Bahan Ajar Pengawasan dan Penindakan Kepabeanan
Bahan Ajar Pengawasan dan Penindakan Kepabeanan
1. Deskripsi Singkat
2. Prasyarat Kompetensi
Untuk mempelajari modul ini idealnya anda telah ditunjuk sebagi Peserta DTSD
Kepabeanan dan Cukai dan telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Pegawai DJBC yang belum pernah mengikuti diklat teknis Kepabeanan & Cukai;
b. Telah lulus DTU Kesamaptaan
c. Minimal lulusan SLTA atau sederajat;
d. Usia maksimal 50 tahun;
e. Sehat jasmani dan rohani;
f. Tidak sedang menjalani atau dalam proses penjatuhan hukuman disiplin;
g. Tidak sedang ditunjuk mengikuti diklat lain;
h. Ditunjuk oleh Sekretaris DJBC.
a. Standar Kompetensi
Melaksanakan penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai dan
tindakan-tindakan yang perlu diambil sehubungan dengan penegakan hukum
tersebut.
b. Kompetensi Dasar
1) Peserta mampu menjelaskan sejarah perkembangan wilayah pengawasan dan
penindakan di bidang kepabeanan dan cukai.
2) Peserta mampu menjelaskan kewenangan pengawasan dan penindakan di
bidang kepabeanan dan cukai.
3) Peserta mampu menjelaskan kewenangan penanganan perkara.
4. Relevansi Modul
Relevansi modul terhadap tugas pekerjaan yang akan dijalanjan peserta diklat
adalah sebagai berikut :
2
a. Materi modul ini memberikan pengetahuan, wawasan dan pemahaman mengenai
pengawasan dan penindakan di bidang kepabeanan dan cukai.
b. Materi modul ini telah disesuaikan dengan perkembangan instrumen pengaturan
mengenai pengawasan dan penindakan di bidang kepabeanan dan cukai terkini.
3
BAB I
SEJARAH PERKEMBANGAN WILAYAH PENGAWASAN DAN
PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI
4
iii. Nederlandsch-Indische Binnen Landsche wateren, yaitu semua
perairan yang terletak pada sisi darat laut territorial Indonesia
termasuk sungai-sungai, terusan-terusan dan danau-danau, dan
rawa-rawa Indoneasia.
iv. Nederlandsch-Indische Wateren, yaitu laut territorial termasuk
perairan pedalaman Indonesia
b. Deklarasi Djuanda;
Pada tahun 1957 Pemerintah Indonesia melalui Deklarasi Djuanda,
mengumumkan secara unilateral/sepihak bahwa lebar laut wilayah
Indonesia adalah 12 mil. Baru kemudian dengan Undang-Undang Nomor
: 4/Prp tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia ditetapkan
ketentuan :
i. Lebar lebar laut territorial Indonesia berubah menjadi 12 mil laut
yang sebelumnya 3 mil laut.
ii. Penetapan lebar laut teritorial diukur dari garis pangkal lurus yang
menghubungkan titik-titik terluar dari ujung-ujung pulau Indonesia
terluar, dan sebelumnya diukur dari garis pangkal yang
menggunakan garis air rendah (surut) yang mengikuti liku-liku
pantai masing-masing pulau Indonesia.
iii. Semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus
tersebut berubah statusnya dari yang tadinya berupa laut
territorial atau laut lepas menjadi perairan pedalaman, dimana
kedaulatan negara atas perairan tersebut praktis sama dengan
kedaulatan negara atas daratannya. Sementara sebelum
Dekrarasi Djuanda perairan yang terle
5
Menurut konvensi PBB tersebut, pengertian Laut teritorial atau perairan
teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah
daratan dan perairan pedalamannya. Sedangkan bagi suatu negara
kepulauan seperti Indonesia Jepang, dan Filipina, laut teritorial meliputi
pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya perairan kepulauannya
dinamakan perairan internal termasuk dalam laut teritorial pengertian
kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut
dan tanah di bawahnya dan, kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan
dengan menurut ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United
Nations Convention on the Law of the Sea) lebar sabuk perairan pesisir
ini dapat diperpanjang paling banyak dua belas mil laut (22,224 km) dari
garis dasar (baseline-sea)
Menurut Konvensi Hukum Laut 1982, negara harus memberikan Hak
Lintas Damai, yaitu hak untuk melintas secepat-cepatnya tanpa berhenti
dan bersifat damai tidak mengganggu keamanan dan ketertiban negara
pantai. Pada PP No. 8 Tahun 1962 Tentang Lalu Lintas Laut Damai
Kendaraan Asing Dalam Wilayah Perairan Indonesia, diatur ketentuan
bahwa :
i. Kendaraan laut yang melintasi wilayah laut RI yang
membahayakan perdamaian, keamanan, ketertiban umum dan
kepentingan negara tidak lagi dianggap damai.
ii. Pelayaran dalam rangka lintas damai harus dilakukan tanpa
berhenti, membuang jangkar, dan mondar-mandir tanpa alasan,
kecuali terdapat alasan ‘keadaan memaksa (force majeur).
iii. Begitu juga bila hal tersebut dilakukan di laut bebas dengan jarak
100 mil dari perairan indonesia.
iv. Kapal yang melintasi perairan pedalaman dari laut bebas ke satu
pelabuhan indonesia atau sebaliknya dan laut bebas ke laut
bebas :
Harus mengikuti jalur yang telah ditetapkan oleh pemerintah
RI, yang telah diumumkan terlebih dahulu ke dunia
pelayaran.
Kapal penangkapan ikan diwajibkan menyimpan alat-alat
penangkap ikannya dalam keadaan terbungkus di atas
palka.
6
Riset ilmiah oleh kapal asing di perairan pedalaman hanya
boleh dilakukan atas izin Presiden RI.
v. Hak lintas damai di laut teritorial di jamin oleh hukum
internasional.
vi. Hak lintas damai di perairan pedalaman diatur oleh negara RI.
vii. Hak lintas damai bagi kapal perang dan kapal pemerintah asing
yang bukan kapal niaga :
Harus Seizin KASAL
Harus melalui jalur yang telah ditetapkan
Kapal selam asing harus muncul di permukaan selama di
wilayah NKRI
Melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dan melintasi
perairan pedalaman dianggap bukan lintas damai, dan
diwajibkan segera meninggalkan perairan pedalaman.
viii. Kabel telekomunikasi bawah laut yang yang telah dipasang oleh
negara atau badan hukum asing yang melintasi perairan
Indonesia tanpa memasuki daratan tetap dihormati.
ix. Pemerintah Indonesia mengizinkan pemeliharaan dan
penggantian kabel-kabel setelah diterimanya pemberitahuan
sebagaimana mestinya mengenai letak dan maksud untuk
memperbaiki dan mengganti kabel-kabel tersebut.
7
Di perairan laut teritorial, Indonesia mempunyai kekuasaan mutlak atas
wilayah perairan, dasar laut dan tanah dibawahnya serta udara
diatasnya. Tetapi sepanjang berkenaan dengan perairan laut teritorial
kedaulatan ini dibatasi dengan adanya hak lintas damai bagi kapal asing
dan dijamin keberadaannya oleh Konvensi Hukum Laut 1982 (KHL
1982), yaitu pasal 17 sampai dengan pasal 32. Sedangkan dalam Hukum
Laut Nasional Indonesia ketentuan lintas damai bagi kapal asing di atur
dalam pasal 11 sampai dengan pasal 17 UU No. 6 Tahun 1996.
Pembagian Alur Laut Kepulauan Indonesia dibagi menjadi :
i. ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina
Selatan
ii. ALKI II : Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi
iii. ALKI III-A : Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau
Buru)-Laut Seram (Timur Pulau Mongole) - Laut Maluku,
Samudera Pasifik
iv. ALKI III-B : Laut Timor - Selat Leti - Laut Banda – Laut Seram –
Laut Maluku – Samudera Pacifik
v. ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda terus ke utara ke utara ke
ALKI III-A
Gambar 2 :
Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia
8
Wilayah Perairan :
i. Perairan pedalaman : adalah semua perairan yang terletak pada
sisi darat dari garis air rendah pantai-pantai Indonesia, termasuk
kedalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi
darat dari suatu garis penutup.
ii. Perairan kepulauan : adalah semua perairan yang terletak pada sisi
dalam garis pangkal kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman
atau jarak dari pantai.
iii. Laut teritorial : adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang
diukur dari garis pangkal Kepulauan Indonesia.
Wilayah Yurisdiksi :
i. Zona tambahan : adalah zona yang lebarnya tidak melebihi 24 (dua
puluh empat) mil laut yang diukur dari garis pangkal dari mana
lebar laut teritorial diukur.
ii. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia : adalah suatu area di luar dan
berdampingan dengan laut teritorial Indonesia yang mengatur
mengenai perairan Indonesia dengan batas terluar 200 (dua ratus)
mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.
iii. Landas Kontinen : meliputi dasar Laut dan tanah dibawahnya dari
area di bawah permukaan Laut yang terletak di luar laut teritorial,
sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran
luar tepi kontinen atau hingga suatu jarak 200 (dua ratus) mil laut
dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur; dalam hal
pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut hingga
paling jauh 350 (tiga ratus lima puluh) mil laut atau sampai dengan
jarak 100 (seratus) mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2.500
(dua ribu lima ratus) meter.
9
Garis yang digunakan untuk mengukur laut teritorial suatu negara; Garis yang
menghubungkan titik-titik dari pulau terluar, pada saat air rendah.
Konsekuensi dari diberlakukannya laut teritorial selebar 12 mil adalah
bahwa di Indonesia tidak ada lagi laut lepas di antara pulau. Hal ini juga
sebagai konsekwensi logis diakuinya Republik Indonesia sebagai Negara
Kepulauan. Penentuan batas laut teritorial ditentukan oleh negara yang
pantainya berhadapan dan berdampingan, dengan ketentuan dihitung
berdasarkan garis tengah, yaitu garis yang titik-titiknya sama jarak dari titik-
titik terdekat pada ‘garis pangkal’ yang digunakan untuk mengukur lebar laut
teritorial masing-masing negara. Kecuali ada persetujuan lain yang dibuat
antara Negara-negara yang bersangkutan.
Gambar 3 :
Pembagian Batas Teritorial Negara Pantai Berhadapan
10
Internasional dengan tujuan untuk mencapai suatu penyelesaian yang pantas
dan fair.
Batas landas laut teritorial meliputi Zona Pesisir. Yang dimaksud zona
dapat diartikan daerah atau wilayah. Berdasarkan kedalamannya zona pesisir
dapat dibedakan menjadi 4 wilayah (zona) yaitu :
a. Zona “Lithoral”, adalah wilayah pantai atau pesisir atau “shore”. Di
wilayah ini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut
surut berubah menjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering
disebut juga wilayah pasang surut.
b. Zona “Neritic” (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang
surut hingga kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus
oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak terdapat
berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan,
contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar
kepulauan Riau.
c. Zona “Bathyal” (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki
kedalaman antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat
ditembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak
sebanyak yang terdapat di zona neritic.
d. Zona “Abysal” (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang
memiliki kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat
dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan, jenis hewan yang hidup di
wilayah ini sangat terbatas.
Gambar 4 :
Zona Pesisir Berdasarkan Kedalaman
11
2. Jalur Tambahan
Di samping laut territorial tersebut, berdasarkan Konvensi Hukum
Laut tahun 1982, dikenal juga adanya jalur tambahan selebar 24 mil yang
dihitung dari garis pangkal. Hak negara pantai pada jalur tambahan adalah :
i. Melakukan pencegahan atas pelanggaran kepabeanan, imigrasi,
fiskal, pencemaran, dan peraturan lainnya yang berlaku dalam laut
teritorialnya;
ii. Mengenakan hukuman atas pelanggaran ketentuan atau peraturan
yang terjadi di dalam wilayah laut teritorial.
Gambar 5 :
Pembagian Wilayah Laut Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB, Montego,
Caracas Tahun 1922
12
4. Landas Kontinen
13
serta menjalankan segala aktifitasnya. Di dalam kondisi dunia yang
sekarang ini, maka sebuah wilayah negara tentunya akan berbatasan
dengan wilayah negara lainnya, dan di dalamnya akan banyak terkait aspek
yang saling mempengaruhi situasi dan kondisi perbatasan yang
bersangkutan.
Perbatasan negara seringkali didefinisikan sebagai garis imajiner di
atas permukaan bumi yang memisahkan wilayah satu negara dengan
wilayah negara lainnya. Sejauh perbatasan itu diakui secara tegas dengan
traktat atau diakui secara umum tanpa pernyataan tegas, maka perbatasan
merupakan bagian dari suatu hak negara terhadap wilayah.
Kewenangan Negara Menetapkan Batas Negara, Pendepositan titik
dasar NKRI kepada PBB sesuai dengan ketentuan UNCLOS juga
merupakan sebuah kewenangan yang diberikan oleh Hukum Internasional,
dimana sebuah negara dapat menentukan titik dasar wilayahnya.
Batas wilayah negara Indonesia Di darat, Indonesia berbatasan
dengan Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste.
Sedangkan di laut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia,
Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Niugini, Australia dan Timor-
Leste.
Berdasarkan perkiraan tantangan yang akan dihadapi di masa
mendatang yang semakin kompleks, maka penegakan hukum kepabeanan
dan cukai akan senantiasa terkait erat dengan tugas dan fungsi untuk
mengamankan potensi penerimaan keuangan negara (revenue collector)
dan memfasilitasi perdagangan internasional (trade facilitator) sehingga
diperlukan upaya-upaya adalah revitalisasi sumber daya
manusia,pemanfaatan sistem informasi dan sistem teknologi, aplikasi
manajemen resiko yang handal, peningkatan sistem koordinasi antar
lembaga terkait, kerjasama internasional di bidang kepabeanan.
Gambar 6 :
Peta Wilayah Batas Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia
14
BAB II
KEWENANGAN PENGAWASAN DAN PENINDAKAN DI
BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI
15
Institusi kepabeanan dan cukai yang memiliki peranan yang sangat vital dalam hal
perdagangan internasional dituntut untuk melakukan pengawasan terhadap barang-barang
yang masuk ke wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Insitusi kepabeanan dan cukai
memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan penjagaan terhadap stabilitas keamanan dan
stabilitas perekonomian dalam negeri.
16
l) Memeriksa badan orang yang akan masuk atau keluar daerah pabean
Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World Customs
Organization (WCO) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode
untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul WCO
tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung pendeteksian
dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan penelitian dokumen,
pemeriksaan fisik, dan audit pasca-impor.
17
Kegiatan pengawasan dilaksanakan sesuai kewenangan kepabeanan dan cukai
berdasarkan ketentuan yang berlaku dan dilaksanakan secara sistematis, sinergis dan
komprehensif. Fungsi pengawasan Kepabeanan dilaksanakan dengan ketentuan :
a) fungsi intelijen dalam pengelolaan informasi meliputi pengumpulan, penilaian, analisis,
distribusi dan evaluasi data atau informasi, yang dilaksanakan oleh Unit Intelijen;
b) fungsi penindakan dalam pelaksanaan upaya fisik yang bersifat administratif meliputi
penghentian, pemeriksaan, penegahan, penyegelan, dan penindakan lainnya, yang
dilaksanakan oleh Unit Penindakan;
c) fungsi penanganan perkara meliputi penelitian/penyelidikan, penyidikan, penanganan
barang hasil penindakan dan barang bukti, penerbitan rekomendasi untuk pengenaan
sanksi administrasi, dan kegiatan lainnya berkaitan dengan penanganan perkara
kepabeanan dan cukai, yang dilaksanakan oleh Unit Penyidikan;
d) fungsi intelijen dalam pengelolaan informasi berupa pengumpulan, penilaian, analisis,
distribusi, dan evaluasi data atau informasi serta penindakan dalam pelaksanaan
upaya fisik yang bersifat administratif berupa patroli, penghentian, pemeriksaan,
penegahan, penyegelan, dan penindakan lainnya dalam pengawasan kepabeanan
berkaitan dengan NPP, yang dilaksanakan oleh Unit Narkotika.
e) fungsi pengelolaan sarana operasi pengawasan berupa penyediaan, penempatan,
pemeliharaan, pemanfaatan dan evalusi penggunaan sarana operasi dilaksanakan
oleh Unit Sarana Operasi.
18
C. Kegiatan Intelijen Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tanhun 2010, Intelijen adalah orang yang
bertugas mencari (mengamat-amati) seseorang atau dinas rahasia (spionase). Namun
menurut Qusyairi, 2010, intelijen tidak sekedar berkonotasi dengan kegiatan spionase
namun akan bermakna lebih luas sebagai cara mendapatkan informasi dengan
menggunakan kecerdasan otak atau pikiran.
Pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan
penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan : penelitian dokumen, pemeriksaan
fisik, dan audit paska impor.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengalami kesulitan
dalam mengawasi kemungkinan terjadinya pelanggaran karena adanya sisi lemah dari suatu
peraturan. Semakin canggihnya cara dan teknik pelanggaran dan penyelundupan sehingga
terkadang sulit untuk dibuktikan pelanggarannya. Adanya kepentingan pihak lain (antara lain
undang-undang kerahasiaan bank), menyangkut hak azasi perorangan yang dilindungi oleh
undang-undang. Sehubungan dengan kepentingan/kesejahteraan umum, berkaitan dengan
ketentuan perundang-undangan, membuat DJBC harus memikirkan cara untuk melakukan
pengawasan dengan lebih efektif dan efisien.
19
produk intelijen yang akurat dan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya atau
melakukan penindakan terhadap pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai.
Oleh World Customs Organization (WCO) intelijen pabean menurut tingkatannya
dikategorikan dalam tiga tipe, yaitu :
a) Intelijen Strategis, kegiatan intelijen yang dilakukan oleh pusat yang bertujuan untuk
menghasilkan suatu produk intelijen (inteligence product) yang akan digunakan oleh
unit operasional.
b) Intelijen Operasional, kegiatan intelijen yang dilakukan oleh regional/wilayah yang
bertujuan untuk menghasilkan suatu produk intelijen (inteligence product) yang akan
digunakan oleh unit operasional
c) Intelijen Target, kegiatan intelijen yang dilakukan oleh kantor pengawasan yang
bertujuan untuk menghasilkan suatu produk intelijen (inteligence product) yang akan
digunakan oleh unit operasional.
Kunci dari intelijen adalah informasi, sehingga tanpa informasi tidak akan ada intelijen,
dan kualitas dari produk intelijen ditentukan oleh :
a) Relevant, dari sejumlah informasi yang ada berdasarkan tujuan intelijen yang jelas.
b) Accurate, tingkat ketepatan informasi tersebut
c) Timely, tepat waktu dan tersedia saat dibutuhkan
Ketiga faktor tersebut dikenal dengan istilah RAT, bagi pengumpuk informasi jangan pernah
menyediakan informasi yang bukan RAT. Seorang informan misalnya menyampaikan
laporan dengan bahasa sandi kepada intelijen yang memberinya tugas “tikus besar sudah
lewat” artinya informasi yang dicari sudah diketahui banyak orang atau sudah terbuka.
Elemen kunci intelijen berikut harus terjawab dengan tuntas dan rinci, yaitu :
a) Siapa, dari siapa informasi dapat diperoleh. Apakah dalam jajaran Bea Cukai, POLRI,
Kejaksaan, Badan POM, Departemen Perdagangan, Imigrasi, BIN, Karantina, Kadin,
Ginsi, Gafeksi dan sebagainya
b) Apa, Informasi apa yang diperlukan tentang orang, perusahaan, eksportir, importir,
PPJK, suplier, barang, kegiatan, arus barang, fasilitas kepabeanan, harga barang,
pabrik, produsen, industri minuman, pabrik hasil tembakau (HT)/ Etil Alkohol
(EA)/Minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan sebagainya.
c) Kapan, informasi itu harus sudah diperoleh (saat ini, secepatnya, paling lambat,
sepanjang periode tertentu).
20
d) Dimana, Dimana informasi itu dapat diperoleh (di file, data base/pangkalan data, Kantor
Polisi, Kantor Penerbangan/Pelayaran, Kantor Freight Forwarder, internet dan
sebagainya).
e) Mengapa, Kenapa informasi itu diperlukan (karena data yang dimiliki kurang lengkap,
ada perbedaan data/information gap), untuk mengungkap modus operandi, untuk
melakukan pencegahan, penindakan, penegahan, penyelidikan, penyidikan, untuk
menetapkan kebijakan operasional, kepentingan dalam rangka menyusun rancangan
suatu peraturan dan sebagainya.
a. Bagaimana, Bagaimana informasi itu diperoleh (dibeli, penugasan informan, melalui
pertukaran data elektronik (PDE) dengan unit lain dalam jajaran Bea Cukai atau
instansi penegak hukum lain, kerjasama dengan AP negara lain, diakses dari internet
dan sebagainya.
Gambar 7 :
Struktur Intelijen
Pimpinan
Staf
21
Unsur Lapangan
Kegiatan intelijen dilaksanakan oleh Unit Intelijen dalam rangka pendeteksian dini atas
pelanggaran. Kegiatan intelijen dilaksanakan dengan kegiatan pengelolaan informasi sesuai
siklus intelijen, meliputi :
Bersumber dari :
a) Internal DJBC berupa data atau informasi yang diperoleh melalui kegiatan :
i. Surveillance : dilaksanakan dengan kegiatan pengamatan terhadap
orang, tempat, sarana pengangkut dan/atau obyek tertentu secara
berkesinambungan pada periode tertentu yang dilakukan secara tertutup
dalam rangka pengumpulan atau pendalaman data atau informasi yang
22
dapat menunjukkan adanya indikasi pelanggaran kepabeanan dan/atau
cukai
ii. Monitoring : dilaksanakan dengan kegiatan pengamatan terhadap data-
data transaksi pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan/atau cukai.
iii. atau penerimaan informasi dari unit internal lainnya; dan/atau
b) Eksternal DJBC berupa data atau informasi yang diperoleh dari laporan
masyarakat atau institusi atau sumber eksternal lainnya.
2. Penyeleksian Data
Hasil pengumpulan data atau informasi dilakukan penyeleksian data atau informasi
dengan penelitian terhadap lingkup informasi yang berkenaan dengan kepabeanan
dan/atau cukai dalam rangka menentukan kelayakan data atau informasi untuk
dilakukan klasifikasi. Hasil pengumpulan data atau informasi tersebut akan dituangkan
dalam Lembar Informasi (LI). Hasil pengumpulan data atau dikelola dalam Pangkalan
Data Intelijen yang berisi informasi yang bermanfaat untuk pengawasan kepabeanan
dan/atau cukai, antara lain pangkalan data : importir atau eksportir, pengusaha barang
kena cukai, PPJK, komoditi, dan lalu lintas penumpang pesawat udara.
3. Penilaian Data
Penilaian dilakukan dengan pengklasifikasian data atau informasi berdasarkan LI
dalam rangka menentukan kelayakan data atau informasi untuk dilakukan analisis.
Pengklasifikasian informasi dilakukan berdasarkan kriteria tertentu berupa kehandalan
23
sumber dan validitas informasi yang diperoleh. Hasil penilaian data atau informasi
sebagaimana dimaksud pada dituangkan dalam Lembar Klasifikasi Informasi (LKI).
4. Analisis Data
Analisis data atau informasi dilakukan dengan mencocokkan, membandingkan,
menguji dan meneliti data atau informasi berkaitan dengan indikasi pelanggaran
kepabeanan dan/atau cukai. Analisis data atau informasi dilakukan berdasarkan :
a) Lembar Klasifikasi Informasi (LKI)
b) Nota Pengembalian Informasi (NPI)
Hasil analisis data atau informasi sebagaimana dimaksud pada dituangkan dalam
Lembar Kerja Analisis Intelijen (LKAI).
5. Penyebaran Rekomendasi
Lembar Kerja Analisis Intelijen (LKAI) hanya disebarkan terbatas pada Unit
Pengawasan atau pihak terkait ditindaklanjuti dengan penerbitan produk-produk
intelijen berupa :
a) Nota Hasil Intelijen (NHI) yang memuat informasi mengenai indikasi kuat adanya
pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai yang bersifat spesifik dan mendesak
dari Unit Intelijen, untuk segera dilakukan penindakan oleh Unit Penindakan
Kantor Pelayanan;
b) Nota Informasi Penindakan (NIP) yang memuat informasi mengenai indikasi
adanya pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai yang bersifat spesifik dari Unit
Intelijen, untuk dapat dilakukan penindakan oleh Unit Penindakan Kantor Pusat
atau Kantor Wilayah secara horizontal;
c) Nota Informasi (NI) yang memuat informasi mengenai indikasi adanya
pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai yang bersifat umum atau spesifik
untuk dapat dilakukan penelitian mendalam oleh Unit Intelijen di Kantor Wilayah
atau Kantor Pelayanan;
d) Rekomendasi untuk audit, perbaikan sistem dan prosedur atau lainnya; atau
e) informasi lainnya, antara lain meliputi kecenderungan pelanggaran yang bersifat
umum atau peta kerawanan yang dapat digunakan sebagai salah satu dasar
pelaksanaan patroli.
6. Pendistribusian
Pendistribusian produk intelijen sebagaimana dimaksud dalam dilaksanakan secara
elektronik melalui hubungan langsung antar komputer atau melalui sistem Pertukaran
Data Elektronik; atau secara manual, dalam hal distribusi secara elektronik tidak dapat
24
dilakukan. Untuk kecepatan dan kerahasiaan, NHI atau NI dapat disampaikan lebih
awal melalui faksimili, radiogram, telepon, atau surat elektronik mendahului
penyampaian.
7. Pemutakhiran Data
Pemutakhiran data dalam profil intelijen yang meliputi profil penumpang, profil
perusahaan, profil komoditi, profil pengusaha barang kena cukai, dan profil lainnya,
dilaksanakan oleh Subdirektorat Intelijen berdasarkan informasi dan masukan dari
Kantor dan/atau Direktorat terkait. Pemutakhiran data dalam Profil Intelijen dapat
dilakukan berdasarkan Profil Penyidikan yang berasal dari Unit Penyidikan.
Profil Penyidikan oleh Unit Intelijen digunakan sebagai dasar penyusunan analisis
pasca
penindakan (post seizure analysis). Analisis tersebut sekurang-kurangnya memuat :
a) kronologis pelanggaran;
b) modus operandi;
c) indikator risiko pelanggaran;
d) analisis kebijakan atau peraturan perundang-undangan;
e) proses penanganan pelanggaran; dan
f) kesimpulan dan saran.
Subdirektorat Intelijen dapat melaksanakan penyebaran informasi hasil penindakan
kepada seluruh Unit Intelijen. Penyebaran informasi dilaksanakan segera dengan
penerbitan Distribusi Informasi Penindakan (DIP) yang dibuat berdasarkan Informasi
Penindakan (IP). DIP digunakan sebagai masukan dalam pengolahan data atau
informasi.
Unit Intelijen menerima permintaan Nota Profil (NP) yang memuat Profil Intelijen dari
Unit Penyidikan. Nota Profil (NP) sekurang-kurangnya memuat identitas dan data
pelanggaran dari orang dan/atau perusahaan.
25
b. Untuk mengurangi waktu dan biaya, apabila berdasarkan pertimbangan tersebut
informasi yang didapat jauh lebih singkat waktunya dan lebih murah.
c. Apabila penyelidikan terbuka tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan,
tidak dapat dilanjutkan karena tidak ada data sama sekali yang mendukung investigasi
tersebut.
1. Penelitian Pra-Penindakan;
Penindakan ini dilaksanakan apabila berdasarkan informasi yang diperoleh dari
unit intelijen terdapat indikasi pelanggaran. Informasi tersebut dapat berupa Nota Hasil
Intelijen (NHI), Nota Informasi Penindakan (NIP), atau informasi lainnya (yang dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam pelaksanaan kegiatan patroli). Penindakan
dapat dilakukan tanpa informasi dari unit intelijen karena kondisi yang bersifat
mendesak, seperti dalam hal :
a) terdapat informasi dari sumber lain terkait dengan penindakan yang perlu
segera dilakukan yang harus dituangkan dalam Lembar Informasi (LI-1)
b) tertangkap tangan, termasuk oleh masyarakat; atau
c) merupakan hasil pengembangan penindakan oleh Unit Penindakan terkait
dengan penindakan yang sedang dilakukan.
26
Atas informasi berupa Nota Hasil Intelijen (NHI) atau Nota Informasi Penindakan (NIP)
dilakukan analisis untuk menentukan kelayakan operasional, yang meliputi :
a) substansi pelanggaran yang meliputi jenis, tempat, waktu dan pelaku
pelanggaran;
b) kewenangan penindakan;
c) ketersediaan personil dan sarana penindakan.
a) Penindakan Mandiri
Dilaksanakan oleh Unit Penindakan Kantor DJBC yang menerima informasi
tanpa bantuan Unit Penindakan Kantor DJBC lain dengan dibuatkan Surat Bukti
Penindakan (SBP) dan berita acara terkait atas pelaksanaan penindakan.
27
Dilaksanakan oleh Unit Penindakan Kantor DJBC yang menerima informasi
dengan bantuan Unit Penindakan Kantor DJBC lain berdasarkan permintaan
tertulis sebelum penindakan, yang disampaikan secara hierarkis disertai alasan
dengan mempertimbangkan kriteria kewenangan dan dibuatkan Surat Bukti
Penindakan (SBP) serta berita acara terkait atas pelaksanaan penindakan.
Dalam keadaan mendesak yang tidak memungkinkan permintaan bantuan
disampaikan sebelum penindakan, maka pemberitahuan disampaikan segera
setelah penindakan dilakukan.
28
i. Patroli Laut,
Patroli laut dilaksanakan secara rutin atau sewaktu-waktu dalam rangka
pencegahan pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai termasuk untuk
mencari dan menemukan dugaan pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai.
Patroli Laut dilaksanakan di seluruh wilayah perairan Indonesia serta
tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Kepabeanan.
Gambar 8 :
Tim Patroli
29
Komandan
Patroli
Nahkoda
30
administrasi patroli yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
merupakan dasar pelaksanaan patroli. Surat perintah berupa :
a) Surat Perintah Patroli (SPP) kepada Komandan patroli dan anggota
patroli, dan Surat Perintah Berlayar (SPB) kepada nakhoda dan anak
buah kapal.
b) Sarana patroli berupa kapal patroli berikut perlengkapannya wajib
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c) Sarana operasi berupa senjata dapat digunakan dalam pelaksanaan
patroli dan wajib dilengkapi dengan Izin Penguasaan Pinjam Pakai
Senjata Api Dinas yang dikeluarkan oleh Pejabat yang menerbitkan
surat perintah. Izin Penguasaan Pinjam Pakai Senjata Api Dinas
dilampiri dengan Daftar Penempatan Senjata Api Dinas yang
mencantumkan jumlah, jenis, merk, tipe, dan ukuran/caliber serta
jumlah amunisi untuk masing-masing jenis serta nama-nama pejabat
yang bertanggung jawab untuk tiap-tiap senjata api dinas.
d) Kelengkapan administrasi patroli berupa dokumen patroli berupa :
31
keadaan yang dihadapi. Komandan patroli bertanggung jawab
terhadap kelancaran/ kesinambungan komunikasi dan pelaporan
selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari, baik antar kapal patroli
maupun dengan pejabat yang menerbitkan surat perintah.
32
Terhadap sarana pengangkut yang tidak mengindahkan perintah
penghentian harus dilakukan pengejaran. Dalam hal pengejaran
dilakukan secara terus menerus (hot pursuit) hingga keluar wilayah
kerja, komandan patroli pada kesempatan pertama harus melaporkan
kepada pejabat yang mengeluarkan surat perintah.
33
c) mengangkut barang impor dan/atau barang ekspor yang tidak
tercantum dalam manifes atau daftar barang Anak Buah Kapal
(ABK) dengan cara disembunyikan dalam ruangan ABK, ruang
mesin atau dinding-dinding sarana pengangkut;
d) mengangkut barang impor dan/atau ekspor dengan dilindungi
manifes ganda;
e) mengangkut barang impor dan/atau ekspor dengan modus antar
pulau; atau
f) mengangkut barang impor dan/atau ekspor yang diduga
seluruhnya atau sebagian belum diselesaikan kewajiban
pabeannya.
34
d) Komandan patroli bertanggung jawab terhadap kelancaran,
ketertiban, keamanan palaksanaan pemeriksaan dan kelancaran
lalu lintas kapal-kapal lainnya.
e) Dalam hal di tempat penghentian tidak mungkin dilakukan
pemeriksaan karena alasan mengganggu ketertiban umum; dan
membahayakan keselamatan personil dan kapal patroli atau
sarana pengangkut beserta awaknya, Komandan Patroli dapat
memerintahkan sarana pengangkut untuk menuju ke tempat lain
yang layak, Kantor terdekat, atau Kantor tempat kedudukan
pejabat penerbit Surat Perintah Patroli untuk pemeriksaan; atau
melakukan upaya paksa (pendeligeran) dalam hal perintah
komandan patroli tidak diindahkan.
f) Personil Satuan Tugas Patroli melakukan pemeriksaan dokumen
sarana pengangkut/barang dan fisik barang untuk menentukan
ada atau tidaknya pelanggaran. Dalam hal hasil pemeriksaan
tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran, komandan patroli
segera memerintahkan sarana pengangkut untuk meneruskan
perjalanannya. Namun apabila ditemukan adanya pelanggaran,
maka dilakukan kegiatan penindakan lebih lanjut.
5) Pengamanan Patroli
Dalam hal terjadi keadaan darurat, Komandan Patroli menyelamatkan
personil Satuan Tugas Patroli dan kapal patroli apabila kapal patroli
mengalami kerusakan, kebocoran, kebakaran atau keadaan darurat
lainnya. Komandan Patroli juga harus menyelamatkan awak sarana
pengangkut, dokumen-dokumen, barang serta sarana pengangkut
dalam hal sarana pengangkut yang ditegah mengalami kerusakan,
kebocoran, kebakaran atau keadaan darurat lainnya.
Dalam hal terjadi ancaman atau perlawanan oleh awak sarana
pengangkut atau pihak lain dalam pelaksanaan patroli, Komandan
Patroli memerintahkan personil Satuan Tugas Patroli untuk melakukan
tindakan pengamanan, penyelamatan, dan pembelaan diri dengan
atau tanpa menggunakan senjata api atau alat keamanan lainnya
dengan sedapat mungkin meminta persetujuan pejabat yang
menerbitkan surat perintah.
35
6) Pengakhiran Patroli
Setelah pelaksanaan patroli, Komandan Patroli wajib membuat laporan
tentang terjadinya peristiwa ancaman atau perlawanan serta tindakan
pengamanan kepada pejabat yang menerbitkan surat perintah dan
membuat laporan pertanggungjawaban dan berita acara penggunaan
senjata api dinas DJBC.
36
penggunaan senjata api yang merupakan tanggung jawab komandan
patroli), sarana patroli berupa kendaraan berikut perlengkapannya termasuk
senjata api (wajib dilengkapi dengan Izin Penguasaan Pinjam Pakai Senjata
Api Dinas yang dikeluarkan oleh Pejabat yang menerbitkan surat perintah)
dalam hal diperlukan, dan personil satuan tugas patroli yaitu komandan dan
anggota patroli.
Kegiatan patroli darat dilaksanakan dengan pengamatan terhadap
sasaran patroli berupa sarana pengangkut, barang atau tempat yang diduga
terkait dengan pelanggaran atas :
a) Kedatangan atau keberangkatan sarana pengangkut di pelabuhan
laut/udara
b) Pembongkaran, pemuatan, penimbunan, pemeriksaan dan
pengeluaran barang impor/ekspor pada kawasan pabean di dalam
maupun luar pelabuhan laut/udara.
c) Pengangkutan barang yang masih dalam pengawasan kepabeanan di
luar kawasan pabean
d) Pemasukan/pengeluaran barang impor/ekspor di perbatasan darat
e) Produksi di pabrik, penimbunan di Tempat Penyimpanan, tempat
usaha penyalur atau penjualan di Tempat Penjualan Eceran barang
kena cukai
f) Pengangkutan dan peredaran barang kena cukai di peredaran bebas.
4. Pemeriksaan Barang
37
tinggi, barang berbahaya bagi negara dan masyarakat, serta impor yang dilakukan
oleh importir yang mempunyai catatan kurang baik.
5. Pemeriksaan Bangunan
38
Pejabat bea dan cukai juga berwenang melakukan pemeriksaan atas
bangunan dan tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan
dengan bangunan atau tempat yang pendiriannya berdasarkan ketentuan kepabeanan
dan cukai, mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh pejabat bea dan cukai
ada kemungkinan barang oleh yang bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan
atau tempat lain atau terdapat dokumen-dokumen yang mempunyai hubungan
langsung atau tidak langsung dengan bangunan atau tempat lain yang sedang
dilakukan pemeriksaan. Misalnya, pemeriksaan bangunan tempat penyimpanan pita
cukai, atau kantor pusat atau kantor cabang pengusaha berikat, importir, eksportir,
forwarding, PPJK atau perusahaan lain yang berhubungan dengan impor dan ekspor
dan fasilitas kepabeanan lainnya.
Pejabat bea dan cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau
tempat yang bukan rumah tinggal selain tersebut diatas dan dapat memeriksa setiap
barang yang ditemukan. Bangunan dan tempat lain yang bukan rumah tinggal ini
misalnya bangunan yang didirikan khusus untuk menyimpan barang apa pun dan
pendirinya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha.
Sebagai syarat untuk melakukan pemeriksaan, pejabat bea dan cukai harus
memiliki surat perintah dari Direktur Jenderal untuk melindungi hak-hak asasi manusia.
39
iii. Pastikan tidak ada sesuatu yang dibuang oleh suspect.
iv. Tetap waspada dan amati perilaku suspect.
2) Saat Melakukan Pemeriksaan :
i. Bawa suspect ke tempat pemeriksaan badan.
ii. Berjalan di belakang suspect.
iii. Pastikan tidak ada sesuatu yang dibuang oleh suspect.
iv. Tetap waspada dan amati perilaku suspect.
3) Setelah Pemeriksaan Badan Selesai Dilakukan :
i. Mengingatkan suspect untuk memeriksa kembali uang dan barang-barang
berharga lainnya.
ii. Jika hasil pemeriksaan negatif, ucapkan terima kasih kepada suspect .
iii. Jika hasil pemeriksaan positif, segera lakukan penindakan sesuai prosedur.
Gambar 9 :
Metode Penyembunyian Pada Badan
7. Penegahan Kepabeanan
Adalah tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan
pengangkutan barang ekspor maupun impor sampai dipenuhinya kewajiban pabean.
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan terhadap barang impor
yang
40
a) berada di Kawasan Pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran
bebas tanpa memenuhi kewajiban pabean,
b) barang impor yang keluar dari Kawasan Pabean yang berdasarkan petunjuk yang
cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya,
c) barang impor yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang
(SPPB) yang terkena NHI,
d) barang impor yang berdasarkan hasil pemeriksaan mendadak kedapatan tidak
sesuai,
e) barang ekspor yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian
atau seluruh kewajiban pabeannya,
f) Penegahan dilaksanakan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang yang
diduga terkait dengan pelanggaran. Penegahan terhadap sarana pengangkut
laut/udara, dilaksanakan dengan mencegah keberangkatan atau mencegah untuk
melanjutkan perjalanan sarana pengangkut yang memuat barang impor atau
ekspor yang :
i. terdapat perbedaan jumlah dan/atau jenis kemasan/barang dengan
manifest;
ii. terdapat manifest lebih dari satu yang memuat data berbeda, atau tidak
dapat menunjukkan manifest; atau
iii. terdapat barang yang dicantumkan dalam manifest tetapi terdapat dugaan
melanggar ketentuan larangan dan pembatasan di bidang impor, ekspor,
barang tertentu atau cukai.
8. Penyegelan
Penyegelan dilaksanakan dengan mengunci, menyegel dan/atau melekatkan
tanda pengaman yang diperlukan terhadap sarana pengangkut, barang, bangunan
atau tempat yang diduga terkait pelanggaran
41
e) tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan
kepabeanan.
Pelekatan segel Bea dan Cukai harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
tanpa merusak tanda pengaman, agar peti kemas/kemasan barang yang dilekatkan
tanda pengaman Bea dan Cukai tidak dapat dibuka, barang curah yang dilekatkan
tanda pengaman Bea dan Cukai tidak dapat dimuat atau dibongkar.
Pemilik dan/atau yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat yang
disegel oleh Pejabat Bea dan Cukai wajib menjaga agar semua kunci, segel, atau
tanda pengaman tidak rusak atau hilang. Kunci, segel, atau tanda pengaman yang
telah dipasang tidak boleh dibuka, dilepas atau dirusak tanpa izin dari Pejabat Bea dan
Cukai. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor : P-26/BC/2010
Tentang : Bentuk, Warna, Ukuran Segel Dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai Dan
42
Tata Cara Penyegelan. Beberapa macam segel yang dipergunakan oleh Pejabat Bea
dan Cukai, yaitu :
i. Segel kertas, berupa lembaran kertas berperekat atau tidak dengan tanda atau
lambang Bea dan Cukai, dengan ukuran, bentuk, warna dan isi: ukuran 45 x 35
cm, bentuk empat persegi panjang, warna dasar merah, warna lambang
kuning, warna huruf hitam.
Gambar 10 :
Segel Kertas
Keterangan:
‐ Kertas berperekat
‐ Ukuran 45 cm x 35 cm
ii. Segel Pita, berupa pita yang terbuat dari kertas atau plastik berperekat atau
tidak dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai dengan lebar 2,5-5 cm,warna
dasar putih, warna huruf merah,dengan lambang Bea dan Cukai dibelakang
tulisan.
43
Gambar 11 :
Segel Pita
Keterangan:
‐ Lebar : 5 cm
‐ Panjang : dalam rol
iii. Segel timah, berupa timah dalam bentuk kancing dengan ukuran tertentu yang
dipasang dengan kawat segel tali, mengikat menggunakan tang, segel
berlambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan. Berdiameter 12 mm, tebal
segel timah 5 mm.
Gambar 12 :
Segel Timah
iv. Segel kancing, terbuat dari logam dan atau plastik dengan tanda atau lambang
Bea dan Cukai dan nomor pengawasan dengan warna putih, warna lambang
kuning, warna huruf Bea Cukai merah, female: panjang 3,5 cm, diameter 1,8
cm, male: panjang 6,7 cm, nomor pengawas sesuai dengan urutan.
44
Gambar 13 :
Segel Kancing
Keterangan:
- Panjang sebelum dikunci = +/- 7,7 cm
- Panjang setelah dikunci = +/- 6,8 cm
- Female = Panjang ± 3,5 cm, Diameter ± 1,8 cm
- Male = Panjang ± 6,7 cm
- Warna dasar = merah untuk segel, putih untuk tanda pengaman
- Nomor Pengawasan = Sesuai urutan pembuatan
v. Segel kunci, berbentuk gembok dengan anak terbuat dari logam dengan tanda
atau lambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan.
Gambar 14 :
Segel Gembok
Keterangan:
- Warna dasar = merah untuk segel, putih untuk tanda pengaman
- Nomor Pengawasan = sesuai urutan pembuatan
45
vi. Segel Lak yaitu lak yang dibubuhi tanda atau lambang Bea dan Cukai dengan
menggunakan stempel
Gambar 15 :
Segel Lak
Keterangan:
- Segel Bea dan Cukai : Lak Warna Merah
- Tanda Pengaman Bea dan Cukai : Lak Warna Putih
vii. Segel atau Tanda Pengaman Elektronik adalah segel atau tanda pengaman
yang dilengkapi dengan piranti elektronik dan/atau terhubung dengan sistem
elektronik tertentu yang disetujui oleh Pejabat Bea dan Cukai.
Gambar 16 :
Segel Elektronik
viii. Segel atau Tanda Pengaman Barcode adalah salah satu jenis segel atau tanda
pengaman elektronik dalam bentuk kertas, pita, kancing, kunci atau lainnya
yang tercetak barcode secara permanen.
46
Gambar 17 :
Segel Barcode
ix. Segel bentuk lainnya adalah alat berupa kertas yang digunakan sebagai
pengganti segel yang dipakai dalam keadaan di mana tidak tersedianya segel,
yang memuat pernyataan pejabat serta ditandatangani untuk mengesahkan
sebagai segel.
Penyegelan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah
yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Penyegelan dengan Surat Perintah
harus dilakukan oleh Satuan Tugas yang terdiri dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
Pejabat Bea dan Cukai.
Dalam keadaan mendesak dan berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa
barang dan sarana pengangkut belum dipenuhi/diselesaikan kewajiban pebeannya
tersangkut pelanggaran kepabeanan atau peraturan lartas impor/ekspor, pejabat Bea
dan Cukai dapat melakukan penyegelan tanpa disertai dengan Surat Perintah.
Keadaan perlu dan mendesak adalah suatu keadaan dengan mana penyegelan harus
seketika itu dilakukan dan apabila tidak dilakukan dalam arti harus menunggu Surat
Perintah terlebih dahulu penegakan hukum tidak dapat dilakukan lagi. Pejabat yang
melakukan penyegelan dalam keadaan perlu dan mendesak segera melaporkan
kepada pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1x24 jam
terhitung sejak penyegelan dilakukan.
Penyegelan yang dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea
dan Cukai wajib membuat Berita Acara Penyegelan; Berita Acara Penyegelan
ditandatangani oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dan diberi
nomor.
Pemilik dan/atau yang menguasai barang, sarana pengangkut, kemasan dan
bangunan atau tempat lain yang disegel oleh Pejabat wajib menjaga agar semua segel
tidak rusak atau hilang baik secara fisik maupun fungsinya.
47
Setelah melakukan penindakan, Pegawai Bea dan Cukai akan menerbitkan
Surat Bukti Penindakan (SBP) dan menyerahkan kepada pemilik atau pihak yang
menguasai sarana pengangkut, bangunan/tempat/ruang atau barang.
Surat Bukti Penindakan ditandatangani oleh Pejabat yang melakukan
penindakan dan pemilik atau pihak yang dilakukan. Apabila pemilik atau pihak yang
dilakukan penindakan menolak menandatangani Surat Bukti Penindakan, dibuat Berita
Acara Penolakan Tandatangan Surat Bukti Penindakan, disertai alasan penolakan
yang ditandatangani oleh pejabat yang melakukan penindakan dan pemilik atau pihak
yang dilakukan penindakan.
Dan apabila pemilik atau pihak yang dilakukan penindakan juga menolak
menandatangani Berita Acara Penolakan, pejabat yang melakukan penindakan
membuat dan menandatangani Berita Acara Penolakan. Berdasarkan Surat Bukti
Penindakan, Pejabat yang melaksanakan penindakan segera membuat Laporan
Pelaksanaan Tugas Penindakan (LPTP).
Atas hasil penindakan yang telah dilaksanakan, Unit Penindakan segera
menyampaikan kepada Subdit Intelijen dengan menggunakan Informasi Penindakan
(IP) yang ditembuskan kepada Subdit Penindakan, untuk digunakan sebagai masukan
atau referensi dalam rangka pengolahan informasi.
hasil kegiatan surveillance kepabeanan dan/atau cukai oleh Unit Intelijen Kantor
DJBC
hasil kegiatan surveillance kepabeanan terkait NPP oleh Unit Narkotika.
48
Setelah seluruh tahapan penindakan selesai, Unit Penindakan membuat
Laporan Tugas Penindakan (LTP) dan melakukan Analisa Hasil Penindakan dalam
waktu :
49
BAB III
PENANGANAN PERKARA
B. Penerimaan Perkara
50
b) hasil penelitian atau pemeriksaan dari unit lainnya;
c) hasil tertangkap tangan oleh Pejabat;atau
d) penyerahan dari instansi lain.
C. Penelitian Pendahuluan
51
Hasil Penelitian pendahuluan, dituangkan dalam Lembar Penelitian Formal (LPF)
yang memuat tentang analisis perkara yang diterima dari unit penindakan atau intansi lain
untuk ditentukan dapat tidaknya perkara diterima.
Apabila hasil Penelitian pendahuluan atas penerimaan perkara yang berasal dari
Unit Penindakan ditemukan dugaan pelanggaran, Unit Penyidikan akan melakukan :
a) penyidikan dengan menerbitkan Laporan Kejadian (LK), Surat Perintah Tugas
Penyidikan (SPTP), Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (PDP), apabila diduga
pelanggaran pidana
b) penelitian dengan menerbitkan Surat Perintah Penelitian (SPLIT), apabila diduga
pelanggaran administrasi atau diperlukan penelitian lebih mendalam atas indikasi
pelanggaran,
c) permintaan penyerahan Barang Hasil Penindakan (BHP) dengan berita acara.
Dan jika hasil Penelitian pendahuluan atas penerimaan perkara yang berasal dari
unit lainnya ditemukan dugaan pelanggaran, dibuatkan Laporan Pelanggaran (LP-1) dan
dilakukan :
a) penyidikan dengan menerbitkan Laporan Kejadian (LK), Surat Perintah Tugas
Penyidikan (SPTP), Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (PDP), apabila diduga
pelanggaran pidana; atau
b) penelitian dengan menerbitkan Surat Perintah Penelitian (SPLIT), apabila diduga
pelanggaran administrasi atau diperlukan penelitian lebih mendalam atas indikasi
pelanggaran; dan pelaksanaan serah terima perkara disertai barang hasil penindakan,
alat bukti terkait, dan pelaku yang bertanggungjawab atas pelanggaran (jika ada)
dengan berita acara; dan/atau
c) penegahan dengan penerbitan dan penyampaian Surat Bukti Penindakan (SBP)
kepada pemilik atau penguasa barang.
Namun jika hasil penelitian pendahuluan atas penerimaan perkara dari Unit
Penindakan dan unit lainnya tidak ditemukan dugaan pelanggaran, dilakukan pengembalian
perkara dengan pemberitahuan tertulis disertai alasan.
Terhadap perkara yang berasal dari instansi lain Unit Penyidikan melakukan
penelitian pendahuluan mengenai pemenuhan persyaratan untuk menentukan dapat
tidaknya dilakukan proses penanganan perkara lebih lanjut apabila hasil penindakan
merupakan tertangkap tangan atas dugaan pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai dan
berdasarkan hasil penelitian/penyelidikan awal disimpulkan adanya bukti permulaan yang
cukup terjadi pelanggaran, terdapat pihak yang bertanggungjawab dan terdapat
kelengkapan/keberadaan barang hasil penindakan, dokumen/surat terkait dan saksi-saksi.
52
Apabila terhadap penelitian pendahuluan tersebut ditemukan dugaan
pelanggaran, Unit Penyidikan membuat Laporan Pelanggaran (LP-1) melaksanakan serah
terima perkara disertai barang hasil penindakan, alat bukti terkait, dan pelaku yang
bertanggungjawab atas pelanggaran dengan berita acara, menegah barang hasil
penindakan yang diterima dengan menerbitkan dan menyampaikan Surat Bukti Penindakan
(SBP) kepada pemilik atau penguasa barang, meneliti/menyidik lebih lanjut atas perkara
yang diterima.
Namun apabila atas hasil penelitian pendahuluan tidak ditemukan adanya dugaan
pelanggaran, Unit Penindakan akan memberitahukan secara tertulis mengenai penolakan
pelimpahan perkara disertai alasan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan
Cukai.
53
Dilakukan oleh unit penyidikan kantor DJBC yang melakukan penindakan sendiri atau
hasil pelimpahan dan apabila terdapat minimal 2 (dua) orang penyidik; dan tidak
terdapat pertimbangan kompleksitas perkara. Penanganan ini dilaksanakan
penelitian/penyidikan berdasarkan surat perintah.
b) Penanganan perkara dengan perbantuan
Dilaksanakan berdasarkan permintaan dari kantor DJBC yang melaksanakan
penindakan/menerima penyerahan perkara yang disampaikan secara hierarkis disertai
alasan dengan mempertimbangkan kriteria kewenangan.
Unit Penyidikan kantor DJBC yang melaksanakan penindakan/menerima penyerahan
perkara dapat dibantu penyidik dari kantor DJBC lain apabila : perkara merupakan
hasil penindakan sendiri atau hasil pelimpahan, jumlah Penyidik kurang dari 2 (dua)
orang, dan/atau, terdapatnya pertimbangan kompleksitas perkara dan/atau karena
sorotan publik.
Penelitian/penyidikan dilaksanakan oleh kantor yang mengajukan permintaan
berdasarkan surat perintah dengan mengikutsertakan penyidik yang diperbantukan
dari kantor DJBC lain.
c) Penanganan perkara yang dilimpahkan;
Dilaksanakan dengan pelimpahan perkara dari kantor DJBC yang melakukan
penindakan kepada kantor tujuan pelimpahan secara vertical/horizontal dalam bentuk
Surat Pelimpahan Perkara yang dilampiri : Dokumen penindakan meliputi Surat
Perintah, Surat Bukti Penindakan (SBP), Laporan Pelanggaran (LP) dan dokumen
penanganan perkara dan dokumen/surat terkait pelanggaran (alat bukti).
Penanganan perkara yang dilimpahkan dilaksanakan oleh unit penyidikan kantor
DJBC yang menerima pelimpahan perkara jika perkara merupakan hasil penindakan
sendiri atau hasil pelimpahan dari kantor DJBC lain, dan terdapat minimal 2 (dua)
orang penyidik pada kantor yang menerima pelimpahan.
Unit Penyidik akan melakukan serah terima Barang Hasil Penindakan (BHP) dan
Pelaku (jika ada) dengan berita acara. Penelitian/penyidikan dilakukan oleh kantor
tujuan berdasarkan surat perintah. Penolakan pelimpahan perkara diberitahukan
dengan secara tertulis dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
d) Penanganan perkara yang dilimpahkan dengan perbantuan.
Dilaksanakan dengan pelimpahan perkara dari kantor DJBC yang melakukan
penindakan kepada kantor tujuan pelimpahan secara vertical/horizontal dalam bentuk
Surat Pelimpahan Perkara yang dilampiri : Dokumen penindakan meliputi Surat
54
Perintah, Surat Bukti Penindakan (SBP), Laporan Pelanggaran (LP) dan dokumen
penanganan perkara; dan dokumen/surat terkait pelanggaran (alat bukti).
Penanganan perkara yang dilimpahkan dilaksanakan oleh kantor DJBC yang
menerima pelimpahan disertai bantuan penyidik apabila : jumlah penyidik kantor yang
menerima pelimpahan kurang dari 2 (dua) orang, dan/atau terdapatnya pertimbangan
kompleksitas perkara.
Apabila pelimpahan perkara diterima, Unit Penyidikan akan menerima Barang Hasil
Penindakan (BHP) dan Pelaku (jika ada) dengan berita acara dan melakukan
penelitian/penyidikan oleh kantor tujuan berdasarkan surat perintah yang
mengikutsertakan penyidik yang diperbantukan.
Apabila pelimpahan perkara ditolak, Unit Penyidikan akan memberitahukan secara
tertulis disertai alasan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
Dalam keadaan yang sangat mendesak (peka waktu) dan perlu terkait dengan
penindakan yang sedang dilakukan, Unit Penindakan kantor DJBC dapat melakukan
pelimpahan perkara segera kepada Unit Penyidikan kantor DJBC lain di tempat dilakukan
penindakan dengan persetujuan Unit Penyidikan Kantor DJBC yang melakukan penindakan.
Pelimpahan perkara dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria kewenangan
setelah melakukan koordinasi unit penyidikan kantor setempat dengan hanya meliputi hasil
penindakan berupa : Surat Bukti Penindakan (SBP) dan dokumen penindakan lainnya,
barang hasil penindakan, dokumen/surat terkait dengan pelanggaran, dan pelaku
pelanggaran (jika ada). Pelimpahan perkara tersebut dituangkan dalam berita acara.
Surat Perintah Penelitian (SPLIT) adalah surat perintah yang diterbitkan oleh
Direktur Penindakan dan Penyidikan/Kepala Kantor DJBC atau pejabat yang ditunjuk
ditujukan kepada pegawai pemeriksa untuk melakukan penelitian/penyelidikan terhadap
dugaan pelanggaran guna menentukan ada tidaknya pelanggaran dan/atau menentukan
pelanggaran pidana/administrasi.
Surat Perintah Tugas Penyidikan (SPTP) diterbitkan oleh Direktur Penindakan dan
Penyidikan/Kepala Kantor DJBC atau pejabat yang ditunjuk dalam kapasitas selaku penyidik
yang ditujukan kepada Penyidik untuk melakukan penyidikan perkara pidana sesuai
ketentuan yang berlaku. Dalam hal pejabat yang ditunjuk bukan penyidik, penerbitan
dilakukan oleh penyidik dengan diketahui oleh Direktur Penindakan dan Penyidikan/Kepala
Kantor DJBC.
Setelah diterbitkan Surat Perintah Tugas Penyidikan (SPTP), penyidik segera
menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Penuntut
Umum yang berisi pemberitahuan tentang dimulainya penyidikan atas suatu perkara pidana.
55
E. Penelitian dan Penyidikan
56
c) penetapan barang sebagai barang yang dikuasai negara (BDN), atau barang yang
menjadi milik negara (BMN),
d) pemblokiran, dalam hal merupakan pelanggaran administrasi atau pelanggaran
pidana yang dikenakan sanksi pemblokiran sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
e) audit, dalam hal tidak ditemukan pelanggaran administrasi atau pelanggaran
pidana namun terdapat indikasi belum terpenuhinya sebagian/seluruh kewajiban
kepabeanan dan/ atau cukai.
f) reekspor, dalam hal tidak terdapat pelanggaran namun tidak dapat memenuhi
persyaratan ketentuan impor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g) tidak melayani pemesanan pita cukai, dalam hal terdapat pelanggaran
administrasi cukai yang dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
h) pelimpahan ke Instansi terkait, dalam hal pelanggaran yang ditemukan bukan
merupakan kewenangan DJBC atau terdapat ketentuan lain yang mengatur lebih
khusus.
i) penelitian perkara tidak dilanjutkan, dalam hal bukan pelanggaran atau
pelanggaran administrasi yang telah diselesaikan kewajiban pabean dan/atau
cukainya.
57
5. pembuatan resume perkara dengan kesimpulan, seperti :
a) unsur-unsur tindak pidana terpenuhi dan dituangkan dalam Lembar Resume
Pidana (LRP-2) yang memuat hasil analisis dan rekomendasi perkara
pelanggaran pidana.
b) unsur-unsur tindak pidana tidak terpenuhi dan dituangkan dalam Lembar Resume
Penelitian (LRP-1) yang memuat hasil analisis dan rekomendasi perkara
pelanggaran pidana/administrasi.
6. penyampaian usulan alternatif penyelesaian perkara, seperti :
a) Pengiriman berkas ke Jaksa Penuntut Umum, dalam hal berkas penyidikan
selesai.
b) Penyidikan lanjutan, dalam hal masih diperlukan untuk lebih memperkuat alat
bukti dugaan perkara pidana atau berdasarkan petunjuk JPU.
c) Penghentian penyidikan/SP3, dalam hal bukan merupakan tindak pidana atau
tidak terdapat cukup bukti atau tersangka meninggal dunia.
d) Penghentian penyidikan untuk kepentingan penerimaan negara (deponer) sesuai
ketentuan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penyidikan dapat diadakan gelar perkara dengan
maksud dan tujuan untuk memperoleh masukan guna penyelarasan atau penyempurnaan
dalam pemberkasan dan untuk menyampaikan informasi/laporan guna pemantauan
perkembangan penelitian/penyidikan serta pengelolaan proses penanganan perkara.
Gelar perkara dapat dilaksanakan pada tahap pra penyidikan (penelitian), tahap
penyidikan dan/atau tahap akhir penyidikan, berdasarkan pengajuan permintaan gelar
perkara oleh :
a) Tim Penyidik, dalam hal diperlukan untuk memperoleh masukan guna penyelarasan
atau penyempurnaan dalam pemberkasan;
b) Atasan Tim Penyidik, dalam hal diperlukan untuk memperoleh informasi/laporan guna
pemantauan perkembangan penyidikan dan pengelolaan proses penanganan perkara;
c) Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam hal diperlukan untuk memperoleh gambaran
tentang perkara yang ditangani dan memberikan petunjuk guna pemenuhan alat bukti
atas unsur-unsur pasal yang disangkakan.
Peserta gelar perkara meliputi :
a) Tim Penyidik yang terdiri dari koordinator sebagai penyaji dan anggota;
b) Atasan Tim Penyidik;
c) Pihak terkait untuk kepentingan penanganan perkara; dan/atau
d) Jaksa Penuntut Umum (dalam hal diperlukan).
Materi gelar perkara antara lain meliputi :
58
a) kronologis kasus;
b) anatomi kasus (anatomy of crime);
c) matriks keterkaitan alat bukti;
d) tindakan yang telah dilakukan;
e) hambatan atau kendala;
f) tindakan yang akan dilakukan; dan
g) saran atau pendapat;
Hasil pelaksanaan gelar perkara dibuat berita acara yang ditandatangani peserta
gelar perkara dan dijadikan panduan bagi Tim Penyidik untuk penyelesaian penanganan
perkara.
Setelah proses penyidikan tersebut, Unit Penyidikan akan membuat resume perkara
dan disusun dalam bentuk berkas perkara guna pelimpahan perkara kepada penyidik
BNN/POLRI dengan ketentuan :
a) penyerahan atas tersangka dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 × 24 jam
b) penyerahan atas barang sitaan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 × 24 jam atau
14 (empat belas) hari jika berkaitan dengan daerah yang sulit terjangkau karena faktor
geografis atau transportasi.
c) penyerahan tersangka dan barang sitaan dilaksanakan dengan berita acara.
Apabila penanganan perkara dilaksanakan oleh PPNS Bea dan Cukai dan tidak
dilakukan pelimpahan perkara, pelaksanaan penyidikan berkoordinasi dengan penyidik
BNN/POLRI.
59
Terhadap barang hasil penindakan dilakukan pencacahan oleh Unit Penindakan
bersama-sama dengan Unit Penyidikan berdasarkan surat perintah. Pencacahan meliputi
jumlah, jenis, merek, kondisi, tipe, dan spesifikasi serta negara asal barang hasil penindakan
dan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pejabat pencacahan.
Dalam hal barang hasil penindakan berasal dari pelimpahan instansi lain maka
dilakukan pencacahan setelah diterbitkan LP-1 berdasarkan surat perintah dan dituangkan
ke dalam berita acara. Serah terima barang hasil penindakan dari unit penindakan atau dari
instansi lain yang telah dilakukan pencacahan dilakukan dengan berita acara. Berita acara
memuat keterangan sekurang-kurangnya meliputi masing-masing pihak yang melakukan
serah terima dan barang hasil penindakan yang diserahterimakan.
Barang hasil penindakan disimpan di gudang, lapangan, atau tempat milik kantor
DJBC yang layak sebagai lokasi penimbunan barang. Dalam hal penimbunan tidak dapat
dilaksanakan, barang hasil penindakan dapat disimpan di tempat lain selain gudang atau
lapangan dan dilakukan penyegelan dengan mempertimbangkan keamanan dan keutuhan
barang.
Terhadap barang hasil penindakan yang disimpan dilakukan pelekatan label yang
mencantumkan :
a) nomor registrasi barang hasil penindakan;
b) jumlah dan jenis barang hasil penindakan;j
c) jenis kemasan;
d) ciri-ciri/sifat khas dari barang hasil penindakan;
e) tempat dan tanggal pencacahan atau penyitaan;
f) nomor dan tanggal dokumen asal barang hasil penindakan
g) (LK/LP/LP-1);
h) pihak yang menyerahkan barang hasil penindakan;
i) status barang hasil penindakan; dan
j) uraian singkat perkara.
Terhadap barang hasil penindakan yang telah mendapatkan penetapan sita dari
pengadilan negeri setempat dapat dititipkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
(RUPBASAN) dengan berita acara. Penyegelan dilaksanakan sesuai tata cara penyegelan
yang berlaku.
Berdasarkan hasil penelitian, barang hasil penindakan diselesaikan dengan :
a) pengembalian barang hasil penindakan kepada pemilik/kuasanya dalam hal bukan
merupakan pelanggaran atau merupakan pelanggaran administrasi yang telah
diselesaikan sanksi administrasinya.
60
b) penyitaan sebagai barang bukti dalam hal merupakan pelanggaran pidana. penetapan
sebagai barang yang dikuasai negara (BDN) atau barang yang menjadi milik negara
(BMN) dalam hal merupakan pelanggaran pidana yang pelakunya tidak dikenal sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
c) direekspor, dalam hal bukan merupakan pelanggaran namun tidak memenuhi
persyaratan impor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d) pelimpahan ke Instansi terkait, dalam hal merupakan pelanggaran yang bukan
kewenangan DJBC atau terdapat ketentuan lain yang mengatur lebih khusus.
Terhadap barang hasil penindakan dapat disisihkan :
1. pada proses penelitian/penyelidikan untuk :
a) kepentingan pengujian dan identifikasi barang.
b) kepentingan penelitian perkara pada Kantor DJBC lain.
c) kepentingan lainnya dalam rangka penelitian.
2. pada proses penyidikan untuk :
a) kepentingan pembuktian termasuk antara lain terhadap barang bukti yang akan
dilelang atau dimusnahkan;
b) kepentingan pengujian dan identifikasi barang.
c) penyidikan pada perkara lain.
Penyisihan dilaksanakan setelah penyitaan dan diperoleh penetapan penyitaan
sebagai barang bukti dari pengadilan. Penyisihan dilaksanakan berdasarkan surat perintah
dan dibuatkan berita acara.
Terhadap barang hasil penindakan dilakukan pemusnahan :
a) pada tahap penelitian, barang hasil penindakan merupakan barang yang mudah busuk
atau barang kena cukai impor berupa minuman mengandung etil alkohol, konsentrat
mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau;
b) pada tahap penyidikan, barang hasil penindakan merupakan barang yang mudah
busuk, merusak, berbahaya dan/atau memerlukan biaya penyimpanan yang tinggi dan
telah diperoleh izin dari ketua pengadilan;
c) atas barang milik negara yang telah mendapat penetapan peruntukan untuk
dimusnahkan dari Menteri Keuangan.
Pemusnahan sedapat mungkin dilaksanakan dengan persetujuan pemilik barang
dan dilaksanakan dengan berita acara.
Terhadap barang hasil penindakan dapat dilakukan pelelangan :
61
a) pada tahap penyidikan, atas barang yang mudah rusak, berbahaya dan/atau
memerlukan biaya penyimpanan yang tinggi dengan izin ketua pengadilan dan sedapat
mungkin dengan persetujuan pemilik barang; atau
b) atas barang milik negara yang telah mendapat penetapan peruntukan untuk dilelang
dari Menteri Keuangan.
Pelelangan dilaksanakan dengan berita acara dan hasil pelelangan berupa uang
dipakai sebagai barang bukti.
62
dengan menempatkan tersangka pada Rumah Tahanan Negara (Rutan) atau Cabang Rutan
atau Cabang RUTAN DJBC dengan surat pengantar dan dibuatkan berita acara dengan
dilampirkan :
a) Surat Perintah Tugas Penyidikan (SPTP),
b) Surat Perintah Penangkapan,
c) Berita Acara Penangkapan,
d) Surat Perintah Penahanan,
e) Berita Acara Penahanan,
Penanganan tahanan selama dan saat mutasi keluar Cabang Rutan DJBC meliputi :
a) pemenuhan kebutuhan makanan, minum dan kesehatan.
b) pengamanan tahanan.
c) penatausahaan perpanjangan penahanan dan peminjaman tahanan oleh penyidik
dengan berita acara.
d) penatausahaan pengunjung tahanan dalam Buku Daftar Kunjungan.
e) pengeluaran tahanan atas permintaan penyidik atau berakhirnya masa tahanan
dengan berita acara.
Ketentuan dan tata cara yang berkenaan dengan pemeriksaan, penangkapan dan
penahanan tersangka dilaksanakan sesuai ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana. Cabang rumah tahanan yang berkedudukan di Kantor Pusat DJBC atau kantor
DJBC lain dikelola oleh Unit Penyidikan. Unit Penyidikan bertanggung jawab dalam
pengelolaan tahanan yang meliputi : penatausahaan tahanan, pelayanan tahanan, dan
keamanan tahanan.
63
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara
Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942);
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2294);
Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3209);
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1961 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961
Nomor 276; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2318);
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2294);
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun
1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2294);
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 75 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 105,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755) ;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 10),Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3671;
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 143),Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5062;
64
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 294),Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5603;
65
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 08/BC/1997 tentang Penghentian,
Pemeriksaan, dan Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang diatasnya serta
Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang;
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 37/BC/1997 tentang Pemeriksaan
barang, Bangunan, atau Tempat lain dan Surat atau Dokumen yang Berkaitan
dengan Barang;
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 38/BC/1997 tentang Pemeriksaan
Badan;
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 57/BC/1997 tentang Petunjuk Pelaksana
Proses Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 101/BC/2001 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penindakan dan Penyidikan di Bidang Kepabeanan dan Cukai pada
Direktorat Penindakan dan Penyidikan
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 53/BC/2010 tentang Tatalaksana
Pengawasan
66
PENYUSUN
Kurniawan, SE
19760829 199602 1 001
Penata / Gol III C
Widyaiswara Muda
Pusdiklat Bea dan Cukai
Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
67
LAMPIRAN - LAMPIRAN
68