Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhammad Dzaky Naufal Falah

Nomor Induk Mahasiswa : 8111421069


Nomor Urut Presensi : 07
Mata Kuliah : Politik Hukum
Hari : Rabu, (19.00-20.40 Wib)
Dosen Pengampu : Dani Muhtada, S.Ag., M.Ag., M.P.A., Ph.D

RESUME BUKU POLITIK HUKUM KARYA PROF.DR.MOH


MAHFUD M.D

BAB V

KONFIGURASI POLITIK DAN PRODUK HUKUM PADA


PERIODE DEMOKRASI TERPIMPIN

Konfigurasi Politik

1. Krisis Politik dan Instabilitas Pemerintahan


Terjadinya krisis politik yang berkepanjangan disebabkan oleh
kecenderungan sentrifugal sistem multi partai yang dianut. Dalam
konstituante sendiri dua kubu yang berhadapan tetap pada pendiriannya
masing-masing: yang satu bersikap memakai rumusan dasar negara
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUUD 1945 yaitu Pancasila
sedang kubu lainnya bertahan dengan sikap memilih Islam sebagai dasar
negara.
2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 memuat 3 diktum yaitu pertama,
pembubaran konstituante; kedua, penetapan berlakunya kembali UUD 1945
dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950; ketiga. (janji/rencana) pembentukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) da Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
3. Demokrasi Terpimpin
Sejak dikeluarkan dekrit itu dimulailah laggam otoritarian dalam
kehidupan politik di Indonesia di bawah bendera demokrasi
terpimpin.implikasi sistem ini dijabarkan dalam amanat Presiden tanggal 17
Agustus 1959 yang diberi nama Manifesto Politik (Manipol) yang rinciannya
secara sistematik dikenal dengan akronim USDEK. Selama kurun waktu
1959-1965 Presiden Soekarno denga sistem demokrasi terpimpinnya
menjelma menjadi seorang pemimpin yang otoriter.
4. Soekarno, Militer, dan PKI
Ada 2 kekuatan lain selain Soekarno yang mempunyai peran politik
yaitu Angkatan Darat dan PKI.Soekarno dibutuhkan PKI untuk menjadikan
pelindung melawan Angkatan Darat, sedangkan Angkatan Darat
membutuhkan Soekarno untuk memberi letigimasi bagi keterlibatannya di
dalam politik.
5. Bekerjanya Pilar-Pilar Demokrasi
Konfigurasi politik dilihat secara lebih spesifik melalui 3 kriteria yakni
kehidupan kepartaian dan peranan legislatif, kebebasan pers, dan peranan
pemerintah.
a) Kehidupan Kepartaian dan Peranan Badan Perwakilan Rakyat
Ketika membahas konfigurasi politik pada periode 1945-1959
diperoleh kesimpulan bahwa pada periode itu dianut sistem banyak
partai. Kemudian pada pidatonya tanggal 21 Februari 1957, Soekarno
mengajukan konsep tentang bagaimana mewujudkan demokrasi
terpimpin. Dalam pembentukan kabinet setiap partai (tanpa peduli
besar atau kecil dan dari aliran apapun) harus diberi jatah kursi dan itu
disebutnya sebagai Kabinet Gotong Royong. Sistem demokrasi
terpimpin di dasarkan pada aliansi diantara partai-partai, ABRI, dan
Presiden.
b) Kebebasan Pers
Terlihat tindakan anti pers yang semakin kuat pada era
Soekarno yang mendapat dukungan dari PKI dan ABRI. Edward C.
Smith mencatat telah terjadi tindakan antipers selama periode ini (jika
dihitung dari 1957) sebanyakn 480 tindakan. Pada tanggal 10 Februari
1959 Menteri Penerangan Sudibjo mengatakan kebebasan pers sudah
mati. Akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan umum yang ditulis
oleh Smith bahwa penghapusan kebebasan pers di Indonesia dapat
dipersalahkan terutama sekali kepada Soekarno. Ambisi Soekarno
yang revolusioner itulah yang mematikan kebebasan pers dan
kebebasan berbicara di Indonesia.
c) Peranan Pemerintah
Setelah kembali ke UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959 maka kekuasaan eksekutif secara konstitusional beralih ke
tangan presiden. Pada era ini keputusan-keputusan penting dibuat di
istana dan oleh klik-klik lebih berpengaruh daripada partai-partai
politik. Jadi peranan pemerintah termanifestasi dalam diri Soekarno
yang sangat dominan dalam kehidupan politik. Betapapun hal tersebut
memperkuat kesimpulan pada era ini peranan presiden menjadi sangat
besar.

Karakter Produk Hukum

1. Hukum Pemilu: Periode Tanpa Pemilu


Seperti yang telah dikemukakan, lembaga perwakilan yang mula-mula
dipakai pada awal periode ini adalah DPR yang anggota-anggotanya dibentuk
berdasarkan hasil pemilu 1955. Akan tetapi, kendati dengan istilah
penghentian pelaksanaan tugas DPR ini telah dibubarkan dengan Penetapan
Presiden No. 3 Tahun 1960. Isi diktum Penpres sebagai berikut:
a. Menghentikan pelaksanaan tugas dan pekerjaan anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat;
b. Mengusahakan pembaharuan susunan Dewan Perwakilan Rakyat
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam waktu singkat.
Bahkan seperti yang disebut di dalam pidato Pertanggungjawaban
Presiden yang dikenal sebagai Nawaksara itu, Soekarno pada tanggal 4 Mei
1966 menyampaikan dua buah RUU, yakni RUU penyusunan MPR, DPR,
dan DPRD, serta RUU Pemilihan Umum. Tetapi seruan Presiden ini
tenggelam di tengah hirup pikuk demonstrasi dan Sidang Istimewa MPRS
yang tampaknya tidak lagi berpihak pada pemimpin besar revolusi. Pemilu
pun tak sempat dilaksanakan sampai kejatuhan Presiden pada 1967, bahkan
sampai ,meninggalnya pada tahun 1970.
2. Hukum Pemda
a) Alasan Keharusan Perubahan UU Pemda
i. Tuntutan Konstitusi
ii. Realitas Politik
b) Penpres No. 6 Tahun 1959
i. Latar Belakang dan Cakupannya
ii. Penghapusan Dualisme
iii. Pengendalian daerah oleh Pusat
c) UU No. 18 Tahun 1965
i. Latar Belakang dan Cakupannya
ii. Beberapa Perubahan dan Susunan Pemerintahan
iii. Penyelenggara Pemerintahan
iv. Asas Otonominya
v. Susunan dan Kontrol Pemerintah
vi. Delegasi Perundang-Undangan

3. Hukum Agraria
a) Meneruskan Usaha Periode Sebelumnya
Pemerintah pada periode ini tinggal menyempurnakan
sistematika dan beberapa ketentuan atas rancangan lama untuk
disampaikan kepada DPR dalam rangka pembahasan dan
pengundangan.
b) UU No. 5 Tshun 1960
I. Pengundangannya
UUPA dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1960
Nomor 104, sedangkan penjelasannya dimuat dalam Tambahan
Negara nomor 2043. Secara hukum UUPA adalah meletakkan
dasar bagi terciptanya struktur hukum agraria yang dapat
diterima secara nasional, guna menyederhanakan hukum serta
pedoman penetuan hak rakyat atas tanah.
II. Sistematika Materinya
 Kelompok pertama, memuat berbagai hal yang
biasanya menjadi Batang Tubuh UU pada
umumnya.berjumlah 4 BAB dan 58 Pasal.
 Kelompok kedua, memuat ketentuan-ketentuan
konversi yang seluruhnya terdiri atas sembilan pasal
(dalam angka romawi).
 Kelompok ketiga, memuat ketentuan perubahan
susunan pemerintahan desa berkenaan dengan
berlakunya UUPA.
 Kelompok keempat, memuat peralihan hak-hak dan
wewenang swapraja dan bekas swapraja atas bumi dan
air.
 Kelompok kelima, memuat penyebutan, pemberlakuan,
dan perintah pengundangannya dalam Lembaran
Negara.
III. Penghapusan Hukum Lama
Adapun peraturan perundang-undangan yang dicabut
dengan berlakunya UUPA dapat dibagi dalam 2 kelompok.
Pertama yang dicabut secara eksplisit yakni pencabutannya
dinyatakan secara tegas dalam UUPA. Kedua yang dicabut
secara implisit yakni pencabutannya tidak secara tegas
dinyatakan dalam UUPA, tetapi tercabut dengan sendirinya
karena memuat materi yang bertentangan dengan asas-asas
yang dipakai dalam UUPA.
IV. Kedudukan Hukum Adat
Pemberian kedudukan istimewa terhadap hukum adat
dalam hukum agraria bukan hanya ditempatkan dalam Pasal 5,
tetapi juga banyak ditemui pada Pasal 2 ayat (4), Pasal 3, Pasal
22 ayat (1), Pasal 56, Pasal 58, Pasal VI Konversi, Pasal VII
Konversi, Konsiderans, dan penjelasan. Oleh sebab itu
pemberlakuan hukum adat dalam UUPA disertai dengan
persyaratan minimal yakni:
 Tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional
dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa.
 Tidak boleh bertentangan dengan sosialisme Indonesia;
 Tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan
yang tercantum dalam UUPA, dan tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundangan lainnya.
V. Hak Menguasai dari Negara
Dengan demikian hak menguasai sudah melekat dengan
sendirinya pada negara sebagai wakil rakyat yang terikat secara
persatuan. Wewenang ini kemudian didelegasikan kepada
daerah sebagai pelaksanaan asa medebewind. Hak menguasai
dari negara ini merupakan hak rakyat pada tingkat negara.
VI. Prinsip Fungsi Sosial
Pasal 6 UUPA menegaskan bahwa semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial. Fungsi sosial dapat diartikan sebagai
penyangkalan terhadap hak subjektif yang sepenuh-penuhnya.
Artinya bahwa hukum agraria Indonesia mengambil jalan
kompromi antara dua ekstrem paham, yaitu individualisme dan
komunalisme atau antara kepentingan pribadi dan kepentingan
masyarakat secara bersama. Konsekuensinya adalah jika ada
tanah yang terlantar maka hak atas tanah tersebut kembali
kepada negara.
VII. Hak-hak Baru dan Konversi Hak-hak Lama
Pasal 16 mengatur hak-hak baru atas tanah yang
berimplikasi pada penghapusan atau konversi atas hak-hak
yang dikenal sebelumnya untuk dibuat ke dalam hak-hak baru
tersebut. Dapat disimpulkan bahwa UUPA mengenal adanya
hak kolektif dan hak-hak privat. Dengan berbagai penetapan
hak dalam UUPA maka hak-hak agraria lama yang bersifat
dualistis, dihapuskan. Oleh sebab itu, UUPA mengatur juga
hak-hak yang diberi sifat sementara (pemberlakuannya ditolerir
sampai waktu tertentu) serta konversi (peleburan atau
penyesuaian hak-hak lama ke dalam jenis-jenis hak yang ada di
dalam hukum agraria baru).
VIII. Landreform dari Onteigening
Landreform adalah pengaturan distribusi pemilikan
tanah yang bertujuan menciptakan pemerataan. Di Indonesia
UU yang sering disebut UU Landreform yakni UU No.
56/PRP/1960 adalah UU yang secara resmi diberi nama UU
”Penetapan Luas Tanah Pertanian”. Sedangkan onteigening
atau pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah
secara paksa oleh negara atas tanah milik seseorang yang
mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus tanpa yang
bersangkutan melakukan pelanggaran kelalaian dalam
memenuhi kewajiban hukumnya. UU onteigening di Indonesia
adalah UU No. 20 Tahun 1961 mengenai pencabutan haka tas
tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.
IX. Delegasi Perundang-Undangan
UUPA Tahun 1960 sebagai UU Pokok banyak memuat
materi yang menuntut pengaturan lebih lanjut dengan peraturan
perundang-undangan lain. Peraturan perundang-undangan yang
dituntut untuk dibuat itu tidak terbatas pada satu bentuk
berdasar hak delegasi, tetapi juga mencakup UU, PP, Perda dan
peraturan perundang-undangan yang tidak ditegaskan bentuk
atau hierarkinya.

Anda mungkin juga menyukai