Disusun Oleh :
Kelompok :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatkarunia
serta kasih sayang Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Rasio Keuangan Dan
Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah” dengan sebaik mungkin. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu
satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula kami ucapkan Terima
Kasih kepada Ibu Rini Puji Astuti, S.Kom., M.Si. selaku dosen mata kuliah Analisis Laporan
Keuangan.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
di harapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.
Kelompok 05
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan sistem ekonomi Islam (syariah) dewasa ini di Indonesia
terlihat semakin meningkat dengan pesat. Hal itu ditandai dengan berdirinya
blembaga-lembaga keuangan syariah seperti Bank Syariah. Bank sesungguhnya
banyak membawa manfaat, karena disitu bertemu para pemilik, pengguna, dan
pengelola modal. Bank merupakan lembaga yang berperan sebagai perantara
keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana
(surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit), serta sebagai
lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Bank di Indonesia
terbagi dalam dua kelompok konsep, yaitu (Karim, 2001: 4):
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Rasio Keuangan Pada Bank Syariah?
2. Rasio apa saja yang digunakan dalam keuangan syariah?
Bank
C. Tujuan
adalah dari laporan keuangan yang telah disusun pada periode tertentu. Dalam
rasio keuangan.1
membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk
bersangkutan.
1
Kasmir, Pengantar Manjemen Keuangan, (Jakarta: Kencana, 2010), 93.
− Total utang dibandingkan dengan total aktiva atau rasio utang (Debt
Ratio)
Collection Period)
usahanya.
− Pertumbuhan penjualan
Turnover.
rasio antara modal sendiri dengan total hutang, rasio antara modal
capital).
operasi. Antara lain: Gross Margin Ratio, Net Profit Ratio, dan
2
Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), 107
sebagainya.
a. Rasio Likuiditas. Antara lain: Current Ratio, Cash Ratio, Acid Test
b. Rasio Leverage. Antara lain: Total Debt To Equity Ratio, Total Debt
Income Ratio, Operating Ratio, Net Profit Margin (Sales Margin), Earning Power of
Total Investment, Net Earning Power Ratio, serta
sebagaimana diatur Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.
3
Munawir, Analisa Laporan Keuangan, (Yogyakarta: Liberty, 2010), 70.
4
bid., 71.
1. Peniliaian Permodalan (Capital). Merupakan penilaian terhadap kecukupan
modal Bank dan Unit Usaha Syariah (UUS) untuk meng-cover eksposur
risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko di masa datang. Rasio
digunakan dalam aspek ini adalah Net Operating Margin (NOM), Rasio
Rasio utama yang digunakan dalam aspek ini adalah rasio besarnya aset
pasar. Rasio yang digunakan adalah rasio kecukupan modal yang dibentuk
B. Rentabilitas
Rasio keuangan yang sering kali digunakan untuk menilai kinerja bank
syariah adalah rasio rentabilitas. Rasio rentabilitas bank adalah alat untuk
menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang
dicapai oleh bank yang bersangkutan. Dalam perhitungan rasio-rasio
rentabilitas biasanya dicari hubungan timbal balik antar pos yang terdapat
pada laporan laba rugi ataupun hubungan timbal balik antar pos yang terdapat
pada laporan laba rugi bank dengan pos-pos pada neraca bank guna memperoleh
berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat
efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan.5
Secara teoritis, rasio rentabilitas memiliki hubungan dengan rasio
keuangan lainnya. Contohnya, rasio rentabilitas ekonomi (kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh aktiva
perusahaan) bersifat positif dengan rentabilitas modal sendiri (kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan modal sendiri). Semakin
besar rentabilitas ekonomi atau return on assets, akan semakin besar pula
rentabilitas modal sendiri atau return on equity. Hubungan lainnya adalah
antara rentabilitas modal sendiri dengan rasio utang yang bisa bersifat positif
atau negatif. Pengaruh positif memiliki arti semakin besar rasio utang,
semakin besar pula rasio modal sendiri, dengan catatan jika rentabilitas
ekonomi lebih besar dari tingkat bunga. Pengaruh negatifnya adalah jika
rentabilitas ekonomi lebih kecil dari tingkat bunga, rasio utang bertambah
besar dan rasio modal sendiri menjadi kecil.6
Rentabilitas juga sering dikelompokkan menjadi satu dengan
profitabilitas karena keduanya sama-sama menunjukkan kemampuan
5
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), 120.
