Anda di halaman 1dari 2

Pada hari itu juga kompi Koesworo setelah pertempuran di Desa Karangnagka, bergeser ke

Timur menempati Desa Prompong yang terletak di jalan raya kota Purwokerto, Desa Kebumen,
sekitar 6 kilo meter dari Kota Purwokerto. Di Desa Prompong itu seudah terdapat pasukan
Hizbullah. Pada tanggal 7 Agustus 1947 hari Kamis malam, kompi Koesworo menyerang kota
Purwokerto dengan membawa serta 1 regu mortir yang dikawal oleh pasukan pelajar Imam.
Pasukan - pasukan lain tetap tinggal di Prompong mengadakan penjagaan yang ketat, juga
pasukan Hizbullah dari Tegal pimpinan Asikin. Pada hari Jumat, 8 Agustus 1947 sekitar puku
07.00 tentara Belanda dengan bantuan pesawat pengintai (Capung) dan satuan-satuan lapis baja
menyerang Desa Prompong dari arah Selatan. Satu kolone menyelusuri sungai kecil Timur Desa,
kolone yang lain melalui kebun jagung dan jalan desa masuk Desa Prompong.

Kompi Koesworo mengadakan stelling di sepanjang jalan yang menghubungkan Desa Prompong
dengan Desa Pamijen, sedangkan Pasukan Pelajar IMAM mendapat tugas mengambil posisi di
sekitar Masjid di pinggir Desa sebelah Selatan, di sebelag Barat Sungai, pasukan Hizbullah
menempati sebelah Utara Jalan Desa. Tentara Belanda segera membuka serangan maju masuk
Desa, sehingga terjadilah tembak-menembak yang seru di dalam Desa. Keadaan menjadi kalut
dan kacau, karena tembakan datang dari arah depan dan belakang. Peluru-peluru mortir musuh,
maupun dari kawan sendiri berjatuhan di tenga-tengah pasukan yang sedang baku tembak.
Sebuah peluru mortir jatuh sekitar 3 meter dekat stelling Soeroso, Soegeng dan Soendjono, serta
Slamet anggota pasukan Pelajar IMAM, untunglah mortir tersebut tidak meledak.

Musuh yang menyerang lewat kebun jagung sebelah Timur Desa, ditembaki gencar oleh regu
dari Kompi Koesworo dengan senapan mesin Hotchkiss, tetapi ternyata musuh makin mendekat.
Dalam pertempuran ini jatuh korban dari pasukan kita, Mochamad Besar dari seksi IMAM
pengawal senapan mesin tersebut, kena tembakan musuh, jatuh ke sungai dan gugur disitu.
Soeparto anggota Kompi Koesworo berasal dari IMAM juga, yang waktu pertempuran belum
meletus, baru saja mandi di kolam masjid langsung berhadapan dnegan beberapa anggota
pasukan Belanda. Tembak-menembak terjadi dalam jarak dekat sekali. Soeparto dikeroyok dan
gugur dengan luka-luka yang sangat parah, hingga tak dapat dikenali kembali, kecuali dari
sepatu yang dipakainya.

Dalam pertempuran itu dari Kompi Koesworo gugur juga 2 orang prajurit yaitu Daliman dan
Tarwan, dari Hizbullah juga 2 orang yaitu Asmin dan Saparin, dan 3 orang penduduk Prompong
ikut gugur, yaitu Mastoer, Darwin, dan seorang ibu Ny. Kalijem. Disini terasa sekali, betapa
tidak berdayanya persenjataan pasukan RI yang terdiri dari beberapa pujuk karaben dan repeteer
(senapan laras panjang), menghadapi lawan dengan Steengun, Owen, maupun Bren gun yang
semuanya adalah senjata otomatis. Pasukan Belanda juga berpengalaman dan terlatih. Satu
pleton Belanda yang terdiri dari 36 orang tentara, minimal membawa senjata 4 senapan mesin
ringan, Bren, 15 - 20 pucuk Steen atau Owen dan lainnya membawa senapan laras panjang. Jika
terdesak mereka mudah mendatangkan bantuan arteleri dan pasukan darat, yang pada umumnya
dikawal dengan kendaraan lapis baja.

usai pertempuran pasukan RI bergeser dari Prompong ke Utara sebagian lagi ke Barat. Untuk
sementara Kapten Koesworo masih berada di Prompong. Sebagai kenangan dan wujud
penghormatan atas gugurnya para pahlawan dalam pertempuran di Prompong, maka oleh
keluarga besar IMAM telah dibangun "Monumen Prompong" di pertigaan jalan raya Purwokerto
- Kebumen, dengan jalan ke Semingkir.

Anda mungkin juga menyukai