Anda di halaman 1dari 8

Jaringan Difusi Pendidikan Non Formal

Mata Kuliah :
Difusi Inovasi Pendidikan Non Formal

Dosen :
Dr. Ismaniar, M. Pd
Dr. Syur aini, S. Pd., M. Pd

Oleh :
Sophia Nabila Puteri (23359008)
Afdila Santri Nurhalima (23359001)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN NON FORMAL


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, tuntutan terhadap pendidikan telah berubah secara
signifikan. Selain dari pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi, pendidikan non
formal juga menjadi semakin penting. Ini disebabkan oleh kebutuhan akan pembelajaran
sepanjang hayat, peningkatan teknologi yang memungkinkan pembelajaran jarak jauh, dan
kompleksitas tantangan pendidikan yang memerlukan pendekatan inovatif.
Inovasi dianggap sebagai kunci untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas
pendidikan non formal. Inovasi dapat berupa penggunaan teknologi baru, pengembangan
metode pembelajaran yang lebih efektif, atau penyediaan program-program pendidikan yang
responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Meskipun pentingnya inovasi diakui, tantangan dalam mengadopsi inovasi dalam
konteks pendidikan non formal tetap ada. Hal ini dapat mencakup keterbatasan sumber daya,
kurangnya akses terhadap pelatihan atau bimbingan, serta resistensi terhadap perubahan dari
pihak-pihak yang terlibat.
Jaringan difusi inovasi memiliki peran vital dalam mengatasi tantangan tersebut.
Dengan memfasilitasi pertukaran informasi, pengalaman, dan sumber daya antara praktisi,
lembaga pendidikan, dan pihak terkait lainnya, jaringan ini membantu mempercepat proses
adopsi inovasi dan meningkatkan efektivitas implementasinya.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana jaringan difusi Pendidikan non formal ?
2. Bagaimana Alur model komunikasi dalam jaringan difusi?
3. Bagaimana Agen perubahan sebagai penghubung dalam jaringan difusi?

C. Tujuan
1. Memahami jaringan difusi Pendidikan non formal
2. Memahami alur model komunikasi dalam jaringan difusi
3. Memahami agen perubahan sebagai penghubung dalam jaringan difusi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jaringan Difusi Pendidikan Non Formal

Difusi adalah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat (anggota sistem
sosial) dengan menggunakan saluran tertentu dalam waktu tertentu. Komunikasi dalam
definisi ini ditekankan dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal balik)
antar beberapa individu baik secara memusat (konvergen) maupun memencar (divergen)
yang berlangsung secara spontan. Dengan adanya komunikasi ni akan terjadi kesamaan
pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi.
Ada empat elemen pokok difusi inovasi, yaitu: (1) inovasi, (2) komunikasi dengan
saluran tertentu, (3) waktu, dan (4) warga masyarakat (anggota sistem sosial). Jaringan sosial
adalah keterkaitan hubungan dan komunikasi antar individu dalam masyarakat yang
disebabkan oleh berbagai kepentingan dan sebab. Jaringan sosial yang ada di masyarakat
tersebut perlu dimanfaatkan sehingga menjadi jaringan difusi.
Proses penyebaran informasi tentang inovasi sangat efektif jika didifusikan melalui
saluran media massa. Namun untuk membujuk calon adopter agar segera membuat keputusan
adopsi, peran media interpersonal menjadi lebih penting. Dalam tahapan yang disebut tahap
persuasi itulah jaringan sosial yang ada dalam masyarakat sangat berguna bagi proses difusi
inovasi.
Jaringan difusi inovasi mengacu pada hubungan atau interaksi antara individu,
kelompok, atau organisasi yang berperan dalam penyebaran dan adopsi inovasi. Ini mencakup
proses komunikasi, pertukaran informasi, dan interaksi antar pihak yang terlibat dalam
memperkenalkan dan mengadopsi inovasi baru dalam suatu sistem atau lingkungan. Jaringan
difusi inovasi sangat penting dalam konteks non-formal education karena dapat memfasilitasi
penyebaran praktik terbaik, teknologi baru, atau metode pembelajaran yang efektif di antara
praktisi, lembaga, atau komunitas yang terlibat dalam pendidikan non-formal.

Jaringan difusi inovasi memiliki peran penting dalam pendidikan non-formal karena
beberapa alasan utama:

 Penyebaran Praktik Baik: Jaringan difusi inovasi memungkinkan praktisi dan lembaga
pendidikan non-formal untuk berbagi praktik terbaik dalam pembelajaran dan
pengajaran. Ini memungkinkan transfer pengetahuan dan pengalaman yang dapat
meningkatkan kualitas pendidikan yang disediakan.
 Peningkatan Kualitas Pembelajaran: Dengan berbagi inovasi dan ide-ide baru, jaringan
difusi inovasi membantu meningkatkan kualitas pembelajaran di lembaga-lembaga
non-formal. Hal ini dapat mencakup penggunaan teknologi terbaru, strategi
pembelajaran yang efektif, atau pendekatan kreatif dalam mendidik peserta didik.
 Kolaborasi dan Kemitraan: Jaringan difusi inovasi memfasilitasi kolaborasi dan
kemitraan antara lembaga-lembaga pendidikan non-formal, organisasi masyarakat, dan
pihak lain yang terlibat dalam pendidikan. Hal ini dapat menghasilkan proyek-proyek
bersama, pertukaran sumber daya, dan upaya bersama untuk meningkatkan akses dan
kualitas pendidikan bagi masyarakat.
 Adopsi Inovasi yang Lebih Cepat: Dengan adanya jaringan difusi inovasi, proses
adopsi inovasi baru dalam pendidikan non-formal dapat menjadi lebih cepat dan
efisien. Praktisi dapat belajar dari pengalaman orang lain, mengidentifikasi solusi yang
telah terbukti berhasil, dan menerapkannya dengan lebih efektif dalam konteks mereka
sendiri.
 Perkembangan Profesionalisme: Melalui jaringan difusi inovasi, praktisi dan tenaga
pendidik non-formal dapat terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan
mereka. Ini membantu meningkatkan profesionalisme dalam bidang pendidikan non-
formal dan memastikan bahwa pendidikan yang disediakan selalu relevan dan responsif
terhadap kebutuhan masyarakat.
B. Alur model Komunikasi Dalam jaringan difusi.

Alur model komunikasi dalam jaringan difusi, secara umum terbagi menjadi dua macam:

1. The hypodermic Needle Model,

Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang homogen dan
mudah dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan selalu
diterima. Fenomena tersebut melahirkan teori ilmu komunikasi yang dikenal dengan teori
jarum suntik (Hypodermic Needle Theory). Teori ini menganggap media massa memiliki
kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang. Media massa sangat perkasa dengan
efek yang langsung pada masyarakat. Khalayak dianggap pasif terhadap pesan media yang
disampaikan. Teori ini dikenal juga dengan teori peluru, bila komunikator dalam hal ini
media massa menembakan peluru yakni pesan kepada khalayak, dengan mudah khalayak
menerima pesan yang disampaikan media.
Model ‘jarum hipodermik’ di mana secara postulat, media massa mempunyai
pengaruh langsung, segera dan kuat pada individu-individu yang terkait dengan media massa,
tapi tidak terkait satu dengan lainnya. Media masa di tahun 1940 dan 1950 dipersepsikan
memiliki pegaruh yang kuat untuk merubah tingkah laku (behavior). Kedahsyatan media
digambarkan sebagai pembawa pesan untuk mengurai masa dari para individu (Katz and
lazarsfeld). Kesimpulan tentang kekuatan media masa digambarkan dari beberapa peristiwa.

Teori ini makin powerfull ketika siaran radio Orson Welles (1938) menyiarkan
tentang invansi makhluk dari planet mars menyebabkan ribuan orang di Amerika Serikat
panik. Teori ini berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Teori ini mengasumsikan
bahwa komunikator yakni media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih segalanya
dari audience.

Teori ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle (teori
jarum suntik), Bullet Theory (teori peluru) transmition belt theory (teori sabuk transmisi).
Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu makna , yakni penyampaian
pesannya hanya satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap komunikan.

2. The two-step Flow Model


Pesan mengalir dari sumber via media massa ke pemimpin opini yang pada gilirannya
menyampaikannya pada para pengikutnya. The first step, from media sources to opinion
leaders, is mainly transfer of information, whereas the second step from opinion leaders to
their followers, also involves the spread of interpersonal influence.

Menurut teori Granovetter, individu cenderung terkait dengan orang yang secara fisik
dekat dan menurut atribut-atribut seperti kepercayaan, pendidikan dan status sosial relatif
sama (homofili; kontras dengan heterofili di mana atribut-atribut tersebut relatif beda). Duff
dan Liu (1975) menyatakan bahwa dalam satu network komunikasi, pertukaran informasi dari
satu clique (yang ditandai dengan promiximitas komunikasi tinggi) ke clique lain dijembatani
oleh proximitas komunikasi rendah yang heterofili (misal, dari clique berstatus sosial tinggi
ke clique berstatus sosial lebih rendah).

