Resume Bab V Demokrasi Terpimpin
Resume Bab V Demokrasi Terpimpin
BAB V
Konfigurasi Politik
3. Hukum Agraria
a) Meneruskan Usaha Periode Sebelumnya
Pemerintah pada periode ini tinggal menyempurnakan
sistematika dan beberapa ketentuan atas rancangan lama untuk
disampaikan kepada DPR dalam rangka pembahasan dan
pengundangan.
b) UU No. 5 Tshun 1960
I. Pengundangannya
UUPA dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1960
Nomor 104, sedangkan penjelasannya dimuat dalam Tambahan
Negara nomor 2043. Secara hukum UUPA adalah meletakkan
dasar bagi terciptanya struktur hukum agraria yang dapat
diterima secara nasional, guna menyederhanakan hukum serta
pedoman penetuan hak rakyat atas tanah.
II. Sistematika Materinya
Kelompok pertama, memuat berbagai hal yang
biasanya menjadi Batang Tubuh UU pada
umumnya.berjumlah 4 BAB dan 58 Pasal.
Kelompok kedua, memuat ketentuan-ketentuan
konversi yang seluruhnya terdiri atas sembilan pasal
(dalam angka romawi).
Kelompok ketiga, memuat ketentuan perubahan
susunan pemerintahan desa berkenaan dengan
berlakunya UUPA.
Kelompok keempat, memuat peralihan hak-hak dan
wewenang swapraja dan bekas swapraja atas bumi dan
air.
Kelompok kelima, memuat penyebutan, pemberlakuan,
dan perintah pengundangannya dalam Lembaran
Negara.
III. Penghapusan Hukum Lama
Adapun peraturan perundang-undangan yang dicabut
dengan berlakunya UUPA dapat dibagi dalam 2 kelompok.
Pertama yang dicabut secara eksplisit yakni pencabutannya
dinyatakan secara tegas dalam UUPA. Kedua yang dicabut
secara implisit yakni pencabutannya tidak secara tegas
dinyatakan dalam UUPA, tetapi tercabut dengan sendirinya
karena memuat materi yang bertentangan dengan asas-asas
yang dipakai dalam UUPA.
IV. Kedudukan Hukum Adat
Pemberian kedudukan istimewa terhadap hukum adat
dalam hukum agraria bukan hanya ditempatkan dalam Pasal 5,
tetapi juga banyak ditemui pada Pasal 2 ayat (4), Pasal 3, Pasal
22 ayat (1), Pasal 56, Pasal 58, Pasal VI Konversi, Pasal VII
Konversi, Konsiderans, dan penjelasan. Oleh sebab itu
pemberlakuan hukum adat dalam UUPA disertai dengan
persyaratan minimal yakni:
Tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional
dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa.
Tidak boleh bertentangan dengan sosialisme Indonesia;
Tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan
yang tercantum dalam UUPA, dan tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundangan lainnya.
V. Hak Menguasai dari Negara
Dengan demikian hak menguasai sudah melekat dengan
sendirinya pada negara sebagai wakil rakyat yang terikat secara
persatuan. Wewenang ini kemudian didelegasikan kepada
daerah sebagai pelaksanaan asa medebewind. Hak menguasai
dari negara ini merupakan hak rakyat pada tingkat negara.
VI. Prinsip Fungsi Sosial
Pasal 6 UUPA menegaskan bahwa semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial. Fungsi sosial dapat diartikan sebagai
penyangkalan terhadap hak subjektif yang sepenuh-penuhnya.
Artinya bahwa hukum agraria Indonesia mengambil jalan
kompromi antara dua ekstrem paham, yaitu individualisme dan
komunalisme atau antara kepentingan pribadi dan kepentingan
masyarakat secara bersama. Konsekuensinya adalah jika ada
tanah yang terlantar maka hak atas tanah tersebut kembali
kepada negara.
VII. Hak-hak Baru dan Konversi Hak-hak Lama
Pasal 16 mengatur hak-hak baru atas tanah yang
berimplikasi pada penghapusan atau konversi atas hak-hak
yang dikenal sebelumnya untuk dibuat ke dalam hak-hak baru
tersebut. Dapat disimpulkan bahwa UUPA mengenal adanya
hak kolektif dan hak-hak privat. Dengan berbagai penetapan
hak dalam UUPA maka hak-hak agraria lama yang bersifat
dualistis, dihapuskan. Oleh sebab itu, UUPA mengatur juga
hak-hak yang diberi sifat sementara (pemberlakuannya ditolerir
sampai waktu tertentu) serta konversi (peleburan atau
penyesuaian hak-hak lama ke dalam jenis-jenis hak yang ada di
dalam hukum agraria baru).
VIII. Landreform dari Onteigening
Landreform adalah pengaturan distribusi pemilikan
tanah yang bertujuan menciptakan pemerataan. Di Indonesia
UU yang sering disebut UU Landreform yakni UU No.
56/PRP/1960 adalah UU yang secara resmi diberi nama UU
”Penetapan Luas Tanah Pertanian”. Sedangkan onteigening
atau pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah
secara paksa oleh negara atas tanah milik seseorang yang
mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus tanpa yang
bersangkutan melakukan pelanggaran kelalaian dalam
memenuhi kewajiban hukumnya. UU onteigening di Indonesia
adalah UU No. 20 Tahun 1961 mengenai pencabutan haka tas
tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.
IX. Delegasi Perundang-Undangan
UUPA Tahun 1960 sebagai UU Pokok banyak memuat
materi yang menuntut pengaturan lebih lanjut dengan peraturan
perundang-undangan lain. Peraturan perundang-undangan yang
dituntut untuk dibuat itu tidak terbatas pada satu bentuk
berdasar hak delegasi, tetapi juga mencakup UU, PP, Perda dan
peraturan perundang-undangan yang tidak ditegaskan bentuk
atau hierarkinya.