Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 2

HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

1. Jelaskan bagaimana keterkaitan antara kasus di atas dengan yurisdiksi ekstra teritorial laut!
Jawab :
Salah satu yurisdiksi yang terdapat dalam peraturan perundangan atau hukum nasional Indonesia
adalah yurisdiksi ekstrateritorial (extraterritorial jurisdiction). Yurisdiksi ekstrateritorial
berbicara mengenai kemampuan hukum dari suatu negara untuk melaksanakan kedaulatan atau
kewenangannya di luar wilayahnya. Wilayah ekstrateritorial adalah wilayah suatu negara yang
berada di luar yang berdasarkan hukum Internasional diakui sebagai daerah kekuasaan
suatu negara. Pengertian dari juridisction sendiri Kata yurisdiksi (jurisdiction) berasal dari kata
yurisdictio. Kata yurisdictio berasal dari dua kata yaitu kata Yuris dan Diction. Yuris berarti
kepunyaan hukum atau kepunyaan menurut hukum. Adapun Dictio berarti ucapan, sabda atau
sebutan. Dengan demikian dilihat dari asal kata bahwa yurisdiksi berkaitan dengan masalah
hukum, kepunyaan menurut hukum atau kewenangan menurut hukum. Yurisdiksi sendiri
menurut kamus bahasa Indonesia berarti lingkangan hak dan kewajiban serta tanggung jawab di
suatu wilayah atau lingkungan tertentu dan berkaitan dengan kekuasaan hukum. Penerapan
yurisdiksi universal terhadap pelaku tindak pidana tidak mudah dilaksanakan, keterbatasan yang
diakui juga oleh para ahli, yaitu sebagai berikut:
“Refers to jurisdiction established over a crime without reference to the place
of perpetration, the nationality of the suspect or the victim or any other recognized linking point
between the crime and the prosecuting State. It is a principle of jurisdiction limited to specific
crimes.”

Konsep prinsip yurisdiksi ekstrateritorial bukanlah suatu yang asing di dalam hukum
internasional. Jeffrey T. Gayton dalam jurnalnya menjelaskan mengenai prinsip yurisdiksi
ekstrateritorial sebagai: Extraterritoriality therefore can be defined as a state’s claim of
jurisdiction over individuals or activities beyond its borders. Extraterritoriality can be
differentiated into two types. First, extraterritorial claims can be regional (applying to individuals
or activities within a specific area outside the territory of the state) or global (applying to
individuals or activities regardless of their location outside the territory of the state). Second,
claims can be exclusive (no other actor has jurisdiction over the individual or activity) or shared
(other actors may have some jurisdiction as well).31 (Terjemahan bebas: Ekstrateritorial dapat
diartikan sebagai yurisdiksi Negara terhadap individu atau aktivitas diluar batas wilayahnya.
TUGAS 2
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

Ekstrateritorial dapat dibedakan menjadi menjadi dua jenis. Pertama, klaim ekstrateritorial secara
regional (diaplikasikan kepada individu atau aktivitas di dalam area yang spesifik di luar wilayah
teritorial negara) atau global (diterapkan kepada individu atau aktivitas terlepas dari lokasi
mereka di luar wilayah teritorial negara). Kedua, klaim dapat secara eksklusif (tidak ada aktor
lain yang mempunyai yurisdiksi atas individu atau aktivitas tersebut) atau dibagi (aktor lain juga
mungkin mempunyai yurisdiksi juga.).

Yurisdiksi ekstrateritorial negara dapat menjadi sesuatu yang konkrit haruslah didasari oleh suatu
hubungan yang juga konkrit. Beberapa cara menentukan hubungan antara anak perusahaan dan
induk perusahaan adalah the ‘sphere of influence’ and supply chains (lingkaran pengaruh dan
rantai pasokan),the principles of ‘investment nexus’ (prinsip “hubungan investasi”), the nature of
business activities (sifat aktivitas bisnis). Pendapat lain selain dari penentu nexus diatas
dipaparkan oleh Cees Van Dam bahwa “the common feature is whether the defendant has acted
like a ’reasonable man’ (addressed under faute, verschulden or breach of duty). The other
element (duty of care, tatbestand) serves as control mechanisms, particularly in areas like
governmental liability, mental harm, and omissions.” (Terjemahan bebas: Fitur umumnya adalah
apabila tergugat telah bertindak sebagai ‘orang yang pantas’ (yang dianggap sebagai faute,
verschulden atau breach of duty). Elemen lainnya (duty of care, tatbestand) berfungsi sebagai
mekanisme kontrol, secara khusus di dalam area-area seperti tanggung jawab pemerintahan,
kerusakan mental, dan omissions.) Beralih kepada penghambat pengaplikasian yurisdiksi
teritorial terbesar yaitu forum non conveniens. Forum non conveniens adalah suatu prinsip yang
mendasari tindakan pengadilan untuk menolak suatu kasus karena pengadilan tersebut
memutuskan bahwa pengadilannya bukan lah forum yang tepat bagi kasus tersebut. Putusan
Friday, pengadilan Belanda berpendapat bahwa “However, the forum non conveniens restriction
no longers any role in today’s international private law.” (Terjemahan bebas: Meskipun begitu,
batasan forum non conveniens tidak lagi memiliki peran dalam hukum perdata internasional.)
Merujuk kembali kepada pendapat Cees Van Dam, “in the framework of claims against
corporations for involvement in human rights violations, the main issue is liability for omissions,
that is, whether a corporation has a duty to prevent a third party (like its subsidiary or business
partner) from causing harm.” (Terjemahan bebas: Isu terpenting di dalam kerangka
tuntutantuntutan terhadap perusahaan transnasional untuk keterlibatannya didalam pelangaran-
TUGAS 2
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

pelanggaran HAM adalah tanggung jawab terhadap kelalaian, yang mana, tidak terpengaruh
apakah korporasi memiliki kewajiban untuk mencegah pihak ketiga (seperti anak perusahaannya
atau pasangan bisnisnya) dari membuat bahaya.)

Berdasarkan kasus diatas tidak ada keterkaitan dengan yurisdiksi ekstrateritorial


laut karena dalam kasus di atas merupakan penindakkan hukumterhadap
pelanggaran yang terjadi di wilayah teritorial negara indonesiasedangkan jika
dikaitkan dengan yurisdiksi ektra teritorial merupakanyurisdiksi dari suatu negara
diterapkan di luar batas wilayah negaranya dan dilaut bebas.

2. Sejauh mana keberlakukan yurisdiksi ekstra teritorial di wilayah pelabuhan atau laut
pedalaman!
Jawab :
Perluasan yurisdiksi pidana berdasar- kan asas teritorial meliputi yurisdiksiekstrateritorial di
darat, yurisdiksi ekstra teritorial di laut dan yurisdiksi ekstrateritorial diudara. Perluasan
yurisdiksi pidana di wilayah darat muncul denganadanya "ExtraTerritoriality theory"
yang menimbulkan dua yurisdiksiyaitu yurisdiksi negarapenerima dan
yurisdiksi negara pengirim,pengaturan ini terdapat dalam KonvensiWina 1961
tentang hubungandiplomatik.Unsur-unsur negara menurut Konvensi Montivideo
1933 adalahpenduduk, wilayah,pemerintahan yang berdaulat dan kemampuan
untukmengadakan hubungan dengannegara lain. Wilayah negara yang merupakansalah satu
unsur negara yang terdiri dariwilayah darat, laut dan udara besertapemerintahan dan
penduduknya, yang terdiridari perwujudan social danphisik dari ciri utama badan
hukum internasional adalahmerupakanperwujudan suatu negara.
Kompetensi (kewenangan) hukum negara-negara dan peraturan- peraturan
perlindungannya berada padabatas-batas phisik,keadaan dalam negeri, dan anggapan
adanya kestabilannegara tersebut. Kewenangan hukum negara-negara di
dalam melindungi wilayah-nya biasanya disebut dengan istilah kedaulatandan
yurisdiksi ". Penggunaan istilah yurisdiksisering tidak konsisten didalam berbagai
sumber hukum karena mendasarkan padakarya-karyapejabat yang berwenang.
Pendapat para pejabat hukum atau negarawan-negarawan Perluasan yurisdiksi
TUGAS 2
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

pidana di suatu wilayah negaramenyangkutpembahasan perluasan yurisdiksi


pidana berdasarkan asasteritorial. Perluasan yurisdiksi pidana berdasarkan asas
teritorial dapat dibedakan menjadi tiga wilayah, yaitu yurisdiksi ekstra teritorial di
darat, yurisdiksi ekstra teritorial di laut dan yurisdiksi ekstra teritorial
diudara.Yurisdiksi ekstra teritorial di laut.Pada dasarnya yurisdiksi teritorial yangdimiliki
oleh kapal di luar wilayahnya dapatdibedakan menjadi :
a. yurisdiksiekstra teritorial kapal asing di pelabuhan;
b. yurisdiksi ekstra teritorial kapalasing di perairan pedalaman;
c. yurisdiksi ekstra teritorial kapal asing di lautwilayah:
d. yurisdiksi ekstra teritorialkapal asing di laut lepas.
3. Jelaskan landasan hukum yang menjadi dasar benar atau salahnya perbuatan berdasar
kutipan peristiwa di atas
Jawab :
Penerapan hukum pidana dalam bidang perikanan, kita mengacupada
PenjelasanUmum Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (“UU Perikanan”) yang
menyebutkanbahwa terdapat beberapakelemahan yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 31Tahun 2004tentang Perikanan di atas, maka dirasa perlu untuk melakukan
perubahan terhadap Undang-Undang tersebut, yang salah satunya adalah
kemungkinan penerapan tindakan hukum berupa penenggelaman kapal asing yang
beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan UU Perikanan, sama halnya seperti penerapan sanksi pada tindak pidana
lain pada umumnya, penerapan sanksi pada tindak pidanadi bidang perikanan adalah berupa
pidana penjara dan/atau denda. Selain itu, memang benar bahwa salah satu penerapan
hukum pidana dalam bidang perikanan juga berupa penenggelaman kapal asing yang
beroperasi di wilayah Indonesia.
Adapun pasal soal penenggelaman kapal asing dapat ditemukan dalam Pasal 69ayat (4) UU
Perikanan yang berbunyi :
(1) Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum
di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
TUGAS 2
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

(2) Kapal pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilengkapi dengan
senjata api.
(3) Kapal pengawas perikanan dapat menghentikan, memeriksa, membawa, dan
menahan kapal yang diduga atau patut diduga melakukan pelanggaran di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia ke pelabuhan
terdekat untuk pemrosesan lebih lanjut.
(4) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa
pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Penenggelaman kapal perikanan berbendera asing merupakan tindakan khusus yang
dilakukan oleh kapal pengawas perikanan dalam menjalankan fungsinya sekaligus
sebagai penegak hukum di bidang perikanan. Yang dimaksud dengan “kapal
pengawas perikanan” adalah kapal pemerintah yang diberi tanda tertentu untuk
melakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan (lihat
Penjelasan Pasal 69 ayat (1) UU Perikanan). Namun, hal penting yang perlu
diperhatikan terkait penenggelaman kapal asing ini adalah penenggelaman itu tidak
boleh dilakukan sewenang-wenang dan harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” adalah bukti permulaan untuk menduga
adanya tindak pidana di bidang perikanan oleh kapal perikanan berbendera asing, misalnya
kapal perikanan berbendera asing tidak memiliki Surat Izin Penangkapan
Ikan (“SIPI”) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan(“SIKPI”), serta nyata-nyata
menangkap dan/atau mengangkut ikan ketika memasuki wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini menunjukkan bahwa
tindakan khusus tersebut tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi hanya
dilakukan apabila penyidik dan/atau pengawas perikanan yakin bahwa kapal perikanan
berbendera asing tersebut betul-betul melakukan tindak pidana di bidang perikanan. Demikian
yang dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 69ayat (4) UU Perikanan.
Penenggelaman kapal asing itu sudah dibenarkan oleh undang-undang, asal sesuai
dengan prosedur yang ditentukan oleh undang-undang. Penenggelaman kapal ikan
asing dipastikan akan menimbulkan efek jera karena kapal tersebut merupakan alat produksi
TUGAS 2
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

utama pelaku pencurian. Kalau kapal dan perlengkapannya yang berharga mahal
tersebut ditenggelamkan, pencuri akan berpikir seribu kali untuk mengulangi
pencurian diwilayah Indonesia karena motif pencurian adalah mencari keuntungan.
Praktik pembakaran dan penenggelaman kapal ikan asing yang tertangkap tangan
mencuri ikan adalah praktik yang lumrah yang juga dilakukan banyak negara lain. Selain itu,
persoalan pencurian ikan oleh kapal asing bukanlah persoalan hilangnya sumber daya
perikanan belaka melainkan juga soal pelanggaran kedaulatan Negara yang merupakan hal
sangat prinsip bagi kita. Kita harus tunjukkan bahwa dalam hal penegakan hukum dan
kedaulatan kita tidak pernah main-main. Dengan demikian dapat di simpulkan
Kewenangan penyidik untuk melaksanakan pembakaran/penenggelaman kapal tindak
pidana illegal fishing berbendera asing secara langsung tanpa putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap merupakan tindakan yang bertentangan dengan Pasal 28D Ayat
(1) UUDNRI 1945 dan tidak sesuai dengan SPP yang ada di Indonesia yang
menerapkan DPM dan CCM secara ideal. Kewenangan tersebut telah merampas hak
tersangka/terdakwa yang diatur di KUHAP sehingga tidak memberikan keadilan dan
kepastian hukum yang mana seharusnya penenggelaman/pembakaran kapal dilakukan
berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. KKP selaku penyidik PNS
dalam tindak pidana illegal fishing tidak berwenang untuk melakukan eksekusi
penenggelaman/pembakaran kapal tindak pidana illegal fishing berbendera asing. SPP di
Indonesia telah mengatur bahwa kewenangan untuk melakukan eksekusi terhadap putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap termasuk diantaranya pemusnahan kapal
sebagai benda sitaan yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana illegal fishing
merupakan kewenangan Jaksa selaku penuntut umum sehingga
penenggelaman/pembakaran kapal harus dilaksanakan oleh Jaksa sekalu eksekutor.

Anda mungkin juga menyukai