Model komunikasi dua tahap (two step flow of communication)

Sumber - Komunikasi - Pesan - Media Massa - Opinion Leader - komunikan. Dalam


model, ketika pesan disampaikan oleh sumber atau media massa terjadi proses komunikasi
massa. Tapi ternyata tidak semua orang memahami isi pesan yang disampaikan dan
mempunyai akses ke media massa. Dalam model ini kemudian dikenal adanya opinion leader
atau pemuka pendapat. Pemuka pendapat adalah orang yang memahami lebih isi pesan media
massa, atau orang yang mempunyai akses yang lebih besar ke media massa dibandingkan
dengan individu lain. Proses pertama, seperti yang dijelaskan sebelumnya, adalah proses
komunikasi massa dan proses kedua dari opinion leader ke khalayak umum adalah proses
komunikasi interpersonal.

Beberapa temuan lainnya ialah (a) Dalam network heterofili, pengikut cenderung mencari
pemimpin opini yang mempunyai status sosial, pendidikan, ekspose ke media massa, tingkat
keinovatifan, tingkat kekosmopolitan dan tingkat kontak dengan agen perubahan lebih tinggi,
(b) pemimpin opini lebih sejalan dengan norma sistem dibanding dengan pengikutnya, (c)
pemimpin opini dapat dibedakan menjadi polimorfis (mempunyai opini dalam banyak
bidang) atau monomorfis (mempunyai opini hanya dalam satu bidang), dan (d) network
personal radial (dari satu ke banyak orang) lebih penting untuk inovasi dibanding dengan
network interlocking di mana individu saling berinteraksi.

C. Agen Perubahan sebagai penghubung dalam jaringan difusi

Dalam difusi inovasi diperlukan orang-orang yang berperan sebagai agen perubahan.
Agen perubahan ini menjadi penghubung antara calon adopter dengan inovator. Agen
perubahan atau change agent adalah seseorang yang dapapt mempengaruhi orang lain agar
sependapat dengan tujuan yang diinginkan oleh suatu institusi yang mengadakan perubahan.
Agen perubahan pada umunya memiliki akses banyak kepada institusi oenggagas inovasi,
terutama memiliki akses terhadap ide inovatif yang akan atau sedang didifusikan.

Agen perubahan diperlukan terutama dalam: 1) mengembangkan kebutuhan untuk


berubah, 2) mengadakan pertukaran informasi dan menjalin hubungan, 3) mendiagnosa
masalah, 4) menciptakan minat pada klien untuk berubah, 5) mengubah minat menjadi
tindakan, 6) memantapkan adopsi dan mencegah diskontinyu, dan 7) mencapai suatu
hubungan baik

Apabila ditinjau lebih lanjut ada beberapa peran yang harus dilaksanakan oleh agen
perubahan yaitu peran agen perubahan sebagai penghubung atau linker terutama untuk
menyampaikan berbagai pesan atau informasi tentang inovasi. Sebagai penghubung, agen
perubahan melakukan kegiatan-kegiatan: 1) mendifusikan inovasi kepada klien, 2)
menyalurkan kebutuhan dan masalah klien kepada institusi perancang perubahan atahu
change agency, 3) menyalurkan masukan atau balikan mengenai inovasi kepada institusi
perancang perubahan, dan 4) membuat evaluasi atas kesuksesan atau kegagalan difusi yang
dilakukannya.

BAB III

KESIMPULAN

Pada jaringan difusi metode utama yang dapat digunakan untuk meneliti jaringan
sosial yang ada di masyarakat atau sistem sosial, yaitu dengan metode sosiometri dan dengan
metode observasi. Alur model komunikasi dalam jaringan difusi, secara umum terbagi
menjadi dua macam yaitu : Hypodermic Needle Model yaitu Teori ini menganggap media
massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang. Media massa sangat
perkasa dengan efek yang langsung pada masyarakat. Khalayak dianggap pasif terhadap
pesan media yang disampaikan. The two-step Flow Model yaitu model komunikasi dua tahap
(two step flow of communication) Sumber - Komunikasi - Pesan - Media Massa - Opinion
Leader - komunikan. Dalam model, ketika pesan disampaikan oleh sumber atau media massa
terjadi proses komunikasi massa.
DAFTAR PUSTAKA

Serah, T. (2014). Pengaruh Karakteristik Inovasi, sistem sosial dan saluran komunikasi
terhadap adopsi inovasi teknologi pertanian (Doctoral dissertation, UAJY).
Subroto, D. E., Hayati, R., Nurlely, L., Agustina, P., Suyitno, M., Dewi, N. K., ... & Pohan, S.
H. (2023). Inovasi Pendidikan. Sada Kurnia Pustaka.
Suryono, Y. Tohani, E. (2016). Inovasi Pendidikan Non Formal. Yogyakarta : Graha
Cendikia

Anda mungkin juga menyukai