Anda di halaman 1dari 8

Penyakit Jantung Koroner Akut (ACS)

1. Faktor Risiko
American Heart Association / American College of Cardiologi (2017) membagi faktor
risiko kardiovaskular dalam 3 bagian sebagai berikut:
Faktor risiko utama yang dapat diubah, yaitu:
- Merokok
Orang yang merokok mempunyai risiko 2 kali lebih banyak untuk menderita
penyakit kardiovaskular dibanding orang yang tidak merokok. Efek merokok
terhadap terjadinya aterosklerosis antara lain dapat menurunkan kadar HDL,
trombosit lebih mudah mengalami agregasi, mudah terjadi luka endotel karena
radikal bebas dan pengeluaran katekolamin berlebihan serta dapat meningkatkan
kadar LDL dalam darah. Kematian mendadak karena SKA 2 – 3 kali lebih banyak
pada perokok dibandingkan bukan perokok. Orang yang merokok mempunyai risiko
kematian 60% lebih tinggi, karena merokok dapat menstimulasi pengeluaran
katekolamin yang berlebihan sehingga fibrilasi ventrikel mudah terjadi.
- Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan atau
tekanan darah diastolik yang tidak normal. Nilai yang dapat diterima berbeda sesuai
usia dan jenis kelamin. Hipertensi merupakan faktor risiko yang secara langsung
dapat menyebabkan kerusakan penbuluh darah. Perjalanan penyakit hipertensi
sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama
bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai
terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala, sifatnya non spesifik
misalnya sakit kepala atau pusing. Kalau hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak
dirawat, maka akan mengakibatkan kematian karena SKA, payah jantung, stroke
atau payah ginjal. Diagnosis dini hipertensi dan perawatan yang efektif dapat
mengurangi kemungkinan morbiditas dan mortalitas.
- Dislipidemia
Dislipidemia adalah meningkatnya kadar kolesterol dan bentuk ikatannya dengan
protein seperti trigliserida dan LDL, tetapi sebalikya kadar HDL menurun.
Dislipidemia tidak lepas dari keterpajanan terhadap asupan lemak sehari – hari
terutama asupan lemak jenuh dan kolesterol, yang dapat meningkatkan insidens
penyakit jantung koroner. Dikatakan setiap penurunan 200 mg asupan kolesterol per
1000 kalori akan menurunkan 30% insidens penyakit jantung koroner. Sedangkan
asupan lemak jenuh dalam ukuran normal maksimal 10% dari 30% total lemak yang
dibutuhkan untuk keperluan sehari – hari, asupan kolesterol tidak lebih dari 30 gram
perhari.
- Diabetes Melitus
Pada penderita diabetes terjadi kelainan metabolisme yang disebabkan oleh
hiperglikemi yang mana metabolit yang dihasilkan akan merusak endotel pembuluh
darah termasuk didalamnya pembuluh darah koroner. Pada penderita diabetes yang
telah berlangsung lama akan mengalami mikroangiopati diabetik yaitu mengenai
pembuluh darah besar, dimana pada penderita ini akan sering mengalami triopati
diabetik / mikrongopati yaitu neuropati, retinopati dan nefropati. Dan bilamana
makroangiopati ini terjadi bersama – sama dengan neuropati maka terjadilah infark
tersembunyi ataupun angina yang tersembunyi yaitu tidak ditemukan nyeri dada,
dimana keadaan ini mencakup hampir 40% kasus.

Pada penderita DM terjadi percepatan aterosklerosis dan 75 – 80% kematian


penderita diabetes disebabkan oleh makroangiopati terutama yang terjadi pada
jantung, yaitu SKA.
- Stress
Banyak ahli yang mengatakan bahwa faktor stres erat kaitannya dengan kejadian
penyakit jantung koroner. Dalam kondisi stres yang kronis dan berkepanjangan
syaraf simpatis akan dipacu setiap waktu, dan adrenalin pun akan meningkat, yang
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah bersamaan dengan meningkatnya
kadar kolesterol dalam darah. Hal ini tentunya akan membebani jantung dan
merusak pembuluh darah koroner. Stress merupakan salah satu risiko koroner yang
kuat, tapi sukar diidentifikasi.

Faktor risiko yang tidak dapat diubah, yaitu:

- Umur dan jenis kelamin


Semakin bertambahnya umur akan meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit
jantung koroner. SKA lebih sering timbul pada usia lebih dari 35 tahun keatas dan
pada usia 55 – 64 tahun terdapat 40% kematian disebabkan oleh penyakit jantung
koroner.
- Genetik
Riwayat orang tua atau dari beberapa generasi sebelumnya yang menderita penyakit
jantung koroner akan meningkatkan kemungkinan terjadinya aterosklerosis pada
orang tersebut. Tidak hanya faktor keturunan saja yang dapat menyebabkan
ateroseklerosis tetapi juga familal lipid mempunyai andil dalam meningkatkan
penyakit aterosklerosis tersebut.

Faktor risiko predisposi seperti:

- Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai berat badan lebih yang terutama disebabkan oleh
akumulasi lemak tubuh. Obesitas adalah apabila indeks masa tubuh (IMT) > 27,
dimana IMT adalah berat badan dalam kg dibanding tinggi dalam m2. Orang dengan
obesitas mempunyai risiko 2,68 kali untuk terjadinya SKA. Dikutip dari American
Heart Association / American College of Cardiologi (2001). Studi Farmingham
mengemukakan bahwa pada orang dengan obesitas kemungkinan untuk mengalami
payah jantung dan SKA lebih besar pada laki – laki dibanding perempuan.
Seseorang yang obesitas secara umum berisiko mengalami hiperlipidemia dan
hiperkolesterolemia, yang merupakan faktor dominan yang dapat menyebabkan
terjadinya aterosklerosis. Selain itu beban cairan tubuh yang cukup besar dan
menurunnya kemampuan beraktivitas secara bertahap akibat dari obesitas, lambat
laun akan menimbulkan meningkatnya beban kerja jantung dan menurunkan
fungsinya.
- Inaktifitas fisik
Aktifitas fisik atau olahraga akan menstimulasi pembentukan pembuluh darah
kolateral yang berperan protektif terhadap kejadian miokard infark (Mutarobin,
2018).
2. Etiologi
Penyebab SKA/ACS yakni aterosklerosis adalah pembentukan flak mengakibatkan
intima bagian arteri membentuk trombus menyebabkan lumen menyempit dan
suplai darah terganggu membuat kekuatan kontraksi oto jantung relatif rendah.
Ketika thrombus pecah maka terjadi nekrosis total jaringan distal dan timbullah infark
pada miokardium (Wahidah, 2021).
3. Patofisiologi
Patofisiologi yang mendasari ACS adalah penurunan aliran darah ke bagian otot jantung
yang biasanya disebabkan oleh pecahnya plak dan pembentukan trombus. Kadang-
kadang ACS dapat disebabkan oleh vasospasme dengan atau tanpa aterosklerosis yang
mendasarinya. Akibatnya adalah penurunan aliran darah ke suatu bagian otot jantung
yang mula-mula mengakibatkan iskemia dan kemudian infark pada bagian jantung
tersebut (Singh, Museedi, & Grossman, 2023).
4. Prognosis
Sindrom koroner akut (ACS) adalah penyakit umum yang membatasi aliran arteri
koroner yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan dalam
perfusi miokard. Ini adalah kondisi medis yang melibatkan 112 juta orang di atas usia 20
tahun di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, meskipun angka kematian pasien ACS telah
menurun dalam beberapa tahun terakhir, penyakit jantung iskemik tetap menjadi
penyebab utama kematian (45,1%, hampir 801.000 kematian) yang disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular.

Namun dengan berjalannya waktu telah terjadi perbaikan yang cepat dan signifikan
dalam prognosis pasien ACS karena kemajuan dalam terapi obat dan teknik intervensi.
Meskipun ada kemajuan baru-baru ini dalam pengobatan, angka kematian tetap tinggi
setelah dirawat di rumah sakit. Prognosis pada pasien ACS, dengan atau tanpa gagal
jantung, terbukti berbeda berdasarkan pendekatan medis atau revaskularisasi dan
dimodifikasi oleh berbagai faktor termasuk perbedaan jenis kelamin, aktivitas fisik,
strategi tindak lanjut, pengobatan, dan gagal jantung yang terjadi bersamaan (Fan Ye,
2019).

Diseksi spontan arteri koroner (Spontaneous Coronary Artery Dissection: SCAD)

Diseksi arteri koroner spontan, atau “SCAD”, merupakan penyebab non-aterosklerotik


langka dari sindrom koroner akut (ACS) yang didefinisikan sebagai pemisahan dinding arteri
koroner non-iatrogenik dan non-traumatik (Nikolaos Lionakis, 2022). Aterosklerosis adalah
penyakit yang ditandai dengan penumpukan lipid berserat elemen, dan kalsifikasi
(pembentukan endapan kalsium) di dalam arteri besar (Shifa Jebari-Benslaiman, 2022).
Penyebab SCAD masih belum diketahui secara pasti, namun robekan di dalam dinding arteri
merupakan faktor utamanya.

Faktor Risiko
Pada kondisi, sifat, atau kebiasaan lain juga dapat meningkatkan risiko penyakit ini. Kondisi
ini dikenal sebagai faktor risiko yang meliputi:

Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi (faktor-faktor tidak dapat diubah), yaitu:

1. Usia
Usia adalah faktor risiko independen yang signifikan untuk penyakit
kardiovaskular, karena berkaitan dengan kemungkinan berkembangnya sejumlah
faktor risiko jantung tambahan lainnya, termasuk obesitas dan diabetes.
Selain itu, peningkatan produksi reactiveoxygen species(ROS) diketahui terjadi pada
usia lanjut, dan hal tersebut terkait dengan proses inflamasi yang persisten dan
progresi penyakit kronis, seperti pada penyakit kardiovaskular
2. Jenis kelamin
3. Kehamilan

Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi merupakan faktor-faktor yang dapat diubah, diobati
atau dikendalikan melalui pengobatan atau perubahan gaya hidup, yaitu:

1. Diabetes
Pasien diabetes yang menjalani IKP dianggap sebagai kategori risiko yang sangat
tinggi, karena peningkatan reaktivitas trombosit dan risiko komplikasi
terutama pada pasien dengan kontrol glikemik yang buruk [20]. Trombosit dari
pasien yang terkena diabetes melitus dan sindroma metabolik menunjukkan
gangguan sensitivitas terhadap agen antiagregasi fisiologis dan juga peningkatan
aktivasinya, yang dapat dilihat dari peningkatan ekspresi penanda aktivasi
membran. Selain itu, mereka lebih rentan untuk membentuk aggregat mikro spontan
dengan keterlibatan reseptor ADP. Kelainan ini menyebabkan kondisi pro-
trombotik yang berkontribusi terhadap risiko kardiovaskular yang tinggi.
2. Tekanan darah yang sangat tinggi .
3. Riwayat panjang merokok dan/atau penyalahgunaan narkoba.
4. Stres emosional yang ekstrim.
Peningkatan stres oksidatif bersama dengan ekspresi mediator proinflamasi yang
terus menerus pada CHF merupakan kandidat kuat sebagai penyebab
eksaserbasi cedera miokard pada gagal jantung. Stres oksidatif, yang diukur dengan
penanda peroksidasi lipid dan kadar antioksidan, mengalamipeningkatan pada
pasien dengan gagal jantung kongestif. Sitokin, seperti TNF-α, bertambah
jumlahnya pada CHF dan dapat memicu respons jantung dan pembuluh darah
yang tampaknya dimodulasi oleh jalur spesifik intraseluler redoks-sensitif dan
berkontribusi pada peningkatan kepekaan terhadap cedera miokard akibat iskemia/
reperfusi

Etiologi

Diseksi arteri merupakan kegagalan struktural dinding arteri yang mengakibatkan perdarahan
intramural, yang membentuk hematoma intramural (IMH) yang membedah dinding
pembuluh darah. Ketika IMH mengembang menyebabkan dinding pembuluh darah ipsilateral
menonjol ke dalam lumen pembuluh darah menuju dinding kontralateral, yang pada
pembuluh darah berdiameter lebih kecil menyebabkan terhambatnya aliran darah. Obstruksi
ini mencegah perfusi jaringan yang menyebabkan iskemia dan/atau infark.

Jika diseksi disertai dengan robekan intima, obstruksi lumen sebenarnya dapat disebabkan
oleh IMH yang menyebabkan trombus yang meluas ke dalam dan menyumbat lumen
sebenarnya atau dapat menimbulkan emboli yang menyumbat cabang arteri distal, sehingga
mengakibatkan mikroinfark. Satu-satunya pengecualian terhadap oklusi luminal akibat IMH
adalah diseksi aorta, yang memiliki diameter sangat besar, dimana komplikasi yang paling
mengkhawatirkan bukanlah penyumbatan aliran darah atau kejadian emboli, namun perluasan
diseksi ke dalam ruang perikardial yang mengakibatkan hemoperikardium. yang dapat
menyebabkan tamponade perikardial, atau perluasan diseksi ke cabang berdiameter lebih
kecil, seperti arteri ginjal, yang mengakibatkan iskemia atau infark ginjal. (Monique Bax,
2022).

Patofisologi

SCAD disebabkan oleh gangguan tiba-tiba pada dinding arteri koroner, yang mengakibatkan
terpisahnya lapisan intima bagian dalam dari dinding pembuluh darah bagian luar. Pemicunya
diperkirakan berupa robekan intima atau pendarahan dari vasa vasorum, yang mengakibatkan
hematoma intramural. Perluasan hematoma yang dipicu oleh tekanan menyebabkan
penyebaran bidang diseksi dengan pembentukan lumen sejati, dan trombus yang mengandung
lumen palsu.

SCAD harus dibedakan dari diseksi yang disebabkan oleh pecahnya plak pada pasien dengan
aterosklerosis atau diseksi iatrogenik akibat kateter. Pasien dengan SCAD memiliki dinding
arteri yang rapuh tanpa ateroma atau kalsifikasi yang membatasi penyebaran diseksi. Oleh
karena itu, kasus-kasus dengan SCAD seringkali memiliki diseksi yang lebih luas, dan
segmen arteri koroner yang tidak terkena dampak tampak mulus dan bebas penyakit pada
angiografi.

Prognosis

Dua pusat registrasi tunggal telah menyediakan data penting mengenai riwayat alamiah dan
prognosis SCAD. Shaw dkk. melaporkan hasil registrasi satu pusat di Kanada yang terdiri
dari 164 pasien (usia rata-rata 52, 92% perempuan) dengan SCAD. Sekitar 80% pasien
diobati secara konservatif pada gejala awal, dan tingkat infark miokard berulang di rumah
sakit pada kelompok ini adalah 4,5%. Pada pasien yang diobati secara konservatif yang
menjalani angiografi koroner elektif tertunda (≥26 hari setelah kejadian indeks), semuanya
mengalami penyembuhan angiografi spontan. Menariknya, angiografi dini (dalam waktu 20
hari) menunjukkan diseksi koroner yang menetap, menunjukkan bahwa proses
penyembuhannya relatif lambat. Pada 33 pasien yang menjalani PCI, keberhasilan total hanya
dicapai pada 36,4%. Lebih dari separuh pasien yang menjalani PCI mengalami perluasan
prosedur diseksi termasuk, dalam beberapa kasus, keterlibatan batang utama kiri. Hanya
enam dari 164 pasien yang menjalani CABG, termasuk tiga pasien yang gagal PCI, dengan
diseksi utama kiri yang diinduksi kateter pemandu pada dua kasus. Tidak ada kematian di
rumah sakit. Tingkat MACE dua tahun adalah 10%-17%, terutama didorong oleh kejadian
SCAD yang berulang.

Tweet dkk. melaporkan hasil untuk 189 pasien dengan gejala pertama episode SCAD.
Sebanyak 92% dari mereka adalah perempuan, dengan usia rata-rata 44 tahun. Sembilan
puluh empat pasien dirawat secara konservatif, dengan 10% mengalami perkembangan
SCAD rata-rata empat hari setelah masuk rumah sakit awal yang memerlukan intervensi.
Temuan ini sesuai dengan laporan sebelumnya yang menyarankan pemantauan hati-hati di
rumah sakit hingga satu minggu karena risiko kejadian berulang. Hal ini berbeda dengan
kasus ACS aterosklerotik yang pedomannya menekankan intervensi dini dan pendekatan
pemulangan. Tingkat kegagalan PCI adalah 53%, yang menggarisbawahi hasil PCI yang
kurang optimal pada kelompok pasien yang menantang ini.

Kelangsungan hidup jangka panjang sangat baik, dengan hanya satu kematian selama masa
tindak lanjut rata-rata 2,3 tahun, meskipun risiko kejadian SCAD berulang cukup signifikan
(27% dalam lima tahun). Menariknya, 75%-90% kejadian SCAD berulang melibatkan
segmen koroner yang tidak terkena dampak pada saat gejala awal muncul. Hal ini
menunjukkan bahwa risiko SCAD melibatkan seluruh sirkulasi arteri koroner epikardial dan
tidak terbatas pada segmen yang terisolasi.

Secara kolektif, hasil ini menunjukkan kelangsungan hidup yang sangat baik di rumah sakit
dan jangka panjang, dengan risiko kejadian SCAD yang signifikan di masa depan. Oleh
karena itu, pasien harus diperingatkan tentang risiko kekambuhan SCAD. Saat ini, belum ada
pengobatan yang efektif untuk mengurangi risiko jangka panjang (Dr. Shahid Aziz, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai