Sistem Kewarisan Muslim Melayu SumSel
Sistem Kewarisan Muslim Melayu SumSel
NUR HAYATI
NPM: 2002010018
SULINA
NPM: 2002010020
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem
Kewarisan Muslim Melayu Sumatra Selatan” ini tepat pada waktunya. Shalawat beriring
salam tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi
semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu
dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing yaitu
buya Taufik, S.Ag, MA yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada kami,
dan kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah.
Kami berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Aamin
ya rabbal’alamin.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang.................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 2
A. Kesimpulan....................................................................................................................... 6
B. Saran.................................................................................................................................. 6
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Waris adat merupakan wujud dari keberagaman suatu corak hukum yang unik
dan khas. Hal ini mencerminkan bahwa cara pandang/berpikir masyarakat atas
dasar budaya kolektif dan komunal. Ciri khas dari adat ini lebih mengutamakan
keluarga, kebersamaan, gotong royong, musyawarah mufakat dalam pembagian
harta waris.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan istilah dalam hukum waris ?
2. Apa yang dimaksud dengan hukum kewarisan adat ?
3. Bagaimana sistem kewarisan muslim melayu Sumatra Selatan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian dan istilah dalam hukum waris
2. Untuk mengetahui tentang hukum kewarisan adat
3. Untuk mengetahui sistem kewarisan muslim melayu Sumatra Selatan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut pakar hukum Indonesia, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, hukum waris
diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang
setelah ia meninggal dunia (pewaris), dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu
kepada orang lain (ahli waris). Sedangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
1991, pengertian hukum waris adalah hukum yang mengatur pemindahan hak
pemilikan atas harta peninggalan pewaris, lalu menentukan siapa saja yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa besar bagian masing-masing.
Berikut ini beberapa istilah dalam hukum waris adalah sebagai berikut:
1. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda untuk
dibagikan kepada yang berhak.
2. Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima warisan dari pewaris. Ada
ahli waris menurut ketentuan undang-undang disebut ahli waris dibawah title
umum, ada ahli waris yang ditunjuk dengan surat wasiat/testament disebut ahli
waris dibawah title khusus.
3. Warisan adalah semua peninggalan pewaris yang berupa hak dan kewajiban atau
semua harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia setelah
dikurangi semua utangnya.
4. Boedil adalah warisan yang berupa kekayaan saja, dan yang perlu segera
dikeluarkan dari harta orang meninggal dunia antara lain ialah:
a. Biaya pengurusan mayat;
b. Dibayarkan utangnya;
c. Dilaksanakan wasiatnya;
d. Dalam hukum waris Islam diambil zakatnya; dan
e. Sisanya adalah harta warisan.
5. Wasiat adalah suatu keputusan dari seseorang yang harus dilaksanakan setelah ia
meninggal dunia.
Jadi hukum waris merupakan bagian dari hukum keluarga karena berkaitan
dengan ruang lingkup kehidupan manusia yang tentunya mengalami peristiwa hukum
berupa kematian. Sebagaimana dalam hukum Islam pembagian harta waris terdapat
dalam Q.S An-Nisa ayat 11:
ۤا
ُيْو ِص ْيُك ُم ُهّٰللا ِفْٓي َاْو اَل ِد ُك ْم ِللَّذ َك ِر ِم ْثُل َح ِّظ اُاْلْنَثَيْيِن ۚ َفِاْن ُك َّن ِنَس ًء َفْو َق اْثَنَتْيِن
َفَلُهَّن ُثُلَثا َم ا َتَر َك ۚ َو ِاْن َكاَنْت َو اِح َد ًة َفَلَها الِّنْص ُف ۗ َو َاِلَبَو ْيِه ِلُك ِّل َو اِح ٍد ِّم ْنُهَم ا الُّسُد ُس
ِمَّم ا َتَر َك ِاْن َك اَن َلٗه َو َلٌد ۚ َفِاْن َّلْم َيُك ْن َّلٗه َو َلٌد َّو َو ِرَثٓٗه َاَبٰو ُه َفُاِلِّمِه الُّثُلُث ۚ َفِاْن َك اَن َلٓٗه
2
ِاْخ َو ٌة َفُاِلِّمِه الُّسُد ُس ِم ْۢن َبْع ِد َو ِص َّيٍة ُّيْو ِص ْي ِبَهٓا َاْو َد ْيٍن ۗ ٰا َبۤا ُؤ ُك ْم َو َاْبَنۤا ُؤ ُك ْۚم اَل َتْد ُرْو َن َاُّيُهْم
َاْقَر ُب َلُك ْم َنْفًعاۗ َفِر ْيَض ًة ِّم َن ِهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ِلْيًم ا َحِكْيًم ا
Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian
warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan yang
jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.
Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang
ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang
meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja),
ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara,
ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana”.
Hukum kewarisan adat terdiri dari berbagai aturan yang mengatur proses
pengalihan hak dan kepemilikan keluarga, baik terhadap objek material maupun
immaterial, dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Proses transfer hak milik
ini dengan dengan demikian tidak difokuskan kepada kematian dari orang tua atau
seseorang tertentu dalam keluarga, tapi bermula semenjak terbentuknya keluarga itu
sendiri. Mekanisme dari hukum kewarisan adat karenanya tidak melibatkan
perhitungan tehnis dan matematis yang sangat rumit dalam hal pembagian harta
tersebut. Semua ahli waris pada intinya akan menerima bagian tanpa adanya
perbedaan karena faktor jender, agama, umur ataupun lainnya, sepanjang mereka
masih berasal dari satu rangkaian genealogis yang sama, pengalihan yang vertikal
terhadap hak milik dapat secara prinsip dilakukan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri utama hukum kewarisan adat
dalam prakteknya terletak pada kenyataan masyarakat yang tidak pernah memisahkan
hukum waris dengan hukum-hukum lain yang berlaku dalam sistem klan yang dianut
1
Maman Supraman, Hukum Waris Perdata, (Jakarta: Sinar Grafik, 2015), cet. 1
3
oleh komunitas bersangkutan. Dengan alasan ini maka dalam adat, aturan warisan
esensinya senantiasa tidak terpisahkan dari hukum perkawinan. Karena itu tergantung
tergantung dari model pengelompokkan yang berlaku didalamnya, entah itu
patriarkal, matriarkal atau parental.
Anak pertama ini bisa jadi ia memiliki kakak laki-laki artinya ia merupakan
urutan perempuan pertama yang dilahirkan. Seorang tunggu tubang diamanahkan
untuk bertanggung jawab mengelola kebun, sawah, dan rumah merupakan pusaka
tinggi ang tidak dapat dibagi. Kebun dan sawah sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan keluarga besar, sedangkan rumah merupakan tempat tinggal dan
berkumpulnya keluarga besar.
Saat pewaris tunggu tubang terkena masalah dalam keluarga maka ia harus
mendengarkan nasihat atau pendapat dari kakak atau adik laki-laki dari ibu tunggu
2
Retno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia, (Cianjur: IMR Press, 2012), hal. 31
4
tubang yang disebut ahli meraje. Untuk permasalahan besar dalam keluarga biasanya
mengambil keputusan oleh ahli meraje.
Maka dari itu hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan tunggu tubang yaitu,
bahwa tunggu tubang berhak untuk mengambil manfaat dari dari rumah, kebun, dan
sawah untuk menghidupi saudara-saudaranya, dan tunggu tubang berhak
mengemukakan pendapat dalam musyawarah keluarga, selain itu harus mengemban
kewajiban memelihara pusaka dengan sebaik baiknya, mengurus orang tua, adik,
nenek yang berada dalam rumah.
Caranya melalui musyawarah dengan keluarga besar dan disaksikan oleh tokoh
adat dan kepala desa. Adanya peralihan ini tentunya mempunyai alasan tertentu
adalah sebagai berikut:
1. Karena tidak ada anak perempuan.
2. Tunggu tubang tidak sanggup mengemban amanah tersebut.
3. Tunggu tubang yang ikut suami.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan