Anda di halaman 1dari 4

1.

Terkait kasus tersebut bahwa didalam perlindungan konsumen terdapat dua istilah hukum,
yakni hukum konsumen (consumer law) dan hukum perlindungan konsumen (consumer
protection law) merupakan bidang hukum baru dalam akademik dan praktik penegakan hukum
di Indonesia (Shofie, 2011). Menurut analisis Anda, apakah sama hukum konsumen dengan
hukum perlindungan konsumen jika keduanya tunduk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen dan mengapa dua bidang hukum tersebut sulit untuk
dipisahkan!
Jawab:
Hukum konsumen (consumer law) dan hukum perlindungan konsumen (consumer
protection law) sebenarnya memiliki keterkaitan yang erat, tetapi keduanya memiliki fokus yang
sedikit berbeda. Mari kita bedah perbedaannya:
a) Hukum Konsumen (Consumer Law)
Merujuk pada kerangka hukum yang mengatur hak dan kewajiban konsumen dalam
transaksi komersial, termasuk hak-hak untuk menerima barang atau layanan yang sesuai
dengan kualitas yang dijanjikan, hak untuk informasi yang jelas dan jujur tentang produk
atau layanan, dan hak untuk kompensasi jika hak-hak tersebut dilanggar. Hukum konsumen
juga mencakup aturan tentang kontrak konsumen, tanggung jawab produsen atau penjual
atas produk yang cacat, serta pembatasan praktik bisnis yang menyesatkan atau merugikan
konsumen.
b) Hukum Perlindungan Konsumen (Consumer Protection Law)
Lebih menitikberatkan pada upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari praktik
bisnis yang tidak etis, menipu, atau merugikan, serta untuk memastikan bahwa konsumen
memiliki akses yang adil dan aman terhadap barang dan layanan. Ini mencakup
pembentukan badan pengawas atau otoritas yang bertugas menegakkan undang-undang
perlindungan konsumen, pelaksanaan aturan yang mengatur iklan atau promosi yang
menyesatkan, serta penegakan hukum terhadap pelanggar undang-undang perlindungan
konsumen.
Meskipun kedua bidang hukum ini saling terkait dan sering digunakan secara bergantian,
ada beberapa perbedaan yang dapat dikenali. Namun, sulit untuk memisahkan keduanya karena
keduanya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu melindungi konsumen. Hukum konsumen
memberikan kerangka kerja hukum yang mengatur hak dan kewajiban konsumen, sedangkan
hukum perlindungan konsumen lebih fokus pada upaya perlindungan aktif terhadap konsumen
dari praktik bisnis yang tidak etis atau merugikan.
2. Istilah konsumen berasal dari ahli bahasa dan kata consumer (Inggris-Amerika) atau
consumen/consument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu adalah “(lawan dari
produsen) setiap orang yang menggunakan barang” (Nasution, 1999). Berikan analisa anda
berdasarkan kasus diatas jika Mustolih adalah sebuah perusahaan, apakah dapat tergolong
sebagai konsumen?
Jawab:
Dalam konteks hukum perlindungan konsumen, definisi konsumen biasanya merujuk
pada individu atau rumah tangga yang membeli barang atau jasa untuk penggunaan pribadi
mereka sendiri, bukan untuk tujuan komersial. Namun, dalam beberapa kasus, perusahaan juga
dapat dianggap sebagai konsumen tergantung pada sifat transaksi dan tujuan penggunaan
barang atau jasa yang dibeli.
Dalam kasus Mustolih, jika Mustolih adalah sebuah perusahaan dan melakukan
pembelian di Alfamart untuk kebutuhan operasional atau bisnisnya sendiri, maka dalam konteks
hukum perlindungan konsumen, Mustolih masih dapat tergolong sebagai konsumen. Hal ini
tergantung pada batasan definisi konsumen yang digunakan dalam undang-undang
perlindungan konsumen di suatu negara.
Namun, jika Mustolih adalah perusahaan yang melakukan pembelian untuk tujuan
komersial atau bisnisnya, misalnya untuk dijual kembali atau untuk kebutuhan produksi, maka
dalam konteks hukum perlindungan konsumen, Mustolih mungkin tidak dapat dianggap sebagai
konsumen, tetapi sebagai entitas bisnis yang melakukan transaksi komersial. Dalam hal ini,
perlindungan hukum yang diberikan mungkin berbeda, dan Mustolih akan lebih tunduk pada
aturan dan regulasi yang mengatur transaksi bisnis.
3. Pelaku usaha adalah istilah yang digunakan pembuat undang-undang yang pada umumnya lebih
dikenal dengan istilah pengusaha. Ikatan sarjana ekonomi indonesia (ISEI) menyebut empat
kelompok besar kalangan pelaku ekonomi, tiga diantaranya termasuk kelompok pengusaha
(pelaku usaha, baik privat maupun publik). Ketiga kelompok usaha tersebut yaitu kalangan
investor, produsen, distributor. (Sutedi, 2008). Berdasarkan kasus di atas, menurut anda apakah
PT Sumber Alfaria Trijaya (PT SAT) berhak mendapatkan perlindungan hukum? Berikan analisis
hukum anda!
Jawab:
Ya, PT Sumber Alfaria Trijaya (PT SAT) berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam
sengketa dengan Mustolih berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen di Indonesia. Walaupun PT SAT adalah pelaku usaha di bidang ritel,
mereka juga tunduk pada undang-undang perlindungan konsumen tersebut.
Undang-undang tersebut memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dalam
transaksi jual-beli dengan pelaku usaha, termasuk dalam hal pelayanan, keamanan, dan kualitas
produk atau jasa yang disediakan. Perlindungan hukum ini mencakup hak-hak konsumen seperti
hak atas informasi yang jelas, hak atas kompensasi jika terjadi kerugian atau cacat pada produk,
dan hak untuk mengajukan gugatan jika terjadi perselisihan.
Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pelaku usaha berhak atas:
a) Perlindungan dari konsumen yang tidak bertanggung jawab: PT SAT berhak dilindungi dari
konsumen yang melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab, seperti merusak
properti, melakukan penipuan, atau melakukan kekerasan.
b) Perlindungan dari persaingan usaha yang tidak sehat: PT SAT berhak dilindungi dari praktik

