Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH BPJS KESEHATAN

BPJS Kesehatan mulai resmi beroperasi pada 1 Januari 2014. Dasar pendirian
beroperasinya BPJS Kesehatan adalah pada tahun 2004 pemerintah mengeluarkan
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan
kemudian pada tahun 2011 pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). PT Askes (Persero) ditunjuk
sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan, sehingga PT
Askes (Persero) pun bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.

Namun, cikal bakal jaminan pemeliharaan kesehatan di Indonesia sebenarnya


sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Setelah kemerdekaan, pada tahun
1949, setelah pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda, upaya untuk
menjamin kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya pegawai
negeri sipil beserta keluarga, tetap dilanjutkan. Prof. G.A. Siwabessy, selaku Menteri
Kesehatan yang menjabat pada saat itu. Ia mengajukan sebuah gagasan untuk
perlu segera menyelenggarakan program asuransi kesehatan semesta (Universal
Health Coverage) yang saat itu mulai diterapkan di banyak negara maju dan tengah
berkembang pesat. Kondisi saat itu, kepesertaannya baru mencakup pegawai
negeri sipil beserta anggota keluarganya saja. Namun Siwabessy yakin suatu hari
nanti, klimaks dari pembangunan derajat kesehatan masyarakat Indonesia akan
tercapai melalui suatu sistem yang dapat menjamin kesehatan seluruh warga
bangsa ini.

Pada 1968, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun


1968 dengan membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan
(BPDPK) yang mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negara dan
penerima pensiun beserta keluarganya. Hal ini sebagai tindak lanjut dari munculnya
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 230 Tahun 1968 Tentang Peraturan
Pemelihaaraan Kesehatan Pegawai Negeri, Penerima Pensiun serta anggota
keluarganya, pada tanggal 15 Juli 1968. Atas dasar tersebut, maka tanggal 15 Juli
1968 dimaknai sebagai hari lahir BPDPK yang merupakan cikal bakal BPJS
Kesehatan sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Dalam perjalanan BPDPK, Pemerintah saat itu menginginkan cakupan kepesertaan


terus diperluas dan tidak berhenti sampai pada pemeliharaan kesehatan pegawai
negeri saja. Selain itu skema BPDPK yang masih menganut sistem fee for service
dirasa memberatkan dana jaminan kesehatan saat itu. Pemerintah akhirnya
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 dan 23 Tahun 1984. Atas dasar
tersebut, BPDPK berubah status dari sebuah badan penyelenggara yang berada di
lingkungan Departemen Kesehatan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
yakni Perum Husada Bhakti (PHB). PHB bertugas meningkatkan program jaminan
dan pemeliharaan kesehatan bagi para peserta yang terdiri dari PNS, TNI/Polri,
pensiunan, veteran, perintis kemerdekaan, dan anggota keluarga mereka.
Harapannya PHB sebegai perusahaan dapat dikelola secara lebih profesional
mengelola sebuah program asuransi, dalam hal ini asuransi sosial.

Di era PHB, perusahaan ini terus memperkuat sistem dan program yang berkiblat
pada prinsip pengelolaan asuransi sosial. Misalnya diterapkan konsep managed
care, dengan sistem ini diharapkan pelayanan kesehatan bermutu diberikan kepada
peserta dengan biaya yang efektif dan efisien. Di era ini sistem klaim perserorangan
dan fee for service dihapus, dan mulai diterapkan sistem kapitasi di Puskesmas dan
sistem paket di rumah sakit. PHB juga memperkuat sistem rujukan, menerapkan
konsep dokter keluarga, dan pertama kali menerapkan konsep Daftar Plafon Harga
Obat (DPHO) yang menjadi cikal bakal Formularium Nasional yang saat ini
digunakan dalam Program JKN. Alhasil di era PHB, perusahaan ini mengalami
penghematan dana jaminan kesehatan yang sebelumnya tidak bisa dilakukan saat
masih menjadi BPDPK.

Kinerja PHB yang baik, menginisiasi pemerintah untuk memperluas ruang gerak
PHB melalui pelbagai program. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992,
PHB berubah menjadi PT Askes (Persero), selain peserta existing, cakupan
kepesertaannya mulai menjangkau karyawan BUMN melalui Program Askes
Komersial. Pada Januari 2005, PT Askes (Persero) dipercaya pemerintah untuk
melaksanakan Program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (PJKMM).
Program ini kemudian dikenal menjadi Program Askeskin dengan sasaran peserta
masyarakat miskin dan tidak mampu sebanyak 60 juta jiwa. PT Askes (Persero) juga
menciptakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU)
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, yang ditujukan bagi masyarakat yang
belum dilayani oleh Jamkesmas, Askes Sosial, maupun asuransi swasta.

Sebelum bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan, cakupan kepesertaan PT Askes


(Persero) sudah mencapai lebih dari 76 juta jiwa serta jumlah fasilitas kesehatan
yang bekerja sama terus meningkat, cakupan manfaat pun semakin luas termasuk
menjamin penyakit berbiaya katastropik. PT Askes (Persero) juga terus
mempersiapkan diri untuk memperkuat SDM, infrastruktur dan sistem informasi
manajemen dalam rangka bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan sebagai
komitmen dalam implementasi UU SJSN dan UU BPJS yang harus
diimplementasikan pada 1 Januari 2014. Hal inilah yang menjadi cikal bakal
pengelolaan Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia,
yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.

Landasan Hukum Beroprasinya BPJS Kesehatan untuk mengelola Program


Jaminan Kesehatan Nasional:

1. Undang-Undang Dasar 1945


2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
PPU Penyelenggara Negara

Pekerja Penerima Upah Penyelenggara Negara (PPU PN) atau dikenal dengan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negara, atau diserahi tugas negara lainnya, dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Anggota Keluarga yang Ditanggung

Peserta PPU PN meliputi istri/suami yang sah dan maksimal 3 (tiga) orang anak,
dengan kriteria:

 Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri.
 Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh
lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

Apabila anak ke-1 (kesatu) sampai dengan anak ke-3 (ketiga) sudah tidak
ditanggung, maka status anak tersebut dapat digantikan oleh anak berikutnya sesuai
dengan urutan kelahiran dengan jumlah maksimal yang ditanggung adalah 3 (tiga)
orang anak yang sah.

Jika Suami Istri Sama-Sama Pekerja

Suami istri yang merupakan pekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai
peserta PPU oleh pemberi kerjanya dan membayar iuran. Suami, istri dan anak dari
peserta PPU berhak memilih kelas perawatan tertinggi.

Adapun PNS dikelompokkan menjadi:

1. PNS Pusat adalah PNS yang gajinya dibebankan pada Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada
kementerian/lembaga, kesekretariatan lembaga tinggi negara, instansi vertikal
di daerah provinsi/kabupaten/kota, kepaniteraan pengadilan, atau PNS
dipekerjakan untuk tugas negara lainnya.
2. PNS Diperbantukan adalah PNS yang diperbantukan pada instansi pusat
lainnya atau daerah provinsi/kabupaten/kota atau Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang gajinya dibayar oleh
instansi yang menerima perbantuan.
3. PNS Dipekerjakan adalah PNS yang dipekerjakan pada instansi pusat lainnya
atau daerah provinsi/kabupaten/kota atau instansi lainnya yang gajinya
dibayar oleh instansi induknya.
4. PNS Daerah adalah PNS daerah provinsi/kabupaten/kota yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan
bekerja pada pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
5. PNS TNI adalah PNS TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI
Angkatan Udara yang gajinya dibebankan pada APBN.
6. PNS Polri adalah PNS pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
gajinya dibebankan pada APBN.

Prajurit

Prajurit adalah anggota Tentara Nasional Indonesia.

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan


yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap
yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) :

 Puskesmas atau yang setara;


 Praktik Mandiri Dokter;
 Praktik Mandiri Dokter Gigi;
 Klinik pratama atau yang setara, termasuk Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) milik TNI/Polri;
 Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara;
 Fasilitas kesehatan penunjang seperti apotek dan laboratorium.

Rawat Jalan Tingkat Pertama

Merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik yang


dilaksanakan pada FKTP untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan,
dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. Jenis pelayanan RJTP meliputi:

administrasi pelayanan, termasuk biaya administrasi pendaftaran peserta untuk


berobat, penyediaan, dan pemberian surat rujukan ke FKRTL untuk penyakit yang
tidak dapat ditangani di FKTP;

pelayanan promotif dan preventif perorangan, meliputi kegiatan penyuluhan


kesehatan perorangan, imunisasi rutin, keluarga berencana, skrining riwayat
kesehatan dan pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu, dan
pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis;

1. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;


2. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita;
3. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
4. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
5. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama;
6. Pelayanan Program Rujuk Balik;
7. home visit

Rawat Inap Tingkat Pertama

Manfaat yang ditanggung:

1. Pendaftaran dan administrasi;


2. Akomodasi rawat inap;
3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis;
4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
5. Pelayanan kebidanan, ibu, bayi dan balita meliputi:
o Persalinan pervaginam bukan risiko tinggi;
o Persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit pervaginam bagi
Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar);
o Pertolongan neonatal dengan komplikasi;
6. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; dan
7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama.

Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan


perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan
tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan
khusus, yang diberikan oleh:

 Klinik utama atau yang setara.


 Rumah Sakit Umum baik milik Pemerintah maupun Swasta
 Rumah Sakit Khusus
 Faskes Penunjang: Apotik, Optik dan Laboratorium

Rawat Jalan Tingkat Lanjutan

Manfaat yang ditanggung

1. Administrasi pelayanan;
2. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar yang dilakukan di unit
gawat darurat;
3. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik;
4. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan
indikasi medis;
5. Pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai;
6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan (laboratorium, radiologi dan
penunjang diagnostik lainnya) sesuai dengan indikasi medis;
7. Rehabilitasi medis;
8. Pelayanan darah.

Rawat Inap Tingkat Lanjutan

Manfaat yang ditanggung

1. Perawatan inap non intensif


2. Perawatan inap intensif (ICU, ICCU, NICU, PICU).

Iuran
1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar
oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri,
pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5%
(lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat
persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh
peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD
dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu
persen) dibayar oleh Peserta.
4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak
ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar
1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh
pekerja penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima
upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
1. Sebesar Rp. 42.000, - (empat poluh dua ribu rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
 Khusus untuk kelas III, bulan Juli - Desember 2020, peserta
membayar iuran sebesar Rp. 25.500, -. Sisanya sebesar Rp
16.500,- akan dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran.
 Per 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III yaitu sebesar Rp
35.000,-, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan
iuran sebesar Rp 7.000,-.
2. Sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
3. Sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda,
duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan,
iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima
persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa
kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan

Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli
2016. Denda dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status
kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan
kesehatan rawat inap. Berdasarkan Perpres No. 64 Tahun 2020, besaran denda
pelayanan sebesar 5% (lima persen) dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan
rawat inap dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak dengan ketentuan:

1. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.


2. Besaran denda paling tinggi Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
3. Bagi Peserta PPU pembayaran denda pelayanan ditanggung oleh pemberi
kerja.

Bagaimana Mendaftar Menjadi Peserta PPU Penyelenggara Negara ?

Pendaftaran dilakukan secara kolektif oleh PIC satuan kerja (satker) dan dapat juga
dilakukan secara perorangan.

1. Syarat pendaftaran apabila pendaftaran dilakukan secara perorangan yaitu


dengan menunjukkan:
o Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga;
o SK Kepangkatan/pengangkatan terakhir dari
Kementerian/Lembaga/Kepala Dinas (jika ada perubahan);
o Daftar gaji yang mencantumkan gaji pokok dan tunjangan dan
dilegalisasi oleh pimpinan unit kerja;
o Penetapan Pengadilan Negeri untuk anak angkat (jika belum
tercantum dalam Kartu Keluarga);
o Surat keterangan dari sekolah/ Perguruan Tinggi (bagi anak usia di
atas 21 tahun s.d. 25 tahun) yang berlaku 1 (satu) tahun; atau bukti
pembayaran uang pendidikan yang masih berlaku sampai dengan
bulan pengaktifan.
2. Pendaftaran diutamakan secara kolektif dilakukan melalui registrasi entitas
satuan kerja oleh masing-masing PIC satuan kerja. Kemudian, pendaftaran
pekerja dan anggota keluarganya dilakukan melalui proses migrasi dengan
mengisi FDIPE (Formulir Daftar Isian Peserta Elektronik).Khusus untuk
kepesertaan dari Kepala Desa dan Perangkat Desa proses pendaftaran dan
perubahan data dilakukan secara kolektif oleh penanggung jawab Pemerintah
Daerah melalui sistem informasi yang telah disediakan oleh BPJS Kesehatan.

•Masa berlaku kepesertaan mengikuti periode masa jabatan Kepala Desa dan
Perangkat Desa/masa bakti DPRD/masa kerja PPPK.

Bagaimana Mendaftarkan Bayi Baru Lahir ?

Ketentuan umum administrasi kepesertaan bagi bayi baru lahir antara lain:
1. Bayi baru lahir dari Peserta JKN-KIS wajib didaftarkan kepada BPJS
Kesehatan dan membayar iuran paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari
sejak dilahirkan;
2. Status bayi baru lahir akan aktif setelah dilakukan pembayaran iuran;
3. Bayi baru lahir yang sudah terdaftar sebagai peserta JKN KIS wajib
melakukan pemutakhiran data NIK Padan Dukcapil paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak dilahirkan;
4. Pendaftaran bayi yang berusia lebih dari 3 bulan wajib memiliki NIK yang
terdaftar pada Dukcapil;
5. Peserta yang tidak mendaftar dan membayar iuran bayi baru lahir paling lama
28 hari sejak dilahirkan dikenakan kewajiban membayar iuran sejak bayi
dilahirkan dan dikenakan sanksi sebagaimana sanksi atas keterlambatan
pembayaran iuran.

Mekanisme administrasi pendaftaran bayi baru lahir sebagai peserta JKN-KIS


mengacu pada ketentuan masing-masing jenis kepesertaan yaitu:

1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan

Bayi yang dilahirkan oleh Ibu Kandung yang terdaftar sebagai peserta PBI JK
secara otomatis ditetapkan sebagai peserta PBI JK sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peserta dari penduduk yang di daftarkan oleh Pemerintah Daerah (PD


Pemda), mengacu kepada Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BPJS
Kesehatan dengan Pemerintah Daerah dan dilakukan melalui Dinas
Kesehatan/ Dinas Sosial Kabupaten/ Kota.

Syarat dan Cara Pendaftaran Bayi Baru Lahir:

1. Menunjukkan nomor JKN dan data kependudukan ibu;


2. Surat keterangan kelahiran dari Bidan/RS/Fasilitas Kesehatan atau
tenaga penolong persalinan.
2. Peserta PPU

Bayi baru lahir anak pertama sampai dengan ketiga dapat didaftarkan setelah
bayi dilahirkan dan kepesertaannya langsung aktif mengacu pada status
keaktifan orang tua PPU. Pendaftaran bisa dilakukan secara kolektif melalui
Instansi/ Badan Usaha.

Syarat dan Cara Pendaftaran Bayi Baru Lahir anak pertama sampai dengan
ketiga:

1. Menunjukkan nomor JKN dan data kependudukan ibu;


2. Surat keterangan kelahiran dari Bidan/RS/Fasilitas Kesehatan atau
tenaga penolong persalinan;
3. Bayi baru lahir yang berusia lebih dari 3 bulan wajib memiliki NIK yang
terdaftar pada Dukcapil.
3. Peserta PBPU & BP
Bayi baru lahir peserta PBPU dan BP dapat didaftarkan dengan syarat:

1. Menunjukkan nomor JKN dan data kependudukan ibu;


2. Surat keterangan kelahiran dari Bidan/RS/Fasilitas Kesehatan atau
tenaga penolong persalinan;
3. Jika peserta belum melakukan autodebit tabungan dilengkapi dengan
Buku rekening tabungan BNI, BRI, BTN, Mandiri dan BCA (dapat
menggunakan rekening tabungan Kepala Keluarga/Anggota Keluarga
dalam Kartu Keluarga/Penanggung);
4. Melakukan perubahan data bayi selambat- lambatnya 3 (tiga) bulan
setelah kelahiran yang meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan
NIK.

Bagaimana Mendaftar Menjadi Peserta Bukan Pekerja (BP)


Penyelenggara Negara ?
Pendaftaran dapat dilakukan secara perorangan maupun kolektif.

Syarat pendaftaran meliputi:

Anda mungkin juga menyukai