Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Karya Digital Di Perpustakaan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

Urgensi perlindungan hukum terhadap hak cipta karya digital di perpustakaan

Siska margareta, Rohmaniyah S.Ip.M.A

siskamargareta0903@gmail.com , rohmaniyah_uin@radenfatah.ac.id

Fakultas Adab dan Humaniora


Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Abstrak: Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa penting hukum hak
cipta terhadap karya digital di perpustakaan agar dapat memberikan manfaat kepada pelaku
usaha tetapi juga menimbulkan kerugian yang berdampak pada perbuatan yang melanggar
hukum seperti keamanan dan privasi data juga perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi
yang dimiliki setiap netter. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.

Kata kunci: penting hukum hak cipta

Abstract: The aim of this research was to find out how important copyright law is for digital
works in libraries so that it can provide benefits to business actors but also cause losses that
result in unlawful acts such as data security and privacy as well as legal protection for
human rights. owned by every netter. In this research the author used qualitative research
with descriptive methods. Qualitative research is research that aims to understand
phenomena about what is experienced by research subjects, for example behavior,
perceptions, motivations, actions, etc., holistically, and by means of descriptions in the form
of words and language, in a special natural context and with utilize various natural methods.

Keywords: important copyright law


PENDAHULUAN

Pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat, sehingga menghasilkan


perubahan yang signifikan dan nyata. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan kita sehari-hari. Salah satu
kemajuan teknologi besar yang memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan manusia
adalah internet. Di era digital ini, berbagai aktivitas bisa dilakukan secara online.
Kemampuan teknologi internet dalam meningkatkan laju penyebarluasan ide atau gagasan
Berkat koneksi internet, masyarakat di seluruh dunia kini dapat mengakses informasi dan
pengetahuan yang relatif berlimpah. Kemampuan manusia dalam menciptakan sesuatu
merupakan hasil pemikiran, usaha, dan kreatifitas, dimana hasil usaha tersebut antara lain
adalah sepenuhnya milik penciptanya. Itulah yang disebut dengan kekayaan intelektual.

Kekayaan intelektual adalah hasil gagasan atau gagasan yang berupa gagasan, yang
diwujudkan atau diungkapkan dalam bentuk invensi, karya sastra dan seni, desain,
simbol/tanda tertentu, susunan dan perbaikan komponen semikonduktor. Dalam teori yang
ditemukan oleh John lock berpendapat bahwa setiap orang berhak atas hasil karyanya, Setiap
langkah proses, berpikir, kreativitas yang dilakukan dalam melakukan atau menciptakan
sesuatu diperhitungkan. Prinsip teori John Locke ada tiga yaitu: 1. Pencipta/pembuat harus
diberi imbalan berupa hak milik, yang fokus ada usaha/proses untuk menciptakan sesuatu.
2.Mengerjakan/menciptakan barang yang sudah menjadi milik orang lain dapat
menimbulkan hak bagi pekerja, namun hal itu tergantung pada kontrak kerja dimana tenaga
kerja tersebut digunakan. 3. Klaim hak kepemilikan kolektif tunduk pada ketentuan yang
lama seperti klam lain, yang semuanya dirancang untuk mendamaikan antara hak pencipta
individu dengan klaim masyarakat yang lebih luas secara umum.

Bentuk karya kreatif semakin mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu.


