Anda di halaman 1dari 9

 Kegiatan operasional Bank syariah

Prinsip dasar operasional bank syariah adalah tidak mengenal konsep bunga uangh dan
kemitraan atau kerja sama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil. Dalam bank
syariah, peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan
apapun.

Dalam menjalankan operasinya, bank islam berfungsi sebagai :

1. Penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh
pemegang rekening investasi/deposan atas dasa prinsip bagi hasil sesuai dengan
kebijakan investasi bank.
2. Pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana shahibul mal sesuai
dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank
bertindak sebagai manajer investasi )
3. Penyedia jasa laly lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentanga
dengan prinsip syariah. Sebagai pengelola fungsi social, seperti pengelolaan dana zakat
dan penerimaan serta penyaluran dana kebijakan

Dari fungsi tersebut, produk bank Islam terdiri atas prinsip-prinsip operasional sebagai berikut.

1. Prinsip mudharabah, yaitu perjanjian antara dua pihak yang pihak pertama sebagai pemilik
dana (shahibul mål) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib) untuk mengelola suatu
kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh,
sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa
mudharib melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah (misconduct). Berdasarkan
kewenangan yang diberikan kepada mudharib, mudhârabah dibedakan menjadi mudharabah
mutlaqah di mana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan
investasi yang dikehendaki, sedangkan jenis yang lain adalah mudharabah muqayyaddah di mana
arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana, sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana
atau pengelola.1

2. Prinsip musyarakah yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu
kegiatan ekonomi dengan pem- bagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati
musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau
sekaligus di akhir masa proyek.

3. Prinsip wadi'ah, yaitu titipan yang pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak
kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil
kembali, di mana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang
diberikan, wadi'ah dibedakan menjadi wadi'ah ya dhamanah yang berarti penerima titipan berhak
mempergunakan dana atau barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima
1
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga hal. 50.
titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil
setiap saat diperlukan, sedangkan di sisi lain, wadi'ah amanah tidak memberikan kewenangan
kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang atau dana yang dititipkan.2

Munculnya lembaga keuangan syariah seolah-olah merupakan kehadiran makhluk asing yang
cara beroperasinya sulit diterima akal mereka. Sikap masyarakat yang seperti ini juga ikut
mempengaruhi perilaku pengelola lembaga keuangan syariah. Kehendak untuk mensukseskan
lembaga keuangan syariah harus dimulai dari pemahaman kita secara dalam tentang
kemudharatan sistem bunga, falsafah lembaga keuangan syariah, kemudian tentang prinsip dasar
operasional lembaga keuangan syariah, dan dampaknya secara luas terhadap kehidupan
masyarakat dalam relevansinya dengan pembangunan ekonomi.

Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan risiko usaha dan
berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (shahibul maal) yang menyimpan uangnya di lembaga,
lembaga selaku pengelola dana (mudharib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bias
berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.

Pada saat pengerahan dana masyarakat, shahibul maal berhak atas bagi hasil dari usaha lembaga
keuangan sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama. Bagi hasil yang diterima shahibul
maal akan naik turun secara wajar sesuai dengan keberhasilan usaha lembaga keuangan dalam
mengelola dana yang dipercayakan kepadanya. Tidak perlu dana yang perlu digeserkan karena
bagi hasil bukan konsep biaya. Bank syariah selaku mudharib harus dapat mengelola dana yang
dipercayakan kepadanya dengan hati-hati dan memperoleh penghasilan yang maksimal. Dalam
mengelola dana ini, Bank Islam sebenarnya ada empat jenis pendapatan, yaitu : pendapatan bagi
hasil, margin keuntungan, imbalan jasa pelayanan, sewa tempat penyimpanan harta(khusus pada
bank yang memenuhi syarat), dan biaya administrasi. Memberikan porsi bagi hasil yang lebih
besar kepada mudharib akan memotivasi mudharib untuk lebih giat berusaha, demikian pula
sebaliknya. Oleh karena itu, porsi 50:50 dipandang cukup adil. 3

Pada penyaluran dana kepada masyarakat sebagian besar pembiayaan bank islam disalurkan
dalam bentuk barang/jasa yang dibelikan Bank islam kepada nasabahnya. Dengan demikian,
pembiayaan hanya diberikan apabila barang/jasanya telah ada terlebih dahulu. Dengan metode
ini, maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barang/jasa atau mengadakan barang/jasa.
Selanjutnya barang yang dibeli/diadakan menjadi jaminan utang.

Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah islam tersebut ditentukan oleh
hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar aqad. Bersumber dari lima konsep aqad inilah
ditemukan produk lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan bukan bank untuk
dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah :
2
Muhammad Asro dan Muhammad Kholid, Fiqh Perbankan, (Bandung:Pustaka Setia, 2011),hal.65.
3
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2014), hal.26.
1. Prinsip Sistem simpanan (Wadi’ah)

Prinsip simpanan adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank islam untuk memberikan kesempatan
kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas
al-Wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya
tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al-wadi’ah identic dengan giro.

2. Bagi Hasil ( syirkah )

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia
dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank sistem yang
meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana.
Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan peyimpan dana, maupun antara bank
dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah
dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk
produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih
banyak untuk pembiayaan.

3. Prinsip Jual Beli (at-Tijarah)

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank
melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bankmenjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumla harga beli ditambah keuntungan (margin).

4. Prinsip Sewa (al-Ijarah)

Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis:

a. Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat alat produk lainnya
(operating lease). Dalam teknis perbankan Bank dapat membeli dahulu equipment
yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah
disepakati kepada nasabah.
b. Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan
beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa
sewa (finansial lease).4

5. Prinsip Fee/Jasa (al-Ajr walumullah)

4
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2014), hal.28.
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa Transfer, dan lain-lain.
Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr wal umulah.

 Produk Bank syariah

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan Prinsip Syariah. Adapun produk-produk yang ditawarkan oleh bank
syariah kepada masyarakat diantaranya adalah:

1. Produk Al-Wadiah

Wadiah adalah titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
menghendaki. Artinya bank syariah sebagai pengelola dana titipan dari nasabah (pemilik dana)
dan mengembalikan kepada nasabah kapan saja si penitip menghendaki. Wadiah juga dapat
diartikan memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga barang atau aset kita dengan
sebaik-baiknya.5

2. Produk Mudharabah

Al-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan
seluruh modal dan pihak lain menjadi dituangkan pengelola. Keuntungan dibagi menurut
kesepakatan yang dalam kontrak. Apabila rugi, akan ditanggung pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat dari kelalaian pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola,
pengelolalah yang bertanggung jawab

3. Produk Al-Muzara'ah

Pengertian al-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan
penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk
pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan, kasus ini
diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.

4. Produk Al-Musaqah

Pengertian al-musâqah merupakan bagian dari al-muza'arah, yaitu penggarap hanya bertanggung
jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka
sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi, tetap dalam konteks
adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
5
Ikit, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta:Gava Media, 2018), hal. 104.
5. Bai'al-Murâbahah

Bai'al-murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dahulu memberitahukan harga pokok yang
ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.

6. Bai'as-Salam

Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dahulu jenis,
kualitas, dan jumlah barang serta hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.

7. Bai'al-Istishna'

Bai'al-istishna' merupakan bentuk khusus dari akad bai'as-salam. Oleh karena itu, ketentuan
dalam bai'al-istishna' mengikuti ketentuan dan aturan bai'as-salam. Bai'al-istishna' adalah kontrak
penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling
menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga
dapat dilakukan melalui tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau
secan angsuran per bulan atau di belakang.

8. Al-Ijarah (Leasing)

Al-jarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau ja melalui pembayaran upah sewa
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu. Dalam praktiknya kegiatan ini
dilakuka oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.

9. Al-Wakalah (Amanat)

Wakalah atau wakilah, artinya penyerahan atau pendelegasian ata pemberian mandat dari satu
pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh
pemberi mandat

10. Al-Kafalah (Garansi)

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai
pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat
dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.

11. Al-Hawâlah

Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggunghya. Dengan perkataan lain, pemindahan beban utang dari satu pihak kepada pihak
lain. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau
factoring.

12. Ar-Rahn

Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai. 6

Laporan Keuangan Bank Syariah

Akuntansi menurut American Accounting Association (AAA) adalah proses mengidentifikasi,


mengukur dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian dan
pengambilan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang membutuhkan informasi tersebut.
Sedangkan menurut America Institute Of Certified Public Accounting (AICPA) akuntansi
merupakan seni pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam ukutan
moneter, transak dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasu
menafsirkan hasil-hasilnya.

Asumsi Dasar Akuntansi Syariah diantaranya adalah (1) Dasa Akrual, Untuk mencapai
tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasa akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan
peristiwa lain diaki pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan
pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan
informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan
pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang
merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan.

(2) Kelangsungan Usaha, Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan
usaha entitas syariah dan akan melanjutkan usahanya di masa depan. Karena itu, entitas syariah
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material
skala usahanya.

Lapora Keuangan merupakan laporan yang mengambarkan kondisi kekayaan perusahaan dalam
satu priode. Tujuan dalam membuat laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan
keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan dari
suatu entitas syariah.

Komponen Laporan Keuangan Bank Syariah diantaranya adalah: Neraca merupakan laporan
yang menunjukkan posisi sumber daya yang dimiliki bank syariah serta informasi dari mana
6
Muhammad, Fiqh Perbankan, (Bandung:Pustaka Setia, 2011), hal.72.
sumber daya tersebut diperoleh. Adapun unsur-unsur yang berkaitan secara langsung dengan
pengukuran posisi keuangan diantaranya adalah aset, kewajiban, dana syirkah temporer dan
ekuitas. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan dari mana manfaatekonomidimasa depan diharapkanakan diperoleh entitas
syariah. Adapun yang termasuk dalam aset diantaranya adalah: Kas; Penempatan pada Bank
Indonesia; Giro pada bank lain; Penempatan pada bank lain: Efek-efek; Piutang murabahah;
Piutang salam; Piutang istishna; Piutang pendapatan ijarah; pembiayaan mudharabah;
pembiayaan musyarakah; Persediaan (aset yang dibeli untuk dijual kembali kepada klien);
Tagihan dan kewajiban akseptasi; Aset yang diperoleh untuk ijarah; Aset istishna dalam
penyelesaian (setelah dikurangi termin istishna); Penyertaan; Aset tetap dan akumulasi
penyusutan; dan Aset lain.

Manajemen Resiko Bank Syariah

Manajemen merupakan suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahaan dan


pengawasan dari suatu perusahaan sehingga penggunaan sumber daya tepat guna sehingga dapat
mencapai tujuan (keuntungan) yang maksimal. Definisi risiko menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari
suatu perbuatan atau tindakan. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009
Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, Menjelaskan bahwa risiko adalah potensi kerugian akibat
terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu.

Menurut Adiwarman Karim risiko perbankan merupakan suatu kejadian pontensial baik yang
dapat diperkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap
pendapatan dan permodalan perbankan. Sedangkan menurut penulis risiko adalah sesuatu yang
tidak pasti (yang dapat menimbulkan kerugian) baik di penghimpunan dan penyaluran dana bank
syariah. Risiko tidak dapat kita hilangkan tetapi dapat kita perkecil dengan cara melakukan
manajemen risiko. Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang
timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank.7

Manajemen Resiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari seluruh
kegiatan usaha Bank. Dengan melakukan ini Bank syariah bisa memantau dan mengendalikan
resiko yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Bank Syariah wajib menerapkan manajemen
resiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah, Bank Syariah wajib menjelaskan
kepada nasabah mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi
nasabah yang dilakukan melalui Bank syariah.

7
Adiwarman A. Karim(2010),Bank islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (jakarta:Raja Grafindo Persada), h. 255.
Tujuan manajemen resiko menurut Adiwarman karim diantaranya :

a. Menyediakan informasi tentang resiko kepada pihak regulator


b. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable
c. Meminimalisasi kerugian dari berbagai resiko yang bersifat uncontrolled
d. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko
e. Mengalokasikan modal dan membatasi resiko.

Manfaat diterapkan manajemen resiko bagi Bank Syariag, antara lain :

a. Membantu bank syariah dalam mengambil sebuah keputusan yang tepat yang didasari
oleh prinsip kehati-hatian
b. Memberi arah bagi bank syariah atas pengaruh-pengaruh dalam keputusan
c. Membantu manajer selalu waspada dan berhati-hati

Manajemen Likuiditas Bank Syariah

Likuiditas Bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban
dana jangka pendek. Dari sudut aktiva(saldo kas dan saldo rekening pada Bank Indonesia dan
yang lainnya), likuiditas sendiri adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dana melalui
peningkatan portofolio liabilitas.

Manajemen Likuiditas Bank Syariah merupakan suatu proses pengendalian alat-alat likuid (kas,
giro pada bank sentral, giro di bank lain dan yang lainnya) dalam memenuhi semua kewajiban
bank syariah yang segera harus dibayar (jangka pendek) pada saat ditagih dan mampu memenuhi
kebutuhan pembiayaan yang telah diajukan.

Likuiditas Bank Syariah memiliki fungsi diantaranya adalah :

1. Menjaga kepercayaan masyarakat


2. Memenuhi kebutuhan dana yang mendesak
3. Kemampuan bank syariah dalam menjalankan roda bisnisnya yaitu memberikan
pinjaman kepada masyarakat dan penghimpunan dana bank syariah
4. Dapat memenuhi aturan yang telah ditentukan oleh bank Indonesia.

Tujuan manajemen likuiditas bank syariah :

1. Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan oleh bank
Indonesia
2. Mengelola alat likuid agar memenuhi semua kebutuhan cash flow termasuk kebutuhan
yang tidak dapat diperkirakan
3. Memperkecil terjadinya dana yang menganggur
4. Menjaga posisi likuiditas dan proyeksi arus kas agar selalu dalam posisi aman.

Anda mungkin juga menyukai