KLPK 4 Rahasia Rahasia Ibadah Dan Muamalah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“RAHASIA RAHASIA IBADAH DAN MUAMALAH”

Dosen Pengampu : Dr.Hj.Darmawati H,M.HI

Disusun Oleh Kelompok 4

Nurul Syerina
30100121088
Sumiati masykur
30100121

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada pemilik Alam semesta Allah
swt.yang telah memberikan kita segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan Makalah ini yang menjadi tugas mata kuliah “Filsafat Hukum
Islam” dan tidak lupa pula kita kirimkan shalawat seta salam kepada Nabi Besar
Kita Nabi Muhammada saw. Dan para sahabat sahabtnya, para wali, para tabiin dan
sampa kepada pengikut-pengikutnya.

Terimakasih kepada bapak dari dosen pengampu Dr.Hj.Darmawati H,M.HI


.serta Berkat dari ridho Allah SWT sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan
tepat waktu. Saya berharap kepada para Mahasiswa dan siapapun yang
membacanya dapat terus mengkaji persoalan atau masalah lain yang serupa dengan
pembahasan makalah ini.

Dengan penuh rasa maaf saya menyadari makalah ini jauh dari kata
kesempurnaan, Maka dari itu saya menunggu krituk dan saran yang sifatnya
membangun ke yang lebih baik.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam pembelajaran maupun di luar


dari akademik. Terimakasih Banyak Wassalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 4

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 4

BAB II .................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN .................................................................................................... 5

A. Ibadah ............................................................................................................. 5

B. Muamalah ....................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 10

Kesimpulan ........................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibadah dan muamalah merupakan dua konsep sentral dalam kehidupan umat
Islam yang membentuk landasan moral dan etika dalam beragama serta berinteraksi
dalam masyarakat. Ibadah, yang meliputi ritual seperti shalat, puasa, dan haji,
adalah cara utama bagi umat Islam untuk memperkuat hubungan spiritual dengan
Allah. Ibadah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan ekspresi
cinta, pengabdian, dan ketaatan kepada Sang Pencipta. Dalam ibadah, umat Islam
menemukan ketenangan batin, pemurnian jiwa, dan arah hidup yang benar.

Di sisi lain, muamalah mengacu pada semua interaksi sosial dan ekonomi dalam
kehidupan sehari-hari umat Islam. Ini termasuk transaksi keuangan, perdagangan,
pernikahan, serta interaksi sosial lainnya. Muamalah memperlihatkan bagaimana
ajaran agama diterapkan dalam kehidupan praktis, baik dalam hal kejujuran,
keadilan, maupun kasih sayang. Pengamalan muamalah yang baik merupakan
cerminan dari kesucian hati dan kesalehan seorang Muslim dalam berinteraksi
dengan sesama dan lingkungan sekitarnya.

Hubungan antara ibadah dan muamalah menjadi sangat penting dalam


memahami prinsip-prinsip Islam yang komprehensif. Ibadah yang dilakukan
dengan benar seharusnya menciptakan manusia yang memiliki akhlak mulia dalam
muamalahnya. Begitu pula, muamalah yang dilandasi oleh nilai-nilai agama akan
membantu memperdalam dan memperkuat kualitas ibadah seseorang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksut dengan ibadah
2. Apa yang dimaksud dengan muamalah

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu ibadah
2. Untuk menegetahui ap aitu muamalah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.
Sedangkan menurut Syara’ (terminologi), ibadah adalah taat kepada Allah dengan
melaksanakan segala perintahnya dan merendahkan diri, yaitu tingkatan tunduk
yang paling tinggi disertai dengan rasa cinta yang paling tinggi kepadanya, ibadah
juga adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai oleh
Allah Azza WaJalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dhahir maupun yang
bathil.

Segala ibadah di dalam hukum Islam dijadikan wasilah (sarana) bukan ghayah
(tujuan). Karena itu agama Islam bukanlah agama yang rahbanah, bukan pula
agama yang terlalu berlebih-lebihan dalam mengerjakan ibadah. Tujuan
mengerjakan ibadah bukanlah sekedar ritual ibadah saja. Ibadah-ibadah itu semua
merupakan jalan untuk mencapai maksud karena Allah mengaitkan antara segala
macam ibadah dengan perbuatan manusia. Hukum Islam menetapkan bahwa
apabila hasil perbuatan manusia tidak kembali kepada kemanfaatan dan tidak
berfaedah bagi masyarakat, maka tidak ada kebajikan bagi ibadah-ibadah itu.
Ibadah ibadah yang kita kerjakan hanyalah merupakan sarana untuk akhlak, untuk
mendidik diri, untuk mengobati penyakit-penyakit kejiwaan dan kemasyarakatan,
supaya berfaedah, cukup kuat, cukup indah, dan segala anggotanya mempunyai
dhamir yang hidup.

Adapun maksud maksud ibadah diantaranya:

a. Shalat yang kita lakukan, bukanlah hanya merupakan gerakan gymnestik


yang kita kerjakan 5 kali sehari semalam. Tetapi maksud shalat itu adalah
membaharui kepercayaan dan keimanan kepada Allah dan membaharui
kepercayaan dan keimanan kepada Allah dan menghidupkan prinsip-prinsip
Islam yang berprinsip amanah, berlaku benar, menepati janji dan
mengutamakan orang lain.
b. Puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum sejak terbit
matahari sampai terbenamnya, tetapi mempunyai tujuan yang jauh daripada
itu, yaitu mendidik jiwa, membiasakan manusia mengalahkan hawa nafsu
dan mengendalikan kecenderungan kecenderungannya, supaya ia menjadi
manusia yang kuat dan sanggu pmengatasi perasaan perasaan hati yang
sering mendorong dia berbuat salah, menghadapi segala sesuatu dengan
sabar.
c. Zakat bukanlah mengambil dari orang kaya dengan jumlah tertentu, secara
sukarela ataupun secara paksaan, namun zakat itu di ambil supaya ia
merasakan wajib bergotong royong, wajib bertanggung jawab terhadap
masalah-masalah sosial dengan tidak langsung bertanggung jawab terhadap
fakir dan orang miskin. Maka zakat itu hanyalah mewujudkan ideal yang
tinggi ini, yaitu kewajiban untuk tolong menolong dan jaminan-jaminan
antara manusia semuanya.
d. Demikianpun haji. Tujuan haji mewujudkan persamaan antara segala
manusia dengan suatu jalan amaliah dan supaya segenap manusia
merasakan apa yang telah dialami Rasul dalam melaksanakan dakwahnya.
Dan mewujudkan suatu tempat dimana berkumpul segala manusia dari
segenap penjuru dunia untuk bermusyawarah.
e. Inilah hikmah dan ghayah yang kita pahamkan dengan di syari’atkan ibadah
itu adalah jalan perantaran untuk mewujudkan hal-hal yang lain yaitu
kebaikan akhlak, dan budi serta keamanan dan ketentraman.

Tujuan dari ibadah dalam Islam mempunyai dua ghayah (tujuan) yang asasi
dan fundamental. Pertama, ghayah (tujuan) yang dekat, yaitu membiarkan
manusia bertarung dalam hidup ini baik untuk dirinya, masyarakat maupun
untuk alam. Ia hidup bukan untuk makan dan minum dan ia berniaga bukan
untuk mengumpulkan harta, bukan untuk menguasai masyarakat dan bukan
pula untuk bersenda gurau. Tetapi ia menjadi penolong dalam menghadapi
kejahatan dan menolong dalam menghadapi kebathilan baik mengenai dirinya
sendiri, masyarakat maupun alam kemanusiaan. Ibadah yang dimaksudkan
disini bukanlah sebagai ghayah (tujuannya) tetapi sebagai washilah (sarana)
bagi suatu ghayah yang luhurKedua, ghayah (tujuan) yang jauh, dari Aqidah
Islam dan Falsafahnya, demikian pula ibadatnya adalah secara bertahap menuju
kepada kesempurnaan ruh yang tidak berakhir dengan kematian dan juga tidak
berakhir dalam batas-batas di dunia ini. 1

Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam islam terbagi menjadi dua jenis dengan
bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya.

a. Ibadah Mahdhah artinya penghambaan yang murni hanya merupakan


hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung, seperti shalat, haji,
dan lain sebagainya. 4 prinsip dalam ibadah bentuk ini
1. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari Al-
Quran maupun As-sunnah.
2. Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasulullah SAW.
3. Bersifat suprarasional (di atas jangkauan akal), artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah
wahyu.
4. Asasnya taat yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini
adalah kepatuhan atau ketaatan.
b. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah),
yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga
merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya.
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
1. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang.
Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini
boleh diselenggarakan.
2. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya
dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bid’ah.

1
H. Darmawati, Filsafat Hukum Islam, Cetakan 1, 2019. h, 53-59.
3. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untungruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika
sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat
maka tidak boleh dilaksanakan.
4. Asasnya “manfaat”, selama itu bermanfaat maka selama itu boleh
dilakukan.

B. Muamalah
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat
yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan.
Pengertian muamalah dari segi istilah, menurut Ahmad Ibrahim Bek menyatakan
muamalah adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan
urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan,
talak, sanksi-sanksi, peradilan, dan yang berhubungan dengan manajemen
perkantoran, baik umum ataupun khusus yang telah ditetapkan dasardasarnya
secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia
dalam bertukar manfaat di antara mereka.

Muamalah pada dasarnya adalah mubah. Asal hukumnya boleh (jaiz). Ia


berubah hukumnya apabila ada larangan. Apabila ada larangan, sesuatu yang halal
maka berubah menjadi haram dan makruh. Apabila tidak ada larangan atau apabila
tidak ada dalil yang melarangnya, ia kembali kepada hukum asalnya, yaitu halal.
prinsip dalam muamalah lebih menekankan pada pembolehan sampai ada larangan.
Sampai kalau ada dalil (yang membolehkan atau yang melarang) maka status
hukumnya berubah. 2

1. Mu’amalah yang difardhukan yang diperintahkan Allah kita


mengerjakanya. Itulah yang difardhukan kita mengerjakannya.
2. Yang dilarang Allah atau Rasul-Nya kita kerjakan. Ini yang dinamakan
maharam fi’luhu.
3. Yang dibolehkan kita mengerjakan atau meninggalkannya, terbagi 3 yaitu:

2
M.Si. Dr. Nurul Huda, S.E., M.M., “Esensi Dasar Dan Lingkup Etika Bisnis Syariah,” Etika Bisnis
Syariah, 2020, 9–11.
a. Yang dipahalai orang mengerjakannya dan tidak berdasar orang yang
tidak mengerjakannya. Inilah yang dinamakan mandub.
b. Yang dipahalai orang yang meninggalkan tidak berdasar orang yang
mengerjakannya. Inilah yang dinamakan makruh.
c. Yang tidak dipahalai orang yang mengerjakannya dan dan tidak
dipahalai orang yang meninggalkannya. Inilah yang dinamakan mubah.

Yang disuruh kita mengerjakannya, haruslah kita kerjakan. Yang dilarang


kita mengerjakannya haruslah kita tinggalkan, yang di-takhir-kan (diperbolehkan
memilih) berarti tidak disuruh dan tidak pula dilarang. Semua yang tidak
dibicarakan syara’ tidak disuruh dan tidak dilarang dan tidak pula ditakhirkan, maka
itulah menjadi pembicaraan kita. Apabila perbuatan masuk golongan perbuatan-
perbuatan yang menghasilakan kemudaratan dengan kita mengerjakannya,
teranglah haramnya. Jika perbuatan itu masuk golongan yang manfaat maka salah
kita kerjakan karena syara’ hanya mengharamkan sesuatu yang menimbulkan
kemudaratan atau berlawanan dengan perasaan-perasaan yang sejahtera. 3

3
H. Darmawati, Filsafat Hukum Islam. Cetakan, 1, 2019, h. 63-65
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal
yang dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus
adalah perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan
oleh Rasulullah SAW. “Hukum asal dalam beribadah adalah haram dan batal
kecuali yang ada dalil yang memerintahkan.” Hukum haram dapat berubah menjadi
wajib atau sunnah apabila ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya.
Muamalah adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan
dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan,
perkawinan, talak, sanksi-sanksi, peradilan, dan yang berhubungan dengan
manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-
dasarnya secara umum atau global kaidah muamalah, yaitu muamalah pada
dasarnya adalah mubah. Asal hukumnya boleh (jaiz). Ia berubah hukumnya apabila
ada larangan.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nurul Huda, S.E., M.M., M.Si. “Esensi Dasar Dan Lingkup Etika Bisnis Syariah.” Etika
Bisnis Syariah, 2020, 9–11.
H. Darmawati. Filsafat Hukum Islam. Cetakan 1,., 2019.

Anda mungkin juga menyukai