Anda di halaman 1dari 10

PERBANDINGAN STRUKTUR DAN SEKUENS PROTEIN BAP PADA BAKTERI

GENUS STAPHYLOCOCCUS SECARA IN SILICO

Muhammad Farros Farouqi, Ainun Nisa Satyawati, Fadilla Nur Rahma

Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Jl. Laksda Adisucipto, Yogyakarta, Indonesia
Korespondensi: 20106040035@student.uin-suka.ac.id, 21106040008@student.uin-suka.ac.id,
21106040072@student.uin-suka.ac.id.

Abstrak - Staphylococcus merupakan bakteri gram positif yang memiliki biofilm dengan protein
pengkode berupa BAP. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk membandingkan struktur dan
sequence protein BAP pengkode biofilm pada beberapa bakteri genus Staphylococcus. Metode
yang digunakan menggunakan metode In Silico yaitu metode yang berbasis komputasi yang
mencakup pemodelan dan analisis protein BAP pada 5 spesies Staphylococcus. Hasil yang
didapatkan melalui pohon filogenetik yaitu Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus
simulans similaritasnya paling tinggi dengan index nya 95,58% serta Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus hyicus yang memiliki similaritasnya sebesar 94,43% lalu terdapat Staphylococcus
xylosus yang menjadi outgroup. Perbandingan struktur 3D protein juga menunjukkan
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus simulans memiliki similaritas tinggi.

Kata kunci: biofilm, protein Bap, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,


Staphylococcus hyicus, Staphylococcus simulans, Staphylococcus xylosus.

PENDAHULUAN
Biofilm adalah kelompok bakteri yang melekat pada suatu permukaan dan/atau satu sama lain dan
tertanam dalam matriks yang diproduksi sendiri. Matriks biofilm dapat terdiri dari zat seperti protein
(misalnya fibrin), polisakarida (misalnya alginate), serta eDNA (Donlan et al., 2002). Selain perlindungan
yang diberikan matriks, bakteri biofilm dapat menggunakan beberapa strategi dalam bertahan hidup. Di
dalam biofilm, bakteri biofilm beradaptasi terhadap anoksia lingkungan dan keterbatasan nutrisi dengan
menunjukkan perubahan metabolisme, ekspresi gen, dan produksi protein yang dapat menyebabkan laju
metabolisme lebih rendah dan penurunan laju pembelahan sel (Bjarnsholt, 2013). Selain itu adaptasi ini
membuat bakteri lebih resisten terhadap antimikroba dengan menonaktifkan target antimikroba atau
mengurangi kebutuhan fungsi seluler yang diganggu oleh antimikroba (Stoodley & Stoodley, 2009).
Biofilm dapat diproduksi oleh bakteri apa saja, tetapi mekanisme yang terjadi pada setiap
bakteri berbeda-beda. Perbedaan terdapat pada sintesis matriks ekstraseluler. Komposisi matriks
ekstraseluler bersifat kompleks dan bervariasi, bahkan dalam spesies bakteri yang sama ketika
kondisi lingkungan berubah (Taglialegna1, et al., 2016). Berdasarkan penelitian yang sudah
dilakukan, beberapa bakteri yang mampu membentuk biofilm antara lain adalah bakteri
Staphylococcus sp yang membentuk biofilm sebagai respon terhadap perubahan lingkungan dan
faktor penempelan bakteri (Taglialegna1, et al., 2016), Porphyromonas gingivalis bakteri yang
membentuk biofilm sebagai pelindung terhadap antibiotik dan respon imun (Marini, et al., 2014),
kelompok bakteri Acinetobacter yang membentuk biofilm sebagai pembantu untuk proses
virulensi mikroba (Gregorio, et al., 2015), dan Pseudomonas aeruginosa yang juga menghasilkan
biofilm yang kuat (Lee, dan Yoon., 2017).
Protein yang mengkode biofilm terdapat beberapa macam, diantaranya adalah protein
adhesin, protein BAP. Protein adhesin merupakan protein yang biasa ditemui pada bakteri
Escherichia coli. Protein adhesin berperan untuk pembentukan biofilm yang bertujuan untuk
faktor virulensi bakteri (Rasyid, et al., 2020). Protein BAP disebut juga protein permukaan
(surface protein) protein ini memiliki karakteristik terdapat pada permukaan bakteri, memiliki
berat molekul yang cukup besar, berisi domain inti yang merupakan pengulangan tandem, dapat
membantu pembentukan biofilm pada bakteri, sebagai salah satu faktor virulensi dari bakteri, dan
terkadang dapat ditemui pada bagian penggerak (Latasa, et al., 2006).
Biofilm Associated Protein (BAP) merupakan protein yang dapat dijumpai pada sebagian
besar bakteri yang menghasilkan biofilm. BAP dapat dijumpai pada protein permukaan beberapa
bakteri gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, dan Salmonella enterica serovar Typhi
serta bakteri gram positif seperti Enterococcus faecalis, dan Staphylococcus (Cucarella, et al.,
2001)
Genus Staphylococcus merupakan genus yang terkenal sebagai penyebab paling umum
infeksi pada makhluk hidup melalui biofilm (Otto, 2018). Selain itu, protein BAP pada
Staphylococcus memiliki sifat adhesi yang kuat. Spesies yang ada pada genus Staphylococcus
sangat banyak maka dari itu menarik untuk dikaji perbedaan struktur dari protein BAP yang ada
pada genus Staphylococcus. Sampai saat ini belum ada penelitian secara in silico yang melakukan
perbandingan struktur protein BAP pada spesies Staphylococcus. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan struktur dan sequence protein BAP pengkode biofilm pada beberapa bakteri
genus Staphylococcus (Staphylococcus aureus strain V329, Staphylococcus hycus strain 12,
staphylococcus epidermidis strain C533, Staphylococcus xylosus, dan Staphylococcus simulans).

METODE
Data sekuens dan informasi mengenai protein Bap didapatkan dari website
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ dan https://www.uniprot.org/. Data didownload dan dilakukan
Blast dengan menggunakan website https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ untuk mencari spesies dengan
sekuens yang identik. Sekuens protein yang telah didapatkan kemudian dianalisis dengan Multiple
Sequence Alignment menggunakan website Clustal Omega atau
https://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/clustalo/ sehingga dihasilkan percent identity matrix. Selain itu
dilakukan rekonstruksi pohon filogenetik dengan menggunakan software MEGA11 untuk
mengetahui cluster yang terbentuk. Cluster yang terbentuk kemudian dilakukan analisis untuk
menentukan perbandingan struktur 3D protein. Struktur 3D didapatkan melalui website
https://www.uniprot.org/ serta dilakukan pemodelan protein menggunakan
https://swissmodel.expasy.org/interactive untuk struktur 3D protein yang tidak terdapat pada
database. Struktur 3D protein yang telah didapatkan kemudian dianalisis untuk melihat perbedaan
struktur yang terlihat dengan menggunakan software Pymol.

HASIL

A. Identitas protein
Protein BAP dimiliki oleh beberapa bakteri yang memiliki kemampuan membentuk
biofilm. Salah satu kelompok bakteri yang memiliki protein ini adalah kelompok bakteri
Staphylococcus. Spesies dari genus Staphylococcus yang mengkode protein BAP dapat
dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Spesies bakteri yang memiliki protein BAP
Spesies Panjang Protein (aa) Accession
number

Staphylococcus aureus strain V329 2276 AAK38834.2

Staphylococcus epidermidis strain C533 2742 AAY28519.1

Staphylococcus simulans 1674 AAY28518.1

Staphylococcus xylosus 3271 AAY28517.1

Staphylococcus hyicus strain 12 3278 AAY28520.1


B. Fungsi Protein
Protein BAP (Biofilm-Associated Protein) adalah protein multidomain besar yang
berperan sebagai pembentuk biofilm baik pada bakteri Gram positif maupun bakteri Gram
negatif (De Gregorio, et al., 2015). Protein BAP yang terdapat pada genus Staphylococcus
dapat menghasilkan biofilm dibantu oleh polisakarida PIA/PNAG dalam pembentukan dan
pematangan biofilm (Latasa, et al., 2006).
Fungsi protein BAP pada genus Staphylococcus salah satunya yaitu membantu
aktivitas patogenesis dari bakteri. Seperti yang diketahui, genus Staphylococcus
merupakan bakteri patogen yang menempel dan menginfeksi makhluk hidup. Penelitian
dari Latasa et al, (2006) juga menunjukkan bahwa pada suatu uji menunjukkan bahwa BAP
menghambat interaksi antara reseptor bakteri dan protein inang, sehingga mendukung
terjadinya infeksi kronis.
Selain itu, informasi dari website Uniprot juga menyebutkan bahwa fungsi
molekuler dari protein BAP tidak hanya terbatas pada aktivitas patogenesisnya, protein
BAP dapat digunakan bakteri Staphylococcus untuk membantu pengikatan DNA dan
RNA, membantu aktivitas motorik dari sitoskeletal, aktivitas molekul, pengikatan protein
sitoskeletal, pengikatan lemak, aktivitas antioksidan, aktivitas hydrolase pada bakteri.
Protein BAP juga berperan pada proses biologi dalam bakteri seperti pada siklus
sitokenesis, proses sistem imun, proses metabolik karobhidrat, proses metabolik asam
amino, perlekatan sel, signaling sel, proses katabolis protein, serta berperan pada proses
pematangan protein.
C. Analisis Sekuens
Sekuens protein yang telah didapatkan dari database NCBI kemudian dilakukan
analisis. Analisis sekuens protein berupa rekonstruksi pohon filogenetik untuk mengetahui
kekerabatan dari masing-masing spesies sehingga dapat dilakukan analisis lanjutan
mengenai perbedaan dari masing-masing protein BAP dari spesies tersebut. Hasil pohon
filogenetik beserta percent identity matrix dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Hasil rekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuens protein Bap.

Gambar 2. Percent identity matrix berdasarkan sekuens protein Bap.

D. Struktur protein
Berdasarkan analisis sekuens tersebut, didapatkan 2 cluster. Sehingga kedua cluster
tersebut kemudian dianalisis perbedaan struktur 3D dengan menggunakan software
Pymol.
Gambar 3. Perbandingan struktur 3D protein BAP S. aureus (merah) dan S. hyicus (biru).

Gambar 4. Perbandingan struktur 3D protein Bap S. epidermidis (merah) dan S. simulans (biru). Lingkaran kuning
menunjukkan perbedaan struktur Bap diantara dua spesies.
DISKUSI
Metode clustering yang digunakan untuk membuat pohon filogenetik adalah metode
UPGMA (Unwight Pair Group Method with Arithmetic Average). Metode ini dipilih karena
merupakan metode yang paling sederhana dari semua metode clustering yang digunakan untuk
memrekonstruksi pohon filogenetik (Isaev, 2007). Metode ini mengelompokkan dua kelas baru,
ke suatu cluster hingga semua kelas dikumpulkan ke dalam satu kelas (Hochreiter, 2008).
Spesies yang dipilih merupakan bakteri genus Staphylococcus. Pada genus ini memiliki
beberapa spesies dengan persamaan yaitu bersifat patogen atau menyebabkan penyakit untuk
makhluk hidup dengan jenis infeksi pada bagian kulit (Foster, 1996). Berdasarkan pohon
filogenetik yang telah direkonstruksi diketahui bahwa 5 spesies pada genus Staphylococcus
terdapat 2 cluster yang terbentuk. S. epidermidis dan S. simulans memiliki indeks similaritas
tertinggi yakni 95.58%. Sedangkan cluster kedua dibentuk oleh S. aureus dan S. hyicus dengan
indeks similaritas 94.43%. Kedua cluster tersebut kemudian dibandingkan struktur 3D-nya seperti
yang tampak pada gambar 3 dan 4.
Protein Bap memiliki struktur yang khas yakni terdapat beberapa region penyusun
diantaranya (i) domain N-terminus yang berisi urutan sinyal untuk sekresi ekstraseluler (44a
pertama), (ii) region A, pengulangan terpisah 32 aa (45 hingga 360 aa) (iii) region B pada urutan
terminal amino yang tersisa hingga asam amino 818 (iv) region terminal C yang terdiri dari 13
pengulangan berturut-turut dari 86 asam amino identik bahkan pada tingkat nukleotida (v) region
D yang terdiri dari tiga pengulangan pendek 18 aa, serta (vi) wilayah penahan dinding sel yang
terdiri dari motif LPXTG dan serangkaian residu bermuatan positif (Latasa et al., 2006).
S. aureus dan S. hyicus memiliki struktur 3D protein Bap yang sangat berbeda, tidak ada
bagian yang saling bertumpuk. Hal ini karena kedua spesies tersebut memiliki panjang protein
yang berbeda. Selain itu wilayah A pada S. aureus memiliki nama MDN1 yang berada pada urutan
asam amino ke 45 hingga 360 aa, sedangkan S. hyicus memiliki wilayah A dengan nama
PTZ00121 pada urutan asam amino 45 hingga 348 aa (Valle et al., 2020). Kedua wilayah A
tersebut juga memiliki susunan asam amino yang berbeda.
Wilayah C adalah wilayah yang mengalami pengulangan susunan asam amino, pada
spesies S. aureus wilayah C terulang sebanyak 14 kali, sedangkan pada spesies S. hyicus terulang
sebanyak 26 kali (Valle et al., 2020). Kedua protein pada spesies ini memiliki kesamaan, seperti
yang dijelaskan Valle et al (2012) bahwa Bap yang dimiliki oleh S. aureus dan ortolog Bap S.
hycus mampu mengikat reseptor inang Gp96. Gp96 atau Glycoprotein (96) adalah Heat Shock
Protein (HSP) yang merupakan komponen utama lumen retikulum endoplasma mamalia. Gp96
diekspresikan pada permukaan sel. Gp96 dikenal sebagai pengantar reseptor retikulum
endoplasmik, namun dalam beberapa laporan ditemukan bahwa Gp69 juga diekspresikan pada
membran plasma tipe sel yang berbeda seperti pada sel MAC-T dan Hep-3B. Interaksi antara Bap
dan Gp96 dapat menghambat masuknya bakteri ke dalam sel epitel dengan mengganggu jalur
invansi yang dimediasi protein pengikat fibronektin (Altmeyer et al., 1996).
S. epidermidis dan S. simulans memiliki indeks similaritas yang tinggi sehingga dilakukan
perbandingan struktur untuk mengetahui perbedaan struktur 3D. Setelah dilakukan perbandingan
diketahui bahwa struktur kedua spesies tersebut hampir sama, hal ini dapat dilihat pada gambar 3.
Struktur yang terbentuk ketika dibandingkan saling bertumpuk. Kedua spesies tersebut memiliki
kesamaan pada urutan sekuens asam aminonya. Wilayah A pada kedua spesies dimulai dari urutan
sekuens 45 hingga 360 aa, wilayah B dimulai pada urutan sekuens 361 hingga 819, wilayah C
dimulai pada asam amino urutan 928 dan berakhir pada sekuens pada S. epidermidis dan 1.530
pada S. simulans. Perbedaan pada kedua protein tersebut terdapat pada pengulangan wilayah C
yakni pada S. epidermidis terulang sebanyak 19 kali sedangkan S. simulans terulang sebanyak 7
kali (Valle et al., 2020). Berdasarkan urutan sekuens yang diperoleh dari database NCBI diketahui
bahwa kedua protein tersebut memiliki perbedaan sekuens pada urutan 369, 764, 777, 780, 787,
788, 859, dan 942.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil rekonstruksi pohon filogenetik dari kelima spesies, didapatkan hasil
bahwa S. xylosus memiliki tingkat homogeni paling jauh, sedangkan S. simulans dan S.
epidermidis memiliki tingkat homogeni paling dekat disusul oleh S. aureus dan S. hyicus. Setelah
dibandingkan strukturnya, diketahui S. simulans dan S. epidermidis memiliki struktur 3D yang
serupa namun terdapat perbedaan pada urutan sekuens 369, 764, 777, 780, 787, 788, 859, dan 942.
Sedangkan pada S. aureus dan S. hyicus struktur 3D-nya sangat berbeda namun keduanya memiliki
fungsi yang sama yaitu dapat mengikat reseptor inang Gp96.

DAFTAR PUSTAKA
Altmeyer, A., Maki, R. G., Feldweg, A. M., Heike, M., Protopopov, V. P., Masur, S. K., & Srivastava, P.
K. (1996). Tumor‐specific cell surface expression of the‐KDEL containing endoplasmic reticular
heat shock protein gp96. International journal of cancer, 69(4), 340-349.

Cucarella, C., Solano, C., Valle, J., Amorena, B., Lasa, I., & Penadés, J. R. (2001). Bap, a Staphylococcus
aureus surface protein involved in biofilm formation. Journal of bacteriology, 183(9), 2888-2896.
De Gregorio, E., Del Franco, M., Martinucci, M., Roscetto, E., Zarrilli, R., & Di Nocera, P. P. (2015).
Biofilm-associated proteins: news from Acinetobacter. BMC genomics, 16(1), 1-14.
Foster, T., & Baron, S. (1996). Medical microbiology. University of Texas Medical Branch, Galveston.
Hochreiter, S. (2008), Bioinformatics I Sequence Analysis and Phylogenetics. Institute of Bioinformatics.
Australia.
Isaev, A. (2006). Introduction to Mathematical Methods in Bioinformatics. Department of Mathematics.
Australian National University. Australian.
L. Hall-Stoodley and P. Stoodley, (2009) “Evolving concepts in biofilm infections,” Cell. Microbiol., vol.
11, no. 7, pp. 1034–1043, doi: 10.1111/j.1462-5822.2009.01323.x.
Latasa, C., Solano, C., Penadés, J. R., & Lasa, I. (2006). Biofilm-associated proteins. Comptes rendus
biologies, 329(11), 849-857.
Lee, K., & Yoon, S. S. (2017). Pseudomonas aeruginosa biofilm, a programmed bacterial life for fitness.
Marini, M. I., Wahjuningrum, D. A., & Cahyani, F. (2014). Penentuan konsentrasi hambat minimal
(KHM) dan onsentrasi bunuh minimal (KBM) ekstrak Propolis terhadap biofilm bakteri
Porphyromonas gingivalis. Jurnal Conservative Dentistry, 4(2), 27-33.
Otto, M. (2018). Staphylococcal biofilms. Microbiology spectrum, 6(4), 6-4.
R. M. Donlan, J. W. Costerton, R. M. Donlan, and J. W. Costerton, (2002) “Biofilms: Survival Mechanisms
of Clinically Relevant Microorganisms,” Clin. Microbiol. Rev., vol. 15, no. 2, doi:
10.1128/CMR.15.2.167.
Rasyid, B., Karta, I. W., Sari, N. L. P. E. K., & Putra, I. G. N. D. (2020). Identifikasi GEN Penyandi Protein
Transport Sebagai Kandidat Vaksin Subunit Terhadap Bakteri Escherichia Coli Penyebab Diare
Wisatawan. JST (Jurnal Sains Dan Teknologi), 9(1), 47-57.
T. Bjarnsholt, (2013)“The role of bacterial biofilms in chronic infections.,” APMIS. Suppl., no. 136, pp. 1–
51, doi: 10.1111/apm.12099.
Taglialegna, A., Navarro, S., Ventura, S., Garnett, J. A., Matthews, S., Penades, J. R., ... & Valle, J.
(2016). Staphylococcal Bap proteins build amyloid scaffold biofilm matrices in response to
environmental signals. PLoS pathogens, 12(6), e1005711.
Valle, J., Latasa, C., Gil, C., Toledo-Arana, A., Solano, C., Penadés, J. R., et al. (2012). Bap, a biofilm
matrix protein of Staphylococcus aureus prevents cellular internalization through binding to
GP96 host receptor. PLoS Pathog. 8:e1002843. doi: 10.1371/journal.ppat.1002843

DAFTAR WEBSITE DAN DATABASE


1. Clustal Omega (https://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/clustalo/ )
Website ini merupakan program untuk alignment 3 atau lebih sekuens. Hasil yang
diperoleh pada penelitian ini dari website ini yaitu pohon filogenetik beserta percent
identity matrix nya.
2. Google Scholar (https://scholar.google.com/?oi=gsb00&lookup=0&hl=en ) dan Pubmed
(https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/)
Website ini merupakan database dari artikel jurnal baik nasional maupun internasional.
Website ini digunakan untuk mencari informasi mengenai bakteri Staphylococcus dan
protein BAP.
3. NCBI (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/)
Website ini merupakan database dari gen dan protein. Hasil yang didapatkan pada
penelitian ini adalah informasi terkait protein BAP pada Staphylococcus dan sekuens lain
yang identik.
4. SWISS MODEL (https://swissmodel.expasy.org/interactive )
Website yang digunakan untuk memodelkan sekuens yang belum memiliki struktur 3D
berdasarkan template yang ada. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini berupa model
3D dari protein BAP pada beberapa spesies.
5. UNIPROT (https://www.uniprot.org/)
Website UNIPROT digunakan untuk mencari data sekuens protein, struktur 3d, dan fungsi
dari protein. Hasil yang didapat pada penelitian ini yaitu informasi mengenai protein BAP

Anda mungkin juga menyukai