Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

SISTEM KEWARISAN MUSLIM MELAYU SUMATRA SELATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliyah


Hukum Kewarisan Islam di Indonesia
Semester VII (Tujuh) A

Dosen Pembimbing: Taufik, S.Ag, MA

DISUSUN OLEH KELOMPOK V

NUR HAYATI
NPM: 2002010018

SULINA
NPM: 2002010020

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUUM
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem
Kewarisan Muslim Melayu Sumatra Selatan” ini tepat pada waktunya. Shalawat beriring
salam tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi
semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu
dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing yaitu
buya Taufik, S.Ag, MA yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada kami,
dan kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah.

Kami berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Aamin
ya rabbal’alamin.

Kisaran, 7 Oktober 2023


Disusun oleh kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1

A. Latar Belakang.................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 2

A. Pengertian dan Istilah dalam Hukum Waris...................................................................... 2


B. Hukum Kewarisan Adat.................................................................................................... 3
C. Sistem Kewarisan Muslim Melayu Sumatra Selatan........................................................ 4

BAB III PENUTUP..................................................................................................................... 6

A. Kesimpulan....................................................................................................................... 6
B. Saran.................................................................................................................................. 6

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, tentang pengertian hukum waris


adalah hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan
pewaris, lalu menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
besar bagian masing-masing.

Waris adat merupakan wujud dari keberagaman suatu corak hukum yang unik
dan khas. Hal ini mencerminkan bahwa cara pandang/berpikir masyarakat atas
dasar budaya kolektif dan komunal. Ciri khas dari adat ini lebih mengutamakan
keluarga, kebersamaan, gotong royong, musyawarah mufakat dalam pembagian
harta waris.

Dalam masyarakat di Sumatra Selatan menggunakan sistem waris matriarkal


atau sistem waris mayorat matrilineal yang merupakan sistem kewarisan yang
harta peninggalannya tersebut diberikan kepada anak perempuan pertama (tertua)
yang disebut tunggu tubang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan istilah dalam hukum waris ?
2. Apa yang dimaksud dengan hukum kewarisan adat ?
3. Bagaimana sistem kewarisan muslim melayu Sumatra Selatan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian dan istilah dalam hukum waris
2. Untuk mengetahui tentang hukum kewarisan adat
3. Untuk mengetahui sistem kewarisan muslim melayu Sumatra Selatan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Istilah dalam Hukum Waris

Menurut pakar hukum Indonesia, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, hukum waris
diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang
setelah ia meninggal dunia (pewaris), dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu
kepada orang lain (ahli waris). Sedangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
1991, pengertian hukum waris adalah hukum yang mengatur pemindahan hak
pemilikan atas harta peninggalan pewaris, lalu menentukan siapa saja yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa besar bagian masing-masing.

Berikut ini beberapa istilah dalam hukum waris adalah sebagai berikut:
1. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda untuk
dibagikan kepada yang berhak.
2. Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima warisan dari pewaris. Ada
ahli waris menurut ketentuan undang-undang disebut ahli waris dibawah title
umum, ada ahli waris yang ditunjuk dengan surat wasiat/testament disebut ahli
waris dibawah title khusus.
3. Warisan adalah semua peninggalan pewaris yang berupa hak dan kewajiban atau
semua harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia setelah
dikurangi semua utangnya.
4. Boedil adalah warisan yang berupa kekayaan saja, dan yang perlu segera
dikeluarkan dari harta orang meninggal dunia antara lain ialah:
a. Biaya pengurusan mayat;
b. Dibayarkan utangnya;
c. Dilaksanakan wasiatnya;
d. Dalam hukum waris Islam diambil zakatnya; dan
e. Sisanya adalah harta warisan.
5. Wasiat adalah suatu keputusan dari seseorang yang harus dilaksanakan setelah ia
meninggal dunia.

Jadi hukum waris merupakan bagian dari hukum keluarga karena berkaitan
dengan ruang lingkup kehidupan manusia yang tentunya mengalami peristiwa hukum
berupa kematian. Sebagaimana dalam hukum Islam pembagian harta waris terdapat
dalam Q.S An-Nisa ayat 11:
‫ۤا‬
‫ُيْو ِص ْيُك ُم ُهّٰللا ِفْٓي َاْو اَل ِد ُك ْم ِللَّذ َك ِر ِم ْثُل َح ِّظ اُاْلْنَثَيْيِن ۚ َفِاْن ُك َّن ِنَس ًء َفْو َق اْثَنَتْيِن‬
‫َفَلُهَّن ُثُلَثا َم ا َتَر َك ۚ َو ِاْن َكاَنْت َو اِح َد ًة َفَلَها الِّنْص ُف ۗ َو َاِلَبَو ْيِه ِلُك ِّل َو اِح ٍد ِّم ْنُهَم ا الُّسُد ُس‬
‫ِمَّم ا َتَر َك ِاْن َك اَن َلٗه َو َلٌد ۚ َفِاْن َّلْم َيُك ْن َّلٗه َو َلٌد َّو َو ِرَثٓٗه َاَبٰو ُه َفُاِلِّمِه الُّثُلُث ۚ َفِاْن َك اَن َلٓٗه‬