persaingan usaha yang tidak sehat, seperti monopoli, oligopoli, dan dumping.
c) Perlindungan dari perlakuan yang diskriminatif: PT SAT berhak dilindungi dari perlakuan
diskriminatif dari pihak lain, seperti pemerintah atau lembaga swasta.
d) Perlindungan hukum: PT SAT berhak atas proses hukum yang adil dan transparan jika

terlibat dalam sengketa dengan konsumen atau pihak lain.


Dalam kasus Mustolih, PT SAT perlu memenuhi kewajibannya sebagai pelaku usaha, seperti:
a) Memberikan informasi yang benar dan jelas tentang produk atau layanan yang ditawarkan:
PT SAT harus memastikan bahwa informasi yang diberikan kepada konsumen, baik melalui
iklan, promosi, atau label produk, adalah benar dan jelas.
b) Menyediakan produk atau layanan yang aman dan berkualitas: PT SAT harus memastikan
bahwa produk atau layanan yang mereka tawarkan aman dan berkualitas untuk digunakan
oleh konsumen.
c) Melayani konsumen dengan baik dan sopan: PT SAT harus melayani konsumen dengan baik
dan sopan, serta memberikan solusi yang tepat jika terjadi masalah dengan produk atau
layanan yang mereka beli.
PT SAT berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam sengketa dengan Mustolih.
Namun, perlindungan ini hanya dapat diberikan jika PT SAT telah memenuhi kewajibannya
sebagai pelaku usaha. Pengadilan Negeri Tangerang akan mempertimbangkan semua fakta dan
bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak sebelum memutuskan apakah PT SAT telah
melanggar kewajibannya dan berhak atas perlindungan hukum.
Sumber Referensi:
https://disperindag.sumbarprov.go.id/details/news/9218
HKUM4312/MODUL 1
https://journal.stiejayakarta.ac.id/index.php/JMBJayakarta/article/download/85/60
Ebook Hukum Perlindungan Konsumen Reposisi dan Penguatan Kelembagaan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Memberikan Perlindungan dan Menjamin
Keseimbangan Dengan Pelaku Usaha oleh DR. HULMAN PANJAITAN, SH., MH.

Anda mungkin juga menyukai