6
Kasmir, Analisis Laporan…, 119.
perusahaan menghasilkan laba. Bedanya rentabilitas menjelaskan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dengan
menggunakan modal yang ditanam didalamnya sedangkan profitabilitas
menjelaskan kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan dari penjualan barang
atau jasa yang diproduksinya.7 Kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan juga dipengaruhi oleh kemampuan manajemen
perusahaan mengendalikan risiko-risiko perusahaan. Selain berusaha untuk
menghasilkan keuntungan setinggi-tingginya, secara simultan manajer harus
juga memperhatikan adanya kemungkinan risiko yang timbul. Risiko tersebut
dapat berupa: (1) Risiko yang sistematis (systematic risk), yaitu risiko yang
diakibatkan oleh adanya kondisi atau situasi tertentu yang bersifat makro,
seperti perubahan situasi politik, perubahan kebijakan ekonomi pemerintah,
perubahan situasi pasar, dan sebagainya; (2) Risiko yang tidak sistematis
(unsystemic risk), yaitu risiko yang unik, yang melekat pada suatu perusahaan
atau bisnis tertentu saja.8
Penilaian terhadap rentabilitas sangat penting dilakukan untuk
mengetahui kondisi suatu bank. Bank Indonesia, selaku lembaga pengawas
dan pembina bank syariah di Indonesia memasukkan faktor rentabilitas dalam
menilai tingkat kesehatan bank syariah sebagaimana disebutkan dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Adapun
komponen-komponen untuk menilai faktor rentabilitas menurut Peraturan
Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah meliputi:
1. Kemampuan dalam menghasilkan laba, kemampuan laba mendukung
ekspansi dan menutup risiko, serta tingkat efisiensi.
2. Diversifikasi pendapatan termasuk kemampuan bank untuk mendapatkan
fee based income, dan diversifikasi penanaman dana, serta penerapan
prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya.
Beberapa tujuan dilakukannya penilaian komponen-komponen
rentabilitas bank syariah tersebut berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
7
Budi Rahardjo, Keuangan dan Akuntansi untuk Manajer Non Keuangan, (Jakarta: Graha Ilmu, 2007), 120.
8
Muhammad, Manajemen Bank …, 310.
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah adalah:
1. Mengetahui kemampuan aktiva produktif dalam menghasilkan laba.
2. Mengukur keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba.
3. Mengukur efisiensi kegiatan operasional bank syariah.
4. Mengukur besarnya aktiva bank syariah yang dapat
menghasilkan/memberikan pendapatan.
5. Mengukur kemampuan bank syariah dalam menghasilkan pendapatan
dari jasa berbasis fee. Semakin tinggi pendapatan berbasis fee
mengindikasikan semakin berkurang ketergantungan bank terhadap
pendapatan dari penyaluran dana.
6. Mengukur besarnya pelaksanaan fungsi sosial bank syariah.
7. Mengetahui kemampuan bank dalam mengelola dana investasi untuk
menghasilkan pendapatan.
Sedangkan kriteria penetapan peringkat faktor rentabilitas berdasarkan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/24/DPbS tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah yaitu :
− Peringkat 1 : Kemampuan rentabilitas sangat tinggi untuk
mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal.
− Peringkat 2 : Kemampuan rentabilitas tinggi untuk mengantisipasi
potensi kerugian dan meningkatkan modal.
− Peringkat 3 : Kemampuan rentabilitas cukup tinggi untuk
mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal.
− Peringkat 4 : Kemampuan rentabilitas rendah untuk mengantisipasi
potensi kerugian dan meningkatkan modal.