Di era digital, karya-karya yang biasanya ada dalam bentuk fisik bisa diubah menjadi bentuk
digital. Internet mempermudah dan mempercepat pendistribusian dan penyebaran karya
digital. Kreasi digital kini sudah menjadi hal yang lumrah dan tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan sehari-hari. Produk/kreasi digital umumnya diperjualbelikan dan mempunyai
konsumen/pasar tersendiri. Produk digital menjadi populer karena lebih baik dibandingkan
produk fisik serta lebih efisien dan praktis dibandingkan produk fisik. Produk digital tidak
memerlukan lokasi fisik, berbeda dengan produk fisik yang memerlukan ruang penyimpanan
khusus. Kemampuan menerima produk digital dalam bentuk download juga menjadi nilai
tambah karena cepat dan mudah diperoleh. Karya digital memiliki beberapa nama: Yaitu
karya digital, konten digital, informasi digital, hak cipta digital. Contoh produk digital antara
lain e-book dalam format PDF atau Kindle, musik dalam format MP3 atau MP4, video
dalam format MP4 atau FLV, software, gambar dalam format JPEG atau PNG, tiket online,
aplikasi Android atau iPhone, font, dll. Selain kemudahan-kemudahan tersebut, terdapat pula
risiko yang mungkin terjadi. Segala kemudahan tersebut ternyata dapat disalahgunakan oleh
pihak yang tidak berkepentingan seperti, Pendistribusian oleh seseorang yang tidak
mempunyai hak untuk mendistribusikan atau dengan mudah memodifikasi atau memodifikasi
ciptaan yang melanggar hukum. Meluasnya Internet berarti semakin banyak karya kreatif
yang dilanggar, semakin sulit mengidentifikasi pelanggarnya, dan tidak mudah untuk
melindungi karya kreatif dalam bentuk digital. Jika Anda tidak mengatasi pelanggaran ini
maka akan berdampak negatif kepada industri maupun kepada pencipta.

Banyak sekali orang-orang yang masih awam dengan pelanggaran Hak Cipta ini,
contohnya adalah sering kita temukan kedai- kedai dipinggir jalan yang menggunakan
gambar-gambar yang ditemukan dan diambil secara sembarangan dari Internet. Gambar-
gambar ini digunakan untuk mempromosikan bisnis mereka. Selain itu, kita sering melihat
toko online menggunakan gambar yang diambil dari Pinterest untuk tujuan komersial. Hal ini
tidak hanya terjadi pada gambar, tetapi juga terjadi pada musik, film, fotografi, dan lainnya.
Jika pelanggaran tersebut ada, maka pengembangan hak cipta juga harus dilakukan.Jika
dahulu perlindungan terhadap karya hanya terbatas pada karya fisik saja, kini perlindungan
terhadap karya digital perlu diperluas.

Jacques de Werra menyatakan ada tiga pendekatan perlindungan hak cipta atas karya
digital, yaitu 3. Pertama, perlindungan hak cipta melalui ketentuan hak cipta konvensional;
Kedua, perlindungan hak cipta melalui perlindungan teknis/teknologi keamanan. Ketiga,
melindungi hak cipta melalui perlindungan hukum perlindungan teknis/keamanan teknologi.
Menurut hukum positif Indonesia, perlindungan hak cipta dapat dijamin dengan
menggunakan teknologi keamanan. Terjadinya pembajakan memang mengkhawatirkan para
kreator dan menjadi momok yang perlu ditanggulangi karena semakin banyaknya kasus
pembajakan di dunia digital yang dapat mengakibatkan kerugian bagi kreator. Hal ini
menimbulkan pertanyaan besar mengenai perlindungan hukum pencipta terhadap
ketidakpatuhan terhadap peraturan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta dengan jelas menegaskan bahwa suatu ciptaan itu dilindungi dan penciptanya
memiliki hak ekslusif sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta: Yang dimaksud dengan "hak eksklusif adalah hak
yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat
memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta.

Dalam hal ini, perlindungan hukum terhadap hak cipta karya digital sangat penting
untuk memastikan pengakuan dan penghargaan bagi para pencipta yang berkontribusi
terhadap perkembangan budaya dan teknologi. Dengan adanya perlindungan hukum, para
pencipta dapat merasa aman dan termotivasi untuk terus berkarya, sementara konsumen dapat
menikmati hasil kreativitas dengan keyakinan bahwa hak-hak pencipta dihormati.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.

PEMBAHASAN

Hak cipta terhadap karya digital di perpustakaan

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upaya
hukum yang dapat dilakukan untuk mengatasi pelanggaran hak cipta pada karya digital
adalah sebagai berikut:

 Arbitrase: Pencipta atau pemegang hak cipta dapat melakukan upaya hukum arbitrase,
mediasi, negosiasi, konsiliasi, atau jalur litigasi dengan mengupayakan gugatan
perdata bahkan tuntutan pidana.
 Gugatan Ganti Rugi: Pencipta dapat mengajukan gugatan ganti rugi di pengadilan
niaga apabila dirasa terjadi pelanggaran hak cipta pada karya seni pencipta dalam
media digital
 Laporan Pidana: Pencipta dapat mengajukan laporan pidana terhadap pelanggaran hak
cipta kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementrian Hukum
dan Hak Asasi Manusia
 Laporan Penutupan Konten: Pencipta dapat membuat laporan penutupan konten
dan/atau hak akses ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual apabila dirasa terjadi
pelanggaran hak cipta pada karya seni pencipta dalam media digital
 Penegakan Hukum: Direktorat Penyidikan dan penyelesaian sengketa Direktorat
Jendral kekayaan Intelektual (DJKI) Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta
Pengadilan Negri dari berbagai Daerah dapat memberikan perlindungan hukum
terhadap hak cipta karya digital dan menyelesaikan sengketa akibat pelanggaran hak
cipta
 Pengembangan Teknologi Anti-Pembajakan: Pengembangan teknologi anti-
pembajakan dapat membantu mencegah pelanggaran hak cipta dengan cara mengatur
aturan penggunaan karya cipta digital dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran
 Kerjasama Internasional: Kerjasama internasional antara pemilik Hak Cipta, platform
digital, dan pengguna konten dapat membantu menghadapi tantangan sengketa Hak
Cipta di Era Digital.
 Pemberian Sanksi Hukum: Pemberian sanksi hukum dalam ketentuan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 dapat membantu menghentikan pelanggaran hak cipta,
namun perlu diiringi dengan kesadaran hukum masyarakat akan Hak Cipta orang lain
yang masih rendah

Dengan demikian, upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mengatasi pelanggaran hak
cipta pada karya digital meliputi berbagai cara, mulai dari upaya hukum arbitrase, gugatan
ganti rugi, laporan pidana, laporan penutupan konten, penegakan hukum, pengembangan
teknologi anti-pembajakan, kerjasama internasional, dan pemberian sanksi hukum.

Perpustakaan digital merupakan organisasi perpustakaan yang dalam penyediaan


layanannya meliputi sumber daya khususnya staf khusus bidang informasi teknologi (IT)
yang memiliki peran untuk memilih, menyusun, menawarkan akses intelektual, menafsirkan,
mendistribusikan, dan menjaga integritas, dari waktu ke waktu sehingga koleksi digital
tersedia, yaitu secara ekonomis untuk digunakan oleh komunitas tertentu atau kumpulan
komunitas. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat yang yang berdasarkan tulisan Kar & Seadle,
(2004)dalam International Conference of Digital Library menjelaskan di dalam perpustakaan
digital terdapat suatu bentuk penyimpanan bahan koleksi ke bentuk digital yang bergerak
dalam bidang elektronik yang isi dari informasinya ditemukan, disimpan, dan digunakan
kembali melalui sistem data digital.

Berdasarkan peranan dan fungsi tersebut, perpustakaan sebagai pusat informasi harus
dapat memberikan layanan dan fasilitas yang dibutuhkan oleh pemustaka baik dalam hal
koleksi maupun sarana prasarana yang mendukung. Terlebih lagi dengan begitu pesatnya
perkembangan teknologi informasi saat ini yang pada akhirnya membuat pemustaka tidak
lagi membutuhkan koleksi dalam bentuk fisik. Hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri
bagi perpustakaan di dalam menyadiakn koleksi yang dapat langsung dipergunakan di
perpustakaan, dipinjam, atau bahkan digandakan dengan tujuan tertentu oleh pemustaka.
Padahal koleksi-koleksi yang terdapat di perpustakaan sebagian besar memiliki Hak Cipta.
Pasal 12 dalam Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 menyebutkan secara jelas.
Jenis ciptaan-ciptaan tersebut sebagian besar dimiliki oleh perpustakaan umum. Jadi ciptaan-
ciptaan dalam perpustakaan umum tersebut tidak dapat digandakan atau dialihmediakan tanpa
persetujuan penciptanya.

Saat ini, siapa pun dapat dengan mudah memfotokopi sebuah buku maupun membuat
salinan non-perpustakaan, baik itu sebuah karya. Hak cipta terikat pada pencipta atau pemilik
hak cipta, sehingga penyalinan tanpa izin pemilik hak cipta dapat digolongkan sebagai
pelanggaran hak cipta. Selain itu, di perpustakaan, lembaga ini justru rentan terhadap
pelanggaran hak cipta jika tidak memahami konsep hak cipta. Mendigitalkan koleksi dan
layanan salinan melanggar hak cipta. Selain terancam pelanggaran hak cipta, perpustakaan
juga masih bisa dijadikan sarana sosialisasi hak cipta sehingga bisa meminimalisir
pelanggaran hak cipta di tanah air. Oleh karena itu, perpustakaan harus membagi koleksi
yang dimiliki perpustakaan. kehati-hatian harus diberikan untuk memastikan bahwa layanan
yang ditawarkan kepada publik bukan merupakan praktik pelanggaran hak cipta dan
perpustakaan harus digunakan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan penyebaran
informasi hak cipta. Perpustakaan hendaknya menetapkan batasan yang jelas terhadap
layanan fotokopi, sehingga layanan ini tidak tergolong pelanggaran hak cipta, dan juga terkait
dengan digitalisasi koleksi. Perpustakaan juga harus memastikan bahwa aktivitasnya tidak
melanggar hak cipta.

Menurut Dr. Wahyu (2008:4), penegakan hak cipta di perpustakaan belum bisa optimal
karena hal-hal sebagai berikut:
1. Ketidaktahuan pemustaka tentang hak cipta yang dibuktikan dengan banyaknya
permintaan salinan seluruh buku.
2. Penjelasan hak cipta yang kurang memadai oleh petugas perpustakaan
membuat pemustaka merasa tidak mempunyai kewajiban untuk menyalin seluruh isi
buku.
3. Pelanggaran hak cipta adalah tanggung jawab moral pengguna karena ia
menggunakan salinan yang direproduksi untuk alasan apa pun.
4. Tidak ada sanksi tegas terhadap pelanggaran hak cipta
di perpustakaan karena undang-undang hak cipta sendiri tidak secara
jelas mendefinisikan pemanfaatan koleksi di perpustakaan.
5. Perpustakaan memiliki jumlah publikasi yang terbatas, sehingga
pengguna memerlukan lebih banyak salinan. menggunakan layanan perpustakaan itu
sendiri.
6. Persyaratan kebutuhan pengguna dalam menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi. sehingga informasi ini perlu disebarluaskan kepada masyarakat luas.
7. Pendidikan moral dan faktor ekonomi membuat perpustakaan menyikapi hal tersebut
dengan lebih cerdas. Memerlukan layanan pengguna yang sangat
baik, jika kebijakan hak cipta terlalu ketat, pengguna akan meninggalkan
perpustakaan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hal ini ditunjukkan dengan
tindakan nyata untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia. untuk membuat koleksi milik
perpustakaan. Selain langkah-langkah tersebut, upaya untuk mengatasi masalah ini harus
dilakukan melalui intelijen perpustakaan rutin yang bekerja sama dengan polisi. Selain itu,
ada beberapa peraturan yang harus diperhatikan perpustakaan dalam pengamanannya hak
cipta (Comish, 2007:66), yaitu:

