Anda di halaman 1dari 68

MODUL

PENGAWASAN DAN PENINDAKAN DI BIDANG


KEPABEANAN DAN CUKAI

1. Deskripsi Singkat

Latar belakang disusunnya modul ruang lingkup pengawasan dan penindakan


kepabeanan dan cukai dalam rangka memenuhi dan melengkapi siswa atau peserta didik
mengetahui, memahami, melaksanakan pengawasan dan penindakan kepabeanan untuk
mendukung, menunjang tujuan organisasi DJBC mengoptimalkan penerimaan negara, dan
dilaksanakannya/dipatuhinya Undang-undang Kepabeanan dan Undang-undang Cukai dan
peraturan pelaksanaanya. Pelaksanaan pengawasan dilakukan dalam rangka kegiatan
prefentif, yang termasuk ruang lingkup administrasi kepabeanan, sedangkan penindakan itu
sendiri dilakukan dalam rangka kegiatan represif yang termasuk dalam ruang lingkup
perbuatan yang dilakukan secara fisik.
Dengan demikian diharapkan siswa atau peserta diklat memperbaiki dan menambah
pengetahuan, agar lebih terampil dalam pelaksanaan tugas kepabeanan yang menjadi sisi
sentral dari upaya organisasi untuk menegakkan citranya di masyarakat. Hukum adalah
kaedah-kaedah yang diberlakukan disuatu masyarakat yang dipatuhi dan bila dilanggar
mempunyai sanksi bagi pelakunya. Hukum sebagai suatu perangkat aturan yang mengatur
tata cara hidup bermasyarakat, dari pengertian singkat ini maka istilah ’pelanggaran hukum’
adalah adanya upaya melanggar aturan-aturan yang telah dibuat dan telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan tugas yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai telah diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-
undang Cukai, pejabat bea dan cukai untuk menyelesaikan pekerjaan yang termasuk
wewenangnya dalam rangka mengamankan hak-hak negara, dapat menggunakan segala
upaya terhadap orang atau barang, termasuk di dalamnya binatang. Jika perlu dapat
digunakan berbagai upaya untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa di bidang
Kepabeanan dan cukai yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan.
Pengawasan di bidang Kepabeanan dan Cukai sebagai upaya untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran ketentuan Undang-undang,
dapat meliputi :
a. Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang Di Atasnya Serta
Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang
b. Pemeriksaan terhadap barang, bangunan atau tempat lain, surat atau dokumen yang
berkaitan dengan barang, atau terhadap orang;
c. Penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut; dan
d. Penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan terhadap
barang maupun sarana pengangkut.

2. Prasyarat Kompetensi

Untuk mempelajari modul ini idealnya anda telah ditunjuk sebagi Peserta DTSD
Kepabeanan dan Cukai dan telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Pegawai DJBC yang belum pernah mengikuti diklat teknis Kepabeanan & Cukai;
b. Telah lulus DTU Kesamaptaan
c. Minimal lulusan SLTA atau sederajat;
d. Usia maksimal 50 tahun;
e. Sehat jasmani dan rohani;
f. Tidak sedang menjalani atau dalam proses penjatuhan hukuman disiplin;
g. Tidak sedang ditunjuk mengikuti diklat lain;
h. Ditunjuk oleh Sekretaris DJBC.

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

a. Standar Kompetensi
Melaksanakan penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai dan
tindakan-tindakan yang perlu diambil sehubungan dengan penegakan hukum
tersebut.

b. Kompetensi Dasar
1) Peserta mampu menjelaskan sejarah perkembangan wilayah pengawasan dan
penindakan di bidang kepabeanan dan cukai.
2) Peserta mampu menjelaskan kewenangan pengawasan dan penindakan di
bidang kepabeanan dan cukai.
3) Peserta mampu menjelaskan kewenangan penanganan perkara.

4. Relevansi Modul

Relevansi modul terhadap tugas pekerjaan yang akan dijalanjan peserta diklat
adalah sebagai berikut :

2
a. Materi modul ini memberikan pengetahuan, wawasan dan pemahaman mengenai
pengawasan dan penindakan di bidang kepabeanan dan cukai.
b. Materi modul ini telah disesuaikan dengan perkembangan instrumen pengaturan
mengenai pengawasan dan penindakan di bidang kepabeanan dan cukai terkini.

3
BAB I
SEJARAH PERKEMBANGAN WILAYAH PENGAWASAN DAN
PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI

A. Sejarah Perkembangan Wilayah Teritorial dan Yuridiksi Kedaulatan NKRI

1. Sejarah Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia

a. Terriitoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie (TZKMO) 1939;


Wilayah Indonesia di dalam perkembangannya mengalami pertambahan
luas yang sangat besar. Wilayah Indonesia ditentukan pertama kali
dengan Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939
lebar laut wilayah perairan Indonesia hanya meliputi jalur-jalur laut yang
mengelilingi setiap pulau atau bagian pulau Indonesia yang lebarnya
hanya 3 mil laut.
Gambar 1 :
Wilayah Indonesia Berdasarkan TZKMO 1939

Kelompok Perairan Indonesia Territoriale Zee en Marietieme Kringen


Ordonantie (TZMKO) 1939 :
i. Nederlandsch Indische territoriale (Laut Teritorial Indonesia).
ii. Nederlandsch-indische Zeege bied yaitu Perairan Teritorial Hindia
Belanda, termasuk bagian laut territorial yang terletak pada
bagian sisi darat laut pantai, daerah luar dari teluk-teluk, ceruk-
ceruk laut, muara-muara sungai dan terusan.

4
iii. Nederlandsch-Indische Binnen Landsche wateren, yaitu semua
perairan yang terletak pada sisi darat laut territorial Indonesia
termasuk sungai-sungai, terusan-terusan dan danau-danau, dan
rawa-rawa Indoneasia.
iv. Nederlandsch-Indische Wateren, yaitu laut territorial termasuk
perairan pedalaman Indonesia

b. Deklarasi Djuanda;
Pada tahun 1957 Pemerintah Indonesia melalui Deklarasi Djuanda,
mengumumkan secara unilateral/sepihak bahwa lebar laut wilayah
Indonesia adalah 12 mil. Baru kemudian dengan Undang-Undang Nomor
: 4/Prp tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia ditetapkan
ketentuan :
i. Lebar lebar laut territorial Indonesia berubah menjadi 12 mil laut
yang sebelumnya 3 mil laut.
ii. Penetapan lebar laut teritorial diukur dari garis pangkal lurus yang
menghubungkan titik-titik terluar dari ujung-ujung pulau Indonesia
terluar, dan sebelumnya diukur dari garis pangkal yang
menggunakan garis air rendah (surut) yang mengikuti liku-liku
pantai masing-masing pulau Indonesia.
iii. Semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus
tersebut berubah statusnya dari yang tadinya berupa laut
territorial atau laut lepas menjadi perairan pedalaman, dimana
kedaulatan negara atas perairan tersebut praktis sama dengan
kedaulatan negara atas daratannya. Sementara sebelum
Dekrarasi Djuanda perairan yang terle

c. United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS ’82);


Atau disebut juga Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Dengan diterimanya
konsep Negara Kepulauan, pemerintah Indonesia meratifikasi/
mengesahkan UNCLOS 1982 tersebut dan resmi menjadi negara pihak.
Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982, kemudian
Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang-undang Nomor : 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law
of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
Laut).

5
Menurut konvensi PBB tersebut, pengertian Laut teritorial atau perairan
teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah
daratan dan perairan pedalamannya. Sedangkan bagi suatu negara
kepulauan seperti Indonesia Jepang, dan Filipina, laut teritorial meliputi
pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya perairan kepulauannya
dinamakan perairan internal termasuk dalam laut teritorial pengertian
kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut
dan tanah di bawahnya dan, kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan
dengan menurut ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United
Nations Convention on the Law of the Sea) lebar sabuk perairan pesisir
ini dapat diperpanjang paling banyak dua belas mil laut (22,224 km) dari
garis dasar (baseline-sea)
Menurut Konvensi Hukum Laut 1982, negara harus memberikan Hak
Lintas Damai, yaitu hak untuk melintas secepat-cepatnya tanpa berhenti
dan bersifat damai tidak mengganggu keamanan dan ketertiban negara
pantai. Pada PP No. 8 Tahun 1962 Tentang Lalu Lintas Laut Damai
Kendaraan Asing Dalam Wilayah Perairan Indonesia, diatur ketentuan
bahwa :
i. Kendaraan laut yang melintasi wilayah laut RI yang
membahayakan perdamaian, keamanan, ketertiban umum dan
kepentingan negara tidak lagi dianggap damai.
ii. Pelayaran dalam rangka lintas damai harus dilakukan tanpa
berhenti, membuang jangkar, dan mondar-mandir tanpa alasan,
kecuali terdapat alasan ‘keadaan memaksa (force majeur).
iii. Begitu juga bila hal tersebut dilakukan di laut bebas dengan jarak
100 mil dari perairan indonesia.
iv. Kapal yang melintasi perairan pedalaman dari laut bebas ke satu
pelabuhan indonesia atau sebaliknya dan laut bebas ke laut
bebas :
 Harus mengikuti jalur yang telah ditetapkan oleh pemerintah
RI, yang telah diumumkan terlebih dahulu ke dunia
pelayaran.
 Kapal penangkapan ikan diwajibkan menyimpan alat-alat
penangkap ikannya dalam keadaan terbungkus di atas
palka.

6
 Riset ilmiah oleh kapal asing di perairan pedalaman hanya
boleh dilakukan atas izin Presiden RI.
v. Hak lintas damai di laut teritorial di jamin oleh hukum
internasional.
vi. Hak lintas damai di perairan pedalaman diatur oleh negara RI.
vii. Hak lintas damai bagi kapal perang dan kapal pemerintah asing
yang bukan kapal niaga :
 Harus Seizin KASAL
 Harus melalui jalur yang telah ditetapkan
 Kapal selam asing harus muncul di permukaan selama di
wilayah NKRI
 Melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dan melintasi
perairan pedalaman dianggap bukan lintas damai, dan
diwajibkan segera meninggalkan perairan pedalaman.
viii. Kabel telekomunikasi bawah laut yang yang telah dipasang oleh
negara atau badan hukum asing yang melintasi perairan
Indonesia tanpa memasuki daratan tetap dihormati.
ix. Pemerintah Indonesia mengizinkan pemeliharaan dan
penggantian kabel-kabel setelah diterimanya pemberitahuan
sebagaimana mestinya mengenai letak dan maksud untuk
memperbaiki dan mengganti kabel-kabel tersebut.

d. Undang Nomor : 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan


Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.

Pengertian laut teritorial sebagaimana di atur dalam pasal 3 ayat 2 UU


No. 6 Tahun 1996, adalah jalur laut selebar 12 mil diukur dari garis
pangkal kepulauan Indonesia dengan menggunakan garis-garis pangkal
lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air
rendah pulau-pulau dan karang-karang kering terluar dari kepulauan
Indonesia (lihat pasal 3 dan 5 UU). Status hukum laut teritorial Indonesia
adalah tunduk di bawah kedaulatan Negara Indonesia. Konsekuensi dari
kedaulatan ini, bahwa segala pengaturan hukum yang berkenaan
dengan pemanfaatan laut teritorial baik atas kepentingan internasional
maupun kepentingan nasional yang terdapat di dalamnya tunduk pada
pengaturan dan kekuasaan Indonesia.

7
Di perairan laut teritorial, Indonesia mempunyai kekuasaan mutlak atas
wilayah perairan, dasar laut dan tanah dibawahnya serta udara
diatasnya. Tetapi sepanjang berkenaan dengan perairan laut teritorial
kedaulatan ini dibatasi dengan adanya hak lintas damai bagi kapal asing
dan dijamin keberadaannya oleh Konvensi Hukum Laut 1982 (KHL
1982), yaitu pasal 17 sampai dengan pasal 32. Sedangkan dalam Hukum
Laut Nasional Indonesia ketentuan lintas damai bagi kapal asing di atur
dalam pasal 11 sampai dengan pasal 17 UU No. 6 Tahun 1996.
Pembagian Alur Laut Kepulauan Indonesia dibagi menjadi :
i. ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina
Selatan
ii. ALKI II : Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi
iii. ALKI III-A : Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau
Buru)-Laut Seram (Timur Pulau Mongole) - Laut Maluku,
Samudera Pasifik
iv. ALKI III-B : Laut Timor - Selat Leti - Laut Banda – Laut Seram –
Laut Maluku – Samudera Pacifik
v. ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda terus ke utara ke utara ke
ALKI III-A

Gambar 2 :
Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia

e. Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan

Dalam undang-undang ini pemerintah membagi wilayah perairan dan


wilayah yurisdiksi menjadi sebagai berikut :

8
Wilayah Perairan :
i. Perairan pedalaman : adalah semua perairan yang terletak pada
sisi darat dari garis air rendah pantai-pantai Indonesia, termasuk
kedalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi
darat dari suatu garis penutup.
ii. Perairan kepulauan : adalah semua perairan yang terletak pada sisi
dalam garis pangkal kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman
atau jarak dari pantai.
iii. Laut teritorial : adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang
diukur dari garis pangkal Kepulauan Indonesia.

Wilayah Yurisdiksi :
i. Zona tambahan : adalah zona yang lebarnya tidak melebihi 24 (dua
puluh empat) mil laut yang diukur dari garis pangkal dari mana
lebar laut teritorial diukur.
ii. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia : adalah suatu area di luar dan
berdampingan dengan laut teritorial Indonesia yang mengatur
mengenai perairan Indonesia dengan batas terluar 200 (dua ratus)
mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.
iii. Landas Kontinen : meliputi dasar Laut dan tanah dibawahnya dari
area di bawah permukaan Laut yang terletak di luar laut teritorial,
sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran
luar tepi kontinen atau hingga suatu jarak 200 (dua ratus) mil laut
dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur; dalam hal
pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut hingga
paling jauh 350 (tiga ratus lima puluh) mil laut atau sampai dengan
jarak 100 (seratus) mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2.500
(dua ribu lima ratus) meter.

B. Batas Wilayah Pengawasan dan Penindakan Kepabeanan

1. Perairan dan Laut Teritorial Indonesia


Pada masa ordonansi laut teritorial dan lingkungan maritim stbl 1939
No 442, lebar laut teritorial Indonesia dari garis pangkal adalah selebar 3 mil.
Berdasarkan Deklarasi Juanda tahun 1962 lebar laut teritorial adalah selebar
12 mil. Dan berdasarkan Konvensi hukum laut 1982 lebar laut territorial
adalah selebar 12 mil. Yang dimaksudkan dengan garis pangkal adalah :

9
Garis yang digunakan untuk mengukur laut teritorial suatu negara; Garis yang
menghubungkan titik-titik dari pulau terluar, pada saat air rendah.
Konsekuensi dari diberlakukannya laut teritorial selebar 12 mil adalah
bahwa di Indonesia tidak ada lagi laut lepas di antara pulau. Hal ini juga
sebagai konsekwensi logis diakuinya Republik Indonesia sebagai Negara
Kepulauan. Penentuan batas laut teritorial ditentukan oleh negara yang
pantainya berhadapan dan berdampingan, dengan ketentuan dihitung
berdasarkan garis tengah, yaitu garis yang titik-titiknya sama jarak dari titik-
titik terdekat pada ‘garis pangkal’ yang digunakan untuk mengukur lebar laut
teritorial masing-masing negara. Kecuali ada persetujuan lain yang dibuat
antara Negara-negara yang bersangkutan.

