Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN KURIKULUM


Disusun dalam rangka memenuhi tugas
Mata Kuliah Pengembangan dan Inovasi Kurikulum PAI

Dosen Pengampu : Dr. Nuridin AR., M.Pd.I.

Disusun oleh :
Muhammad Alwi A.Y
Nur Hasanah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


MIFTAHUL HUDA SUBANG
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga
penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan dan Inovasi Kurikulum PAI.
Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi
kriteria mata kuliah. Salam dan shalawat kami kirimkan kepada junjungan kita
tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh
kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca, baik dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya
yang diajukan sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak khususnya kepada Dosen pengampu guna untuk menyempurnakan
Makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua rekan-rekan yang
membaca.

Subang, 14 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3

2.1 Pengertian Teknik Bimbingan dan Konseling...........................................................3


2.2 Macam Macam Teknik dalam Bimbingan dan Konseling........................................4
2.3 Bimbingan Kelompok................................................................................................4
2.4 Konseling Individu.....................................................................................................8
2.5 Teknik Tes dan Non Tes dalam Upaya Pemahaman Individu...................................9
2.6 Bimbingan Klasikal..................................................................................................13
BAB III PENUTUP..........................................................................................................19

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN KURIKULUM

A. Pengertian Kurikulum

Pada awalnya istilah kurikulum digunakan dalam dunia olah raga pada
jaman Yunani

Kuno. Curriculum dalam bahasa Yunani berasal dari kata “Curir“ artinya
pelari dan “Curere“ artinya ditempuh atau berpacu. Curriculum diartikan jarak
yang harus ditempuh oleh pelari. Mengambil makna yang terkandung dari
rumusan tersebut, kurikulum dalam pendidikan diartikan sejumlah mata pelajaran
yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik untuk memperoleh ijazah.
Kurikulum sebagai program pendidikan mencakup: (1) Sejumlah mata pelajaran
atau organisasi pengetahuan; (2) pengalaman belajar atau kegiatan belajar; (3)
program belajar (plan for learning) untuk peserta didik; (4) hasil belajar yang
diharapkan.

Menurut Nana Sudjana (2005), kurikulum diartikan “program dan


pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang diharapkan, yang diformulasikan
melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, diberikan
kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan pribadi dan kompetensi sosial siswa”.

Dalam beberapa literature kurikulum diartikan sebagai: suatu dokumen


atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh
peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti
bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana
tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas

1
yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut.
Pengertian kualitas pendidikan di sini mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai dokumen merencanakan kualitas hasil belajar yang harus dimiliki peserta
didik, kualitas bahan/konten pendidikan yang harus dipelajari peserta didik,
kualitas proses dan pendidikan yang harus dialami peserta didik. Kurikulum
dalam bentuk fisik ini seringkali menjadi fokus utama dalam setiap proses
pengembangan kurikulum karena ia menggambarkan ide atau pemikiran para
pengambil keputusan yang digunakan sebagai dasar bagi pengembangan
kurikulum sebagai suatu pengalaman.

Perbedaan pemikiran atau ide akan menyebabkan terjadinya perbedaan


dalam kurikulum yang dihasilkan, baik sebagai dokumen mau pun sebagai
pengalaman belajar. Oliva (1997) berpendapat bahawa “Curriculum itself is a
construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of
ideas”. Selain kurikulum diartikan sebagai dokumen, para ahli kurikulum
mengemukakan berbagai definisi kurikulum yang dianggap sesuai dengan
konstruk kurikulum yang ada pada dirinya. Perbedaan pendapat tetang definisi
kurikulum menggambarkan pengertian yang membedakan antara apa yang
direncanakan (kurikulum) dengan apa yang sesungguhnya terjadi di kelas
(instruction atau pengajaran).

Istilah dalam kurikulum seperti “planned activities”, “written document”,


“curriculum as intended”, “curriculum as observed”, “hidden curriculum”,
”curriculum as reality”, “school directed experiences”, “learner actual
experiences” menggambarkan adanya perbedaan antara kurikulum dengan apa
yang terjadi di kelas.

