Anda di halaman 1dari 78

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRITIS

DENGAN EARLY MOBILIZATION: HEAD OF BED 30


SAMPAI 45 DERAJAT DI RUANG ICU RSUD dr. DORIS
SYLVANUS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun Oleh:
GUSNADI
NIM. P1337420921198

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2022
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRITIS
DENGAN EARLY MOBILIZATION: HEAD OF BED 30
SAMPAI 45 DERAJAT DI RUANG ICU RSUD dr. DORIS
SYLVANUS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ners

Disusun Oleh:
GUSNADI
NIM. P1337420921198

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2022
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik

yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Gusnadi

NIM : P1337420921198

Tanda Tangan :

Tanggal :11 Januari 2023

i
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRITIS DENGAN


EARLY MOBILIZATION: HEAD OF BED 30 SAMPAI 45 DERAJAT
DI RUANG ICU RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Telah disetujui dan dinyatakan telah memenuhi syarat

untuk diujikan pada hari Senin tanggal 11 Januari 2023

Penguji I Penguji II

(Alfeus Manuntung, S.Kep., Ns., M.Kep.) (Wenny Trisnaningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep.)
NIP. 19810126 200212 1 003 NIP. 199407 15 0296

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners

(Shobirun, MN)
NIP. 19680120 199312 1 001

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh:


Nama : Gusnadi
NIM : P1337420921198
Judul KIAN : Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Kritis dengan
Early Mobilization: Head of Bed 30 Sampai 45
Derajat Di Ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus
Provinsi Kalimantan Tengah

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada
Program Studi Pendidikan Ners Program Profesi Jurusan Keperawatan
Kemenkes Semarang.

Penguji I Penguji II

(Alfeus Manuntung, S.Kep., Ns., M.Kep.) (Wenny Trisnaningtyas, S. Kep., Ns., M.Kep.)
NIP. 19810126 200212 1 003 NIP. 199407150296

Ketua Penguji
Ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Provinsi Kalimantan Tengah

(Rosaniah, S.Kep., Ns.)


NIP. 19861212 201001 2 005

Ditetapkan di : Palangka Raya


Hari, tanggal : Senin, 11 Januari 2023

iii
Nurse Professional Education Study Program Ners Professional Program
Poltekkes Kemenkes Semarang
KIAN, Dec ember 2022
Gusnadi1, Alfeus Manuntung2, Wenny Trisnaningtyas2, Rosaniah3
Correspondent: gusnadijr515@gmail.com

ABSTRACT

ANALYSIS OF NURSING CARE FOR CRITICAL PATIENTS WITH EARLY


MOBILIZATION: HEAD OF BED 30 TO 45 DEGREES IN THE ICU ROOM
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
CENTRAL KALIMANTAN PROVINCE

Background: Muscle weakness is potentially exacerbated by prolonged periods


of bedrest due to sedation and immobilization. WHO reports that the prevalence
of critical patients in the Intensive Care Unit is increasing every year. It was
recorded that 9.8–24.6% of patients were comatose and treated in Intensive Care
Units per 100,000 population, and deaths from critical to chronic illnesses in the
world increased by 1.1-7.4 million.
Objective: Analyzing nursing care for critical patients with early mobilization:
head of bed 30 to 45 degrees in the ICU room of RSUD dr. Doris Sylvanus,
Central Kalimantan.
Method: Case study with descriptive analysis, the number of samples is 3
patients. The instrument uses a degree measuring instrument (protractor) and a
set SOP. The intervention was given for 5 days.
Results of nursing care: The nursing problem is impaired physical mobility with
interventions carried out, namely giving early mobilization positions: head of bed
30 to 45 degrees. The implementation carried out on the three patients provided
early mobilization: head of bed 30 to 45 degrees. The evaluation showed that
there were changes before and after the implementation of early mobilization:
head of bed 30 to 45 degrees.
Recommendation: The intervention of giving early mobilization: head of bed 30
to 45 degrees is expected to add a reference for action in dealing with impaired
physical mobility in critical patients and be used as a nurse's intervention to
overcome impaired physical mobility in critical patients as a non-pharmacological
action.
Keywords: Analysis; critical patient; early mobilization
1)
Students of the Nursing Education Study Program, Profession Program,
Poltekkes Kemenkes Semarang
2)
Lecturer at Poltekkes Kemenkes Semarang
3)
ICU Hospital Clinical Supervisor dr. Doris Sylvanus, Province of Central
Kalimantan

iv
Program Studi Pendidikan Profesi Ners Program Profesi
Poltekkes Kemenkes Semarang
KIAN, Desember 2022
Gusnadi1, Alfeus Manuntung2, Wenny Trisnaningtyas2, Rosaniah3
Koresponden: gusnadijr515@gmail.com

ABSTRAK

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRITIS DENGAN EARLY


MOBILIZATION: HEAD OF BED 30 SAMPAI 45 DERAJAT DI RUANG ICU
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Latar belakang: Kelemahan otot berpotensi diperburuk oleh periode bedrest


yang lama karena sedasi dan imobilisasi. WHO melaporkan pasien kritis di
Intensive Care Unit prevalensinya meningkat per tahunnya. Tercatat 9,8 24,6%
pasien koma dan dirawat di Intensive Care Unit per 100.000 penduduk, serta
kematian akibat penyakit kritis hingga kronik di dunia meningkat sebanyak 1,1-
7,4 juta.
Tujuan: Menganalisis asuhan keperawatan pasien kritis dengan early
mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat di Ruang ICU RSUD dr. Doris
Sylvanus Kalimantan Tengah.
Metode: Studi kasus dengan analisis deskriptif, jumlah sampel yaitu 3 pasien.
Instrumen menggunakan alat ukur derajat (busur derajat) dan SOP yang
ditetapkan. Intervensi diberikan selama 5 hari.
Hasil asuhan keperawatan: Masalah keperawatan yaitu gangguan mobilitas
fisik dengan intervensi yang dilakukan yaitu pemberian posisi early mobilization:
head of bed 30 sampai 45 derajat. Implementasi yang dilakukan pada ketiga
pasien memberikan early mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat.
Evaluasi menunjukkan adanya perubahan sebelum dan sesudah dilakukan
pemberian implementasi early mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat.
Rekomendasi: Intervensi pemberian early mobilization: head of bed 30 sampai
45 derajat diharapkan dapat menambah referensi tindakan dalam mengatasi
gangguan mobilitas fisik pada pasien kritis serta dijadikan intervensi perawat
mengatasi gangguan mobilitas fisik pada pasien pasien kritis sebagai tindakan
nonfarmakologi.
Kata kunci: Analisis; pasien kritis; mobilisasi dini
1)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners Program Profesi Poltekkes
Kemenkes Semarang
2)
Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang
3)
Pembimbing Klinik Ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Provinsi Kalimantan
Tengah

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Karya

Ilmiah Akhir Ners (KIAN) yang berjudul “Analisis Asuhan Keperawatan

Pasien Kritis Dengan Early Mobilization: Head Of Bed 30 Sampai 45

Derajat Di Ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Provinsi Kalimantan

Tengah” dengan tepat waktu. Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini dapat

diselesaikan atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai

pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu pada kesempatan ini

ijinkan penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Suharto, S.Pd., MN., selaku Ketua Program Studi Profesi Ners

Keperawatan Semarang.

2. Shobirun, MN., selaku Ketua Program Studi Profesi Ners

Keperawatan Semarang.

3. Alfeus Manuntung, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing pertama

penulis.

4. Wenny Trisnaningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing

kedua penulis.

5. Rosaniah, S.Kep., Ns., selaku pembimbing klinik dari rumah sakit.

6. Seluruh dosen dan staf Prodi Profesi Ners Keperawatan Semarang

dan Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.

vi
7. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan semangat, mendukung

baik materi maupun motivasi serta mendoakan untuk menyelesaikan

studi.

8. Teman–teman angkatan Profesi Ners Poltekkes Semarang Kelas

Kerja Sama Palangka Raya-Aceh yang turut membantu dan saling

memotivasi dalam penyusunan Proposal Karya Ilmiah Akhir Ners ini.

9. Pihak–pihak lain yang juga sudah membantu, namun tidak bisa

penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya

Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini masih banyak terdapat kesalahan dan

kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan serta

pengalaman penulis. Namun demikian Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan.

Palangka Raya, 14 Desember 2022

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
ABSTRACT ............................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................ 5
1.3 Manfaat Penulisan ..................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 8
2.1 Konsep Dasar Masalah Keperawatan ........................................ 8
2.2 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori ................................ 11
2.3 Implementasi Evidence Based Practice Nursing ...................... 15
2.4 Kerangka Konsep..................................................................... 18
BAB III METODE .................................................................................... 19
3.1 Desain Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners ....................................... 19
3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................... 19
3.3 Lokasi dan Waktu Studi Kasus.................................................. 20
3.4 Fokus Studi Kasus .................................................................... 21
3.5 Definisi Operasional .................................................................. 21
3.6 Instrumen Studi Kasus ............................................................... 21
3.7 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 22
3.8 Analisa Data .............................................................................. 23
3.9 Etika Penelitian ......................................................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 25
4.1 Profil Lahan Praktik ................................................................... 25
4.2 Ringkasan Proses Asuhan Keperawatan .................................. 26
4.3 Pembahasan Asuhan Keperawatan .......................................... 37
4.4 Implikasi Keperawatan............................................................... 45
BAB V PENUTUP .................................................................................... 48
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 48
5.2 Saran ......................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 51

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Mayor dan Minor................................................................ 9


Tabel 4.1 Hasil Implementasi ..................................................................... 31

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori..................................................................... 13


Gambar 2.2 Kerangka Konsep................................................................. 18
Gambar Dokumentasi .............................................................................. 58

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SOP (Standar Operasional Prosedur) ................................... 53


Lampiran 2 Lembar Pemantauan ICU ..................................................... 54
Lampiran 3 Format Kegiatan Bimbingan .................................................. 59
Daftar Riwayat Hidup ............................................................................... 63

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kelemahan otot adalah kondisi ketika kekuatan pada otot

berkurang dari sebelumnya. Kelemahan otot menggambarkan

pengecilan otot yang berhubungan dengan mortalitas tinggi, kondisi

pasien yang buruk, serta keterlambatan proses penyembuhan.

Kelemahan otot berpotensi diperburuk oleh periode bedrest yang

lama karena sedasi dan imobilisasi. Pendekatan saat ini untuk

pengobatan dan perawatan pasien sakit kritis ditujukan untuk

kelangsungan hidup mereka dan peningkatan hasil jangka pendek

dan jangka panjang mereka. Banyak pasien yang dirawat di unit

perawatan intensif (ICU) memperoleh komorbiditas iatrogenik (Liang,

dkk, 2021). Kondisi ini dapat mempersulit pemulihan mereka dari

penyakit kritis dan secara negatif memengaruhi kualitas hidup

mereka setelah pulang (Hashem et al., 2016). Needham dkk. (2012)

mengidentifikasi Post Intensive Care Syndrome, yang meliputi

delirium (Hayhurst et al., 2016; Marra, Pandharipande, & Patel, 2017;

Negro et al., 2020), kelemahan yang didapat di ICU (Jolley et al.,

2016), gangguan fisik (Ohtake et al., 2018), masalah kesehatan

mental, dan cacat kognitif (Hashemet al., 2016; Marra,

Pandharipande, & Patel, 2017).

1
2

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pasien

kritis di Intensive Care Unit prevalensinya meningkat per tahunnya.

Tercatat 9,8 24,6% pasien koma dan dirawat di Intensive Care Unit

per 100.000 penduduk, serta kematian akibat penyakit kritis hingga

kronik di dunia meningkat sebanyak 1,1-7,4 juta orang (WHO, Tahun

2018). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019,

jumlah kematian (mortalitas) sebesar 1,6 juta jiwa, dan angka

morbiditas di Indonesia mencapai sebesar 15,38 persen. World

Health Organization (WHO) sudah menetapkan 3 ukuran utama dari

morbiditas yakni jumlah orang sakit, lamanya sakit dan periode sakit.

Pada tahun 2015 sebanyak 655 pasien yang masuk Ruang ICU

dengan angka kematian sebanyak 92 pasien. Pada tahun 2016

periode Januari-September sebanyak 448 pasien dengan angka

kematian sebanyak 60 pasien (Kementerian Kesehatan R.I. Tahun

2016). Pada tahun 2020, tercatat sebanyak 147 kasus pasien kritis

yang dirawat di ICU disebabkan oleh trauma kecelakaan lalu lintas,

penyakit gagal jantung, stroke yang mengalami penurunan

kesadaran, ICH (Intra Cerebral Hemorrhage), cedera kepala, Covid

I9, dan pasien post bedah dengan efek obat sedatif di RSUD dr.

Doris Sylvanus Kalimantan Tengah (satudata. kalteng. go. Id, Tahun

2020).

Penatalaksanaan pada pasien kritis yang mengalami

kelemahan otot salah satunya adalah pemberian early mobilization:


3

posisi head of bed 30 sampai 60 derajat. Posisi head of bed 30

sampai 60 derajat adalah intervensi dalam mobilisasi dini bermanfaat

bagi pasien dengan penyakit kritis karena mengurangi kelemahan

otot yang didapat di unit perawatan intensif (ICU) (Miranda Roncha,

dkk, 2017). Dalam penelitian Gempitasari dan Betriana, 2019

menyebutkan pengaturan posisi kepala pada pasien stroke yang

mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 7 di tempat tidur

dengan head of 30 derajat untuk meningkatkan saturasi oksigen.

Untuk implementasi ini dilakukan selama 3 hari perawatan saat

pasien berada di Ruangan ICU karena Ruangan ICU difasilitasi

monitor dan pulse oksimetri sehingga bisa dipantau untuk dilihat

perubahannya. Hasil memperlihatkan bahwa saturasi oksigen pada

pasien stroke yang mengalami penurunan kesadaran terjadi

peningkatan 2% pada hari kedua dan 1% pada hari ketiga. Posisi

memengaruhi peningkatan perfusi udara di otak (Anderson et al.,

2017). Pasien yang mengalami penurunan kesadaran juga akan

mengalami penurunan mobilisasi. Posisi pasien yang imobilitas di

tempat tidur dapat memengaruhi fungsi respirasi. Hal ini

menstimulasi banyak penelitian untuk menentukan posisi yang dapat

mempertahankan fungsi respirasi dengan baik. Penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa posisi head of 30 derajat

memberikan akses yang lebih baik pada pasien stroke terhadap

saturasi oksigen dan peningkatan kesadaran.


4

Berdasarkan hasil penelitian Kusuma dan Anggraeni, 2019,

posisi head of 30 derajat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

oksigenasi di otak sehingga menghindari terjadinya hipoksia pasien,

dan tekanan intrakranial menjadi stabil dalam batas normal. Selain

itu, posisi ini lebih efektif untuk mempertahankan tingkat kesadaran

karena sesuai dengan posisi anatomis dari tubuh manusia yang

kemudian memengaruhi hemodinamik pasien. Posisi head of 30

derajat memiliki manfaat untuk menurunkan tekanan intrakranial

pada pasien kritis yang mengalami cedera kepala. Selain itu posisi

tersebut juga dapat meningkatkan oksigen ke otak.

Menurut Josephine Dermawan tahun 2021, mobilisasi dini

(early mobilization) pada pasien di unit perawatan Intensive Care

Unit (ICU) merupakan salah satu intervensi yang diyakini dapat

memperpendek masa rawat dan memperbaiki mobilitas pasien

pasca rawat. Pasien yang menjalani perawatan di ICU umumnya

merupakan pasien-pasien kritis yang memerlukan waktu perawatan

lebih lama daripada pasien di ruang rawat biasa. Hal ini membuat

pasien ICU lebih rentan mengalami efek samping seperti kelemahan

otot, hingga disabilitas pasca perawatan. Terapi fisik dini pada

pasien-pasien di ICU dinilai dapat mengurangi durasi rawat dan

mengatasi efek samping tersebut. Durasi rawat yang lebih pendek

dan juga efek samping yang lebih minimal akan mengurangi beban

biaya medis yang dibutuhkan.


5

Pada pasien kritis lebih baik untuk diberikan mobilisasi dari

pada pasien dibiarkan dalam posisi supine secara terus-menerus.

Karena dengan membiarkan pasien dalam keadaan imobilisasi akan

memberi dampak yang buruk pada organ tubuh, maka dari itu

perawat perlu merencanakan kegiatan mobilisasi kepada pasien.

Pada pasien kritis konsekuensi terbesar dari bedrest atau imobilisasi

adalah sistem pernapasan meliputi pengembangan kompresi

atelectasis dari pembentukan edema dengan pasien posisi supine

dan kelemahan fungsi paru, refleks batuk, dan drainase tidak bekerja

dengan baik ketika pasien dalam posisi supine. Hal ini akan

berdampak pada oksigenasi karena kelemahan fungsi paru akibat

imobilisasi. Saturasi oksigen merupakan salah satu indikator dari

status oksigenasi. Saturasi oksigen adalah kemampuan hemoglobin

mengikat oksigen. Faktor-faktor yang memengaruhi saturasi oksigen

yaitu jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru (ventilasi), kecepatan

difusi, dan kapasitas hemoglobin dalam membawa oksigen

(Tanujiarso & Ayu, 2020). Oleh karena itu, mobilisasi dini penting

untuk dilakukan.

Dari uraian fakta dan fenomena serta hasil penelitian

terdahulu di atas, maka saya tertarik untuk menganalisis asuhan

keperawatan pasien kritis dengan early mobilization: head of bed 30

sampai 45 derajat di Ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Provinsi

Kalimantan Tengah.
6

1.2. Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan umum yaitu

menganalisis asuhan keperawatan pasien kritis dengan early

mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat di Ruang ICU

RSUD dr. Doris Sylvanus Provinsi Kalimantan Tengah.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Menganalisis pengkajian dalam asuhan keperawatan pada

pasien kritis.

2. Menganalisis diagnosis keperawatan dalam asuhan

keperawatan pada pasien kritis.

3. Menganalisis perencanaan keperawatan dalam asuhan

keperawatan pada pasien kritis.

4. Menganalisis status fungsional sebelum dan sesudah

melakukan early mobilization: head of bed 30 sampai 45

derajat.

5. Menganalisis status hemodinamik (tekanan darah,

frekuensi napas, denyut nadi, suhu, saturasi oksigen)

sebelum dan sesudah melakukan early mobilization: head

of bed 30 sampai 45 derajat.

6. Menganalisis tindakan keperawatan dalam asuhan

keperawatan pada pasien kritis.


7

7. Menganalisis evaluasi keperawatan dalam asuhan

keperawatan pada pasien kritis.

1.3. Manfaat Penulisan

1.3.1. Manfaat Akademik

1. Institusi dapat mengajarkan kepada mahasiswa dan

menjadikan metode pemberian early mobilization: head of

bed 30 sampai 45 derajat sebagai mobilisasi dini terhadap

pasien kritis.

2. Dapat menjadi masukan sebagai bahan program belajar

mengajar dan menambah referensi perpustakaan serta

menjadi dasar untuk penelitian keperawatan lebih lanjut.

3. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan

dalammenambah pengetahuan di bidang keperawatan.

1.3.2. Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan

memberikan pelayanan kesehatan sehingga dapat

memaksimalkan asuhan keperawatan pada pasien kritis

dengan pemberian early mobilization: head of bed 30

sampai 45 derajat.

2. Dapat dimasukkan ke dalam Standar Operasional

Prosedur (SOP), early mobilization: head of bed 30


8

sampai 45 derajat sebagai salah satu intervensi

nonfarmakologis untuk penanganan terhadap pasien kritis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Masalah Keperawatan

2.1.1. Pengertian

Kekuatan otot didefinisikan sebagai kekuatan maksimal

yang dapat dihasilkan oleh kelompok otot tertentu, diukur

dengan cara isometrik atau dinamis, yang dinyatakan dalam

Kilogram atau Newton (Miranda R, Martinez, Junior, & Silva,

2017). Kelemahan otot adalah kondisi ketika kekuatan pada otot

berkurang. Otot mungkin menjadi tidak berkontraksi atau bergerak

semudah sebelumnya. Kondisi ini bisa digambarkan dengan sulit

untuk bangun dari kursi, menaiki tangga, atau membuka toples tidak

seperti sebelumnya. Kelemahan otot kondisi ketika salah satu sisi

tubuh, dari kepala hingga kaki, mengalami kelemahan

sehingga sulit digerakkan. Gangguan mobilitas fisik adalah

keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017). Gangguan mobilitas fisik atau imobilitas merupakan

keadaan dimana kondisi yang mengganggu pergerakannya,

seperti trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai

fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.

8
9

2.1.2. Data Mayor dan Data Minor

Tabel 2.1 Data Mayor dan Minor Gangguan Mobilitas Fisik


(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

Subjektif Objektif
Data Mayor Mengeluh sulit 1. Kekuatan otot menurun
menggerakkan 2. Rentang gerak (ROM)
ekstremitas Menurun
Subjektif Objektif
Data Minor 1. Nyeri saat 1. Sendi kaku
bergerak 2. Gerakan tidak
2. Enggan terkoordinasi
melakukan 3. Gerakan terbatas
pergerakan 4. Fisik lemah
3. Merasa cemas
saat bergerak

2.1.3. Faktor Penyebab

Faktor penyebab gangguan mobilitas fisik pada pasien

kritis, yaitu: penurunan kendali otot, penurunan kekuatan

otot, kekakuan sendi, kontraktur, gangguan muskuloskeletal,

gangguan neuromuskular, dan keengganan melakukan

pergerakan.

2.1.4. Penatalaksanaan Berdasarkan EBN

Memberikan early mobilization: head of bed 30

sampai 45 derajat menjadi salah satu penatalaksanaan pada

pasien kritis yang mengalami kelemahan otot dengan

masalah gangguan mobilitas fisik. Early mobilization: head of

bed 30 sampai 45 derajat yaitu memperbaiki drainase vena,

perfusi serebral, dan menurunkan tekanan intrakranial.

Elevasi kepala dapat menurunkan tekanan intrakranial


10

melalui beberapa cara, yaitu menurunkan tekanan darah,

perubahan komplians dada, perubahan ventilasi,

meningkatkan aliran vena melalui vena jugularis yang tak

berkatup, sehingga menurunkan volume darah vena sentral

yang menurunkan tekanan intra kranial.

Penelitian yang dilakukan oleh Ginting, dkk, tahun

2020 dengan memberikan intervensi berupa pemberian

oksigen dan elevasi kepala 30º terhadap tingkat kesadaran

pada pasien cedera kepala sedang didapatkan hasil, rata-

rata nilai tingkat kesadaran responden sebelum dilakukan

pemberian oksigen dan elevasi kepala 30 derajat pada

pasien cedera kepala sedang sebanyak 10 orang yaitu 10.10

pada tingkat kesadaran sedang dengan Standar Deviasi

(SD) 0,876. Rata-rata nilai tingkat kesadaran responden

sesudah dilakukan pemberian oksigen dan elevasi kepala 30

derajat pada pasien cedera kepala sedang sebanyak 10

orang yaitu 12.90 pada tingkat kesadaran sedang dengan

Standart Deviasi (SD) 1.190. Hasil uji statistik dengan

menggunakan uji Dependent Sample TTest/Paired T-Test

menunjukkan bahwa p Value yaitu 0.000 yang berarti p

Value ≤ 0.05. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan

terhadap tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala


11

sedang sebelum dan sesudah dilakukan pemberian oksigen

dan elevasi kepala 30 derajat.

2.2. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori

2.2.1. Fokus Pengkajian

Fokus pengkajian pada pasien kritis yang mengalami

kelemahan otot dengan masalah gangguan mobilitas fisik

yaitu, klien mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, nyeri

saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas

saat bergerak, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)

menurun, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan

terbatas, fisik lemah, kekuatan otot menurun. Selain untuk

mengetahui keluhan utama perlu mengkaji riwayat penyakit

dahulu serta pemeriksaan penunjang.


12

2.2.2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan SDKI

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian

klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan

yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun

potensial. Berdasarkan tujuan pengelolaan kasus dalam

penelitian ini yang menjadi diagnosa prioritas keperawatan

yaitu Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017).


13

Stroke dengan Trauma, Gagal Pasien Post Bedah dengan


penurunan kesadaran Jantung efek obat sedatif

Suplai O2 ke otak menurun dan


TIK Meningkat

Pasien Kritis

Kerusakan
neuromuskular

Terjadinya Kelemahan
Fisik

Terjadinya Penurunan
Kekuatan Otot

Kelemahan Otot

Gangguan Mobilitas
Fisik

Gambar. 2.1. Kerangka Teori Gangguan Mobilitas Fisik Pada pasien


kritis
14

2.2.3. Intervensi Sesuai Dengan Diagnosa Yang Muncul Pada

Pathway

Intervensi keperawatan merupakan sebuah bentuk

rencana tindakan yang diberikan kepada pasien kritis yang

mengalami kelemahan otot dengan masalah gangguan

mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) merupakan

keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2017).

1. Observasi

a. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.

b. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum

memulai mobilisasi.

c. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.

2. Terapeutik

a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu.

b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu.

3. Tindakan

a. Berikan posisi head of bed 30 sampai 45 derajat.

4. Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.

b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini.


15

2.2.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan proses keperawatan yang

dimulai setelah menyusun intervensi keperawatan.

Implementasi keperawatan utama yangdigunakan untuk

pasien kritis yang mengalami kelemahan otot adalah

pemberian posisi head of bed 30 sampai 45 derajat yang

berfokus pada menganalisis hasil tindakan yang berpengaruh

terhadap pasien kritis di Ruang ICU.

2.2.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses

keperawatan. Dalam mencapai tujuan yang disesuaikan

dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan. Tujuan

evaluasi ini adalah menganalisis pengaruh pemberian early

mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat pada pasien

kritis yang mengalami kelemahan otot dengan masalah

gangguan mobilitas fisik.

2.3. Implementasi Evidence Based Practice Nursing

Dalam pemberian early mobilization: head of bed 30 sampai

45 derajat menggunakan alat ukur derajat (busur derajat) yang

berguna untuk mengukur dan membentuk sudut pada pemberian

mobilisasi dini pasien kritis. Untuk implementasi ini dilakukan selama


16

3 hari perawatan saat pasien berada di Ruangan. Apabila tidak ada

perubahan selama 3 hari, maka implementasi dilakukan menjadi 7

hari. Implementasi menggunakan Standar Operasional Prosedur

(SOP) yang berlaku di Rumah sakit sesuai dengan kondisi pasien

yang akan dilakukan intervensi.

Tujuan diberikannya implementasi ini adalah mengurangi

risiko luka pada permukaan kulit, mempercepat waktu penggunaan

ventilator, untuk mengurangi insiden Ventilated Accute Pneumonia

(VAP), mengurangi waktu penggunaan sedasi, menurunkan delirium,

meningkatkan kemampuan pasien untuk dapat berpindah serta

meningkatkan fungsi organ-organ tubuh. Pemberian implementasi

dilaksanakan continous laterally rotation therapy (CLRT) setiap 2 jam

sekali serta mempunyai waktu jeda atau istirahat untuk dapat

merubah ke posisi selanjutnya selama kurang lebih 5-10 menit. Hal

yang harus diperhatikan dalam implementasi adalah sebagai berikut:

1. Tidak ditemukan iskemik miokard dalam 24 jam terakhir.

2. Tidak ditemukan disritmia yang membutuhkan pemberian agen

antidisritmia dalam 24 jam terakhir.

3. FiO2 <0,6, PEEP <10 cmH2O

4. Tidak ada peningkatan dosis pemberian vasopressor dalam 2

jam terakhir.

Dalam penelitian Gempitasari dan Betriana, 2019

menyebutkan pengaturan posisi kepala pada pasien stroke yang


17

mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 7 di tempat tidur

dengan head of 30 derajat untuk meningkatkan saturasi oksigen.

Untuk implementasi ini dilakukan selama 3 hari perawatan saat

pasien berada di Ruangan ICU karena Ruangan ICU difasilitasi

monitor dan pulse oksimetri sehingga bisa dipantau untuk dilihat

perubahannya. Hasil memperlihatkan bahwa saturasi oksigen pada

pasien stroke yang mengalami penurunan kesadaran terjadi

peningkatan 2% pada hari kedua dan 1% pada hari ketiga. Posisi

memengaruhi peningkatan perfusi udara di otak (Anderson et al.,

2017). Pasien yang mengalami penurunan kesadaran juga akan

mengalami penurunan mobilisasi. Posisi pasien yang imobilitas di

tempat tidur dapat memengaruhi fungsi respirasi. Hal ini

menstimulasi banyak penelitian untuk menentukan posisi yang dapat

mempertahankan fungsi respirasi dengan baik. Penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa posisi head of 30 derajat

memberikan akses yang lebih baik pada pasien stroke terhadap

saturasi oksigen dan peningkatan kesadaran.

Selain itu, studi kasus sebelumnya oleh Hasan (2018) yang

melakukan pengaturan posisi elevasi kepala 30 derajat pada pasien

menunjukkan peningkatan saturasi oksigen sebesar 2% dari 96%

menjadi 98%. Penelitian lain dilakukan oleh Martinez et al. (2015)

tentang efek dari pemberian posisi elevasi kepala pada derajat yang

berbeda terhadap 35 orang pasien ICU di Salvador, Brazil. Hasil


18

penelitian mereka menunjukkan bahwa posisi 30 derajat memberikan

efek yang terbaik terhadap kompliansi dinamik dibandingkan dengan

posisi elevasi kepala dengan derajat yang lain. Derajat posisi kepala

memengaruhi respirasi mekanik yang dapat diobservasi melalui

saturasi oksigen.

2.4. Kerangka Konsep

Pasien Kritis

Gangguan Mobilitas Fisik


(Kelemahan Otot)

Pengkajian Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi

Berikan Memberikan Menganalisis dan


Keluhan utama Gangguan posisi head posisi head mengevaluasi
1. Merasa mobilitas of bed 30 of bed 30 hasil intervensi
cemas saat fisik sampai 45 sampai 45 pemberian early
berhubungan
bergerak derajat derajat pada mobilization: head
dengan
2. Kekuatan pasien kritis of bed 30 sampai
penurunan
otot yang 45 derajat pada
kekuatan
menurun mengalami pasien kritis yang
otot
3. Fisik lemah kelemahan mengalami
4. Kekuatan otot kelemahan otot
otot
menurun

Gambar 2.2. Kerangka Konsep


BAB III

METODE

3.1. Desain Karya Ilmiah Akhir Ners

Desain Karya Ilmiah Akhir Ners ini menggunakan analisis

deskriptif berupa studi kasus yang dilakukan terfokus pada suatu

kasus tertentu untuk diamati menggunakan pendekatan asuhan

keperawatan. Pendekatan asuhan keperawatan meliputi identifikasi

data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam karya ilmiah ini yang menjadi

fokus pendekatan dengan studi kasus yaitu pasien kritis yang

mengalami kelemahan otot dengan masalah gangguan mobilitas

fisik.

3.2. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

Dalam karya ilmiah akhir ners ini, subjeknya adalah 3 pasien

yaitu: Pasien Stroke yang mengalami penurunan kesadaran, pasien

Trauma akibat kecelakaan, pasien post bedah dengan efek obat

sedatif yang dirawat di Ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus

Kalimantan Tengah, kriteria sampel dalam studi kasus:

3.2.1. Kriteria Inklusi

a. Pasien yang dirawat di ICU selama >24 jam.

b. Pasien Stroke yang mengalami penurunan kesadaran.

19
20

c. Pasien Trauma Capitis (Trauma Kepala) akibat

kecelakaan.

d. Pasien Post Bedah dengan efek obat sedatif.

e. Nilai GCS <9.

f. Skala kekuatan otot <3 (gerakan otot hanya dapat

melawan gravitasi).

3.2.2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien sadar dan dapat melakukan kerja sama dengan

baik.

b. Pasien Trauma Servikal (Cedera Tulang Leher).

c. Kesadaran Compos Mentis.

d. Skala kekuatan otot 5 (otot normal).

3.3. Lokasi Dan Waktu Studi Kasus

Lokasi melakukan analisis pada kasus dilakukan di lahan

praktik keperawatan yaitu di Ruang ICU dr. Doris Sylvanus

Kalimantan Tengah pada bulan Desember 2022 selama 3 hari.

Apabila tidak ada perubahan selama 3 hari, maka implementasi

dilakukan menjadi 7 hari.