− Peringkat 5 : Kemampuan rentabilitas sangat rendah untuk
mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal
C. Return On Assets (ROA)
syariah menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/24/DPbS adalah Return
Dimana,
dibagi 6) x 12.
syariah menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/24/DPbS adalah Return
rumus berikut:
Dimana,
dibagi 6) x 12.
berikut ini:
− Peringkat 5: ROA ≤ 0%
pendapatan dan atau menekan biaya serta semakin buruk pula tingkat
Bank yang selalu menjaga tingkat keuntungan yang tinggi dan mampu
membagikan deviden dengan baik, maka ada kemungkinan nilai saham dari
bank yang bersangkutan di pasar sekunder dan jumlah Dana Pihak Ketiga
(DPK) yang berhasil dikumpulkan akan naik. Kenaikan nilai saham dan
bank merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak manajemen
bank untuk menyusun strategi bisnis yang baik. Begitu pentingnya kepercayaan ini
bahkan pemilik dana dapat menghancurkan
sebuah bank, apabila dana besar yang disimpan pada sebuah bank kemudian
bisnis perbankan tak terkecuali bank syariah karena bank syariah merupakan
9
Mudrajad Kuncoro, Suhardjono, Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,
2002), 539.
lembaga keuangan syariah yang berorientasi pada laba (profit). Motif profit
hifdzul maal atau menjaga harta. Secara harfiah maqasidul syariah dapat
disebut needs atau kebutuhan. Dan semua kebutuhan ini harus dipenuhi.
Begitu pula dengan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban
dan keturunan) dapat merusak kehidupan manusia dunia dan akhirat secara keseluruhan.12
Allah SWT mengingatkan manusia unruk mencari
kekafiran.”14
15
Kuncoro, Manajemen Perbankan…., 569.
16
QS. Al-A‟raf: 31.
17
Ahmad Syakur, Dasar-Dasar Pemikiran Ekonomi Islam, (Kediri: STAIN Kediri Press, 2011), 156.
Indonesia (BI) sebagai bentuk implementasi tugas BI untuk mengatur dan
mengawasi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
tercantum dalam UU BI No. 23 tahun 1999, pada Bab III pasal 7 tentang
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/7/DPbS dikeluarkan oleh
Bank Indonesia pada tanggal 29 Februari 2012 tentang Produk Qardh
Beragun Emas Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang
isinya adalah sebagaimana terlampir.
F. Gadai Emas
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab XX Pasal 1150
Gadai diartikan sebagai suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai
piutang atas suatu barang bergerak, yaitu barang bergerak tersebut diserahkan kepada
orang yang berpiutang oleh orang yang mempunyai utang atau orang
lain atas nama orang yang mempunyai utang.18
Muhammad Syafi‟i Antonio mengartikan bahwa gadai syariah (rahn)
adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang
jaminan (marhun) atas utang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya.
Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang
menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.19
Diperbolehkannya menggadaikan barang sebagai jaminan merujuk dari
firman Allah SWT,
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya;
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”20
18
Subekti, Tjitro Sudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya, 2003), 297
19
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik , (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 128.
20
Q.S. Al-Baqarah, 283.
dilakukan.21 Firman Allah farihaanun maqbuudhah pada ayat di atas adalah
irsyad (anjuran baik) saja bagi orang yang beriman, sebab lanjutan ayat
Tujuan dari akad gadai atau rahn sendiri hanya dimaksudkan untuk
harta atau mencari keuntungan. Karena karakteristik yang demikian, akad ini
kepentingan bisnis, jual beli atau bermitra. Jadi, menurutnya, uang hasil gadai
pernah membeli gandum dari seorang Yahudi dan menggadaikan baju besi beliau kepadanya.
Perkataan Aisyah ini dijadikan dasar para ulama tentang
Menurut Syafi‟i Antonio ada tiga manfaat yang dapat diperoleh dari
21
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur‟an Volume 1, (Jakarta: Lentera
Hati: 2002), 610.
22
Abdul Rahman Ghazaly, et. al., Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 266.
23
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Iplementasi, dan Institusionalisasi, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2006), 137.