Dengan transfer dan transmisi maka kurikulum menjadi suatu fokus


pendidikan yang ingin mengembangkan pada diri peserta didik apa yang sudah
terjadi dan berkembang di masyarakat. Kurikulum tidak menempatkan peserta
didik sebagai subjek yang mempersiapkan dirinya bagi kehidupan masa datang
tetapi harus mengikuti berbagai hal yang dianggap berguna berdasarkan apa yang
dialami oleh orang tua mereka.

2
Definisi kurikulum oleh kelompok “conservative” (perenialism dan
essentialism), kelompok “romanticism” (romantic naturalism), “existentialism”
mau pun “progressive”

(experimentalism, reconstructionism) hanya memusatkan perhatian pada


fungsi “transfer” dari apa yang sudah terjadi dan apa yang sedang terjadi. Pada
aliran progresif kelompok rekonstruksionis dapat dikatakan berbeda dari lainnya
karena kelompok ini tidak hanya mengubah apa yang ada pada saat sekarang
tetapi juga membentuk apa yang akan dikembangkan. Walau pun tidak begitu
jelas tetapi pada pandangan ini sudah ada upaya untuk “shaping the future” dan
bukan hanya “adjusting, mending or reconstructing the existing conditions of the
life of community”. Seperti dikemukakan oleh McNeil (1977): Social
reconstructionists are opposed to the notion that the curriculum should help
students adjusts or fit the existing society. Instead, they conceive of curriculum as
a vehicle for fostering critical discontent and for equipping learners with the skills
needed for conceiving new goals and affecting social change.

Kemajuan teknologi pada akhir kedua abad kedua puluh telah memberikan
velocity perubahan pada berbagai aspek kehidupan pada tingkat yang tak pernah
dibayangkan manusia sebelumnya. Pendidikan haruslah aktif membentuk dan
mengembangkan potensi peserta didik untuk suatu kehidupan yang akan
dimasukinya dan dibentuknya. Peserta didik akan menjadi anggota masyarakat
yang secara individu maupun kelompok tidak hanya dibentuk oleh masyarakat
(dalam posisi menerima = pasif) tetapi harus mampu memberi dan
mengembangkan masyarakat ke arah yang diinginkan (posisi aktif). Artinya,
kurikulum merupakan rancangan dan kegiatan pendidikan yang secara maksimal
mengembangkan potensi kemanusiaan yang ada pada diri seseorang baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat untuk kehidupan dirinya,
masyarakat, dan bangsanya di masa mendatang.

B. Definisi Kurikulum oleh Para Ahli

3
1. Hilda Taba, mengartikan kurikulum sebagai a plan for learning,
yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh anak-anak

2. J. Galen Saylor dan William M. Alexander, menjelaskan The


curriculum is the sum total of schools effort to influence learning, whether in the
classroom, on the playground, or out of school. Jadi segala usaha sekolah untuk
mempengaruhi anak itu belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah
atau di luar sekolah.

3. Harold B. Alberty cs. Memandang kurikulum sebagai all of the


activities that the provided for the students by the school. Dengan kurikulum
dimaksud segala kegiatan yang disajikan oleh sekolah bagi para pelajar dan tidak
diadakan pembatasan antara kegiatan di dalam dan di luar kelas.

4. B. Othanel Smith cs. Mengartikan kurikulum sebagai sejumlah


pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak, yang diperlukan
agar mereka dapat berpikir dan berkelakuan sesuai dengan masyarakatnya

5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller, kurikulum lebih luas dari


pada hanya bahan pelajaran, dalam kurikulum termasuk metode belajar dan
mengajar, cara mengevaluasi kemajuan murid dan seluruh program, perubahan
dalam tenaga pengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan
hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah, ruangan serta kemungkinan adanya
pilihan mata pelajaran.

6. Alice Miel, kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh


yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah.

7. Olivia, we may think of the curriculum as a program, a plan,


content, and learning experiences, whereas we may characterize instruction as
methods, the teaching act, implementation, and presentation.

8. Marsha, curriculum is an interrelated set of plans and experiences


which a student completes under the guidance of the school.

9. UU. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:


Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan

4
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

C. Kedudukan Kurikulum

Kurikulum memiliki posisi sentral dalam setiap upaya pendidikan. Dalam


pengertian kurikulum yang dikemukakan di atas harus diakui ada kesan bahwa
kurikulum seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan modern dan yang
telah memiliki rencana tertulis. Sedangkan lembaga pendidikan yang tidak
memiliki rencana tertulis dianggap tidak memiliki kurikulum. Pengertian di atas
memang pengertian yang diberlakukan untuk semua unit pendidikan dan secara
administratif kurikulum harus terekam secara tertulis.

Posisi sentral ini menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan kegiatan


kependidikan yang utama adalah proses interaksi akademik antara peserta didik,
pendidik, sumber dan lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan pula bahwa
setiap interaksi akademik adalah jiwa dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa
kegiatan pendidikan atau pengajaran pun tidak dapat dilakukan tanpa interaksi dan
kurikulum adalah desain dari interaksi tersebut.

Kurikulum merupakan bentuk akuntabilitas lembaga pendidikan terhadap


masyarakat. Setiap lembaga pendidikan, apakah lembaga pendidikan yang terbuka
untuk setiap orang ataukah lembaga pendidikan khusus haruslah dapat
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya terhadap masyarakat. Lembaga
pendidikan tersebut harus dapat memberikan “academic accountability” dan
“legal accountability” berupa kurikulum. Oleh karena itu jika ada yang ingin
mengkaji dan mengetahui kegiatan akademik apa dan apa yang ingin dihasilkan
oleh suatu lembaga pendidikan maka ia harus melihat dan mengkaji kurikulum.

Jika seseorang ingin mengetahui apakah yang dihasilkan ataukah


pengalaman belajar yang terjadi di lembaga pendidikan tersebut tidak
bertentangan dengan hukum maka ia harus mempelajari dan mengkaji kurikulum
lembaga pendidikan tersebut.

5
Dalam pengertian “intrinsic” kependidikan maka kurikulum adalah
jantung pendidikan. Artinya, semua gerak kehidupan kependidikan yang
dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan kurikulum. Kehidupan
di sekolah adalah kehidupan yang dirancang berdasarkan apa yang diinginkan
kurikulum. Pengembangan potensi peserta didik menjadi kualitas yang diharapkan
adalah didasarkan pada kurikulum.

Proses belajar yang dialami peserta didik di kelas, di sekolah, dan di luar
sekolah dikembangkan berdasarkan apa yang direncanakan kurikulum. Kegiatan
evaluasi untuk menentukan apakah kualitas yang diharapkan sudah dimiliki oleh
peserta didik dilakukan berdasarkan rencana yang dicantumkan dalam kurikulum.
Oleh karena itu kurikulum adalah dasar dan sekaligus pengontrol terhadap
aktivitas pendidikan. Tanpa kurikulum yang jelas apalagi jika tidak ada kurikulum
sama sekali maka kehidupan pendidikan di suatu lembaga menjadi tanpa arah dan
tidak efektif dalam mengembangkan potensi peserta didik menjadi kualitas pribadi
yang maksimal.

Untuk menegakkan akuntabilitasnya maka kurikulum tidak boleh hanya


membatasi diri pada persoalan pendidikan dalam pandangan perenialisme atau
esensialisme. Kedua pandangan ini hanya akan membatasi kurikulum, dan
pendidikan, dalam kepeduliaannya. Kurikulum dan pendidikan tidak dapat
dilepaskan dari berbagai masalah sosial yang muncul, masalah kehidupan yang
berkembang di masyarakat. Kurikulum harus memperhatikan tuntutan masyarakat
dan rencana bangsa untuk kehidupan masa mendatang. Problema masyarakat
harus dianggap sebagai tuntutan, menjadi kepeduliaan dan masalah kurikulum.
Apakah kurikulum bersifat mengembangkan kualitas peserta didik yang
diharapkan dapat memperbaiki masalah dan tantangan masyarakat ataukah
kurikulum merupakan upaya pendidikan membangun masyarakat baru yang
diinginkan bangsa menempatkan kurikulum pada posisi yang berbeda.