1. Salinan tidak akan diterbitkan sampai pengguna menandatangani formulir


pendaftaran.
2. Salinan tidak akan digunakan kecuali untuk tujuan penelitian dan non-komersial
atau untuk studi pribadi, dan saya berjanji tidak akan menyebarkan salinannya ke
banyak pihak.
3. Jika formulir permohonan ditandatangani dan salinannya disalahgunakan/rusak,
itu menjadi tanggung jawab pribadi pengguna. Terkait dengan hal tersebut, undang-
undang telah memberikan batasan dan ketentuan yang jelas dan tegas kepada
penyelenggara Pusdokinfo, termasuk perpustakaan. Tujuannya untuk melindungi
koleksi digital dari pelanggaran hak cipta.

Dalam konteks ini, UU tersebut sudah memberikan batasan dan syarat secara jelas dan
tegas terhadap lembaga pengelola pusdokinfo, termasuk juga perpustakaan. Tujuannya adalah
untuk melindungi setiap koleksi digital terhadap pelanggaran hak cipta. Dalam UU Hak Cipta
No.19 Tahun 2002 istilah koleksi disebut dengan ciptaan, suatu koleksi atau ciptaan dianggap
sama maknanya yaitu setiap hasil karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam
lingkup. ilmu pengetahuan, seni, dan sastra (Pasal 1 Ayat 3). Sedangkan, koleksi digital
diartikan sebagai karya cipta hasil pengalihwujudan yang dilindungi oleh hukum hak cipta.
Pernyataan ini diatur dalam Pasal 12 ayat 1 point (1) UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
bahwa: "dalam undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup: karya terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampe, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan".

Dalam pengelolaan sumber koleksi digital khususnya artikel penelitian dan jurnal,
perpustakaan hendaknya lebih memperhatikan empat prinsip terkait kaidah atau regulasi
digital yang diberikan oleh Pendit (2007:166), yaitu privasi (confidentiality), akurasi
(authenticity), kepemilikan properti ) dan ketersediaan informasi. Dalam menerapkan prinsip-
prinsip tersebut, perpustakaan harus memperhatikan:

 Privasi, yang menyangkut kerahasiaan, yaitu kerahasiaan. masalah keamanan


database koleksi digital online. perpustakaan digital memiliki sistem keamanan
bawaan (mosesax). Perpustakaan juga memberikan batasan dalam mengakses
perpustakaan lokal, seperti pengguna tidak dapat mengunduh file. Tujuannya untuk
mencegah plagiarisme atau pembajakan karya digital secara besar-besaran.
 Properti, yaitu kewajiban memindahtangankan karya cetak dan karya rekaman yang
diserahkan kepada perpustakaan, menjadi hak milik seluruh perpustakaan, karena
sudah ada kesepakatan atau lisensi di atas surat pernyataan terlebih dahulu.
 Akurasi atau keasliannya diatur dalam Pasal 25(1) UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
bahwa: “Informasi elektronik dalam informasi pengelolaan hak cipta tidak boleh
dihapus atau diubah”. Berdasarkan pasal tersebut, digitalisasikoleksi perpustakaan
demi perpustakaan tetap mencantumkan identitas penulis asli dan misi perpustakaan.
cukup posting informasinya.
 Hak Akses Yaitu semua koleksi local content dapat diakses secara bebas dan dapat
dibaca secara keseluruhan (full text). Akan tetapi, pengguna tidak dapat men
download file digital tersebut mengenai aspek keaslian dari identitas si penulis karya
digital.

Urgensi perlindungan hukum terhadap hak cipta karya digital di perpustakaan

Pentingnya perlindungan hukum terhadap hak cipta karya digital di per perpustakaan
sangat penting karena perkembangan teknologi digital telah mempengaruhi bentuk ciptaan-
ciptaan dalam berbagai macam dan mengalami modernisasi. Karya-karya digital seperti buku
elektronik (e-book), lagu, film, gambar, dan lain sebagainya dapat dengan mudah diakses di
berbagai media, seperti toko-toko buku online, platform musik, dan internet. Dengan
kemudahan akses tersebut, pelanggaran-pelanggaran terhadap karya-karya digital juga
meningkat, sehingga perlindungan hukum terhadap hak cipta karya digital menjadi sangat
penting.

Perpustakaan sebagai institusi yang memegang koleksi digital harus memperhatikan


empat prinsip tentang kaedah atau aturan digitalisasi, seperti perlindungan hak cipta,
keamanan data, privasi, dan akses informasi publik. Dalam mengelola sumber koleksi digital,
perpustakaan harus lebih memperhatikan pentingnya perlindungan hak cipta terhadap koleksi
yang dimiliki oleh perpustakaan. Kurangnya pemahaman pustakawan terhadap pentingnya
perlindungan hak cipta terhadap koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan dan rendahnya
tingkat kesadaran terkait dengan hak cipta dapat menjadi tantangan dalam penerapan hak
cipta terhadap pemanfaatan koleksi bukan buku di perpustakaan

Dalam era digital, perlindungan hukum terhadap hak cipta karya digital di
perpustakaan sangat diperlukan untuk memberikan manfaat kepada pelaku usaha tetapi juga
menimbulkan kerugian yang berdampak pada perbuatan yang melanggar hukum seperti
keamanan dan privasi data juga perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi yang dimiliki
setiap netter. Perlindungan hukum terhadap hak cipta karya digital di perpustakaan juga harus
seimbang dengan akses informasi publik sebagaimana yang dikonseptualisasikan dalam
doktrin fair use.

Dalam implementasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,


perpustakaan harus lebih memperhatikan pentingnya perlindungan hak cipta terhadap koleksi
yang dimiliki oleh perpustakaan dan memberikan perlindungan yang lebih dibandingkan
karya cipta konvensional. Perlindungan hak cipta karya digital di perpustakaan juga harus
seimbang dengan kebutuhan masyarakat untuk akses informasi yang cepat dan mudah, serta
memberikan perlindungan yang lebih kepada si pencipta.

KESIMPULAN

Dalam kesimpulan, perlindungan hukum terhadap hak cipta karya digital di


perpustakaan sangat penting untuk memberikan manfaat kepada pelaku usaha tetapi juga
menimbulkan kerugian yang berdampak pada perbuatan yang melanggar hukum seperti
keamanan dan privasi data juga perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi yang dimiliki
setiap netter. Perlindungan hukum terhadap hak cipta karya digital di perpustakaan harus
seimbang dengan akses informasi publik sebagaimana yang dikonseptualisasikan dalam
doktrin fair use dan harus seimbang dengan kebutuhan masyarakat untuk akses informasi
yang cepat dan mudah, serta memberikan perlindungan yang lebih kepada si pencipta.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen HKI. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta.

Labetubun, M. A. H. (2019). Aspek Hukum Hak Cipta Terhadap Buku Elektronik (E-Book)
Sebagai Karya Kekayaan Intelektual. Sasi, 24(2), 138.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rusdakarya
Offset.

Margono, Suyud. Hukum Hak Cipta Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Undang-Undang No. 19 Tahun buku dan untuk meningkatkan kinerja 2002 tentang Hak
Cipta.

Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (Lembaran NegaraRI Tahun


2007 Nomor 129 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor4774).

Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RITahun
2014 Nomor 266 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5599).

Pendit, Putu Laxmana.2007. Perpustakaan Digital: Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi


Indonesia. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Wahdah, S. (2020). Perpustakaan Digital, Koleksi Digital dan Undang-Undang Hak Cipta.
Pustaka Karya.

Anda mungkin juga menyukai