tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan
spiritualitas.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agnesia, F. (2023). Waktu, Materi dan Ruang: Kisah Penciptaan Dalam


Perspektif Kejadian. Jurnal Pendidikan Agama , vol.1(1).
Aprisa, R. (2012). Induksi Kalus Embriogenik dua Genotipe Mutan Jagung (Zea
mays L.) Pada Media Dasar MS dan N6. Bogor: Departemen Agronomi dan
Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian.

Baitii, N. (2022). Pengembangan Buku Ilmiah Populer Ekstrak Daun Kelor


(Moringa oleifera Lamk.) Sebagai Sumber Zat Pegatur Tumbuh Alami Pada
Cabai Rawit (Capsicum frustescens L.). Banjarmasin: Universitas Islam
Negeri Antasari.
Du, Y., & Scheres, B. (2018). Lateral root formation and the multiple roles of
auxin. Journal of Experimental Botany, 69(2), 155-167.

Duboisl, M., Van den Broeck, L., Inzé, D., & Thevel. (2017). Ethylene: receptor
perception and signaling. In Plant Hormones, pp. 121-143.

Faramayuda, F., Irwan, M., & Syam , A. (2022). The Growth of Pimpinella alpina
host Callus at Varios Treatments Of Plant Growth Regulator Concentrations
of NAA. 2,4 D and Its Combination With BAP. Agric Jurnal Ilmu
Pertanian.

Gamborg, O., & Shyluk, J. (2020). Plant Tissue Culture: Methods and
Application in Agriculture. San Francisco: Academic Press.
Hedden, P., & Thomas, S. G. (2012). Gibberellin biosynthesis and its regulation.
Biochemical Journal, 444(1), 11–25.

Hwang, I., & Sheen, J. (2016). Cytokinin: perception, signaling, and role in plant
growth and development. In In Molecular Cell Biology of the Growth and
Differentiation of Plant Cells (pp. pp. 215-236). Cham: Springer.

Iqbal, N., Khan, N., Ferrante, A., Trivellini, A., Francini, A., & Khan, M. (2017).
Ethylene Role in Plant Growth, Development and Senescence: Interaction
With Other Phytohormones. Frontiers in Plant Science, Vol. 8.
Khan, A., Bashir, A., Erum, S., Khatak, J., & Muhammad, A. (2021). Effects of 6-
Benzylaminopurine and Indole-3-aceticnAcid On Growth and Root
Development of Banana Explants in Micropropagation. Sarhad Journal of
Agriculture, vol. 37(1).
Mutryarny, E., & Lidar, S. (2018). Respon Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L)
Akibat Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Hormonik. Jurnal Ilmih Pertanian,
14(2), 29-34.
Pacifici, E., Polverari, L., Sabatini, S., & Calci. (2015). Signaling pathways
controlling plant hormone crosstalk. New Phytologist, 206(4), 1243-1257.

24
Papon, N., & Bhattacharjee, A. (2021). Plant Tissue Culture: The Art of Growing
Plant Cells Outside Their Natural Environment. In Plant Cell Culture
Protocols, 1-20.

Péret, B., Middleton, A. M., French, A. P., Larrie, Péret, B., Middleton, A. M.,
French, A. P., & Larrie. (2013). Sequential induction of auxin efflux and
influx carriers regulates lateral root emergence. Molecular Systems Biology,
9(1), 699.

Raspor , M., Motyka, V., Kaleri, A., Ninkovic, S., Tubic, L., Cingel, A., et al.
(2021). Integrating The Roles for Cytokinin and Auxin in De Novo Shoot
Organogenesis: from Hormone Uptake to Signaling Outputs. International
Journal Of Molecular Sciences, vol. 22(8554).

Samsuni. (2021). Manajemen Sumber Daya Manusia Di Dalam Al-Qur'an.


Tarbiyah Islamiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, vol. 11(1).

Solichatun, Hasanah, F., Pitoyo, A., Etikawati, N., & Mudyantini, W. (2021).
Exogenous Application of Paclobutrazol Promotes Water-deficit Tolerance
in Pepper (Capsicum amnuum). Cell Biology & Development, vol. 5(1) : 1-
6.

Sosnowski, J., Truba, M., & Vasileva, V. (2023). The Impact of Auxin and
Cytokinin on The Growth and Development of Selected Crops. Journal
Agriculture, vol. 13(3).

Thorpe, T. (2018). Plant Tissue Culture: Methods and Applications in


Agriculture. Amsterdam: Academic Press.

Tukidi. (2022). Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (Zpt) Hantu


Multiguna Exclusive Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Hijau
(Vigna Radiata L.). Nusantara Hasana Journal, 2(7), 176-184.

Vishwakarma, K., Upadhyay, N., Kumar, N., & Yadav, G. (2017). Vishwakarma,
K., Upadhyay, N., Kumar, N., Yadav, G., Singh, J., Mishra, R. K., &
Upadhyay, R. G. Abscisic acid signaling and abiotic stress tolerance in
plants: a review on current knowledge and future prospects. Frontiers in
Plant Science, 8, 161.

Woodward, A. W., & Bartel, B. (2017). Auxin: Regulation, Action, and


Interaction. Annals of Botany, 119(5), 629–632.

Xu, C.-S., Zhou, Y., Jiang, Z., Wang, L.-e., Huang, J.-J., Zhang, T.-Y., et al.
(2019). The Vitro Effects of Gibberellin on Human Sperm Motility. Impact
Journal On Aging, Vol. 11(10)
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6555458/ .

Yeates, J. W. (2023). Santience, Harmony and Value of Nature. Animals, Vol.


13(38).

25

Anda mungkin juga menyukai