Secara singkat, kedudukan kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga: (1)


kurikulum adalah “construct” yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah
terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau

6
dikembangkan, (2) kurikulum sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai
masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan. Hal ini dicerminkan oleh
pengertian kurikulum yang didasarkan pada pandangan filosofi progresivisme;
dan (3) kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan di mana kehidupan
masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan
bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.

Tuntutan masyarakat terhadap pendidikan diterjemahkan dalam tujuan


pendidikan nasional, tujuan pendidikan jenjang pendidikan dan tujuan pendidikan
lembaga pendidikan. Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan besar pendidikan
bangsa Indonesia yang diharapkan tercapai melalui pendidikan Oleh karena itu
kualitas yang dihasilkannya bukanlah kualitas yang harus dimiliki seluruh warga
bangsa tetapi kualitas yang dimiliki oleh warga bangsa melalui pendidikan.

Program Wajib Belajar (Wajar) di Indonesia yang diatur dalam Kurikulum


2006, terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan
Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) atau program
Paket A dan Paket B. Setiap lembaga pendidikan ini memiliki tujuan yang
berbeda. SD/MI memiliki tujuan yang tidak sama dengan SMP/MTs baik dalam
pengertian ruang lingkup kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas.
Oleh karena itu maka kurikulum untuk SD/MI berbeda dari kurikulum untuk
SMP/MTs baik dalam pengertian dimensi kualitas maupun dalam pengertian
jenjang kualitas yang harus dikembangkan pada diri peserta didik. Namun pada
Kurikulum 2013 ini, Program Wajib Belajar (Wajar) akan diberlakukan sampai
tingkat SMA/MA.

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan
jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa;

b. peningkatan akhlak mulia;

c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;

7
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;

e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

f. tuntutan dunia kerja;

g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

h. agama;

i. dinamika perkembangan global; dan

j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian


peserta didik yang menyeluruh, pengembangan pembangunan masyarakat dan
bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan
kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini
dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada
kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan
(pasal 36 ayat (2).

Tuntutan masyarakat terhadap pendidikan juga diterjemahkan dalam


bentuk rencana pembangunan pemerintah. Rencana besar pemerintah untuk
kehidupan bangsa di masa depan seperti transformasi dari masyarakat agraris ke
masyarakat industri, reformasi dari sistem pemerintahan sentralistis ke sistem
pemerintahan disentralisasi, pengembangan berbagai kualitas bangsa seperti sikap
dan tindakan demokratis, produktif, toleran, cinta damai, semangat kebangsaan
tinggi, memiliki daya saing, memiliki kebiasaan membaca, sikap senang dan
kemampuan mengembangkan ilmu, teknologi dan seni, hidup sehat dan fisik
sehat, dan sebagainya. Tuntutan formal seperti ini harus dapat diterjemahkan
menjadi tujuan setiap jenjang pendidikan, lembaga pendidikan, dan pada
gilirannya menjadi tujuan kurikulum.

Posisi kurikulum yang dikemukakan di atas barulah pada posisi kurikulum


dalam mengembangkan kehidupan sosial yang lebih baik. Posisi ketiga yaitu

8
kurikulum merupakan “construct” yang dikembangkan untuk membangun
kehidupan masa depan sesuai dengan bentuk dan karakteristik masyarakat yang
diinginkan bangsa. Posisi ini bersifat konstruktif dan antisipatif untuk
mengembangkan kehidupan masa depan yang diinginkan. Dalam posisi ketiga ini
maka kurikulum seharusnya menjadi jantung pendidikan dalam membentuk
generasi baru dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik
mengembangkan potensi dirinya memenuhi kualitas yang diperlukan bagi
kehidupan masa mendatang.

Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang dijadikan


dasar untuk mengidentifikasi kualitas minimal yang harus dimiliki bangsa
Indonesia maka kurikulum harus mengembangkannya. Jika mentalitas bangsa
Indonesia yang diinginkan adalah mentalitas baru yang religius, produktif, hemat,
memiliki rasa kebangsaan tinggi, mengenal lingkungan, gemar membaca, gemar
berolahraga, cinta seni, inovatif, kreatif, kritis, demokratis, cinta damai, cinta
kebersihan, disiplin, kerja keras, menghargai masa lalu, menguasai pemanfatan
teknologi informasi dan sebagainya maka kurikulum harus mampu
mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kualitas tersebut sebagai
kualitas dasar atau kualitas minimal bangsa yang menjadi tugas kurikulum SD/MI
dan SMP/MTs.

Jika masa depan ditandai oleh berbagai kualitas baru yang harus dimiliki
peserta didik yang menikmati jenjang pendidikan menengah maka adalah tugas
kurikulum untuk memberikan peluang kepada peserta didik mengembangkan
potensi dirinya. Jika penguasaan ilmu, teknologi, dan seni di jenjang pendidikan
menengah diarahkan untuk persiapan pendidikan tinggi maka kurikulum harus
mampu memberi kesempatan itu. Barangkali untuk itu sudah saatnya konstruksi
kurikulum SMA/MA dengan model penjurusan yang sudah berusia lebih dari 50
tahun itu ditinjau ulang. Model baru perlu dikembangkan yang lebih efektif,
bersesuaian dengan kaidah pendidikan, dan didasarkan pada kajian keilmuan
terutama kajian psikologi mengenai minat (interest) sebagai model penjurusan
untuk kurikulum SMA/MA.

9
Posisi kurikulum di jenjang pendidikan tinggi memang berbeda dari
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jika kurikulum pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah lebih memberikan perhatian yang lebih banyak pada
pembangunan aspek kemanusiaan peserta didik maka kurikulum pendidikan
tinggi berorientasi pada pengembangan keilmuan dan dunia kerja. Kedua orientasi
ini menyebabkan kurikulum di jenjang pendidikan tinggi kurang memperhatikan
kualitas yang diperlukan manusia di luar keterkaitannya dengan disiplin ilmu atau
dunia kerja. Dalam banyak kasus bahkan terlihat bahwa kurikulum pendidikan
tinggi tidak juga memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan kualitas
kemanusiaan yang seharusnya terkait dengan pengembangan ilmu dan dunia
kerja. Kualitas kemanusiaan seperti jujur, kerja keras, menghargai prestasi,
disiplin, taat aturan, menghormati hak orang lain, dan sebagainya terabaikan
dalam kurikulum pendidikan tinggi.

D. Fungsi Kurikulum

Secara umum fungsi kurikulum adalah sebagai alat untuk membantu


peserta didik untuk mengembangkan pribadinya ke arah tujuan pendidikan.
Kurikulum dengan segala aspek yang mempengaruhi peserta didik di sekolah,
termasuk guru dan sarana serta prasarana lainnya. Kurikulum sebagai program
belajar bagi peserta didik, disusun secara sistematis dan logis, diberikan oleh
sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program belajar, kurikulum
adalah cita-cita, rencana dan harapan.

Adapun fungsi kurikulum diantaranya meliputi:

1. . Fungsi Persiapan, kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa


agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk jangkauan yang lebih jauh atau
terjun ke masyarakat. Mempersiapkan kemampuan sangat perlu, karena sekolah
tidak mungkin memberikan semua apa yang diperlukan atau semua apa yang
menarik minat mereka.

10
2. Fungsi Integrasi, kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi
yang terintegrasi. Oleh karena individu itu sendiri merupakan bagian integral dari
masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan
dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.

3. Fungsi Deferensiasi, kurikulum perlu memberikan pelayanan


terhadap perbedaanperbedaan perorangan dalam masyarakat. Pada dasarnya
deferensiasi akan mendorong orang berpikir kritis dan kreatif, sehingga ini akan
mendorong kemajuan dalam sosial dalam masyarakat.

4 Fungsi Penyesuaian, karena individu hidup dalam lingkungan,


sedangkan lingkungan tersebut senantiasa berubah dan dinamis, maka setiap
individu harus mampu menyesuaikan diri secara dinamis. Dan di balik lingkungan
pun harus disesuaikan dengan kondisi perorangan, disinilah letak fungsi
kurikulum sebagai alat pendidikan menuju individu yang well adjusted.

5. Fungsi Pemilihan, antara keperbedaan dan pemilihan mempunyai


hubungan yang erat. Pengakuan atas perbedaan berarti pula diberikan kesempatan
bagi seseorang untuk memilih apa yang dinginkan dan menarik minatnya. Ini
merupakan kebutuhan yang sangat ideal bagi masyarakat yang demokratis,
sehingga kurikulum perlu diprogram secara fleksibel.

6. Fungsi Diagnostik, salah satu segi pelayanan pendidikan adalah


membantu dan mengarahkan para siswa agar mereka mampu memahami dan
menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki.
Ini dapat dilakukan bila mereka menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang
dimiliki melalui eksplorasi dan prognosa.

Fungsi kurikulum dalam mendiagnosa dan membimbing siswa agar dapat


mengembangkan potensi siswa secara optimal.

Sedangkan fungsi praksis dari kurikulum adalah meliputi :

1. Bagi sekolah yang bersangkutan yakni sebagai alat untuk mencapai


tujuan–tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur
kegiatan pendidikan sehari-hari.

11
2. Bagi sekolah yang diatasnya adalah untuk menjamin adanya
pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan.

3. Fungsi bagi masyarakat dan pemakai lulusan, adalah untuk


menjamin akan tecapainya kompetensi yang diinginkan.

E. Prinsip-Prinsip Kurikulum

1. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan, kurikulum diarahkan untuk


mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari tujuan pendidikan Nasional.
Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan satuan
dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum mengadung aspek-aspek
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Sehingga dapat menumbuhkan
perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga aspek tersebut dan
bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional.

2. Prinsip Relevansi: kesesuaian pendidikan dengan tuntutan


kehidupan, atau pendidikan dipandang relevan bila hasil yang diperoleh dari
pendidikan tersebut fungsional dan berguna bagi kehidupan anak, meliputi : -
relevan dengan lingkungan hidup peserta didik

- relevan dengan perkembangan kehidupan sekarang dan untuk masa


akan datang - relevan dengan dengan tuntutan dalam dunia kerja.

3. Prinsip Efektifitas: ini berkaitan dengan sejauhmana apa yang


direncanakan dapat dilaksanakan atau dapat dicapai, yang mencakup:

- efektifitas mengajar guru

- efektifitas belajar peserta didik

4. Prinsip Efisiensi: suatu usaha dengan memperbandingkan antara


hasil yang dicapai (output) dengan usaha yang yang telah dikerjakan atau
dikeluarkan (input) mencakup efisiensi dari segi waktu, tenaga, sarana prasarana
yang menghasilkan efisiensi dalam segi biaya.

12
5. Prinsip Kontinuitas: saling hubungan antara berbagai tingkat,
jenjang dan jenis program pendidikan, baik mencakup:

- kontinuitas antara berbagai tingkat sekolah

- kontinuitas antara berbagai program studi

6. Prinsip Fleksibelitas: ada semacam ruang gerak yang memberikan


kebebasan atau alternatif untuk bertindak, meliputi :

- fleksibelitas dalam memilih program pendidikan

- fleksibelitas dalam mengembangkan program pengajaran

7. Prinsip Keseimbangan, kurikulum memperhatikan keseimbangan


secara proposional dan fungsional antara berbagai program dan sub-program,
antara semau mata ajaran, dan antara aspek-aspek perilaku yang ingin
dikembangkan. Keseimbangan juga perlu diadakan antara teori dan praktik, antara
unsur-unsur keilmuan sains, sosial, humaniora, dan keilmuan perilaku. Dengan
keseimbangan tersebut diaharapkan terjalin perpaduan yang lengkap dan
menyeluruh, yang satu sama lainnya saling memberikan sumbangan terhadap
pengembangan pribadi.

8. Prinsip Keterpaduan, kurikulum dirancang dan dilaksanakan


berdasarkan prinsip keterpaduan, perencanaan terpadu bertitik tolak dari masalah
atau topik dan konsistensi antara unsur-unsusrnya. Pelaksanaan terpadu dengan
melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun pada tingkat inter
sektoral. Dengan keterpaduan ini diharapkan terbentuk pribadi yang utuh.
Diamping itu juga dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembalajaran, baik
dalam interaksi antar siswa dan guru maupun antara teori dan praktik.

F. Macam – macam Kurikulum

Ada berbagai macam kurikulum ditinjau dari berbagai aspek:

1. Ditinjau dari konsep dan pelaksanaannya, dikenal beberapa istilah


kurikulum sebagai berikut:

13
a. Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal,
sesuatu yang dicitacitakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen
kurikulum.

b. Kurikulum aktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam


proses pengajaran dan pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh
berbeda dengan harapan. Namun demikian, kurikulum aktual seharusnya
mendekati dengan kurikulum ideal. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua
istilah yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang
telah direncanakan yang akan dilaksanakan dalam jangka panjang. Sedang
pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut secara bertahap
dalam belajar mengajar.

c. Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu


yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual.
Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi,
atau bahkan dari peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu
ketika mengajar di kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi
yang akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik.

2. Berdasarkan struktur dan materi mata pelajaran yang diajarkan,


kita dapat membedakan:

a. Kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum), kurikulum yang


mata pelajarannya dirancang untuk diberikan secara terpisah-pisah. Misalnya,
mata pelajaran sejarah diberikan terpisah dengan mata pelajaran geografi, dan
seterusnya.

b. Kurikulum terpadu (integrated curriculum), kurikulum yang bahan


ajarnya diberikan secara terpadu. Misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan
fusi dari beberapa mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, dan
sebagainya. Dalam proses pembelajaran dikenal dengan pembelajaran tematik
yang diberikan di Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika, sains, bahasa
Indonesia, dan beberapa mata pelajaran lain diberikan dalam satu tema tertentu.

14
c. Kurikulum terkorelasi (corelated curriculum), kurikulum yang
bahan ajarnya dirancang dan disajikan secara terkorelasi dengan bahan ajar yang
lain.

3.Berdasarkan pengembangnya dan penggunaannya, kurikulum dapat


dibedakan menjadi:

a. Kurikulum nasional (national curriculum), yakni kurikulum yang


disusun oleh tim pengembang tingkat nasional dan digunakan secara nasional.

b. Kurikulum negara bagian (state curriculum), yakni kurikulum yang


disusun oleh masing-masing negara bagian, misalnya di masing-masing negara
bagian di Amerika Serikat.

c. Kurikulum sekolah (school curriculum), yakni kurikulum yang


disusun oleh satuan pendidikan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan
untuk melakukan diferensiasi dalam kurikulum.

15
DAFTAR PUSTAKA

Farikhah, Farikhah. "Spiritualisasi Kurikulum di Indonesia


(Telaah Filsafat Kurikulum dalam Konteks Keindonesiaan)."
Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam 9.1 (2014).

Parsons, J. (1986). Social Reconstructionism and the Alberta


Social Studies Curriculum.

Smith, S., and Susan Smith. "Hilda Taba. Curriculum pioneer


and architect." What curriculum theorists of the 1960s can
teach us about schools and society today (2013): 181-191.

16

Anda mungkin juga menyukai