24
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah. Terj. Mujahidin Muhayan, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008), 94.
pelaksanaan akad rahn, yaitu:
bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam
ingkar janji karena ada suatu asset/ barang (marhun) yang dipegang
oleh bank.
sebagai barang yang digadaikan. Syarat dan ketentuan rahn emas adalah sama
pendapat para imam mazhab tentang syarat marhun atau obyek gadai. Para
ulama dari keempat mazhab sepakat bahwa marhun haruslah barang yang sah
tidak sah menggadaikan suatu manfaat. Sedangkan ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa
marhun disyaratkan barang yang bisa diambil
(penggadai).
25
5 Antonio, Bank Syariah …, 50.
26
Ahmad Ifhan Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), 687.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. No. 25/DSNMUI/III/2002, tentang
Rahn; (2) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
a. Rahn
1) Pengertian
Dalam Bahasa Arab ar-rahn diartikan ats-tsubut wa addawam, yaitu tetap dan kekal.27 Secara
terminologi Ulama
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
b) Hadits dari Aisyah ra, “Telah meriwayatkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim
AlHanzhali dan Ali bin Khasyram berkata: keduanya mengabarkan kepada kami Isa bin
27
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 1.
28
Ibid., 3.
Yunus bin „Amasy dari Ibrahim dari Aswad dari „Aisyah berkata, “Bahwasanya Rasullah
SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya.”” (HR.
Muslim) 3) Syarat dan Rukun
b)Syarat Rahn
yaitu orang yang telah sah untuk jual beli, yakni berakal dan 4) Aplikasi pada Pembiayaan
Gadai Emas
emas.
b. Ijarah
1) Pengertian
29
Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 162.
30
Ibid.,
Ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti al-„Iwadh atau
atas suatu manfaat yang mubah yang berupa barang tertentu atau
2) Dasar Hukum
mumayiz.
ii. Shighah
iv. Marhun
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
31
Abdul Rahman Ghazaly, et. al., Fiqh …, 277
32
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, et. al., Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab,
terj. Miftahul Khairi, (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2009), 311.
menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang
hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau,
niscaya kamu mengambil upah untuk itu".”
a) Rukun Ijarah
b) Syarat-syarat Ijarah
kekuasaan aqid, barang dapat dipegang atau dikuasai. Untuk ujrah atau upah sewa
disyaratkan berupa harta tetap yang
membatalkan akad.
c. Qardh
1) Pengertian
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan
melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang
banyak.”
“Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, “Aku melihat pada waktu malam
diisra‟kan pintu surga tertulis, „Shadaqah dibalas 10 kali lipat dan qardh 18 kali.‟ Aku
bertanya, „Wahai Jibril mengapa qardh lebih utama dari shadaqah?‟ Ia menjawab,
„Karena peminta-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan
meminjam kecuali karena keperluan‟”. (HR Ibnu Majah dan Baihaqi).
a) Rukun Qardh
35
Ghufron A. Mas‟adi. Fiqh Muamalah Konstektual. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 170.
36
Ibid., 171.
37
Abdullah, et. al., Ensiklopedi Fiqih …, 159.
iii. Harta yang diutangkan
b) Syarat-syarat qardh
i. Shighah
ii. „Aqidain
38
Ibid.
G. Hubungan Surat Edaran Bank Indonesia dengan Rentabilitas Bank
Tingkat keuntungan bank juga dipengaruhi oleh risiko sistematis dan risiko yang tidak
sistematis. Risiko sistematis itu dapat berupa perubahan situasi politik, perubahan
kebijakan ekonomi pemerintah, dan perubahan situasi pasar. 39 Surat Edaran Bank
Indonesia merupakan salah satu contoh kebijakan pemerintah yang bisa
mempengaruhi tingkat keuntungan bank. Fluktuasi yang terjadi pada keuntungan bank
menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba atau rentabilitas bank.
Kesimpulannya bahwa Surat Edaran Bank Indonesia bisa mempengaruhi rentabilitas
bank.
39
Muhammad, Manajemen Bank…, 310.