Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN ANTAR MANUSIA

Tugas Komunikasi dan Konseling

OLEH : KELOMPOK 2

KELAS : VI1-C

VYTTHA TRIVENA L. R. 141501147

ARFAH NURHAZ 141501148

ATIKA FIRMANSYAH 141501150


ANNISA WISMAR 151501159

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
2017
HUBUNGAN ANTAR MANUSIA
1. Pengertian dan Sejarah Human Relation (Hubungan Antar Manusia)

Hubungan manusiawi adalah terjemahan dari human relation. Orang-orang


juga ada yang menterjemahkan menjadi ”hubungan manusia” atau juga
diterjemahkan ”hubungan antarmanusia”, yang sebenarnya tidak terlalu salah
karena yang berhubungan satu sama lain adalah manusia (Onong, 2001).

Hanya saja, disini sifat hubungan sesama manusianya tidak seperti orang
berkomunikasi biasa, bukan hanya merupakan penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain, tetapi hubungan antara orang-orang yang
berkomunikasi dimana mengandung unsur-unsur kejiwaan yang amat mendalam.
Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu merupakan suatu komunikasi karena
sifatnya yang orientasi pada perilaku (action oriented), hal ini mengandung
kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang (Onong,
2001).

Menurut Keith Davis (1989) ”Hubungan Antar Manusia (Human


Relation)” adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain baik dalam situasi
kerja atau dalam organisasi kekaryaan. Ditinjau dari kepemimpinannya, yang
bertanggung jawab dalam suatu kelompok merupakan interaksi orang-orang
menuju situasi kerja yang memotivasi untuk bekerjasama secara produktif,
sehingga dicapai kepuasan ekonomi, psikologis dan sosial.

Ada dua pengertian hubungan manusiawi, yakni hubungan manusiawi


dalam arti luas dan hubungan manusiawi dalam arti sempit:

1). Hubungan manusiawi dalam arti luas

Hubungan manusiawi dalam arti luas adalah interaksi antara seseorang


dengan orang lain dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan. Jadi,
hubungan manusiawi dilakukan dimana saja; bisa dilakukan di rumah, di jalan, di
dalam kendaraan umum ( misal bis, kereta api ) dan sebagainya (Keith Davis,
1989).
Dalam arti luas, studi tentang hubungan manusia memiliki dua tujuan:
pengembangan dan pertumbuhan pribadi, dan pencapaian tujuan sebuah
organisasi. (Lihat Gambar 1.2). Semua bidang penekanan berikut
mempertimbangkan kedua tujuan tersebut (Lamberton, 2014).

2). Hubungan manusiawi dalam arti sempit

Hubungan manusiawi dalam arti sempit adalah juga interaksi antara


seseorang dengan orang lain. Akan tetapi interaksi di sini hanyalah dalam situasi
kerja dan dalam organisasi kerja ( work organization ) (Keith Davis, 1989).

Hubungan manusia adalah keterampilan atau kemampuan untuk bekerja


secara efektif dengan orang lain. Hubungan manusia mencakup keinginan untuk
memahami orang lain, kebutuhan dan kelemahan mereka, dan bakat dan
kemampuan mereka. Bagi siapa pun di tempat kerja, hubungan manusia juga
melibatkan pemahaman tentang bagaimana orang bekerja bersama dalam
kelompok, memuaskan kebutuhan individu dan tujuan kelompok. Jika sebuah
organisasi berhasil, hubungan antara orang-orang di organisasi tersebut harus
dipantau dan dipelihara (Lamberton, 2014).

Sejarah hubungan manusia sangat penting untuk pemahaman menyeluruh


tentang tempatnya di dunia sekarang ini. Hubungan manusia sangat penting sejak
manusia mulai hidup bersama dalam kelompok. Tentu saja, sikap terhadap
kekuasaan - terutama pembagian kekuasaan - telah berubah selama berabad-abad.
Sebagian besar masyarakat tidak lagi mentolerir perbudakan, juga kebanyakan
budaya secara membuta mengikuti pemimpin seperti dulu. Dengan demikian,
sejarah masalah hubungan manusia dapat dilihat dengan cara yang berbeda pada
waktu yang berbeda. Hubungan manusia mulai menjadi isu seputar awal hingga
pertengahan 1800an. Gambar 1.1 memberikan tampilan thumbnail peristiwa besar
di lapangan (Lamberton, 2014).