2
‫ِاْخ َو ٌة َفُاِلِّمِه الُّسُد ُس ِم ْۢن َبْع ِد َو ِص َّيٍة ُّيْو ِص ْي ِبَهٓا َاْو َد ْيٍن ۗ ٰا َبۤا ُؤ ُك ْم َو َاْبَنۤا ُؤ ُك ْۚم اَل َتْد ُرْو َن َاُّيُهْم‬
‫َاْقَر ُب َلُك ْم َنْفًعاۗ َفِر ْيَض ًة ِّم َن ِهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ِلْيًم ا َحِكْيًم ا‬
Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian
warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan yang
jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.
Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang
ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang
meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja),
ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara,
ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana”.

B. Hukum Kewarisan Adat

Hukum waris adat pembagian waris dengan ketentuan-ketentuan untuk mengatur


pengalihan atau pengoperan harta waris dengan jalan diteruskan kepada ahli waris
selanjutnya. Waris adat merupakan wujud dari keberagaman suatu corak hukum yang
unik dan khas. Hal ini mencerminkan bahwa cara pandang/berpikir masyarakat atas
dasar budaya kolektif dan komunal. Ciri khas dari adat ini lebih mengutamakan
keluarga, kebersamaan, gotong royong, musyawarah mufakat dalam pembagian harta
waris.1

Hukum kewarisan adat terdiri dari berbagai aturan yang mengatur proses
pengalihan hak dan kepemilikan keluarga, baik terhadap objek material maupun
immaterial, dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Proses transfer hak milik
ini dengan dengan demikian tidak difokuskan kepada kematian dari orang tua atau
seseorang tertentu dalam keluarga, tapi bermula semenjak terbentuknya keluarga itu
sendiri. Mekanisme dari hukum kewarisan adat karenanya tidak melibatkan
perhitungan tehnis dan matematis yang sangat rumit dalam hal pembagian harta
tersebut. Semua ahli waris pada intinya akan menerima bagian tanpa adanya
perbedaan karena faktor jender, agama, umur ataupun lainnya, sepanjang mereka
masih berasal dari satu rangkaian genealogis yang sama, pengalihan yang vertikal
terhadap hak milik dapat secara prinsip dilakukan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri utama hukum kewarisan adat
dalam prakteknya terletak pada kenyataan masyarakat yang tidak pernah memisahkan
hukum waris dengan hukum-hukum lain yang berlaku dalam sistem klan yang dianut

1
Maman Supraman, Hukum Waris Perdata, (Jakarta: Sinar Grafik, 2015), cet. 1

3
oleh komunitas bersangkutan. Dengan alasan ini maka dalam adat, aturan warisan
esensinya senantiasa tidak terpisahkan dari hukum perkawinan. Karena itu tergantung
tergantung dari model pengelompokkan yang berlaku didalamnya, entah itu
patriarkal, matriarkal atau parental.

Dalam sistem patriarkal dimana seorang laki-laki dipandang sebagai kepala


rumah tangga, maka hanya anak laki-laki yang secara teoritis diijinkan untuk
mewarisi harta warisan dari orang tuanya yang meninggal. Sebaliknya dalam
masyarakat matriarkal, hanya anak-anak perempuan yang dapat menjadi pewaris dari
harta itu. Di sisi lain dalam sistem parental, baik anak laki-laki maupun perempuan
mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan harta warisan. 2

C. Sistem Kewarisan Muslim Melayu Sumatra Selatan

Dalam masyarakat di Sumatra Selatan menggunakan sistem waris matriarkal atau


sistem waris mayorat matrilineal yang merupakan sistem kewarisan yang harta
peninggalannya tersebut diberikan kepada anak perempuan pertama (tertua) yang
disebut tunggu tubang.

Mayorat ini dibagi menjadi dua yaitu:


1. Mayorat laki-laki tertua dengan syarat apabila anak tunggal laki-laki dan tidak
ada anak perempuan. Anak laki-laki tersebut harus menghidupi keluarganya
(orangtua dan adik-adiknya).
2. Mayorat perempuan yaitu merupakan anak perempuan pertama dengan syarat
mampu menghidupi keluarganya (orangtua dan adik-adiknya) serta diharuskan
merawat dan mengelola harta peninggalam tersebut.
Seperti, suku Semendo di Sumatra Selatan.

Dalam sistem kewarisan mayorat perempuan (tunggu tubang) adalah pengalihan


harta yang diteruskan oleh si pewaris kepada ahli waris. Harta tersebut tidak dapat
dibagi, anak perempuan tertua yang sudah menikah berkuasa penuh dalam
pengelolaan harta. Harta waris tersebut bersifat komunal bahwa anak perempuan
tertua memang mendapatkan warisan akan tetapi secara substansinya harta itu bukan
untuk dirinya sendiri melainkan dimanfaatkan secara bersama-sama demi
kepentingan, keharmonisan, kedaimain dan kesejahteraan keluarga.

Anak pertama ini bisa jadi ia memiliki kakak laki-laki artinya ia merupakan
urutan perempuan pertama yang dilahirkan. Seorang tunggu tubang diamanahkan
untuk bertanggung jawab mengelola kebun, sawah, dan rumah merupakan pusaka
tinggi ang tidak dapat dibagi. Kebun dan sawah sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan keluarga besar, sedangkan rumah merupakan tempat tinggal dan
berkumpulnya keluarga besar.

Saat pewaris tunggu tubang terkena masalah dalam keluarga maka ia harus
mendengarkan nasihat atau pendapat dari kakak atau adik laki-laki dari ibu tunggu
2
Retno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia, (Cianjur: IMR Press, 2012), hal. 31

4
tubang yang disebut ahli meraje. Untuk permasalahan besar dalam keluarga biasanya
mengambil keputusan oleh ahli meraje.

Maka dari itu hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan tunggu tubang yaitu,
bahwa tunggu tubang berhak untuk mengambil manfaat dari dari rumah, kebun, dan
sawah untuk menghidupi saudara-saudaranya, dan tunggu tubang berhak
mengemukakan pendapat dalam musyawarah keluarga, selain itu harus mengemban
kewajiban memelihara pusaka dengan sebaik baiknya, mengurus orang tua, adik,
nenek yang berada dalam rumah.

Warisan dapat berpindah kepada mayorat laki-laki apabila mayorat perempuan


(tunggu tubang) tidak mampu atau tidak sanggup menerima tanggung jawabnya
sebagai yang mewarisi harta peninggalan. Oleh karena itu harta ini dapat dialihkan
kepada anak laki-lakai yang memang sanggup memelihara, mengelola dan mengurusi
keluarganya.

Caranya melalui musyawarah dengan keluarga besar dan disaksikan oleh tokoh
adat dan kepala desa. Adanya peralihan ini tentunya mempunyai alasan tertentu
adalah sebagai berikut:
1. Karena tidak ada anak perempuan.
2. Tunggu tubang tidak sanggup mengemban amanah tersebut.
3. Tunggu tubang yang ikut suami.

Sistem keawarisan ini, masyarakat menganggap suatu kebiasaan yang tidak


melanggar norma dan aturan, kebiasaan yang bisa diterima oleh akal sehat dan tidak
melanggar hukum Islam karena masyarakat disana sistem pembagiannya dengan cara
musyawarah keluarga dan mendatangkan tokoh agama untuk dimintai pendapatnya
mengenai pembagian waris di dalam Islam. Musyawarah bertujuan untuk mempererat
keutuhan keluarga. Seandainya ada yang tidak setuju, maka akan berlanjut ke
Pengadilan untuk penyelesaiannya.

5
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem kewarisan di Sumatra Selatan, seperti yang ada di Semendo cara


pembagian waris yang dilakukan masyarakatnya adalah dengan peralihan harta yang
diberikan kepada anak pertama perempuan disebut sebagai tunggu tubang, peralihan
harta dapat dipindahkan apabila tunggu tubang tidak sanggup/tidak mau maka bisa
beralih ke anak laki-laki yang penting tunggu tubang mampu mengelola, menjaga
harta dan memberikan manfaat, serta harta itu dapat dirasakan bersama-sama.

Kegunaan atau kemanfaatan merupakan tujuan utama yang ingin dicapai,


kemanfaatan ini berarti kebahagiaan oleh karena itu, pembagian harta waris yang
dikelola tunggu tubang untuk kedamaian, kesejahteraan, dan ketentraman keluarga.
Selain itu perempuan menjadi tunggu tubang untuk melindungi harta agar terciptanya
kesejahteraan keluarga, pembagian waris melalui musyawarah tentunya akan
mendatangkan manfaat berupa kedamaian, hubungan keluarga tambah erat agar
terhindar dari perselisihan, pertengkaran yang mengakibatkan perpecahan keluarga.

B. Kritik Dan Saran

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai pembahasan didalam makalah


ini, tentunya banyak kekurangan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan dan referensi, penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai