Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

RESISTANCE WELDING

Oleh :

Adiv Pratama 2126201011


Agus Pangihutan 2226201046
Andika 2226201041
Ghazi Habibi Aligusna 2226201042
Rizki Tauhid Lubis 2226201023
Tegar Ari Wibowo 2226201004
Yohandri Dwi Rama 2226201019
Wildatul Amalia 2226201039
Zikri 2226201115

PROGRAM STUDI INDUSTRI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI DUMAI
2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami

panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang

Resistance Welding

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami

menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam

pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik

dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami

menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah

ini.

Semoga makalah ilmiah tentang Resistence Spot Welding ini dapat memberikan

manfaat terhadap diri kami dan juga bagi pembaca.

Dumai, April 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1

1.3.Tujuan ............................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 3

2.1. Landasan Teori ................................................................................................................ 3

2.2. Dasar Teori ...................................................................................................................... 5

2.2.1. Las Resistan Listrik ............................................................................................ 13

2.2.2. Baja Tahan Karat ............................................................................................... 10

2.2.3. Aluminium ........................................................................................................... 13

2.2.4. Seng ...................................................................................................................... 16

2.2.5. Pengujian Tegangan Geser ................................................................................ 17

2.2.6. Pengujian Kekerasan .......................................................................................... 18

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 22

3.1. Kesimpulan ...................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan semakin berkembangnya teknologi industry saat ini, tidak bisa mengesampingkan

pentingnya penggunaan logam sebagai komponen utama produksi suatu barang, mulai dari

kebutuhan yang paling sederhana seperti alat-alat rumah tangga hingga konstruksi bangunan

dan konstruksi permesinan. Hal ini menyebabkan pemakaian bahan-bahan logam seperti besi

cor, baja, aluminium dan lainnya menjadi semakin meningkat. Sehingga dapat dikatakan tanpa

pemanfaatan logam, kemajuan peradaban manuasia tidak mungkin terjadi.Dengan

kemampuan akalnya, manusia mampu memanfaatkan logam sebagai alat bantu kehidupannya

yang sangat vital. Berbagai macam konstruksi mesin, bangunan dan lainnya dapat tercipta

dengan adanya logam. Logam tersebut menimbulkan kebutuhanakan teknologi perakitan atau

penyambungan. Salah satu teknologi penyambungan tersebut adalah dengan

pengelasan.Teknik penyambungan logam sebenarnya terbagi dalam dua kelompok besar,yaitu

1 Penyambungan sementara (temporary joint), yaitu teknik penyambungan logam yang dapat

dilepas kembali.

2 Penyambungan tetap (permanen joint), yaitu teknik penyambungan logam dengan cara

mengubah struktur logam yang akan disambung dengan penambahan logam pengisi.

Termasuk dalam kelompok ini adalah solder, brazing dan pengelasan.Dari teknik tersebut

dijadikan sebagai dasar dibentuknya benda-benda logam seperti yang dimaksud pada uraian

diatas.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana meningkatkan efisiensi proses resistance welding untuk mengurangi waktu

produksi dan biaya?

1
2. Apa strategi terbaik untuk memastikan kualitas sambungan las dalam proses resistance

welding?

3. Bagaimana mengidentifikasi dan mengatasi masalah umum seperti cacat dalam sambungan

las?

1.3. Tujuan

1. Memahami faktor-faktor yang memengaruhi kualitas sambungan las dalam proses resistance

welding.

2. Mengidentifikasi inovasi teknologi terbaru dalam resistance welding untuk meningkatkan

efisiensi dan kualitas produksi.

3. Mengeksplorasi pengaruh parameter-proses terhadap kekuatan dan integritas sambungan las.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Kenyon W (1979) mengatakan Las titik (Resistance Spot Welding) adalah suatu bentuk

pengelasan tahanan dimana suatu las dihasilkan pada suatu titik pada benda kerja diantara

elektroda-elektroda pembawa arus, las akan mempunyai luas yang kira-kira yang sama dengan

ujung elektroda, atau sekecil ujung elektroda dari ukuran yang berbeda-beda. Gaya yang

dikenakan terhadap titik biasanya melalui elektroda, secara kontinu di seluruh poros(tidak ada

busur api yang dibentuk).

