Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pinang tersedia dalam jumlah yang cukup besar di Indonesia, penyebaran
terbesar terdapat di Pulau Sumatera. Provinsi Jambi merupakan salah satu penghasil
komoditas pinang terbesar di Indonesia selain Riau, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, dan Aceh, di mana penyebaran tanaman pinang dapat ditemukan pada
seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Kabupaten Tanjung Jabung Timur
merupakan salah satu penghasil pinang terbesar di Provinsi Jambi setelah
Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Sebagaimana dapat dilihat pada data yang terdapat di Lampiran 1, Total luas
lahan yang dimanfaatkan sebagai perkebunan pinang pada tahun 2021 di Tanjung
Jabung Timur adalah sekitar 9.242 Ha, dengan produksi pinang sebanyak 3.241
Ton, yang dilakukan oleh sebanyak 8.923 pelaku usaha/petani. Dengan demikian
pengembangan usaha tani komoditi pinang dianggap mampu meningkatkan
pendapatan daerah dilihat dari luasnya lahan perkebunan pinang dan besarnya
produksi yang dihasilkan (Dinas Perkebunan Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Tahun, 2022).

Pinang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan komoditas penting


dan strategis yang merupakan sumber pendapatan terbesar masyarakatnya.
Khususnya di Kecamatan Mendahara Ulu, mayoritas pendapatan masyarakat
berasal dari pinang. Pinang di daerah ini kebanyakan dijual dalam bentuk yang
sudah dikupas dan selebihnya dijual dalam bentuk utuh. Proses produksi pinang
menjadi biji pinang yang telah dikupas menghasilkan produk samping berupa kulit
pinang. Kulit pinang yang dihasilkan berkisar antara 60-80% dari keseluruhan buah
(Pilon, 2007). Produksi pinang di Kecamatan Mendahara Ulu sebanyak 169 Ton
pada tahun 2021 menghasilkan kulit pinang yang dikonversikan dalam berat,
sebesar 101,4 – 135,2 Ton. Semakin besar jumlah produksi pinang maka limbah
yang dihasilkan ini juga akan semakin besar. Sehingga bila tidak ada upaya untuk
menangani atau mengelola limbah yang keberadaannya semakin meningkat

1
tersebut dengan baik, maka secara tidak langsung akan menimbulkan berbagai
macam dampak yang serius bagi lingkungan.

Masyarakat secara umum menganggap limbah ini sebagai barang sisa yang
tidak berguna, bukan sebagai suatu bentuk sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
Sehingga oleh masyarakat kulit pinang ini hanya menjadi tumpukkan di depan
rumah atau dibuang begitu saja ke sungai. Sedangkan, limbah ini selalu bertambah
seiring dengan proses produksi pinang yang berjalan terus menerus. Untuk
mengatasi permasalahan mengenai limbah tersebut, maka limbah-limbah yang
dihasilkan harus ditangani dengan baik dengan menggunakan teknologi yang tepat.
Sudah saatnya paradigma penanganan limbah ini ditinggalkan dan diganti dengan
yang baru. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang
memiliki nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan sebagai energi, kompos, pupuk
atau bahan baku industri (Goenadi, 1996).

Salah satu pemanfaatan kulit pinang adalah sebagai bahan baku pembuatan
energi alternatif seperti briket arang. Limbah biomassa kulit pinang berpotensi
untuk dijadikan biobriket karena jumlahnya yang melimpah dan mengandung kadar
selulosa yang tinggi. Semakin tinggi kadar selulosa yang dikandung maka biobriket
yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang semakin baik (Fachry, dkk, 2010).

Kulit pinang dari proses pengupasan pinang untuk memproduksi biji pinang
akan memiliki nilai ekonomi setelah melalui proses pengolahan menjadi biobriket.
Pengolahan kulit pinang menjadi biobriket, dapat memberikan nilai tambah berupa
nilai ekonomis karena proses pengolahan ini memerlukan biaya-biaya sehingga
terbentuk tarif baru yang nilainya lebih tinggi dan laba yang lebih besar
dibandingkan jika tidak melalui proses produksi. Nilai tambah yang diberikan
biobriket belum diketahui besarnya, sehingga perlu untuk mengetahui besar atau
tidaknya nilai tambah yang diberikan. Selain itu, perlu juga untuk mengetahui layak
atau tidaknya usaha biobriket ini dijalankan dengan melakukan analisis kelayakan
finansial.

Sugiarti (2008), mengatakan bahwa analisis finansial berkaitan dengan


bagaimana menetapkan kebutuhan akan dana serta alokasinya dan pencarian
sumber dana yang berkaitan secara efisien, sehingga didapatkan tingkat keuntungan

2
yang menjanjikan. Kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan dengan
landasan besarnya keuntungan keuangan yang di inginkan. Rancangan usaha
dikatakan layak ketika mampu mendatangkan laba finansial, jika terjadi sebaliknya
maka rancangan usaha dikatakan tidak layak.

Berdasarkan uraian di atas perlu adanya analisis nilai tambah dan analisis
finansial sehingga dapat diketahui apakah usaha yang dijalankan tersebut efisien
dan memberikan laba serta layak atau tidak untuk dijalankan. Maka dari itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS NILAI TAMBAH
PENGOLAHAN KULIT PINANG MENJADI BIOBRIKET DI
KECAMATAN MENDAHARA ULU, KABUPATEN TANJUNG JABUNG
TIMUR”.

1.2 Rumusan Masalah


Pinang di Kecamatan Mendahara Ulu sudah menjadi sumber penghasilan
utama bagi masyarakatnya, dengan luas panen pinang mencapai 612 Ha dan
produksi sekitar 169 Ton, menghasilkan kulit pinang sebesar 101,4-135,2 Ton. Saat
ini, kulit pinang oleh masyarakat dipandang sebagai sampah yang tidak berguna
dan tidak dapat diolah. Masyarakat di Kecamatan Mendahara Ulu mengelola kulit
pinang ini dengan pendekatan akhir yaitu dengan menumpuk kulit pinang di depan
rumah atau dibuang langsung ke sungai. Masyarakat mengaku lebih mudah
menumpuk limbah ini di depan rumah atau membuangnya langsung ke sungai.
Kulit pinang ini tentu akan memberikan dampak negatif karena akan mencemari
sungai dan lingkungan sekitarnya. Menurut Maryono (2005), dalam jangka
panjang, ini dapat menyebabkan pendangkalan sungai. Faktor sedimentasi sungai
merupakan salah satu penyebab banjir di Indonesia. Selain itu dampak negatif yang
langsung dirasakan masyarakat sekitar adalah bau tidak sedap dari kulit pinang
yang membusuk serta rasa gatal yang disebabkan oleh getah kulit pinang yang ikut
larut di sungai.

Penghasilan petani dan pengupas pinang dapat ditingkatkan dengan


mengubah kulit pinang yang hanya dianggap sampah menjadi produk yang
memiliki manfaat dan nilai ekonomi. Kadar selulosa yang terdapat pada kulit
pinang membuat kulit pinang berpotensi untuk dijadikan biobriket. Karena menurut

3
Fachry, dkk (2010), semakin tinggi kadar selulosa yang dikandung maka biobriket
yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang semakin baik. Pengolahan kulit pinang
menjadi biobriket, dapat memberikan nilai tambah berupa nilai ekonomis karena
dikeluarkan biaya-biaya sehingga terbentuk nilai baru serta laba yang lebih tinggi
dibandingkan tanpa mengubah bentuk limbah menjadi biobriket. Meskipun begitu,
penambahan nilai kulit pinang menjadi biobriket belum diketahui dengan pasti
sehingga perlu adanya perhitungan nilai tambah produk tersebut. Perlu juga
dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui apakah usaha pengolahan
kulit pinang menjadi biobriket layak untuk dijalankan.

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah


sebagai berikut :
a. Bagaimana proses pengolahan kulit pinang menjadi biobriket?
b. Bagaimana analisis nilai tambah dari kulit pinang menjadi biobriket?
c. Bagaimana kelayakan finansial biobriket kulit pinang?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui proses pengolahan kulit pinang menjadi biobriket
b. Untuk menganalisis nilai tambah kulit pinang menjadi biobriket
c. Untuk mengetahui kelayakan finansial biobriket kulit pinang

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

a. Bagi peneliti, penelitian ini mampu digunakan untuk menerapkan ilmu


yang telah dipelajari selama duduk dibangku kuliah yang dikaitkan
dengan teori yang telah ada.
b. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian-
penelitian yang terkait dimasa yang akan datang.
c. Bagi pelaku usaha, penelitian ini mampu menjadi informasi dan bahan
pertimbangan bahwa terdapat nilai tambah pada kulit pinang dan ikut
serta mengolah limbah untuk mengurangi pencemaran lingkungan.

4
d. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan
untuk mengambil kebijakan terkait pengelolaan kulit pinang yang dapat
berkontribusi terhadap pendapatan daerah.
e. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan informasi mengenai kulit
pinang yang memiliki nilai tambah.

Anda mungkin juga menyukai