21

3.4. Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus ini melakukan asuhan keperawatan

dengan berfokus pada penatalaksanaan Evidence Based Practice

Nursing yaitu melakukan analisis pemberian mobilisasi pada pasien

kritis yang mengalami kelemahan otot dengan memberikan

intervensi early mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat.

3.5. Definisi Operasional

Kelemahan otot adalah kondisi ketika kekuatan pada otot

berkurang. Otot mungkin menjadi tidak berkontraksi atau bergerak

semudah sebelumnya. Kondisi ini bisa digambarkan dengan sulit untuk

bangun dari kursi, menaiki tangga, atau membuka toples tidak seperti

sebelumnya. Kelemahan otot kondisi ketika salah satu sisi tubuh, dari

kepala hingga kaki, mengalami kelemahan sehingga sulit digerakkan

(Kompas.com, 2021). Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan

dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Gangguan mobilitas fisik atau

imobilitas merupakan keadaan dimana kondisi yang mengganggu

pergerakan pada pasien kritis, seperti trauma tulang belakang,

cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.

3.6. Instrumen Studi Kasus

Instrumen studi kasus menggunakan format asuhan

keperawatan sesuai ketentuan yang berlaku untuk melakukan


22

asuhan keperawatan pada kasus kelolaan pada pasien kritis dan

juga menilai kemampuan otot selama dirawat di Ruang ICU dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya. Pada penilaian kondisi pasien kritis

menggunakan lembar observasi yang digunakan untuk memantau

kondisi fisiologis pasien secara teratur untuk memastikan

stabilitasnya. Dalam pemberian early mobilization: head of bed 30

sampai 45 derajat menggunakan alat ukur derajat (busur derajat)

yang berguna untuk mengukur dan membentuk sudut pada

pemberian early mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat pada

pasien kritis serta menggunakan Standar Operasional Prosedur

(SOP) yang berlaku di Rumah Sakit sesuai dengan kondisi pasien

yang akan dilakukan intervensi.

3.7. Metode Pengumpulan Data

3.7.1. Studi Literatur

Studi literatur merupakan kegiatan yang berkaitan

dengan pengumpulan data,membaca, dan mengolah referensi

dari beberapa sumber artikel berupa buku, e-book ataupun

jurnal yang mendukung untuk kasus permasalahan pada

penelitian ini.

3.7.2. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data

antara penulis dan pasien. Tujuan dari wawancara ialah


23

mendengarkan dan meningkatkan kesejahteraan pasien

melalui hubungan saling percaya dan suportif. Teknik ini

digunakan untuk mendapatkan masalah utama pasien dan

riwayat penyakit saat ini.

3.7.3. Observasi Dan Pemeriksaan Fisik

Observasi merupakan kegiatan yang melibatkan

seluruh kekuatan indera seperti pendengaran, penglihatan,

perasa, sentuhan, dan cita rasa. Pemeriksaan fisik dilakukan

untuk menentukan ada atau tidaknya masalah fisik.

3.7.4. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan suatu teknik

pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen untuk

mendapatkan suatu data. Studi dokumentasi dalam studi

kasus ini dengan melihat hasil dari pemeriksaan diagnostik

dandata lain yang relevan, seperti hasil laboratorium,

radiologi, ataupun pemeriksaan fisik lainnya untuk mengetahui

kelainan-kelainan pada klien.

3.8. Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak berada di lahan praktik,

sewaktu pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul.

Kemudian dilakukan observasi dan studi dokumentasi yang

menghasilkan data untuk selanjutnya dikumpulkan oleh penulis. Data


24

yang dikumpulkan tersebut dapat berupa data subjektif dan data

objektif. Dari data tersebut, selanjutnya peneliti menegakkan

diagnosa keperawatan. Kemudian penulis menyusun intervensi atau

rencana keperawatan, melakukan implementasi atau pelaksanaan

inovasi evidence based practice serta mengevaluasi asuhan

keperawatan yang telah diberikan kepada klien.

3.9. Etika Penelitian

1. Persetujuan tindakan, adalah suatu persetujuan yang diberikan

oleh responden setelah mendapat informasi yang jelas dan

benar. Pemberian informasi juga harus menggunakan bahasa

yang dapat dimengerti oleh responden.

2. Tanpa nama, untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek,

peneliti tidak mencantumkan nama yang diisi oleh subyek,

lembaran tersebut hanya berisi kode tertentu.

3. Kerahasiaan merupakan suatu kegiatan merahasiakan identitas

responden pada saat pengumpulan data, pengelolaan data dan

pada saat menulis laporan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Lahan Praktik

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus merupakan

rumah sakit tersier yang dikelola oleh Pemda Provinsi Kalimantan

Tengah dan termuat dalam rumah sakit Tipe B yang berlokasi di Jl.

Tambun Bungai No. 04 Palangka Raya. RSUD dr. Doris Sylvanus

memberikan pelayanan di bidang kesehatan yang didukung oleh

layanan dokter spesialis dan subspesialis, serta ditunjang dengan

fasilitas medis yang memadai dan menjadi rumah sakit rujukan di

Kalimantan Tengah.

Kapasitas bed di Ruang ICU terdiri dari 10 bed, 2 bed berada

di 2 ruangan infeksius dan 8 bed noninfeksius. Masing-masing bed

dilengkapi monitor EKG dan ventilator. Selain itu terdapat nurse

station, ruang kepala ruangan, pantry, ruang linen bersih, serta toilet.

Untuk fasilitas dilengkapi dengan televisi, AC, Infus Pump, Syringe

Pump, dan ada masing masing lemari penyimpanan obat-obatan

pasien serta tersedia trolly emergency.

25
26

4.2. Ringkasan Proses Asuhan Keperawatan

4.2.1. Pengkajian

Hasil pengkajian terhadap 3 pasien kritis yang mengalami

gangguan mobilitas fisik di Ruang ICU RSUD dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya sebagai berikut:

a. Pasien 1

Pasien pertama bernama Ny. A dengan keluhan

utama pasien mengalami penurunan kesadaran sudah 1

hari yang lalu dan lemah anggota gerak sebelah kiri sudah

3 hari yang lalu sehingga pasien dirujuk dari RS Sampit ke

RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Pada saat

pengkajian, pasien memiliki riwayat stroke, GCS (E: 2, V: 2,

M: 3) skor 7 (somnolen) kekuatan otot ekstremitas atas dan

ekstremitas bawah 2. TTV (TD: 156/88 mmHg, Nadi: 108

x/menit, RR: 23 x/menit, Suhu: 36,6oC, SpO2: 95%). Pasien

post terpasang ETT. Pasien sudah 6 hari dirawat di ruang

ICU.

Pasien terpasang infus 2 jalur NaCL 0,9% drip

Tramadol 100 mg/8 jam dan RL drip KCL 50 mcg pada/12

jam pada kaki kanan dan kaki kiri dan terpasang SP

Nicardipine dengan kecepatan 63/jam. Pasien terpasang

kateter dan NGT. Diagnosa medis yaitu CVA+ICH

Thalamus Ventrikel Lateral (D). Pasien terpasang EVD


yang digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial

yang meningkat ketika cairan di sekitar otak terhambat.

Klien terpasang NRM 15 lpm. Terapi yang diberikan yaitu

Citicolin 2x500 mg, Vancomicin 3x1 gram, Fartison 2x100

mg, Monitol 4x100 mg, Ceftriaxone 2x1 gram, Ranitidine

2x50 mg, Candesartan 1x16 mg, Nicardipine 1 amp.

b. Pasien 2

Pasien kedua bernama Ny. R usia dengan keluhan

utama pasien mengalami penurunan kesadaran

dikarenakan terjatuh di kamar mandi 1 hari sebelum masuk

RS, ada muntah 4 kali, nyeri kepala (+) sehingga pasien

dirujuk dari RS Sampit ke RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangka Raya. Pada saat pengkajian, GCS (E: 2, V: 2, M:

3) skor 7 (somnolen), kekuatan otot ekstremitas atas dan

ekstremitas bawah 2. TTV (TD: 113/74 mmHg, Nadi: 113

x/menit, RR: 23 x/menit, Suhu: 37,2 oC, SpO2: 97%). Pasien

post terpasang ETT. Pasien sudah 14 hari dirawat di ruang

ICU.

Pasien terpasang infus NaCL 0,9% kecepatan

63/jam, terpasang SP Fentanil 1 ml/jam. Pasien terpasang

kateter dan NGT. Diagnosa medis yaitu CVH ICH Basal

Ganglia+Craniactomy. Pasien terpasang EVD yang

digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial yang


meningkat ketika cairan di sekitar otak terhambat. Klien

terpasang NRM 15 lpm. Terapi yang diberikan yaitu

Fentanil 1 ml/jam, Citicolin 2x500 mg, Candesartan 8 mg,

Ketocid 3x1 tablet, inj. Cefriaxone 2x1 gram, inj.

Omeprazole 2x40 mg, inj. Ondansentron 2x8 mg,

Paracetamol 3x1 gram, inj. Antrain 3x1 gram.

c. Pasien 3

Pasien ketiga bernama Tn. S usia dengan keluhan

utama pasien mengalami penurunan kesadaran

dikarenakan mengalami kecelakaan lalu lintas 1 hari

sebelum masuk RS. Pasien muntah-muntah 4x, nyeri

kepala(+) sehingga pasien dibawa ke RSUD dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya. Pada saat pengkajian, GCS (E:

2, V: 2, M: 4) skor 8 (somnolen), kekuatan otot ekstremitas

atas dan ekstremitas bawah sebelah kanan 1. TTV (TD:

130/80 mmHg, Nadi: 89 x/menit, RR: 22 x/menit, Suhu:

36,8oC, SpO2: 96%). Pasien post terpasang ETT. Pasien

sudah 8 hari dirawat di ruang ICU.

Pasien terpasang infus Nacl 0,9%, drip Fentanil 2

ml/jam. Pasien terpasang kateter dan NGT. Diagnosa

medis COB ICH Basal Ganglia (S). Klien terpasang NRM

15 lpm. Terapi yang diberikan yaitu Fentanil 500 mcg,

Heparin 15.000 unit/24 jam, inj. Omeprazole 2x40 mg, Inf.


Levofloxacin 1x750 mg, inj. Ceftazidime 3x2 gram, inj.

Antrain 3x1 gram, inf. Monitol 2x100 mg, Phenitoin 2x100

mg.

4.2.2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan

terhadap Ny. A, Ny. R dan Tn. S, maka ditegakkan diagnosis

keperawatan sesuai dengan SDKI yaitu gangguan mobilitas

fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan

dengan pasien mengalami penurunan kesadaran, kekuatan

otot menurun, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi,

gerakan terbatas, fisik lemah.

4.2.3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan tindakan keperawatan menggunakan

dasar SDKI dan SLKI sesuai dengan diagnosa yang muncul

dalam perumusan masalah (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah disusun

oleh PPNI, untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik (D.0054)

pada Ny. A, Ny. R, dan Tn. S adalah dengan dukungan

mobilisasi (I.05173). Dukungan mobilisasi pada kasus ini

dilakukan dengan memberikan posisi early mobilization: head

of bed 30 sampai 45 derajat kepada pasien, dimana terapi


tersebut digunakan untuk tahap awal menangani gangguan

mobilitas fisik pada pasien kritis yang mengalami penurunan

kekuatan otot.

4.2.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan pada ketiga pasien

sesuai dengan perencanaan yang telah disusun, yaitu

pemberian early mobilization: head of bed 30 sampai 45

derajat pada pasien kritis yang mengalami gangguan

gangguan mobilitas fisik. Implementasi yang diberikan pada

klien dilaksanakan tanggal 14-18 Desember 2022. Langkah

awal yang dilakukan sebelum intervensi diberikan ialah

melakukan pengkajian terhadap pasien sesuai dengan kriteria

inklusi dalam penelitian. Pemberian early mobilization: head of

bed 30 sampai 45 derajat diberikan secara continous laterally

rotation therapy (CLRT) setiap 2 jam sekali serta mempunyai

waktu jeda atau istirahat untuk dapat mengubah ke posisi

selanjutnya selama kurang lebih 5-10 menit. Setelah diberikan

early mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat

selanjutnya mengobservasi kembali status fungsional dan

status hemodinamik pada pasien setelah diberikan

implementasi tersebut. Hasil dari implementasi sebagai

berikut:
31

Tabel 4.1 Hasil Implementasi

Pasien 1 (Ny. A)
Tanggal
Jam 12.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 16.00 WIB Jam 18.00 WIB
14 Desember TTV (TD: 156/88 mmHg, TTV (TD: 151/89 mmHg, Nadi: TTV (TD: 152/88 mmHg, TTV (TD: 150/91 mmHg,
2022 Nadi: 108 x/menit, RR: 23 96 x/menit, RR: 21 x/menit, Nadi: 90 x/menit, RR: 19 Nadi: 93 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36,6oC, Suhu: 37oC, SpO2: 97%) x/menit, Suhu: 36,9oC, x/menit, Suhu: 36,7oC,
SpO2: 95%) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 SpO2: 97%) SpO2: 99%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 7 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah Pasien terkadang terdengar atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 suara merintih 2 2
Pasien tampak gelisah dan Pasien lebih tampak tenang Pasien tampak lebih tenang
terdengar suara merintih Tampak pasien menekuk Saturasi oksigen dalam
tanpa kata-kata pergelangan tangan batas normal
15 Desember TTV (TD: 150/83 mmHg, TTV (TD: 133/81 mmHg, Nadi: TTV (TD: 140/83 mmHg, TTV (TD: 147/91 mmHg,
2022 Nadi: 85 x/menit, RR: 20 89 x/menit, RR: 18 x/menit, Nadi: 79 x/menit, RR: 19 Nadi: 93 x/menit, RR: 19
x/menit, Suhu: 36,3oC, Suhu: 36,5oC, SpO2: 98%) x/menit, Suhu: 36,6oC, x/menit, Suhu: 36,7oC,
SpO2: 98%) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 SpO2: 99%) SpO2: 99%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 7 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah Tampak terjadi penurunan atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 tekanan darah menjadi normal 2 2
pada pasien Pasien tampak rileks
TTV dalam batas normal
16 Desember TTV (TD: 144/81 mmHg, TTV (TD: 135/81 mmHg, Nadi: TTV (TD: 130/83 mmHg, TTV (TD: 137/85 mmHg,
2022 Nadi: 100 x/menit, RR: 18 86 x/menit, RR: 19 x/menit, Nadi: 79 x/menit, RR: 20 Nadi: 90 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36,9oC, Suhu: 36,5oC, SpO2: 98%) x/menit, Suhu: 36,5oC, x/menit, Suhu: 36,7oC,
SpO2: 98%), GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 SpO2: 99%) SpO2: 99%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 7 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 2 2
17 Desember TTV (TD: 140/85 mmHg, TTV (TD: 137/81 mmHg, Nadi: TTV (TD: 130/80 mmHg, TTV (TD: 138/85 mmHg,
2022 Nadi: 100 x/menit, RR: 19 90 x/menit, RR: 20 x/menit, Nadi: 88 x/menit, RR: 20 Nadi: 90 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36,6oC, Suhu: 36,5oC, SpO2: 98%) x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: x/menit, Suhu: 36oC, SpO2:
SpO2: 99%), GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 99%) 99%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 7 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah TTV dalam batas normal atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 Pasien tampak rileks 2 2
TTV dalam batas normal Pasien tampak lebih nyaman TTV dalam batas normal TTV dalam batas normal
Pasien tampak rileks dengan posisi yang diberikan Pasien tampak rileks Pasien tampak rileks
Pasien tampak lebih nyaman Pasien tampak lebih Pasien tampak lebih nyaman
dengan posisi yang diberikan nyaman dengan posisi yang dengan posisi yang
diberikan diberikan
18 Desember TTV (TD: 130/85 mmHg, TTV (TD: 128/81 mmHg, Nadi: TTV (TD: 120/80 mmHg, TTV (TD: 118/80 mmHg,
2022 Nadi: 100 x/menit, RR: 19 90 x/menit, RR: 20 x/menit, Nadi: 78 x/menit, RR: 19 Nadi: 96 x/menit, RR: 19
x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: Suhu: 36,5oC, SpO2: 98%) x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: x/menit, Suhu: 36,6oC,
99%), GCS (E: 2, V: 3, M: 3) skor 8 99%) SpO2: 99%)
GCS (E: 2, V: 3, M: 3) skor 8 (somnolen) GCS (E: 2, V: 3, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 3, M: 3) skor 8
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 8 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah TTV dalam batas normal atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 Pasien tampak rileks 2 2
TTV dalam batas normal Pasien tidak gelisah TTV dalam batas normal TTV dalam batas normal
Pasien tampak rileks Pasien tampak nyaman Pasien tampak rileks Pasien tampak rileks
Pasien tidak gelisah dengan posisi yang diberikan Pasien tidak gelisah Pasien tidak gelisah
Terdengar suara rintihan Pasien tampak nyaman Pasien tampak nyaman
pasien ketika dirangsang dengan posisi yang dengan posisi yang
nyeri diberikan diberikan
Pasien 2 (Ny. R)
Tanggal
Jam 12.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 16.00 WIB Jam 18.00 WIB
14 Desember TTV (TD: 113/74 mmHg, TTV (TD: 117/73 mmHg, Nadi: TTV (TD: 125/84 mmHg, TTV (TD: 124/76 mmHg,
2022 Nadi: 113 x/menit, RR: 23 102 x/menit, RR: 20 x/menit, Nadi: 98 x/menit, RR: 21 Nadi: 97 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 37,2oC, SpO2: Suhu: 37,2oC, SpO2: 97%) x/menit, Suhu: 36,8oC, x/menit, Suhu: 37,1oC,
97%) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 SpO2: 97%) SpO2: 98%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 7 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah TTV dalam batas normal atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 Terdengar suara rintihan 2 2
Terdengar suara rintihan pasien TTV dalam batas normal TTV dalam batas normal
pasien Tidak ada tampak peningkatan Terdengar suara rintihan Terdengar suara rintihan
Tampak gelisah tekanan darah pasien pasien
Pasien tampak mengepal Saturasi oksigen dalam batas Tidak ada tampak Tidak ada tampak
tangan normal peningkatan tekanan darah peningkatan tekanan darah
Saturasi oksigen dalam Saturasi oksigen dalam
batas normal batas normal
15 Desember TTV (TD: 141/75 mmHg, TTV (TD: 123/83 mmHg, Nadi: TTV (TD: 129/80 mmHg, TTV (TD: 124/74 mmHg,
2022 Nadi: 94 x/menit, RR: 18 94 x/menit, RR: 24 x/menit, Nadi: 99 x/menit, RR: 22 Nadi: 90 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36,2oC, SpO2: Suhu: 36,4oC, SpO2: 94%) x/menit, Suhu: 36,9oC, x/menit, Suhu: 37,1oC,
97%) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 SpO2: 96%) SpO2: 97%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 7 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah Pasien tampak gelisah atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 Terdengar suara gargling pada 2 2
Pasien tampak gelisah pasien TTV tampak kembali TTV normal
Tampak pasien mengeluarkan normal Pasien tampak rileks
dahak dari sela-sela gudel Pasien tampak rileks Pasien tampak nyaman
Pasien tampak nyaman dengan posisi yang
dengan posisi yang diberikan
diberikan
16 Desember TTV (TD: 118/81 mmHg, TTV (TD: 120/83 mmHg, Nadi: TTV (TD: 126/80 mmHg, TTV (TD: 130/74 mmHg,
2022 Nadi: 100 x/menit, RR: 20 92 x/menit, RR: 21 x/menit, Nadi: 99 x/menit, RR: 21 Nadi: 90 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36,1oC, SpO2: Suhu: 36,4oC, SpO2: 98%) x/menit, Suhu: 36,9oC, x/menit, Suhu: 36,1oC,
98%) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 SpO2: 98%) SpO2: 99%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 7 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah Pasien tidak gelisah atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 Tampak rileks 2 2
TTV normal TTV dalam batas normal Pasien tidak gelisah Pasien tidak gelisah
Pasien tampak rileks Tampak rileks Tampak rileks
TTV dalam batas normal TTV dalam batas normal
17 Desember TTV (TD: 120/85 mmHg, TTV (TD: 120/83 mmHg, Nadi: TTV (TD: 124/80 mmHg, TTV (TD: 119/74 mmHg,
2022 Nadi: 98 x/menit, RR: 20 89 x/menit, RR: 19 x/menit, Nadi: 99 x/menit, RR: 21 Nadi: 80 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: Suhu: 36oC, SpO2: 98%) x/menit, Suhu: 36,6oC, x/menit, Suhu: 36,1oC,
99%) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 SpO2: 98%) SpO2: 99%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 7 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah Tampak ada respon rintihan atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 ketika pasien dipanggil 2 2
Pasien tidak gelisah Pasien tampak rileks dengan Tampak ada respon rintihan Tampak ada respon rintihan
Tampak rileks posisi yang diberikan ketika pasien dipanggil ketika pasien dipanggil
TTV dalam batas normal TTV dalam batas normal Pasien tampak rileks Pasien tampak rileks dengan
Tidak ada tanda-tanda dengan posisi yang posisi yang diberikan
penurunan TTV diberikan TTV dalam batas normal
TTV dalam batas normal
18 Desember TTV (TD: 121/79 mmHg, TTV (TD: 118/80 mmHg, Nadi: TTV (TD: 120/88 mmHg, TTV (TD: 119/74 mmHg,
2022 Nadi: 96 x/menit, RR: 19 89 x/menit, RR: 21 x/menit, Nadi: 90 x/menit, RR: 22 Nadi: 80 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: Suhu: 36oC, SpO2: 98%) x/menit, Suhu: 36,9oC, x/menit, Suhu: 36,4oC,
99%) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 SpO2: 98%) SpO2: 99%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 7 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah 2 Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah Pasien tampak rileks dengan atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
2 posisi yang diberikan 2 2
Pasien tampak rileks dengan TTV dalam batas normal Pasien tampak rileks Pasien tampak rileks dengan
posisi yang diberikan dengan posisi yang posisi yang diberikan
TTV dalam batas normal diberikan TTV dalam batas normal
TTV dalam batas normal

Pasien 3 (Tn. S)
Tanggal
Jam 12.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 16.00 WIB Jam 18.00 WIB
14 Desember TTV (TD: 130/80 mmHg, TTV (TD: 129/83 mmHg, Nadi: TTV (TD: 131/77 mmHg, TTV (TD: 103/73 mmHg,
2022 Nadi: 89 x/menit, RR: 22 90 x/menit, RR: 21 x/menit, Nadi: 71 x/menit, RR: 21 Nadi: 83 x/menit, RR: 22
x/menit, Suhu: 36,8oC, SpO2: Suhu: 36,6oC, SpO2: 96%) x/menit, Suhu: 36,7oC, x/menit, Suhu: 36,6oC,
96%) GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8 SpO2: 97%) SpO2: 98%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 8 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah sebelah kanan 1 atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
sebelah kanan 1 Pasien tampak tenang sebelah kanan 1 sebelah kanan 1
Pasien tampak tenang Terdengar suara rintihan dari Pasien tampak tenang Pasien tampak tenang
Terdengar suara rintihan dari pasien Terdengar suara rintihan Terdengar suara rintihan
pasien TTV dalam batas normal dari pasien dari pasien
TTV dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda TTV dalam batas normal TTV dalam batas normal
takikardi dan bradikardi Tidak ada tanda-tanda Tidak ada tanda-tanda
takikardi dan bradikardi takikardi dan bradikardi
15 Desember TTV (TD: 124/74 mmHg, TTV (TD: 130/78 mmHg, Nadi: TTV (TD: 128/80 mmHg, TTV (TD: 119/73 mmHg,
2022 Nadi: 80 x/menit, RR: 19 68 x/menit, RR: 19 x/menit, Nadi: 70 x/menit, RR: 20 Nadi: 86 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36,8oC, SpO2: Suhu: 36oC, SpO2: 100%) x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: x/menit, Suhu: 36,2oC,
99%) GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8 100%) SpO2: 99%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 8 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah sebelah kanan 1 atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
sebelah kanan 1 Pasien tampak tenang sebelah kanan 1 sebelah kanan 1
Pasien tampak tenang TTV dalam batas normal Pasien tampak tenang Pasien tampak tenang
TTV dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda TTV dalam batas normal TTV dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda takikardi dan bradikardi Tidak ada tanda-tanda Tidak ada tanda-tanda
takikardi dan bradikardi Tidak peningkatan tekanan takikardi dan bradikardi takikardi dan bradikardi
Tidak peningkatan tekanan darah Tidak peningkatan tekanan Tidak peningkatan tekanan
darah Tidak ada penurunan saturasi darah darah
Tidak ada penurunan oksigen pasien Tidak ada penurunan Tidak ada penurunan
saturasi oksigen pasien saturasi oksigen pasien saturasi oksigen pasien
16 Desember TTV (TD: 120/81 mmHg, TTV (TD: 126/78 mmHg, Nadi: TTV (TD: 130/80 mmHg, TTV (TD: 120/73 mmHg,
2022 Nadi: 80 x/menit, RR: 20 78 x/menit, RR: 20 x/menit, Nadi: 100 x/menit, RR: 22 Nadi: 89 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36,1oC, SpO2: Suhu: 36,4oC, SpO2: 100%) x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: x/menit, Suhu: 36,7oC,
98%) GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8 99%) SpO2: 99%)
GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8 (somnolen) GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 8 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah sebelah kanan 2 atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
sebelah kanan 2 sebelah kanan 2 sebelah kanan 2
17 Desember TTV (TD: 180/79 mmHg, TTV (TD: 119/78 mmHg, Nadi: TTV (TD: 126/80 mmHg, TTV (TD: 123/83 mmHg,
2022 Nadi: 98 x/menit, RR: 20 98 x/menit, RR: 19 x/menit, Nadi: 98 x/menit, RR: 20 Nadi: 84 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: Suhu: 36,1oC, SpO2: 100%) x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: x/menit, Suhu: 36,8oC,
99%) GCS (E: 2, V: 3, M: 4) skor 9 99%) SpO2: 100%)
GCS (E: 2, V: 3, M: 4) skor 9 (somnolen) GCS (E: 2, V: 3, M: 4) skor GCS (E: 2, V: 3, M: 4) skor 9
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 9 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah sebelah kanan 2 atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
sebelah kanan 2 sebelah kanan 2 sebelah kanan 2
18 Desember TTV (TD: 120/79 mmHg, TTV (TD: 110/80 mmHg, Nadi: TTV (TD: 120/80 mmHg, TTV (TD: 118/78 mmHg,
2022 Nadi: 90 x/menit, RR: 20 86 x/menit, RR: 20 x/menit, Nadi: 88 x/menit, RR: 20 Nadi: 82 x/menit, RR: 21
x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: Suhu: 36,2oC, SpO2: 98%) x/menit, Suhu: 36oC, SpO2: x/menit, Suhu: 36,8oC,
99%) GCS (E: 2, V: 3, M: 4) skor 9 99%) SpO2: 100%)
GCS (E: 2, V: 3, M: 4) skor 9 (somnolen) GCS (E: 2, V: 3, M: 4) skor GCS (E: 2, V: 3, M: 4) skor 9
(somnolen) Kekuatan otot ekstremitas atas 9 (somnolen) (somnolen)
Kekuatan otot ekstremitas dan ekstremitas bawah Kekuatan otot ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah sebelah kanan 2 atas dan ekstremitas bawah atas dan ekstremitas bawah
sebelah kanan 2 sebelah kanan 2 sebelah kanan 2
37

4.2.5. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi

yang dilakukan pada ketiga pasien tersebut selama 5 hari

menunjukkan adanya perubahan hasil yang positif sebelum

dan sesudah dilakukan pemberian implementasi early

mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat.

4.3. Pembahasan Asuhan Keperawatan

4.3.1. Analisis Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis

dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan menidentifikasi status kesehatan pasien.

Pengkajian kasus pada Ny. A, Ny. R dan Tn. S dilakukan

pada tanggal 14 Desember 2022. Pengkajian dilakukan

menggunakan format asuhan keperawatan sehingga dari

hasil pengkajian didapatkan keluhan utama Ny. A, Ny. R

dan Tn. S yaitu mengalami penurunan kesadaran sehingga

klien mengalami penurunan kekuatan otot.

Tingkat kesadaran Ny. A dengan nilai GCS (E: 2, V:

2, M: 3) skor 7 (somnolen) kekuatan otot ekstremitas atas

dan ekstremitas bawah 2. TTV (TD: 156/88 mmHg, Nadi:

108 x/menit, RR: 23 x/menit, Suhu: 36,6 oC, SpO2: 95%).


Klien sudah 6 hari dirawat di ruang ICU. Tingkat kesadaran

Ny. R dengan nilai GCS (E: 2, V: 2, M: 3) skor 7

(somnolen), kekuatan otot ekstremitas atas dan ekstermitas

bawah 2. TTV (TD: 113/74 mmHg, Nadi: 113 x/menit, RR:

23 x/menit, Suhu: 37,2 oC, SpO2: 97%). Klien sudah 14 hari

dirawat di ruang ICU. Tingkat kesadaran Tn. S dengan nilai

GCS (E: 2, V: 2, M: 4) skor 8 (somnolen), kekuatan otot

ekstremitas atas dan ekstermitas bawah sebelah kanan 1.

TTV (TD: 130/80 mmHg, Nadi: 89 x/menit, RR: 22 x/menit,

Suhu: 36,8 oC, SpO2: 96%). Pasien post terpasang ETT.

Pasien sudah 8 hari dirawat di ruang ICU.

Hal ini sejalan dengan penelitian Tanujiarso &

Lestari, 2020 menyatakan pasien yang berada di ruang ICU

mengalami berbagai macam kondisi kritis. Hasil pengkajian

didapatkan suatu kumpulan gejala berupa kelemahan

anggota gerak kanan yang sifatnya mendadak. Pasien juga

tidak dapat diajak berkomunikasi karena terjadinya

penurunan kesadaran dengan onset akut. Pada penderita

didapatkan defisit neurologis yang terjadi secara progresif

berupa kelemahan motorik yang terjadi akibat suatu proses

destruksi.
4.3.2. Analisis Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang

menjelaskan respon manusia dari individu atau kelompok

dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi

dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan sesuai dengan hasil dari pengkajian keperawatan.

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terhadap Ny. A,

Ny. R dan Tn. S, maka ditegakkan diagnosis keperawatan

sesuai dengan SDKI yaitu gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan

dengan pasien mengalami penurunan kesadaran, kekuatan

otot menurun, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi,

gerakan terbatas, fisik lemah.

Penelitian Dirkes & Kozlowski, 2019 menyatakan

bahwa kurangnya aktivitas fisik dan istirahat lama di tempat

tidur memiliki efek signifikan pada sistem muskuloskeletal,

kardiovaskular, pernapasan, integumen, dan kognitif.

Penelitian telah menunjukkan bahwa kekuatan otot rangka

menurun 1% hingga 1,5% per hari ketika istirahat di tempat

tidur yang ketat dimulai. Seiring waktu, hilangnya jaringan

tanpa lemak berkontribusi terhadap penurunan kekuatan otot,

yang dapat mempengaruhi keseimbangan dan meningkatkan

terjadinya jatuh sekaligus menurunkan kapasitas aerobik.


4.3.3. Analisis Tindakan Keperawatan pada Diagnosa

Keperawatan

Dalam menyusun intervensi keperawatan penulis

menggunakan acuan berdasarkan SIKI, dalam hal ini setiap

rencana keperawatan dikembangkan berdasarkan teori yang

dapat diterima secara logis dan sesuai dengan kondisi klien

kelolaan. Sesuai dengan teori klien menggunakan tahap

observasi, terapeutik, edukasi dan juga kolaborasi. Dukungan

mobilisasi pada kasus ini dilakukan dengan memberikan

posisi early mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat

kepada pasien, dimana terapi tersebut digunakan untuk tahap

awal menangani gangguan mobilitas fisik pada pasien kritis

yang mengalami penurunan kekuatan otot.