Salim dan Triyono (2012) melakukan penelitian tentang kekuatan tarik dan geser

pengelasan resistance Spot Welding (RSW) antara baja karbon rendah dengan Aluminium

menggunakan alat bantu filler berupa serbukpaduan baja dan alumunium. Tebal plat baja SS

400 1 mm dan tebal plat Aluminium jenis A1 6061 TI 2 mm dengan variasi Voltage output

2,02 Volt dan 2,30 dengan parameter waktu pengelasan 5 detik. Dengan waktu yang sama

semakin tinggi load voltage akan menghasilkan lasan yang lebih kuat. Disebabkan tingkat

peleburan kedua benda semakin baik, maka tingkat penyatuan dari kedua material yang dilas

dengan media filler perpaduan antara kedua jenis logam disambung semakin sempurna.

Lisa Agustriyana (2011) melakukan penelitian las titik pada material baja fase ganda

(Ferrite-Martensite) dengan mengunakan pengujian kekuatan tarik dan mikrostruktur dengan

parameter arus 0,9kA, 1,6kA, 1,85kA dengan waktu pengelasan 0,25detik, 0,5detik, 0,75detik,

1detik. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dengan semakin besar

kuat arus dan waktu pengelasan pada proses Spot Welding pada baja fasa ganda maka

dihasilkan kekuatan tarik yang semakin besar dan nilai optimum di dapat pada kuat arus 1,85

kA dengan variasi yang terbaik juga didapat pada kuat arus ini dalam berbagai waktu

pengelasan dan ditunjukkan pada luasandaerah kekuatan tarik yang terbesar yaitu sekitar 40%.

3
Arghavani, M. dkk (2016) melakukan penelitian tentang pengaruh lapisan seng pada resistence

Spot Welding sambungan beda material antarabaja dan Aluminium. Sambungan material pada

penelitiannya terdapat 2 jenis, yaitu sambungan antara material baja St-12 dengan Aluminium

seri 5052 (PS-AL) dan sambungan antara baja galvanis dengan Aluminium seri 5052 (GS-AL).

Ketebalan material baja 1 mm dan Aluminium 2 mm dengan variasi parameter arus pengelasan

yang digunakan 9; 10; 11; 12; 13; 14 kA.

Gambar 2.1 Hubungan antara arus pengelasan terhadap kekuatantarik dan geser (Arghavani,
M. dkk, 2016)

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kekuatan tarik dan geser dari sambungan material

baja St-12 dan Aluminium mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada sambungan baja

galvanis dan Aluminium. Hal ini berhubungan dengan rendahnya kontak hambatan sambungan

baja galvanis/Al-5052 dan konsumsi panas dengan mencairnya lapisan seng pada baja

galvanis. Variasi arus pengelasan juga berpengaruh terhadap kekuatan sambungan las.

Semakin besar arus yang diberikan maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan

sambungan las. Hal ini disebabkan

karena diameter nugget yang semakin besar seiring besarnya masukanpanas yang diterima.

Walaupun plat baja tidak meleleh selama pengelasan, namun plat Al-5052 meleleh dan

membentuk weld nugget.

Penelitian tentang sambungan las pada beda material pernah dilakukan oleh Deni,D. (2014)

dengan menggunakan bahan baja tahan karat ( Austenitic Stailess Steel) dan baja karbon

4
rendah ( Low Carbon Steel ). Dengan menggunakan variasi arus 5000A, 6000A, 7000A, dan

variasi waktu pengelasan 0,4detik, 0,5detik, 0,6detik. Dengan menggunakan dua pengujian

yaitu pengujian tarik geser dan pengujian kekerasan Vickres microhardness. Dari pengujian

tersebut dapat disimpulkan bahwa pada pengujian geser didapat hasil yang optimal pada variasi

arus 7000A dan waktu 0,6detik dengan kekuatan sambungan las sebesar 5,323kN. Dan pada

pengujian Vickres microhardness kekerasan yang paling optimal terdapat pada daerah logam

las (nugget) yaitu sebesar 354,2 HV0.2 pada variasi arus7000A dan waktu 0,6detik.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Las Resistan Listrik (Resistance Welding)

Las Resistensi Listrik (Resistance Welding) adalah metode pengelasan yang paling sering

digunakan untuk penyambungan plat (sheet metal). Dimana material logam yang akan

disambung di tekan satu sama lain pada saat yang bersamaan arus listrik yang besar dialirkan

oleh kedua elektroda melewati kedua permukaan material yang berhimpit sehingga timbul

panas dan mencair karena adanya tahanan/resistensi pada permukaaan tersebut. Tekanan

diberikan untuk memberikan kontak pada kedua permukaan, setelah arus dialirkan dan

temperatur yang tinggi telah tercapai maka logam mencair kemudian arus listrik dihentikan

sedangkan tekanan tetap diberikan pada kedua permukaan untuk menggabungkan dua buah

logam.

Gambar 2. 2. Las Resistensi Listrik (Resistance Welding)

5
(Miller, 2012)

Untuk menghindari panas berlebih pada elektroda terdapat sistem pendingin dalam elektroda

yaitu air di alirkan ke dalam elektroda sehingga saat terjadi proses pengelasan panas yang

dihasilkan tidak akan melelehkan elektroda. Bahan yang digunakan untuk elektroda harus

memiliki sifat konduktor listrik yang baik artinyamemiliki tahanan dalam yang rendah dan

kuat, seperti tembaga dan paduannya.

Ada dua jenis sambungan dalam Las Resistensi Listrik yaitu sambungan tumpang (Lap Joint)

untuk pengelasan plat (sheet metal) dan sambungan tumpul (Butt Joint) untuk pengelasan

batang

atau pipa. Sambungan tumpang (Lap Joint) masih dibagi menjadidua metode yaitu las titik

(Spot Welding) dan las garis (seam welding) dan las timbul (projection welding).

(a) (b) (c)

Gambar 2. 3. Jenis sambungan tumpang : (a) spot welding (b) seamwelding (c) projection

welding (Ruukki, 2007)

Pada pengelasan jenis sambungan Butt Joint terjadi duafase proses yaitu flashing phase dan

upseting phase. Dua komponen yang akan disambung (dilas) dicekam oleh dua buah elektroda,

salah satu elektroda dapat bebas bergerak/bergeser. Tegangan rendah dan Arus yang tinggi

dialirkan melalui keduakomponen yang akan disambung. Panas yang tinggi akibat besarnya

arus yang mengalir mengakibatkan ujung komponen

6
yang berhimpit (ujung kontak) akan meleleh dan menyatu

Gambar 2. 4. Skema pengelasan Flash Butt Joint (Ruukki, 2007)

logam. Ketiga faktor tersebut dapat ditinjau dari rumus total heatinput yang dihasilkan yaitu

: (Amstead, B.H, 1995)

z = I2.R.t

Dimana :

H : Total Heat Input (joule)

I : Arus listrik (Ampere)

t : Waktu pengelasan (detik)

a. Current Welding (Arus Listrik Pengelasan)

Untuk mengatur besarnya arus yang akan digunakan pada mesin pengelasan Resistance

Welding biasanya terdapat kontrol arus step-down, besarnya arus diatur oleh banyaknya

gulungan coilprimer dan sekunder dengan mengubah besarnya tegangankeluaran.

Besarnya Arus yang digunakan pada pengelasan Spot Welding antara 4-20 kA. Besarnya Arus

yang digunakan tergantungpada jenis material yang akan dilas dan ketebalan plat. (Ruukki,

2007)

b. Resistance (Tahanan Listrik)

1. Resistensi Elektroda

2. Resistensi Resistensi interface (elektroda-sheet metal)

3. Resistensi interface (sheet metal-sheet metal)

7
4. Resistensi material dari benda kerja

Gambar 2. 5. Resistensi pada Resistance Welding


(ISF, Welding and joining institute, 2002)

Tahanan listrik/Resistensi dari material benda kerjaditentukan berdasarkan jenis dari

materialnya. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa resistensi paling besar adalah resistensi

interface antara sheet metal-sheet metal kemudian secara berurutan resistensi interface antara

elektroda-sheet metal kemudian resistensi material benda kerja. Untuk resistensi material

elektroda sangat kecil hal ini karena material elektroda yang digunakan dipilih dari material

yang memiliki sifat konduktivitas listrik yang baik seperti Tembaga dan paduannya. (ISF,

Weldingand joining institute, 2005).

c. Welding Time (Waktu Pengelasan)

Variabel yang dapat diatur (adjustable variable) untuk mendapatkan energi panas yang

masuk (Heat Input) pada pengelasan Resistensi Listrik adalah kuat arus yang digunakan

(Current Welding) dan waktu pengelasan (Welding Time). Waktu pengelasan biasanya sangat

singkat. Waktu pengelasan dalam satuan cycle dimana untuk listrik dengan frekuensi 50 Hz,

1 detik = 50 cycle maka untuk 1 cycle = 0.02 detik. Waktu pengelasan dalam pengelasan

8
Resistensi Listrik terdiri dari 3 waktu yaitu : (Ruukki, 2007)

1. Set-Up Time (Pre-welding Squeeze Time)

2. Welding Time (Current Time)

3. Holding Time

Gambar 2. 6. Welding process and welding time


(ISF, Welding and joining institute, 2005)
Set-Up Time (Pre-welding Squeeze Time) berfungsi untuk menekan benda kerja dan

menyetel tahanan interface (setting-up reproducible resistance) sebelum pengelasan. Akan

tetapi set-up time tidak memberikan efek terhadap propertis teknis (technicalproperties) dari

hasil pengelasan, meski demikian harus diberikan cukup lama agar elektroda memberikan

gaya penekanan yang cukup sebelum Arus listrik dialirkan (Ruukki, 2007).

Welding Time (Current Time) atau waktu pengelasan adalah waktu dimana arus listrik

dialirkan saat proses pengelasan. Welding time sangat singkat antara 4-50 cycle (0.1-1 detik).

Pengaturan welding time tergantung dari mesin las resistensi listrik yang digunakan. Pada

mesin las sudah tersedia panel pengaturan welding time yang ingin dikehendaki, besarnya

welding time dipengaruhi oleh tebal plat yang dilas dan berhubungan dengan kuat arus, artinya
9
sangat memungkinkan jika arus yang diberikan besar maka welding time lebih singkat,

jika arus yang diberikankecil maka welding time bisa lebih lama, (Ruukki, 2007).

Saat menggunakan welding time yang terlalu lama maka benda kerja dan elektroda akan

menghantarkan panas keluar dari permukaan material yang terhubung (conecting surface) dan

semakin banyak panas yang terbuang (Heat Loss) sehingga nuggetterlalu kecil, untuk material

dengan konduktivitas listrik yang tinggi seperti tembaga dan Aluminium menggunakan

welding time yang lebih singkat dari pada baja dan paduannya. Penggunaan welding

time yang lama akan lebih menguntungkan pada pengelasan material yang cenderung keras

dan getas karena dengan welding time yang lama maka waktu pendinginan juga akan lama.

(Ruukki, 2007).

Holding time adalah waktu dimana setelah nugget terbentuk dan arus berhenti

dialirkan gaya penekanan tetap diberikan untuk mencegah terbentuknya pori-pori dalam

nugget.Holding time diberikan cukup lama saat proses pendinginan (logam cair mengeras

kembali) agar mencapai kekuatan yang cukup pada daerah yang dilas. Oleh karena itu

semakin tebal plat yang akan dilas maka semakin lama hold time yang diberikan. Secara

umum lama hold time dalam pengelasan Spot Welding adalah 10-50 cycles. Waktu hold time

yang pendek (10-20 cycles) biasanya diberikan pada pengelasan material yang cenderung

getas untuk mencegah efek pendinginan dari elektroda pada daerah las, (Ruukki, 2007).

2.2.2. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

Karat adalah salah satu cacat pada penggunaan baja, yang pencegahannya biasa

dilakukan dengan pelapisan danpenegcatan. Baja Tahan Karat adalah baja paduan tinggi

yangtahan terhadap korosi, suhu tinggi dan suhu rendah. Disamping itu Baja Tahan Karat

mempunyai ketangguhan dan sifat mampu potong yang cukup baik. Karena sifatnya, maka

baja ini banyak digunakan dalam reaktor atom, turbin, mesin jet, pesawat terbang, alat rumah

10
tangga dan lain-lainnya.

Baja tahan karat adalah baja paduan tinggi. Berdasarkan unsur paduan dasar baja tahan

karat dibedakan menjadi : besi- krom, besi-krom-karbon, dan besi-krom-nikel. Untuk

mengontrol struktur mikro dan sifat-sifat yang dimiliki, beberapa unsur paduan dimasukkan

pada sistem unsur paduan dasar tersebut dimana unsur paduanya terdiri dari mangan, silikon,

molybdenum, niobium, titanium, dan nitrogen (Lippold.J.C 1993)

Salah satu cara yang digunakan untuk menggambarkan pengaruh dari variasi unsur

dalam struktur dasar pada baja tahan karat khrom-nikel adalah diagram Scaeffler. Diagram

ini merencanakan batas komposisi temperatur ruang dari austenit, ferit, dan martensit

berdasarkan hubungan dari khrom dan nikel. Karena semua baja tahan karat akan mengalami

penggetasan dan peretakan, maka harus dijaga agar logam las selalu terletak pada daerah

aman.

Berdasarkan fasanya, baja tahan karat dapat diklasifikasikan menjadi baja tahan karat

martensit, baja tahan karat ferit, bajatahan karat austenit, baja tahan karat berfasa ganda

(duplex), dan baja tahan karat dengan pengerasan presipitasi.

Kalpakjian, S. dkk (2009) menguraikan jenis baja tahan karatsebagai berikut:

1. Baja tahan karat austenit

Baja jenis ini secara umum mengandung khrom, nikel, dan mangan yang terdapat dalam besi.

11
Mereka mempunyai sifat tidak bermagnet dan mempunyai ketahanan terhadap korosi yang

sangat bagus, akan tetapi rentan terhadap retak akibat tegangan korosi. Baja austenit

dikeraskan dengan cara pendinginan. Baja ini merupakan baja paling liat diantara semua jenis

bajatahan karat yang lain dan dapat dibentuk dengan mudah.Baja jenis ini digunakan secara

luas dalam berbagai kegunaan seperti : peralatan dapur, perabot, konstruksi las, peralatan

transportasi yang ringan, tungku pembakaran dan bagian dari alat penukar panas.

2. Baja tahan karat ferit

Baja ini memiliki kandungan khrom yang tinggi yaitu lebih dari 27%. Mereka bersifat

magnetic dan memiliki ketahanan korosi yang baik, akan tetapi memiliki tingkat keliatan

bahan yang lebih rendah dibandingkan dengan baja tahan karat austenit. Baja tahan karat

ferit dikeraskan dengan cara pengerjaan dingin dan tidak dapat diperlaku panaskan. Secara

umum digunakan untuk sesuatu yang bersifat tidak struktural seperti: peralatan dapur dan

hiasan otomotif.

3. Baja tahan karat martensit

Kebanyakan baja tahan karat martensit tidak mengandung nikel dan dapat dikeraskan dengan

caraperlakuan panas. Kandungan khrom sekitar 15%. Baja inibersifat magnetic dan memiliki

kekuatan yang tinggi, keras, ketahanan lelah yang baik, keliatan bahan yang baik, dan

memiliki ketahanan terhadap korosi yang sedang. Baja tahan karat martensit biasanya

digunakan untuk alat pemotong seperti: pisau, gunting, alat-alat bedah, instrumen, katup dan

pegas.

4. Baja tahan karat duplex (berfasa ganda)

Baja ini merupakan campuran dari austenit dan ferit. Mereka mempunyai kekuatan yang baik,

memiliki ketahanan korosi yang tinggi (dalam banyak kondisi lingkungan), dan ketahanan

terhadap retak tegangan korosi yang lebih baik daripada baja tahan karat austenit. Penggunaan

baja tipe ini yaitu pada komponen alat penukar panas.

12
5. Baja tahan karat pengerasan presipitasi

Baja ini mengandung khrom dan nikel, bersama dengan tembaga, Aluminium, titanium, atau

molybdenum. Merekamemiliki ketahanan korosi dan keliatan bahan yang baik, serta memiliki

kekuatan yang tinggi pada temperatur tinggi. Penggunaan yang paling utama baja ini yaitu

padaindustri pesawat terbang dan komponen struktural pesawat ruang angkasa.

6. Penelitian ini menggunakan bahan baja tahan karat seri 430 yang termasuk kedalam

jenis baja tahan karat ferit. Sifat mampu lasbaja tahan karat ferit adalah sangat sukar

mengeras, tetapi butirnyamudah menjadi kasar yang menyebabkan ketangguhan dan

keuletannya menurun. Penggetasan biasanya terjadi padapendinginan lambat dari 600ºC ke

400ºC. Karena sifatnya ini maka pada pengelasan baja ini harus dilakukan pemanasan mula

antara 70ºC sampai 100ºC untuk menghindari retak dingin dan pendinginan dari 600ºC ke

400ºC harus terjadi dengan cepat untuk menghindari penggetasan seperti diterangkan diatas

(Wiryosumarto, H. dkk, 2000).

2.2.3. Aluminium

Aluminium dan paduan Aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi,

tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Logam ini dipakai

secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat penyimpanan.

Wiryosumarto, H. dkk (2000) dalam hal pengelasan, paduan Aluminium mempunyai sifat

yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurang baik atau merugikan

tersebut adalah:

1. Karena panas jenis dan daya hantar panasnya tinggi maka sukar sekali untuk

memanaskan dan mencairkan sebagian kecil saja.

2. Paduan Aluminium mudah teroksidasi dan membentukoksida Aluminium Al2O3 yang

mempunyai titik cair yang tinggi. Karena sifat ini maka peleburan antara logam dasar dan

13
logam las menjadi terhalang.

3. Karena mempunyai koefisien muai yang besar, maka mudah sekali terjadi deformasi

sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas panas akan cenderung membentuk

retak-panas.

4. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hidrogen dalam logam cair dan logam

padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus bekas

kantong-kantong oksigen.

5. Paduan Aluminium mempunyai berat jenis rendah, karena itu banyak zat-zat lain

yang terbentuk selama pengelasan akan tenggelam. Keadaan ini memudahkan

terkandungnya zat-zat yang tidak dikehendaki ke dalamnya.

Aluminium dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenis paduan dan serinya.

Wiryosumarto, H. dkk (2000) menguraikan sifat umum dari beberapa jenis paduan

Aluminium:

1. Jenis Al-murni teknik (seri 1000)

Jenis ini adalah Aluminium dengan kemurniannya antara 99,0% dan 99,9%. Aluminium

dalam seri ini disamping sifatnya yang baik dalam tahan karat, konduksi panas,dan konduksi

listrik juga memiliki sifat yang memuaskan dalam mampu-las dan mampu-potong. Hal yang

kurang menguntungkan adalah kekuatannyarendah.

2. Jenis paduan Al-Cu (seri 2000)

Paduan jenis ini adalah jenis yang dapat diperlaku- panaskan. Dengan melalui pengerasan

endap ataupenyepuhan sifat mekanik paduan ini dapat menyamai sifat dari baja lunak, tetapi

daya tahan korosinya rendah bila dibanding dengan jenis paduan yang lainnya. Sifat mampu

las juga kurang baik, karena itu paduan jenis ini biasanya digunakan pada konstruksi keling

dan banyak

sekali digunakan dalam konstruksi pesawat terang seperti duralumin (2017) dan super

14
duralumin (2024).

3. Jenis paduan Al-Mn (seri 3000)

Paduan ini adalah jenis yang tidak dapat diperlaku- panaskan sehingga penaikan kekuatannya

hanya dapat diusahakan melalui pengerjaan dingin dalam proses pembuatannya. Bila

dibandingkan dengan jenis Al-murni paduan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal daya

tahan korosi, mampu potong dan sifat mampu lasnya. Dalam hal kekuatan jenis paduan ini

lebih ungguldaripada jenis Al-murni.

4. Paduan jenis AL-Si (seri 4000)

Paduan Al-Si termasuk jenis yang tidak dapat diperlaku- panaskan. Jenis ini dalam keadaan

cair mempunyai sifat mampu alir yang baik dan dalam proses pembekuannya hampir tidak

terjadi retak. Karena sifat-sifatnya, maka paduan jenis Al-Si banyak digunakan sebagai bahan

ataulogam las dalam pengelasan paduan Aluminium baik paduan cor maupun paduan tempa.

5. Paduan jenis Al-Mg (seri 5000)

Jenis ini termasuk paduan yang tidak dapat diperlaku- panaskan, tetapi mempunyai sifat yang

baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut, dan dalamsifat mampu-

lasnya. Paduan Al-Mg banyak digunakan

tidak hanya dalam konstruksi umum, tetapi juga untuk tangki-tangki penyimpanan gas alam

cair dan oksigencair.

6. Paduan jenis Al-Mg-Si (seri 6000)

Paduan ini termasuk dalam jenis yang dapat dipelaku- panaskan dan mempunyai sifat mampu-

potong, mampu las dan daya tahan korosi yang cukup baik.

7. Paduan jenis Al-Zn (seri 7000)

Paduan ini termasuk jenis yang dapat diperlaku- panaskan. Biasanya kedalam paduan pokok

Al-Zn ditambahkan Mg, Cu dan Cr. Kekuatan tarik yang dapat dicapai lebih dari 50kg/mm²,

15
sehingga paduan ini dinamakan juga ultra duralumin. Berlawanan dengan kekuatan tariknya,

sifat mmapu las dan daya tahannya terhadap korosi kurang menguntungkan. Dalam waktu

akhir-akhir ini paduan Al-Zn-Mg mulai banyak digunakan dalam konstruksi las, karena jenis

ini mempunyai sifat mampu las dan daya tahan korosi yang lebih baik daripada paduan dasar

Al-Zn. Disamping itu juga pelunakan pada daerah las dapat mengeras kembali karena

pengerasan alamiah.

Pada penelitian ini menggunakan bahan Aluminium paduan jenis Al-Mg-Si dengan

seri 6019, material ini digunakan karena dapat dengan mudah didapatkan dipasaran.

Aluminium jenis ini dapat dilas dengan baik asal diikuti dengan perlakuan panaskembali

(Wiryosumarto, H. dkk, 2009).

2.2.4. Seng (Zinc)

Dalam dunia industri, zinc (Zn), yang memiliki warna putih kebiruan, adalah logam

keempat yang paling dimanfaatkan setelah besi, Aluminium dan tembaga. Zinc memiliki dua

kegunaan utama : untuk menggalvanisasikan besi, lembaran baja dan kabel; dan sebagai

paduan dasar untuk pengecoran. Dalam menggalvanisasi, zinc berfungsi sebagai anoda dan

melindungi baja dari serangan korosif seperti lapisan sebagaimana mestinya dari tergores atau

tertusuk.

Unsur paduan utama seng adalah Aluminium, tembaga dan magnesium. Unsur

tersebut memberikan kekuatan danmemberikan kontrol dimensi selama pengecoran logam.

Paduan dasar seng digunakan secara extensif dalam pengecoran untuk membuat produk

produk seperti pompa bahan bakar dan tempat pembakaran pada mobil, komponen untuk

peralatan rumah tangga (seperti mesin cuci dan peralatan dapur), dan berbagai komponen

mesin lainnya. Penggunaan lain untuk zinc pada paduan superplastis, yang memiliki

karakteristik sifat mampu bentuk yang baik berdasarkan kemampuan mereka pada deformasi

16
yang besar tanpa kegagalan atau patah. Lembaran grain sangat halus 78% Zn-22%Al adalah

contoh umum dari paduan seng superplastis yang dapat dibentuk oleh metode yang

digunakan untuk membentuk plastik atau logam (Kalpakjian, S. dkk, 2009).

Pada penelitian ini material Zinc diharapkan mampu menjadi media penghubung

(filler) beda material antara baja tahan karatdan Aluminium menggunakan las titik sehingga

dapat menyatu dengan baik. Sulardjaka, dkk (2003) menjelaskan dalam pemilihan logam

pengisi (filler) yang benar akan menghindari retak panas pada hasil lasan. Sehingga dalam

penggunaan sambungan las, proses pengelasan dan pemilihan bahan dasar merupakan hal

penting yang harus diperhatikan. Jenis filler akan berpengaruh terhadap perilaku mekanik

sambungan las. Pemilihan filler pada pengelasan didasarkan pada komposisi logam induk

(base metal) yang dilas, titik cair, pembekuan, cara pengelasan dan sifat lasan yang

didinginkan.

2.2.5. Pengujian Tegangan Geser (Shear Tension Test)

Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan duagaya yang berlawanan

arah, tegak lurus sumbu batang dan tidak segaris dengan batang yang diberikan. Tegangan ini

banyak terjadi pada kontruksi. Misalny: sambungan keling, gunting, dan sambungan baut.

17
Gaya geser terdistribusi merata kurang lebih sama seperti yang terjadi pada gaya tarik

atau tekan yang terdistribusi merata. Pada kasus ini, gaya geser yang dihitung dari Ss = P/A

hendaknya diinterpretasikan sebagai nilai rata-rata.

Pengujian geser pada hasil pengelasan titik pada umumnya menggunakan skema

pengujian dengan menggunakan standart pengujian AWS, SAE, JIS, atau ASME. Pengujian

tegangan geser pada penelitian ini menggunakan standar ASME IX dengan spesifikasi

dimensi sebagai berikut:

Gambar 2.9 Ukuran Spesimen (Annual


book of ASME IX standart )
L = Panjang Spesimen 101,6 mmW

= Lebar 25,4 mm

2.2.6. Pengujian Kekerasan

Menurut Surdia, T. (1999) kekerasan adalah kriteria untuk menyatakan intensitas

tahanan suatu bahan terhadap deformasi yang disebabkan ojek lain. Ada tiga macam metode

pengujian kekerasan yaitu metode goresan, metode dinamik dan metode indentasi

(penekanan).

A. Metode Goresan

Pengujian kekerasan dengan metode gores dilakukan dengan cara mengukur kemampuan

suatu material dengan menggoreskan material uji pada spesimen.

18
B. Metode Dinamik

Pengujian kekerasan dengan metode Dinamik (Kekerasan Pantul) dilakukan dengan cara

menghitung energi impak yang dihasilkan oleh indentor yang dijatuhkan pada permukaan

spesimen. Alat yang digunakan adalah Shore Scleroscope. Indentor dijatuhkan pada

permukaan material, kemudian pantulan yang amat tinggi yang terjadi. Perbedaanketinggian

saat dijatuhkan dan pantulannya menunjukkan besarnya energi yang diserap material. Pada

metode dinamik indentor berupa bola.

C. Metode Indentasi (Penekanan)

Pengujian kekerasan dengan metode Indentasi (penekanan) adalah dengan cara mengukur

ketahanan suatu material terhadap gaya tekanan yang diberikan indentor dengan

memperhatikan besar beban yang diberikan dan besarindentasi.

Uji kekerasan dengan metode Indentasi ini terdiri daribeberapa cara, antara lain:

1. Uji kekerasan Brinel

Uji kekerasan ini ditemukan oleh J.A.Brinell pada tahun 1900 yang mengujinya

dengan cara melakukan indentasipada permukaan spesimen. Indentor berupa bola baja yang

memiliki variasi beban dari 500 kg sampai 1500 kg untuk intermediate Hardness dan 3000 kg

untuk hard metal. Pada material yang sangat keras digunakan bola karbida untuk memperkecil

distorsi indentor. Prinsip dari pengujian kekerasan ini adalah dengan menekan indentor

selama 30 detik. Lalu diameter hasil indentasi diukur dengan menggunakan Mikroskop Optik.

19
2. Uji kekerasan Meyer
Uji yang dilakukan oleh Meyer untuk perbaikan dari uji sebelumnya yaitu Brinell.

Meyer berpendapat bahwa tekanan rata-rata pada permukaan indentasi harusdiperhitungkan

dalam nilai kekerasan (tidak dapat diuji pada Brinell)

3. Uji kekerasan Vickers

Uji kekerasan ini menggunakan indentor berbentuk piramida intan dengan bentuk

bujur sangkar dengan besar sudut 136º terhadap kedua sisi yang berhadapan.

Gambar 2.11 (a) Indentasi Vickers


(b) pengukurandiagonal cetakan. (The Welding Institute, 2016)

Besar sudut itu digunakan karena merupakan perkiraan rasio terideal indentasi diemeter bola

pada ujiBrinell. Besar beban indentor bervariasi antara 1 kg sampai 120 kg sesuai dengan

tingkat kekerasan material spesimen. prinsip dari uji kekerasan Vickers adalah besar beban

dibagi dengan luas daerah indentasi

4. Uji Kekerasan Rockwell.

Uji kekerasan rockwell memperhitungkan kedalaman indentasi dalam keadaan beban

konstan sebagai penentu nilai kekerasan. Sebelum pengukuran,spesimen dibebani minor

sebesar 10 kg untuk mengurangi kecenderungan ridging dan sinking akibat beban indentor.

Sesudah beban minor diberikan, spesimen langsung dikenai beban mayor. Kedalaman

20
indentasi yang terkonversi dalam skala langsung dapat diketahui hasilnya dengan membaca

dial gage pada alat.

5. Uji kekerasan Microhardness

Metode ini merupakan pengembangan dari uji Vickers namun beban yang lebih kecil

Indentor Knoop adalah piramida intan yang membentuk indentasi berbentuk layang-layang

dengan perbandingan diagonal 7:1 yang menyebabkan kondisi regangan pada daerah

terdeformasi. Nilai kekerasan knoop (KHN) dapat didefinisikan besarnya beban dibagi

dengan luas daerah proyeksi indentasi tersebut.

21
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Mengingat besarnya pengaruh pengelasan bagi kehidupan dan pesatnya

perkembangan teknologi, sehingga mengharuskan untuk mempelajari tentang pengelasan.

Untuk beberapa jenis peralatan atau perkakas rumah tangga memang tidak membutuhkan

keterampilan yang tinggi untuk membuatnya (menyambungnya). Tetapi untuk sebagian

peralatan yang membutuhkan kekuatan tinggi dan daya tahan terhadap tekanan yang besar

serta menyangkut keselamatan seseorang memerlukan keterampilan yang tinggi untuk

membuatnya serta harus memahami tentang hal-hal yang bisa mempengaruhi hasil

pengelasan.

Mengingat besarnya pengaruh pengelasan bagi kehidupan dan pesatnya

perkembangan teknologi, sehingga mengharuskan untuk mempelajari tentang pengelasan.

Untuk beberapa jenis peralatan atau perkakas rumah tangga memang tidak membutuhkan

keterampilan yang tinggi untuk membuatnya (menyambungnya). Tetapi untuk sebagian

peralatan yang membutuhkan kekuatan tinggi dan daya tahan terhadap tekanan yang besar

serta menyangkut keselamatan seseorang memerlukan keterampilan yang tinggi untuk

membuatnya serta harus memahami tentang hal-hal yang bisa mempengaruhi hasil

pengelasan.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/294323496/Makalah-Resistence-Spot-Welding

23

Anda mungkin juga menyukai