Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perilaku menyakiti diri sendiri atau non-suicidal self-injury telah menjadi masalah

serius yang membutuhkan perhatian, terlebih pada bidang kesehatan masyarakat.

Non-suicidal self-injury atau NSSI adalah perilaku merusak jaringan tubuh sendiri

secara langsung dan disengaja tanpa ada niat untuk mati dan di luar konteks prosedur

yang disetujui secara sosial atau medis(Nock & Mendes, 2008).Penelitian-penelitian

terdahulu telah mengungkap bahwasanya angka keterlibatan individu dalam perilaku

ini cukup tinggi, terutama pada remaja.

Menurut Sornberger dkk., (2012)mayoritas penelitian telah menemukan bahwa antara

14% sampai 24% remaja pernah terlibat perilaku non-suicidal self-injury setidaknya

sekali dalam seumur hidup. Penelitian Laye-Gindhu & Schonert-Reichl(2005)pada

remaja di Kanada menemukan bahwa 15% sampel remaja terlibat non-suicidal self-

injury yang disertai peningkatan perilaku antisosial, tekanan emosional, masalah


kemarahan, harga diri yang rendah, dan perilaku berisiko kesehatan. Pada sampel di

Amerika Serikat, terdapat 46,5% remaja terlibat NSSI dimana 28% diantaranya

termasuk dalam kategori sedang dan berat(Lloyd-Richardson dkk., 2007).Di samping

itu, pada penelitian Wan dkk.(2020)di China, sebesar 38,5% remaja setidaknya satu

kali pernah terlibat non-suicidal self-injury. Di Indonesiasendiri,Survei Yougov

(2019dalam Ho, 2019)telah menemukan bahwa lebih dari sepertiga orang Indonesia

pernah melakukan perilaku menyakiti diri sendiri (36%), adapun di kalangan anak

muda, sebanyak 45% pernah terlibat perilaku melukai diri sendiri ini.

Tingginya angka keterlibatan remaja pada perilaku non-suicidal self-injury

disebabkan adanya peningkatan tekanan emosional selama periode perkembangan

nya yang didukung pula dengan kombinasi perkembangan otak yang belum matang,

sehingga remaja berpotensi mengalami risiko yang impulsif (Martin dkk., 2016).

Beberapa faktor determinan dari perilaku NSSI sendiri diantaranya adalah faktor

intrapersonal yang meliputi pengalaman traumatis selama masa kanak-kanak.

Pengalaman traumatis ini meliputi penganiayaan,kekerasan dandis fungsi orang tua,

pelecehan emosional dan fisik, serta perpisahan atau perceraian orang tua.

Pengalaman tersebut menimbulkan tekanan dan distress yang tinggi kepada individu,

akan tetapi disertaidengantingkat toleransi yang rendah terhadap distress tersebut.

Kondisi ini ditemukan mempengaruhi keterlibatan remaja dalam NSSI, dimana ketika

remaja memiliki tingkat toleransi terhadap distressyang rendah, mereka cenderung

mengalami disregulasi emosi dan emosi yang tidak diekspresikan, sehingga mengarah

pada koping maladaptif seperti perilaku non-suicidal self-injury (Baetens dkk., 2014;
Paivio & McCulloch, 2004; Tang dkk., 2016). Selain faktor-faktor tersebut, faktor

interpersonal juga mempengaruhi, seperti stressinterpersonal dan bullying.

Stressinterpersonal seperti perasaan tidak dianggap, kesepian, dan merasa ditolak oleh

teman sebaya menyumbang kemungkinan perilaku menyakiti diri sendiri pada

remaja, mengingat perilaku teman sebaya memiliki peran penting pada periode

perkembangan remaja (Nock dkk., 2009).

Sejalan dengan peran penting teman sebaya bagi remaja, adanya dukungan sosial

dapat menjadi faktor protektif bagi individu dengan NSSI, khususnya pada remaja

(Christoffersen dkk., 2015; Wedig & Nock, 2007; Xin dkk., 2020). Bagi remaja yang

memiliki beberapa bentuk dukungan sosial ditemukan mengalami penurunan dalam

kemungkinan terlibatnon-suicidal self-injury sebesar 26% (Baiden dkk.,

2017).Kurangnya dukungan sosial menjadi salah satu prediktor signifikan dalam

timbulnya perilaku NSSI serta terlibat dalam pemeliharaan dan keparahan NSSI itu

sendiri (Muehlenkamp dkk., 2012). Menurut Young (2006),dukungan sosial sendiri

dibagi menjadi dua bentuk, yakni receive social support dan perceived social support.

Receive social support merupakan bentuk dukungan sosial yang diterima oleh

individu dan didasari oleh jumlah dukungan sosial yang diberikan orang

lain,sedangkan perceived Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental

(BRPKM)2022, Vol. 2(1), 70-77 Perceived Social Supportdan NSSI Remaja

social support adalah dukungan yang individu percayai tersedia untuknya, dimana

dukungan tersebut dapat diberikan dengan menanyakan sejauh mana individu

mempersepsikan atau mempercayai bahwa dirinya diberi dukungan oleh orang lain.
Perceived social support dapat bersumber dari keluarga, orang tua, teman sebaya, dan

significant others atau orang yang dianggap istimewa oleh individu(Zimet dkk.,

1988). Menyoroti pentingnya dukungan sosial terhadap perilaku non-suicidal self-

injury, terdapat kesenjangan temuan penelitian, dimana pada studiLin dkk.,

(2017)pada remaja di Taiwan, dukungan sosialsecara keseluruhantidak ditemukan

berhubungan secara signifikan dengan perilaku non-suicidal self-injury. Kesenjangan

lain ditemukan pada penelitianTurner dkk. (2016)yang menyatakan bahwa seseorang

dengan perceived social support yang tinggi akan lebih mungkin terlibat dalam

perilaku non-suicidal self-injury. Lebih lanjut, hasil penelitian tersebut menemukan

bahwa perceived social support meningkat ketika tindakan NSSI diungkapkan kepada

orang lain, sehingga dalam beberapa kasus dapat meningkatkan intensi NSSI di masa

depan. Hasil penelitianTurner dkk.(2016)ini mendukung model penguatan

interpersonal NSSI yang diusulkan olehNock & Prinstein(2004).

MenurutNock & Prinstein(2004), perilaku non-suicidal self-injury memiliki beberapa

fungsi potensial yang dikelompokkan menjadi dua kategori, fungsi intrapersonal dan

interpersonal. Kedua fungsi tersebut dikembangkan menjadi Model Empat Faktor

atau Four Factor Model (FFM)yang terdiri dari (1) automatic negative reinforcement,

fungsi untuk mengurangi keadaan internal yang tidak menyenangkan, seperti

menghilangkan perasaan mati rasa dan kosong,(2)automatic negative

reinforcement,yang bertujuan membangkitkan perasaanpositif seperti untuk dapat

merasakan sesuatu, meskipun hal tersebut menyakitkan, (3) social negative

reinforcement, yakni untuk menghindari keharusan melakukan sesuatu yang tidak


menyenangkan dari tuntutan interpersonal, serta (4) social positive reinforcement,

yang berfungsi untuk mendapatkan perhatian atau meningkatkan dukungan sosial,

seperti mencoba mendapat reaksi dari seseorang, bahkan jika itu adalah reaksi

negatif. Temuan Turner dkk. (2016)dapat menjelaskan fungsi keempat yakni social

positive reinforcement, sehingga membuat dukungan sosial, dalam hal ini perceived

social support,dapat berperan sebagai faktor risiko dari keterlibatan individu dalam

perilaku non-suicidal self-injury.

Masa remaja merupakan fase dimana individu mulai mengalami peralihan dari anak-

anak menjadi dewasa. Masa remaja juga dapat dikatakan masa-masa sulit bagi

individu karena dalam fase ini banyak sekali fenomena yang menunjukan perilaku

khusus para remaja seperti bullying, membolos, tawuran dan perilaku melukai diri

sendiri. Beberapa literatur mengatakan bahwa hal ini terjadi karena remaja tidak

dapat menangani kesulitan yang dihadapi pada fase tersebut.

Namun diantara perilaku khusus remaja lainnya, perilaku melukai diri sendiri yang

akan sangat sulit dihadapi bagi remaja itu sendiri karena perilaku melukai diri sendiri

bersifat berkelanjutan.2 Selain itu orang orang terdekat pun seringkali tidak

menyadari bahwa ada teman atau keluarga mereka yang mengalami perilaku self-

injury, oleh karena itu tanpa adanya kemauan dari individu tersebut untuk meminta

bantuan, maka akan sulit mendeteksi atau menolong individu dengan perilaku self-

injury.
Perilaku melukai diri sendiri atau yang disebut self-injury menurut literatur usia awal

munculnya perilaku ini adalah di usia 13 atau 14 tahun yang dimana individu sedang

berada pada masa remaja. Tentu saja tidak semua remaja mengalami hal tersebut,

terdapat penyebab-penyebab lain yang dapat menimbulkan perilaku self-injury

pada remaja akan tetapi persentase remaja yang mengalami self-injury cukup banyak.

Hal ini pun dipertegas oleh penelitian Son, Kim & Lee Secara keseluruhan dari 516

siswa kelas enam di sekolah dasar dan siswa kelas satu hingga tiga di sekolah

menengah pertama secara nasional, 166 peserta (32,2%) melaporkan perilaku melukai

diri sendiri. Tingginya angka remaja yang melakukan self-injury menyebabkan

perilaku ini menjadi fenomena yang dapat dikatakan marak dialami oleh remaja.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti di Desa Aikmel Kabupaten Lombok Timur.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan subjek, di peroleh informasi bahwa

self injury mampu menyalurkan apa yang tidak dapat di lakukan secara verbal dan

tindakan dilakukan untuk melampiaskan kemarahan dirinya pada

orang lain dengan mengarahkannya pada bagian tubuh sendiri. Perilaku self injury

yang merak lakukan adalah melukai tubuh, Mukul tembok, membenturkan kepala dan

memukul diri sendiri. Perilaku self-injury sendiri adalah tindakan melukai diri-sendiri

dengan sadar atau disengaja tanpa adanya niat menghilangkan nyawa untuk

melampiaskan sebuah emosi yang sedang dirasakan. Dengan demikian apapun

tindakannya walaupun tidak tergolong dalam klaster yang disebutkan di artikel,


medsos ataupun jurnal asalkan apa yang dilakukan individu dengan sadar kepada

dirinya dengan tujuan melampiaskan emosi yang akirnya menyebabkan diri terluka

maka itu termasuk kedalam tindakan atau perilaku self- injury. Perilaku self-injury

perlu dibedakan dengan keinginan bunuh diri

Berdasaran uraian latar belakang di atas sehingga penulis merasa tertarik

untuk melakukan penelitian yang berjudul : gambaran perilaku Non Suicidal Self

Injury (NSSI) Ngebarcode pada remaja di SMPN 4 GUNUNGSARI

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraikan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ditemukan pada

penilitian ini adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan tekanan emosional selama masa perkembangan pubertas yang belum

matang dan berpotensi mengalami risiko yang impulsif

2. Pengalaman traumatis bullying yang mengakibatkan gangguan mental


3. Tidak dapat memecahkan suatu masalah dan melampiaskan dengan cara

melakukan NSSI (ngebarcode)

1.2.2 Pertanyaan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah Gambaran prilaku Non Suicidal Self Injury

(NSSI) ngebarcode pada remaja di SMPN 4 GUNUNGSARI sehingga pertanyaan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat pengetahuan remaja pada kasus Non suicidal self injury

(ngebarcode)?

2.Apakah kasus Non suicidal self injury (ngebarcode) Bisa diatasi dan apa solusi

yang tepat untuk mengatasi masalah pada kasus tersebut?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan remaja terkait


fenomena ngebarcode Di SMPN 4 GUNUNGSARI

1.3.2. Tujuan khusus

1.3.1 Mengetahui secara spesifik dampak ngebarcode bisa menggangu

psikologi pada remaja

1.3.2. Mengetahui respon individu menanggapi fenomena ngebarcode

apakah menurut mereka kasus ini hal yang sangat wajar mereka

lakukan atau hanya penasaran saja

1.3.3 Mengetahui tingkat pengetahuan tentang fenomena ngebarcode dan

memberikan suatu gambaran edukasi mengenai hal negatif setelah

melakukan ngebarcode

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

1. Menambah informasi mengenai fenomena ngebarcode

Dan memberikan edukasi cara mengatasi masalah yang Baik dan benar

dan tidak melakukan yang dapat merugikan diri sendiri

2. Memberikan informasi yang logis untuk remaja terutama orangtua


sangatlah berperan dalam kasus tersebut

1.4.2 Praktis

1. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian ini, peneliti mendapatkan pemahaman

Sejauh mana tingkat pengetahuan kita tentang fenomena kasus ngebarcode dan

menjaga kesehatan mental untuk menghadapi suatu masalah dan mencari solusi yang

tepat untuk menangani hal tersebut.

2. Manfaat bagi remaja

Hasil penelitian ini remaja dapat pengetahuan Dampak negatif orang yang

melakukan ngebarcode Dan cara mencegah dengan benar.

3. Manfaat bagi sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi Pemahaman bagi guru guru dan staf sekolah

terutama bagi guru BK Untuk sering melakukan sosialisasi terkait perkembangan

masa remaja berkaitan dengan kasus ngebarcode yang saat ini tranding.
1.1 Keaslian Penelitian

No Judul Nama Metode Hasil Penelitian Persamaan


Penelitian Peneliti Penelitian dan
Perbedaan
1. Gambaran Afra Metode penelitian Hasil penelitian dalam Persamaan :
perilaku Non- Hasna,thrisi kualitatif dengan jurnal ini hasil analisis 1. Variabel
Suicidal self- a model in-depth- IPA (Interpretative independen
injury (NSSI) febrianti,Dit interview dan responden pertama yang t:gambaran
Pada siswa a Juwita observasi yang merupakan remaja yang perilaku
SMAN 1 Zuraida bertujuan duduk kelas XIdi SMAN 2. Metode
Bogor mengetahui 1 Bogor berusia penelitian
gambaran 17Tahunyang didiagnosa Perbedaan :
pengalaman mengalami depresi berat, 1. Variabel
psikologis yang PTSD, factitious dependent :
menyebabkan disorderberdasarkan hasil NSSI
terjad pelaku pemeriksaan oleh (ngebarco
NSSI dengan profesional akibat De)
menggunakan tindakanbullying yang 2. Populasi
teknik analisis diterima semenjak di SD 3. Waktu dan
IPA (Sekolah Dasar). Tempat
Responden kedua penelitian
merupakan remaja kelas X
di SMAN 1 Bogor dengan
usia 16Tahunyang
menutup diri semenjak
kehilangan orang
tersayang. Perlaku NSSI
dilakukan pertama oleh
kedua responden ini
ketika mereka masih
berada di SMP. Hal ini
sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh
Tresno et al.,(2012)yang
menjelaskanbahwa
perilakuNSSI pertama
oleh Malumbot, et.al.,
(2020) yang menjelaskan
bahwa orangtua dengan
sifat dan karakter
yangkurang
menyenangkan
menjadipenyebab
kurangnya sosialisasi yang
baik dengan anak
sehingga membentuk
kepribadian anakyang
senang menyendiri saat
memiliki masalah,
cenderung menekan
emosidan sulit
berkomunikasi dengan
lingkungan baru.
2. EKSPLORAS Shaskia Metode Pelitian Hasil penelitian Persamaan :
I Rezky ini merupakan riwayat NSSI pada 1. Variabel
PENGALAM Elvira1, sebuah penelitian umumnya independen
AN Hastaning kualitatif yang memilikiperasaan kosong t:
NONSUICID Sakti bertujuan untuk dan tertekan, kehilangan gambaran
AL SELF- bagaimana orang yang disayangi, perilaku
INJURY(NSS pengalaman serta adanya keinginan Perbedaan :
I) Jurnal Empati, untuk mendapat perhatian 1. Variabel
Volume dari orang yang disayangi. dependent :
PADAWANIT 10(Nomor 5), Ketidak harmonisan NSSI
A DEWASA Oktober2021, keluarga juga termasuk (ngebarcod
AWAL : halaman 310- faktor yang dapat e)
SEBUAH serta dinamika menyebabkan munculnya 2. Populasi
INTERPRET psikologis pelaku perilaku NSSI, hal ini 3. Metode
ATIVE NSSIdengan dapat terjadi karena Penelitian
menggunakan kurangnya peran keluarga 4. Waktu dan
PHENOMEN Teknik analisis dalam mengekspresikan Tempat
OLOGICAL IPA emosi serta minimnya penelitian
ANALYSIS (Interpretative komunikasi yang terjalin
Phenomenologica antar keluarga(Martison,
l 1999). Partisipan KP
Analysis)Melalui mengaku jika pola
teknik analisis komunikasi dalam
IPA dapat keluarganya cenderung
diungkap dingin, namun ia sering
pengalaman kali dilimpahi ekspektasi
subjek secara oleh kedua orang tuanya.
subjektif dan Sejak dahulu, ia merasa
lebih mendalam tidak memiliki otoritas
(La Kahija, dalam menentukan
2017). Adapun pilihannya. Kurangnya
teknik komunikasi dan perhatian
pengambilan data dalam keluarga juga
menggunakan in- dialami oleh SM. Selain
depth-interview itu SM juga selalu
dan observasi. mendapat tuntutan dan
Sementara itu, merasa tidak diapresiasi
kriteria partisipan oleh keluarganya atas
penelitian usaha yang telah
didasarkan pada dilakukan kondisi tersebut
krtiteria Non- juga diperburuk dengan
Suicide Self adanya perselingkuhan
Injurydalam kedua orang tuanya.
DSM-5, yakni Kurangnyaperhatiandanaf
individu pernah eksi
atau secara yangdiberikanolehorangtu
berkala adapat
melakukan NSSI mendorongseseorang
(menyakiti diri menyakiti dirinya,hal
sendiri) tersebut sering terjadi
setidaknya selama diluar kendali
12 bulan terakhir. (Kurniawati,2012).Muehle
Sudah melakukan nkamp dkk.
NSSI (menyakiti (2013)menambahkan
diri sendiri) bahwa alasan seseorang
setidaknya lebih sering memulai
sebanyak 5 kali untuk melakukan NSSI
(American dikarenakan dukungan
Psychiatric keluarga yang rendah.
Association,
2013).Partisipan
pada penelitian
ini berjumlah 3
orang, berjenis
kelamin
perempuan
dengan usia 18-25
tahun.

3. Pengaruh DEBBY Metode penelitian Hasil penelitian ini Persamaan :


Kepribadian SHIRA Desain Penelitian Hasil uji analisis korelasi 1. Variabel
Narsistik CHINTIA ini menggunakan dengan bivariate pearson independen
terhadap DEWI & pendekatan menunjukkan adanya t: gambar
Perilaku Non- ATIKA kuantitatif- hubungan positif antara perilaku
Suicidal Self- DIAN eksplanatori variabel kepribadian 2. Metode
Injury pada ARIANA* dengan metode narsistik dan perilaku Penelitian
Remaja pengambilan data NSSI pada remaja broken Perbedaan :
Broken Home survei. Subjek home(r(135)=0,343; 1. Usia
penelitian akan p=0,00). Uji korelasi juga variabel
diberikan menunjukkan bahwa dependent :
pertanyaan terkait vulnerability NSSI
dengan variabel narcissismmemiliki (ngebarcod
ukur yang akan hubungan positif dengan e)
diberikan perilaku NSSI 2. Populasi
menggunakan (r(135)=0,384; p=0,00), 3. Waktu dan
kuesioner. namun tidak pada Tempat
Partisipan grandiose penelitian
Partisipan dalam narcissism(r(135)=0,159;
penelitian ini p=0,065>0,05).
adalah remaja Selanjutnya, hasil uji
laki-laki dan regresi menunjukkan
perempuan adanya pengaruh yang
berusia 12-22 signifikan dari
tahun yang kepribadian narsistik
mengalami terhadap perilaku NSSI
kondisi keluarga pada remaja broken
brokenhomedeng homesebesar 11,8%
an rincian (r2=0,118; p=0,000). Uji
kriteriasepertioran regresi juga dilakukan
g tua telah pada kedua konstruk dari
bercerai,orang tua variabel kepribadian
yang tidak hadir narsistik terhadap perilaku
dalam kehidupan NSSI, yang menghasilkan
subjek, hilangnya hanya vulnerability
peran dari salah narcissismmemiliki
satu atau kedua pengaruh signifikan
orang tua, dan terhadap perilaku NSSI
kondisi keluarga (r2= 0,152; p=0,000),
yang tidak namun grandiose
harmonis seperti narcissismtidak memiliki
terjadinya pengaruh yang signifikan
pertengkaran terhadap perilaku NSSI
terus-menerus, (r2= 0,152;
kekerasaan verbal p=0,405).Analisis
dan/atau fisik, tambahan dengan uji beda
dan lain-lain. independent t-test dan
Partisipan dalam one-way anova
penelitian ini juga yangdilakukan pada faktor
merupakan demografis partisipan
seseorang yang menghasilkan tidak
pernah adanya perbedaan yang
melakukan non- signifikan antara hampir
suicidal self- seluruh faktor demografis
injurydalam seperti jenis kelamin pada
hidupnya. Jumlah variabel kepribadian
partisipan dalam narsistik (t(133)=-0,73;
penelitian ini p=0,942; 95% CI [-17,27;
adalah 135 16,03]) dan pada variabel
partisipan perilaku NSSI (t(133)= -
(Musia=19,02; 1,22; p=0,222; 95% CI [-
SDusia=2,33; 10,67; 2,5], faktor
88,1 persen demografis usia pada
perempuan variabel narsistik (F(9,
Teknik sampling 125)=0,698; p=0,71) dan
yang digunakan pada variabel perilaku
dalam penelitian NSSI (F(9, 125)=0,546;
ini adalah teknik p=0,838), dan faktor
purposive demografis domisili pada
samplingkarena variabel kepribadian
penelitian ini narsistik (F(32,
membutuhkan 102)=0,709; p=0,866).
kriteria khusus Namun, ditemukan
dalam pencarian perbedaan yang signifikan
subjek agar hasil antara faktor demografis
yang didapat domisili dan variabel
sesuai dengan perilaku NSSI (F(32,
tujuan penelitian. 102)= 2,123; p=0.02).
Penelitian ini
menggunakan
bantuan program
G*Power untuk
penentuan jumlah
sampel.
Penentuan jumlah
sampel dilakukan
menggunakan a
priori: compute
required sample
sizemenghasilkan
ukuran efek
(Cohen f2)
sebesar 0,15, nilai
sebesar 0,05,
dan power(1-)
sebesar 0,95 pada
jumlah prediktor
sebanyak 1.
Perhitungan ini
mendapatkan
hasil sampel yang
dibutuhkan
minimal yaitu
sebanyak N=85.

Anda mungkin juga menyukai