Gambar 3 :
Pembagian Batas Teritorial Negara Pantai Berhadapan

Dalam hal pantai Indonesia letaknya berhadapan atau berdampingan


dengan negara lain, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya, garis batas laut
teritorial antara Indonesia dengan negara tersebut adalah garis tengah yang
titik-titiknya sama jaraknya dari titik- titik terdekat pada garis pangkal dari
mana lebar laut teritorial masing-masing negara diukur. Ketentuan tersebut
tidak berlaku apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain
yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua
Negara menurut suatu cara yang berbeda dengan ketentuan tersebut.

Pasal 83 UNCLOS 1982, menetapkan bahwa penentuan batas


landasan kontinental antar negara dengan pesisir yang berhadapan atau
berdekatan akan dilaksanakan melalui perjanjian berdasarkan Hukum

10
Internasional dengan tujuan untuk mencapai suatu penyelesaian yang pantas
dan fair.
Batas landas laut teritorial meliputi Zona Pesisir. Yang dimaksud zona
dapat diartikan daerah atau wilayah. Berdasarkan kedalamannya zona pesisir
dapat dibedakan menjadi 4 wilayah (zona) yaitu :
a. Zona “Lithoral”, adalah wilayah pantai atau pesisir atau “shore”. Di
wilayah ini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut
surut berubah menjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering
disebut juga wilayah pasang surut.
b. Zona “Neritic” (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang
surut hingga kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus
oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak terdapat
berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan,
contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar
kepulauan Riau.
c. Zona “Bathyal” (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki
kedalaman antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat
ditembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak
sebanyak yang terdapat di zona neritic.
d. Zona “Abysal” (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang
memiliki kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat
dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan, jenis hewan yang hidup di
wilayah ini sangat terbatas.

Gambar 4 :
Zona Pesisir Berdasarkan Kedalaman

11
2. Jalur Tambahan
Di samping laut territorial tersebut, berdasarkan Konvensi Hukum
Laut tahun 1982, dikenal juga adanya jalur tambahan selebar 24 mil yang
dihitung dari garis pangkal. Hak negara pantai pada jalur tambahan adalah :
i. Melakukan pencegahan atas pelanggaran kepabeanan, imigrasi,
fiskal, pencemaran, dan peraturan lainnya yang berlaku dalam laut
teritorialnya;
ii. Mengenakan hukuman atas pelanggaran ketentuan atau peraturan
yang terjadi di dalam wilayah laut teritorial.

3. Zona Ekonomi Eksklusif


Lebar Zona Ekonomi Eksklusif adalah selebar 200 mil diukur dari
garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial. ZEE tidak
tunduk kepada kedaulatan negara pantai, hak negara pantai di ZEE ‘hanya’
menikmati ‘hak –hak berdaulat’ tetapi tidak berdaulat.
Kedaulatan negara pantai pada ZEE hanya kedaulatan ekonomis
sumber daya yang ada dalam zona tersebut. Di ZEE semua negara berhak
berlayar dan terbang di atasnya, bebas meletakan pipa dan kabel bawah laut,
penggunaan sah lainnya yang berhubungan dengan kebebasan tersebut.

Hak Negara Republik di Zona Ekonomi Eksklusif adalah melakukan


eksplorasi dan eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber kekayaan
alam di dasar laut dan tanah di bawahnya, serta perairan di atasnya,
eksploitasi ekonomis lainnya, seperti produk energi dari air, arus, dan angin).

Gambar 5 :
Pembagian Wilayah Laut Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB, Montego,
Caracas Tahun 1922

12
4. Landas Kontinen

Pada konvensi jenewa 1958, yang dimaksud dengan Landas Kontinen


(Continental Self) adalah daerah dasar laut dan tanah di bawahnya yang
berada di luar laut teritorial yang merupakan kelanjutan alamiah dari daratan,
daerah dasar laut sampai kedalaman 200 m atau sampai kedalaman yang
masih memungkinkan dilakukan eksplorasi dan eksploitasi.
Sedangkan pada konvensi tentang Dataran Kontinen tahun 1982
diatur sebagai berikut :
i. bila tepian luar kontinen tidak mencapai jarak 200 mil, maka jarak
landas kontinen sampai 200 mil.
ii. bila di luar jarak 200 mil masih terdapat daerah dasar laut yang
merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratan, maka landas
kontinen maksimal 350 mil dan maksimal 100 mil dari garis kedalaman
(isobat) 2.500 meter.
Kemudahan-kemudahan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi
di Landas Kontinen meliputi membangun instalasi-instalasi, menggunakan
kapal-kapal dan/atau alat-alat untuk kepentingan kegiatan tersebut, dan
memelihara instalasi dan alat tersebut.

5. Kewenangan Menetapkan Batas Negara


Wilayah dapat diartikan sebagai ruang dimana manusia yang
menjadi warga negara atau penduduk negara yang bersangkutan hidup

13
serta menjalankan segala aktifitasnya. Di dalam kondisi dunia yang
sekarang ini, maka sebuah wilayah negara tentunya akan berbatasan
dengan wilayah negara lainnya, dan di dalamnya akan banyak terkait aspek
yang saling mempengaruhi situasi dan kondisi perbatasan yang
bersangkutan.
Perbatasan negara seringkali didefinisikan sebagai garis imajiner di
atas permukaan bumi yang memisahkan wilayah satu negara dengan
wilayah negara lainnya. Sejauh perbatasan itu diakui secara tegas dengan
traktat atau diakui secara umum tanpa pernyataan tegas, maka perbatasan
merupakan bagian dari suatu hak negara terhadap wilayah.
Kewenangan Negara Menetapkan Batas Negara, Pendepositan titik
dasar NKRI kepada PBB sesuai dengan ketentuan UNCLOS juga
merupakan sebuah kewenangan yang diberikan oleh Hukum Internasional,
dimana sebuah negara dapat menentukan titik dasar wilayahnya.
Batas wilayah negara Indonesia Di darat, Indonesia berbatasan
dengan Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste.
Sedangkan di laut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia,
Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Niugini, Australia dan Timor-
Leste.
Berdasarkan perkiraan tantangan yang akan dihadapi di masa
mendatang yang semakin kompleks, maka penegakan hukum kepabeanan
dan cukai akan senantiasa terkait erat dengan tugas dan fungsi untuk
mengamankan potensi penerimaan keuangan negara (revenue collector)
dan memfasilitasi perdagangan internasional (trade facilitator) sehingga
diperlukan upaya-upaya adalah revitalisasi sumber daya
manusia,pemanfaatan sistem informasi dan sistem teknologi, aplikasi
manajemen resiko yang handal, peningkatan sistem koordinasi antar
lembaga terkait, kerjasama internasional di bidang kepabeanan.

Gambar 6 :
Peta Wilayah Batas Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia

14
BAB II
KEWENANGAN PENGAWASAN DAN PENINDAKAN DI
BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI

A. Kewenangan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai

Berdasarkan pasal 1 Undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan


sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2006, kepabeanan
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang
masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk.
Dari pengertian pada pasal 1 tersebut sangat jelas bahwa institusi bea dan cukai
memiliki peranan yang sangat penting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, yaitu
melakukan pengawasan terhadap barang yang keluar atau masuk ke daerah pabean
Indonesia serta melakukan pungutan uang untuk negara.

15
Institusi kepabeanan dan cukai yang memiliki peranan yang sangat vital dalam hal
perdagangan internasional dituntut untuk melakukan pengawasan terhadap barang-barang
yang masuk ke wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Insitusi kepabeanan dan cukai
memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan penjagaan terhadap stabilitas keamanan dan
stabilitas perekonomian dalam negeri.

Kewenangan di bidang kepabeanan meliputi :


a) Melakukan pengawasan sarana pengangkut di laut, sungai menggunakan kapal patroli
atau sarana lainnya, dan dapat dilengkapi dengan senjata api yang jumlah dan
jenisnya ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
b) Melakukan penegahan dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan/atau
barang diatasnya.
c) Mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap
barang impor, ekspor yang belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya dan barang
lain yang harus diawasi yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau
tempat lain.
d) Melakukan pemeriksaan pabean atas barang impor atau barang ekspor setelah
pemberitahuan diserahkan.
e) Melakukan pemeriksaan karena jabatan terhadap barang impor atau ekspoor sebelum
atau sesudah pemberitahuan pabean diserahkan.
f) Membuka dan memeriksa barang impor atau ekspor yang dikirim melalui pos didepan
penerima, atau bersama dengan petugas kantor pos apabila penerima tidak
ditemukan.
g) Menunda pemberian persetujuan pengeluaran barang, dalam hal pemberitahuan
pabean tidak memenuhi syarat.
h) Melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu yang diangkut dalam
daerah pabean.
i) Berwenang meminta buku, catatan, surat menyurat yang berkaitan dengan impor atau
ekspor dan mengambil contoh barang untuk pemeriksaan pabean.
j) Berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap pengguna jasa yang berhubungan
langsung dengan Bea dan Cukai atau juga pengguna jasa lain yang terkait dengan
proses impor ekspor.
k) Memeriksa bangunan dan tempat lain yang penyelenggaraannya berdasarkan izin
yang telah diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan bangunan atau
tempat lain yang bukan tempat tinggal yang berhubungan.

16
l) Memeriksa badan orang yang akan masuk atau keluar daerah pabean

Kemudian pada bidang cukai, sebagaimana dengan pajak-pajak lainnya disamping


mempunyai objek yang ditetapkan sebelumnya juga dalam undang-undang cukai diatur
tentang saat terutang, pelunasan, fasilitas, pemagihan dan pengembalian serta kadaluarsa
utang cukai. Untuk mengamankan pungutan negara dibidang cukai, maka ditunjuk pejabat
Bea dan Cukai mengamankan hak-hak negara yang telah melekat pada BKC sebagai akibat
dari penetapan peraturan undang-undang.
Untuk mengamankan pungutan negara dibidang cukai, maka ditunjuk pejabat Bea
dan Cukai mengamankan hak-hak negara yang telah melekat pada BKC sebagai akibat dari
penetapan undang-undang.

Kewenangan di bidang cukai meliputi :


a) Penghentian BKC dan sarana pengangkut dan/atau barang lain yang terkait dengan
BKC yang berada dalam sarana pengangkut;
b) Pemeriksaan terhadap dan sarana pengangkut dan/atau barang lain yang terkait
dengan BKC yang berada dalam sarana pengangkut atau pabrik, tempat
penyimpanan, atau tempat lain dan bangunan;
c) Penegahan terhadap Sarana pengangkut , BKC, dan/atau barang lain yang terkait
dengan BKC yang berada dalam sarana pengangkut atau yang berada di pabrik,
tempat penyimpanan, tempat usaha penyalur, TPE dan tempat-tempat lain;
d) Audit terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir BKC,
penyalur dan pengguna BKC yang mendapatkan fasilitas pembebasan;
e) Penyegelan, Untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka
pengamanan keuangan negara pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengunci,
menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan;
f) Mengambil tindakan yang diperlukan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai
atau tanda pelunasan cukai lainnya.

B. Kegiatan Pengawasan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai

Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World Customs
Organization (WCO) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode
untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul WCO
tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung pendeteksian
dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan penelitian dokumen,
pemeriksaan fisik, dan audit pasca-impor.

17
Kegiatan pengawasan dilaksanakan sesuai kewenangan kepabeanan dan cukai
berdasarkan ketentuan yang berlaku dan dilaksanakan secara sistematis, sinergis dan
komprehensif. Fungsi pengawasan Kepabeanan dilaksanakan dengan ketentuan :
a) fungsi intelijen dalam pengelolaan informasi meliputi pengumpulan, penilaian, analisis,
distribusi dan evaluasi data atau informasi, yang dilaksanakan oleh Unit Intelijen;
b) fungsi penindakan dalam pelaksanaan upaya fisik yang bersifat administratif meliputi
penghentian, pemeriksaan, penegahan, penyegelan, dan penindakan lainnya, yang
dilaksanakan oleh Unit Penindakan;
c) fungsi penanganan perkara meliputi penelitian/penyelidikan, penyidikan, penanganan
barang hasil penindakan dan barang bukti, penerbitan rekomendasi untuk pengenaan
sanksi administrasi, dan kegiatan lainnya berkaitan dengan penanganan perkara
kepabeanan dan cukai, yang dilaksanakan oleh Unit Penyidikan;
d) fungsi intelijen dalam pengelolaan informasi berupa pengumpulan, penilaian, analisis,
distribusi, dan evaluasi data atau informasi serta penindakan dalam pelaksanaan
upaya fisik yang bersifat administratif berupa patroli, penghentian, pemeriksaan,
penegahan, penyegelan, dan penindakan lainnya dalam pengawasan kepabeanan
berkaitan dengan NPP, yang dilaksanakan oleh Unit Narkotika.
e) fungsi pengelolaan sarana operasi pengawasan berupa penyediaan, penempatan,
pemeliharaan, pemanfaatan dan evalusi penggunaan sarana operasi dilaksanakan
oleh Unit Sarana Operasi.

Apabila dipandang dari sifatnya pengawasan dapat dikategorikan menjadi beberapa


macam yaitu :
a) Pengawasan yang bersifat Built in. Pengawasan ini berdasarkan satu paket dan
terbagi atas spesialisasi dari masing-masing bidang. Dengan demikian unit
pengawasan harus terpisah dari unit pelaksana. Contohnya pengawasan internal
seperti halnya dalam pengawasan terhadap kinerja pejabat bea dan cukai, sedangkan
pengawasan eksternal akan dilakukan oleh pengawas diluar DJBC.
b) Pengawasan yang bersifat intelijen, Pengawasan dengan pengumpulan data dan
informasi, identifikasi dan analisis terhadapnya sehingga akan menghasilkan apa yang
disebut sebagai hasil intilijen. Hasil ini akan disebarkan kepada unit opersional untuk
melaksanakan pengawasan. Unit intelijen seharusnya terpisah dengan unit
operasional karena sistem dan cara kerjanya beda.
c) Pengawasan pemeriksaan pembukuan/Post Clearance Audit. Pengawasan yang
dilakukan setelah selesainya beberapa prosedur pemberitahuan dan pemeriksaan
yang disebut dengan bersifat audit (pemeriksaan pembukuan).

18
C. Kegiatan Intelijen Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tanhun 2010, Intelijen adalah orang yang
bertugas mencari (mengamat-amati) seseorang atau dinas rahasia (spionase). Namun
menurut Qusyairi, 2010, intelijen tidak sekedar berkonotasi dengan kegiatan spionase
namun akan bermakna lebih luas sebagai cara mendapatkan informasi dengan
menggunakan kecerdasan otak atau pikiran.
Pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan
penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan : penelitian dokumen, pemeriksaan
fisik, dan audit paska impor.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengalami kesulitan
dalam mengawasi kemungkinan terjadinya pelanggaran karena adanya sisi lemah dari suatu
peraturan. Semakin canggihnya cara dan teknik pelanggaran dan penyelundupan sehingga
terkadang sulit untuk dibuktikan pelanggarannya. Adanya kepentingan pihak lain (antara lain
undang-undang kerahasiaan bank), menyangkut hak azasi perorangan yang dilindungi oleh
undang-undang. Sehubungan dengan kepentingan/kesejahteraan umum, berkaitan dengan
ketentuan perundang-undangan, membuat DJBC harus memikirkan cara untuk melakukan
pengawasan dengan lebih efektif dan efisien.

Fungsi Intelijen yaitu :


a) Disclosive, Unit intelijen taktis sebelum melakukan kegiatan intelijen berdasarkan
Siklus Intelijen harus memperjelas Problem Intelijen. Sehingga semua petugas intelijen
yang akan dilibatkan mulai dari pengumpulan informasi sampai pada tahap diseminasi
produk intelijen, mengerti secara jelas tujuan dan kegiatan/organisasi
b) Predictive, berfungsi sebagai unit yang juga menghasilkan prediksi apa yang akan
terjadi.
c) To Produce Inteligence, kegiatan intelijen yang dilakukan bertujuan untuk
menghasilkan suatu produk intelijen (inteligence product) yang akan digunakan oleh
unit operasional

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-90/BC/2003


tanggal 31 Maret 2003 Tentang Nota Hasil Intelijen, kegiatan intelijen dalam kepabeanan
dan cukai adalah : Rangkaian Kegiatan di dalam siklus intelijen yang meliputi perencanaan,
pengumpulan, penilaian, penyusunan, pembandingan, analisis, penyebaran, dan pengkajian
ulang informasi yang berasal dari data base dan informasi lainnya sehingga diperoleh suatu

19
produk intelijen yang akurat dan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya atau
melakukan penindakan terhadap pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai.
Oleh World Customs Organization (WCO) intelijen pabean menurut tingkatannya
dikategorikan dalam tiga tipe, yaitu :
a) Intelijen Strategis, kegiatan intelijen yang dilakukan oleh pusat yang bertujuan untuk
menghasilkan suatu produk intelijen (inteligence product) yang akan digunakan oleh
unit operasional.
b) Intelijen Operasional, kegiatan intelijen yang dilakukan oleh regional/wilayah yang
bertujuan untuk menghasilkan suatu produk intelijen (inteligence product) yang akan
digunakan oleh unit operasional
c) Intelijen Target, kegiatan intelijen yang dilakukan oleh kantor pengawasan yang
bertujuan untuk menghasilkan suatu produk intelijen (inteligence product) yang akan
digunakan oleh unit operasional.

Kunci dari intelijen adalah informasi, sehingga tanpa informasi tidak akan ada intelijen,
dan kualitas dari produk intelijen ditentukan oleh :
a) Relevant, dari sejumlah informasi yang ada berdasarkan tujuan intelijen yang jelas.
b) Accurate, tingkat ketepatan informasi tersebut
c) Timely, tepat waktu dan tersedia saat dibutuhkan

Ketiga faktor tersebut dikenal dengan istilah RAT, bagi pengumpuk informasi jangan pernah
menyediakan informasi yang bukan RAT. Seorang informan misalnya menyampaikan
laporan dengan bahasa sandi kepada intelijen yang memberinya tugas “tikus besar sudah
lewat” artinya informasi yang dicari sudah diketahui banyak orang atau sudah terbuka.

Elemen kunci intelijen berikut harus terjawab dengan tuntas dan rinci, yaitu :
a) Siapa, dari siapa informasi dapat diperoleh. Apakah dalam jajaran Bea Cukai, POLRI,
Kejaksaan, Badan POM, Departemen Perdagangan, Imigrasi, BIN, Karantina, Kadin,
Ginsi, Gafeksi dan sebagainya
b) Apa, Informasi apa yang diperlukan tentang orang, perusahaan, eksportir, importir,
PPJK, suplier, barang, kegiatan, arus barang, fasilitas kepabeanan, harga barang,
pabrik, produsen, industri minuman, pabrik hasil tembakau (HT)/ Etil Alkohol
(EA)/Minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan sebagainya.
c) Kapan, informasi itu harus sudah diperoleh (saat ini, secepatnya, paling lambat,
sepanjang periode tertentu).

20
d) Dimana, Dimana informasi itu dapat diperoleh (di file, data base/pangkalan data, Kantor
Polisi, Kantor Penerbangan/Pelayaran, Kantor Freight Forwarder, internet dan
sebagainya).
e) Mengapa, Kenapa informasi itu diperlukan (karena data yang dimiliki kurang lengkap,
ada perbedaan data/information gap), untuk mengungkap modus operandi, untuk
melakukan pencegahan, penindakan, penegahan, penyelidikan, penyidikan, untuk
menetapkan kebijakan operasional, kepentingan dalam rangka menyusun rancangan
suatu peraturan dan sebagainya.
a. Bagaimana, Bagaimana informasi itu diperoleh (dibeli, penugasan informan, melalui
pertukaran data elektronik (PDE) dengan unit lain dalam jajaran Bea Cukai atau
instansi penegak hukum lain, kerjasama dengan AP negara lain, diakses dari internet
dan sebagainya.

Organisasi intelijen terdiri dari :

Gambar 7 :
Struktur Intelijen

Pimpinan

Staf

Observer Agent Informan

21
Unsur Lapangan

Petugas Tugas Khusus Syarat

Observer • Mengadakan peninjauan • Harus dapat bergaul secara luas


• Menyampaikan laporan • Dapat menyesuaikan diri secara
cepat, dimanapun ia ditugaskan
• Memiliki keahlian istimewa untuk
dapat mengetahui perubahan-
perubahan penting
• Peka terhadap apa yang sedang
menjadi persoalan
Agent • Melaksanakan instruksi • Dapat dipercaya loyalitasnya
pusat • Mempunyai pengetahuan dan
• Memberikan laporan pendidikan yang cukup
sesuai kebutuhan pusat • Mengetahui, menguasai situasi seluk
beluk setempat
• Terbuka menerima segala informasi
Informan • Memberikan fakta tanpa • Tidak terlihat, baik dalam tugas
membuat analisa atau maupun fungsinya
saran • Kerahasiaan informan harus terjamin
• Memberikan laporan
yang sifatnya petunjuk
yang harus dinilai, diolah
terlebih dahulu untuk
menjadi laporan intelijen

Kegiatan intelijen dilaksanakan oleh Unit Intelijen dalam rangka pendeteksian dini atas
pelanggaran. Kegiatan intelijen dilaksanakan dengan kegiatan pengelolaan informasi sesuai
siklus intelijen, meliputi :

1. Pengumpulan data atau informasi

Bersumber dari :

a) Internal DJBC berupa data atau informasi yang diperoleh melalui kegiatan :
i. Surveillance : dilaksanakan dengan kegiatan pengamatan terhadap
orang, tempat, sarana pengangkut dan/atau obyek tertentu secara
berkesinambungan pada periode tertentu yang dilakukan secara tertutup
dalam rangka pengumpulan atau pendalaman data atau informasi yang

22
dapat menunjukkan adanya indikasi pelanggaran kepabeanan dan/atau
cukai
ii. Monitoring : dilaksanakan dengan kegiatan pengamatan terhadap data-
data transaksi pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan/atau cukai.
iii. atau penerimaan informasi dari unit internal lainnya; dan/atau

b) Eksternal DJBC berupa data atau informasi yang diperoleh dari laporan
masyarakat atau institusi atau sumber eksternal lainnya.

c) Klasifikasi kepercayaan sumber informasi dan validitas informasi berpedoman


pada teknik Admiralty System yaitu sebagai berikut :

Kepercayaan Sumber Kebenaran Keterangan

Nilai Arti Nilai Arti

A Dapat dapat dipercaya 1 Dipastikan kebenarannya

B Biasanya dapat dipercaya 2 Besar kemungkinan


kebenarannya

C Cukup dipercaya 3 Kemungkinan benarnya


berimbang (50-50)

D Biasanya tidak dapat dipercaya 4 Diragukan kebenarannya

E Tidak dapat dipercaya 5 Dipstikan tidak benar

F Tidak dapat dipertimbangkan 6 Kebenarannya tidak dapat dinilai


sama sekali

2. Penyeleksian Data
Hasil pengumpulan data atau informasi dilakukan penyeleksian data atau informasi
dengan penelitian terhadap lingkup informasi yang berkenaan dengan kepabeanan
dan/atau cukai dalam rangka menentukan kelayakan data atau informasi untuk
dilakukan klasifikasi. Hasil pengumpulan data atau informasi tersebut akan dituangkan
dalam Lembar Informasi (LI). Hasil pengumpulan data atau dikelola dalam Pangkalan
Data Intelijen yang berisi informasi yang bermanfaat untuk pengawasan kepabeanan
dan/atau cukai, antara lain pangkalan data : importir atau eksportir, pengusaha barang
kena cukai, PPJK, komoditi, dan lalu lintas penumpang pesawat udara.

3. Penilaian Data
Penilaian dilakukan dengan pengklasifikasian data atau informasi berdasarkan LI
dalam rangka menentukan kelayakan data atau informasi untuk dilakukan analisis.
Pengklasifikasian informasi dilakukan berdasarkan kriteria tertentu berupa kehandalan

23
sumber dan validitas informasi yang diperoleh. Hasil penilaian data atau informasi
sebagaimana dimaksud pada dituangkan dalam Lembar Klasifikasi Informasi (LKI).

4. Analisis Data
Analisis data atau informasi dilakukan dengan mencocokkan, membandingkan,
menguji dan meneliti data atau informasi berkaitan dengan indikasi pelanggaran
kepabeanan dan/atau cukai. Analisis data atau informasi dilakukan berdasarkan :
a) Lembar Klasifikasi Informasi (LKI)
b) Nota Pengembalian Informasi (NPI)
Hasil analisis data atau informasi sebagaimana dimaksud pada dituangkan dalam
Lembar Kerja Analisis Intelijen (LKAI).

5. Penyebaran Rekomendasi
Lembar Kerja Analisis Intelijen (LKAI) hanya disebarkan terbatas pada Unit
Pengawasan atau pihak terkait ditindaklanjuti dengan penerbitan produk-produk
intelijen berupa :
a) Nota Hasil Intelijen (NHI) yang memuat informasi mengenai indikasi kuat adanya
pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai yang bersifat spesifik dan mendesak
dari Unit Intelijen, untuk segera dilakukan penindakan oleh Unit Penindakan
Kantor Pelayanan;
b) Nota Informasi Penindakan (NIP) yang memuat informasi mengenai indikasi
adanya pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai yang bersifat spesifik dari Unit
Intelijen, untuk dapat dilakukan penindakan oleh Unit Penindakan Kantor Pusat
atau Kantor Wilayah secara horizontal;
c) Nota Informasi (NI) yang memuat informasi mengenai indikasi adanya
pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai yang bersifat umum atau spesifik
untuk dapat dilakukan penelitian mendalam oleh Unit Intelijen di Kantor Wilayah
atau Kantor Pelayanan;
d) Rekomendasi untuk audit, perbaikan sistem dan prosedur atau lainnya; atau
e) informasi lainnya, antara lain meliputi kecenderungan pelanggaran yang bersifat
umum atau peta kerawanan yang dapat digunakan sebagai salah satu dasar
pelaksanaan patroli.

6. Pendistribusian
Pendistribusian produk intelijen sebagaimana dimaksud dalam dilaksanakan secara
elektronik melalui hubungan langsung antar komputer atau melalui sistem Pertukaran
Data Elektronik; atau secara manual, dalam hal distribusi secara elektronik tidak dapat

24
dilakukan. Untuk kecepatan dan kerahasiaan, NHI atau NI dapat disampaikan lebih
awal melalui faksimili, radiogram, telepon, atau surat elektronik mendahului
penyampaian.

7. Pemutakhiran Data

Pemutakhiran data dalam profil intelijen yang meliputi profil penumpang, profil
perusahaan, profil komoditi, profil pengusaha barang kena cukai, dan profil lainnya,
dilaksanakan oleh Subdirektorat Intelijen berdasarkan informasi dan masukan dari
Kantor dan/atau Direktorat terkait. Pemutakhiran data dalam Profil Intelijen dapat
dilakukan berdasarkan Profil Penyidikan yang berasal dari Unit Penyidikan.
Profil Penyidikan oleh Unit Intelijen digunakan sebagai dasar penyusunan analisis
pasca
penindakan (post seizure analysis). Analisis tersebut sekurang-kurangnya memuat :
a) kronologis pelanggaran;
b) modus operandi;
c) indikator risiko pelanggaran;
d) analisis kebijakan atau peraturan perundang-undangan;
e) proses penanganan pelanggaran; dan
f) kesimpulan dan saran.
Subdirektorat Intelijen dapat melaksanakan penyebaran informasi hasil penindakan
kepada seluruh Unit Intelijen. Penyebaran informasi dilaksanakan segera dengan
penerbitan Distribusi Informasi Penindakan (DIP) yang dibuat berdasarkan Informasi
Penindakan (IP). DIP digunakan sebagai masukan dalam pengolahan data atau
informasi.
Unit Intelijen menerima permintaan Nota Profil (NP) yang memuat Profil Intelijen dari
Unit Penyidikan. Nota Profil (NP) sekurang-kurangnya memuat identitas dan data
pelanggaran dari orang dan/atau perusahaan.

Penyamaran digunakan dalam kegiatan pengumpulan informasi atau untuk


membantu unit operasional pada saat akan dilakukan penyergapan. Penyamaran yang
dilakukan dalam waktu cukup lama (biasanya lebih dari satu tahun) dikenal dengan istilah
penyusupan (infiltration). Penyamaran untuk memperoleh informasi dilakukan pada kegiatan
intelijen, dikarenakan alasan-alasan :
a. Informasi atau barang bukti tidak dapat diperoleh dengan cara investigasi secara
terbuka.

25
b. Untuk mengurangi waktu dan biaya, apabila berdasarkan pertimbangan tersebut
informasi yang didapat jauh lebih singkat waktunya dan lebih murah.
c. Apabila penyelidikan terbuka tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan,
tidak dapat dilanjutkan karena tidak ada data sama sekali yang mendukung investigasi
tersebut.

Tujuan dilakukan penyamaran :


a. Mendapatkan informasi atau bahan intelijen
b. Mendapatkan barang bukti untuk penuntutan
c. Menetapkan apakah pelanggaran direncanakan oleh suatu organisasi atau sindikat
atau perorangan
d. Mengidentifikasi individu yang terlibat, saksi-saksi bahkan pemberi informasi itu sendiri
perlu diidentifikasi kalau itu bukan informan yang diberi tugas oleh pihak lain
e. Mengetahui tingkat kebenaran dari pemberi informasi
f. Mengetahui lokasi barang-barang selundupan
g. Mempertimbangkan waktu yang paling menguntungkan dalam penangkapan atau
penyergapan

D. Kegiatan Penindakan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai

Kegiatan penindakan kepabeanan dilakukan oleh Unit Penindakan untuk


mengamankan hak-hak negara dan menjamin pemenuhan kewajiban pabean dan/atau
cukai dengan upaya fisik yang bersifat administratif sesuai ketentuan yang berlaku. Kegiatan
penindakan meliputi kegiatan :

1. Penelitian Pra-Penindakan;
Penindakan ini dilaksanakan apabila berdasarkan informasi yang diperoleh dari
unit intelijen terdapat indikasi pelanggaran. Informasi tersebut dapat berupa Nota Hasil
Intelijen (NHI), Nota Informasi Penindakan (NIP), atau informasi lainnya (yang dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam pelaksanaan kegiatan patroli). Penindakan
dapat dilakukan tanpa informasi dari unit intelijen karena kondisi yang bersifat
mendesak, seperti dalam hal :
a) terdapat informasi dari sumber lain terkait dengan penindakan yang perlu
segera dilakukan yang harus dituangkan dalam Lembar Informasi (LI-1)
b) tertangkap tangan, termasuk oleh masyarakat; atau
c) merupakan hasil pengembangan penindakan oleh Unit Penindakan terkait
dengan penindakan yang sedang dilakukan.

26
Atas informasi berupa Nota Hasil Intelijen (NHI) atau Nota Informasi Penindakan (NIP)
dilakukan analisis untuk menentukan kelayakan operasional, yang meliputi :
a) substansi pelanggaran yang meliputi jenis, tempat, waktu dan pelaku
pelanggaran;
b) kewenangan penindakan;
c) ketersediaan personil dan sarana penindakan.

Dalam hal hasil analisis memenuhi kelayakan operasional, maka akan


ditindaklanjuti dengan operasi penindakan. Namun apabila tidak memenuhi kelayakan
operasional, maka akan diberitahukan kepada Unit Intelijen untuk pengolahan
informasi lebih lanjut melalui Nota Pengembalian Informasi (NPI). Hasil analisis akan
dituangkan dalam Lembar Analisis Pra-penindakan (LAP).

2. Penentuan Skema Penindakan


Sebelum melakukan operasi penindakan, Unit Penindakan akan menentukan
skema penindakan dengan mempertimbangkan kriteria pokok berupa tempat
pelanggaran dan kriteria tambahan berupa ketersediaan personil, sarana operasi,
waktu dan/atau kompleksitas penindakan yang akan dilakukan.
Operasi Penindakan dilakukan oleh Unit Penindakan pada Kantor Pelayanan
apabila tempat pelanggaran berada pada wilayah kerja Kantor Pelayanan; dan Kantor
Pelayanan tersebut memiliki kesiapan personil dan sarana operasi.
Operasi penindakan dilakukan oleh Kantor Wilayah apabila tempat
pelanggaran berada pada lebih dari satu wilayah kerja Kantor Pelayanan namun masih
dalam satu wilayah kerja Kantor Wilayah dan Kantor Wilayah memiliki kesiapan
personil, sarana operasi, waktu dan/atau kompleksitas penindakan.
Operasi penindakan dilakukan oleh kantor Pusat apabila tempat pelanggaran
berada pada lebih dari satu wilayah kerja Kantor Pelayanan atau Kantor Wilayah; dan
Kantor Pusat memiliki kesiapan personil, sarana operasi, waktu dan/atau kompleksitas
penindakan.
Operasi penindakan dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria
kewenangan berdasarkan surat perintah dengan skema :

a) Penindakan Mandiri
Dilaksanakan oleh Unit Penindakan Kantor DJBC yang menerima informasi
tanpa bantuan Unit Penindakan Kantor DJBC lain dengan dibuatkan Surat Bukti
Penindakan (SBP) dan berita acara terkait atas pelaksanaan penindakan.

b) Penindakan Dengan Perbantuan

27
Dilaksanakan oleh Unit Penindakan Kantor DJBC yang menerima informasi
dengan bantuan Unit Penindakan Kantor DJBC lain berdasarkan permintaan
tertulis sebelum penindakan, yang disampaikan secara hierarkis disertai alasan
dengan mempertimbangkan kriteria kewenangan dan dibuatkan Surat Bukti
Penindakan (SBP) serta berita acara terkait atas pelaksanaan penindakan.
Dalam keadaan mendesak yang tidak memungkinkan permintaan bantuan
disampaikan sebelum penindakan, maka pemberitahuan disampaikan segera
setelah penindakan dilakukan.

c) Penindakan Yang Dilimpahkan


Dilakukan dengan melimpahkan penindakan ke Unit Penindakan Kantor DJBC
lain secara vertikal/horizontal berdasarkan Memo Pelimpahan Penindakan
(MPP) yang berisi intruksi pelimpahan dengan mempertimbangkan kriteria
kewenangan dari Unit Penindakan Kantor Pusat ke Unit Penindakan Kantor
DJBC atau dari Unit Penindakan Kantor Wilayah ke Unit Penindakan Kantor
Pelayanan dan membuat Surat Bukti Penindakan (SBP) dan berita acara terkait
penindakan.

d) Penindakan Yang Dilimpahkan Dengan Perbantuan.


Dilaksanakan oleh Unit Penindakan Kantor Pusat DJBC yang melimpahkan
dengan perbantuan ke Unit Penindakan kantor DJBC lain secara
vertikal/horizontal disertai bantuan. Penindakan yang dilimpahkan dengan
perbantuan dilaksanakan berdasarkan Memo Pelimpahan Penindakan (MPP)
yang berisi instruksi pelimpahan dengan bantuan dengan mempertimbangkan
kriteria kewenangan yaitu dari Unit Penindakan Kantor Pusat ke Unit
Penindakan Kantor DJBC atau dari Unit Penindakan Kantor Wilayah ke Unit
Penindakan
Kantor Pelayanan. Penindakan dilaksanakan oleh Kantor DJBC yang menerima
pelimpahan dengan membuat Surat Bukti Penindakan (SBP) dan berita acara
terkait penindakan.

3. Patroli Dan Operasi Penindakan

Kegiatan Unit Penindakan dilaksanakan dengan patroli dan/atau operasi


penindakan berdasarkan informasi yang bersifat umum atau dalam rangka
pencegahan pelanggaran dalam bentuk patroli laut dan patroli darat.
a. Patroli, dilaksanakan berdasarkan informasi yang bersifat umum atau dalam
rangka pencegahan pelanggaran.

28
i. Patroli Laut,
Patroli laut dilaksanakan secara rutin atau sewaktu-waktu dalam rangka
pencegahan pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai termasuk untuk
mencari dan menemukan dugaan pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai.
Patroli Laut dilaksanakan di seluruh wilayah perairan Indonesia serta
tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Kepabeanan.

Patroli laut dapat dilaksanakan dalam rangka :

 koordinasi dengan Administrasi Pabean negara lainnya;

 koordinasi dalam kegiatan pertahanan dan keamanan laut sesuai


permintaan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla),Tentara
Nasional Indonesia, berdasarkan nota kesepahaman;

 koordinasi dalam kegiatan penegakan hukum sesuai permintaan


instansi terkait berdasarkan nota kesepahaman;

 perbantuan dalam kegiatan Search and Rescue (SAR) berkenaan


dengan keadaan darurat sesuai permintaan Badan SAR
Nasional/Daerah; atau

 perbantuan dalam kegiatan pengamanan dan pelaksanaan tugas


pejabat negara berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal.

Patroli laut dilaksanakan oleh Satuan Tugas Patroli yang sekurang-


kurangnya terdiri dari Komandan Patroli, Nakhoda, dan anggota patroli.
Komandan Patroli bertanggungjawab sebagai pimpinan tugas patroli laut,
yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur/golongan II c dan memiliki
kualifikasi teknis pemeriksa.

Gambar 8 :
Tim Patroli

29
Komandan
Patroli

Nahkoda

ABK Pemeriksa PPNS

Nakhoda bertanggungjawab dalam pengoperasian kapal, keselamatan kapal


dan personil serta tugas lainnya berkaitan dengan tugas patroli laut dari
Komandan Patroli.
Anggota patroli meliputi anak buah kapal yang memiliki kualifikasi di bidang
perkapalan dan/atau pegawai yang ditunjuk. Satuan Tugas Patroli wajib
mengenakan Pakaian Seragam Dinas sesuai ketentuan yang berlaku.
Kegiatan patroli laut dilaksanakan sesuai dengan wilayah kerja Kantor
Pelayanan DJBC atau patroli laut gabungan dalam satu wilayah kerja Kantor
Wilayah secara mandiri, dengan memanfaatkan kapal patroli dan/atau awak
kapal patroli yang dimiliki atau dari Pangkalan Sarana Operasi yang berada
di bawahnya.
Kegiatan patroli laut dapat dilaksanakan secara lintas wilayah kerja Kantor
Wilayah DJBC dalam skema Kerjasama Operasi (KSO), dengan
memanfaatkan kapal patroli dan/atau awak kapal patroli yang dimiliki untuk
pengawasan pada wilayah kerja Kantor Wilayah DJBC lain berdasarkan
permintaan tertulis atau berdasarkan MoU antar Kantor Wilayah DJBC
terkait; Pelaksanaan patroli masih dalam wilayah kerja PSO; atau
Pengoperasian kapal patroli termasuk penugasan komandan patroli secara
teknis dan pembiayaan menjadi tanggung jawab Kantor Wilayah DJBC yang
membawahi PSO.
Kegiatan patroli laut dapat dilaksanakan secara lintas wilayah kerja Kantor
Wilayah DJBC dalam skema Bawah Kendali Operasi (BKO), dengan
memanfaatkan kapal patroli dan/atau awak kapal patroli yang dimiliki untuk
pengawasan pada wilayah kerja Kantor Wilayah DJBC lain.
Persiapan patroli laut dilaksanakan dengan pemenuhan persyaratan meliputi
kelengkapan administrasi patroli berupa surat perintah dan dokumen

30
administrasi patroli yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
merupakan dasar pelaksanaan patroli. Surat perintah berupa :
a) Surat Perintah Patroli (SPP) kepada Komandan patroli dan anggota
patroli, dan Surat Perintah Berlayar (SPB) kepada nakhoda dan anak
buah kapal.
b) Sarana patroli berupa kapal patroli berikut perlengkapannya wajib
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c) Sarana operasi berupa senjata dapat digunakan dalam pelaksanaan
patroli dan wajib dilengkapi dengan Izin Penguasaan Pinjam Pakai
Senjata Api Dinas yang dikeluarkan oleh Pejabat yang menerbitkan
surat perintah. Izin Penguasaan Pinjam Pakai Senjata Api Dinas
dilampiri dengan Daftar Penempatan Senjata Api Dinas yang
mencantumkan jumlah, jenis, merk, tipe, dan ukuran/caliber serta
jumlah amunisi untuk masing-masing jenis serta nama-nama pejabat
yang bertanggung jawab untuk tiap-tiap senjata api dinas.
d) Kelengkapan administrasi patroli berupa dokumen patroli berupa :

 dokumen tugas patroli, sekurang-kurangnya meliputi dokumen


untuk pemeriksaan, penegahan, penyegelan dan penggunaan
senjata api yang merupakan tanggungjawab komandan patroli.

 dokumen sarana patroli, sekurang-kurangnya meliputi dokumen


kapal, mesin, radio dan peralatan lain yang merupakan
tanggungjawab nakhoda.

 sarana patroli berupa kapal patroli berikut perlengkapannya


termasuk senjata api dalam hal diperlukan, dan personil Satuan
Tugas Patroli terdiri dari Komandan Patroli, Nakhoda, anak buah
kapal dan anggota patroli.

Patroli laut dilaksanakan dengan kegiatan meliputi :

1) Pelaporan Keberangkatan dan Selama Berlayar;


wajib dilaksanakan oleh Komandan Patroli kepada Pejabat yang
menerbitkan surat perintah melalui radio atau alat komunikasi lainnya,
berupa : pelaporan saat keberangkatan, yaitu pada saat kapal patroli
meninggalkan dermaga. Dan pelaporan selama berlayar secara
berkala sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) jam atau sesuai dengan
perintah pejabat yang menerbitkan surat perintah mengenai posisi
kapal patroli, personil Satuan Tugas Patroli, sarana patroli, cuaca dan

31
keadaan yang dihadapi. Komandan patroli bertanggung jawab
terhadap kelancaran/ kesinambungan komunikasi dan pelaporan
selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari, baik antar kapal patroli
maupun dengan pejabat yang menerbitkan surat perintah.

2) Penentuan Sasaran Patroli


Sasaran pelaksanaan patroli ditujukan terhadap sarana pengangkut
yang berbendera Indonesia, asing, atau tanpa bendera yang berada di
seluruh perairan dalam Daerah Pabean Indonesia dan di perairan yang
digunakan untuk pelayaran internasional dalam rangka pengejaran
tidak terputus (hot pursuit).
Sasaran pelaksanaan patroli dikecualikan terhadap Kapal Perang dan
Kapal Instansi Penegak Hukum dan Sarana Pengangkut yang disegel
oleh penegak hukum lain.
Penentuan sasaran pelaksanaan patroli dilaksanakan berdasarkan
hasil pengamatan terhadap asal, rute, jenis, haluan sarana pengangkut
dan muatan barang untuk dapat dilakukan penghentian dan
pemeriksaan.

3) Penghentian Sarana Pengangkut


Penghentian sarana pengangkut serta barang impor, ekspor,barang
tertentu, barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait yang
berada di atasnya, dilaksanakan oleh Pejabat secara selektif
berdasarkan informasi adanya dugaan pelanggaran. Sarana
pengangkut meliputi :

 alat yang digunakan untuk mengangkut impor, ekspor, barang


tertentu, barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait
di darat, di air, atau di udara; dan

 orang pribadi yang mengangkut impor, ekspor, barang tertentu,


barang kena cukai dan/atau barang lainnya tanpa menggunakan
alat angkut.
Penghentian sarana pengangkut yang diduga melakukan pelanggaran,
dilaksanakan oleh Satuan Tugas Patroli atas perintah Komandan
Patroli dengan memberikan tanda/isyarat yang berupa isyarat tangan,
isyarat bunyi, isyarat lampu, radio dan sebagainya yang lazim
digunakan sebagai isyarat untuk menghentikan sarana pengangkutg
dapat dilihat atau didengar.

32
Terhadap sarana pengangkut yang tidak mengindahkan perintah
penghentian harus dilakukan pengejaran. Dalam hal pengejaran
dilakukan secara terus menerus (hot pursuit) hingga keluar wilayah
kerja, komandan patroli pada kesempatan pertama harus melaporkan
kepada pejabat yang mengeluarkan surat perintah.

4) Pemeriksaan Sarana Pengangkut


Pemeriksaan sarana pengangkut sebagaimana dilaksanakan terhadap
sarana pengangkut laut/darat pada saat pengangkutan; atau terhadap
sarana pengangkut laut/udara pada saat kedatangan atau
keberangkatan dipelabuhan laut/udara.
Pemeriksaan dilaksanakan dengan memeriksa dokumen, sarana
pengangkut dan fisik barang. Pemeriksaan barang dilaksanakan
terhadap barang impor atau ekspor di dalam/luar kawasan pabean
atau di perbatasan darat dengan memeriksa fisik barang secara
keseluruhan berdasarkan dokumen pabean atau dokumen barang
lainnya meliputi :
a) jumlah dan jenis kemasan dan/atau barang;
b) merek/tipe barang;
c) negara asal barang; dan/atau
d) spesifikasi lainnya
Pemeriksaan sarana pengangkut dilaksanakan berdasarkan hasil
pengamatan dengan menggunakan manifes sebagai instrumen untuk
mencari dan menemukan dugaan pelanggaran, meliputi mengangkut
barang impor/ekspor tanpa dilindungi manifes dan mengangkut barang
impor/ekspor dengan dilindungi manifes, namun atas barang
impor/ekspor tersebut sama sekali tidak tercantum dalam manifes.
sebagian tidak tercantum dalam manifes.
Pemeriksaan sarana pengangkut dilaksanakan berdasarkan hasil
pengamatan dengan menggunakan manifes sebagai instrumen untuk
mencari dan menemukan dugaan pelanggaran, meliputi :
a) mengangkut barang impor/ekspor tanpa dilindungi manifes;
b) mengangkut barang impor dan/atau ekspor yang diduga
seluruhnya atau sebagian belum diselesaikan kewajiban namun
atas barang impor/ekspor tersebut sama sekali tidak tercantum
dalam manifes atau sebagian tidak tercantum dalam manifes.

33
c) mengangkut barang impor dan/atau barang ekspor yang tidak
tercantum dalam manifes atau daftar barang Anak Buah Kapal
(ABK) dengan cara disembunyikan dalam ruangan ABK, ruang
mesin atau dinding-dinding sarana pengangkut;
d) mengangkut barang impor dan/atau ekspor dengan dilindungi
manifes ganda;
e) mengangkut barang impor dan/atau ekspor dengan modus antar
pulau; atau
f) mengangkut barang impor dan/atau ekspor yang diduga
seluruhnya atau sebagian belum diselesaikan kewajiban
pabeannya.

Dalam rangka pemeriksaan sarana pengangkut, berikut proses


pemeriksaan sarana pengangkut :
a) Komandan patroli memerintahkan nakhoda kapal patroli untuk
merapatkan kapal patroli ke sarana pengangkut dengan wajib
mempertimbangkan keselamatan personil Satuan Tugas Patroli
dan kapal patroli serta cuaca dan kondisi sarana pengangkut
yang akan diperiksa berdasarkan masukan dari nakhoda kapal
patroli.
b) Pemeriksaan sarana pengangkut dilakukan oleh Sekurang-
kurangnya 1 (satu) orang anggota untuk memeriksa sarana
pengangkut, Sekurang-kurangnya 1 (satu) orang anggota untuk
mengamankan pelaksanaan pemeriksaan dengan menggunakan
senjata api atau alat keamanan lainnya; dan Sekurang-kurangnya
1 (satu) orang anggota untuk menjaga kapal patroli dengan
menggunakan senjata api atau alat keamanan lainnya.
c) Anggota yang bertugas memeriksa sarana pengangkut wajib
mengenakan baju pelampung (life jacket) dan dilengkapi dengan
perlengkapan pemeriksaan meliputi peralatan tulis, peralatan
kerja berupa tang, obeng, alat pemotong, alat ukur, senter,
kamera dan peralatan komunikasi serta segel/tanda pengaman
dan peralatan untuk pengamanan pelaku dan barang hasil
penindakan (borgol dan segel).

34
d) Komandan patroli bertanggung jawab terhadap kelancaran,
ketertiban, keamanan palaksanaan pemeriksaan dan kelancaran
lalu lintas kapal-kapal lainnya.
e) Dalam hal di tempat penghentian tidak mungkin dilakukan
pemeriksaan karena alasan mengganggu ketertiban umum; dan
membahayakan keselamatan personil dan kapal patroli atau
sarana pengangkut beserta awaknya, Komandan Patroli dapat
memerintahkan sarana pengangkut untuk menuju ke tempat lain
yang layak, Kantor terdekat, atau Kantor tempat kedudukan
pejabat penerbit Surat Perintah Patroli untuk pemeriksaan; atau
melakukan upaya paksa (pendeligeran) dalam hal perintah
komandan patroli tidak diindahkan.
f) Personil Satuan Tugas Patroli melakukan pemeriksaan dokumen
sarana pengangkut/barang dan fisik barang untuk menentukan
ada atau tidaknya pelanggaran. Dalam hal hasil pemeriksaan
tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran, komandan patroli
segera memerintahkan sarana pengangkut untuk meneruskan
perjalanannya. Namun apabila ditemukan adanya pelanggaran,
maka dilakukan kegiatan penindakan lebih lanjut.

5) Pengamanan Patroli
Dalam hal terjadi keadaan darurat, Komandan Patroli menyelamatkan
personil Satuan Tugas Patroli dan kapal patroli apabila kapal patroli
mengalami kerusakan, kebocoran, kebakaran atau keadaan darurat
lainnya. Komandan Patroli juga harus menyelamatkan awak sarana
pengangkut, dokumen-dokumen, barang serta sarana pengangkut
dalam hal sarana pengangkut yang ditegah mengalami kerusakan,
kebocoran, kebakaran atau keadaan darurat lainnya.
Dalam hal terjadi ancaman atau perlawanan oleh awak sarana
pengangkut atau pihak lain dalam pelaksanaan patroli, Komandan
Patroli memerintahkan personil Satuan Tugas Patroli untuk melakukan
tindakan pengamanan, penyelamatan, dan pembelaan diri dengan
atau tanpa menggunakan senjata api atau alat keamanan lainnya
dengan sedapat mungkin meminta persetujuan pejabat yang
menerbitkan surat perintah.

35
6) Pengakhiran Patroli
Setelah pelaksanaan patroli, Komandan Patroli wajib membuat laporan
tentang terjadinya peristiwa ancaman atau perlawanan serta tindakan
pengamanan kepada pejabat yang menerbitkan surat perintah dan
membuat laporan pertanggungjawaban dan berita acara penggunaan
senjata api dinas DJBC.

Pengakhiran patroli dilakukan dalam hal Surat Perintah Patroli telah


habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang; atas perintah atau
persetujuan pejabat yang menerbitkan Surat Perintah Patroli atau
pejabat yang ditunjuk; atau sasaran patroli yang ditentukan telah
tercapai.
Dalam hal masa berlaku surat perintah akan berakhir, namun patroli
masih diperlukan, Pejabat yang menerbitkan surat perintah dapat
memperpanjang surat perintah dan menyampaikan kepada Satuan
Tugas Patroli melalui Berita Radiogram.

ii. Patroli Darat

Patroli darat dilaksanakan secara rutin atau sewaktu-waktu dalam


rangka pencegahan pelanggaran termasuk untuk mencari dan menemukan
dugaan pelanggaran. Patroli darat dilaksanakan di dalam daerah pabean,
meliputi pelabuhan laut/udara; kawasan pabean; tempat lain dalam daerah
pabean (TLDDP); perbatasan darat; pabrik, tempat penyimpanan, tempat
usaha penyalur atau tempat penjualan eceran barang kena cukai, atau
peredaran bebas barang kena cukai.
Patroli darat dilaksanakan oleh Satuan Tugas Patroli yang terdiri dari
Komandan Patroli dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota patroli.
Komandan Patroli sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur/golongan IIc
dan memiliki kualifikasi teknis pemeriksa, bertanggung jawab sebagai
pimpinan tugas patroli.
Kegiatan patroli dilaksanakan sesuai dengan wilayah kerja Kantor
DJBC. Satuan Tugas Patroli wajib mengenakan Pakaian Seragam Dinas
sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali untuk kelancaran tugas patroli
berdasarkan surat perintah ditentukan lain.
Persiapan patroli darat dilaksanakan dengan kegiatan pemenuhan
persyaratan meliputi kelengkapan administrasi berupa surat perintah dan
dokumen tugas patroli (pemeriksaan, penegahan, penyegelan dan

36
penggunaan senjata api yang merupakan tanggung jawab komandan
patroli), sarana patroli berupa kendaraan berikut perlengkapannya termasuk
senjata api (wajib dilengkapi dengan Izin Penguasaan Pinjam Pakai Senjata
Api Dinas yang dikeluarkan oleh Pejabat yang menerbitkan surat perintah)
dalam hal diperlukan, dan personil satuan tugas patroli yaitu komandan dan
anggota patroli.
Kegiatan patroli darat dilaksanakan dengan pengamatan terhadap
sasaran patroli berupa sarana pengangkut, barang atau tempat yang diduga
terkait dengan pelanggaran atas :
a) Kedatangan atau keberangkatan sarana pengangkut di pelabuhan
laut/udara
b) Pembongkaran, pemuatan, penimbunan, pemeriksaan dan
pengeluaran barang impor/ekspor pada kawasan pabean di dalam
maupun luar pelabuhan laut/udara.
c) Pengangkutan barang yang masih dalam pengawasan kepabeanan di
luar kawasan pabean
d) Pemasukan/pengeluaran barang impor/ekspor di perbatasan darat
e) Produksi di pabrik, penimbunan di Tempat Penyimpanan, tempat
usaha penyalur atau penjualan di Tempat Penjualan Eceran barang
kena cukai
f) Pengangkutan dan peredaran barang kena cukai di peredaran bebas.

Dalam hal kegiatan patroli berakhir, komandan patroli membuat


pelaporan pelaksanaan patroli secara tertulis kepada pejabat yang
menerbitkan Surat Perintah Patroli atau pejabat yang ditunjuk dan
mengembalikan perlengkapan patroli. Dalam hal hasil pengamatan patroli
ditemukan adanya dugaan pelanggaran, maka akan dilakukan kegiatan
penindakan lebih lanjut.

4. Pemeriksaan Barang

Bahwa terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean. Pemeriksaan


pabean terhadap barang impor meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik
barang. Pemeriksaan barang impor dan ekspor merupakan kewenangan pejabat
Bea dan Cukai setelah diserahkan pemberitahuan Pabean. Pemeriksaan fisik
terhadap barang impor dilakukan secara selektif dalam arti pemeriksaan barang hanya
dilakukan terhadap importasi yang beresiko tinggi, antara lain barang bea masuknya

37
tinggi, barang berbahaya bagi negara dan masyarakat, serta impor yang dilakukan
oleh importir yang mempunyai catatan kurang baik.

Pemeriksaan barang dilaksanakan terhadap barang impor atau ekspor di


dalam/luar kawasan pabean atau di perbatasan darat dengan memeriksa fisik barang
secara keseluruhan berdasarkan dokumen pabean atau dokumen barang lainnya
meliputi :
a) jumlah dan jenis kemasan dan/atau barang;
b) merek/tipe barang;
c) negara asal barang; dan/atau
d) spesifikasi lainnya.
Pemeriksaan barang berupa barang kena cukai dilaksanakan di pabrik, tempat
penyimpanan, tempat usaha penyalur atau tempat penjualan eceran, dengan
memeriksa fisik barang secara keseluruhan berdasarkan dokumen cukai atau
dokumen barang lainnya, yang meliputi :
a) jumlah dan jenis kemasan dan/atau barang;
b) harga jual eceran dan tarif cukai;
c) keaslian pita cukai;
d) personalisasi; dan/atau
e) kadar etil alkohol untuk minuman dan konsentrat mengandung etil alkohol.

5. Pemeriksaan Bangunan

Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap


bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan
dengan bangunan atau tempat lain yang penyelenggaraannya dengan izin yang
diberikan berdasarkan Undang-undang, atau bangunan atau tempat lain yang menurut
Pemberitahuan Pabean berisi barang dibawah pengawasan pabean.
Pemeriksaan bangunan/tempat yang pendiriannya berdasarkan ketentuan
kepabeanan dan cukai, dilaksanakan dengan meminta kepada pihak yang menguasai
bangunan/tempat untuk menunjukkan ruangan/tempat untuk
penyimpanan/penimbunan barang yang berada di :
i. tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, tempat penimbunan
pabean.
ii. pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha penyalur atau tempat penjualan
eceran.

38
Pejabat bea dan cukai juga berwenang melakukan pemeriksaan atas
bangunan dan tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan
dengan bangunan atau tempat yang pendiriannya berdasarkan ketentuan kepabeanan
dan cukai, mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh pejabat bea dan cukai
ada kemungkinan barang oleh yang bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan
atau tempat lain atau terdapat dokumen-dokumen yang mempunyai hubungan
langsung atau tidak langsung dengan bangunan atau tempat lain yang sedang
dilakukan pemeriksaan. Misalnya, pemeriksaan bangunan tempat penyimpanan pita
cukai, atau kantor pusat atau kantor cabang pengusaha berikat, importir, eksportir,
forwarding, PPJK atau perusahaan lain yang berhubungan dengan impor dan ekspor
dan fasilitas kepabeanan lainnya.

Pejabat bea dan cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau
tempat yang bukan rumah tinggal selain tersebut diatas dan dapat memeriksa setiap
barang yang ditemukan. Bangunan dan tempat lain yang bukan rumah tinggal ini
misalnya bangunan yang didirikan khusus untuk menyimpan barang apa pun dan
pendirinya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha.

Sebagai syarat untuk melakukan pemeriksaan, pejabat bea dan cukai harus
memiliki surat perintah dari Direktur Jenderal untuk melindungi hak-hak asasi manusia.

6. Pemeriksaan Badan Orang


Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa badan setiap orang pribadi
yang :
a) berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk ke
dalam Daerah Pabean;
b) yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah
tempat di luar Daerah Pabean;
c) yang sedang berada di atau baru saja meninggalkan Tempat Penimbunan
Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat; atau
d) yang sedang berada di atau baru saja meninggalkan Kawasan Pabean.

Pemeriksaan badan setiap orang pribadi sedapat mungkin dilaksanakan di


tempat tertutup oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) Pejabat yang sama jenis kelaminnya
dengan yang diperiksa dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Badan.

Tatacara pemeriksaan badan :


1) Sebelum Pemeriksaan :
i. Bawa suspect ke tempat pemeriksaan badan.
ii. Berjalan di belakang suspect.

39
iii. Pastikan tidak ada sesuatu yang dibuang oleh suspect.
iv. Tetap waspada dan amati perilaku suspect.
2) Saat Melakukan Pemeriksaan :
i. Bawa suspect ke tempat pemeriksaan badan.
ii. Berjalan di belakang suspect.
iii. Pastikan tidak ada sesuatu yang dibuang oleh suspect.
iv. Tetap waspada dan amati perilaku suspect.
3) Setelah Pemeriksaan Badan Selesai Dilakukan :
i. Mengingatkan suspect untuk memeriksa kembali uang dan barang-barang
berharga lainnya.
ii. Jika hasil pemeriksaan negatif, ucapkan terima kasih kepada suspect .
iii. Jika hasil pemeriksaan positif, segera lakukan penindakan sesuai prosedur.

Gambar 9 :
Metode Penyembunyian Pada Badan

Direkatkan di Badan Disipkan di Pakaian Dalam

7. Penegahan Kepabeanan
Adalah tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan
pengangkutan barang ekspor maupun impor sampai dipenuhinya kewajiban pabean.
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan terhadap barang impor
yang

40
a) berada di Kawasan Pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran
bebas tanpa memenuhi kewajiban pabean,
b) barang impor yang keluar dari Kawasan Pabean yang berdasarkan petunjuk yang
cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya,
c) barang impor yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang
(SPPB) yang terkena NHI,
d) barang impor yang berdasarkan hasil pemeriksaan mendadak kedapatan tidak
sesuai,
e) barang ekspor yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian
atau seluruh kewajiban pabeannya,
f) Penegahan dilaksanakan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang yang
diduga terkait dengan pelanggaran. Penegahan terhadap sarana pengangkut
laut/udara, dilaksanakan dengan mencegah keberangkatan atau mencegah untuk
melanjutkan perjalanan sarana pengangkut yang memuat barang impor atau
ekspor yang :
i. terdapat perbedaan jumlah dan/atau jenis kemasan/barang dengan
manifest;
ii. terdapat manifest lebih dari satu yang memuat data berbeda, atau tidak
dapat menunjukkan manifest; atau
iii. terdapat barang yang dicantumkan dalam manifest tetapi terdapat dugaan
melanggar ketentuan larangan dan pembatasan di bidang impor, ekspor,
barang tertentu atau cukai.

8. Penyegelan
Penyegelan dilaksanakan dengan mengunci, menyegel dan/atau melekatkan
tanda pengaman yang diperlukan terhadap sarana pengangkut, barang, bangunan
atau tempat yang diduga terkait pelanggaran

Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan di bidang


Kepabeanan terhadap :
a) barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya;
b) barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi;
c) barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah;
d) bangunan atau tempat lain yang didalamnya ditimbun barang impor dan/atau
ekspor yang ditegah; dan/atau

41
e) tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan
kepabeanan.

Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan di bidang Cukai


terhadap :
a) bagian dari pabrik atau tempat penyimpanan;
b) tempat lain yang di dalamnya terdapat barang kena cukai dan/atau barang lain
yang terkait dengan barang kena cukai;
c) bagian tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur,
dan/atau tempat penjualan eceran;
d) sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat barang kena cukai dan/atau
barang lain yang terkait dengan barang kena cukai;
e) barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai;
dan/atau
f) bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku,
catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data
elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang,
dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha
dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di
tempat tersebut.

Penyegelan dilakukan dalam rangka :


i. penindakan, penyidikan, audit, penyitaan dalam rangka penagihan pajak
dengan surat paksa; atau
ii. pengamanan terhadap barang yang belum diselesaikan kewajiban pabean
dan/atau cukainya atau barang lain yang harus diawasi.

Pelekatan segel Bea dan Cukai harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
tanpa merusak tanda pengaman, agar peti kemas/kemasan barang yang dilekatkan
tanda pengaman Bea dan Cukai tidak dapat dibuka, barang curah yang dilekatkan
tanda pengaman Bea dan Cukai tidak dapat dimuat atau dibongkar.
Pemilik dan/atau yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat yang
disegel oleh Pejabat Bea dan Cukai wajib menjaga agar semua kunci, segel, atau
tanda pengaman tidak rusak atau hilang. Kunci, segel, atau tanda pengaman yang
telah dipasang tidak boleh dibuka, dilepas atau dirusak tanpa izin dari Pejabat Bea dan
Cukai. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor : P-26/BC/2010
Tentang : Bentuk, Warna, Ukuran Segel Dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai Dan

42
Tata Cara Penyegelan. Beberapa macam segel yang dipergunakan oleh Pejabat Bea
dan Cukai, yaitu :
i. Segel kertas, berupa lembaran kertas berperekat atau tidak dengan tanda atau
lambang Bea dan Cukai, dengan ukuran, bentuk, warna dan isi: ukuran 45 x 35
cm, bentuk empat persegi panjang, warna dasar merah, warna lambang
kuning, warna huruf hitam.
Gambar 10 :
Segel Kertas

Keterangan:
‐ Kertas berperekat
‐ Ukuran 45 cm x 35 cm

ii. Segel Pita, berupa pita yang terbuat dari kertas atau plastik berperekat atau
tidak dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai dengan lebar 2,5-5 cm,warna
dasar putih, warna huruf merah,dengan lambang Bea dan Cukai dibelakang
tulisan.

43
Gambar 11 :
Segel Pita

Keterangan:
‐ Lebar : 5 cm
‐ Panjang : dalam rol

iii. Segel timah, berupa timah dalam bentuk kancing dengan ukuran tertentu yang
dipasang dengan kawat segel tali, mengikat menggunakan tang, segel
berlambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan. Berdiameter 12 mm, tebal
segel timah 5 mm.

Gambar 12 :
Segel Timah

iv. Segel kancing, terbuat dari logam dan atau plastik dengan tanda atau lambang
Bea dan Cukai dan nomor pengawasan dengan warna putih, warna lambang
kuning, warna huruf Bea Cukai merah, female: panjang 3,5 cm, diameter 1,8
cm, male: panjang 6,7 cm, nomor pengawas sesuai dengan urutan.

44
Gambar 13 :
Segel Kancing

Keterangan:
- Panjang sebelum dikunci = +/- 7,7 cm
- Panjang setelah dikunci = +/- 6,8 cm
- Female = Panjang ± 3,5 cm, Diameter ± 1,8 cm
- Male = Panjang ± 6,7 cm
- Warna dasar = merah untuk segel, putih untuk tanda pengaman
- Nomor Pengawasan = Sesuai urutan pembuatan

v. Segel kunci, berbentuk gembok dengan anak terbuat dari logam dengan tanda
atau lambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan.

Gambar 14 :
Segel Gembok

Keterangan:
- Warna dasar = merah untuk segel, putih untuk tanda pengaman
- Nomor Pengawasan = sesuai urutan pembuatan

45
vi. Segel Lak yaitu lak yang dibubuhi tanda atau lambang Bea dan Cukai dengan
menggunakan stempel
Gambar 15 :
Segel Lak

Keterangan:
- Segel Bea dan Cukai : Lak Warna Merah
- Tanda Pengaman Bea dan Cukai : Lak Warna Putih

vii. Segel atau Tanda Pengaman Elektronik adalah segel atau tanda pengaman
yang dilengkapi dengan piranti elektronik dan/atau terhubung dengan sistem
elektronik tertentu yang disetujui oleh Pejabat Bea dan Cukai.

Gambar 16 :
Segel Elektronik

viii. Segel atau Tanda Pengaman Barcode adalah salah satu jenis segel atau tanda
pengaman elektronik dalam bentuk kertas, pita, kancing, kunci atau lainnya
yang tercetak barcode secara permanen.

46
Gambar 17 :
Segel Barcode

ix. Segel bentuk lainnya adalah alat berupa kertas yang digunakan sebagai
pengganti segel yang dipakai dalam keadaan di mana tidak tersedianya segel,
yang memuat pernyataan pejabat serta ditandatangani untuk mengesahkan
sebagai segel.

Penyegelan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah
yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Penyegelan dengan Surat Perintah
harus dilakukan oleh Satuan Tugas yang terdiri dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
Pejabat Bea dan Cukai.
Dalam keadaan mendesak dan berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa
barang dan sarana pengangkut belum dipenuhi/diselesaikan kewajiban pebeannya
tersangkut pelanggaran kepabeanan atau peraturan lartas impor/ekspor, pejabat Bea
dan Cukai dapat melakukan penyegelan tanpa disertai dengan Surat Perintah.
Keadaan perlu dan mendesak adalah suatu keadaan dengan mana penyegelan harus
seketika itu dilakukan dan apabila tidak dilakukan dalam arti harus menunggu Surat
Perintah terlebih dahulu penegakan hukum tidak dapat dilakukan lagi. Pejabat yang
melakukan penyegelan dalam keadaan perlu dan mendesak segera melaporkan
kepada pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1x24 jam
terhitung sejak penyegelan dilakukan.
Penyegelan yang dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea
dan Cukai wajib membuat Berita Acara Penyegelan; Berita Acara Penyegelan
ditandatangani oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dan diberi
nomor.
Pemilik dan/atau yang menguasai barang, sarana pengangkut, kemasan dan
bangunan atau tempat lain yang disegel oleh Pejabat wajib menjaga agar semua segel
tidak rusak atau hilang baik secara fisik maupun fungsinya.

9. Surat Bukti Penindakan

47
Setelah melakukan penindakan, Pegawai Bea dan Cukai akan menerbitkan
Surat Bukti Penindakan (SBP) dan menyerahkan kepada pemilik atau pihak yang
menguasai sarana pengangkut, bangunan/tempat/ruang atau barang.
Surat Bukti Penindakan ditandatangani oleh Pejabat yang melakukan
penindakan dan pemilik atau pihak yang dilakukan. Apabila pemilik atau pihak yang
dilakukan penindakan menolak menandatangani Surat Bukti Penindakan, dibuat Berita
Acara Penolakan Tandatangan Surat Bukti Penindakan, disertai alasan penolakan
yang ditandatangani oleh pejabat yang melakukan penindakan dan pemilik atau pihak
yang dilakukan penindakan.
Dan apabila pemilik atau pihak yang dilakukan penindakan juga menolak
menandatangani Berita Acara Penolakan, pejabat yang melakukan penindakan
membuat dan menandatangani Berita Acara Penolakan. Berdasarkan Surat Bukti
Penindakan, Pejabat yang melaksanakan penindakan segera membuat Laporan
Pelaksanaan Tugas Penindakan (LPTP).
Atas hasil penindakan yang telah dilaksanakan, Unit Penindakan segera
menyampaikan kepada Subdit Intelijen dengan menggunakan Informasi Penindakan
(IP) yang ditembuskan kepada Subdit Penindakan, untuk digunakan sebagai masukan
atau referensi dalam rangka pengolahan informasi.

10. Penindakan Segera

Apabila keadaan mendesak, Unit Intelijen atau Unit Narkotika dengan


persetujuan Unit Penindakan Kantor DJBC asal dapat melakukan penindakan segera
apabila ditemukan pelanggaran berdasarkan :

 hasil kegiatan surveillance kepabeanan dan/atau cukai oleh Unit Intelijen Kantor
DJBC
 hasil kegiatan surveillance kepabeanan terkait NPP oleh Unit Narkotika.

Keadaan tertentu tersebut adalah keadaan yang sangat mendesak (peka


waktu) dan perlu untuk dilakukan penindakan. Penindakan dilakukan sesuai ketentuan
dan dibuatkan Surat Bukti Penindakan.

11. Penentuan Hasil Penindakan


Atas hasil penindakan yang telah dilaksanakan, Unit Penindakan segera
menyampaikan kepada Subdit Intelijen dengan menggunakan Informasi Penindakan
(IP) yang ditembuskan kepada Subdit Penindakan, untuk digunakan sebagai masukan
atau referensi dalam rangka pengolahan informasi.

48
Setelah seluruh tahapan penindakan selesai, Unit Penindakan membuat
Laporan Tugas Penindakan (LTP) dan melakukan Analisa Hasil Penindakan dalam
waktu :

 paling lama 7 x 24 jam sejak dilakukan penindakan untuk dugaan pelanggaran


kepabeanan; dan
 paling lama 14 x 24 jam sejak dilakukan penindakan untuk dugaan pelanggaran
cukai
Jangka waktu pelaksanaan Analisa Hasil Penindakan memperhatikan batasan
waktu sesuai ketentuan yang berlaku dan dapat diperpanjang atas izin atasan dari
yang melaksanakan penindakan. Berdasarkan Analisa Hasil Penindakan akan
menentukan adanya dugaan pelanggaran atas penindakan yang dilakukan.
Apabila berdasarkan Analisa Hasil Penindakan diduga terdapat pelanggaran,
maka Unit Penindakan akan membuat Laporan Pelanggaran (LP) dan diserahkan
kepada Unit Penyidikan dengan melampirkan Laporan Tugas Penindakan (LTP),
berkas penindakan beserta barang hasil penindakan.
Apabila berdasarkan Analisa Hasil Penindakan sebagaimana diduga tidak
terdapat pelanggaran, Pejabat yang melakukan penindakan membuat laporan
pelaksanaan penindakan dan mengembalikan barang yang dilakukan penindakan
kepada yang menguasai barang dengan berita acara. Analisis hasil penindakan
tersebut dituangkan dalam Lembar Penentuan Hasil Penindakan (LPHP).

49
BAB III

PENANGANAN PERKARA

A. Kegiatan Penanganan Perkara

Kegiatan penanganan perkara dilaksanakan oleh Unit Penyidikan untuk


menentukan ada tidaknya pelanggaran dan/atau membuat terang pelanggaran. Kegiatan
penanganan perkara meliputi :
1. penerimaan perkara;
2. penelitian pendahuluan;
3. penentuan skema penanganan perkara;
4. penelitian/penyelidikan dan penyidikan;
5. penanganan barang hasil penindakan;
6. penanganan pelaku pelanggaran;
7. pengelolaan Cabang Rumah Tahanan DJBC.
Unit Penyidikan meliputi :
a) Subdirektorat Penyidikan pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan.
b) Seksi Penyidikan dan Barang Hasil Penindakan pada Kantor wilayah atau Kantor
Pelayanan Utama.
c) Seksi Penyidikan dan Seksi Barang Hasil Penindakan pada kantor wilayah khusus.
d) Subseksi Penyidikan dan Subseksi Barang Hasil Penindakan pada Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai.
e) Subseksi Penyidikan dan Barang Hasil Penindakan pada Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A atau Tipe Madya Pabean.
f) Subseksi Penindakan dan Penyidikan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Tipe B.

B. Penerimaan Perkara

Kegiatan Penerimaan perkara dilaksanakan berdasarkan Laporan Pelanggaran (LP)


oleh Unit Penindakan atau laporan dugaan pelanggaran pidana lainnya. Laporan dugaan
pelanggaran pidana lainnya dapat berasal dari :
a) hasil pengembangan penyidikan ditemukan tindak pidana yang tidak terkait dengan
tindak pidana yang sedang dilakukan penyidikan;

50
b) hasil penelitian atau pemeriksaan dari unit lainnya;
c) hasil tertangkap tangan oleh Pejabat;atau
d) penyerahan dari instansi lain.

Perkara yang diduga merupakan pelanggaran diterima dalam bentuk :


a) Laporan pelanggaran yang berasal dari Unit Penindakan;
b) Laporan dugaan pelanggaran pidana; atau
c) Surat pelimpahan perkara yang berasal dari instansi lain.
Atas laporan pelanggaran dilakukan penerimaan Laporan Pelanggaran (LP) yang
dilengkapi dengan Surat Bukti Penindakan (SBP), Laporan Tugas Penindakan (LTP) dan
dokumen lain terkait penindakan. Atas laporan dugaan pelanggaran pidana sebagaimana
dimaksud dilakukan penerimaan laporan yang dilengkapi sekurang-kurangnya dokumen
hasil
penelitian atau pemeriksaan yang terkait dengan dugaan pelanggaran pidana.
Atas penerimaan laporan tersebut, Unit Penyidikan akan menyampaikan tanda
terima atau respons elektronis dan menuangkan dalam Lembar Penerimaan Perkara (LPP)
sebagai dasar untuk penelitian pendahuluan.
Atas Surat pelimpahan perkara dari instansi lain Unit Penyidikan akan menerima
surat rencana pelimpahan perkara yang dilengkapi dengan sekurang-kurangnya Laporan
Kejadian/Laporan Polisi, hasil pemeriksaan dan/atau permintaan keterangan awal yang
dituangkan dalam Berita Acara, dan Resume Perkara/ Resume Hasil Penindakan
menuangkan penerimaan perkara dalam Lembar Penerimaan Perkara (LPP) sebagai dasar
untuk penelitian pendahuluan.

C. Penelitian Pendahuluan

Setelah menerima perkara, Unit Penyidikan segera melakukan penelitian


pendahuluan dalam waktu paling lama 5 x 24 jam sejak diterimanya laporan pelanggaran
untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran dan proses penanganan perkara lebih
lanjut.
Unit Penyidikan akan melakukan penelitian secara formal, meliputi :
a) kelengkapan berkas penindakan yang diterima dari unit penindakan atau dari instansi
lain;
b) pelanggaran yang terjadi meliputi: jenis, waktu, tempat dan pihak yang diduga
melakukan pelanggaran;
c) kelengkapan/keberadaan barang hasil penindakan, dokumen/surat terkait, saksi-saksi
dan pelaku (jika ada);
d) keterkaitan alat bukti dan barang bukti dengan pelaku;

51
Hasil Penelitian pendahuluan, dituangkan dalam Lembar Penelitian Formal (LPF)
yang memuat tentang analisis perkara yang diterima dari unit penindakan atau intansi lain
untuk ditentukan dapat tidaknya perkara diterima.
Apabila hasil Penelitian pendahuluan atas penerimaan perkara yang berasal dari
Unit Penindakan ditemukan dugaan pelanggaran, Unit Penyidikan akan melakukan :
a) penyidikan dengan menerbitkan Laporan Kejadian (LK), Surat Perintah Tugas
Penyidikan (SPTP), Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (PDP), apabila diduga
pelanggaran pidana
b) penelitian dengan menerbitkan Surat Perintah Penelitian (SPLIT), apabila diduga
pelanggaran administrasi atau diperlukan penelitian lebih mendalam atas indikasi
pelanggaran,
c) permintaan penyerahan Barang Hasil Penindakan (BHP) dengan berita acara.
Dan jika hasil Penelitian pendahuluan atas penerimaan perkara yang berasal dari
unit lainnya ditemukan dugaan pelanggaran, dibuatkan Laporan Pelanggaran (LP-1) dan
dilakukan :
a) penyidikan dengan menerbitkan Laporan Kejadian (LK), Surat Perintah Tugas
Penyidikan (SPTP), Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (PDP), apabila diduga
pelanggaran pidana; atau
b) penelitian dengan menerbitkan Surat Perintah Penelitian (SPLIT), apabila diduga
pelanggaran administrasi atau diperlukan penelitian lebih mendalam atas indikasi
pelanggaran; dan pelaksanaan serah terima perkara disertai barang hasil penindakan,
alat bukti terkait, dan pelaku yang bertanggungjawab atas pelanggaran (jika ada)
dengan berita acara; dan/atau
c) penegahan dengan penerbitan dan penyampaian Surat Bukti Penindakan (SBP)
kepada pemilik atau penguasa barang.
Namun jika hasil penelitian pendahuluan atas penerimaan perkara dari Unit
Penindakan dan unit lainnya tidak ditemukan dugaan pelanggaran, dilakukan pengembalian
perkara dengan pemberitahuan tertulis disertai alasan.
Terhadap perkara yang berasal dari instansi lain Unit Penyidikan melakukan
penelitian pendahuluan mengenai pemenuhan persyaratan untuk menentukan dapat
tidaknya dilakukan proses penanganan perkara lebih lanjut apabila hasil penindakan
merupakan tertangkap tangan atas dugaan pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai dan
berdasarkan hasil penelitian/penyelidikan awal disimpulkan adanya bukti permulaan yang
cukup terjadi pelanggaran, terdapat pihak yang bertanggungjawab dan terdapat
kelengkapan/keberadaan barang hasil penindakan, dokumen/surat terkait dan saksi-saksi.

52
Apabila terhadap penelitian pendahuluan tersebut ditemukan dugaan
pelanggaran, Unit Penyidikan membuat Laporan Pelanggaran (LP-1) melaksanakan serah
terima perkara disertai barang hasil penindakan, alat bukti terkait, dan pelaku yang
bertanggungjawab atas pelanggaran dengan berita acara, menegah barang hasil
penindakan yang diterima dengan menerbitkan dan menyampaikan Surat Bukti Penindakan
(SBP) kepada pemilik atau penguasa barang, meneliti/menyidik lebih lanjut atas perkara
yang diterima.
Namun apabila atas hasil penelitian pendahuluan tidak ditemukan adanya dugaan
pelanggaran, Unit Penindakan akan memberitahukan secara tertulis mengenai penolakan
pelimpahan perkara disertai alasan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan
Cukai.

D. Penentuan Skema Penanganan Perkara

Penanganan perkara dilakukan oleh Unit Penyidikan pada Kantor Pelayanan,


Kantor Wilayah, atau Kantor Pusat sesuai kewenangan yang ditentukan dengan
mempertimbangkan kriteria pokok berupa tempat kejadian perkara/pelanggaran dan/atau
keberadaan saksi/pelaku dan kriteria tambahan berupa ketersediaan penyidik dan
kompleksitas perkara meliputi kesulitan pembuktian atau adanya sorotan publik.
Kompleksitas perkara ditentukan oleh Kantor Pusat dengan memperhatikan
masukan dari Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan. Dan kriteria tambahan berupa
ketersediaan penyidik dapat digantikan oleh peneliti yaitu pegawai pemeriksa berdasarkan
surat tugas.
a) Penanganan perkara dilakukan oleh Kantor Pelayanan apabila tempat kejadian
perkara/pelanggaran berada pada wilayah kerja Kantor Pelayanan yang merupakan
hasil penindakan sendiri atau dari kantor lain; atau keberadaan sebagian besar saksi
dan/atau tersangka berada pada wilayah kerja Kantor Pelayanan.
b) Penanganan perkara dapat dilakukan oleh Kantor Wilayah apabila tempat kejadian
perkara/pelanggaran berada pada lebih dari satu wilayah kerja Kantor Pelayanan
namun masih dalam satu wilayah kerja Kantor Wilayah; dan/atau terdapatnya
pertimbangan kompleksitas perkara.
c) Penanganan perkara dapat dilakukan oleh kantor Pusat apabila tempat kejadian
perkara/pelanggaran berada pada lebih dari satu wilayah kerja Kantor Pelayanan atau
Kantor Wilayah; dan/atau terdapatnya pertimbangan kompleksitas perkara.

Penanganan perkara dilaksanakan dengan skema :


a) Penanganan perkara mandiri

53
Dilakukan oleh unit penyidikan kantor DJBC yang melakukan penindakan sendiri atau
hasil pelimpahan dan apabila terdapat minimal 2 (dua) orang penyidik; dan tidak
terdapat pertimbangan kompleksitas perkara. Penanganan ini dilaksanakan
penelitian/penyidikan berdasarkan surat perintah.
b) Penanganan perkara dengan perbantuan
Dilaksanakan berdasarkan permintaan dari kantor DJBC yang melaksanakan
penindakan/menerima penyerahan perkara yang disampaikan secara hierarkis disertai
alasan dengan mempertimbangkan kriteria kewenangan.
Unit Penyidikan kantor DJBC yang melaksanakan penindakan/menerima penyerahan
perkara dapat dibantu penyidik dari kantor DJBC lain apabila : perkara merupakan
hasil penindakan sendiri atau hasil pelimpahan, jumlah Penyidik kurang dari 2 (dua)
orang, dan/atau, terdapatnya pertimbangan kompleksitas perkara dan/atau karena
sorotan publik.
Penelitian/penyidikan dilaksanakan oleh kantor yang mengajukan permintaan
berdasarkan surat perintah dengan mengikutsertakan penyidik yang diperbantukan
dari kantor DJBC lain.
c) Penanganan perkara yang dilimpahkan;
Dilaksanakan dengan pelimpahan perkara dari kantor DJBC yang melakukan
penindakan kepada kantor tujuan pelimpahan secara vertical/horizontal dalam bentuk
Surat Pelimpahan Perkara yang dilampiri : Dokumen penindakan meliputi Surat
Perintah, Surat Bukti Penindakan (SBP), Laporan Pelanggaran (LP) dan dokumen
penanganan perkara dan dokumen/surat terkait pelanggaran (alat bukti).
Penanganan perkara yang dilimpahkan dilaksanakan oleh unit penyidikan kantor
DJBC yang menerima pelimpahan perkara jika perkara merupakan hasil penindakan
sendiri atau hasil pelimpahan dari kantor DJBC lain, dan terdapat minimal 2 (dua)
orang penyidik pada kantor yang menerima pelimpahan.
Unit Penyidik akan melakukan serah terima Barang Hasil Penindakan (BHP) dan
Pelaku (jika ada) dengan berita acara. Penelitian/penyidikan dilakukan oleh kantor
tujuan berdasarkan surat perintah. Penolakan pelimpahan perkara diberitahukan
dengan secara tertulis dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
d) Penanganan perkara yang dilimpahkan dengan perbantuan.
Dilaksanakan dengan pelimpahan perkara dari kantor DJBC yang melakukan
penindakan kepada kantor tujuan pelimpahan secara vertical/horizontal dalam bentuk
Surat Pelimpahan Perkara yang dilampiri : Dokumen penindakan meliputi Surat

54
Perintah, Surat Bukti Penindakan (SBP), Laporan Pelanggaran (LP) dan dokumen
penanganan perkara; dan dokumen/surat terkait pelanggaran (alat bukti).
Penanganan perkara yang dilimpahkan dilaksanakan oleh kantor DJBC yang
menerima pelimpahan disertai bantuan penyidik apabila : jumlah penyidik kantor yang
menerima pelimpahan kurang dari 2 (dua) orang, dan/atau terdapatnya pertimbangan
kompleksitas perkara.
Apabila pelimpahan perkara diterima, Unit Penyidikan akan menerima Barang Hasil
Penindakan (BHP) dan Pelaku (jika ada) dengan berita acara dan melakukan
penelitian/penyidikan oleh kantor tujuan berdasarkan surat perintah yang
mengikutsertakan penyidik yang diperbantukan.
Apabila pelimpahan perkara ditolak, Unit Penyidikan akan memberitahukan secara
tertulis disertai alasan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
Dalam keadaan yang sangat mendesak (peka waktu) dan perlu terkait dengan
penindakan yang sedang dilakukan, Unit Penindakan kantor DJBC dapat melakukan
pelimpahan perkara segera kepada Unit Penyidikan kantor DJBC lain di tempat dilakukan
penindakan dengan persetujuan Unit Penyidikan Kantor DJBC yang melakukan penindakan.
Pelimpahan perkara dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria kewenangan
setelah melakukan koordinasi unit penyidikan kantor setempat dengan hanya meliputi hasil
penindakan berupa : Surat Bukti Penindakan (SBP) dan dokumen penindakan lainnya,
barang hasil penindakan, dokumen/surat terkait dengan pelanggaran, dan pelaku
pelanggaran (jika ada). Pelimpahan perkara tersebut dituangkan dalam berita acara.
Surat Perintah Penelitian (SPLIT) adalah surat perintah yang diterbitkan oleh
Direktur Penindakan dan Penyidikan/Kepala Kantor DJBC atau pejabat yang ditunjuk
ditujukan kepada pegawai pemeriksa untuk melakukan penelitian/penyelidikan terhadap
dugaan pelanggaran guna menentukan ada tidaknya pelanggaran dan/atau menentukan
pelanggaran pidana/administrasi.
Surat Perintah Tugas Penyidikan (SPTP) diterbitkan oleh Direktur Penindakan dan
Penyidikan/Kepala Kantor DJBC atau pejabat yang ditunjuk dalam kapasitas selaku penyidik
yang ditujukan kepada Penyidik untuk melakukan penyidikan perkara pidana sesuai
ketentuan yang berlaku. Dalam hal pejabat yang ditunjuk bukan penyidik, penerbitan
dilakukan oleh penyidik dengan diketahui oleh Direktur Penindakan dan Penyidikan/Kepala
Kantor DJBC.
Setelah diterbitkan Surat Perintah Tugas Penyidikan (SPTP), penyidik segera
menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Penuntut
Umum yang berisi pemberitahuan tentang dimulainya penyidikan atas suatu perkara pidana.

55
E. Penelitian dan Penyidikan

Unit Penyidikan melakukan penelitian seperti :


1. penerimaan Laporan Pelanggaran (LP) dari unit penindakan atau dari instansi lain
2. pemanggilan/permintaan keterangan saksi dan/atau pelaku yang terkait dengan
dugaan pelanggaran
3. pengumpulan dan penelitian surat-surat/dokumen-dokumen yang terkait dengan
dugaan pelanggaran
4. pencacahan dan pemeriksaan barang hasil penindakan meliputi jumlah, jenis, merk,
type, dan spesifikasi lainnya
5. penelitian dan analisis terhadap pelanggaran seperti :
a) uraian pelanggaran meliputi Jenis, tempat, dan waktu pelanggaran,
b) kelengkapan berkas penindakan,
c) kelengkapan Barang Hasil Penindakan dan alat bukti,
d) keberadaan pelaku,
e) pemenuhan unsur-unsur pelanggaran,
f) keterkaitan keterangan saksi, dokumen dan Barang Hasil Penindakan dengan
pelaku; dan
g) pengungkapan motif/unsur kesengajaan.
6. pelaksanaan gelar perkara untuk memperoleh pendapat secara lebih komprehensif.
7. pengajuan permintaan audit investigasi dalam rangka mendukung proses
penelitian/penyelidikan dalam hal diperlukan.
8. pembuatan resume penelitian dengan kesimpulan, seperti :
a) bukan merupakan pelanggaran,
b) merupakan pelanggaran administrasi,
c) merupakan pelanggaran pidana,
d) merupakan pelanggaran dengan pelaku tidak dikenal,
e) merupakan pelanggaran UU lainnya.
9. penyampaian usulan alternatif penyelesaian perkara, seperti :
a) pengenaan denda, dalam hal merupakan pelanggaran administrasi yang
dikenakan sanksi berupa denda,
b) penyidikan, dalam hal merupakan pelanggaran pidana kepabeanan dan/ atau
cukai,

56
c) penetapan barang sebagai barang yang dikuasai negara (BDN), atau barang yang
menjadi milik negara (BMN),
d) pemblokiran, dalam hal merupakan pelanggaran administrasi atau pelanggaran
pidana yang dikenakan sanksi pemblokiran sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
e) audit, dalam hal tidak ditemukan pelanggaran administrasi atau pelanggaran
pidana namun terdapat indikasi belum terpenuhinya sebagian/seluruh kewajiban
kepabeanan dan/ atau cukai.
f) reekspor, dalam hal tidak terdapat pelanggaran namun tidak dapat memenuhi
persyaratan ketentuan impor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g) tidak melayani pemesanan pita cukai, dalam hal terdapat pelanggaran
administrasi cukai yang dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
h) pelimpahan ke Instansi terkait, dalam hal pelanggaran yang ditemukan bukan
merupakan kewenangan DJBC atau terdapat ketentuan lain yang mengatur lebih
khusus.
i) penelitian perkara tidak dilanjutkan, dalam hal bukan pelanggaran atau
pelanggaran administrasi yang telah diselesaikan kewajiban pabean dan/atau
cukainya.

Unit Penyidikan melakukan penyidikan seperti :


1. pelaksanaan kegiatan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 112 ayat (2)
Undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2006 dan Pasal 63 ayat (2) Undang-undang
nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang nomor 39 tahun 2007;
2. penelitian dan analisis terhadap pelanggaran, seperti :
a) uraian tindak pidana meliputi Jenis, tempat, dan waktu pelanggaran
b) kelengkapan berkas penyidikan
c) kelengkapan Barang Bukti dan alat bukti
d) pihak yang bertanggung jawab atas tindak pidana
e) pemenuhan unsur-unsur tindak pidana
f) keterkaitan antara keterangan saksi-saksi, dokumen serta barang bukti dengan
tersangka
g) pengungkapan motif tindak pidana/unsur kesengajaan
3. pelaksanaan gelar perkara untuk memperoleh pendapat secara lebih komprehensif;
4. pengajuan permintaan audit investigasi dalam rangka mendukung proses penyidikan
dalam hal diperlukan;

57
5. pembuatan resume perkara dengan kesimpulan, seperti :
a) unsur-unsur tindak pidana terpenuhi dan dituangkan dalam Lembar Resume
Pidana (LRP-2) yang memuat hasil analisis dan rekomendasi perkara
pelanggaran pidana.
b) unsur-unsur tindak pidana tidak terpenuhi dan dituangkan dalam Lembar Resume
Penelitian (LRP-1) yang memuat hasil analisis dan rekomendasi perkara
pelanggaran pidana/administrasi.
6. penyampaian usulan alternatif penyelesaian perkara, seperti :
a) Pengiriman berkas ke Jaksa Penuntut Umum, dalam hal berkas penyidikan
selesai.
b) Penyidikan lanjutan, dalam hal masih diperlukan untuk lebih memperkuat alat
bukti dugaan perkara pidana atau berdasarkan petunjuk JPU.
c) Penghentian penyidikan/SP3, dalam hal bukan merupakan tindak pidana atau
tidak terdapat cukup bukti atau tersangka meninggal dunia.
d) Penghentian penyidikan untuk kepentingan penerimaan negara (deponer) sesuai
ketentuan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penyidikan dapat diadakan gelar perkara dengan
maksud dan tujuan untuk memperoleh masukan guna penyelarasan atau penyempurnaan
dalam pemberkasan dan untuk menyampaikan informasi/laporan guna pemantauan
perkembangan penelitian/penyidikan serta pengelolaan proses penanganan perkara.
Gelar perkara dapat dilaksanakan pada tahap pra penyidikan (penelitian), tahap
penyidikan dan/atau tahap akhir penyidikan, berdasarkan pengajuan permintaan gelar
perkara oleh :
a) Tim Penyidik, dalam hal diperlukan untuk memperoleh masukan guna penyelarasan
atau penyempurnaan dalam pemberkasan;
b) Atasan Tim Penyidik, dalam hal diperlukan untuk memperoleh informasi/laporan guna
pemantauan perkembangan penyidikan dan pengelolaan proses penanganan perkara;
c) Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam hal diperlukan untuk memperoleh gambaran
tentang perkara yang ditangani dan memberikan petunjuk guna pemenuhan alat bukti
atas unsur-unsur pasal yang disangkakan.
Peserta gelar perkara meliputi :
a) Tim Penyidik yang terdiri dari koordinator sebagai penyaji dan anggota;
b) Atasan Tim Penyidik;
c) Pihak terkait untuk kepentingan penanganan perkara; dan/atau
d) Jaksa Penuntut Umum (dalam hal diperlukan).
Materi gelar perkara antara lain meliputi :

58
a) kronologis kasus;
b) anatomi kasus (anatomy of crime);
c) matriks keterkaitan alat bukti;
d) tindakan yang telah dilakukan;
e) hambatan atau kendala;
f) tindakan yang akan dilakukan; dan
g) saran atau pendapat;
Hasil pelaksanaan gelar perkara dibuat berita acara yang ditandatangani peserta
gelar perkara dan dijadikan panduan bagi Tim Penyidik untuk penyelesaian penanganan
perkara.

F. Penyidikan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Dalam hal ditemukan dugaan pelanggaran kepabeanan terkait narkotika,


psikotropika dan prekursor (NPP) segera ditindaklanjuti proses penyidikan dengan
melakukan :
1. penerbitan Laporan Kejadian dengan mencantumkan pasal pelanggaran undang-
undang kepabeanan dan undang-undang narkotika;
2. penerbitan Surat Perintah Tugas Penyidikan dan/atau Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan;
3. pembuatan Berita Acara Penangkapan dan Berita Acara Pengujian Pendahuluan NPP;
4. pemeriksaan atas tersangka dan saksi yang ada dengan berita acara; dan
5. penyitaan barang bukti berdasarkan surat perintah dan dibuatkan berita acara.

Setelah proses penyidikan tersebut, Unit Penyidikan akan membuat resume perkara
dan disusun dalam bentuk berkas perkara guna pelimpahan perkara kepada penyidik
BNN/POLRI dengan ketentuan :
a) penyerahan atas tersangka dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 × 24 jam
b) penyerahan atas barang sitaan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 × 24 jam atau
14 (empat belas) hari jika berkaitan dengan daerah yang sulit terjangkau karena faktor
geografis atau transportasi.
c) penyerahan tersangka dan barang sitaan dilaksanakan dengan berita acara.
Apabila penanganan perkara dilaksanakan oleh PPNS Bea dan Cukai dan tidak
dilakukan pelimpahan perkara, pelaksanaan penyidikan berkoordinasi dengan penyidik
BNN/POLRI.

G. Penanganan Barang Hasil Penindakan

59
Terhadap barang hasil penindakan dilakukan pencacahan oleh Unit Penindakan
bersama-sama dengan Unit Penyidikan berdasarkan surat perintah. Pencacahan meliputi
jumlah, jenis, merek, kondisi, tipe, dan spesifikasi serta negara asal barang hasil penindakan
dan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pejabat pencacahan.
Dalam hal barang hasil penindakan berasal dari pelimpahan instansi lain maka
dilakukan pencacahan setelah diterbitkan LP-1 berdasarkan surat perintah dan dituangkan
ke dalam berita acara. Serah terima barang hasil penindakan dari unit penindakan atau dari
instansi lain yang telah dilakukan pencacahan dilakukan dengan berita acara. Berita acara
memuat keterangan sekurang-kurangnya meliputi masing-masing pihak yang melakukan
serah terima dan barang hasil penindakan yang diserahterimakan.
Barang hasil penindakan disimpan di gudang, lapangan, atau tempat milik kantor
DJBC yang layak sebagai lokasi penimbunan barang. Dalam hal penimbunan tidak dapat
dilaksanakan, barang hasil penindakan dapat disimpan di tempat lain selain gudang atau
lapangan dan dilakukan penyegelan dengan mempertimbangkan keamanan dan keutuhan
barang.
Terhadap barang hasil penindakan yang disimpan dilakukan pelekatan label yang
mencantumkan :
a) nomor registrasi barang hasil penindakan;
b) jumlah dan jenis barang hasil penindakan;j
c) jenis kemasan;
d) ciri-ciri/sifat khas dari barang hasil penindakan;
e) tempat dan tanggal pencacahan atau penyitaan;
f) nomor dan tanggal dokumen asal barang hasil penindakan
g) (LK/LP/LP-1);
h) pihak yang menyerahkan barang hasil penindakan;
i) status barang hasil penindakan; dan
j) uraian singkat perkara.
Terhadap barang hasil penindakan yang telah mendapatkan penetapan sita dari
pengadilan negeri setempat dapat dititipkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
(RUPBASAN) dengan berita acara. Penyegelan dilaksanakan sesuai tata cara penyegelan
yang berlaku.
Berdasarkan hasil penelitian, barang hasil penindakan diselesaikan dengan :
a) pengembalian barang hasil penindakan kepada pemilik/kuasanya dalam hal bukan
merupakan pelanggaran atau merupakan pelanggaran administrasi yang telah
diselesaikan sanksi administrasinya.

60
b) penyitaan sebagai barang bukti dalam hal merupakan pelanggaran pidana. penetapan
sebagai barang yang dikuasai negara (BDN) atau barang yang menjadi milik negara
(BMN) dalam hal merupakan pelanggaran pidana yang pelakunya tidak dikenal sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
c) direekspor, dalam hal bukan merupakan pelanggaran namun tidak memenuhi
persyaratan impor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d) pelimpahan ke Instansi terkait, dalam hal merupakan pelanggaran yang bukan
kewenangan DJBC atau terdapat ketentuan lain yang mengatur lebih khusus.
Terhadap barang hasil penindakan dapat disisihkan :
1. pada proses penelitian/penyelidikan untuk :
a) kepentingan pengujian dan identifikasi barang.
b) kepentingan penelitian perkara pada Kantor DJBC lain.
c) kepentingan lainnya dalam rangka penelitian.
2. pada proses penyidikan untuk :
a) kepentingan pembuktian termasuk antara lain terhadap barang bukti yang akan
dilelang atau dimusnahkan;
b) kepentingan pengujian dan identifikasi barang.
c) penyidikan pada perkara lain.
Penyisihan dilaksanakan setelah penyitaan dan diperoleh penetapan penyitaan
sebagai barang bukti dari pengadilan. Penyisihan dilaksanakan berdasarkan surat perintah
dan dibuatkan berita acara.
Terhadap barang hasil penindakan dilakukan pemusnahan :
a) pada tahap penelitian, barang hasil penindakan merupakan barang yang mudah busuk
atau barang kena cukai impor berupa minuman mengandung etil alkohol, konsentrat
mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau;
b) pada tahap penyidikan, barang hasil penindakan merupakan barang yang mudah
busuk, merusak, berbahaya dan/atau memerlukan biaya penyimpanan yang tinggi dan
telah diperoleh izin dari ketua pengadilan;
c) atas barang milik negara yang telah mendapat penetapan peruntukan untuk
dimusnahkan dari Menteri Keuangan.
Pemusnahan sedapat mungkin dilaksanakan dengan persetujuan pemilik barang
dan dilaksanakan dengan berita acara.
Terhadap barang hasil penindakan dapat dilakukan pelelangan :

61
a) pada tahap penyidikan, atas barang yang mudah rusak, berbahaya dan/atau
memerlukan biaya penyimpanan yang tinggi dengan izin ketua pengadilan dan sedapat
mungkin dengan persetujuan pemilik barang; atau
b) atas barang milik negara yang telah mendapat penetapan peruntukan untuk dilelang
dari Menteri Keuangan.
Pelelangan dilaksanakan dengan berita acara dan hasil pelelangan berupa uang
dipakai sebagai barang bukti.

H. Penanganan Pelaku / Tersangka

Terhadap pelaku yang diduga melakukan pelanggaran kepabeanan dan cukai


akan dilakukan penanganan meliputi : pemeriksaan/permintaan keterangan, penangkapan
dan penahanan; dan pengelolaan tahanan. Penyidik menerima pelaku yang diduga
melakukan pelanggaran dengan berita acara yang berasal hasil tertangkap tangan, atau
hasil penyerahan dari instansi lain. Pelaku yang diduga melakukan pelanggaran harus
segera dilakukan pemeriksaan/dimintai keterangan dan dituangkan dalam berita acara untuk
menentukan jenis pelanggaran yang terjadi. Apabila hanya merupakan pelanggaran
administrasi, pelaku tidak dapat dilakukan penangkapan/penahanan.
Penyidik dapat melakukan penangkapan yang diduga melakukan pelanggaran
apabila :
a) Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku diperoleh bukti permulaan yang cukup pelaku
diduga melakukan pelanggaran pidana.
b) Dari hasil pengembangan penyidikan ditemukan adanya orang yang diduga
melakukan pelanggaran pidana.
Penangkapan dilakukan berdasarkan surat perintah dengan dibuatkan berita acara dan
segera diberitahukan kepada keluarga tersangka.
Apabila dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku, diperoleh bukti permulaan yang
cukup diduga melakukan pelanggaran pidana, penyidik menetapkan pelaku sebagai
tersangka dengan membuat : Surat Panggilan sebagai tersangka, Surat Perintah
Penangkapan tersangka, Berita acara pengalihan status dari saksi menjadi tersangka.
Apabila ancaman hukuman terhadap tersangka 5 (lima) tahun atau lebih, penyidik
memberitahukan hak tersangka untuk didampingi Penasehat Hukum. Jika tersangka tidak
didampingi penasihat hukum, penyidik wajib menyediakan penasihat hukum atas biaya
negara.
Untuk kepentingan pemeriksaan, penyidik dapat melakukan penahanan terhadap
tersangka. Penahanan dilakukan berdasarkan surat perintah dengan dibuatkan berita acara
dan segera diberitahukan kepada keluarga tersangka. Penahanan tersangka dilakukan

62
dengan menempatkan tersangka pada Rumah Tahanan Negara (Rutan) atau Cabang Rutan
atau Cabang RUTAN DJBC dengan surat pengantar dan dibuatkan berita acara dengan
dilampirkan :
a) Surat Perintah Tugas Penyidikan (SPTP),
b) Surat Perintah Penangkapan,
c) Berita Acara Penangkapan,
d) Surat Perintah Penahanan,
e) Berita Acara Penahanan,

Terhadap tahanan yang dititipkan dilaksanakan penerimaan oleh Pejabat dengan


berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan saksi. Penanganan tahanan pada saat
penerimaan meliputi :
a) penelitian kelengkapan administrasi penitipan tahanan.
b) penelitian identitas tahanan.
c) penempatan tahanan pada ruang tahanan.
d) penatausahaan tahanan pada register Buku Daftar Tahanan.
e) pengambilan foto dan sidik jari tahanan.

Penanganan tahanan selama dan saat mutasi keluar Cabang Rutan DJBC meliputi :
a) pemenuhan kebutuhan makanan, minum dan kesehatan.
b) pengamanan tahanan.
c) penatausahaan perpanjangan penahanan dan peminjaman tahanan oleh penyidik
dengan berita acara.
d) penatausahaan pengunjung tahanan dalam Buku Daftar Kunjungan.
e) pengeluaran tahanan atas permintaan penyidik atau berakhirnya masa tahanan
dengan berita acara.
Ketentuan dan tata cara yang berkenaan dengan pemeriksaan, penangkapan dan
penahanan tersangka dilaksanakan sesuai ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana. Cabang rumah tahanan yang berkedudukan di Kantor Pusat DJBC atau kantor
DJBC lain dikelola oleh Unit Penyidikan. Unit Penyidikan bertanggung jawab dalam
pengelolaan tahanan yang meliputi : penatausahaan tahanan, pelayanan tahanan, dan
keamanan tahanan.

63
DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara
Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942);
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2294);
Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3209);
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1961 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961
Nomor 276; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2318);
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2294);
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun
1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2294);
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 75 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 105,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755) ;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 10),Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3671;
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 143),Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5062;

64
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 294),Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5603;

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1996 tentang Penindakan Di Bidang Kepabeanan


(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 36,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3626);
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang
Kepabeanan dan Cukai (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3651);
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penindakan di Bidang
Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5040);
Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tanggal 3 Nopember 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2003 nomor 120), Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4330;
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/KMK.05/1997 tanggal 16
Januari 1997 Tentang Tatalaksana Penindakan Di Bidang Kepabeanan;
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 92/KMK.05/1997 tentang
Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
Peraturan Menteri Keuangan nomor 238/PMK.04/2009 tanggal 30 Desember 2009 tentang
Tata Cara Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan, Penyegelan,Tindakan Berupa
Tidak Melayani Pemesanan Pita Cukai atau Tanda Pelunasan Cukai Lainnya, dan
Bentuk Surat Perintah Penindakan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.04/2006 tanggal 20 Pebruari 2006 tentang
Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang
Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.01/2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Keuangan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
Keputusan Menteri Keuangan nomor 448/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai.

65
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 08/BC/1997 tentang Penghentian,
Pemeriksaan, dan Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang diatasnya serta
Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang;
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 37/BC/1997 tentang Pemeriksaan
barang, Bangunan, atau Tempat lain dan Surat atau Dokumen yang Berkaitan
dengan Barang;
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 38/BC/1997 tentang Pemeriksaan
Badan;
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 57/BC/1997 tentang Petunjuk Pelaksana
Proses Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 101/BC/2001 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penindakan dan Penyidikan di Bidang Kepabeanan dan Cukai pada
Direktorat Penindakan dan Penyidikan
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 53/BC/2010 tentang Tatalaksana
Pengawasan

66
PENYUSUN

Kurniawan, SE
19760829 199602 1 001
Penata / Gol III C
Widyaiswara Muda
Pusdiklat Bea dan Cukai
Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan
Kementerian Keuangan Republik Indonesia

67
LAMPIRAN - LAMPIRAN

68

Anda mungkin juga menyukai