Hal ini sejalan dengan penelitian Zhang, dkk (2021)

menyatakan bahwa mobilisasi dini dapat menjadi intervensi

yang efektif untuk mengurangi kelemahan otot terkait penyakit

kritis pada pasien di ICU. Mobilisasi dini adalah intervensi

yang ditargetkan untuk mencegah kelemahan yang didapat di

ICU pada pasien sakit kritis. Selain itu, peneliti lain

menyampaikan aktivitas latihan secara dini memiliki potensi

untuk mengurangi lenght of stay (LOS) di rumah sakit dan

meningkatkan fungsi respirasi pada pasien dengan gagal

napas akut (Verceles et al., 2018).


4.3.4. Analisis Tindakan Keperawatan sesuai dengan Hasil

Penelitian

Implementasi adalah tahapan dimana perawatan

melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi

keperawatan untuk membantu klien mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Implementasi yang diberikan pada pasien

dilaksanakan tanggal 14-18 Desember 2022. Pemberian early

mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat diberikan

secara continous laterally rotation therapy (CLRT) setiap 2 jam

sekali serta mempunyai waktu jeda atau istirahat untuk dapat

mengubah ke posisi selanjutnya selama kurang lebih 5-10

menit.

Pada hari pertama tanggal 14 Desember 2022,

dilakukan pengkajian sebelum dilakukan tindakan sehingga

didapatkan keluhan utama, tanda-tanda vital, tingkat

kesadaran pasien, dan nilai kekuatan otot ketiga pasien.

Selanjutnya pada saat dilakukan tindakan, dilakukan kembali

observasi tanda-tanda vital padai ketiga pasien. Ketiga pasien

juga dilakukan miring kiri miring kanan untuk mengurangi

gesekan pada kulit agar tidak terjadi luka tekan. Setelah

dilakukan tindakan, setiap 2 jam akan diobservasi kembali

tanda-tanda vital ketiga pasien.


Pada hari kedua tanggal 15 Desember 2022, sebelum

tindakan dilakukan observasi tanda-tanda vital pasien. Pada

saat tindakan diberikan, saturasi oksigen pasien Ny. R

mengalami penurunan menjadi 94% dan respirasi pasien 24

x/menit. Setelah dilakukan observasi, terdapat banyak sekret

yang keluar melalui Opa dan sekitar mulut pasien. Setelah 2

jam tindakan sudah dilakukan, diobservasi kembali saturasi

oksigen Ny. R 96% dan respirasi 22 x/menit.

Pada hari ketiga tanggal 16 Desember 2022

pelaksanaan tindakan didapakan hasil tanda-tanda vital ketiga

pasien dalam keadaan normal serta saturasi oksigen pasien

rata-rata 98-99%. Pada saat observasi, kekuatan otot pasien

Tn. S meningkat dari 2 menjadi 3. Ketiga pasien mendapatkan

juga terapi ROM (Range of Mation) selama masa perawatan

pasien di ICU. Pasien Ny. A sudah 6 hari dirawat, Ny. R sudah

14 hari dirawat, dan Tn. S sudah 8 hari dirawat di ruang ICU.

Pada hari keempat dan kelima tanggal 17 dan 18

Desember 2022 pelaksanaan tindakan didapatkan hasil tanda-

tanda vital ketiga pasien sebelum, saat, dan setelah tindakan

dalam batas normal. Tingkat kesadaran Ny. A GCS (E:2, V:3,

M: 3) skor 8 (somnolen) dan Tn. S GCS (E:2, V:3, M: 4) skor 9

(somnolen).
Peningkatan kesadaran pasien dipengaruhi dengan

lama rawat pasien di ruangan. Ketiga pasien post terpasang

ETT yang tujuannya untuk mencegah terjadinya aspirasi,

perdarahan intrakranial, trauma kepala, dan syok sepsis. Dan

juga dipengaruhi dengan terapi yang diberikan selama masa

perawatan pasien di ruang ICU. Pada tanda-tanda vital

selama 5 hari pelaksaan tindakan dalam keadaan stabil

dikarenakan juga faktor penunjang yaitu yang

mempertahankan tanda-tanda vital dalam keadaan stabil.

Hal ini sejalan dengan penelitian Tanujiarso & Lestari,

2020 yang melakukan pemberian mobilisasi dini didapatkan

hasil frekuensi nadi >40 x/menit dan <130 x/menit, Tekanan

darah sistolik >90 mmHg dan <180 mmHg, Mean atrial

pressure (MAP) >60 mmHg dan <110 mmHg, tidak ada

peningkatan obat vasopressor dalam 2 jam terakhir, tidak ada

iskemik miokard, tidak ada aritmia, tidak ada kateter arteri

femoral, serta tidak ada pemberian antiaritmia yang berulang

(rutin).

Hasil penelitian Wahidin & Supraptini, 2020 setelah

diberikan terapi peninggian kepala 30° pada Tn.A dan Tn.I

yang mengalami cedera kepala tidak mengalami sesak.

Menurut penulis evaluasi dan tindakan keperawatan Tn.A dan

Tn.I dilakukan posisi kepala 30° pada cedera kepala sedang


untuk mengurangi sesak dan meningkatkan kesadaran klien.

Hal ini terbukti dari pasien 2 dengan GCS awal 12 menjadi

sadar penuh atau GCS 15.

4.3.5. Analisis Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan pada studi kasus ini setelah

diberikan intervensi keperawatan pemberian early

mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat pada pasien

kritis dengan penurunan kesadaran yang mengalami

gangguan mobilitas fisik dapat teratasi. Masalah keperawatan

yang timbul pada pasien kritis dengan penurunan kesadaran

yang mengalami gangguan mobilitas fisik dapat diatasi bila

terjadi kolaborasi yang baik antara pasien dan pemberi

pelayanan kesehatan. Perawat telah memberikan early

mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat. Perilaku yang

diharapkan adalah kepatuhan dalam memberikan early

mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat bagi pasien

kritis yang mengalami gangguan mobilitas fisik.

Hal ini didukung oleh penelitian Aryanti, 2020

menyatakan adanya pengaruh yang signifikan setelah

pemberian mobilisasi terhadap peningkatan status fungsional

dan stabilnya hemodinamik pada pasein tirah baring. Hasil

statistik friedman menunjukkan terdapat perubahan yang


signifikan terhadap status fungsional dan hemodinamik pasien

setelah dilakukan intervensi dengan nilai (p<0,05) dan hasil

statistik Mann Whitney berulang dengan koreksi menunjukkan

bahwa terdapat perubahan terhadap status fungsional dan

hemodinamik setelah dilakukan mobilisasi dengan nilai

(p<0,05). Selain itu, penelitian lain mobilisasi dini memiliki

potensi untuk mengurangi lama rawat dan komplikasi medis.

Mobilisasi dini di ICU akan mungkin bermanfaat bagi pasien,

rumah sakit, dan perusahaan asuransi. Karena manfaatnya,

sejak dini mobilisasi di ICU harus menjadi standar perawatan

karena potensi pengurangan komplikasi medis ((Hunter, dkk

2014).

4.4. Implikasi Keperawatan

Berdasarkan hasil studi kasus terdapat beberapa implikasi

yang dapat digunakan dalam bidang keperawatan, yaitu:

4.4.1. Pasien Dan Keluarga

Asuhan keperawatan yang sudah diberikan pada

ketiga pasien tersebut merupakan penerapan Evidence Based

Nursing Practice berupa pemberian early mobilization: head of

bed 30 sampai 45 derajat. Hasil dari penerapan pemberian

early mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat ini yang

diberikan terhadap pasien kritis yang mengalami gangguan


mobilitas fisik dapat teratasi. Pemberian asuhan keperawatan

ini perlu adanya kerja sama yang baik antara pasien dan

perawat. Hadirnya inovasi berupa pemberian early

mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat ini, diharapkan

dapat menambah referensi tindakan dalam upaya mengatasi

gangguan mobilitas fisik pada pasien kritis.

4.4.2. Tenaga Kesehatan (Perawat)

Dapat dijadikan sebagai acuan untuk tindakan

intervensi perawat, agar dapat dilakukan untuk mengatasi

gangguan mobilitas fisik pada pasien pasien kritis sebagai

tindakan nonfarmakologi.

4.4.3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa untuk

menambah pengetahuan bagi pasien atau keluarga, perawat

serta petugas rumah sakit mengenai latihan terapi

nonfarmakologi early mobilization: head of bed 30 sampai 45

derajat untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik pada pasien

kritis.
Faktor pendukung selama 5 hari implementasi yaitu

bed yang tersedia untuk pasien sudah dilengkapi dengan

sudut ukur sehingga posisi bed yang diberikan akurat. Pada

saat melakukan implementasi, dibantu juga oleh perawat di

ruangan cara memposisikan bed pasien setinggi 30 derajat.

Data-data yang didapatkan juga lengkap dikarenakan data

terekam pada situs simrs dari awal perjalanan pasien masuk

rumah sakit sampai pasien dirawat di ruangan. Serta tindakan

sebelumnya yang pernah diberikan terdokumentasi dalam

situs simrs.

Faktor penghambat selama 5 hari yaitu saturasi

oksigen pasien mendadak turun terhadap Ny. R pada hari

kedua. Hal tersebut dikarenakan terdapat penumpukan sekret

yang menghalangi jalan nafas pasien. Jadi pada saat

implementasi, dilakukan tindakan suction terhadap pasien.

Pada saat melakukan implementasi, masih harus banyak

belajar memahami proposal sehingga pada saat implementasi

harus dibimbing oleh pembimbing ruangan dan perawat senior

yang dinas di ruangan.


BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Hasil pengkajian ketiga pasien yaitu Ny. A, Ny. R dan Tn. S,

didapatkan keluhan utama mengalami penurunan kesadaran

sehingga mengalami kelemahan otot.

5.1.2. Diagnosa keperawatan ketiga pasien yaitu Ny. A, Ny. R, dan

Tn. R yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kekuatan otot dibuktikan dengan pasien

mengalami penurunan kesadaran, kekuatan otot menurun,

sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas,

fisik lemah.

5.1.3. Hasil intervensi ketiga pasien yaitu Ny. A, Ny. R, dan Tn. R,

menunjukkan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik

dapat teratasi.

5.1.4. Implementasi pada kasus ini telah dilakukan implementasi

keperawatan pada ketiga pasien sesuai dengan rencana

yang telah disusun yaitu implementasi pemberian early

mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat diberikan

secara continous laterally rotation therapy (CLRT) setiap 2

jam sekali serta mempunyai waktu jeda atau istirahat untuk

48
49

dapat mengubah ke posisi selanjutnya selama kurang lebih

5-10 menit.

5.1.5. Hasil Evaluasi ketiga pasien yaitu Ny. A, Ny. R, dan Tn. R,

menunjukkan hasil status hemodinamik dalam batas normal,

kekuatan otot terjadi peningkatan, dan nilai GCS meningkat.

5.2. Saran

5.2.1. Bagi Rumah Sakit

Untuk rencana tindak lanjutnya, yaitu diharapkan

perawat sering memberikan early mobilization: head of bed 30

sampai 45 derajat pada pasien kritis yang mengalami

gangguan mobilitas fisik.

5.2.2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan atau sumber data bagi penelitian berikutnya,

serta sebagai bahan pertimbangan bagi yang akan

melakukan/melanjutkan penelitian sejenis. Teknik pemberian

early mobilization: head of bed 30 sampai 45 derajat ini

diharapkan dapat mengembangkan intervensi keperawatan

yang lain dalam membantu untuk mengatasi gangguan

mobilitas fisik pada pasien kritis sebagai salah satu intervensi

inovasi nonfarmakologi yang dapat diterapkan.


50

5.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat

melakukan pemberian early mobilization: head of bed 30

sampai 45 derajat untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik

pada pasien kritis dengan metode yang berbeda untuk

meningkatkan efektivitas dari terapi yang diberikan.


DAFTAR PUSTAKA

ARYANTI, D. (2020). EFEKTIVITAS MOBILISASI PROGRESIF


TERHADAP STATUS. Jurnal Keperawatan.

Br. Ginting, L. R., Sitepu, K., & Ginting, R. A. (2020). PENGARUH


PEMBERIAN OKSIGEN DAN ELEVASI KEPALA 30º TERHADAP
TINGKAT KESADARAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA
SEDANG. Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF).

Dirkes, S. M., & Kozlowski, C. (2019). Mobilitas Awal di Unit Perawatan


Intensif: Bukti, Hambatan, dan Arah Masa Depan . Perawat
Perawatan KritisVol 39, No. 3 .

Gempitasari, F. K., & Betriana, F. (2019). Implementasi Evidence Based


Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-Hemoragik: Studi Kasus.
Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan.

Hunter, A., Johnson, L., & Coustasse, A. (2014). Pengurangan Lama


Tinggal di Unit Perawatan Intensif: Kasus Mobilisasi Dini. Riset
Fakultas Manajemen .

Kusuma, A. H., & Anggraeni, A. D. (2019). PENGARUH POSISI HEAD UP


30 DERAJAT TERHADAP NYERI. urnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan Vol.10 No.2.

Liang, S., Lo, S. H., Chau, J. P., Li, S., & Gao, M. (2021). Implementasi
paket perawatan ABCDEF di unit perawatan intensif: Sebuah
survei cross-sectional. Nursing In Critical Care.

Miranda Roncha, A. R., Martinez, B., Junior, L. A., & Silva, V. (2017).
Mobilisasi Dini: Mengapa, Untuk Apa Dan Bagaimana? Jurnal
Medicina Intesiva.

Nugraha, M. H. (2020). MOBILISASI DINI DAN PEMBELAJARAN


MOTORIK PADA PASIEN STROKE. Jurnal Fisioterapi dan
Rehabilitasi (JFR) Vol. 4, No. 2,.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

51
52

(2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tanujiarso, B. A., & Ayu, D. F. (2020). MOBILISASI DINI PADA PASIEN


KRITIS DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU): CASE STUDY . Jurnal
Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1

Wahidin, & Supraptini, N. (2020). PENERAPAN TEKNIK HEAD UP 30°


TERHADAP PENINGKATAN PERFUSI JARINGAN OTAK PADA
PASIEN YANG MENGALAMI CEDERA KEPALA. Nursing Science
Journal (NSJ) .

Zhang, H., H. L., & Li, Z. (2021). Implementasi mobilisasi dini untuk pasien
kritis. Jurnal Internasional Ilmu Keperawatan.
LAMPIRAN

53
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL (SPO)
TINDAKAN KEPERAWATAN

POSISI HEAD UP 30
DERAJAT
Pengertian Posisi head up 30 derajat adalah cara
memposisikan kepala seseorang lebih
tinggi sekitar tiga puluh derajat dari tempat
tidur .
Tujuan Untuk menurunkan tekanan intrakarnial
dan juga dapat meningkatkan oksigen ke
otak
Prosedur : 1. Handscoen
Persiapan 2. Handrub
alat
Preinteraksi 1. Cek catatan keperawatan dan catatan
medis pasien (indikasi/instruksi dokter,
kontraindikasi dan hal lain yang
diperlukan)
2. Cuci tangan
Tahap Orientasi 1. Beri salam, panggil pasien dengan
namanya dan memperkenalkan diri
(untuk pertemuan pertama)
2. Menanyakan keluhan pasien
3. Jelaskan tujuan, prosedur, hal yang
perlu dilakukan pasien.
4. Berikan kesempatan kepada pasien/
keluarga bertanya sebelum
kegiatan dilakukan

54
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL (SPO)
TINDAKAN KEPERAWATAN

POSISI HEAD UP 45
DERAJAT
Pengertian Posisi head up 45 derajat adalah cara
memposisikan kepala seseorang lebih
tinggi sekitar empat puluh lima derajat dari
tempat tidur .
Tujuan Untuk menurunkan tekanan intrakarnial
dan juga dapat meningkatkan oksigen ke
otak
Prosedur : 3. Handscoen
Persiapan 4. Handrub
alat
Preinteraksi 3. Cek catatan keperawatan dan catatan
medis pasien (indikasi/instruksi dokter,
kontraindikasi dan hal lain yang
diperlukan)
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi 5. Beri salam, panggil pasien dengan
namanya dan memperkenalkan diri
(untuk pertemuan pertama)
6. Menanyakan keluhan pasien
7. Jelaskan tujuan, prosedur, hal yang
perlu dilakukan pasien.
8. Berikan kesempatan kepada pasien/
keluarga bertanya sebelum
kegiatan dilakukan

55
LEMBAR PEMANTAUAN ICU

Jam (P 6/S 14/M 22) | | | | | | |

250 | | 40
Temp
X
(Biru)

200 39
MAP

(Hijau)

150 38
BP
HEMODINAMIK


(Hitam)

100 37
HR

(Merah)

50 36

Kesadaran 35
Irama EKG
Skala Nyeri RASS
CVP
SaO2
Mode Ventilator
PERNA-
PASAN

PEEP/CPAP
RR
TV
FiO2
Waktu
HASIL AGD

pH
pCO2
pO2
-
HCO3
SaO2
BE
Mata
Ukuran pupil
NEURO

Reaksi
Kaki
Tangan
V
GCS E M

Jalur 1 (nama)
CAIRAN
MASUK

(jumlah mcg/ml)

Jalur 2

Jalur 3

56
Jalur 4

TPN (nama)
(jumlah ml)

Total

Makan/Snack Pagi Makan/Snack Siang Makan/Snack Malam


Enteral
(Semua/>1/2/<1/2)
NGT

Urine
KELUAR

BAB

Drain

Total

Perawatan umum rutin:


Cairan masuk......................................... cc
Personal hygiene/Mandi/Perawatan Mata/Mulut/Ganti posisi/Lain
Cairan keluar ......................................... cc

IWL........................................................ cc

Balance/shift ......................................... cc
LAINNYA

57
GAMBAR DOKUMENTASI

58
Lampiran 3 Format Kegiatan Bimbingan

FORMAT KEGIATAN BIMBINGAN

Nama Mahasiswa : Gusnadi


Pembimbing I : Alfeus Manuntung, S. Kep., Ns., M. Kep

No Hari tanggal Topik/materi dan saran serta Paraf


pembimbing pembimbing
1 05/09/2022 - Pada bab 1 perbaiki kesalahan
pengetikan yang sudah ditandai
- Pada latar belakang penulisan,
perbaiki nama instansi
- Perhatikan tanda baca
2 27/10/2022 - ICH di tulis lengkap dengan
kepanjangannya
- Perhatikan penulisan, tahun sumber,
tanda baca, dan lainya pada
pembuatan KIAN
- Pada bab II jarak paragraf
diperhatikan
- Sertakan nomor halaman

3 04/12/2022 - Ditulis lengkap singkatan dari SOP


- SOP dicantumkan dengan lembar
monitoring
- Perbaiki kesalahan penulisan
4 29/13/2022 - Pada bagian hasil implementasi
ditambahan tabel hasil
- Diperhatikan tanda baca
- Perhatikan kesalahan pengetikan
- Pada bagian pembahasan dilampirka
dengan jurnal terkait dengan hasil
tindakan selama implementasi di
rumah sakit

59
5 08/01/2023 - Tambahkan faktor pendukun dan
faktor penghambat selama
implementasi
- Tabel dipersingkat lagi

60
FORMAT KEGIATAN BIMBINGAN

Nama Mahasiswa : Gusnadi


Pembimbing II : Wenny Trisnaningtyas, S. Kep., Ns., M. Kep

No Hari Topik/materi dan saran serta Paraf


tanggal pembimbing pembimbing
1 10/09/202 - Hilangkan kata bapak/ibu pada kata
2 pengantar
- Tulis sumber kutipannya.
- Jelskan sedikit implementasi ebnp
pada latar belakang
- Tidak perlu huruf kapital. Tulis nama
orang yang menyatakan ini. Bukan
peneliti.
- Jelaskan implementasi keperawatan
sesuai judul KIAN mu. Sumber PPNI
2018, bukan tim pokja siki.
- Jelaskan evaluasi keperawatan untuk
masalah yg anda angkat sebagai judul
KIAN. Bukan evaluasi secara umum
seperti ini.
- Perhatikan penulisan, tahun sumber,
tanda baca, dan lainya pada
pembuatan KIAN
2 28/10/202 - Perhatikan pada penulisan, ini sudah
2 membahas hasil jadi kata-kata
proposal dalam kian, di perbaiki
- ICH di tulis lengkap dengan
kepanjangannya
- Perhatikan penulisan, tahun sumber,
tanda baca, dan lainya pada
pembuatan KIAN
- Ditambah data subjektif dan objektif
sesuai sdki

3 05/12/202 - Alasan ditulis kembali apa. Dan apa


2 yang membedakan keduanya
- Ditulis lengkap singkatan dari SOP

61
- Kriteria inklusi dan eksklusi tidak
boleh lawan kata, mungkin yang bisa
dicantumkan pasien dengan trauma
servical dan trauma basilical
- SOP dicantumkan dengan lembar
monitoring
4 03/02/202 - Pada bagian hasil implementasi
3 ditambahan tabel hasil beserta respon
pasien
- Diperhatikan tanda baca
- Perhatikan kesalahan pengetikan
- Pada bagian pembahasan dilampirka
dengan jurnal terkait dengan hasil
tindakan selama implementasi di
rumah saki

62
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : GUSNADI

Tempat, Tanggal Lahir : Petuk Liti, 13 Juli 1999

Jenis Kelamin : Laki- Laki

Agama : Kristen

Alamat : Petuk Liti

No. Hp : 081257725057

E-Mail : gusnadijr515@gmail.com

Pendidikan Formal

No Nama Institusi Tahun Kelulusan


1 SD NEGERI 1 PETUK LITI 2011
2 SMP NEGERI 2 KAHAYAN TENGAH 2014
3 SMA NEGERI 1 KAHAYAN TENGAH 2017
4 D-IV KEPERAWATAN POLTEKKES
2021
KEMENKES PALANGKA RAYA

Palangka Raya, 11 Januari 2023

GUSNADI

63

Anda mungkin juga menyukai