2. Prinsip Human Relation (Hubungan Antar Manusia)

Human Relation menurut Siagian (2004), adalah hubungan manusiawi


secara keseluruhan yang terjalin dengan baik, baik berupa formal maupun
informal yaitu antara atasan dengan bawahan yang dibina dan dipelihara
sedemikian rupa sehingga tercipta suatu tujuan.

Prinsip human relation menurut Siagian (2004) adalah sebagai berikut:

1. Suasana kerja yang menyenangkan, yaitu pekerjaan yang menarik,


hubungan kerja yang intim, lingkungan kerja yang memberikan
motivasi dan perlakuan yang adil.
2. Hubungan kerja yang serasi, yaitu hubungan formalitas dan
informalitas yang wajar dalam hubungan kerja.
3. Penempatan tenaga kerja yang tepat, yaitu setiap orang harus
ditempatkan pada posisi pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan
kecakapan mereka.
3. Teknik Human Relation (Hubungan Antar Manusia)

Human relation dapat dilakukan untuk menghilangkan hambatan-


hambatan komunikasi, meniadakan salah pengertian dan mengembangkan segi
konstruktif sifat tabiat manusia (Onong, 2009).

Human relation dalam derajat intensitas yang tinggi, dilakukan untuk


menyembuhkan orang yang menderita frustasi. Frustasi timbul pada diri seseorang
akibat suatu masalah yang tidak dapat dipecahkan olehnya. Orang tidak akan
membiarkan dirinya dilanda masalah dan masalah orang yang satu tidak sama
dengan masalah orang lain. Orang yang menderita frustasi dapat dilihat dari
tingkah lakunya; ada yang merenung dengan wajah murung, lunglai tak berdaya,
putus asa, mengasingkan diri, mencari dalih untuk menutupi kemampuannya,
mencari kompensasi, berfantasi diri, atau bertingkah laku kekanak-kanakan.
Apabila frustasi itu diderita oleh karyawan, apabila dalam jumlah yang banyak
maka akan mengganggu jalannya kegiatan perusahaan dimana akan menjadi
rintangan bagi tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan. Tidaklah bijaksana
jika seorang pemimpin menangani karyawannya yang frustasi dengan tindakan
kekerasan. Di sinilah pentingnya peran hubungan manusiawi. Dimana dia harus
membawa penderita dari situasi masalah ( problem situasion ) kepada perilaku
penyelesaian masalah (Onong, 2009).

Human relation dalam kegiatannya ada teknik yang bisa digunakan untuk
membantu mereka yang menderita frustasi yakni apa yang disebut konseling,
yang bertindak sebagai konselor bisa pemimpin organisasi, kepala humas, atau
kepala-kepala lainnya. Konseling bertujuan membantu konseli, yakni pegawai
yang menghadapi masalah atau yang menderita frustasi, untuk memecahkan
masalahnya sendiri atau mengusahakan terciptanya suasana yang menimbulkan
keberanian untuk memecahkan masalahnya. Human relation dalam kegiatannya
terdapat dua jenis konseling, bergantung pada pendekatan yang dilakukan. Kedua
jenis konseling tersebut ialah directive counseling, yakni konseling yang langsung
terarah, dan non directive counseling yakni konseling yang tidak langsung terarah
(Onong, 2009).

Selain dengan konseling, ada beberapa teknik dalam hubungan antar


manusia antara lain :

1) Tindakan sosial

Tindakan sosial menurut Max Weber adalah tindakan seorang individu


yang dapat mempengaruhi individu lain dalam masyarakat.
2) Kontak sosial

Kontak sosial adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang
merupakan terjadinya awal interaksi sosial.

3) Komunikasi sosial

Proses komunikasi terjadi saat kontak sosial berlangsung. Secara harfiah


komunikasi merupakan hubungan atau pergaulan dengan orang lain.

Kunci aktivitas human relation adalah motivasi, memotivasikan pegawai


untuk bekerja giat berdasarkan kebutuhan mereka secara memuaskan, yakni
kebutuhan akan upah yang cukup bagi keperluan hidup keluarganya sehari-hari,
kebahagiaan keluarganya, kemajuan dirinya sendiri, dan lain sebagainya.
Seseorang memasuki suatu organisasi, karena ia berpikir organisasi akan dapat
membantu dia untuk mencapai tujuannya, demikian pula para pegawai, mereka
mempunyai organisasi, mereka anggota organisasi dimana mereka bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemimpin organisasi tersebut dapat
mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas para pegawai dan mengoprasikan hasrat-
hasrat mereka untuk bekerja bersama-sama, ini semua tertuju kepada sasaran yang
direncanakan, dan disini komunikasi memegang peranan penting (Onong, 2009).

4. Hambatan Human Relation (Hubungan Antar Manusia)

Hambatan dalam human relation pada umumnya mempunyai dua sifat


yaitu objektif dan subjektif. Hambatan yang sifatnya objektif adalah gangguan
dan halangan terhadap jalannya hubungan antar manusia yang tidak disengaja dan
dibuat oleh pihak lain tapi mungkin disebabkan oleh keadaan yang tidak
menguntungkan. Hambatan yang bersifat subjektif adalah yang sengaja dibuat
oleh orang lain sehingga merupakan gangguan, penentangan terhadap suatu usaha
komunikasi. Dasar gangguan dan penentangan ini biasanya disebabkan karena
adanya pertentangan kepentingan, prejudice, tamak, iri hati, apatisme dan
sebagainya. Faktor kepentingan dan prasangka merupakan faktor yang paling
berat karena usaha yang paling sulit bagi seorang komunikator ialah mengadakan
komunikasi dengan orang-orang yang jelas tidak menyenangi komunikator atau
menyajikan pesan komunikasi yang berlawanan dengan fakta atau isinya yang
mengganggu suatu kepentingan. Apabila seseorang dikonfrontasikan dengan suatu
bentuk komunikasi yang tidak disukainya karena mengganggu kedudukan
pendidikan, atau kepentingannya maka orang tersebut biasanya mencemoohkan
komunikasi atau mungkin pula mengelakkan dan secara acuh tak acuh
mendiskreditkan pesan komunikasi sebagai hal yang sukar dimengerti. Gejala
mencemoohkan dan mengelakkan suatu komunikasi untuk kemudian
menyesatkan pesan komunikasi yang dinamakan penghindaran (Onong, 2009).
5. Sistem Komunikasi Intrapersonal

Orang akan menanggapi peristiwa yang sama secara berbeda-beda, sesuai


dengan keadaan dirinya. Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap
orang mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Dalam ilmu
komunikasi kita berkata, pesan diberi makna berlainan oleh orang yang berbeda.
Kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna (Rakhmat,
2007).

Orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan


menghasilkannya kembali. Proses pengolahan informasi ini yang kita sebut
sebagai komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi, persepsi, memori, dan
berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses memberi
makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan
kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses
menyimpan informasi dan memangilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan
memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons
(Rakhmat, 2007).

6. Sistem Komunikasi Interpersonal

Persepsi kita tentang seseorang boleh jadi sesuai dan boleh juga tidak
sesuia dengan kepribadian orang itu. Kita mengambil kesimpulan tentang orang
lain dari stimuli yang sampai kepada kita, betapapun tidak lengkap nya informasi
yang kita terima. Mulai dengan pembahasan tentang faktor-faktor personal (yaitu
pengalaman, motivasi, dan kepribadian) dan faktor-faktor situasional (yaitu
deskripsi verbal, petunjuk proksemik/penggunaan jarak, petunjuk kinesik/gerakan
tubuh, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik/cara pengucapan, petunjuk
artifaktual/penampilan) yang mempengaruhi persepsi kita tentang orang lain
disebut persepsi interpersonal (Rakhmat, 2007).

Pengaruh konsep diri pada perilaku manusia, bagaimana anda memandang


diri anda, dan bagaimana orang lain memandang anda, akan mempengaruhi pola-
pola interaksi anda dengan orang lain. Lebih dari itu konsep diri erat kaitannya
dengan proses hubungan interpersonal yang vital bagi perkembangan kepribadian.
Konsep diri mewarnai komunikasi kita dengan orang lain (Rakhmat, 2007).

Pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar


belakang budaya, menentukan interpretasi kita pada sensasi. Bila objek atau
peristiwa di dunia luar kita sebut distal stimuli, dan persepsi kita tentang stimuli
itu kita sebut percept, maka percept tidak selalu sama dengan distal stimuli
(Rakhmat, 2007).

Untuk tidak memperkabur istilah dan untuk menggarisbawahi pengertian


manusia (dan bukan merupakan benda) sebagai objek persepsi, maka di sini
menggunakan istilah persepsi interpersonal. Persepsi pada objek selain manusia
disebut sebagai persepsi objek (Rakhmat, 2007).

Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal.


Pertama, pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui
benda-benda fisik; gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur dan
sebagainya; pada persepsi interpersonal, stimuli mungkin sampai kepada kita
melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga
(Rakhmat, 2007).

Kedua, bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar
objek itu; kita tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek itu. Ketika kita melihat
papan tulis, kita tidak pernah mempersoalkan bagaimana perasaannya ketika kita
amati. Pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak
tampak pada alat indera kita. Kita tidak hanya melihat perilakunya, kita juga
melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita mencoba memahami bukan saja
tindakan tetapi juga motif tindakan itu. Dengan demikian, stimuli kita menjadi
sangat kompleks. Kita tidak akan mampu “menangkap” seluruh sifat orang lain
dan berbagai dimensi perilakunya. Kita cenderung memilih stimuli tertentu saja.
Ini jelas membuat persepsi interpersonal lebih sulit, ketimbang persepsi objek
(Rakhmat, 2007).

Ketiga, ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita;
kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Dalam persepsi
interpersonal faktor-faktor personal anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi
serta hubungan anda dengan orang tersebut menyebabkan persepsi interpersonal
sangat cenderung untuk keliru. Lagipula kita sukar menemukan kriteria yang
dapat menentukan persepsi siapa yang keliru: persepsi anda atau persepsi saya
(Rakhmat, 2007).

Keempat objek relatif tetap, manusia berubah-ubah. Papan tulis yang anda
lihat minggu yang lalu tidak berbeda dengan papan tulis yang kita lihat hari ini.
Mungkin tulisan pada papan tulis itu sudah berubah, mungkin sobekan kayu di
sudut sudah hilang tetapi secara keseluruhan papan tulis itu tidak berubah.
Manusia selalu berubah. Anda hari ini bukan anda yang kemarin, bukan anda esok
hari. Kemarin anda ceria karena baru menerima kredit mahasiswa Indonesia. Hari
ini sedih karena sepeda motor anda ditabrak becak. Esok anda gembira lagi karena
ujian anda lulus. Anda di fakultas bukan anda di rumah bukan anda di masjid.
Perubahan ini kalau tidak membingungkan kita, akan memberikan informasi yang
salah tentang orang lain. Persepsi interpersonal menjadi mudah salah (Rakhmat,
2007).

Anehnya betapapun sulitnya kita mempersepsi orang lain, kita toh berhasil
juga memahami orang lain. Buktinya kita masih dapat bergaul dengan mereka,
masih dapat berkomunikasi dengan mereka dan masih dapat menduga perilaku
mereka. Kita menduga karakteristik orang lain dari petunjuk-petunjuk eksternal
(external cues) yang dapat diamati. Petunjuk-petunjuk itu adalah deskripsi verbal
dari pihak ketiga, petunjuk proksemik, kinesik, wajah, paralinguistik dan
artifaktual. Selain yang pertama, yang lainnya boleh disebut sebagai petunjuk non
verbal (non verbal cues). Semuanya kita sebut faktor-faktor situasional (Rakhmat,
2007).

Proses Komunikasi Interpersonal

Proses komunikasi ialah langkah-langkah yang menggambarkan


terjadinnya kegiatan komunikasi. Hal ini disebabkan, kegiatan komunikasi sudah
terjadi secara rutin dalam hidup sehari-hari, sehingga tidak lagi merasa perlu
menyusun langkah-langkah tertentu secara sengaja ketika akan berkomunikasi
(Suranto, 2011).

Secara sederhana proses komunikasi digambarkan sebagai proses yang


menghubungkan pengirim dengan penerima pesan. Proses tersebut terdiri dalam
enam langkah sebagaimana pada gambar (Suranto, 2011).

(Suranto, 2011).

1. Keinginan berkomunikasi. Seorang komunikator mempunyai keinginan untuk


berbagi gagasan dengan orang lain.

2. Encoding oleh komunikator. Encoding merupakan tindakan memformulasikan


isi pikiran atau gagasan kedalam simbol-simbol, katakata dan sebagainya
sehingga komunikator merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara
penyampainnya.

3. Pengiriman pesan. Untuk mengirim pesan kepada orang yang dikehendaki,


komunikator memilih saluran komunikasi seperti telepon, SMS, e-mail, surat,
ataupun secara tatap muka. Pilihan atas saluran yang akan digunakan tersebut
bergantung pada karakteristik pesan, lokasi penerima, media yang tersedia,
kebutuhan tentang kecepatan penyampaian pesan, karakteristik komunikan.

4. Penerima pesan. Pesan yang dikirim oleh komunikator oleh diterima oleh
komunikan.

5. Decoding oleh komunikan. Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri


penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam
bentuk ‘’mentah’’ berupa kata-kata dan symbol-simbol yang harus diubah
kedalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna. Dengan demikian,
decoding adalah proses memahami pesan. Apabila semua berjalan lancar,
komunikan tersebut menterjemahkan pesan yang diterima dari komunikator
dengan benar, memberi arti yang sama pada symbol-simbol sebagaimana yang
diharapkan oleh komunikator.

6. Umpan balik. Setelah menerima pesan dan memahaminya, komunikan


memberikan respon atau umpan balik. Dengan umpan balik ini, seorang
komunikator dapat mengevaluasi efektifitas komunikasi. Umpan balik ini
biasanya juga merupakan awal dimulainya suatu siklus proses komunikasi baru,
sehingga proses komunikasi berlangsung secara berkelanjutan (Suranto, 2011).

Bagan 2.1 menunjukan proses komunikasi interpersonal berlangsung


sebagai sebuah siklus. Artinya umpan balik yang diberikan oleh komunikan,
menjadi bahan lagi komunikator untuk merancang pesan berikutnya. Proses
komunikasi tersebut berlangsung secara interaktif timbal balik, sehingga
komunikator dan komunikan dapat saling berbagi peran (Suranto, 2011).

7. Konsep Diri dalam Human Relation (Hubungan Antar Manusia)

Ternyata kita tidak hanya menanggapi orang lain; kita juga mempersepsi
diri kita. Diri kita bukan lagi persona penanggap tetapi persona stimuli sekaligus
(Rakhmat, 2007).

Menurut Charles Horton Cooley, kita bisa menjadi subjek dan objek
persepsi sekaligus dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain dalam
benak kita. Cooley menyebut gejala ini looking glass self (diri cermin) seakan-
akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana
kita tampak pada orang lain; kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin.
Misalnya kita merasa wajah kita jelek. Kedua, kita membayangkan bagaimana
orang lain menilai penampilan kita. Kita pikir mereka menganggap kita tidak
menarik. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa; orang mungkin
merasa sedih atau malu (Vander Zanden, 1975: 79) (Rakhmat, 2007).

Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian
diri kita. Ini disebut konsep diri. Walaupun konsep diri merupakan tema utama
psikologi Humanistik yang muncul belakangan ini, pembicaraan tentang konsep
diri dapat dilacak sampai William James. James membedakan antara “The I” diri
yang sadar dan aktif dan “The Me” diri yang menjadi objek renungan kita. Pada
psikologi sosial yang berorientasi pada sosiologi, konsep diri dikembangkan oleh
Charles Horton cooley (1864 – 1929), George herbert Mead (1863 – 1931) dan
memuncak pada aliran interaksi simbolis yang tokoh terkemukanya adalah
Herbert Blumer. Di kalangan Psikologi sosial yang berorientasi pada psikologi,
konsep diri tenggelam ketika Behaviorisme berkuasa. Pada tahun 1943, gordon E.
Allport menghidupkan kembali konsep diri. Pada teori motivasi Abraham Maslow
(1967, 1970) dan Carl Rogers (1970) konsep diri muncul sebagai tema utama
Psikologi Humanistik (Rakhmat, 2007).

William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical,


social and psycological perceptions of ourselves that we have derived from
experiences and our interactions of ourselves that we have derived from
experiences and our interaction with others” (1974: 40). Jadi konsep diri adalah
pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh
bersifat psikologi sosial dan fisis (Rakhmat, 2007).

Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga


penilaian anda tentang diri anda. Jadi, konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan
dan apa yang anda rasakan tentang diri anda (Rakhmat, 2007).

Dengan demikian, ada dua komponen konsep diri: komponen kognitif dan
komponen afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra-diri
(self image), dan komponen afektif disebut harga-diri (self esteem) (Rakhmat,
2007).

Harga diri (self esteem) adalah perasaan percaya diri dan layak menjadi
pribadi. Penelitian psikologis telah menunjukkan bahwa rendahnya harga diri
terkait dengan berbagai masalah kesehatan mental, termasuk alkoholisme,
kegelisahan, dan depresi, yang semuanya menyebabkan masalah pada pekerjaan.
Harga diri yang tinggi, di sisi lain, memperbaiki sikap, moral kerja, dan kualitas
hidup secara keseluruhan. Di tempat kerja, harga diri yang sehat adalah kunci
untuk kinerja terbaik dan pekerjaan berkualitas tinggi, terutama bila pekerjaan
secara langsung mempengaruhi orang lain. Harga diri adalah inti dari sebagian
besar masalah dalam hubungan manusia (Lamberton, 2014).

Teori Self Disclosure (Membuka diri)

Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan.
Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk
menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung
menghindari sifat defensif, dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain
(Rakhmat, 2007).

Hubungan antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan
Johari Window. Dalam Johari Window diungkapkan tingkat keterbukaan dan
tingkat kesadaran tentang diri kita (Rakhmat, 2007)

.
(Liliweri, 1991).

Gambar yang disebut Jendela Johari terebut melukiskan bahwa dalam


pengembangan hubungan antar seorang dengan yang lainya terdapat empat
kemungkinan sebagaimana terwakili melalui suasana di keempat bidang (jendela)
itu (Liliweri, 1991).

Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seorang dengan yang lain
mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling
mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Bidang 2, melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua pihak hanya
diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.

Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua


pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.
Bidang 4, bidang tidak dikenal, di mana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui
masalah hubungan di antara mereka (Liliweri, 1991).

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar


pribadi ialah Bidang 1, di mana antara komunikator dengan komunikan saling
mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan
antar pribadi tidak seideal yang diharapkan itu. Ini disebabkan karena dalam
berhubungan dengan orang lain betapa sering setiap orang mempunyai peluang
untuk menyembunyikan atau mengungkapkan masalah yang dihadapinya
(Liliweri, 1991).
Daftar Pustaka

Davis, Keith. (1989). Human Behaviour At Work, 8th ed. Singapore: McGraw
Hill, Inc.

Lamberton, lowell. (2014). Human Relations; Strategies for Success, 5th ed. New
York: McGraw-Hill Education.

Liliweri, Alo. (1991). Komunikasi antar Pribadi. Bandung: Sekeloa.

Onong, Uchjana Effendi. (2009). Human Relation dan Public Relation. Bandung:
Mandar Maju.

Onong, Uchjana Effendy. (2001). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Jakarta:
Erlangga.

Siagian, Sondang P. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.


Bumi Aksara.

Suranto AW. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai