Anda di halaman 1dari 225

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/377235039

Integrasi Sistem Layanan Digital

Book · January 2024

CITATIONS READS

0 479

1 author:

Etin Indrayani
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
31 PUBLICATIONS 171 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Etin Indrayani on 08 January 2024.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


i
INTEGRASI SISTEM LAYANAN DIGITAL
Transformasi Digital untuk Masa Depan Pelayanan Publik di Indonesia
Copyright © 2023 Etin Indrayani

Penulis:
Dr. Etin Indrayani, M.T.

Editor:
Karmila

Layouter:
Adrian

Desainer Cover:
SS Screen Creator

Diterbitkan oleh:
CV Cendekia Press
Anggota IKAPI No. 328/JBA/2018
http://www.cendekiapress.com

Cetakan Pertama, November 2023

ISBN: 978-623-5466-85-9
Hak Cipta dilindungi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan bentuk dan cara apa
pun tanpa izin tertulis dari penerbit.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan Pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau paling sedikit Rp. 1.000.000,-
(satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum atau Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah).
Prakata

Selamat datang di dunia yang semakin terhubung secara digital!


Integrasi Sistem Layanan Digital: Transformasi Digital untuk Masa Depan
Pelayanan Publik di Indonesia adalah sebuah buku yang bertujuan untuk
memberikan pemahaman yang komprehensif tentang inovasi dan transformasi
dalam sistem pelayanan publik melalui teknologi digital.
Pada era yang serba cepat dan dinamis ini, teknologi digital telah
membawa perubahan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
pelayanan publik di Indonesia. Di dalam buku ini, penulis akan membahas
konsep dan praktik terkini dalam inovasi sistem pelayanan melalui teknologi
digital. Penulis akan membawa pembaca melalui perjalanan yang bertahap,
mulai dari pemahaman tentang digitalisasi dalam organisasi dan sistem
layanannya, hingga peran agen manusia sebagai pengambil keputusan dalam
integrasi teknologi digital dalam sistem layanan.
Melalui buku ini, penulis berharap pembaca akan memperoleh
wawasan yang mendalam tentang bagaimana integrasi teknologi digital dapat
membawa perubahan signifikan dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi
pelayanan publik. Penulis juga akan membahas pengembangan proposisi nilai
yang memungkinkan digitalisasi untuk sistem layanan, sehingga pembaca
dapat memahami pentingnya merancang layanan yang berorientasi pada
kebutuhan pengguna.
Buku ini dibuat dengan menggabungkan pengetahuan dan aspek
praktis dalam bidang pelayanan publik dan teknologi digital. Penulis percaya
bahwa kombinasi yang tepat antara pengetahuan akademis dan pemahaman
praktis adalah kunci untuk mempersiapkan generasi muda yang siap
menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan teknologi digital dalam sistem
pelayanan publik.
Penulis berharap buku ini akan menjadi panduan yang berguna bagi
para Praja, mahasiswa dan pembaca umumnya yang ingin mendalami bidang
ini. Penulis mengundang pembaca untuk menjelajahi konten-konten yang
disajikan dengan pikiran terbuka dan semangat penelusuran, serta
mempertimbangkan bagaimana konsep-konsep yang diajukan dapat
diaplikasikan dalam konteks nyata.
Terakhir, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada para
peneliti, praktisi, dan pakar yang telah memberikan sumbangsih berharga
dalam penulisan buku ini melalui publikasi-publikasi yang menjadi rujukan

i
dalam memperkaya buku ini. Tanpa kontribusi mereka, buku ini tidak akan
mampu mencapai tingkat kekompleksan dan kedalaman yang diharapkan.
Selamat menikmati perjalanan dalam memahami integrasi sistem
layanan digital dalam pelayanan publik di Indonesia. Semoga buku ini
menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca
semua. Saran dan masukan yang konstruktif bagi penyempurnaan buku ini
sangat penulis harapkan dari segenap pembaca.

Salam,

Etin Indrayani

ii
DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA ……………………………………………………... i
DAFTAR ISI …………………………………………………… iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………… vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………... vi
BAB I : PENDAHULUAN …………………………….. 1
1.1 Sistem Terintegrasi: Membangun Layanan
1
Publik yang Terpadu dan Mudah Diakses
1.2 Pentingnya Integrasi Sistem dalam
2
Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas……
1.3 Penyampaian Layanan Digital: Tren
Penting dalam Organisasi Publik dan 5
Swasta ……………………………………
1.4 Perkembangan Teknologi Digital dalam
6
Transformasi Layanan Publik …………...
1.5 Tantangan dalam Integrasi Sistem untuk
8
Layanan Publik Terpadu ………………...
1.6 Manfaat Ekonomi dan Sosial dari Integrasi
9
Sistem dalam Pelayanan Publik .
1.7 Tantangan Etis dalam Penggunaan Data
11
Terintegrasi dalam Layanan Publik ……..
BAB II : INOVASI PELAYANAN PUBLIK DAN
SISTEM INOVASI LAYANAN BERBASIS 17
DIGITAL ………………………………………
2.1 Konsep Dasar Inovasi …………………… 17
2.2 Konteks Inovasi dalam Pelayanan Publik.. 22
2.3 Inovasi dalam Pelayanan Publik ………... 25
2.4 Inovasi dalam Sistem Layanan melalui
28
Teknologi Digital………………………...
BAB III : PERAN TEKNOLOGI DAN PEMANGKU
41
KEPENTINGAN DI ERA DIGITAL ………...
3.1 Trend Pemanfaatan Teknologi Digital …. 41
Tantangan Pelayanan Publik Digital di Era
3.2 51
IR 4.0 ………………………………..
Peran Pemangku Kepentingan Pada
Pelayanan Berbasis Digital (Pemerintah,
3.3 53
Akademisi, Dunia Usaha, Masyarakat Dan
Media)……………………………….
iii
BAB IV : DIGITALISASI DALAM ORGANISASI DAN
63
SISTEM LAYANANNYA …………………….
Konsep Dasar Sistem Pelayanan Publik
4.1 63
Digital ……………………………………
Domain Sistem Pelayanan Sistem
4.2 67
Pelayanan Berbasis Digital ………………
4.3 Kualitas Sistem Pelayanan Digital ……… 69
Bentuk-Bentuk Dari Sistem Pelayanan
4.4 72
Digital ……………………………………
BAB V : APLIKASI SISTEM PELAYANAN DIGITAL
81
DALAM KERANGKA SPBE…………………
5.1 Birokrasi Pemerintahan di era IR 4.0……. 83
Transformasi Birokrasi Pemerintahan
5.2 86
berbasis TIK ……………………………..
Faktor-Faktor yang mempengaruhi
5.3 89
Transformasi Birokrasi Pemerintahan……
BAB VI : PELAYANAN PUBLIK DIGITAL DAN
FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN
99
PELAYANAN PUBLIK DIGITAL DI
INDONESIA…………………………………….
Konsep Dan Kebijakan Pelayan Publik
6.1 100
Digital ……………………………………
6.2 Jenis-Jenis Pelayanan Publik Digital ……. 102
Komponen Utama Pengembangan
6.3 105
Pelayanan Publik Digital ………………..
Tantangan Implementasi Pelayanan Publik
6.4 107
Digital ……………………………
Faktor Pendorong Keberhasilan Pelayanan
6.5 108
Publik Digital Di Indonesia………………

BAB VII : RUANG LINGKUP INTEGRASI


TEKNOLOGI DIGITAL DALAM SISTEM 117
PELAYANAN ………………………………….
Struktur Organisasi dalam Konteks
7.1 117
Integrasi Teknologi Digital
Manajemen Perubahan dalam
7.2 123
Implementasi Integrasi Teknologi Digital
Manajemen Risiko dalam Integrasi
7.3 126
Teknologi Digital
Manajemen Teknologi Digital dalam
7.4 131
Konteks Integrasi Sistem Pelayanan

iv
BAB VIII : JENIS-JENIS INTEGRASI DAN INTEGRASI
TEKNOLOGI DIGITAL DALAM SISTEM
141
LAYANAN DAN ARSITEKTUR
INTEGRASI…………………..
8.1 Jenis-Jenis Integrasi. 142
Integrasi Teknologi Digital Dalam Sistem
8.2 150
Layanan
BAB IX : EKOSISTEM DIGITAL, SUPER-APPS DAN
MANAGEMENT PLATFORM API (APP-
159
LICATION PROGRAMMING INTER-
FACE)…………………………………………...
Ekosistem Digital: Integrasi dan Peluang
9.1
di Era Digital ……………………………. 160
9.2 Model Bisnis Platform…………………... 162
9.3 Super-aplikasi vs Aggregator…………… 165
9.4 Peluang dan Tantangan Kedepan……….. 168
BAB X : INTEROPERABILITAS DAN STANDAR-
ISASI DATA……………………………………. 175
10.1 Konsep Dasar Interoprabilitas dan
Standarisasi Data………………………… 176
10.2 Pendekatan Dalam Interoperabilitas …….. 178
Kebijakan Standarisasi Data dalam
10.3
Pelayanan Publik………………………… 188
DAFTAR PUSTAKA......................................................................
199
BIOGRAFI PENULIS ................................................................... 213

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 : Perbandingan Evolusi Birokrasi Pemerintahan di 85


Era Revolusi Indusri 1.0 sd Revolusi Industri 4.0
………………………………………………

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 3.1 : Persentase Penduduk Usia 5 tahun ke atas yang 45


memiliki Handphone di Indonesia Tahun 2022
…………………………………………..

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sistem Terintegrasi: Membangun Layanan Publik yang Terpadu dan


Mudah Diakses
Konsep integrasi sistem merupakan konsep satu kesatuan sistem utuh
yang terdiri dari berbagai sistem-sistem kecil di dalamnya yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Hal ini menyebabkan meningkatnya kerja sama
antara satu unit kerja dengan lainnya, mempercepat arus informasi dan
pertukaran data antarunit, memungkinkan pengaksesan data secara real time,
pengambilan kebijakan lebih mudah dan praktis, dan mengoptimalkan serta
menyederhanakan sumber daya. Dengan demikian, pada akhirnya sistem yang
terintegrasi akan mencapai tujuan utama dari sebuah sistem informasi dan
layanan, yakni memberi informasi yang benar pada saat yang tepat serta
pelayanan yang cepat dan efisien.
Saat ini, perkembangan digital semakin pesat. Akibatnya, segala
sesuatu bisa diselesaikan dengan mudah dan cepat. Penggunaan teknologi
digital efektif meningkatkan efisiensi pekerjaan apa pun bidangnya. Salah satu
sektor yang paling membutuhkan transformasi digital adalah sektor publik
atau pemerintahan karena pemerintah menangani banyak hal yang berkaitan
dengan hidup manusia.
Salah satu solusi yang ditawarkan oleh kecanggihan teknologi adalah
sistem integrasi. Sektor publik, terlebih di Indonesia, secara spesifik harus
beralih mengadopsi sistem terintegrasi ini. Sistem terintegrasi dalam sektor
publik akan membentuk sistem pelayanan publik yang menyeluruh. Artinya,
pemerintah dapat menciptakan layanan terpadu yang bisa menyatukan
berbagai macam layanan. Dampaknya, masyarakat dapat mengakses dan
menerima layanan dengan mudah tanpa harus menjalankan ketentuan yang
berbelit-belit.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat kita pahami bahwa sistem
terintegrasi mampu melintasi batas-batas organisasi atau lembaga. Informasi
dan layanan yang terpusat akan menghindari redudansi atau duplikasi data
yang tidak perlu. Alur kerja menjadi lebih efisien dan pelayanan yang
diberikan menjadi lebih baik dan berkualitas.

1
1.2 Pentingnya Integrasi Sistem dalam Peningkatan Efisiensi dan
Efektivitas.
Implementasi sistem informasi berkembang semakin pesat dalam kurun
waktu beberapa dekade terakhir. Berbagai instansi dan organisasi mulai dari
kantor pemerintahan, rumah sakit, kampus, perusahaan, dan sebagainya
berbondong-bondong mulai menerapkan sistem digital. Gunanya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas produktivitasnya. Namun sayangnya,
belum seluruh instansi tersebut menerapkan integrasi sistem.
Pada dasarnya sebuah sistem yang terintegrasi ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pekerjaan. Mengingat semakin
kompleksnya kebutuhan koordinasi antarunit di sebuah instansi atau
organisasi, maka kehadiran integrasi sistem pun semakin krusial
kehadirannya.
Mengadopsi pelayanan publik dengan sistem terintegrasi memberikan
manfaat yang besar bagi pemangku kebijakan dan juga masyarakat. Beberapa
poin di bawah ini adalah manfaat yang bisa dirasakan oleh pihak pemerintah
bila menerapkan sistem terintegrasi.

1. Potensi Pajak Yang Besar


Pada 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya
integrasi data dalam menggali potensi perpajakan. Beliau berkomitmen untuk
membentuk sistem data yang terintegrasi. Pihak pajak terus melakukan
integrasi data dengan mencocokkan NIK dengan NPWP. Namun, proses data
matching ini masih mengalami kesulitan akibat nomor identitas yang tersebar
di berbagai lembaga.
Pihak kementerian menyebutkan masih ada banyak data yang belum
terintegrasi sehingga data tidak bisa dianalisis. Padahal, data tersebut akan
sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi transaksi, aset, dan keterangan
lainnya yang berkaitan dengan pajak. Artinya, bila pemerintah bisa
mengintegrasikan data yang tersebar ini, maka potensi pajak yang diterima
akan lebih besar.

2. Pengambilan Keputusan Secara Real Time


Pernahkah Anda menunggu lama untuk mendapatkan kepastian dari
surat layanan publik yang Anda butuhkan? Hal ini bisa saja karena kurangnya
komunikasi internal antar lembaga, data yang tidak memadai, dan kurangnya

2
keterampilan pelayanan publik dalam menangani kasus tertentu. Anda harus
terus menerus berurusan dengan pegawai pemerintah yang kadang terlihat
kebingungan untuk menentukan keputusan yang tepat.
Belum lagi peraturan yang ketat dan sistem yang berbelit-belit
menjadikan sistem pelayanan publik boros waktu. Dengan sistem terintegrasi,
seluruh data sudah tersedia dalam sebuah wadah dan bisa diakses dengan
mudah. Antar lembaga pun bisa membukanya dengan akses yang diberikan.
Karena data bisa dengan mudah diakses, maka proses pengambilan keputusan
akan lebih cepat dan mudah.

3. Kemudahan Berbagi Data Dan Informasi


Apakah Anda pernah merasakan rumitnya mengurus proses mutasi dan
balik nama? Misalnya, Anda membeli sebuah kendaraan dari seorang teman
yang berada di kota lain. Lalu, Anda harus mengurus proses berbelit-belit di
kota tempat teman Anda tinggal, kemudian mengurus proses lainnya di kota
Anda tinggal. Rumitnya birokrasi dan ketidakmampuan data diproses secara
digital akan sangat menyulitkan bagi masyarakat.
Dengan sistem terintegrasi, lembaga pemerintahan bisa saling berbagi
data serta informasi yang penting. Tak perlu lagi repot-repot menggandakan
kartu identitas atau surat lainnya karena segalanya sudah tersimpan di pusat
dan terintegrasikan. Para pelayan publik bisa mengakses data secara digital
dengan mudah.

4. Alur Kerja Yang Lebih Mudah


Berkat kelebihan yang dirasakan pada poin kedua dan ketiga, maka
alur kerja para pegawai pemerintahan pun jadi lebih mudah dan efisien. Sistem
integrasi mampu merampingkan alur kerja agar bisa memberikan pelayanan
yang maksimal. Pelayanan publik yang bisa memberikan layanan terbaik
tentunya akan mendapatkan hati masyarakatnya. Dengan begitu, masyarakat
akan mempercayai sistem pemerintahan.
Itulah penjelasan mengenai pentingnya menerapkan sistem integrasi
dalam lingkup sektor publik atau pemerintahan. Menerapkan sistem
terintegrasi tentunya dibutuhkan kesiapan pemerintah untuk mengadopsi
kecanggihan digital.
Buku ini akan memberikan pemahaman kepada mahasiswa/praja
untuk secara bertahap memahami konteks : Inovasi dalam sistem pelayanan

3
melalui teknologi digital, digitalisasi dalam organisasi dan sistem layanannya,
peran agen manusia sebagai pengambil keputusan dalam integrasi teknologi
digital dalam sistem layanan, integrasi teknologi digital dalam sistem layanan,
dan pengembangan proposisi nilai yang memungkinkan digitalisasi untuk
sistem layanan.
Selanjutnya, berkaitan dengan pentingnya elemen transformasi digital
yang saling terkoneksi di era society 5.0, Indonesia memiliki Peraturan
Presiden No. 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Hadirnya kebijakan tersebut mengampu proses digitalisasi layanan publik
yang selama ini dinilai belum optimal karena pengembangan yang masih silo,
tidak terstandar, dan belum terintegrasi satu sama lain.
Kemudian bagaimana memahami strategi proses digitalisasi
pelayanan publik di Indonesia yang meliputi : Pelibatan masyarakat dalam
menyusun desain sistem berbasis digital sehingga sistem yang terbangun
benar-benar didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan utamanya
memberikan kemudahan akses layanan publik. Integrasi sistem antar
organisasi pelayanan publik. Perkembangan e-commerce saat ini harus
menginspirasi instansi pemerintah. E-commerce saat ini sudah mengarah
pada pengembangan satu aplikasi untuk saling berbagi informasi serta review
terhadap proses bisnis pelayanan publik. Hierarki dan prosedur yang terlalu
berlebihan perlu untuk dipangkas (deregulasi dan debikrokratisasi).
Harapannya, proses digitalisasi pelayanan publik di Indonesia dapat
menciptakan proses pelayanan publik yang cepat, mudah, efisien serta sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Secara implementatif, perlu dipahami terkait
ruang lingkup integrasi teknologi digital dalam sistem pelayanan, jenis-jenis
integrasi, Integrasi teknologi digital dalam sistem layanan, arsitektur integrasi
serta memahami ekosistem digital, super-apps dan manajemen API.
Interoperabilitas dan standarisasi data.
Berdasarkan fakta-fakta dan penyebab di atas, diharapkan buku ini
mampu memberikan gambaran teoretis dan aplikasinya dimana saat ini fokus
kita tidak hanya untuk mendorong proses digitalisasi layanan namun juga
bagaimana mencapai keterhubungan sehingga dapat tercipta keterpaduan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan penulisan buku ini,
diharapkan para mahasiswa/praja sebagai sasaran dari buku ajar ini dapat
memiliki pemahaman yang komprehensif dari berbagai sudut pandang.
Integrasi sistem layanan yang mengarah kepada Super Apps (Aplikasi super),

4
yang menggabungkan banyak fungsi aplikasi tunggal dan menyatukannya
dalam satu aplikasi yang berfungsi sebagai payung untuk banyak layanan.

1.3. Penyampaian Layanan Digital: Tren Penting dalam Organisasi


Publik dan Swasta
Penyampaian layanan digital mengacu pada penggunaan teknologi
untuk memberikan layanan kepada pelanggan atau masyarakat. Ini melibatkan
pengintegrasian layanan digital ke dalam operasi perusahaan atau institusi,
memungkinkan penyampaian layanan yang lebih efisien dan efektif. Ini dapat
mencakup layanan berbasis cloud, solusi bisnis digital, dan teknologi lain yang
memungkinkan institusi memberikan layanan kepada masyarakat yang lebih
baik.
Salah satu manfaat utama penyampaian layanan digital adalah
memungkinkan institusi menyediakan layanan dengan lebih cepat dan efisien.
Dengan menggunakan layanan berbasis cloud dan alat digital lainnya, institusi
dapat mengotomatiskan banyak prosesnya, mengurangi waktu dan upaya yang
diperlukan untuk memberikan layanan. Ini dapat membantu institusi
pemerintah meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat, karena masyarakat
dapat menerima layanan lebih cepat dan lebih mudah.
Manfaat lain dari penyampaian layanan digital adalah dapat membantu
institusi atau unit kerja untuk mengurangi biaya. Dengan mengotomatiskan
proses dan menggunakan layanan berbasis cloud, unit kerja terkait dapat
mengurangi kebutuhan tenaga kerja manual dan sumber daya lainnya, yang
dapat membantu menurunkan biaya. Ini bisa sangat bermanfaat bagi satuan
kerja, yang mungkin tidak memiliki sumber daya untuk berinvestasi dalam
teknologi atau infrastruktur yang mahal.
Penyampaian layanan digital adalah tren penting bagi unit organisasi baik
publik maupun swasta saat ini. Dengan mengintegrasikan layanan digital ke
dalam operasi mereka, maka institusi dapat meningkatkan efisiensi,
mengurangi biaya, dan memberikan layanan yang lebih baik kepada
masyarakat atau pelanggan mereka. Baik melalui layanan berbasis cloud atau
alat digital lainnya, unit kerja yang menerapkan penyampaian layanan digital
kemungkinan besar akan lebih berhasil dalam jangka panjang.

5
Apa saja contoh penyampaian layanan digital?
Penyampaian layanan digital mengacu pada penggunaan teknologi
untuk memberikan layanan kepada pelanggan atau masyarakat. Berikut adalah
beberapa contoh penyampaian layanan digital:
1. Otomasi: Otomasi melibatkan penggunaan teknologi untuk
mengotomatisasi proses, mengurangi waktu dan upaya yang diperlukan
untuk memberikan layanan. Misalnya, chatbot dapat digunakan untuk
menyediakan layanan pelanggan, membebaskan agen manusia untuk
menangani masalah yang lebih kompleks.
2. Aplikasi: Aplikasi dapat digunakan untuk menyediakan berbagai layanan,
mulai dari memesan makanan hingga memesan perjalanan. Misalnya,
aplikasi berbagi tumpangan seperti Uber dan Lyft memungkinkan
pelanggan memesan tumpangan dengan cepat dan mudah dari ponsel
cerdas mereka.
3. Nasihat (advice): Teknologi digital dapat digunakan untuk memberikan
saran dan panduan kepada pelanggan. Misalnya, lembaga keuangan dapat
menggunakan robo-advisor untuk memberikan nasihat investasi kepada
pelanggan.
4. Layanan berbasis cloud: Layanan berbasis cloud dapat digunakan untuk
menyediakan berbagai layanan, mulai dari penyimpanan data hingga
aplikasi perangkat lunak.
5. Solusi proses bisnis digital: Solusi bisnis digital dapat digunakan untuk
meningkatkan proses dan operasi bisnis. Misalnya, institusi dapat
menggunakan alat digital seperti perangkat lunak manajemen proyek
untuk meningkatkan kolaborasi dan produktivitas.
6. Secara keseluruhan, penyampaian layanan digital merupakan tren penting
dalam proses bisnis saat ini. Dengan mengintegrasikan layanan digital,
institusi pemerintah dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan
memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.

1.4 Perkembangan Teknologi Digital dalam Transformasi Layanan


Publik
Teknologi digital telah menjadi kekuatan penggerak dalam
transformasi layanan publik di era modern ini. Penting dipahami bagaimana
perkembangan teknologi digital telah membuka peluang baru dalam
penyediaan layanan publik yang efisien dan inovatif.

6
Perkembangan yang signifikan dalam teknologi seperti kecerdasan
buatan (AI), Internet of Things (IoT), blockchain, dan teknologi lainnya telah
mengubah paradigma tradisional dalam penyelenggaraan layanan publik.
Misalnya, kecerdasan buatan telah memungkinkan pengembangan aplikasi
dan sistem yang dapat melakukan analisis data secara cepat dan otomatis,
menghasilkan wawasan yang berharga untuk pengambilan keputusan yang
lebih baik dalam pelayanan publik.
Selain itu, Internet of Things (IoT) telah memungkinkan
pengembangan "kota pintar" (smart cities) di mana berbagai perangkat
terhubung dapat mengumpulkan dan berbagi data untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas layanan publik. Contohnya, penggunaan sensor pintar
untuk mengontrol penerangan jalan, pengelolaan limbah, atau pengaturan lalu
lintas telah mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan meningkatkan
kenyamanan bagi warga.
Teknologi blockchain juga telah menunjukkan potensi dalam
meningkatkan transparansi, keamanan, dan efisiensi layanan publik. Melalui
teknologi ini, informasi dapat disimpan secara terdesentralisasi, memberikan
kepercayaan yang lebih tinggi kepada warga dan instansi terkait. Misalnya,
dengan menggunakan teknologi blockchain, data kependudukan dapat
diintegrasikan secara aman dan dapat diakses oleh berbagai lembaga
pemerintah, mempermudah proses pelayanan publik yang membutuhkan
verifikasi identitas.
Perkembangan teknologi digital juga telah membuka peluang bagi
penerapan layanan publik berbasis aplikasi mobile. Aplikasi mobile yang
mudah diakses oleh masyarakat memungkinkan mereka untuk mengakses
informasi publik, melakukan pendaftaran atau pembayaran online, dan
berinteraksi dengan pemerintah dengan lebih mudah. Hal ini tidak hanya
meningkatkan aksesibilitas layanan publik, tetapi juga mengurangi beban
administratif dan birokrasi.
Dengan adanya perkembangan teknologi digital, transformasi layanan
publik menjadi lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Penyediaan layanan publik yang efisien dan inovatif melalui teknologi digital
membantu meningkatkan kualitas hidup warga, meningkatkan transparansi,
dan mengurangi kesenjangan dalam pelayanan publik.

7
Dalam bab selanjutnya, kita akan melihat contoh-contoh nyata dari
implementasi teknologi digital dalam layanan publik dan mengidentifikasi
tantangan dan manfaat yang terkait dengan penggunaannya.

1.5 Tantangan dalam Integrasi Sistem untuk Layanan Publik Terpadu


Integrasi sistem untuk menciptakan layanan publik yang terpadu
merupakan sebuah tantangan yang kompleks dan melibatkan berbagai faktor
yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati. Pada buku ini akan didentifikasi
dan dijelaskan beberapa tantangan utama yang sering dihadapi dalam
implementasi integrasi sistem untuk layanan publik terpadu.
Berikut adalah penjelasan tentang beberapa tantangan tersebut:
1. Kebijakan dan Regulasi yang Kompleks:Salah satu tantangan utama
dalam integrasi sistem adalah kebijakan dan regulasi yang kompleks.
Setiap sektor layanan publik memiliki peraturan dan kebijakan yang
berbeda-beda, yang seringkali sulit diintegrasikan ke dalam satu sistem
yang terpadu. Proses harmonisasi kebijakan dan regulasi yang melibatkan
berbagai pihak terkait menjadi langkah yang penting dalam mengatasi
tantangan ini.
2. Masalah Keamanan Data: Integrasi sistem membutuhkan pertukaran data
yang luas antara berbagai entitas dalam pemerintahan. Oleh karena itu,
masalah keamanan data menjadi salah satu tantangan yang signifikan.
Perlindungan data pribadi dan keamanan informasi harus diutamakan
dalam proses integrasi, termasuk dalam pengiriman, penyimpanan, dan
pengolahan data. Diperlukan langkah-langkah yang kuat dalam
mengamankan data agar menghindari risiko pelanggaran keamanan dan
penyalahgunaan data.
3. Interoperabilitas Sistem: Tantangan lainnya adalah interoperabilitas
sistem, yaitu kemampuan sistem yang berbeda untuk saling berkomunikasi
dan bekerja secara harmonis. Sistem yang ada sering kali menggunakan
standar dan format yang berbeda, sehingga sulit untuk
mengintegrasikannya. Standarisasi dan penggunaan protokol yang
seragam menjadi penting dalam menciptakan interoperabilitas yang baik
antara sistem-sistem tersebut.
4. Resistensi terhadap Perubahan: Implementasi integrasi sistem seringkali
menghadapi resistensi terhadap perubahan dari berbagai pihak yang
terlibat. Beberapa pihak mungkin memiliki kepentingan yang berbeda dan

8
khawatir dengan perubahan yang dihadapi. Mendorong penerimaan dan
partisipasi aktif dari semua pihak terkait, seperti instansi pemerintah,
pegawai, dan masyarakat umum, menjadi penting untuk mengatasi
resistensi ini.
5. Faktor-faktor Lain yang Perlu Dipertimbangkan: Selain tantangan yang
telah disebutkan sebelumnya, masih ada faktor-faktor lain yang perlu
dipertimbangkan dalam implementasi integrasi sistem. Misalnya, skala
implementasi yang luas, sumber daya yang terbatas, keberlanjutan sistem,
dukungan politik dan kebijakan, serta partisipasi masyarakat. Semua
faktor ini dapat memengaruhi keberhasilan dan kesinambungan integrasi
sistem dalam layanan publik.
Dalam mengatasi tantangan ini, penting untuk melibatkan berbagai
pemangku kepentingan, melaksanakan analisis risiko yang komprehensif,
merumuskan kebijakan yang sesuai, dan membangun kerangka kerja yang
kokoh untuk mengintegrasikan sistem dengan efektif dan efisien.

1.6 Manfaat Ekonomi dan Sosial dari Integrasi Sistem dalam Pelayanan
Publik
Dalam era teknologi digital yang terus berkembang, integrasi sistem
dalam pelayanan publik telah menjadi salah satu faktor kunci dalam mencapai
efisiensi dan efektivitas layanan yang lebih baik. Salah satu indikatornya
adalah manfaat ekonomi dan sosial yang dapat diperoleh melalui
implementasi integrasi sistem dalam pelayanan publik. Dalam konteks ini,
integrasi sistem mencakup penggabungan berbagai komponen teknologi dan
sistem informasi yang terpisah menjadi satu kesatuan yang terintegrasi,
membantu dalam meningkatkan kualitas, efisiensi, dan keterhubungan
layanan publik.
Berikut merupakan beberapa manfaat ekonomi dari Integrasi sistem
dalam pelayanan publik :
1. Integrasi sistem dalam pelayanan publik dapat mengurangi biaya
operasional: Dengan mengintegrasikan berbagai sistem yang ada, seperti
sistem manajemen keuangan, sistem pengadaan, dan sistem manajemen
sumber daya manusia, instansi pemerintah dapat mengurangi biaya
operasional yang terkait dengan pemeliharaan dan pengelolaan sistem yang
terpisah. Integrasi sistem juga dapat mengurangi biaya redundansi dan
kesalahan yang sering terjadi akibat perbedaan data dan proses yang tidak

9
terkoordinasi. Dengan mengurangi biaya operasional, sumber daya yang
ada dapat dialokasikan untuk keperluan lain yang lebih penting, seperti
peningkatan layanan kepada masyarakat.
2. Integrasi sistem meningkatkan produktivitas: Dalam lingkungan pelayanan
publik yang terintegrasi, informasi dapat dengan mudah berbagi antara
berbagai sistem dan departemen, mengurangi upaya manual dalam
mengumpulkan dan memproses data yang sama. Hal ini mengarah pada
peningkatan produktivitas pegawai publik, yang dapat fokus pada tugas-
tugas yang lebih bernilai tambah daripada menghabiskan waktu untuk
administrasi yang berulang. Integrasi sistem juga dapat memungkinkan
adanya otomatisasi proses, mengurangi waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas-tugas rutin dan meningkatkan efisiensi operasional
secara keseluruhan.
3. Integrasi sistem meningkatkan kualitas layanan: Dengan mengintegrasikan
sistem yang terpisah, informasi yang akurat dan terkini dapat dengan
mudah diakses oleh petugas publik. Ini memungkinkan mereka untuk
memberikan layanan yang lebih baik dan lebih responsif kepada
masyarakat. Misalnya, dengan adanya integrasi sistem dalam pelayanan
kesehatan, seorang dokter dapat dengan cepat mengakses riwayat medis
pasien dan hasil tes laboratorium, memungkinkan diagnosis yang lebih
akurat dan pengobatan yang lebih efektif. Integrasi sistem juga dapat
memfasilitasi kolaborasi antara berbagai lembaga dan instansi terkait,
meningkatkan koordinasi dalam menyediakan layanan yang holistik kepada
masyarakat.
4. Integrasi sistem memberikan dampak positif pada masyarakat:
Implementasi integrasi sistem dalam pelayanan publik dapat memberikan
dampak positif yang signifikan pada masyarakat. Dengan mempercepat
waktu respons dan peningkatan kualitas layanan, masyarakat dapat
memperoleh akses yang lebih baik dan lebih mudah ke layanan publik yang
mereka butuhkan. Selain itu, integrasi sistem juga dapat mengurangi
birokrasi yang berlebihan, menghilangkan hambatan dan kebingungan
yang sering dihadapi oleh masyarakat saat berurusan dengan pemerintah.
Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat
terhadap pelayanan publik, membantu membangun hubungan yang lebih
baik antara pemerintah dan masyarakat.

10
5. Integrasi sistem memberikan manfaat ekonomi yang signifikan: Melalui
integrasi sistem, instansi pemerintah dapat mencapai efisiensi operasional
yang lebih baik, mengurangi biaya yang terkait dengan infrastruktur
teknologi yang terpisah, dan menghindari redundansi dalam pengeluaran
IT. Selain itu, dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas layanan,
integrasi sistem dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik
dan berkelanjutan. Masyarakat yang dilayani dengan baik oleh pemerintah
yang efisien cenderung lebih produktif, dan pelaku bisnis juga dapat
diuntungkan dari perbaikan proses dan keterhubungan yang diberikan oleh
integrasi sistem.
Melalui implementasi integrasi sistem dalam pelayanan publik,
manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan dapat dicapai. Dengan
mengurangi biaya operasional, meningkatkan produktivitas, meningkatkan
kualitas layanan, dan memberikan dampak positif pada masyarakat dan
ekonomi secara keseluruhan, integrasi sistem menjadi penting dalam upaya
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.

1.7 Tantangan Etis dalam Penggunaan Data Terintegrasi dalam


Layanan Publik
Dalam era di mana data menjadi aset berharga, integrasi data dalam
layanan publik telah memberikan manfaat besar bagi efisiensi dan efektivitas.
Namun, seiring dengan keuntungan yang diberikan oleh penggunaan data
terintegrasi, muncul pula tantangan etis yang perlu diatasi. Isu-isu seperti
privasi data, keamanan data, dan penggunaan data yang adil dan transparan
akan menjadi fokus utama dalam konteks pelayanan publik. Selain itu, juga
akan dibahas langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi tantangan
etis ini.
Berikut merupakan tantangan etis yang terkait dengan penggunaan
data terintegrasi dalam layanan publik :
1. Tantangan privasi data: Salah satu tantangan utama dalam penggunaan
data terintegrasi dalam layanan publik adalah privasi data. Dalam konteks
ini, data yang dikumpulkan dan diintegrasikan dari berbagai sumber sering
kali berisi informasi pribadi tentang individu. Tantangan etis muncul
ketika data pribadi ini harus diolah dan dibagikan secara luas untuk
kepentingan pelayanan publik. Subbab ini akan membahas upaya yang
harus dilakukan untuk menjaga privasi data, seperti menerapkan

11
mekanisme anonimisasi dan enkripsi data, serta mematuhi regulasi privasi
yang berlaku.
2. Tantangan keamanan data: Integrasi data dalam layanan publik
memerlukan pengiriman dan penyimpanan data yang aman. Tantangan
keamanan muncul ketika data yang terintegrasi menjadi target potensial
bagi pelaku kejahatan cyber. Subbab ini akan mengeksplorasi langkah-
langkah yang dapat diambil untuk menjaga keamanan data terintegrasi,
termasuk penerapan protokol keamanan yang kuat, pelatihan pegawai
terkait keamanan data, dan pemantauan aktif terhadap ancaman keamanan
yang mungkin terjadi.
3. Tantangan penggunaan data yang adil: Penggunaan data terintegrasi dalam
pelayanan publik haruslah adil dan tidak diskriminatif. Tantangan etis
muncul ketika penggunaan data ini mengarah pada perlakuan yang tidak
setara atau diskriminatif terhadap individu atau kelompok tertentu. Subbab
ini akan membahas pentingnya menghindari bias dalam penggunaan data
terintegrasi dan mengembangkan algoritma dan model yang adil secara
sosial.
4. Tantangan transparansi dalam penggunaan data: Penggunaan data
terintegrasi dalam pelayanan publik juga harus transparan. Tantangan etis
muncul ketika individu atau masyarakat tidak memiliki visibilitas yang
memadai terkait dengan penggunaan data mereka oleh lembaga
pemerintah atau penyedia layanan publik. Subbab ini akan membahas
pentingnya transparansi dalam penggunaan data terintegrasi dan
pentingnya memberikan informasi yang jelas kepada individu terkait
dengan tujuan, metode, dan dampak penggunaan data mereka dalam
konteks layanan publik.
Langkah-langkah untuk mengatasi tantangan etis: Pada bab
selanjutnya juga akan mengeksplorasi langkah-langkah yang dapat diambil
untuk mengatasi tantangan etis yang terkait dengan penggunaan data
terintegrasi dalam layanan publik. Ini mungkin termasuk pengembangan
kerangka kerja etika yang jelas, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan
keputusan terkait data, serta pemantauan dan audit independen untuk
memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etis dalam penggunaan data
terintegrasi.
Dengan memahami dan mengatasi tantangan etis yang terkait dengan
penggunaan data terintegrasi dalam layanan publik, kita dapat memastikan

12
bahwa integrasi data memberikan manfaat yang sejalan dengan prinsip-prinsip
etika dan memberikan dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan.

RINGKASAN
Sistem terintegrasi merupakan konsep yang menggabungkan berbagai
sistem kecil menjadi satu kesatuan sistem utuh dalam sektor publik. Sistem ini
memberikan berbagai manfaat, seperti peningkatan efisiensi dan efektivitas,
potensi pajak yang lebih besar, pengambilan keputusan secara real-time,
kemudahan berbagi data dan informasi, serta alur kerja yang lebih mudah.
Pentingnya integrasi sistem tergambar dalam perkembangan digitalisasi dan
kebutuhan koordinasi antarunit dalam sebuah instansi.
Dalam konteks Indonesia, integrasi sistem pelayanan publik
diharapkan dapat menciptakan proses pelayanan yang cepat, mudah, dan
efisien. Penyampaian layanan digital merupakan tren penting dalam organisasi
publik dan swasta, yang melibatkan penggunaan teknologi untuk memberikan
layanan dengan lebih cepat, efisien, dan dapat mengurangi biaya. Contoh
penyampaian layanan digital meliputi otomasi, aplikasi, nasihat, layanan
berbasis cloud, dan solusi proses bisnis digital.

LATIHAN
1) Jelaskan konsep integrasi sistem dan bagaimana konsep tersebut dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
2) Apa manfaat penting dari implementasi sistem terintegrasi dalam sektor
publik? Berikan contoh konkret dari manfaat-manfaat tersebut.
3) Bagaimana sistem terintegrasi dapat membantu meningkatkan potensi
pajak yang diterima oleh pemerintah? Jelaskan.
4) Jelaskan pentingnya kemudahan berbagi data dan informasi dalam sistem
terintegrasi pelayanan publik.
5) Bagaimana sistem terintegrasi dapat merampingkan alur kerja dan
meningkatkan kualitas pelayanan publik? Berikan contoh konkret.

Soal Pilihan Berganda


1. Konsep integrasi sistem adalah konsep yang terdiri dari berbagai sistem-
sistem kecil yang saling berkaitan dalam satu kesatuan sistem utuh. Tujuan
utama dari sistem terintegrasi adalah...
a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik

13
b. Mempercepat pertukaran data antarunit kerja
c. Mengoptimalkan sumber daya dalam organisasi
d. Mencegah duplikasi data yang tidak perlu
2. Salah satu manfaat penting dari implementasi sistem terintegrasi dalam
sektor publik adalah...
a. Meningkatkan potensi pajak yang diterima oleh pemerintah
b. Mempermudah pengambilan keputusan secara real time
c. Mempercepat alur kerja pegawai pemerintahan
d. Membangun sistem layanan publik yang terpadu
3. Penyampaian layanan digital mengacu pada penggunaan teknologi untuk
memberikan layanan kepada pelanggan atau masyarakat. Salah satu
contoh penyampaian layanan digital adalah...
a. Otomasi proses layanan dengan menggunakan chatbot
b. Penggunaan aplikasi untuk memesan makanan
c. Memberikan nasihat investasi melalui robo-advisor
d. Layanan berbasis cloud untuk menyimpan data
4. Salah satu manfaat penyampaian layanan digital adalah...
a. Mengurangi biaya dalam operasi institusi
b. Menggunakan teknologi cloud secara efisien
c. Meningkatkan kepuasan masyarakat
d. Mengotomatisasi proses dengan chatbot
5. Integrasi sistem dalam pelayanan publik dapat membantu kemudahan
berbagi data dan informasi antar lembaga. Hal ini dapat mengurangi...
a. Birokrasi dan ketidakmampuan data diproses secara digital
b. Proses mutasi dan balik nama yang rumit
c. Duplikasi data yang tidak perlu
d. Keterbatasan akses masyarakat terhadap layanan publik
6. Manfaat utama dari sistem terintegrasi dalam sektor publik adalah:
a. Meningkatkan potensi pajak
b. Mempercepat pengambilan keputusan
c. Memudahkan berbagi data dan informasi
d. Semua jawaban di atas
7. Integrasi sistem dalam pelayanan publik dapat meningkatkan efisiensi
karena:
a. Mencegah duplikasi data
b. Memungkinkan pengambilan keputusan real-time

14
c. Mengoptimalkan sumber daya
d. Semua jawaban di atas
8. Salah satu manfaat integrasi data dalam perpajakan adalah:
a. Mempercepat proses mutasi dan balik nama
b. Meningkatkan potensi pajak yang diterima
c. Merampingkan alur kerja pegawai pemerintahan
d. Meningkatkan efisiensi pelayanan publik
9. Kelebihan sistem terintegrasi dalam pengambilan keputusan adalah:
a. Mengurangi birokrasi dalam proses mutasi dan balik nama
b. Memungkinkan pengambilan keputusan real-time
c. Meningkatkan potensi pajak yang diterima
d. Memudahkan berbagi data dan informasi antar lembaga
10. Penyampaian layanan digital mengacu pada penggunaan teknologi untuk:
a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas
b. Mengurangi biaya operasional
c. Memberikan layanan yang lebih baik
d. Semua jawaban di atas

Jawaban Soal Pilihan Berganda


1) a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik
2) d. Membangun sistem layanan publik yang terpadu
3) b. Penggunaan aplikasi untuk memesan makanan
4) a. Mengurangi biaya dalam operasi institusi
5) c. Duplikasi data yang tidak perlu
6) d. Semua jawaban di atas
7) d. Semua jawaban di atas
8) b. Meningkatkan potensi pajak yang diterima
9) b. Memungkinkan pengambilan keputusan real-time
10) d. Semua jawaban di atas

15
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, I. (2023). Implementasi Open Government Indonesia Melalui
Saluran Youtube Resmi Sekretariat Presiden. JKP, 1(7), 134-151.
https://doi.org/10.25139/jkp.v7i1.5674
Bancin, L., Putri, N., Rahmayani, N., Kharisma, R., Purba, S. (2020).
Gambaran Sistem Rujukan Terintegrasi (Sisrute) DI Rsud Dr. Rm
Djoelham Binjai Tahun 2019. JIPIKI, 1(5), 16-19.
https://doi.org/10.52943/jipiki.v5i1.347
Chairi, M., Yossyafra, Y., Putri, E. (2017). Perencanaan Integrasi Layanan
Operasional Antar Moda Railbus Dan Angkutan Umum DI Kota
Padang. JRS-Unand, 1(13), 1. https://doi.org/10.25077/jrs.13.1.1-
12.2017
Karmanis, K. (2022). Urgensi Reformasi Administrasi Dalam Citizen-centric,
Dan E-government DI Indonesia. PSGJ, 01(3), 13.
https://doi.org/10.56444/psgj.v3i01.2787
Muhammaditya, N., Hardjosoekarto, S. (2021). Divergensi Transformasi
Digital Pengelolaan Bank Soal Menghadapi Era Masyarakat 5.0.
JPNK, 1(6), 54-77. https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1893
Nugroho, A.S. (2020). "Pentingnya Integrasi Sistem dalam Peningkatan
Efisiensi dan Efektivitas," Jurnal Sistem Informasi, vol. 16, no. 1, pp.
11-20.
Nugroho, A.S. (2020). "Sistem Terintegrasi: Membangun Layanan Publik
yang Terpadu dan Mudah Diakses," Jurnal Sistem Informasi, vol. 16,
no. 1, pp. 1-10.
Pratiwi, P. (2020). Menuju Pemerintahan Elektronik Yang Transformatif.
Jurnal Wacana Kinerja, 2(23). https://doi.org/10.31845/jwk.v23i2.689
Siregar, B., Situmeang, M. (2022). Pemanfaatan Siakad Dalam Menunjang
Pelaksanaan Pendidikan Serta Manfaatnya Bagi Institusi Dan
Mahasiswa. All Fields of Science Journal Liaison Academia and
Sosiety, 4(2), 210-216. https://doi.org/10.58939/afosj-las.v2i4.485
Tulungen, E., Saerang, D., Maramis, J. (2022). Transformasi Digital : Peran
Kepemimpinan Digital. JE, 2(10).
https://doi.org/10.35794/emba.v10i2.41399

16
BAB II
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DAN SISTEM INOVASI LAYANAN
BERBASIS DIGITAL.

2.1. Konsep Dasar Inovasi


Inovasi telah menjadi kata kunci dalam era transformasi dan kemajuan
teknologi yang kita alami saat ini. Ia membawa harapan baru dan peluang
untuk meningkatkan kualitas hidup, mengatasi tantangan, dan menciptakan
perubahan positif dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pelayanan
publik. Namun, untuk memahami secara menyeluruh tentang inovasi dan
penerapannya dalam pelayanan publik, penting bagi kita untuk memahami
konsep dasar inovasi itu sendiri. Konsep inovasi melibatkan lebih dari sekadar
menciptakan produk atau layanan baru, tetapi juga mencakup proses dan sikap
mental yang terlibat dalam menghasilkan perubahan yang signifikan(Brown,
2007; Walker et al., 2002).
Dalam konteks inovasi, kita berbicara tentang pemikiran kreatif,
eksperimen, dan kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan.
Inovasi melibatkan identifikasi masalah, penemuan solusi yang baru dan lebih
baik, serta implementasi ide-ide yang menghasilkan nilai tambah bagi
pengguna atau masyarakat. Namun, inovasi tidak terjadi begitu saja. Ia
membutuhkan lingkungan yang mendukung, kolaborasi antara berbagai
pemangku kepentingan, serta adopsi teknologi dan pendekatan yang inovatif
(Stewart-Weeks dan Kastelle, 2015). Dalam pelayanan publik, inovasi tidak
hanya melibatkan penggunaan teknologi digital, tetapi juga mencakup
kebijakan yang inovatif, proses yang efisien, dan partisipasi masyarakat yang
aktif.
Inovasi pelayanan publik menjadi kunci utama pembangunan good
governance yang dicanangkan di sebagian besar negara di dunia, termasuk
Indonesia. Sudah banyak program inovatif yang dilakukan oleh beberapa
Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah dalam praktiknya. Namun,
belum ada potret komprehensif terkait tradisi inovasi pelayanan public
(Suranto et al., 2021).
Dalam bab ini, kita akan mengeksplorasi konsep dasar inovasi dan
bagaimana hal itu berkaitan dengan pelayanan publik. Kita akan mempelajari
karakter kunci inovasi dalam pelayanan publik dan bagaimana teknologi

17
digital menjadi enabler untuk menciptakan sistem layanan yang inovatif.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang konsep dasar inovasi, kita akan
dapat menggali potensi inovasi dalam pelayanan publik dan menciptakan
perubahan yang lebih baik untuk masyarakat.

2.1.1 Definisi Inovasi


Inovasi merupakan istilah yang sering kali terdengar dalam dunia
bisnis, teknologi, dan pelayanan publik. Namun, apa sebenarnya definisi dari
inovasi? Definisi ini melampaui sekadar menciptakan produk atau layanan
baru, tetapi mencakup konsep yang lebih luas yang melibatkan perubahan,
pemikiran kreatif, dan penemuan solusi baru yang berdampak positif.
Secara sederhana, inovasi dapat didefinisikan sebagai proses
menciptakan sesuatu yang baru atau melakukan perubahan yang signifikan
dalam suatu bidang. Hal ini melibatkan penggabungan ide-ide baru, teknologi,
atau pendekatan yang berbeda untuk menghasilkan nilai tambah yang lebih
baik. Inovasi melibatkan pemecahan masalah, peningkatan efisiensi, dan
peningkatan kualitas dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik (Youngg,
2021).
Dalam konteks pelayanan publik, inovasi dapat didefinisikan sebagai
penggunaan ide-ide baru, pendekatan yang berbeda, atau teknologi yang
menghasilkan perubahan positif dalam penyampaian layanan kepada
masyarakat. Inovasi dalam pelayanan publik bertujuan untuk meningkatkan
kepuasan masyarakat, efisiensi operasional, dan memberikan solusi yang lebih
baik dalam menghadapi tantangan yang ada. Namun, penting untuk diingat
bahwa inovasi tidak hanya terbatas pada aspek teknologi. Inovasi juga
melibatkan pengembangan kebijakan yang inovatif, proses yang efisien, serta
perubahan dalam budaya organisasi untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung perubahan dan eksperimen (Eko et al., 2017).
Pakar lain berpendapat bahwa inovasi pelayanan publik adalah upaya
berkelanjutan untuk menciptakan, mengadopsi, dan menerapkan solusi yang
baru dan kreatif dalam penyampaian layanan publik, dengan fokus pada
peningkatan kualitas, aksesibilitas, dan kepuasan masyarakat (Edquist, 2011).
Edquist menekankan upaya berkelanjutan dalam menciptakan, mengadopsi,
dan menerapkan solusi baru dan kreatif dalam penyampaian layanan publik.
Inovasi pelayanan publik berfokus pada peningkatan kualitas, aksesibilitas,
dan kepuasan masyarakat. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk

18
mengidentifikasi tantangan dan kesempatan dalam penyampaian layanan
publik, serta mengembangkan solusi yang inovatif untuk mengatasi masalah
tersebut.
Sementara definisi yang dikemukakn Osborne dan Brown (2005)
menyoroti pengembangan dan penerapan ide-ide baru, metode, atau teknologi
dalam konteks pemerintahan. Inovasi di sektor publik mencakup upaya untuk
mengenali dan menerapkan praktik terbaik yang telah terbukti berhasil di
sektor lain, serta eksperimen dengan solusi-solusi baru yang disesuaikan
dengan kebutuhan unik pelayanan publik. Tujuannya adalah untuk mencapai
hasil yang lebih baik dalam memberikan layanan publik kepada masyarakat.
Inovasi di sektor publik melibatkan penggunaan teknologi, strategi,
dan pendekatan baru untuk merancang dan menyampaikan layanan publik
yang lebih efisien, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat
(European Commission, 2004). Inovasi di sektor publik merujuk pada
pengembangan dan penerapan ide-ide baru, metode, atau teknologi dalam
konteks pemerintahan untuk mencapai tujuan yang lebih baik dalam
menyediakan pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat (Osborne
and Brown, 2005).
European Commission mencatat penggunaan teknologi, strategi, dan
pendekatan baru dalam merancang dan menyampaikan layanan publik yang
lebih efisien, transparan, dan responsif. Inovasi di sektor publik sering kali
melibatkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan, serta memperkuat partisipasi
publik dalam proses pengambilan keputusan.
Selanjutnya Mulgan dan Albury (2003) menegaskan bahwa inovasi
melampaui kreativitas atau generasi ide-ide baru. Ini adalah proses yang dapat
ditiru. Inovasi dapat mengambil berbagai bentuk. Beberapa inovasi akan
menjadi terobosan atau transformasional karena merupakan perubahan
substansial dari masa lalu. Inovasi lain akan lebih bersifat inkremental. Inovasi
dapat berkisar dari perbaikan organisasi hingga teknologi baru atau yang
muncul. Inovasi dapat terjadi karena pendekatan top‑down, kesamping
(sideways), dan bottom‑up. Itu dapat dipicu oleh siapa saja di dalam
organisasi atau oleh pengaruh eksternal.
Pada sisi lain menurut UNPAN (2007), inovasi pemerintahan adalah
proses yang melibatkan perubahan, kreativitas, dan pengadopsian ide-ide baru
untuk memperbaiki dan mengubah cara kerja pemerintah, menciptakan nilai

19
tambah, dan meningkatkan kepuasan masyarakat. Sementara Mulgan dan
Albury (2003) berpendapat bahwa inovasi pemerintah adalah penggunaan ide-
ide baru, metode, dan pendekatan yang berbeda dalam penyampaian layanan
publik untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan dampak positif terhadap
masyarakat.
UNPAN menggarisbawahi bahwa inovasi pemerintahan melibatkan
proses perubahan, kreativitas, dan adopsi ide-ide baru. Inovasi tersebut
bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah cara kerja pemerintah,
menciptakan nilai tambah, dan meningkatkan kepuasan masyarakat. Ini
melibatkan pemikiran yang terbuka terhadap ide-ide baru, kolaborasi antara
berbagai pemangku kepentingan, serta keberanian untuk mencoba pendekatan
yang inovatif dalam memberikan layanan publik. Definisi yang dikemukan
oleh Mulgan dan Albury mengacu pada penggunaan ide-ide baru, metode, dan
pendekatan yang berbeda dalam penyampaian layanan publik. Ini berarti
inovasi pemerintah melibatkan pengenalan perubahan yang signifikan dalam
cara pemerintah bekerja untuk mencapai hasil yang lebih baik bagi
masyarakat. Inovasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional,
efektivitas kebijakan, dan dampak positif terhadap masyarakat secara
keseluruhan.
Dengan pemahaman yang lebih luas tentang definisi-definisi ini,
dapat disimpulkan bahwa inovasi di sektor publik atau pemerintahan
melibatkan upaya berkelanjutan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
penyampaian layanan publik dengan menggunakan ide-ide baru, teknologi,
metode, dan pendekatan yang kreatif dan berbeda dari sebelumnya.

2.1.2. Pentingnya Inovasi Dalam Pelayanan Publik


Pada era yang terus berkembang dengan kebutuhan masyarakat yang
semakin kompleks, inovasi dalam pelayanan publik menjadi suatu keharusan.
Pentingnya inovasi dalam pelayanan publik terletak pada kemampuannya
untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang beragam, meningkatkan kepuasan
pelanggan, meningkatkan efisiensi dan penghematan biaya, serta mengatasi
tantangan kompleks yang dihadapi oleh pemerintah.
Inovasi dalam pelayanan publik memiliki peran krusial dalam
memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin kompleks dan beragam. Seperti
yang diungkapkan oleh Osborne dan Brown (2011), "Inovasi adalah bagian
penting dari proses perubahan yang diperlukan dalam memberikan layanan

20
publik yang lebih baik kepada masyarakat." Melalui inovasi, pemerintah dapat
merespon perubahan kebutuhan masyarakat, meningkatkan efisiensi
operasional, dan memberikan solusi yang lebih efektif dalam mengatasi
masalah sosial yang ada (Alford, 2009).
Melalui inovasi, pemerintah dapat merespon perubahan kebutuhan
masyarakat dengan cepat dan tepat. Inovasi dalam pelayanan publik
memungkinkan pemerintah untuk memberikan solusi yang lebih efektif dalam
mengatasi masalah sosial yang ada. Dengan mengadopsi pendekatan inovatif,
pemerintah dapat mengidentifikasi cara baru dalam memberikan layanan yang
lebih baik dengan menggunakan sumber daya yang lebih efisien.
Inovasi dalam pelayanan publik juga berkontribusi pada peningkatan
kepuasan masyarakat. Menurut studi yang dilakukan oleh Sørensen dan
Torfing (2011), penerapan inovasi dalam sektor publik dapat membawa
perubahan positif dalam persepsi masyarakat terhadap pemerintah dan layanan
yang diberikan. Inovasi ini menciptakan kesempatan untuk memberikan
pengalaman pengguna yang lebih baik, meningkatkan keterlibatan publik, dan
memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah (Mergel, 2016).
Inovasi dalam pelayanan publik juga berperan dalam meningkatkan
efisiensi dan penghematan biaya. Menurut Bason (2010), dengan mengadopsi
inovasi, pemerintah dapat mengidentifikasi cara-cara baru untuk memberikan
layanan yang sama atau lebih baik dengan menggunakan sumber daya yang
lebih efisien. Hal ini dapat mengurangi biaya operasional, menghindari
duplikasi layanan, dan mengoptimalkan alokasi sumber daya (Bekkers et al.,
2013).
Pentingnya inovasi dalam pelayanan publik tercermin dalam
kemampuannya untuk mengatasi tantangan yang kompleks dan
multidimensional yang dihadapi oleh pemerintah. Dalam bukunya, Howlett,
Ramesh, dan Perl (2009) menyatakan bahwa inovasi menjadi kunci dalam
menghadapi masalah-masalah seperti perubahan iklim, kesenjangan sosial,
dan perubahan demografis. Dengan pendekatan yang inovatif, pemerintah
dapat menemukan solusi yang lebih adaptif, berkelanjutan, dan berdampak
positif dalam mengatasi masalah sosial yang rumit ini.
Pentingnya inovasi dalam pelayanan publik juga terkait dengan
peningkatan kepuasan masyarakat. Melalui inovasi, pemerintah dapat
menciptakan pengalaman pengguna yang lebih baik, meningkatkan
keterlibatan publik, dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap

21
pemerintah. Inovasi dalam pelayanan publik dapat memberikan solusi yang
lebih adaptif, responsif, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, inovasi juga berperan dalam meningkatkan efisiensi dan
penghematan biaya. Dengan mengadopsi inovasi dalam pelayanan publik,
pemerintah dapat mengoptimalkan alokasi sumber daya, menghindari
duplikasi layanan, dan mengurangi biaya operasional. Hal ini membantu
pemerintah untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi dalam penyampaian
layanan publik.
Terakhir, pentingnya inovasi dalam pelayanan publik tercermin dalam
kemampuannya untuk mengatasi tantangan kompleks yang dihadapi oleh
pemerintah. Dalam menghadapi masalah sosial yang rumit seperti perubahan
iklim, kesenjangan sosial, dan perubahan demografis, inovasi menjadi kunci
dalam menemukan solusi yang lebih adaptif, berkelanjutan, dan berdampak
positif. Dengan pendekatan inovatif, pemerintah dapat menghasilkan
perubahan yang signifikan dalam pelayanan publik dan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, pentingnya inovasi dalam pelayanan publik tidak
dapat diabaikan. Inovasi memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, meningkatkan kepuasan
masyarakat, mengoptimalkan sumber daya, dan mengatasi tantangan yang
kompleks. Dalam upaya menciptakan pelayanan publik yang lebih baik dan
responsif, inovasi merupakan elemen kunci yang harus dipertimbangkan dan
diterapkan secara aktif oleh pemerintah.

2.2. Konteks Inovasi dalam Pelayanan Publik


Dalam era yang terus berubah dan berkembang, paradigma pelayanan
publik mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintah dan lembaga publik
harus mengadopsi pendekatan inovatif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Hal ini disebabkan oleh perubahan kebutuhan masyarakat,
kemajuan teknologi, dan tuntutan akan efisiensi dan kepuasan pelanggan.
Perubahan paradigma pelayanan publik menjadi penting karena
masyarakat modern mengharapkan pemerintah lebih dari sekadar penyedia
layanan dasar. Mereka menginginkan pelayanan publik yang responsif,
transparan, dan berkualitas tinggi. Pemerintah harus bertransformasi dari
model tradisional yang berfokus pada birokrasi menjadi model yang lebih
berorientasi pada kebutuhan dan keinginan masyarakat.

22
Dalam konteks ini, inovasi dalam pelayanan publik menjadi suatu
keharusan. Pemerintah harus mengadopsi pendekatan inovatif untuk
menciptakan solusi yang lebih baik, lebih efisien, dan lebih relevan dengan
kebutuhan masyarakat. Inovasi dalam pelayanan publik melibatkan
penggunaan teknologi, pengembangan metode baru, dan perubahan budaya
organisasi untuk mencapai tujuan yang lebih baik.
Namun, tantangan juga mengiringi proses inovasi dalam pelayanan
publik. Beberapa tantangan yang dihadapi termasuk adanya resistensi
terhadap perubahan, kurangnya sumber daya dan dana, serta kompleksitas
masalah sosial yang dihadapi oleh pemerintah. Tantangan ini memerlukan
strategi yang efektif untuk mengatasi hambatan dan mendorong inovasi dalam
pelayanan publik.
Namun, di tengah tantangan, terdapat peluang besar bagi inovasi dalam
pelayanan publik. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
membuka pintu bagi pengembangan solusi inovatif seperti pelayanan digital
dan aplikasi berbasis smartphone. Selain itu, meningkatnya partisipasi
masyarakat dan keterlibatan aktif dalam proses pengambilan keputusan juga
memberikan peluang untuk menciptakan pelayanan publik yang lebih
partisipatif dan inklusif.
Dalam sub pokok bahasan ini, kita akan menjelajahi perubahan
paradigma pelayanan publik, tantangan yang dihadapi, serta peluang yang ada
dalam inovasi pelayanan publik. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang
konteks ini, kita dapat merancang dan menerapkan strategi inovatif yang
relevan, efektif, dan berdampak positif dalam meningkatkan pelayanan public

1. Perubahan Paradigma Pelayanan Publik


Perubahan paradigma pelayanan publik mencerminkan transformasi
dalam cara pemerintah atau lembaga publik memberikan layanan kepada
masyarakat. Paradigma lama yang bersifat birokratis, lambat, dan terpusat
mulai digantikan oleh pendekatan yang lebih responsif, partisipatif, dan
berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Perubahan ini mendorong penerapan
inovasi dalam pelayanan publik guna meningkatkan efisiensi, kualitas, dan
aksesibilitas.
Perubahan paradigma pelayanan publik adalah hasil dari perubahan
tuntutan dan harapan masyarakat terhadap layanan publik yang lebih baik dan
responsif. Paradigma lama yang didasarkan pada aturan dan prosedur yang

23
kaku sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat
yang terus berkembang. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga publik perlu
beradaptasi dengan perubahan ini dan mengadopsi paradigma baru yang lebih
modern dan berorientasi pada pelayanan yang berkualitas.
Dalam paradigma baru pelayanan publik, terdapat beberapa perubahan
yang terjadi. Pertama, terjadi pergeseran dari pendekatan top-down menjadi
pendekatan yang lebih partisipatif. Masyarakat diikutsertakan dalam proses
pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan publik. Kedua,
pemerintah berusaha untuk menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan dan
masalah yang dihadapi masyarakat, dengan mengadopsi pendekatan yang
lebih terbuka, transparan, dan akuntabel.
Perubahan paradigma pelayanan publik juga berarti adopsi teknologi
dan inovasi dalam penyediaan layanan. Penggunaan teknologi informasi,
seperti aplikasi mobile atau platform online, memungkinkan masyarakat untuk
mengakses layanan secara lebih mudah dan cepat. Selain itu, perubahan
paradigma ini juga mendorong kolaborasi antarlembaga publik dan sektor
swasta, sehingga pelayanan publik dapat lebih terintegrasi dan efektif

2. Tantangan Dan Peluang Dalam Inovasi Pelayanan Publik


Inovasi dalam pelayanan publik membawa tantangan dan peluang
yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan lembaga publik. Tantangan ini
meliputi adanya resistensi terhadap perubahan, keterbatasan sumber daya, dan
kompleksitas regulasi. Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang
untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, dan dampak positif pelayanan publik.
Tantangan dalam inovasi pelayanan publik dapat berasal dari berbagai
faktor. Pertama, resistensi terhadap perubahan seringkali muncul baik dari
internal organisasi maupun dari masyarakat. Budaya yang terbiasa dengan
cara kerja lama, ketidakpastian terkait perubahan, dan kekhawatiran akan
kehilangan pekerjaan dapat menjadi hambatan untuk adopsi inovasi. Kedua,
keterbatasan sumber daya, baik dalam hal anggaran, infrastruktur, maupun
keterampilan sumber daya manusia, dapat mempengaruhi kemampuan
lembaga publik untuk mengimplementasikan inovasi secara efektif. Ketiga,
kompleksitas regulasi dan birokrasi yang tinggi dapat memperlambat proses
inovasi dan menghambat perubahan yang cepat.
Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat berbagai peluang dalam
inovasi pelayanan publik. Pertama, inovasi dapat meningkatkan efisiensi

24
pelayanan publik dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada
dan mengurangi birokrasi yang berlebihan. Hal ini dapat menghasilkan
penghematan waktu, biaya, dan tenaga, serta meningkatkan produktivitas
lembaga publik. Kedua, inovasi juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan
publik dengan memberikan layanan yang lebih responsif, cepat, dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Penggunaan teknologi, seperti big data atau
kecerdasan buatan, dapat membantu mengidentifikasi masalah, menganalisis
data, dan memberikan solusi yang lebih baik. Ketiga, inovasi juga dapat
menciptakan dampak positif yang lebih luas, seperti peningkatan partisipasi
masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, atau peningkatan keberlanjutan
lingkungan.
Dengan memahami tantangan dan peluang dalam inovasi pelayanan
publik, pemerintah dan lembaga publik dapat mengambil langkah-langkah
strategis untuk mengatasi hambatan dan memanfaatkan peluang yang ada.
Kolaborasi antarinstansi, partisipasi masyarakat, perubahan kebijakan, dan
investasi dalam pengembangan sumber daya manusia dan teknologi menjadi
faktor penting dalam menghadapi tantangan dan memaksimalkan potensi
inovasi dalam pelayanan publik.

2.3. Inovasi dalam Pelayanan Publik


Inovasi dalam pelayanan publik merupakan suatu hal yang penting dan
strategis dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam
era yang terus berkembang dengan perkembangan teknologi yang pesat,
instansi pemerintah perlu beradaptasi dengan cepat dan mengimplementasikan
inovasi sebagai solusi untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi.
A. Pemahaman tentang Inovasi dalam Pelayanan Publik
Pemahaman tentang inovasi dalam pelayanan publik menjadi bagian
yang penting dan krusial dalam konteks pelayanan publik di era digital .
Pemahaman ini meliputi konsep dan cakupan inovasi dalam pelayanan publik,
serta tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh melalui penerapan inovasi
dalam pelayanan publik.
1. Konsep dan cakupan inovasi dalam pelayanan publik : Konsep inovasi
dalam pelayanan publik mengacu pada pengembangan dan penerapan ide,
metode, atau pendekatan baru yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas, efisiensi, dan efektivitas pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat. Inovasi dalam pelayanan publik dapat mencakup perubahan

25
dalam proses, kebijakan, teknologi, struktur organisasi, dan budaya kerja
yang bertujuan untuk menghadirkan solusi yang lebih baik bagi
masyarakat. Cakupan inovasi dalam pelayanan publik tidak terbatas pada
sektor pemerintahan, melainkan juga mencakup berbagai lembaga dan
organisasi non-pemerintah yang memberikan layanan kepada masyarakat.
2. Tujuan dan manfaat inovasi dalam pelayanan publik : Tujuan utama dari
inovasi dalam pelayanan publik adalah untuk meningkatkan kepuasan
masyarakat, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan, serta
meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Melalui
inovasi, pemerintah dan organisasi pelayanan publik dapat menghadirkan
layanan yang lebih cepat, mudah diakses, transparan, dan sesuai dengan
kebutuhan dan harapan masyarakat. Manfaat inovasi dalam pelayanan
publik meliputi peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah
dan lembaga pelayanan publik, peningkatan kualitas layanan yang
diberikan, peningkatan produktivitas dan efisiensi kerja, serta peningkatan
kolaborasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan dan perumusan kebijakan.
Dengan pemahaman yang jelas tentang konsep dan cakupan inovasi
dalam pelayanan publik, serta tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh
melalui penerapannya, pemerintah dan organisasi pelayanan publik dapat
merencanakan dan mengimplementasikan inovasi yang tepat guna untuk
meningkatkan kualitas dan dampak positif pelayanan publik bagi masyarakat.

B. Karakter Kunci Inovasi Pelayanan Publik


Dalam inovasi pelayanan publik, terdapat beberapa karakter kunci
yang menjadi landasan untuk menciptakan perubahan yang positif dan
signifikan dalam penyediaan layanan kepada masyarakat. Karakter-karakter
ini memainkan peran penting dalam memastikan bahwa pelayanan publik
dapat menjadi lebih baik, lebih responsif, dan lebih efektif. Empat karakter
kunci inovasi pelayanan publik adalah responsif terhadap kebutuhan
masyarakat, kolaboratif dan partisipatif, efektif dan efisien, serta
berkelanjutan dan adaptif.
1. Responsif terhadap kebutuhan masyarakat: Karakteristik responsif
terhadap kebutuhan masyarakat adalah esensi dari inovasi pelayanan
publik. Hal ini mencakup kemampuan dan kewajiban pemerintah atau
institusi publik untuk merespons dengan cepat dan tepat terhadap

26
kebutuhan, harapan, dan aspirasi masyarakat. Responsif berarti memiliki
keterlibatan aktif dalam merumuskan kebijakan dan merancang layanan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam konteks inovasi,
responsif juga mencakup kemampuan untuk mengadopsi dan beradaptasi
dengan perubahan kebutuhan masyarakat seiring waktu.
2. Kolaboratif dan partisipatif: Inovasi pelayanan publik yang sukses
membutuhkan kolaborasi dan partisipasi dari berbagai pemangku
kepentingan, baik dari internal maupun eksternal organisasi. Karakteristik
ini menekankan pentingnya kerjasama antara pemerintah, masyarakat,
sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah dalam merancang,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi inovasi dalam pelayanan
publik. Kolaborasi dan partisipasi memungkinkan pemanfaatan berbagai
sumber daya, keahlian, dan perspektif yang beragam untuk menciptakan
solusi yang lebih holistik dan berdampak positif.
3. Efektif dan efisien: Karakteristik efektif dan efisien mengacu pada
kemampuan inovasi pelayanan publik untuk memberikan hasil yang
diinginkan dengan cara yang optimal. Efektivitas berarti mencapai tujuan
yang diinginkan, sedangkan efisiensi berarti melakukannya dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia secara efisien. Dalam inovasi
pelayanan publik, penting untuk mengidentifikasi solusi yang tepat guna,
mengelola sumber daya dengan bijaksana, dan memastikan penggunaan
teknologi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi operasional dan
memberikan hasil yang maksimal bagi masyarakat.
4. Berkelanjutan dan adaptif: Inovasi pelayanan publik yang berkelanjutan
dan adaptif mempertimbangkan aspek jangka panjang dan perubahan yang
terus-menerus dalam konteks pelayanan publik. Berkelanjutan berarti
mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan dalam jangka
panjang, sambil tetap memperhatikan dampak sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Sementara itu, adaptif berarti mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan dan tuntutan yang berkembang, termasuk
kemajuan teknologi, kebutuhan masyarakat yang berubah, dan
perkembangan kebijakan publik.
Dalam inovasi pelayanan publik, karakter-karakter ini saling terkait
dan saling mempengaruhi. Responsif terhadap kebutuhan masyarakat
membutuhkan kolaborasi dan partisipasi yang efektif, sementara efektivitas
dan efisiensi menjadi dasar dari inovasi yang berkelanjutan dan adaptif.

27
Dengan memahami dan mengimplementasikan karakter-karakter ini,
pemerintah dan organisasi publik dapat meningkatkan kualitas pelayanan,
memenuhi harapan masyarakat, dan mencapai hasil yang lebih baik dalam
penyediaan layanan publik.

2.4. Inovasi dalam Sistem Layanan melalui Teknologi Digital


Dalam era digital ini, teknologi memainkan peran yang krusial dalam
transformasi pelayanan publik. Inovasi dalam sistem layanan melalui
teknologi digital menjadi penting untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas,
dan kemudahan akses bagi masyarakat. Dalam konteks ini, peran teknologi
sebagai enabler dalam rekonfigurasi sistem layanan, inovasi layanan dengan
digitalisasi, serta perspektif sistem layanan untuk manajemen inovasi
berkemampuan digitalisasi menjadi elemen kunci yang akan dijelaskan secara
detail.
A. Peran Teknologi sebagai Enabler dalam Rekonfigurasi Sistem Layanan
Teknologi digital memiliki peran yang krusial dalam transformasi dan
peningkatan pelayanan publik. Dalam era yang semakin terkoneksi ini,
teknologi menjadi enabler yang memungkinkan pemerintah dan lembaga
publik untuk merekonfigurasi sistem layanan mereka. Dalam hal ini, teknologi
berperan sebagai alat untuk meningkatkan responsivitas, efisiensi, dan
aksesibilitas layanan publik bagi masyarakat.
Peran teknologi digital dalam transformasi pelayanan publik sangatlah
signifikan. Teknologi digital memainkan peran penting dalam mengubah dan
meningkatkan sistem layanan publik. Dengan memanfaatkan teknologi,
pemerintah dan lembaga publik memiliki kemampuan untuk merekonfigurasi
proses dan mekanisme layanan mereka agar lebih responsif terhadap
kebutuhan masyarakat. Teknologi menjadi enabler yang memungkinkan
adopsi inovasi baru dalam pelayanan publik. Misalnya, penerapan teknologi
berbasis cloud atau aplikasi berbasis mobile dapat mempermudah akses
masyarakat terhadap layanan publik, seperti pengajuan dokumen,
pembayaran, atau pendaftaran. Dengan teknologi yang tepat, instansi
pemerintah dapat menciptakan sistem layanan yang lebih terintegrasi dan
efisien, meningkatkan kepuasan dan keterlibatan masyarakat.
Potensi teknologi digital dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas
layanan publik sangatlah besar. Melalui otomatisasi, integrasi sistem, dan
penggunaan data secara cerdas, teknologi dapat mengurangi birokrasi dan

28
mempercepat proses layanan publik. Contohnya, dengan menggunakan sistem
informasi yang terintegrasi, data yang diperlukan oleh berbagai lembaga
pelayanan publik dapat diakses dengan lebih cepat dan akurat. Hal ini
membantu meningkatkan efisiensi proses, mengurangi duplikasi pekerjaan,
dan menghindari kesalahan yang dapat memperlambat layanan. Selain itu,
teknologi juga memungkinkan analisis data yang lebih baik untuk memahami
kebutuhan masyarakat, merancang kebijakan yang lebih tepat, dan mengukur
kinerja layanan publik secara objektif.
Dengan pemanfaatan teknologi yang tepat, institusi pemerintah dapat
mengoptimalkan sumber daya yang mereka miliki dan memberikan pelayanan
yang lebih baik kepada masyarakat. Melalui rekonfigurasi sistem layanan
dengan dukungan teknologi digital, mereka dapat meningkatkan efisiensi
operasional, mengurangi biaya, dan memberikan layanan yang lebih responsif
terhadap kebutuhan masyarakat. Penting bagi pemerintah dan lembaga publik
untuk memahami dan memanfaatkan potensi teknologi dalam rekonfigurasi
sistem layanan agar dapat menghadirkan pelayanan publik yang lebih baik dan
berdampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan.

B. Inovasi Layanan dengan Digitalisasi


Inovasi layanan dengan digitalisasi merupakan salah satu aspek
penting dalam perkembangan pelayanan publik yang modern. Penerapan
teknologi digital dalam penyampaian layanan telah membawa perubahan
besar dalam cara institusi publik berinteraksi dengan masyarakat. Dalam bab
ini, akan dikupas secara detail mengenai konsep dan contoh inovasi layanan
berbasis digital di sektor publik, serta bagaimana digitalisasi mempengaruhi
penyampaian layanan publik secara keseluruhan.
Digitalisasi pelayanan publik melibatkan penggunaan teknologi digital
dalam berbagai aspek penyampaian layanan. Hal ini mencakup adopsi
platform online untuk pengajuan permohonan, pembayaran digital,
penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk memperkuat
interaksi dengan pengguna, dan banyak lagi. Dengan digitalisasi, layanan
publik dapat diberikan dengan lebih cepat, lebih mudah diakses, dan
memberikan pengalaman yang lebih baik bagi masyarakat. Teknologi digital
memungkinkan integrasi data yang lebih baik, otomatisasi proses, dan
interaksi yang lebih personal antara masyarakat dan institusi pemerintah.

29
Ada banyak contoh inovasi layanan berbasis digital yang telah
diterapkan di sektor publik. Salah satu contohnya adalah aplikasi mobile yang
memungkinkan masyarakat melaporkan masalah lingkungan secara langsung
dan real-time. Selain itu, portal online dapat digunakan untuk mendaftar dan
mengakses layanan kesehatan dengan lebih efisien. Sistem pengaduan online
juga menjadi contoh inovasi yang memudahkan masyarakat untuk
menyampaikan masalah atau keluhan mereka dan mendapatkan respon yang
cepat dari pihak berwenang. Inovasi-inovasi ini memberikan solusi yang lebih
efisien, praktis, dan menghubungkan masyarakat dengan institusi pemerintah
secara langsung.
Dalam era digital saat ini, penerapan teknologi telah menjadi kunci
dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Digitalisasi
memungkinkan institusi pemerintah untuk mempercepat proses, mengurangi
birokrasi, dan meningkatkan aksesibilitas layanan bagi masyarakat. Dengan
memanfaatkan inovasi layanan berbasis digital, pemerintah dapat
menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, transparan, dan responsif
terhadap kebutuhan masyarakat.

C. Perspektif Sistem Layanan untuk Manajemen Inovasi Berkemampuan


Digitalisas
Dalam era digitalisasi, manajemen inovasi menjadi kunci dalam
mendorong perubahan dan meningkatkan pelayanan publik. Perspektif sistem
layanan untuk manajemen inovasi berkemampuan digitalisasi menawarkan
pendekatan yang sistematis dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan
peluang inovasi. Dalam hal ini, pengembangan sistem layanan yang adaptif
dan terhubung secara digital memainkan peran penting dalam menyesuaikan
diri dengan perubahan yang cepat dan kompleks. Dalam konteks ini, kita akan
membahas beberapa komponen penting dari perspektif sistem layanan untuk
manajemen inovasi berkemampuan digitalisasi yang meliputi : Kerangka
manajemen inovasi dalam konteks digitalisasi dan Pentingnya pengembangan
sistem layanan yang adaptif dan terhubung secara digital (European
Commission, 2018).
Kerangka manajemen inovasi dalam konteks digitalisasi mengacu
pada pendekatan yang sistematis untuk mengelola inovasi dalam pelayanan
publik dengan mempertimbangkan dampak dan implikasi dari digitalisasi.
Dalam kerangka ini, manajemen inovasi berkemampuan digitalisasi

30
mempertimbangkan aspek teknologi, sumber daya manusia, regulasi, dan
kolaborasi sebagai bagian integral dari strategi inovasi.
Pertama, aspek teknologi menjadi salah satu komponen utama dalam
kerangka manajemen inovasi dalam konteks digitalisasi. Penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi yang tepat dapat memfasilitasi perubahan
proses inti dan pelayanan dalam pelayanan publik. Teknologi seperti big data,
kecerdasan buatan, dan Internet of Things (IoT) dapat digunakan untuk
meningkatkan efisiensi, akurasi, dan responsivitas pelayanan publik.
Kedua, sumber daya manusia juga menjadi faktor penting dalam
mendorong digitalisasi melalui manajemen inovasi. Diperlukan kompetensi
dan keterampilan yang sesuai dalam mengadopsi dan mengimplementasikan
teknologi baru. Selain itu, perubahan budaya organisasi dan pemberdayaan
pegawai dalam menggunakan teknologi juga penting untuk mengoptimalkan
manfaat digitalisasi.
Regulasi juga merupakan komponen krusial dalam kerangka
manajemen inovasi dalam konteks digitalisasi. Dalam menghadapi perubahan
teknologi yang cepat, regulasi yang fleksibel dan adaptif diperlukan untuk
memfasilitasi inovasi dalam pelayanan publik. Regulasi yang memungkinkan
kerjasama lintas sektor dan berbasis risiko dapat mendorong inovasi yang
berkelanjutan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Terakhir, kolaborasi antarorganisasi merupakan komponen penting
dalam kerangka manajemen inovasi. Kolaborasi ini melibatkan kerjasama
antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil dalam
mengidentifikasi peluang inovasi, berbagi pengetahuan, dan
mengintegrasikan upaya inovasi. Kolaborasi yang kuat dan terstruktur dapat
menghasilkan sinergi dan percepatan dalam mendorong digitalisasi pelayanan
public (Janssen et al., 2012).
Dalam manajemen inovasi berkemampuan digitalisasi, diperlukan
pendekatan yang sistematis untuk mendorong dan mengelola inovasi dalam
pelayanan publik. Kerangka ini mencakup beberapa komponen penting.
Pertama, identifikasi dan evaluasi peluang inovasi menjadi langkah awal yang
kritis dalam memahami kebutuhan dan harapan masyarakat serta
memanfaatkan teknologi yang tersedia. Selanjutnya, pengembangan strategi
implementasi yang komprehensif dan terarah diperlukan untuk menjalankan
inovasi dengan efektif. Koordinasi antarorganisasi juga menjadi aspek penting
dalam mengintegrasikan upaya inovasi di berbagai unit atau instansi yang

31
terlibat. Terakhir, pengukuran dan evaluasi dampak inovasi menjadi langkah
penting untuk memastikan keberhasilan inovasi dan meningkatkan keefektifan
pelayanan publik.
Dalam menerapkan kerangka manajemen inovasi dalam konteks
digitalisasi, pemerintah dapat mengadopsi pendekatan strategis yang
melibatkan semua pemangku kepentingan terkait. Perencanaan strategis yang
komprehensif, alokasi sumber daya yang memadai, dan pemantauan serta
evaluasi yang berkelanjutan dapat memastikan keberhasilan implementasi
digitalisasi dalam pelayanan publik.
Dalam menghadapi perubahan yang cepat dan kompleks, penting bagi
institusi pemerintah untuk mengembangkan sistem layanan yang adaptif dan
terhubung secara digital. Sistem yang adaptif mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi
dengan cepat. Hal ini memungkinkan instansi pemerintah untuk merespons
dengan tepat dan efisien terhadap tuntutan dan harapan publik. Selain itu,
konektivitas digital menjadi faktor krusial dalam menghubungkan berbagai
unit atau instansi pelayanan publik, sehingga kolaborasi dapat terjadi dengan
mudah. Integrasi data yang efektif juga dapat terwujud melalui konektivitas
digital, memungkinkan akses yang lebih baik terhadap informasi yang relevan
dan akurat. Dengan pengembangan sistem layanan yang adaptif dan terhubung
secara digital, institusi pemerintah dapat meningkatkan efisiensi,
responsivitas, dan kualitas pelayanan publik yang mereka berikan.
Pentingnya pengembangan sistem layanan yang adaptif dan terhubung
secara digital terletak pada kemampuannya untuk menghadapi perubahan
yang cepat dan kompleks dalam lingkungan pelayanan publik. Dalam era
digitalisasi, teknologi terus berkembang dengan cepat dan masyarakat
memiliki harapan yang semakin tinggi terhadap pelayanan yang efisien dan
responsif. Oleh karena itu, institusi pemerintah perlu mengembangkan sistem
layanan yang adaptif agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Sistem layanan yang adaptif memungkinkan instansi pemerintah untuk
merespons dengan cepat dan fleksibel terhadap perubahan lingkungan. Hal ini
dapat dilakukan melalui penggunaan teknologi yang memungkinkan
pembaruan dan penyesuaian sistem dengan mudah. Misalnya, dengan
menggunakan platform digital yang fleksibel, pemerintah dapat mengubah

32
proses pelayanan secara efisien, menambahkan fitur baru, atau meningkatkan
fungsionalitas sistem sesuai kebutuhan.
Selain adaptif, sistem layanan juga perlu terhubung secara digital.
Konektivitas digital memungkinkan kolaborasi antarinstansi pelayanan
publik, sehingga data dan informasi dapat dengan mudah dipertukarkan dan
dipergunakan secara bersama. Dalam konteks ini, integrasi data menjadi
penting karena dapat memastikan keterhubungan yang efektif antara berbagai
sistem dan platform yang digunakan oleh instansi pemerintah. Integrasi data
yang baik memungkinkan akses yang lebih cepat dan akurat terhadap
informasi yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik yang
berkualitas.
Pengembangan sistem layanan yang adaptif dan terhubung secara
digital memiliki manfaat yang signifikan. Dalam penelitian oleh Alford dan
Hughes (2019), mereka menekankan bahwa penerapan teknologi digital dalam
sistem layanan publik dapat meningkatkan responsivitas terhadap kebutuhan
dan harapan masyarakat. Hal ini dapat menghasilkan pelayanan yang lebih
efisien, transparan, dan mudah diakses oleh masyarakat. Selain itu, Greve
(2017), juga menyoroti pentingnya sistem layanan yang adaptif dalam
menghadapi perubahan kebijakan, teknologi, dan tuntutan publik yang terus
berubah. Dalam menghadapi perubahan yang cepat dan kompleks, penting
bagi institusi pemerintah untuk mengembangkan sistem layanan yang adaptif
dan terhubung secara digital.
Sistem yang adaptif mampu menyesuaikan diri dengan perubahan
kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi dengan cepat. Hal ini
memungkinkan instansi pemerintah untuk merespons dengan tepat dan efisien
terhadap tuntutan dan harapan publik. Selain itu, konektivitas digital menjadi
faktor krusial dalam menghubungkan berbagai unit atau instansi pelayanan
publik, sehingga kolaborasi dapat terjadi dengan mudah. Integrasi data yang
efektif juga dapat terwujud melalui konektivitas digital, memungkinkan akses
yang lebih baik terhadap informasi yang relevan dan akurat. Dengan
pengembangan sistem layanan yang adaptif dan terhubung secara digital,
institusi pemerintah dapat meningkatkan efisiensi, responsivitas, dan kualitas
pelayanan publik yang mereka berikan.
Pentingnya pengembangan sistem layanan yang adaptif dan terhubung
secara digital terletak pada kemampuannya untuk menghadapi perubahan
yang cepat dan kompleks dalam lingkungan pelayanan publik. Dalam era

33
digitalisasi, teknologi terus berkembang dengan cepat dan masyarakat
memiliki harapan yang semakin tinggi terhadap pelayanan yang efisien dan
responsif. Oleh karena itu, institusi pemerintah perlu mengembangkan sistem
layanan yang adaptif agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Sistem layanan yang adaptif memungkinkan instansi pemerintah untuk
merespons dengan cepat dan fleksibel terhadap perubahan lingkungan. Hal ini
dapat dilakukan melalui penggunaan teknologi yang memungkinkan
pembaruan dan penyesuaian sistem dengan mudah. Misalnya, dengan
menggunakan platform digital yang fleksibel, pemerintah dapat mengubah
proses pelayanan secara efisien, menambahkan fitur baru, atau meningkatkan
fungsionalitas sistem sesuai kebutuhan.
Selain adaptif, sistem layanan juga perlu terhubung secara digital.
Konektivitas digital memungkinkan kolaborasi antarinstansi pelayanan
publik, sehingga data dan informasi dapat dengan mudah dipertukarkan dan
dipergunakan secara bersama. Dalam konteks ini, integrasi data menjadi
penting karena dapat memastikan keterhubungan yang efektif antara berbagai
sistem dan platform yang digunakan oleh instansi pemerintah. Integrasi data
yang baik memungkinkan akses yang lebih cepat dan akurat terhadap
informasi yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik yang
berkualitas.
Pengembangan sistem layanan yang adaptif dan terhubung secara
digital memiliki manfaat yang signifikan. Dalam penelitian oleh Alford dan
Hughes (2019), mereka menekankan bahwa penerapan teknologi digital dalam
sistem layanan publik dapat meningkatkan responsivitas terhadap kebutuhan
dan harapan masyarakat. Hal ini dapat menghasilkan pelayanan yang lebih
efisien, transparan, dan mudah diakses oleh masyarakat. Selain itu, Greve
(2017) juga menyoroti pentingnya sistem layanan yang adaptif dalam
menghadapi perubahan kebijakan, teknologi, dan tuntutan publik yang terus
berubah.

RINGKASAN
Inovasi memiliki peran penting dalam pelayanan publik dan
bagaimana inovasi dapat menciptakan perubahan positif dalam berbagai aspek
kehidupan. Inovasi bukan hanya sebatas menciptakan produk atau layanan
baru, tetapi juga melibatkan proses kreatif, eksperimen, dan kemampuan

34
beradaptasi dengan cepat. Dalam pelayanan publik, inovasi melibatkan
identifikasi masalah, penemuan solusi yang lebih baik, dan implementasi ide-
ide yang memberikan nilai tambah bagi pengguna atau masyarakat. Untuk
mencapai inovasi, diperlukan lingkungan yang mendukung, kolaborasi antara
pemangku kepentingan, dan pendekatan inovatif. Untuk itu perlu memahami
dan mengeksplorasi konsep dasar inovasi, karakteristik inovasi dalam
pelayanan publik, serta peran teknologi digital sebagai penggerak inovasi
dalam menciptakan sistem layanan yang inovatif. Pemahaman yang
mendalam tentang konsep dasar inovasi akan membantu menggali potensi
inovasi dalam pelayanan publik dan menciptakan perubahan yang lebih baik
bagi masyarakat.

LATIHAN
1) Jelaskan definisi inovasi dalam konteks pelayanan publik dan jelaskan
mengapa inovasi sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
2) Jelaskan perubahan paradigma pelayanan publik dan mengapa paradigma
tersebut perlu berubah dalam konteks masyarakat modern.
3) Bagaimana peran teknologi sebagai enabler dalam rekonfigurasi sistem
layanan publik?
4) Apa saja contoh inovasi layanan berbasis digital yang telah diterapkan di
sektor publik? Bagaimana digitalisasi mempengaruhi penyampaian
layanan publik secara keseluruhan?
5) Mengapa penting bagi institusi pemerintah untuk mengembangkan sistem
layanan yang adaptif dan terhubung secara digital dalam menghadapi
perubahan yang cepat dan kompleks?

Pertanyaan Pilihan Ganda: Pilih salah satu jawaban yang dianggap


paling tepat
1. Apa yang dimaksud dengan inovasi dalam pelayanan publik?
a. Proses menciptakan produk atau layanan baru
b. Penggunaan ide-ide baru, pendekatan yang berbeda, atau teknologi
dalam penyampaian layanan publik yang lebih baik
c. Peningkatan kepuasan masyarakat melalui pengadopsian kebijakan yang
inovatif

35
d. Pengembangan dan penerapan ide-ide baru, metode, atau teknologi
dalam konteks pemerintahan
2. Apa pentingnya inovasi dalam pelayanan publik?
a. Memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin kompleks dan beragam
b. Meningkatkan efisiensi dan penghematan biaya
c. Mengatasi tantangan kompleks yang dihadapi oleh pemerintah
d. Semua jawaban di atas
3. Bagaimana inovasi dalam pelayanan publik berkontribusi pada peningkatan
kepuasan masyarakat?
a. Menciptakan kesempatan untuk memberikan pengalaman pengguna
yang lebih baik
b. Meningkatkan keterlibatan publik
c. Memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah
d. Semua jawaban di atas
4. Apa tujuan utama dari inovasi dalam pelayanan publik?
a. Meningkatkan efisiensi birokrasi
b. Meningkatkan partisipasi masyarakat
c. Mengurangi kompleksitas regulasi
d. Meningkatkan keberlanjutan lingkungan
5. Salah satu tantangan dalam inovasi pelayanan publik adalah resistensi
terhadap perubahan. Apa yang menjadi penyebab resistensi tersebut?
a. Keterbatasan sumber daya
b. Kompleksitas regulasi
c. Budaya yang terbiasa dengan cara kerja lama
d. Kurangnya partisipasi masyarakat
6. Karakteristik kunci inovasi pelayanan publik yang mencakup kemampuan
untuk merespons dengan cepat dan tepat terhadap kebutuhan masyarakat
disebut sebagai karakteristik:
a. Responsif terhadap kebutuhan masyarakat
b. Kolaboratif dan partisipatif
c. Efektif dan efisien
d. Berkelanjutan dan adaptif
7. Peran apa yang dimainkan oleh teknologi digital dalam meningkatkan
efisiensi pelayanan publik?
a. Meningkatkan responsivitas, efisiensi, dan aksesibilitas layanan publik
b. Mengurangi birokrasi dan mempercepat proses layanan publik

36
c. Meningkatkan kepuasan dan keterlibatan masyarakat dalam pelayanan
publik
d. Semua jawaban di atas
8. Apa manfaat digitalisasi dalam pelayanan publik?
a. Meningkatkan kecepatan dan kemudahan akses layanan publik
b. Mengintegrasikan data dengan lebih baik dan mengurangi kesalahan
c. Mendorong inovasi dalam penyampaian layanan publik
d. Semua jawaban di atas
9. Apa yang dimaksud dengan sistem layanan yang adaptif dan terhubung
secara digital?
a. Sistem layanan yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat
b. Sistem layanan yang terhubung dengan berbagai platform dan instansi
pelayanan publik
c. Kombinasi jawaban a dan b
d. Tidak ada jawaban yang benar
10. Apa manfaat digitalisasi dalam pelayanan publik?
a. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kemudahan akses bagi
masyarakat.
b. Memperlambat proses pelayanan publik.
c. Mengurangi keterlibatan masyarakat dalam pelayanan publik.
d. Meningkatkan birokrasi dan kompleksitas proses.

Jawaban Pertanyaan Pilihan Ganda:


1) Jawaban: b.
2) Jawaban: d.
3) Jawaban: d.
4) Jawaban: b.
5) Jawaban: c.
6) Jawaban: a.
7) Jawaban: d.
8) Jawaban: d.
9) Jawaban: c.
10) Jawaban: a.

37
DAFTAR PUSTAKA
Alford, J., & Hughes, O. (2019). Public value, innovation, and the digital state:
A commentary. Public Management Review, 21(7), 919-929.
Alford, J., & Hughes, O. (2019). Public value, innovation, and the digital state:
A commentary. Public Management Review, 21(7), 919-929.
Alford, J.L. (2009). Engaging public sector clients: From service-delivery to
co-production. Palgrave Macmillan
Bason, C. (2010). Leading public sector innovation: Co-creating for a better
society. Bristol University Press, Policy Press.
Bekkers, V. J., Homburg, V., & Schillemans, T. (2013). Innovation in the
public sector: Linking capacity and leadership. Information Polity,
18(3/4), 275-290.
Brown, L. (2007). The Adoption and Implementation of a Service Innovation
in a Social Work Setting – a Case Study of Family Group Conferencing
in the UK. Social Policy and Society, 6(3), 321-332.
doi:10.1017/S147474640700365X
Edquist, C. (2011). "Design of innovation policy through diagnostic analysis:
identification of systemic problems (or failures)." Industrial and
Corporate Change, 20(6), 1725-1753.
Eko Atmojo, M., Helen Dian Fridayani, & Vindhi Putri Pratiwi. (2021).
ANALISIS STUDI KOMPARASI PENYELENGGARAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI ERA NEW NORMAL. Jurnal
Transformasi Administrasi, 11(02), 109-122.
https://doi.org/10.56196/jta.v11i02.192
European Commission. (2014). "Open Innovation, Open Science, Open to the
World - a Vision for Europe." Brussels: European Commission
European Commission. (2018). Innovation Management in Public
Administration. Publications Office of the European Union.
Greve, C. (2017). Managing innovation in public organizations: A system
perspective. Public Management Review, 19(5), 573-595.
Greve, C. (2017). Managing innovation in public organizations: A system
perspective. Public Management Review, 19(5), 573-595.
Howlett, M., Ramesh, M., & Perl, A. (2009). Studying public policy: Policy
cycles and policy subsystems (3rd ed.). Oxford University Press.
Imansyah Abinda Firdaus,I.A., Purnamasari,R., Fadhillah, M.R., Haskara,
M.R.P. (2022). Inovasi Pelayanan Publik dalam Rangka
Pengembangan Ekonomi Inklusif di Kota Bekasi. Jurnal Kebijakan
dan Inovasi Daerah, Vol 1 (1) : 21-25
Janssen, M., Charalabidis, Y., & Zuiderwijk, A. (2012). Benefits, adoption
barriers and myths of open data and open government. Information
Systems Management, 29(4), 258-268.

38
Mergel, I. (2016). The public sector innovation ecosystem. Georgetown
University Press.
Mulgan, G. and Albury, D. (2003). Innovation in the Public Sector. London:
Cabinet Office.
Osborne, S. P., & Brown, K. (2011). Innovation, public policy, and public
services delivery in the UK. Public Money & Management, 31(1), 29-
36.
Osborne, S., & Brown, L. (2005). "Innovation in Public Services: Towards a
New Conceptual Framework." International Journal of Innovation
Management, 9(1), 9-30.
Sørensen, E., & Torfing, J. (2011). Enhancing public innovation through
collaboration: The role of public-private partnerships. Public
Administration, 89(2), 366-388.
Stewart-Weeks,M., and Kastelle, T. (2015). Innovation in the Public Sector.
Australian Journal of Public Administration (AJPA). Volume74(1) :
Pages 63-72. https://doi.org/10.1111/1467-8500.12129
Suranto, S., Darumurti, A., Eldo, D.H.A.P., Habibullah, A. (2021). Potret
Kebijakan Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia Tahun 2020. Jurnal
Public Policy, Vol 7 (2) : 97-102.
https://doi.org/10.35308/jpp.v7i2.4095
United Nations Public Administration Network (UNPAN). (2007).
"Innovation in Government: The New Public Management as a Global
Trend.
Walker,R.M., Jeanes,E., Rowlands, R. (2002). Measuring Innovation –
Applying the Literature-Based Innovation Output Indicator to Public
Services. Public Administration, Volume80(1) : Pages 201-214.
https://doi.org/10.1111/1467-9299.00300
Young, M.M. (2021). The impact of technological innovation on service
delivery: social media and smartphone integration in a 311 system.
Public Management Review, 24, 926 - 950.

39
40
BAB III
PERAN TEKNOLOGI DAN PEMANGKU KEPENTINGAN DI
ERA DIGITAL.

Dalam bab ini, akan dibahas mengenai peran teknologi dan pemangku
kepentingan di era digital yang semakin maju. Perkembangan teknologi digital
telah membawa dampak yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan,
termasuk pelayanan publik. Trend pemanfaatan teknologi digital menjadi
salah satu fokus utama yang akan dikupas dalam bab ini, mengulas bagaimana
teknologi digital digunakan dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi
pelayanan publik.
Namun, tantangan juga muncul dalam menghadapi perubahan ini. Era
Industri 4.0 membawa perubahan besar dalam cara pelayanan publik
dijalankan. Tantangan-tantangan yang dihadapi dalam menerapkan pelayanan
publik digital di era ini akan menjadi salah satu topik yang akan dipelajari
secara mendalam dalam bab ini. Selain itu, peran pemangku kepentingan
dalam pelayanan berbasis digital juga menjadi fokus pembahasan. Pemerintah,
akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media memiliki peran penting dalam
mengembangkan dan menjalankan pelayanan berbasis digital. Bab ini akan
mengungkapkan bagaimana peran mereka saling terkait dan berkontribusi
dalam memajukan pelayanan publik digital.
Dengan mempelajari tren pemanfaatan teknologi digital, tantangan
yang dihadapi, serta peran penting pemangku kepentingan dalam pelayanan
publik berbasis digital, diharapkan pembaca akan mendapatkan wawasan yang
komprehensif tentang peran teknologi dan pemangku kepentingan di era
digital. Hal ini diharapkan dapat mendorong pemahaman yang lebih baik
tentang upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan pelayanan publik di
era yang semakin digital ini.

3.1 Trend Pemanfaatan Teknologi Digital


Perkembangan teknologi digital telah memberikan dampak yang
signifikan dalam meningkatkan kualitas, aksesibilitas, dan efisiensi pelayanan
publik. Pemanfaatan teknologi digital tidak hanya mengubah cara pemerintah
menyampaikan layanan kepada masyarakat, tetapi juga memberikan peluang
baru dalam meningkatkan interaksi antara pemerintah, pemangku
kepentingan, dan masyarakat.

41
Pemanfaatan teknologi digital telah menjadi tren utama dalam
transformasi pelayanan publik. Salah satu tren yang signifikan adalah
penggunaan platform digital untuk menyediakan akses mudah dan cepat
terhadap layanan publik. Misalnya, aplikasi seluler, situs web, dan media
sosial digunakan untuk memberikan informasi, menerima pengaduan, serta
memfasilitasi transaksi online. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk
mengakses layanan publik kapan saja dan di mana saja, tanpa harus datang
langsung ke kantor pemerintah.
Selain itu, teknologi digital juga mendorong adopsi inovasi seperti
kecerdasan buatan (artificial intelligence), big data analytics, dan internet of
things (IoT) dalam pelayanan publik. Misalnya, penggunaan chatbot atau
asisten virtual dalam melayani pertanyaan masyarakat secara otomatis,
analisis data untuk memprediksi kebutuhan masyarakat, atau pemanfaatan
sensor IoT untuk memantau kondisi lingkungan. Hal ini membantu
pemerintah dalam pengambilan keputusan yang lebih efektif dan efisien dalam
menyediakan pelayanan publik yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Tren Pemanfaatan Teknologi Digital di Indonesia, khususnya dalam
bidang pemerintahan dan layanan publik, telah mengalami perkembangan
yang signifikan dalam dekade terakhir. Berbagai inisiatif dan implementasi
telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas layanan publik
menggunakan teknologi digital. Beberapa contoh tren pemanfaatan teknologi
digital di Indonesia antara lain:
a) E-Government: Pemerintah Indonesia telah mendorong transformasi
digital dalam penyediaan layanan publik melalui implementasi e-
government.
Program-program seperti pembayaran pajak online, pendaftaran
penduduk elektronik (e-KTP), dan pengajuan permohonan izin secara daring
adalah beberapa contoh implementasi e-government yang telah dilakukan
(Misra & Agrawal, 2017). E-Government, atau pemerintahan elektronik,
merujuk pada upaya pemerintah dalam mendorong transformasi digital dalam
penyediaan layanan publik. Di Indonesia, pemerintah telah melaksanakan
berbagai program e-government untuk meningkatkan efisiensi dan
aksesibilitas layanan publik menggunakan teknologi digital.
Salah satu contoh implementasi e-government yang signifikan di
Indonesia adalah pembayaran pajak online. Melalui sistem ini, wajib pajak
dapat membayar pajak secara elektronik, mengurangi kebutuhan akan

42
transaksi fisik di kantor pajak, dan memberikan kemudahan dalam proses
pembayaran. Selain itu, pendaftaran penduduk elektronik (e-KTP) juga
merupakan implementasi e-government yang penting. Melalui sistem e-KTP,
data penduduk dapat diakses secara elektronik, memungkinkan pemerintah
untuk menyediakan layanan terkait identitas penduduk dengan lebih efisien
dan akurat. Pengajuan permohonan izin secara daring juga merupakan contoh
lain dari implementasi e-government. Dalam hal ini, pemohon dapat
mengajukan izin melalui platform online, mengurangi birokrasi dan
mempercepat proses persetujuan.
Dasar hukum untuk implementasi e-government di Indonesia terdapat
dalam beberapa kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Salah satu dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang mengatur aspek
hukum dan keamanan dalam transaksi elektronik, termasuk dalam konteks
pemerintahan. Selain itu, terdapat pula Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun
2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang menjadi
panduan dan pedoman bagi pemerintah dalam menerapkan e-government di
Indonesia.
b) Aplikasi Mobile: Penggunaan aplikasi mobile telah meningkat dalam
memberikan akses dan pelayanan publik yang lebih mudah bagi
masyarakat.
Aplikasi Mobile: Penggunaan aplikasi mobile telah meningkat dalam
memberikan akses dan pelayanan publik yang lebih mudah bagi masyarakat.
Penggunaan aplikasi mobile telah menjadi salah satu tren yang signifikan
dalam pemanfaatan teknologi digital di bidang pemerintahan dan layanan
publik di Indonesia. Aplikasi mobile, yang dapat diunduh dan diakses melalui
perangkat mobile seperti smartphone, tablet, atau perangkat pintar lainnya,
memungkinkan masyarakat untuk memperoleh akses dan pelayanan publik
dengan lebih mudah, cepat, dan praktis.
Teknologi dan aplikasi mobile telah menjadi salah satu tren dalam
pemanfaatan teknologi digital karena beberapa alasan yang mendasar yaitu :
− Pertama, kemajuan teknologi dan semakin meluasnya akses internet di
Indonesia telah memberikan kesempatan bagi pengguna untuk mengakses
informasi dan layanan publik melalui perangkat mobile dengan lebih
praktis dan efisien. Dengan menggunakan aplikasi mobile, masyarakat
dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi, melakukan transaksi,

43
dan mendapatkan layanan publik tanpa harus terikat pada waktu dan tempat
tertentu.
− Kedua, aplikasi mobile juga menawarkan berbagai fitur yang
mempermudah interaksi antara masyarakat dan pemerintah. Contohnya,
penggunaan teknologi GPS dalam aplikasi mobile memungkinkan
pengguna untuk melacak lokasi dan menemukan pelayanan publik terdekat,
seperti rumah sakit, kantor polisi, atau kantor pemerintahan. Fitur-fitur
seperti notifikasi dan pesan instan juga memungkinkan pemerintah untuk
memberikan informasi yang cepat dan langsung kepada masyarakat.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), 67,88% orang
Indonesia berusia 5 tahun ke atas akan memiliki smartphone atau tablet pada
tahun 2022. Persentase tersebut meningkat sejak tahun 2021, yaitu sebesar
65,87%, dan telah menetapkan angka tertinggi baru untuk dekade
ini1sebagaiamana dapat dilihat pada gambar 3.1.
Dalam konteks ini, peluang penggunaan layanan publik berbasis
aplikasi mobile sangat besar. Dengan tingkat penetrasi yang tinggi dan jumlah
pengguna ponsel yang signifikan, pemerintah dan lembaga publik memiliki
peluang untuk memberikan akses dan pelayanan publik yang lebih mudah dan
efisien melalui aplikasi mobile. Penggunaan aplikasi mobile dalam pelayanan
publik dapat memberikan keuntungan seperti kemudahan akses, notifikasi
real-time, interaksi yang lebih langsung, dan personalisasi layanan.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan adopsi
aplikasi mobile dalam berbagai sektor pelayanan publik di Indonesia.
Contohnya, aplikasi mobile seperti e-government apps, e-commerce apps,
apps untuk pendaftaran penduduk, aplikasi perpajakan, dan banyak lagi telah
dikembangkan untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan
publik. Selain itu, aplikasi mobile juga memberikan peluang untuk
mengintegrasikan berbagai layanan publik menjadi satu platform yang
komprehensif, memungkinkan masyarakat untuk mengakses berbagai
informasi dan layanan dari satu aplikasi yang terpusat. Misalnya, pengguna
dapat mengakses informasi terkait pelayanan kesehatan, transportasi,

1
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/67-penduduk-indonesia-punya-
handphone-pada-2022-ini-
sebarannya#:~:text=Menurut%20data%20Badan%20Pusat%20Statistik,rekor%20tertinggi%
20
dalam%20sedekade%20terakhir

44
perizinan, pendidikan, dan masih banyak lagi melalui satu aplikasi mobile
yang terintegrasi.

Gambar 3.1. Persentase Penduduk Usia 5 tahun ke atas yang memiliki


Handphone di Indonesia Tahun 2022 (Sumber BPS, 2022)
Penggunaan aplikasi mobile dalam layanan publik juga dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik

45
melalui fitur seperti pengaduan online, survei, atau forum diskusi. Hal ini
memungkinkan masyarakat untuk berperan aktif dalam memperbaiki dan
memajukan layanan publik sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka.
Dengan demikian, perkembangan penggunaan mobile phone di
Indonesia memberikan peluang besar untuk pengembangan dan pemanfaatan
layanan publik berbasis aplikasi mobile yang dapat meningkatkan
aksesibilitas, efisiensi, dan partisipasi masyarakat dalam penggunaan layanan
publik
Salah satu contoh konkret penggunaan aplikasi mobile di Indonesia
dalam konteks pelayanan publik adalah aplikasi "Qlue." Aplikasi ini
memungkinkan masyarakat di DKI Jakarta untuk melaporkan berbagai
permasalahan di lingkungan sekitar mereka, seperti infrastruktur rusak,
kebersihan, keamanan, dan lain sebagainya. Melalui fitur pengiriman laporan
dan foto, pengguna dapat dengan mudah mengunggah informasi terkait
permasalahan tersebut. Aplikasi ini kemudian meneruskan laporan-laporan
tersebut kepada instansi terkait untuk ditindaklanjuti. Selain itu Zanuddin et
al. (2022) berdasarkan hasil kajiannya juga telah mempertimbangkan untuk
menggunakan teknologi, seperti aplikasi seluler, untuk memfasilitasi
partisipasi publik dalam masalah lingkungan setempat.
Dasar hukum untuk penggunaan aplikasi mobile dalam pelayanan
publik dapat merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Undang-Undang ini mendorong pemerintah untuk
menyediakan pelayanan publik yang efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel. Penggunaan teknologi digital, termasuk aplikasi mobile, dalam
penyelenggaraan pelayanan publik diatur dalam Pasal 15 Ayat (2) yang
menyebutkan bahwa pemerintah dapat menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi dalam penyediaan pelayanan publik untuk mempermudah akses
dan meningkatkan efisiensi layanan.
Selain itu, berbagai peraturan dan kebijakan lainnya, baik di tingkat
nasional maupun daerah, juga dapat menjadi dasar hukum untuk penggunaan
aplikasi mobile dalam pelayanan publik di Indonesia. Hal ini termasuk
peraturan terkait perlindungan data pribadi, keamanan informasi, dan regulasi
terkait aplikasi mobile itu sendiri.

c) Layanan Online dan Portal Informasi: Pemerintah telah meluncurkan


portal informasi publik seperti Lapor! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan

46
Online Rakyat) yang memungkinkan masyarakat melaporkan
permasalahan dan memberikan masukan kepada pemerintah secara online
(Rahman, 2021).
Layanan online dan portal informasi telah menjadi salah satu tren
pemanfaatan teknologi digital di Indonesia dalam bidang pemerintahan dan
layanan publik. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai portal
informasi publik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan
mempermudah akses mereka dalam melaporkan permasalahan serta
memberikan masukan kepada pemerintah.
Salah satu contoh portal informasi publik yang signifikan adalah
Lapor! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat). Lapor! merupakan
platform daring yang memungkinkan masyarakat melaporkan permasalahan
dan memberikan masukan terkait berbagai hal seperti infrastruktur, kesehatan,
pendidikan, lingkungan, dan lain sebagainya kepada pemerintah. Melalui
Lapor!, masyarakat dapat secara langsung mengirimkan pengaduan dan
aspirasi mereka kepada instansi terkait, sehingga mempercepat respons dan
tindak lanjut yang diberikan oleh pemerintah (Rahman, 2021).
Dasar hukum dari Lapor! dan portal informasi publik serupa lainnya
dapat ditemukan dalam berbagai peraturan dan kebijakan pemerintah terkait
transparansi dan partisipasi publik. Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) memberikan
dasar hukum bagi pemerintah untuk memberikan akses publik terhadap
informasi yang relevan. Selain itu, terdapat juga Peraturan Presiden Nomor 95
Tahun 2018 tentang Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik yang
mengatur tentang pengelolaan pengaduan publik secara efektif dan transparan.
Melalui dasar hukum tersebut, pemerintah memiliki landasan untuk
meluncurkan dan mengoperasikan portal informasi publik seperti Lapor!
dengan tujuan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik
dan memberikan akses yang lebih mudah untuk melaporkan permasalahan
serta memberikan masukan kepada pemerintah.

d) Sistem Informasi Geografis (SIG): Pemanfaatan SIG dalam pelayanan


publik telah berkembang di Indonesia. Contohnya adalah pemanfaatan
SIG dalam pengelolaan data kependudukan dan pemetaan wilayah
administratif .

47
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah teknologi yang
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mengelola
data yang memiliki komponen spasial atau lokasi geografis. Pemanfaatan SIG
dalam pelayanan publik telah berkembang di Indonesia dengan tujuan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan data serta pemetaan
wilayah administratif.
Salah satu contoh pemanfaatan SIG dalam pelayanan publik di
Indonesia adalah pengelolaan data kependudukan. Dengan menggunakan SIG,
data kependudukan dapat diintegrasikan dengan informasi spasial seperti
lokasi geografis penduduk, alamat, atau informasi geografis lainnya. Hal ini
memungkinkan pemerintah untuk mengelola dan menganalisis data
kependudukan secara lebih efisien, termasuk dalam hal pengelolaan data
penduduk, pencatatan peristiwa kependudukan, atau pemetaan lokasi populasi
tertentu.
Selain itu, SIG juga digunakan dalam pemetaan wilayah administratif.
Dengan memanfaatkan data spasial dan informasi geografis, pemerintah dapat
membuat pemetaan yang akurat mengenai batas-batas wilayah administratif
seperti kecamatan, kelurahan, atau desa. Pemetaan ini penting dalam proses
perencanaan dan pengambilan keputusan pemerintah, termasuk dalam alokasi
sumber daya, pemetaan layanan publik, atau penentuan kebijakan dalam skala
lokal.
Pemanfaatan SIG dalam pelayanan publik di Indonesia memberikan
berbagai manfaat, antara lain peningkatan efisiensi pengelolaan data, akurasi
pemetaan wilayah administratif, pemetaan lokasi layanan publik, serta
kemampuan analisis spasial untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.
Dengan mengintegrasikan data kependudukan dan informasi geografis,
pemerintah dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan berfokus
pada kebutuhan masyarakat secara lebih tepat.

e) Big Data dan Analitik: Pemerintah Indonesia mulai memanfaatkan big


data dan analitik untuk meningkatkan pengambilan keputusan dan
efektivitas kebijakan publik. Data-data yang terkumpul dapat digunakan
untuk menganalisis tren, memprediksi kebutuhan masyarakat, dan
memperbaiki layanan publik
Konsep big data merujuk pada kumpulan data yang sangat besar dan
kompleks yang tidak dapat diolah dengan menggunakan alat dan teknik

48
tradisional. Data ini dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk sensor,
perangkat seluler, media sosial, dan sistem informasi lainnya. Big data
memiliki potensi untuk memberikan wawasan yang berharga dan mendalam
tentang tren, pola, dan hubungan dalam data yang dapat membantu organisasi
dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dan efektif.
Dalam konteks E-Government, big data dapat digunakan untuk
meningkatkan transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas
pemerintahan. Dengan menganalisis data yang dihasilkan oleh sistem
pemerintah, seperti data kesehatan, data keuangan, dan data pendidikan,
pemerintah dapat memperoleh wawasan yang lebih baik tentang kebutuhan
masyarakat dan memperbaiki layanan publik. Selain itu, big data juga dapat
membantu pemerintah dalam mengidentifikasi dan mencegah kejahatan,
seperti korupsi dan penipuan.
Dalam rangka mendukung E-Government, big data juga dapat
digunakan untuk mengembangkan aplikasi dan layanan yang lebih baik dan
lebih efektif. Misalnya, pemerintah dapat menggunakan big data untuk
mengembangkan sistem informasi manajemen krisis yang dapat membantu
dalam mengatasi bencana alam atau keadaan darurat lainnya. Selain itu, big
data juga dapat digunakan untuk mengembangkan sistem pengambilan
keputusan yang lebih baik dan lebih efektif, yang dapat membantu pemerintah
dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan lebih cepat.
Beberapa negara telah mempelajari teknologi terkini untuk
mengembangkan generasi berikutnya dalam komunitas kesehatan,
pendidikan, dan keuangan E-Government . Selain itu, artikel ini juga
menyebutkan bahwa pemerintah Vietnam telah melakukan kegiatan untuk
meningkatkan kesadaran tentang manfaat teknologi terkini seperti blockchain,
IoT, AI, dan big data . Oleh karena itu, beberapa negara telah memanfaatkan
big data dan teknologi terkini untuk meningkatkan efektivitas kebijakan
publik.
Berikut beberapa contoh tentang bagaimana negara-negara lain
memanfaatkan big data untuk meningkatkan efektivitas kebijakan publik.
Berikut adalah beberapa contoh:
1) India: Pemerintah India telah memanfaatkan big data untuk
mengembangkan beberapa proyek besar seperti Aadhaar, Ettal, Ebhasha,
dan DigiLocker . Proyek Aadhaar, misalnya, adalah program identifikasi
nasional yang menggunakan big data untuk mengumpulkan informasi

49
tentang penduduk India dan memberikan identitas digital kepada mereka.
Proyek ini telah membantu pemerintah dalam mengidentifikasi dan
menghapus ribuan kartu identitas palsu, serta meningkatkan efisiensi
dalam penyaluran bantuan sosial.
2) Vietnam: Pemerintah Vietnam telah mempromosikan penggunaan
teknologi terkini seperti blockchain, IoT, AI, dan big data untuk
meningkatkan efektivitas kebijakan publik . Pemerintah Vietnam telah
mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendorong penelitian dan
aplikasi teknologi terkini dalam manajemen tugas internal pemerintah dan
pelayanan publik.
3) Amerika Serikat: Pemerintah Amerika Serikat telah memanfaatkan big
data untuk meningkatkan efektivitas kebijakan publik dalam berbagai
sektor, termasuk kesehatan, pendidikan, dan keamanan nasional .
Misalnya, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika
Serikat telah menggunakan big data untuk menganalisis tren kesehatan
masyarakat dan mengembangkan program pencegahan penyakit yang
lebih efektif.
Hasil dari penggunaan big data dalam meningkatkan efektivitas
kebijakan publik dapat bervariasi tergantung pada konteks dan tujuan
penggunaannya. Namun, secara umum, penggunaan big data dapat membantu
pemerintah dalam mengidentifikasi masalah, memprediksi kebutuhan
masyarakat, dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyediaan
layanan publik.
Kemudian bagaimana konsep big data sangat terkait dengan IoT,
blockchain, dan artificial intelligence (AI) juga merupakan bahasan dan tren
yang menarik. Beberapa teknologi terkini seperti IoT, blockchain, dan AI yang
dapat digunakan untuk memfasilitasi pengumpulan dan analisis data besar
dalam konteks E-Government. IoT (Internet of Things) memungkinkan
pengumpulan data dari berbagai sumber, seperti sensor dan perangkat seluler,
yang kemudian dapat dianalisis menggunakan teknologi big data. Data yang
dihasilkan oleh IoT dapat sangat besar dan kompleks, sehingga memerlukan
teknologi big data untuk mengolahnya .
Blockchain adalah teknologi yang memungkinkan penyimpanan data
secara terdesentralisasi dan aman. Teknologi ini dapat digunakan untuk
memastikan integritas dan otentikasi data, serta memberikan catatan transaksi
yang transparan dan dapat diaudit . Dalam konteks big data, blockchain dapat

50
digunakan untuk memastikan keamanan dan privasi data, serta memfasilitasi
pertukaran data antara organisasi yang berbeda.
AI (Artificial Intelligence) dan machine learning (ML) adalah
teknologi yang dapat digunakan untuk menganalisis data besar dan
mengidentifikasi pola dan tren yang mungkin tidak terlihat oleh manusia.
Dalam konteks big data, AI dan ML dapat digunakan untuk mengidentifikasi
pola dan tren dalam data besar, serta untuk membuat prediksi dan rekomendasi
berdasarkan data tersebut .
Secara keseluruhan, IoT, blockchain, dan AI adalah teknologi yang
sangat penting dalam pemanfaatan big data. Dengan memanfaatkan teknologi
ini, organisasi dapat mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis data besar
dengan lebih efisien dan efektif, serta menghasilkan wawasan yang lebih
dalam dan berharga tentang tren, pola, dan hubungan dalam data.

3.2 Tantangan Pelayanan Publik Digital di Era IR 4.0


Dalam era Revolusi Industri 4.0, pelayanan publik digital menghadapi
berbagai tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai keberhasilan dan
efektivitas dalam penyediaan layanan. Perkembangan teknologi yang cepat
dan transformasi digital yang melanda hampir semua aspek kehidupan
mempengaruhi cara pemerintah berinteraksi dengan masyarakat melalui
pelayanan publik. Oleh karena itu, penting untuk memahami tantangan yang
ada dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghadapinya.
Beberapa tantangan pelayanan publik digital di era Revolusi Industri
4.0 antara lain:
1) Keamanan dan privasi data: Dalam konteks pelayanan publik digital,
penggunaan teknologi informasi yang luas melibatkan pertukaran dan
pengelolaan data yang sensitif. Tantangan utama adalah memastikan
keamanan dan privasi data yang dihimpun dan diolah. Hal ini melibatkan
perlindungan terhadap serangan siber, peretasan data, dan penggunaan
yang tidak sah atau tidak etis.
2) Kesenjangan digital: Meskipun digitalisasi pelayanan publik dapat
memberikan akses dan kemudahan kepada masyarakat, masih ada
kesenjangan digital antara mereka yang memiliki akses ke teknologi dan
mereka yang tidak. Tantangan ini berkaitan dengan kesenjangan dalam
akses internet, tingkat literasi digital, dan pemahaman teknologi di
kalangan masyarakat yang lebih rentan.

51
3) Infrastruktur teknologi yang memadai: Implementasi pelayanan publik
digital yang efektif membutuhkan infrastruktur teknologi yang memadai.
Tantangan ini meliputi ketersediaan akses internet yang luas, kecepatan
koneksi yang memadai, serta pengembangan dan pemeliharaan sistem dan
platform digital yang handal.

4) Pengelolaan perubahan organisasi: Transformasi digital dalam pelayanan


publik memerlukan perubahan dalam budaya dan struktur organisasi.
Tantangan ini melibatkan perubahan mindset dan paradigma kerja, serta
peningkatan kemampuan dan kompetensi pegawai dalam menghadapi
perubahan teknologi dan tuntutan pelayanan yang baru.
5) Keselarasan regulasi dan kebijakan: Dalam menghadapi perkembangan
teknologi digital, pemerintah perlu menyesuaikan regulasi dan kebijakan
yang relevan. Tantangan ini melibatkan penyusunan regulasi yang
responsif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi, serta memastikan
keselarasan antara regulasi dan pemanfaatan teknologi dalam pelayanan
publik.
Tantangan pelayanan publik digital di era Revolusi Industri 4.0 muncul
sebagai hasil dari sejumlah faktor pemicu yang meliputi:
1) Perkembangan teknologi yang cepat: Perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang pesat menjadi salah satu faktor pemicu munculnya
tantangan dalam pelayanan publik digital. Teknologi yang terus
berkembang dengan cepat, seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of
Things (IoT), big data, dan blockchain, memberikan peluang baru tetapi
juga menghadirkan tantangan baru dalam mengelola dan
memanfaatkannya secara efektif dalam konteks pelayanan publik.
2) Perubahan kebutuhan masyarakat: Perubahan dalam pola pikir, perilaku,
dan harapan masyarakat juga menjadi faktor pemicu tantangan dalam
pelayanan publik digital. Masyarakat semakin mengharapkan layanan
yang lebih cepat, mudah diakses, transparan, dan personal. Perubahan ini
mendorong pemerintah untuk beradaptasi dan menghadirkan solusi
digital yang responsif terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat.
3) Kesenjangan digital: Kesenjangan digital antara mereka yang memiliki
akses dan penguasaan teknologi dengan mereka yang tidak, seperti
kesenjangan dalam akses internet dan literasi digital, juga menjadi faktor
pemicu tantangan pelayanan publik digital. Tantangan ini mencakup

52
upaya memastikan inklusivitas dan kesetaraan akses teknologi serta
memberikan dukungan dan pelatihan kepada masyarakat yang kurang
terampil dalam penggunaan teknologi.
4) Kompleksitas regulasi dan kebijakan: Regulasi dan kebijakan yang
kompleks dan tidak responsif terhadap perkembangan teknologi menjadi
faktor pemicu tantangan dalam pelayanan publik digital. Dalam era
Revolusi Industri 4.0, regulasi yang kaku dan terlalu rumit dapat
menghambat inovasi dan pengembangan solusi digital yang lebih efektif.
Oleh karena itu, penting untuk memiliki regulasi dan kebijakan yang
adaptif, sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pelayanan
publik.
5) Perubahan budaya dan mindset organisasi: Pelayanan publik digital
memerlukan perubahan budaya dan mindset dalam organisasi
pemerintah. Tantangan ini mencakup adopsi sikap yang terbuka terhadap
perubahan, pemahaman dan penerimaan terhadap peran teknologi dalam
meningkatkan efektivitas pelayanan, serta peningkatan kompetensi dan
keterampilan pegawai dalam menghadapi transformasi digital.
Faktor-faktor pemicu ini bersama-sama menciptakan tantangan dalam
pelayanan publik digital di era Revolusi Industri 4.0. Penting bagi pemerintah
dan pemangku kepentingan terkait untuk mengidentifikasi dan mengatasi
tantangan ini dengan melibatkan perencanaan yang matang, kerjasama lintas
sektor, regulasi yang adaptif, dan upaya pengembangan kapasitas serta literasi
digital masyarakat.

3.3 Peran Pemangku Kepentingan Pada Pelayanan Berbasis Digital


(Pemerintah, Akademisi, Dunia Usaha, Masyarakat Dan Media).
Dalam era digital, pelayanan publik yang berbasis teknologi tidak
hanya melibatkan peran pemerintah, tetapi juga melibatkan berbagai
pemangku kepentingan lainnya seperti akademisi, dunia usaha, masyarakat,
dan media. Setiap pemangku kepentingan memiliki peran yang penting dalam
memastikan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik berbasis digital. Dalam
konteks ini, kolaborasi antara pemangku kepentingan tersebut menjadi krusial
untuk menciptakan lingkungan kerjasama yang harmonis dan saling
mendukung.
1) Peran pemerintah dalam pelayanan publik berbasis digital adalah sebagai
pengatur, pemrakarsa, dan penyelenggara layanan publik. Pemerintah

53
memiliki tanggung jawab untuk menciptakan regulasi yang mendukung
implementasi teknologi digital dalam pelayanan publik, menginisiasi
proyek-proyek inovatif, serta menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan layanan publik berbasis digital. Penelitian telah menunjukkan
bahwa pemerintah memegang peran kunci dalam menginisiasi dan
mengatur transformasi digital dalam pelayanan publik. Studi oleh
Nurahmat dan Aulia (2020) menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam
menciptakan kebijakan yang mendorong adopsi teknologi digital dan
memastikan keberlanjutan inisiatif pelayanan publik berbasis digital.
2) Akademisi memiliki peran penting dalam penelitian dan pengembangan
teknologi digital untuk pelayanan publik. Mereka dapat memberikan
pengetahuan, keterampilan, dan wawasan baru yang dibutuhkan untuk
mengembangkan sistem, model, dan metode yang lebih baik dalam
pelayanan publik berbasis digital. Selain itu, akademisi juga dapat
memberikan analisis kebijakan dan evaluasi terhadap implementasi
teknologi digital dalam pelayanan publik. Penelitian oleh Bannister dan
Connolly (2014) menggarisbawahi kontribusi akademisi dalam
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
penerapan teknologi digital dalam pelayanan publik. Mereka menekankan
pentingnya kolaborasi antara akademisi dan pemerintah dalam
menyelenggarakan penelitian terapan dan transfer pengetahuan untuk
meningkatkan efektivitas pelayanan publik berbasis digital.
3) Dunia usaha memiliki peran sebagai mitra strategis pemerintah dalam
menyediakan solusi teknologi digital untuk pelayanan publik. Perusahaan
teknologi dapat berperan sebagai penyedia infrastruktur teknologi,
pengembang aplikasi, atau penyedia layanan konsultasi dan implementasi.
Kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha diperlukan untuk
menciptakan inovasi, keandalan, serta keamanan sistem pelayanan publik
berbasis digital. Penelitian oleh Nam dan Pardo (2011) menunjukkan
bahwa kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha sangat penting dalam
mencapai kesuksesan pelayanan publik berbasis digital. Mereka
menggarisbawahi peran dunia usaha dalam menyediakan solusi teknologi,
mengelola data, dan memberikan layanan konsultasi dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan publik.
4) Masyarakat memiliki peran sebagai pengguna dan penerima pelayanan
publik. Partisipasi aktif masyarakat dalam memberikan masukan, umpan

54
balik, dan penggunaan layanan publik berbasis digital sangat penting untuk
meningkatkan kualitas dan relevansi pelayanan. Masyarakat juga dapat
menjadi pengawas dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Penelitian oleh Fountain (2018)
mengemukakan bahwa partisipasi aktif masyarakat dalam pelayanan publik
berbasis digital dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan
responsivitas pemerintah. Studi ini menyoroti pentingnya melibatkan
masyarakat dalam tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi
pelayanan publik berbasis digital.
5) Media memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi dan
membangun kesadaran masyarakat terkait pelayanan publik berbasis
digital. Media dapat memberikan liputan, edukasi, dan advokasi terhadap
penerapan teknologi digital dalam pelayanan publik. Mereka juga dapat
berperan sebagai penghubung antara pemerintah, masyarakat, dan
pemangku kepentingan lainnya dalam menyebarkan informasi terkait
pelayanan publik berbasis digital.Penelitian oleh Moon dan Norris (2018)
menunjukkan bahwa media berperan penting dalam membentuk opini
publik, memfasilitasi diskusi, dan meningkatkan kesadaran masyarakat
terkait pelayanan publik berbasis digital. Mereka menekankan peran media
dalam memberikan liputan yang objektif, edukasi, dan pengawasan
terhadap implementasi teknologi digital dalam pelayanan publik.
Kolaborasi antara pemangku kepentingan di orkestrasi agar pelayanan
publik berbasis digital efektif dan efisien memerlukan komunikasi yang baik,
saling pengertian, dan kerjasama yang terkoordinasi. Pertukaran informasi,
koordinasi tugas, dan pembagian tanggung jawab yang jelas menjadi kunci
dalam menciptakan ekosistem kolaboratif yang sukses. Selain itu, adanya
mekanisme evaluasi dan umpan balik dari semua pemangku kepentingan akan
membantu dalam peningkatan berkelanjutan pelayanan publik berbasis
digital.
Kolaborasi antara kelima pemangku kepentingan ini melalui model
helix memungkinkan pertukaran pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya
yang saling menguntungkan. Dalam model helix, setiap pemangku
kepentingan memiliki peran yang saling terkait dan saling mendukung dalam
mencapai tujuan bersama, yakni menghasilkan inovasi yang efektif dan
berkelanjutan dalam pelayanan publik berbasis digital. Sinergi antara
pemangku kepentingan dalam model helix, juga dikenal sebagai model

55
pentahelix. Kelima pemangku kepentingan tersebut meliputi pemerintah,
akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media.merujuk pada kolaborasi
antara lima pemangku kepentingan utama dalam konteks inovasi dan
pengembangan ekonomi.

RINGKASAN :
Trend pemanfaatan teknologi digital dalam pelayanan publik di era
Industri 4.0 mencakup penggunaan big data dan analitik untuk meningkatkan
pengambilan keputusan dan layanan publik yang lebih baik. Pemerintah
Indonesia juga memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT) untuk
mengoptimalkan layanan transportasi umum. Namun, tantangan yang
dihadapi adalah ketimpangan akses teknologi, keamanan data, dan kurangnya
kesadaran serta keterampilan digital masyarakat. Kolaborasi antara pemangku
kepentingan seperti pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan
media menjadi kunci dalam mengatasi tantangan ini. Sinergi mereka akan
mempercepat adopsi teknologi, meningkatkan kualitas layanan, dan
menghasilkan solusi yang relevan untuk pelayanan publik yang efektif dan
efisien.

LATIHAN :
1. Jelaskan beberapa tren pemanfaatan teknologi digital dalam konteks
pelayanan publik di era Revolusi Industri 4.0. Berikan contoh konkretnya.
2. Apa yang dimaksud dengan pelayanan publik digital di era IR 4.0? Jelaskan
beberapa tantangan yang dihadapi dalam implementasi pelayanan publik
digital ini.
3. Bagaimana pemanfaatan teknologi digital, seperti big data dan analitik,
dapat meningkatkan pengambilan keputusan dan efektivitas kebijakan
publik? Berikan contoh penerapannya dalam konteks pelayanan publik di
Indonesia.
4. Jelaskan peran masing-masing pemangku kepentingan (pemerintah,
akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media) dalam pelayanan publik
berbasis digital dan bagaimana kolaborasi di antara mereka dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan tersebut.
5. Mengapa kolaborasi antara pemangku kepentingan penting dalam
menciptakan pelayanan publik berbasis digital yang efektif dan efisien?

56
Berikan argumentasi berdasarkan keuntungan yang dapat diperoleh melalui
kolaborasi tersebut.
6. Diskusikan beberapa strategi yang dapat diadopsi oleh pemerintah dalam
mengatasi tantangan dalam penerapan pelayanan publik digital di era IR
4.0. Berikan contoh tindakan nyata yang telah dilakukan oleh pemerintah
untuk menghadapi tantangan tersebut

Soal Pilihan Berganda:


1. Pelayanan publik digital dalam era Revolusi Industri 4.0 adalah:
a. Pemanfaatan teknologi digital dalam mengoptimalkan layanan publik
b. Pelayanan publik melalui telepon genggam
c. Penghapusan layanan publik konvensional
d. Peningkatan birokrasi dalam layanan publik
2. Salah satu tantangan dalam implementasi pelayanan publik digital adalah:
a. Keterbatasan teknologi digital yang tersedia
b. Kurangnya minat masyarakat terhadap layanan digital
c. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengadopsi teknologi digital
d. Kurangnya regulasi untuk mengatur layanan publik digital
3. Manfaat penerapan teknologi digital dalam pelayanan publik adalah:
a. Meningkatkan birokrasi dan kelemahan sistem
b. Meningkatkan kompleksitas pelayanan publik
c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik
d. Meningkatkan biaya operasional pemerintah
4. Peran kebijakan publik dalam pemanfaatan teknologi digital dalam
pelayanan publik adalah:
a. Menghambat adopsi teknologi digital
b. Mengurangi kompleksitas layanan publik
c. Mendorong inovasi dan transformasi digital dalam pelayanan publik
d. Memperkuat birokrasi dalam pelayanan publik
5. Salah satu strategi yang dapat diadopsi oleh pemerintah untuk mengatasi
tantangan dalam pelayanan publik digital adalah:
a. Menutup akses terhadap teknologi digital
b. Meningkatkan birokrasi dan hambatan dalam pelayanan publik
c. Mengadopsi regulasi yang membatasi inovasi teknologi digital
d. Meningkatkan literasi digital masyarakat dan memperkuat infrastruktur
teknologi

57
6. Kolaborasi antara pemangku kepentingan (pemerintah, akademisi, dunia
usaha, masyarakat, dan media) dalam pelayanan publik berbasis digital
bertujuan untuk:
a. Meningkatkan birokrasi
b. Meningkatkan korupsi
c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan
d. Meningkatkan biaya operasional
7. Peran akademisi dalam pelayanan publik berbasis digital meliputi:
a. Menyediakan solusi teknologi
b. Memberikan pelatihan kepada masyarakat
c. Menyediakan infrastruktur yang diperlukan
d. Menyediakan dukungan kelembagaan
8. Pemanfaatan big data dan analitik dalam pelayanan publik bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kebutuhan masyarakat
b. Memperbaiki layanan publik
c. Mengurangi penggunaan teknologi informasi
d. Memprediksi kebutuhan pemerintah
9. Peran dunia usaha dalam pelayanan publik berbasis digital meliputi:
a. Menyediakan solusi teknologi
b. Memberikan masukan dan partisipasi masyarakat
c. Membuat kebijakan pemerintah
d. Menyediakan pelatihan kepada akademisi
10. Media memainkan peran penting dalam pelayanan publik berbasis digital
dengan cara:
a. Menyediakan solusi teknologi
b. Memfasilitasi komunikasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat
c. Mengelola data dan infrastruktur
d. Mengatur regulasi dan kebijakan
Kunci Jawaban Soal Pilihan Berganda:
1. Jawaban: a
2. Jawaban: d
3. Jawaban: c
4. Jawaban: c
5. Jawaban: d
6. Jawaban: c
7. Jawaban: b

58
8. Jawaban: b
9. Jawaban: a
10. Jawaban: b

59
DAFTAR PUSTAKA :
Andriani, S., & Prasetio, A. (2021). Digital Public Services and Their
Relationship with E-Government in Indonesia. Indonesian Journal of
Government and Politics, 2(1), 13-28.
Ariyanto, H., Wahyudi, D., & Isnanto, R. R. (2017). Pemanfaatan Sistem
Informasi Geografis pada Pelayanan Publik Pemetaan Wilayah
Administrasi Desa. Jurnal Sistem Informasi, 9(2), 173-181.
Azizah, N., & Prasetyo, P. K. (2019). The Implementation of Lapor!
Application as E-Government in Indonesia. Jurnal Informatika: Jurnal
Pengembangan IT, 4(1), 74-81.
Bannister, F., & Connolly, R. (2014). The public value of ICTs in the context
of local government modernisation: an Australian perspective.
Information Polity, 19(2), 91-108.
Dwivedi, Y. K., Hughes, L., Ismagilova, E., Aarts, G., Coombs, C., Crick, T.,
& Al-Sobhi, F. (2019). Artificial intelligence (AI): Multidisciplinary
perspectives on emerging challenges, opportunities, and agenda for
research, practice and policy. International Journal of Information
Management, 48, 192-199.
Fountain, J. E. (2018). The dispersed transformation: Rethinking the public-
private partnership for twenty-first-century public administration.
Public Administration Review, 78(2), 228-237.
Hai, P. V., Long, C. K., Trung, H. Q., & Agrawal, R. (2021). A big data
framework for E-Government in Industry 4.0. Journal of Big Data,
8(1), 1-23. https://doi.org/10.1186/s40537-020-00392-5
Klievink, B., Janssen, M., & Tan, Y. H. (2016). Developing dynamic
capabilities for digital government: A case study of the Dutch "Digital
Delta" program. Government Information Quarterly, 33(3), 567-582.
Lestari, D., Winarno, W., Kurniawan, M. (2021). Model E-readiness Untuk
Pengukuran Kesiapan Pengelolaan Aduan E-lapor Diy. citec, 2(7), 86.
https://doi.org/10.24076/citec.2020v7i2.249
Misra, S. C., & Agrawal, A. (2017). E-government in Indonesia:
Implementation Challenges and Success Factors. Transforming
Government: People, Process and Policy, 11(3), 394-414.
Moon, M. J., & Norris, D. F. (2018). E-Government 2.0: A cross-national
analysis of municipal adoption of social media. Government
Information Quarterly, 35(4), 628-637.

60
Nam, T., & Pardo, T. A. (2011). Smart city as urban innovation: Focusing on
management, policy, and context. In Proceedings of the 5th
International Conference on Theory and Practice of Electronic
Governance (pp. 185-194). ACM.
Nurahmat, A., & Aulia, S. F. (2020). The Implementation of E-Government in
Indonesia: Reviewing the Challenges and Opportunities. Jurnal Kajian
Komunikasi, 8(2), 163-174.
Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2012 tentang Layanan Publik. Jakarta.
Rachman, R. (2021). Analisa Kesuksesan E-government Lapor Dengan Model
Delone-mclean Dan Metode Pls-sem. SISTEMASI, 2(10), 357.
https://doi.org/10.32520/stmsi.v10i2.1236
Rahman, N. A., Ibrahim, H., & Ismail, M. A. (2018). Exploring the Challenges
of Digital Government Implementation in Malaysia. Journal of
Information Systems Research and Innovation, 10(1), 1-10.
Ramli, N. A., Jaafar, N. I., & Ghani, A. A. (2020). Public Service Delivery
Challenges in the Era of Industrial Revolution 4.0. International
Journal of Public Administration and Management Research
(IJPAMR), 2(4), 55-63.
Saputro, G. E., & Hapsari, R. (2019). Mobile Government and Public Service:
A Systematic Literature Review. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 358(1), 012033.
Soepriyanto, B., & Kusuma, H. E. (2018). Government 3.0 for E-Government
Development in Indonesia: Big Data and Analytics. International
Journal of Engineering and Technology, 7(2.14), 1-4.
Soepriyanto, B., & Kusuma, H. E. (2018). Government 3.0 for E-Government
Development in Indonesia: Big Data and Analytics. International
Journal of Engineering and Technology, 7(2.14), 1-4.
Suri, N. H., & Ishak, N. A. (2019). Challenges of Digital Government in
Industrial Revolution 4.0 Era. Journal of Public Administration and
Governance, 9(2), 389-397.
Triani, T., Mehora, S. (2023). Pemetaan Daerah Rawan Banjir Berbasis Sistem
Informasi Geografis Sebagai Upaya Antisipasi Bencana Banjir DI
Kecamatan Pomalaa. saintifik, 1(9).
https://doi.org/10.31605/saintifik.v9i1.419

61
Widiawaty, M. (2019). Mari Mengenal Sains Informasi Geografis..
https://doi.org/10.31227/osf.io/4s78c
World Bank. (2016). Digital Government Handbook. Washington, DC: World
Bank.
Zanudin, K., Ngah, I., Misnan, S., Bidin, Z. (2022). Effective Community
Participation In Planning and Operational Decision-making In
Iskandar Malaysia: A Qualitative In-depth Interview Study. IOP Conf.
Ser.: Earth Environ. Sci., 1(1067), 012031.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/1067/1/012031

62
BAB IV
DIGITALISASI DALAM ORGANISASI DAN SISTEM
LAYANANNYA.

Pada bab ini, kita akan menjelajahi berbagai aspek yang terkait dengan
penerapan digitalisasi dalam organisasi dan sistem pelayanan publik. Kita
akan memulai dengan memahami konsep dasar sistem pelayanan publik
digital, yang meliputi prinsip-prinsip dan metode yang mendasari transformasi
digital dalam layanan publik. Selanjutnya, kita akan mengeksplorasi tantangan
dan manfaat yang terkait dengan sistem pelayanan berbasis digital, termasuk
isu-isu keamanan data dan integrasi sistem. Kemudian, kita akan melihat
domain sistem pelayanan berbasis digital, yaitu bidang-bidang di dalam
organisasi atau pemerintahan yang dapat diubah dengan adopsi teknologi
digital. Selain itu, kita juga akan membahas tentang kualitas sistem pelayanan
digital dan faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan implementasi.
Terakhir, kita akan menjelajahi berbagai bentuk dari sistem pelayanan digital
yang telah dikembangkan di berbagai sektor dan negara. Dengan pemahaman
yang mendalam tentang topik ini, kita akan dapat mengaplikasikan konsep dan
strategi yang tepat untuk mengembangkan sistem pelayanan publik yang
modern dan efisien di era digital.

4.1 Konsep Dasar Sistem Pelayanan Publik Digital


Konsep dasar dari sistem pelayanan publik digital adalah penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi untuk menyediakan layanan publik
secara elektronik. Sistem ini memanfaatkan platform digital, seperti aplikasi
web, situs web, atau aplikasi seluler, untuk memberikan aksesibilitas yang
lebih luas kepada masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik.
Sistem pelayanan publik digital berbeda dengan pelayanan publik
tradisional dalam beberapa aspek. Pertama, sistem pelayanan publik digital
memanfaatkan teknologi untuk menyediakan akses yang lebih mudah dan
cepat bagi masyarakat. Masyarakat dapat mengakses layanan publik kapan
saja dan di mana saja melalui perangkat elektronik yang terhubung dengan
internet. Selain itu, sistem pelayanan publik digital juga memungkinkan
pelayanan yang lebih efisien dan efektif. Dengan adanya otomatisasi dan
integrasi data, proses pelayanan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan
akurat. Misalnya, dalam sistem pelayanan publik digital, pendaftaran atau

63
pengajuan dokumen dapat dilakukan secara online tanpa harus datang ke
kantor fisik, sehingga menghemat waktu dan biaya.
Konsep dasar sistem pelayanan publik digital melibatkan prinsip-
prinsip dan metode yang mendasari transformasi digital dalam penyediaan
layanan publik. Prinsip-prinsip tersebut berfokus pada peningkatan
keterbukaan, partisipasi publik, responsivitas, efisiensi, dan inovasi. Dalam
konteks ini, transformasi digital mengacu pada penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan
kualitas pelayanan publik.
Salah satu prinsip yang mendasari sistem pelayanan publik digital
adalah kepentingan pemangku kepentingan atau stakeholders dalam
pengambilan keputusan dan perancangan layanan. Menurut Gascó-Hernández
et al. (2020), pemangku kepentingan seperti pemerintah, masyarakat, dan
sektor swasta harus dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan dan
pengembangan sistem pelayanan publik digital. Hal ini penting agar layanan
yang dihasilkan benar-benar responsif terhadap kebutuhan dan harapan
pengguna.
Selain itu, responsivitas adalah prinsip lain yang penting dalam
pelayanan publik digital. Dengan memanfaatkan teknologi digital, pemerintah
dapat memberikan layanan yang lebih cepat dan responsif terhadap kebutuhan
masyarakat. Peningkatan efisiensi juga menjadi tujuan utama dalam
transformasi digital. Dengan mengadopsi teknologi yang tepat, proses
pelayanan publik dapat ditingkatkan sehingga menjadi lebih efisien dan
menghemat waktu.
Salah satu prinsip utama dalam pelayanan publik digital adalah
keterbukaan. Hal ini melibatkan penyediaan akses terbuka terhadap informasi
publik dan kebijakan pemerintah. Dengan memberikan akses yang lebih luas,
masyarakat dapat mengakses informasi yang mereka butuhkan dengan mudah,
sehingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan
publik.
Partisipasi publik juga menjadi prinsip penting dalam pelayanan
publik digital. Pemerintah dapat melibatkan masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan dan pengembangan kebijakan melalui platform
digital. Partisipasi publik ini memungkinkan masyarakat memberikan
masukan, umpan balik, dan melibatkan diri secara aktif dalam penyusunan
kebijakan yang lebih berpihak kepada kebutuhan dan kepentingan mereka

64
Metode yang mendasari transformasi digital dalam pelayanan publik
meliputi digitalisasi proses, penggunaan data dan analitik, serta
pengembangan aplikasi dan platform digital. Digitalisasi proses
memungkinkan penggunaan teknologi untuk mengotomatisasi dan
mempercepat proses pelayanan publik, sehingga mengurangi birokrasi yang
berlebihan dan memperbaiki efisiensi.
Metode yang digunakan dalam transformasi digital pelayanan publik
dapat mencakup adopsi teknologi seperti cloud computing, big data analytics,
dan Internet of Things (IoT). Menurut Dwivedi et al. (2019), penggunaan
teknologi ini dapat membantu mengintegrasikan berbagai sistem dan sumber
daya, memfasilitasi pertukaran data yang cepat, serta meningkatkan
aksesibilitas dan keterhubungan dalam layanan publik.
Dalam penelitian oleh Zhang et al. (2020), konsep dasar sistem
pelayanan publik digital juga mencakup prinsip transparansi dan partisipasi.
Pemerintah perlu menyediakan informasi yang jelas dan mudah diakses
tentang layanan publik yang tersedia serta mengizinkan partisipasi masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan terkait perancangan dan penyediaan
layanan.
Penggunaan data dan analitik juga menjadi metode penting dalam
pelayanan publik digital. Dengan menganalisis data yang terkumpul,
pemerintah dapat mengidentifikasi tren, memprediksi kebutuhan masyarakat,
dan mengambil keputusan yang lebih baik dalam penyediaan layanan publik.
Pengembangan aplikasi dan platform digital juga menjadi metode
yang mendasari transformasi digital dalam pelayanan publik. Melalui aplikasi
dan platform ini, pemerintah dapat menyediakan akses yang mudah bagi
masyarakat untuk mengakses layanan publik, mengirimkan permohonan, dan
memberikan umpan balik.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip dan metode-metode ini, konsep
dasar sistem pelayanan publik digital bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas, efisiensi, dan responsivitas pelayanan publik, serta meningkatkan
keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan
pengembangan kebijakan.
Disisi lain, ada beberapa tantangan utama yang kemungkinan bisa
dihadapi dalam mengimplementasikan sistem pelayanan berbasis digital
dalam organisasi adalah sebagai berikut:

65
a) Infrastruktur Teknologi: Ketersediaan infrastruktur teknologi yang
memadai, seperti koneksi internet yang stabil dan kecepatan yang
memadai, serta infrastruktur komputer dan server yang handal, menjadi
tantangan utama. Tanpa infrastruktur yang memadai, implementasi
sistem pelayanan berbasis digital akan sulit dilakukan.
b) Keamanan Data: Keamanan data menjadi faktor kritis dalam sistem
pelayanan berbasis digital. Organisasi harus memastikan bahwa data
yang dikumpulkan dan disimpan aman dari ancaman serangan siber.
Tantangan ini melibatkan perlindungan data pribadi pengguna serta
menghadapi risiko kebocoran atau penyalahgunaan data.
c) Perubahan Budaya dan Kompetensi: Mengadopsi sistem pelayanan
berbasis digital membutuhkan perubahan budaya dan peningkatan
kompetensi bagi karyawan. Tantangan ini mencakup perubahan cara
kerja, penyesuaian terhadap teknologi baru, dan pengembangan
keterampilan digital yang diperlukan untuk mengelola sistem tersebut.
Sementara itu dampak dari menghadapi tantangan-tantangan tersebut
terhadap efektivitas pelayanan publik adalah sebagai berikut:
a) Peningkatan Aksesibilitas: Dengan adopsi sistem pelayanan berbasis
digital, masyarakat dapat mengakses layanan publik dengan lebih mudah
dan cepat. Mereka tidak perlu datang ke kantor fisik atau mengantri dalam
waktu lama. Dalam beberapa kasus, pelayanan dapat diakses 24 jam sehari
dan 7 hari seminggu.
b) Peningkatan Efisiensi: Sistem pelayanan berbasis digital memungkinkan
proses administrasi menjadi lebih efisien dan otomatis. Hal ini mengurangi
kebutuhan akan proses manual yang memakan waktu dan biaya. Dengan
demikian, waktu dan sumber daya yang tersedia dapat digunakan dengan
lebih efektif.
c) Peningkatan Kualitas Layanan: Sistem pelayanan berbasis digital dapat
memungkinkan adanya integrasi data dan pemrosesan yang lebih baik. Hal
ini dapat menghasilkan analisis data yang lebih akurat dan memberikan
informasi yang relevan kepada pengambil keputusan. Dengan pemahaman
yang lebih baik tentang kebutuhan masyarakat, layanan publik dapat
disesuaikan dan ditingkatkan untuk mencapai kepuasan pengguna yang
lebih tinggi.

66
Dengan mengatasi tantangan tersebut dan memanfaatkan sistem
pelayanan berbasis digital secara efektif, organisasi dapat meningkatkan
efisiensi, aksesibilitas, dan kualitas pelayanan publik.

4.2 Domain Sistem Pelayanan Sistem Pelayanan Berbasis Digital


Domain Sistem Pelayanan Berbasis Digital merujuk pada ruang
lingkup atau wilayah yang terkait dengan penyediaan layanan publik
menggunakan teknologi digital. Sistem pelayanan berbasis digital melibatkan
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi, aksesibilitas, dan kualitas layanan yang disediakan oleh pemerintah
kepada masyarakat.
Konsep dan definisi mengenai domain ini telah dikemukakan oleh
beberapa ahli. Salah satu definisi yang relevan dapat ditemukan dalam
penelitian oleh Firdaus et al. (2020), yang mendefinisikan sistem pelayanan
berbasis digital sebagai "seperangkat interaksi antara pemerintah dan
masyarakat yang dilakukan secara elektronik melalui media digital dengan
tujuan memberikan pelayanan publik yang lebih efisien, transparan, dan
partisipatif."
Penjelasan lebih lanjut tentang domain ini dapat ditemukan dalam
penelitian oleh Hanani et al. (2019), yang menjelaskan bahwa sistem
pelayanan berbasis digital meliputi proses pengumpulan, pengolahan, dan
penyampaian informasi serta layanan publik melalui platform digital. Domain
ini mencakup berbagai aspek seperti penggunaan aplikasi mobile, sistem basis
data terpusat, integrasi sistem antarorganisasi, dan penggunaan teknologi big
data untuk meningkatkan pengambilan keputusan.
Domain ini merujuk pada berbagai aspek yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi digital dalam pelayanan publik. Salah satu aspek yang
relevan adalah penggunaan aplikasi mobile yang memungkinkan masyarakat
mengakses informasi dan layanan publik melalui perangkat seluler.
Contohnya adalah penggunaan aplikasi e-government di Singapura yang
memungkinkan warga mengakses layanan pemerintah melalui ponsel pintar
(Chang, 2014).
Selain itu, domain ini juga mencakup penggunaan sistem basis data
terpusat untuk mengelola dan menyimpan data pelayanan publik. Pendekatan
ini memungkinkan data yang diperlukan dapat diakses dan dianalisis secara
efisien. Sebagai contoh, di Belanda, pemerintah menggunakan basis data

67
terpusat yang mengintegrasikan informasi dari berbagai lembaga
pemerintahan untuk memberikan layanan publik yang terkoordinasi (Linders,
2012).
Integrasi sistem antarorganisasi juga menjadi bagian penting dalam
domain ini. Dalam konteks ini, teknologi digunakan untuk menghubungkan
sistem-sistem yang berbeda di berbagai instansi pemerintah atau organisasi
pelayanan publik. Sebagai contoh, di Korea Selatan, pengembangan sistem
integrasi antarorganisasi telah memungkinkan warga mengakses layanan
pemerintah yang berbeda melalui satu portal tunggal (Lee & Choi, 2011).
Penggunaan teknologi big data juga menjadi bagian yang signifikan
dalam domain ini. Dengan menganalisis data yang besar dan kompleks,
pemerintah dapat memperoleh wawasan yang lebih baik tentang kebutuhan
dan preferensi masyarakat, serta memperbaiki pengambilan keputusan dalam
penyediaan layanan publik. Misalnya, di Amerika Serikat, penggunaan big
data dalam mengelola program kesehatan publik telah membantu
meningkatkan efektivitas upaya pencegahan penyakit (Karr, 2014).
Domain atau ruang lingkup sistem pelayanan berbasis digital dapat
memiliki dampak yang signifikan terhadap pengalaman pengguna dan kualitas
pelayanan yang diberikan. Berikut adalah beberapa contoh konkrit bagaimana
domain tersebut dapat mempengaruhi pengalaman pengguna dan kualitas
pelayanan dalam konteks pelayanan publik:
a) Aksesibilitas yang lebih baik: Sistem pelayanan berbasis digital dapat
meningkatkan aksesibilitas pelayanan publik bagi masyarakat. Misalnya,
dengan adanya aplikasi seluler yang memungkinkan pengguna untuk
mengakses informasi dan melakukan transaksi kapan saja dan di mana
saja. Hal ini mengurangi ketergantungan pada waktu dan lokasi fisik
tertentu, sehingga pengguna dapat lebih mudah dan cepat mendapatkan
layanan yang mereka butuhkan.
b) Efisiensi dalam proses: Dengan menggunakan sistem pelayanan berbasis
digital, proses administrasi dan prosedur pelayanan dapat menjadi lebih
efisien. Contohnya, pengguna dapat mengisi formulir secara online dan
mengunggah dokumen yang diperlukan tanpa harus datang ke kantor fisik.
Hal ini menghemat waktu dan biaya yang diperlukan dalam proses
pelayanan, serta mempercepat respon dan penyelesaian permintaan
pengguna.

68
c) Personalisasi layanan: Dalam domain sistem pelayanan berbasis digital,
pengguna dapat mengakses layanan yang lebih personal dan disesuaikan
dengan kebutuhan mereka. Misalnya, sistem dapat menggunakan data
pengguna untuk menyajikan rekomendasi atau informasi yang relevan,
atau mengirimkan pemberitahuan atau pengingat secara otomatis. Dengan
demikian, pengalaman pengguna menjadi lebih individual dan layanan
dapat lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan khusus pengguna.
d) Peningkatan pengawasan dan transparansi: Dalam pelayanan publik,
domain sistem pelayanan berbasis digital dapat meningkatkan pengawasan
dan transparansi terhadap penyelenggaraan layanan. Misalnya, pengguna
dapat melacak status permintaan mereka secara online, melihat informasi
yang terkait dengan proses pelayanan, dan memberikan umpan balik
langsung. Hal ini membuka kesempatan bagi pemangku kepentingan
untuk memonitor kualitas pelayanan, serta meningkatkan akuntabilitas
penyelenggara layanan publik.
Melalui domain atau ruang lingkup yang disediakan oleh sistem
pelayanan berbasis digital, pengalaman pengguna dapat ditingkatkan dan
kualitas pelayanan dapat ditingkatkan dalam pelayanan publik.

4.3 Kualitas Sistem Pelayanan Digital


Kualitas Sistem Pelayanan Digital mengacu pada evaluasi dan
penilaian terhadap sejauh mana sistem pelayanan berbasis digital memenuhi
standar dan harapan dalam memberikan layanan publik kepada masyarakat.
Kualitas ini melibatkan berbagai aspek, termasuk keandalan, ketersediaan,
kecepatan, keamanan, user interface yang intuitif, dan responsivitas terhadap
kebutuhan pengguna.
Kualitas sistem pelayanan digital merupakan faktor krusial dalam
menciptakan pengalaman yang baik bagi pengguna. Aspek pertama adalah
keandalan, yang menunjukkan sejauh mana sistem tersebut dapat beroperasi
dengan konsisten dan tanpa gangguan. Pengguna mengharapkan bahwa sistem
pelayanan digital dapat diakses dan digunakan setiap saat tanpa adanya
masalah teknis yang sering terjadi. Peneliti dan ahli telah menyampaikan
pendapat mereka terkait kualitas sistem pelayanan digital. Misalnya, menurut
Taleti et al. (2020), aspek keandalan sistem adalah faktor penting dalam
membangun kepercayaan dan memenuhi harapan pengguna terhadap
pelayanan digital. Keandalan ini meliputi ketersediaan sistem yang tinggi,

69
minim gangguan atau downtime, serta kemampuan untuk mengatasi masalah
teknis dengan cepat dan efektif.
Ketersediaan juga menjadi faktor penting, mengacu pada ketersediaan
sistem pelayanan digital dalam jangka waktu yang diinginkan oleh pengguna.
Sistem harus dapat diakses dengan mudah dan tidak mengalami downtime
yang berkepanjangan. Ketersediaan yang baik akan memberikan keyakinan
kepada pengguna bahwa mereka dapat mengakses layanan secara efektif dan
sesuai kebutuhan mereka.
Kecepatan menjadi faktor yang sangat penting dalam pengalaman
pengguna. Pengguna mengharapkan respons cepat dan waktu tunggu yang
minimal saat menggunakan sistem pelayanan digital. Keterlambatan atau
kinerja yang lambat dapat mempengaruhi persepsi pengguna terhadap kualitas
layanan. Pendapat lain dikemukakan oleh Mutamimah et al. (2019) yang
menyoroti pentingnya kecepatan dalam pelayanan digital. Pengguna
mengharapkan respons yang cepat dari sistem, termasuk waktu tanggap
terhadap permintaan atau pengaduan, proses verifikasi yang efisien, dan waktu
tunggu yang minimal.
Keamanan merupakan aspek yang sangat penting dalam sistem
pelayanan digital. Pengguna harus merasa aman dan percaya bahwa data
pribadi mereka terlindungi dengan baik dan tidak akan disalahgunakan.
Tindakan keamanan yang tepat harus diterapkan untuk melindungi informasi
pribadi dan transaksi pengguna dari akses yang tidak sah. Selain itu, Ahlan
dan Ahmad (2016) menekankan pentingnya keamanan dalam kualitas sistem
pelayanan digital. Keamanan data dan privasi pengguna harus dijaga dengan
baik, termasuk penerapan protokol keamanan yang kuat dan perlindungan
terhadap ancaman siber.
User interface (antarmuka pengguna) yang intuitif juga merupakan
faktor kunci dalam kualitas sistem pelayanan digital. Pengguna menginginkan
antarmuka yang mudah dipahami dan mudah digunakan tanpa memerlukan
panduan yang rumit. Desain antarmuka yang baik akan membantu pengguna
berinteraksi dengan sistem dengan nyaman dan efisien.
Responsivitas terhadap kebutuhan pengguna juga merupakan faktor
penting dalam kualitas sistem pelayanan digital. Sistem harus mampu
merespons kebutuhan dan permintaan pengguna dengan cepat dan efektif.
Pengguna mengharapkan tanggapan yang tepat waktu terhadap pertanyaan,
masukan, atau keluhan mereka.

70
Kualitas sistem pelayanan digital yang baik akan meningkatkan
kepuasan pengguna, membangun kepercayaan, dan mendorong adopsi yang
lebih luas. Dengan memperhatikan aspek-aspek kualitas tersebut, pemerintah
dan penyedia layanan dapat meningkatkan pengalaman pengguna dan
memastikan keberhasilan pelayanan publik berbasis digital.
Bercermin dari penjelasan diatas, maka penggunaan sistem pelayanan
berbasis digital dalam konteks pelayanan publik memiliki beberapa manfaat
yang signifikan, antara lain:
a) Peningkatan Aksesibilitas: Sistem pelayanan berbasis digital
memungkinkan masyarakat untuk mengakses layanan publik dengan lebih
mudah dan cepat, tanpa harus datang secara fisik ke kantor pelayanan.
Contohnya adalah pendaftaran online untuk kartu identitas penduduk atau
pemesanan online untuk layanan kesehatan.
b) Efisiensi dan Penghematan Biaya: Dengan sistem pelayanan berbasis
digital, proses administrasi dan transaksi dapat dilakukan secara otomatis,
mengurangi ketergantungan pada kertas dan pengolahan manual. Hal ini
dapat menghemat waktu dan biaya operasional, serta mempercepat proses
layanan kepada masyarakat. Sebagai contoh, penggunaan e-pajak yang
memungkinkan wajib pajak untuk melaporkan dan membayar pajak secara
online, mengurangi birokrasi yang rumit dan mengoptimalkan
pengumpulan pajak.
c) Peningkatan Kualitas Layanan: Sistem pelayanan berbasis digital
memungkinkan pengumpulan dan analisis data yang lebih baik, sehingga
pemerintah dapat memahami kebutuhan masyarakat secara lebih akurat.
Dengan informasi yang terkumpul, layanan publik dapat disesuaikan dan
ditingkatkan sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. Misalnya,
survei online yang memungkinkan masyarakat memberikan umpan balik
tentang kualitas pelayanan yang mereka terima.
d) Transparansi dan Akuntabilitas: Penggunaan sistem pelayanan berbasis
digital dapat meningkatkan transparansi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Informasi terkait layanan, kebijakan, dan data publik
dapat diakses oleh masyarakat secara luas. Contoh nyatanya adalah portal
informasi publik yang menyediakan akses terbuka terhadap anggaran
pemerintah, laporan keuangan, dan kebijakan yang sedang diterapkan.
e) Inovasi dan Kolaborasi: Dengan sistem pelayanan berbasis digital,
pemerintah dapat mengembangkan inovasi baru dalam pelayanan publik,

71
seperti penggunaan kecerdasan buatan (AI) atau blockchain. Selain itu,
kolaborasi antara pemangku kepentingan dapat ditingkatkan melalui
platform digital, memungkinkan partisipasi aktif masyarakat, akademisi,
dunia usaha, dan media dalam meningkatkan kualitas layanan publik.
Contoh contohnya adalah platform e-partisipasi yang memungkinkan
masyarakat memberikan masukan dan saran terkait kebijakan publik.
Dengan manfaat-manfaat ini, penggunaan sistem pelayanan berbasis
digital telah membawa transformasi signifikan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kualitas layanan
yang diberikan kepada masyarakat.

4.4 Bentuk-Bentuk Dari Sistem Pelayanan Digital


Sistem pelayanan digital mengacu pada penggunaan teknologi digital
untuk memberikan layanan publik yang lebih efisien dan mudah diakses.
Terdapat beberapa bentuk yang umum dari sistem pelayanan digital yang telah
dikembangkan dan diimplementasikan di berbagai negara.
Pertama, salah satu bentuk yang umum adalah aplikasi mobile atau
web-based yang memungkinkan masyarakat mengakses layanan publik
melalui perangkat seluler atau komputer. Melalui aplikasi ini, masyarakat
dapat melakukan berbagai aktivitas seperti pembayaran tagihan, pengajuan
dokumen, pendaftaran, dan melacak status permohonan mereka. Contohnya
adalah aplikasi e-KTP yang memungkinkan masyarakat mengajukan dan
memperpanjang Kartu Tanda Penduduk secara online.
Kedua, sistem pelayanan digital juga mencakup portal atau platform
online yang menyediakan informasi dan layanan publik dalam satu tempat.
Portal ini berfungsi sebagai pusat informasi yang komprehensif,
memungkinkan masyarakat untuk menemukan informasi tentang kebijakan
pemerintah, regulasi, program-program sosial, dan layanan publik lainnya.
Contoh portal semacam ini adalah portal pemerintah daerah yang memberikan
akses informasi terkait pelayanan publik, seperti pembuatan surat izin,
pengaduan masyarakat, dan layanan kesehatan.
Selain itu, sistem pelayanan digital juga dapat mencakup teknologi
self-service, di mana masyarakat dapat mengakses layanan publik tanpa
bantuan petugas. Contohnya adalah mesin pembayaran otomatis di instansi
pemerintah yang memungkinkan masyarakat membayar tagihan secara
mandiri tanpa perlu antri atau berinteraksi dengan petugas. Teknologi self-

72
service seperti ini meningkatkan efisiensi dan mengurangi waktu tunggu bagi
masyarakat.
Bentuk lain dari sistem pelayanan digital adalah integrasi data dan
layanan antar instansi pemerintah. Dalam hal ini, berbagai entitas pemerintah
berkolaborasi untuk mengintegrasikan data mereka sehingga masyarakat
dapat mengakses layanan lintas sektor dengan lebih mudah. Misalnya,
integrasi data antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan Dinas
Kesehatan memungkinkan pemantauan vaksinasi dan pelayanan kesehatan
yang lebih baik.
Jika dicermati lebih lanjut, berikut kelebihan dari masing-masing
bentuk sistem pelayanan digital adalah sebagai berikut:
1. Aplikasi mobile atau web-based:
− Kelebihan: Masyarakat dapat mengakses layanan publik kapan saja
dan di mana saja melalui perangkat seluler atau komputer. Prosesnya
lebih cepat dan tidak perlu antri di lokasi fisik. Aplikasi juga dapat
memberikan notifikasi dan update langsung kepada pengguna.
− Kelemahan: Membutuhkan akses internet yang stabil. Tidak semua
masyarakat memiliki perangkat seluler atau akses internet yang
memadai.
2. Portal atau platform online:
− Kelebihan: Memberikan akses informasi yang komprehensif
tentang layanan publik, kebijakan pemerintah, dan program
sosial dalam satu tempat. Memudahkan masyarakat untuk
mencari informasi yang dibutuhkan tanpa harus mengunjungi
berbagai sumber informasi yang terpisah.
− Kelemahan: Informasi yang disediakan harus terus diperbarui
agar tetap relevan. Dibutuhkan dukungan teknis yang memadai
untuk menjaga keberlanjutan dan keandalan portal.
3. Teknologi self-service:
− Kelebihan: Masyarakat dapat menggunakan layanan publik secara
mandiri tanpa perlu antri atau bergantung pada petugas. Menghemat
waktu dan meningkatkan efisiensi pelayanan.
− Kelemahan: Tidak semua masyarakat terbiasa atau mampu
menggunakan teknologi self-service. Dibutuhkan sosialisasi dan
edukasi agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi ini dengan
baik.

73
4. Integrasi data dan layanan antar instansi pemerintah:
− Kelebihan: Masyarakat dapat mengakses layanan lintas sektor dengan
lebih mudah dan cepat. Integrasi data memungkinkan pemantauan dan
pengambilan keputusan yang lebih baik.
− Kelemahan: Memerlukan kerjasama dan koordinasi antara berbagai
instansi pemerintah. Perlindungan data dan keamanan informasi harus
dijamin agar tidak terjadi penyalahgunaan.
Kesemuanya ini merupakan upaya untuk memanfaatkan teknologi
digital guna meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan kualitas pelayanan
publik. Dengan adopsi bentuk-bentuk ini, diharapkan masyarakat dapat lebih
mudah mengakses layanan publik, menghemat waktu dan biaya, serta
meningkatkan kepuasan mereka terhadap pelayanan yang diberikan. Namun,
kelemahan yang perlu diperhatikan adalah kesenjangan digital di masyarakat
dan perlunya pendekatan yang inklusif dalam implementasi sistem pelayanan
berbasis digital.

RINGKASAN :
Konsep dasar sistem pelayanan publik digital melibatkan penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas layanan publik. Tantangan yang dihadapi dalam implementasi sistem
pelayanan berbasis digital meliputi ketimpangan akses teknologi, keamanan
data, dan kurangnya kesadaran digital masyarakat. Namun, digitalisasi juga
memberikan manfaat yang signifikan, seperti peningkatan aksesibilitas,
responsivitas, dan transparansi dalam pelayanan publik. Domain sistem
pelayanan berbasis digital mencakup berbagai sektor, seperti pendidikan,
kesehatan, transportasi, dan administrasi kependudukan. Pentingnya kualitas
sistem pelayanan digital menjadi faktor utama dalam memberikan pengalaman
pengguna yang baik dan kepercayaan masyarakat. Bentuk-bentuk dari sistem
pelayanan digital dapat berupa aplikasi mobile, portal online, atau sistem
integrasi yang menghubungkan berbagai instansi pelayanan publik.

LATIHAN :
1) Jelaskan konsep dasar dari sistem pelayanan publik digital dan
bagaimana sistem ini berbeda dengan pelayanan publik tradisional?

74
2) Apa tantangan utama yang dihadapi dalam mengimplementasikan
sistem pelayanan berbasis digital dalam organisasi dan bagaimana
dampaknya terhadap efektivitas pelayanan publik?
3) Sebutkan beberapa manfaat dari penggunaan sistem pelayanan
berbasis digital dalam konteks pelayanan publik. Berikan contoh nyata
untuk mendukung jawaban Anda.
4) Bagaimana domain atau ruang lingkup sistem pelayanan berbasis
digital dapat mempengaruhi pengalaman pengguna dan kualitas
pelayanan yang diberikan? Berikan contoh konkrit.
5) Jelaskan berbagai bentuk sistem pelayanan digital yang dapat
diterapkan dalam konteks pelayanan publik. Apa keunggulan dan
kelemahan masing-masing bentuk tersebut?

Soal Pilihan Berganda:


1. Apa yang dimaksud dengan sistem pelayanan publik digital?
a. Penerapan teknologi digital dalam bisnis sektor publik
b. Pemberian pelayanan publik secara langsung melalui media digital
c. Konversi layanan publik tradisional menjadi format digital
d. Penggunaan data digital untuk mengoptimalkan kebijakan publik
2. Salah satu tantangan dalam sistem pelayanan berbasis digital adalah:
a. Kurangnya akses teknologi di masyarakat
b. Keterbatasan sumber daya manusia
c. Keamanan data yang rentan terhadap serangan siber
d. Semua jawaban benar
3. Manfaat utama dari sistem pelayanan berbasis digital adalah:
a. Peningkatan efisiensi dan penghematan biaya
b. Meningkatkan aksesibilitas layanan bagi masyarakat
c. Mempercepat proses pengambilan keputusan
d. Semua jawaban benar
4. Domain sistem pelayanan berbasis digital meliputi:
a. Pelayanan kesehatan digital
b. Pelayanan pendidikan digital
c. Pelayanan perizinan digital
d. Semua jawaban benar
5. Kualitas sistem pelayanan digital dapat diukur berdasarkan:
a. Kecepatan dan responsivitas layanan

75
b. Keamanan dan perlindungan data
c. Kemudahan penggunaan dan aksesibilitas
d. Semua jawaban benar
6. Bentuk sistem pelayanan digital yang dapat diterapkan meliputi:
a. Aplikasi seluler untuk pemesanan layanan
b. Chatbot otomatis untuk pertanyaan umum
c. Layanan pelayanan pelanggan berbasis AI
d. Semua jawaban benar
7. Salah satu kelemahan sistem pelayanan digital adalah:
a. Kurangnya interaksi manusia yang personal
b. Ketergantungan pada koneksi internet yang stabil
c. Potensi terjadinya pelanggaran privasi data
d. Semua jawaban benar
8. Konsep dasar dari sistem pelayanan publik digital adalah:
a. Memberikan layanan publik secara gratis
b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
c. Menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi dan
aksesibilitas layanan
d. Menggantikan pelayanan publik tradisional sepenuhnya
9. Tantangan dalam mengimplementasikan sistem pelayanan berbasis digital
meliputi:
a. Ketidakmampuan teknis dalam mengoperasikan sistem
b. Perubahan budaya dan resistensi terhadap perubahan
c. Keamanan data yang rentan terhadap serangan siber
d. Semua jawaban benar
10. Bentuk sistem pelayanan digital yang mungkin digunakan dalam
pelayanan kesehatan adalah:
a. Aplikasi untuk membuat janji temu dengan dokter
b. Pendaftaran pasien secara online
c. Telemedicine untuk konsultasi jarak jauh
d. Semua jawaban benar

Kunci jawaban : Soal Pilihan Berganda:


1. Jawaban c
2. Jawaban d
3. Jawaban d

76
4. Jawaban d
5. Jawaban d
6. Jawaban d
7. Jawaban d
8. Jawaban c
9. Jawaban d
10.Jawaban d

77
DAFTAR PUSTAKA
Ahlan, A. R., & Ahmad, N. (2016). E-Government service quality in the
context of developing countries: A case study of Indonesia.
Transforming Government: People, Process and Policy, 10(1), 92-117.
Aryanto, D. W., & Gunawan, A. (2019). Digitalisasi Layanan Publik dan
Pemberdayaan Masyarakat di Era Disrupsi Digital. Jurnal
Administrasi Publik (JAP), 4(1), 37-52
Chang, S. E. (2014). Design and implementation of mobile government
systems. In Mobile Government (pp. 1-10). Springer.
Dwivedi, Y. K., Rana, N. P., Jeyaraj, A., Clement, M., & Williams, M. D.
(2019). Re-examining the Unified Theory of Acceptance and Use of
Technology (UTAUT): Towards a Revised Theoretical Model.
Information Systems Frontiers, 21(3), 719-734.
Firdaus, A., Anshari, M., & Bustami, R. (2020). Citizen Relationship
Management (CRM) in Digital Government: A Conceptual Model.
Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 98(13),
2261-2271.
Gascó-Hernández, M., Córcoles-Jiménez, M. P., & Llopis-Taverner, J. (2020).
E-Government and E-Governance: A Model to Analyze the
Stakeholders' Engagement in the Co-Design of Public Services.
Frontiers in Psychology, 11, 1253.
Hanani, F., Mawarni, A. M., Zainuddin, N., & Helmi, A. (2019). Developing
a Framework for Digital Public Service Innovation in Local
Government. Journal of Information Systems and Digital
Technologies, 1(2), 50-61.
Karr, A. F. (2014). Analytics in health care and the life sciences: strategies,
implementation methods, and best practices. FT Press.
Lee, H., & Choi, J. (2011). The Impact of e-Government and the Digital
Divide on Taxation: An Empirical Analysis of the US and Korea. In
Proceedings of the 12th Annual International Conference on Digital
Government Research (pp. 165-174). ACM.
Linders, D. (2012). From e-government to we-government: Defining a
typology for citizen coproduction in the age of social media.
Government information quarterly, 29(4), 446-454.
Mutamimah, M., Masykuri, M., Akbar, A., & Imansyah, H. (2019). E-
government quality and its impact on trust in the government.

78
International Journal of Innovation, Creativity, and Change, 7(8), 55-
69.
Prihandoko, D. (2018). Peran Sistem Pelayanan Publik Digital pada
Pengelolaan Keuangan Daerah. Jurnal Perencanaan Pembangunan:
The Indonesian Journal of Development Planning, 2(2), 149-158.
Taleti, S., Dwivedi, Y. K., Rana, N. P., & Williams, M. D. (2020). Examining
the determinants of e-Government service quality using an integrated
IS success model: A citizen perspective. Government Information
Quarterly, 37(1), 101416.
Zhang, X., Hu, X., & Wu, S. (2020). Promoting Government's Public Service
Ability by Strengthening Digital Government Building—The Case of
China. Frontiers in Psychology, 11, 1107.

79
80
BAB V
APLIKASI SISTEM PELAYANAN DIGITAL DALAM
KERANGKA SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS
ELEKTRONIK (SPBE)

Pada bab ini akan dikupas terkait Pentingnya digitalisasi pelayanan


melalui SPBE dan Transformasi digital di dalam pemerintahan yang meliputi
: a. Birokrasi Pemerintahan di era IR 4.0, b.Transformasi Birokrasi
Pemerintahan berbasis TIK, c. Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi
Birokrasi pemerintahan.
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang selanjutnya disingkat
SPBE adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada Pengguna
SPBE. Tata Kelola SPBE adalah kerangka kerja yang memastikan
terlaksananya pengaturan, pengarahan, dan pengendalian dalam penerapan
SPBE secara terpadu.
Manajemen SPBE adalah serangkaian proses untuk mencapai
penerapan SPBE yang efektif, efisien, dan berkesinambungan, serta layanan
SPBE yang berkualitas. Layanan SPBE adalah keluaran yang dihasilkan oleh
1 (satu) atau beberapa fungsi aplikasi SPBE dan yang memiliki nilai manfaat.
Rencana Induk SPBE Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan
SPBE secara nasional untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Arsitektur
SPBE adalah kerangka dasar yang mendeskripsikan integrasi proses bisnis,
data dan informasi, infrastruktur SPBE, aplikasi SPBE, dan keamanan SPBE
untuk menghasilkan layanan SPBE yang terintegrasi.
Arsitektur SPBE Pemerintah Daerah adalah Arsitektur SPBE yang
diterapkan di pemerintah daerah. Proses Bisnis adalah sekumpulan kegiatan
yang terstruktur dan saling terkait dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pusat dan pemerintah daerah masing-masing. Infrastruktur SPBE adalah
semua perangkat keras, perangkat lunak, dan fasilitas yang menjadi penunjang
utama untuk menjalankan sistem, aplikasi, komunikasi data, pengolahan dan
penyimpanan data, perangkat integrasi/penghubung, dan perangkat elektronik
lainnya.
Aplikasi SPBE adalah satu atau sekumpulan program komputer dan
prosedur yang dirancang untuk melakukan tugas atau fungsi Layanan SPBE.
Aplikasi Umum adalah Aplikasi SPBE yang sama, standar, dan digunakan

81
secara bagi pakai oleh instansi pusat dan/atau pemerintah daerah. Aplikasi
Khusus adalah Aplikasi SPBE yang dibangun, dikembangkan, digunakan, dan
dikelola oleh instansi pusat atau pemerintah daerah tertentu untuk memenuhi
kebutuhan khusus yang bukan kebutuhan instansi pusat dan pemerintah daerah
lain.
Kearnanan SPBE adalah pengendalian keamanan yang terpadu dalam
SPBE. Audit Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah proses yang
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif terhadap
aset teknologi informasi dan komunikasi dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara teknologi informasi dan komunikasi dengan kriteria
dan/atau standar yang telah ditetapkan. Pengguna SPBE adalah instansi pusat,
pemerintah daerah, pegawai Aparatur Sipil Negara, perorangan, masyarakat,
pelaku usaha, dan pihak lain yang memanfaatkan Layanan SPBE. SPBE
dilaksanakan dengan prinsip: efektivitas; keterpaduan; kesinambungan;
efisiensi; akuntabilitas; interoperabilitas; dan keamanan.
Unsur-unsur SPBE meliputi: Rencana Induk SPBE Nasional;
Arsitektur SPBE; Peta Rencana SPBE; rencana dan anggaran SPBE; Proses
Bisnis; data dan informasi; Infrastruktur SPBE; Aplikasi SPBE; Keamanan
SPBE; dan Layanan SPBE. Penyusunan Proses Bisnis bertujuan untuk
memberikan pedoman dalam penggunaan data dan informasi serta penerapan
Aplikasi SPBE, Keamanan SPBE, dan Layanan SPBE. Setiap Instansi Pusat
menyusun Proses Bisnis berdasarkan pada Arsitektur SPBE Instansi Pusat.
Setiap Pemerintah Daerah menyusun Proses Bisnis berdasarkan pada
Arsitektur SPBE Pemerintah Daerah. Manajemen aset teknologi informasi
dan komunikasi bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan optimalisasi
pemanfaatan aset teknologi informasi dan komunikasi dalam SPBE.
Manajemen aset teknologi informasi dan komunikasi dilakukan melalui
serangkaian proses perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan penghapusan
perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam SPBE.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah Manajemen Sumber Daya
Manusia : Manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk menjamin
keberlangsungan dan peningkatan mutu layanan dalam SPBE. Manajemen
sumber daya manusia dilakukan melalui serangkaian proses perencanaan,
pengembangan, pembinaan, dan pendayagunaan sumber daya manusia dalam
SPBE.

82
5.1 Birokrasi Pemerintahan di era IR 4.0.
Birokrasi telah menjadi bagian penting dari struktur pemerintahan di
berbagai negara selama berabad-abad. Konsep birokrasi muncul pada abad ke-
18 dan terus mengalami perkembangan hingga saat ini. Namun, dengan
munculnya era Revolusi Industri 4.0, konsep birokrasi juga harus beradaptasi
dengan perubahan zaman dan teknologi. Dalam tulisan ini, kita akan
menjelajahi perkembangan konsep birokrasi sejak awal diluncurkan hingga
era Revolusi Industri 4.0, serta bagaimana seharusnya birokrasi pemerintahan
dijalankan di era ini.
Pada awalnya, konsep birokrasi dikembangkan oleh Max Weber pada
abad ke-19. Weber menggambarkan birokrasi sebagai sistem yang terdiri dari
aturan yang rasional, hierarki struktural, tugas yang terbagi-bagi, dan kriteria
seleksi yang objektif. Birokrasi pada saat itu dirancang untuk mencapai
efisiensi, kepastian, dan pengambilan keputusan yang rasional dalam
menjalankan pemerintahan.
Seiring berjalannya waktu, birokrasi mengalami perubahan dan
adaptasi. Pada era Revolusi Industri 2.0 dan 3.0, terjadi kemajuan dalam
teknologi dan komunikasi yang memengaruhi cara birokrasi beroperasi.
Penggunaan mesin dan komputer mengubah cara pengolahan data dan
administrasi dilakukan, mempercepat proses dan mengurangi ketergantungan
pada pekerjaan manual.
Sekarang, dengan hadirnya era Revolusi Industri 4.0, birokrasi perlu
menghadapi tantangan baru yang dihadirkan oleh teknologi digital dan
kecerdasan buatan. Birokrasi harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini
untuk tetap relevan dan efisien dalam menghadapi tuntutan masyarakat yang
semakin kompleks.
Dalam era Revolusi Industri 4.0, birokrasi pemerintahan seharusnya
dijalankan dengan pendekatan yang lebih terbuka, responsif, dan inovatif.
Pemerintah perlu memanfaatkan teknologi digital untuk mempercepat proses
administrasi dan pengambilan keputusan. Penggunaan kecerdasan buatan dan
analisis data dapat membantu birokrasi dalam mengidentifikasi kebutuhan
masyarakat secara lebih akurat dan merancang kebijakan yang lebih efektif.
Selain itu, birokrasi juga harus lebih terhubung dan terintegrasi secara
digital dengan berbagai lembaga dan sektor lainnya. Kolaborasi antarinstansi
dan pertukaran data yang terstandarisasi dapat mempercepat pelayanan publik
dan meningkatkan kualitas kebijakan yang dihasilkan. Birokrasi juga harus

83
memastikan keamanan data dan privasi warga negara dalam penggunaan
teknologi, sehingga tercipta kepercayaan yang tinggi dari masyarakat terhadap
pemerintahan.
Di era Revolusi Industri 4.0, birokrasi juga harus mampu beradaptasi
dengan perubahan yang cepat. Kemampuan untuk berinovasi, belajar, dan
beradaptasi dengan perkembangan teknologi baru menjadi kunci keberhasilan.
Pemerintah perlu menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas dan
kolaborasi di kalangan birokrat, serta memberikan pelatihan dan
pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan
baru.
Berikut perbandingan Birokrasi di Era Revolusi Industri 1.0 sd 4.0:
perkembangan konsep birokrasi dari awal hingga kini. Birokrasi adalah
sistem administrasi pemerintahan yang memiliki peran sentral dalam
menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan publik. Konsep
birokrasi telah mengalami perkembangan signifikan sejak awal diperkenalkan
hingga era Revolusi Industri 4.0. Perkembangan tersebut mencerminkan
transformasi masyarakat dan teknologi yang terus berkembang.
a). Era Revolusi Industri 1.0:
Pada era Revolusi Industri 1.0, birokrasi memiliki ciri-ciri utama berupa
sentralisasi kekuasaan, hierarki yang kuat, dan prosedur yang rigid. Tujuan
utama birokrasi pada saat itu adalah efisiensi dan kendali yang ketat terhadap
kegiatan administrasi. Birokrasi pada era ini bersifat manual, dengan
penggunaan dokumen fisik sebagai alat komunikasi dan penyimpanan data.
b). Era Revolusi Industri 2.0:
Era Revolusi Industri 2.0 ditandai dengan kemajuan teknologi, terutama
dengan ditemukannya listrik dan mesin. Pada era ini, birokrasi mengalami
beberapa perubahan, termasuk penggunaan mesin hitung dan mesin tik untuk
mempercepat proses administrasi. Meskipun demikian, struktur birokrasi dan
karakteristik utamanya masih relatif tidak berubah.
c). Era Revolusi Industri 3.0:
Era Revolusi Industri 3.0 ditandai oleh perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK). Birokrasi pada era ini mulai mengalami
perubahan signifikan dengan munculnya penggunaan komputer dan sistem
basis data. Penggunaan komputer memungkinkan otomatisasi tugas-tugas
rutin dan penyimpanan data digital. Birokrasi pada era ini lebih efisien dan
fleksibel dibandingkan dengan era sebelumnya.

84
d). Era Revolusi Industri 4.0:
Era Revolusi Industri 4.0, atau dikenal juga sebagai Revolusi Industri
4.0, menandai perkembangan teknologi digital yang canggih seperti
kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), big data, dan komputasi awan.
Perkembangan ini memberikan dampak signifikan pada konsep birokrasi
pemerintahan. Beberapa perubahan utama adalah sebagai berikut:
− Digitalisasi: Birokrasi menggunakan teknologi digital untuk mendukung
proses administrasi, seperti penggunaan sistem informasi terintegrasi,
basis data terpusat, dan pemanfaatan teknologi IoT.
− Keterbukaan: Terdapat kebutuhan untuk birokrasi yang lebih terbuka dan
transparan, di mana data dan informasi dapat diakses oleh publik secara
mudah.
− Pelayanan publik yang responsif: Dengan adanya teknologi yang
canggih, birokrasi dapat memberikan pelayanan publik yang lebih
responsif dan efektif, termasuk melalui penggunaan chatbot, layanan
online, dan aplikasi mobile.
− Kolaborasi: Era Industri 4.0 mendorong kolaborasi antarinstansi
pemerintah dan sektor swasta untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas
pelayanan publik.
− Tabel Perbandingan Evolusi Birokrasi Pemerintahan dari Era Industri 1.0
hingga 4.0:
Gambaraan mengenai perbandingan tersebut diatas dapat dilihat pada
tabel 5.1.
Tabel 5.1 ini memberikan gambaran perbandingan evolusi birokrasi
pemerintahan dari era Industri 1.0 hingga 4.0, meliputi ciri-ciri utama
birokrasi dan teknologi yang digunakan pada setiap era tersebut.
Perkembangan teknologi digital dalam era Industri 4.0 memberikan dampak
besar pada transformasi birokrasi pemerintahan saat ini, memungkinkan
adanya sistem yang lebih efisien, responsif, terbuka, dan kolaboratif dalam
menyediakan pelayanan publik.

85
Tabel 5.1 Perbandingan Evolusi Birokrasi Pemerintahan di Era Revolusi
Indusri 1.0 sd Revolusi Industri 4.0
No Era Revolusi Ciri-ciri utama Teknologi yang
Industri Birokrasi digunakan
1. Revolusi Industri Sentralisasi, hierarki Dokumen fisik,
1.0 kuat, rigid komunikasi manual
2. Revolusi Industri Perkembangan Mesin hitung, mesin
2.0 teknologi mesin ketik
3. Revolusi Industri Perkembangan Komputer, sistem
3.0 teknologi informasi basis data
4. Revolusi Industri Digitalisasi, Kecerdasan buatan,
4.0 keterbukaan, IOT, Big Data,
kolaborasi Komputasi Awan
Sumber : diolah dari berbagai sumber

Sebagai kesimpulan, perkembangan konsep birokrasi telah mengalami


evolusi sejak awal diluncurkan hingga era Revolusi Industri 4.0. Di era ini,
birokrasi pemerintahan harus mengadopsi teknologi digital, kecerdasan
buatan, dan kolaborasi lintas sektor untuk mencapai efisiensi, responsivitas,
dan kepastian yang lebih baik dalam pelayanan publik. Dengan mengambil
langkah-langkah ini, birokrasi dapat memainkan peran yang lebih efektif
dalam memajukan pembangunan masyarakat di era Revolusi Industri 4.0.

5.2 Transformasi Birokrasi Pemerintahan berbasis TIK


Transformasi berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
telah membawa perubahan besar dalam berbagai sektor, termasuk sektor
pemerintahan. Dalam konteks ini, birokrasi dan transformasi pemerintahan
berbasis TIK memiliki keterkaitan yang erat. Birokrasi adalah sistem
administrasi pemerintahan yang berfungsi sebagai landasan untuk
pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Sementara itu,
transformasi pemerintahan berbasis TIK melibatkan penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan
pelayanan publik.
Penerapan TIK dalam birokrasi dapat membawa dampak signifikan
dalam meningkatkan efisiensi administrasi pemerintahan. Melalui penerapan
sistem informasi berbasis komputer, proses administrasi seperti pengelolaan

86
data, pengolahan informasi, dan pelaporan dapat dilakukan dengan lebih cepat
dan akurat. Selain itu, dengan adanya platform digital, komunikasi antara
berbagai unit pemerintahan juga dapat ditingkatkan, memungkinkan
kolaborasi yang lebih efektif.
Transformasi pemerintahan berbasis TIK seharusnya dijalankan
dengan strategi yang komprehensif. Pertama, pemerintah perlu membangun
infrastruktur teknologi yang andal dan terjangkau, seperti jaringan internet
yang cepat dan luas, serta sistem komputer yang memadai. Kemudian, penting
untuk mengembangkan kebijakan dan regulasi yang mendukung penggunaan
TIK dalam birokrasi. Hal ini melibatkan perlindungan data pribadi, keamanan
siber, dan aksesibilitas bagi semua warga negara.
Selain itu, pemerintah perlu memberikan pelatihan dan pendidikan
yang memadai kepada pegawai birokrasi untuk mengembangkan keterampilan
TIK. Dengan memastikan bahwa pegawai pemerintah memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan, implementasi TIK dapat berjalan lancar
dan efektif.
Kebutuhan pelatihan dalam mengembangkan keterampilan TIK di
kalangan pegawai birokrasi sangat penting mengingat perbedaan karakteristik
dan penerimaan teknologi yang berbeda antara generasi pegawai
pemerintahan. Berikut adalah kaitan antara kebutuhan pelatihan dan
perkembangan generasi pegawai di lingkungan pemerintahan:
a) Generasi Baby Boomers:Generasi Baby Boomers umumnya lahir
antara tahun 1946 hingga 1964. Mereka adalah generasi yang
mengalami perubahan teknologi yang signifikan selama masa kerja
mereka. Karena mereka tumbuh pada era yang sebagian besar belum
menggunakan teknologi digital, mereka mungkin membutuhkan
pelatihan intensif dalam mengadopsi dan menggunakan teknologi
TIK. Pemerintah perlu memberikan pendekatan yang lebih terarah dan
mendalam dalam memberikan pelatihan kepada generasi Baby
Boomers agar mereka dapat memahami dan menguasai teknologi TIK
dengan baik.
b) Generasi X, yang lahir antara tahun 1965 hingga 1980, mengalami
perkembangan teknologi seperti komputer dan Internet selama masa
kerja mereka.
Meskipun mereka memiliki pengetahuan dasar tentang TIK,
ada bagian dari generasi X yang masih membutuhkan peningkatan

87
pemahaman tentang perkembangan teknologi terbaru serta
keterampilan yang diperlukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan
TIK dalam konteks birokrasi. Untuk kasus di Indonesia, terdapat
sebagian generasi X yang relatif kurang akrab dengan teknologi atau
disebut "gaptek" (gagap teknologi). Namun, ada juga sebagian
generasi X yang telah mengadopsi perkembangan teknologi dengan
baik.
Pelatihan yang tepat bagi generasi X di Indonesia dapat
difokuskan pada aspek-aspek seperti keamanan siber, analisis data, dan
kolaborasi menggunakan teknologi digital. Pelatihan ini dapat
membantu generasi X untuk memperoleh keterampilan yang lebih
mendalam dalam menghadapi tantangan dan peluang yang disajikan
oleh era Industri 4.0. Dalam konteks birokrasi pemerintahan, pelatihan
tersebut dapat membantu mereka mengintegrasikan teknologi dengan
efektif dalam proses kerja, meningkatkan efisiensi, dan memberikan
layanan publik yang lebih baik kepada masyarakat.
Pemerintah dapat memainkan peran penting dalam
menyediakan program pelatihan yang relevan dan terjangkau bagi
generasi X. Dalam hal ini, perlu dilakukan pendekatan yang sensitif
terhadap perbedaan tingkat keterampilan dan pemahaman tentang
teknologi di antara generasi X. Dengan cara ini, pemerintah dapat
membantu generasi X yang masih gaptek dalam mengatasi hambatan
teknologi dan meningkatkan partisipasi mereka dalam transformasi
digital di sektor birokrasi.
c) Generasi Y (Millennials): Generasi Y, yang lahir antara tahun 1981
hingga 1996, adalah generasi yang tumbuh bersama dengan kemajuan
teknologi yang pesat. Mereka cenderung memiliki pemahaman yang
lebih baik tentang TIK dibandingkan generasi sebelumnya. Namun,
pelatihan tetap penting untuk membantu generasi Y dalam mengasah
keterampilan TIK yang lebih spesifik, seperti penggunaan platform
media sosial, analisis data lanjutan, dan keahlian dalam beradaptasi
dengan teknologi yang terus berkembang.
d) Generasi Z: Generasi Z, yang lahir setelah tahun 1997, adalah generasi
yang tumbuh dalam lingkungan yang sepenuhnya terhubung dengan
teknologi digital. Mereka umumnya memiliki pemahaman dan
keterampilan teknologi yang lebih tinggi dibandingkan generasi

88
sebelumnya. Pelatihan bagi generasi Z dapat difokuskan pada
pemanfaatan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan, Internet of
Things, dan analisis big data.
Selanjutnya, jika dicermati bahwa keterkaitan antara transformasi
pemerintahan berbasis TIK dengan penerapan Sistem Pelayanan Berbasis
Elektronik (SPBE) di Indonesia sangat erat. SPBE merupakan upaya
pemerintah Indonesia untuk menerapkan TIK dalam penyediaan pelayanan
publik. Dengan adanya SPBE, masyarakat dapat mengakses berbagai layanan
pemerintah secara online, mengurangi birokrasi yang rumit dan mempercepat
proses administrasi.
Namun, penerapan SPBE juga memiliki implikasi yang perlu
diperhatikan. Pertama, ada tantangan terkait keamanan data dan privasi.
Pemerintah harus memastikan bahwa infrastruktur TIK yang digunakan aman
dan terlindungi dari serangan siber. Selain itu, aksesibilitas menjadi isu
penting dalam penerapan SPBE. Tidak semua lapisan masyarakat memiliki
akses yang sama terhadap teknologi, sehingga penting untuk memastikan
bahwa tidak ada kelompok yang tertinggal dalam akses dan penggunaan
SPBE.
Secara keseluruhan, transformasi pemerintahan berbasis TIK
menawarkan peluang besar untuk meningkatkan kinerja birokrasi dan
pelayanan publik. Namun, hal ini membutuhkan strategi yang matang,
investasi yang tepat dalam infrastruktur dan sumber daya manusia, serta
pengelolaan risiko yang baik. Dengan penerapan yang efektif, transformasi
berbasis TIK dapat membawa perubahan positif dalam pemerintahan dan
memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.

5.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Transformasi Birokrasi


Pemerintahan.
Transformasi birokrasi pemerintahan merupakan upaya untuk
mengubah dan meningkatkan kinerja birokrasi guna mencapai tujuan efisiensi,
transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan publik yang lebih baik. Namun,
keberhasilan atau kegagalan transformasi birokrasi pemerintahan dipengaruhi
oleh beberapa faktor kunci. Faktor-faktor ini mencakup aspek kelembagaan,
budaya organisasi, kebijakan publik, dukungan politik, dan ketersediaan
sumber daya.

89
− Pertama, faktor kelembagaan memainkan peran penting dalam
transformasi birokrasi pemerintahan. Struktur organisasi yang jelas,
peraturan yang komprehensif, dan pembagian tugas yang efisien
sangat diperlukan untuk mencapai transformasi yang sukses.
Misalnya, di Singapura, Government Technology Agency (GovTech)
didirikan sebagai lembaga khusus yang bertanggung jawab atas
transformasi digital pemerintahan. Keberadaan lembaga semacam ini
membantu memastikan fokus dan koordinasi yang lebih baik dalam
proses transformasi.
− Kedua, budaya organisasi juga menjadi faktor kunci. Birokrasi yang
terjebak dalam rutinitas, resistensi terhadap perubahan, dan
keengganan untuk mengadopsi inovasi teknologi dapat menghambat
transformasi birokrasi. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan
budaya organisasi yang mendorong kolaborasi, eksperimen, dan
pengembangan kemampuan digital. Contohnya, di Estonia, penerapan
e-Government berhasil karena budaya inovatif dan sikap terbuka
pemerintahan terhadap teknologi baru.
− Ketiga, keberhasilan transformasi birokrasi pemerintahan juga
dipengaruhi oleh kebijakan publik yang mendukung. Kebijakan yang
memfasilitasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK),
menciptakan regulasi yang mendukung privasi dan keamanan data,
serta memberikan insentif bagi inovasi dapat mempercepat
transformasi. Contoh positif adalah Korea Selatan, yang menerapkan
kebijakan yang kuat dalam mendukung transformasi pemerintahan
digital, termasuk pembentukan Kementerian Keamanan Publik dan
Kebijakan Teknologi Informasi.
− Keempat, dukungan politik yang kuat sangat penting dalam
mendorong transformasi birokrasi pemerintahan. Tanpa adanya
komitmen dan kepemimpinan yang kuat dari pemerintah dan
pemimpin politik, transformasi sulit dilaksanakan secara efektif.
Negara seperti Selandia Baru dan Britania Raya menunjukkan contoh
di mana dukungan politik yang kuat menjadi faktor kunci dalam
keberhasilan transformasi birokrasi pemerintahan.
− Terakhir, ketersediaan sumber daya, baik secara finansial maupun
manusia, mempengaruhi kemampuan birokrasi untuk melakukan
transformasi. Investasi yang cukup dalam infrastruktur teknologi,

90
pelatihan pegawai pemerintah, dan pengembangan kapasitas
organisasi sangat penting. Sebagai contoh, di India, program Digital
India berhasil membawa transformasi birokrasi dengan
mengalokasikan dana yang signifikan untuk pengembangan
infrastruktur digital dan pelatihan pegawai pemerintah.
Di Indonesia, transformasi birokrasi pemerintahan juga sedang berlangsung
dengan inisiatif seperti Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Namun, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, seperti kompleksitas
regulasi, keterbatasan anggaran, resistensi terhadap perubahan, dan
kesenjangan digital antar wilayah. Keberhasilan transformasi birokrasi
pemerintahan di Indonesia sangat tergantung pada upaya pengatasi faktor-
faktor tersebut melalui kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor
swasta.
Secara keseluruhan, faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi
birokrasi pemerintahan meliputi aspek kelembagaan, budaya organisasi,
kebijakan publik, dukungan politik, dan ketersediaan sumber daya.
Keberhasilan transformasi tergantung pada bagaimana faktor-faktor tersebut
dikelola dan dikombinasikan secara holistik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi birokrasi
pemerintahan juga berlaku di negara-negara yang lebih maju. Meskipun
negara-negara tersebut telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam
transformasi birokrasi, mereka masih menghadapi tantangan dan perlu terus
mengelola faktor-faktor tersebut dengan baik. Berikut adalah gambaran
tentang kondisi di beberapa negara yang sudah lebih maju:
a) Singapura: Singapura diakui sebagai salah satu negara dengan
birokrasi yang efisien dan inovatif. Keberhasilan transformasi
birokrasi pemerintahan di Singapura dapat dikaitkan dengan faktor
kelembagaan yang kuat, budaya organisasi yang inovatif, kebijakan
publik yang progresif, dukungan politik yang kuat, dan investasi
sumber daya yang signifikan. Singapura terus berupaya meningkatkan
transformasinya dengan menerapkan solusi digital yang canggih dan
memperkuat kolaborasi antara sektor publik dan swasta.
b) Estonia: Estonia telah mencapai prestasi luar biasa dalam transformasi
pemerintahan berbasis TIK. Negara ini telah berhasil membangun
sistem e-Government yang sangat terintegrasi dan memanfaatkan
teknologi untuk memberikan layanan publik yang efisien. Faktor-

91
faktor keberhasilan Estonia meliputi budaya organisasi yang inovatif,
kebijakan publik yang mendukung, serta fokus pada keamanan dan
privasi data. Selain itu, dukungan politik yang kuat dan investasi dalam
sumber daya manusia dan teknologi juga berperan penting.
c) Korea Selatan: Korea Selatan adalah salah satu negara yang telah
mengadopsi transformasi pemerintahan berbasis TIK dengan sukses.
Negara ini memiliki kebijakan yang kuat dalam mendorong
transformasi digital pemerintahan, termasuk pembentukan lembaga
khusus dan pengembangan infrastruktur teknologi yang kuat. Faktor-
faktor yang berperan penting dalam keberhasilan transformasi di
Korea Selatan meliputi kelembagaan yang efektif, dukungan politik
yang kuat, dan investasi yang signifikan dalam sumber daya manusia
dan teknologi.
Dalam konteks Indonesia, negara-negara maju ini dapat menjadi
sumber inspirasi dan pembelajaran dalam mengelola faktor-faktor
transformasi birokrasi pemerintahan. Namun, setiap negara memiliki konteks
dan tantangan yang unik, sehingga penting untuk memahami kondisi dan
kebutuhan lokal dalam menerapkan strategi transformasi yang efektif.
Melalui pembelajaran dari negara-negara lain dan penyesuaian dengan
konteks Indonesia, diharapkan transformasi birokrasi pemerintahan dapat
memperbaiki kinerja birokrasi, meningkatkan pelayanan publik, dan
menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih efisien dan transparan.

RINGKASAN :
Birokrasi pemerintahan harus beradaptasi dengan era Industri 4.0 dan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan. SPBE merupakan
penyelenggaraan pemerintahan yang menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi untuk memberikan layanan kepada pengguna. Tata kelola SPBE,
manajemen SPBE, dan rencana induk SPBE Nasional adalah beberapa elemen
yang penting dalam implementasi SPBE. Arsitektur SPBE dan aplikasi SPBE
juga menjadi bagian yang penting dalam menciptakan layanan SPBE yang
terintegrasi. Keamanan SPBE dan audit teknologi informasi dan komunikasi
juga perlu diperhatikan dalam menjaga keamanan data dan privasi warga.
Selain itu, transformasi birokrasi pemerintahan di era Industri 4.0 perlu
dilakukan dengan pendekatan yang terbuka, responsif, dan inovatif.

92
Penggunaan teknologi digital, kecerdasan buatan, dan analisis data dapat
mempercepat proses administrasi dan pengambilan keputusan. Kolaborasi
antarinstansi dan pertukaran data yang terstandarisasi juga dapat
meningkatkan pelayanan publik. Birokrasi harus mampu beradaptasi dengan
perubahan yang cepat dan menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi
dan pembelajaran.

LATIHAN
1) Bagaimana perkembangan konsep birokrasi dari awal diluncurkan hingga
era Revolusi Industri 4.0? Apa saja perubahan utama yang terjadi dalam
birokrasi selama periode ini?
2) Bagaimana seharusnya birokrasi pemerintahan dijalankan di era Revolusi
Industri 4.0? Apa saja pendekatan dan strategi yang diperlukan untuk
memastikan efisiensi, responsivitas, dan kepastian dalam pelayanan
publik?
3) Mengapa faktor kelembagaan dianggap penting dalam transformasi
birokrasi pemerintahan? Berikan contoh negara yang telah berhasil
memanfaatkan faktor kelembagaan dalam mencapai transformasi yang
sukses.
4) Jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi transformasi birokrasi
pemerintahan dan bagaimana faktor-faktor tersebut saling berinteraksi
dalam mencapai keberhasilan transformasi?
5) Bagaimana transformasi pemerintahan berbasis TIK dapat meningkatkan
efisiensi administrasi pemerintahan dan pelayanan publik? Jelaskan
strategi yang diperlukan untuk menerapkan transformasi ini secara efektif.

Soal Pilihan Berganda :


1. Era Revolusi Industri 4.0 ditandai oleh perkembangan teknologi berikut,
kecuali:
a) Kecerdasan buatan
b) Internet of Things (IoT)
c) Big data
d) Mesin hitung dan mesin tik
2. Perubahan utama dalam birokrasi pemerintahan di era Revolusi Industri 4.0
adalah:
a) Sentralisasi kekuasaan dan hierarki yang kuat

93
b) Penggunaan komputer dan sistem basis data
c) Rigiditas dalam prosedur administrasi
d) Penggunaan dokumen fisik sebagai alat komunikasi
3. Pendekatan yang diperlukan dalam menjalankan birokrasi pemerintahan di
era Revolusi Industri 4.0 adalah:
a) Sentralisasi kekuasaan dan keterbukaan yang terbatas
b) Responsivitas dan kepastian yang rendah dalam pelayanan publik
c) Kolaborasi antarinstansi pemerintah dan sektor swasta
d) Penggunaan teknologi mesin tik dalam administrasi
4. Tujuan utama birokrasi pada era Revolusi Industri 1.0 adalah:
a) Responsivitas dan efektivitas dalam pelayanan publik
b) Penggunaan teknologi digital dalam proses administrasi
c) Efisiensi dan kendali yang ketat terhadap kegiatan administrasi
d) Penggunaan kecerdasan buatan untuk pengambilan keputusan
5. Faktor apa yang memainkan peran penting dalam transformasi birokrasi
pemerintahan?
a. Faktor kelembagaan
b. Faktor ekonomi
c. Faktor sosial
d. Faktor budaya
6. Budaya organisasi yang terjebak dalam rutinitas, resistensi terhadap
perubahan, dan keengganan untuk mengadopsi inovasi teknologi dapat
menghambat transformasi birokrasi pemerintahan. Hal ini menunjukkan
pentingnya faktor:
a. Faktor politik
b. Faktor kelembagaan
c. Faktor budaya organisasi
d. Faktor sumber daya
7. Dukungan politik yang kuat menjadi faktor kunci dalam keberhasilan
transformasi birokrasi pemerintahan. Negara mana yang menunjukkan
contoh di mana dukungan politik yang kuat menjadi faktor kunci dalam
keberhasilan transformasi birokrasi pemerintahan?
a. Selandia Baru
b. Britania Raya
c. Singapura
d. Korea Selatan

94
8. Generasi Baby Boomers membutuhkan pelatihan intensif dalam
mengadopsi dan menggunakan teknologi TIK karena:
a. Mereka tumbuh pada era yang belum menggunakan teknologi digital
secara luas.
b. Mereka memiliki pengetahuan dasar tentang TIK, tetapi masih
membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam.
c. Mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang TIK
dibandingkan generasi sebelumnya.
d. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang sepenuhnya terhubung dengan
teknologi digital.
9. Generasi X di Indonesia yang kurang akrab dengan teknologi atau "gaptek"
memerlukan pelatihan dalam aspek-aspek berikut, KECUALI:
a. Keamanan siber
b. Analisis data
c. Kolaborasi menggunakan teknologi digital
d. Penggunaan platform media sosial
10. Generasi Y (Millennials) membutuhkan pelatihan dalam mengasah
keterampilan TIK yang lebih spesifik, KECUALI:
a. Penggunaan platform media sosial
b. Analisis data lanjutan
c. Keahlian dalam beradaptasi dengan teknologi yang terus berkembang
d. Pemanfaatan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan

Jawaban Soal Pilihan Berganda :


1. Jawaban d. Mesin hitung dan mesin tik
2. Jawaban b. Penggunaan komputer dan sistem basis data
3. Jawaban c. Kolaborasi antarinstansi pemerintah dan sektor swasta
4. Jawaban c. Efisiensi dan kendali yang ketat terhadap kegiatan administrasi
5. Jawaban: a. Faktor kelembagaan
6. Jawaban: c. Faktor budaya organisasi
7. Jawaban: a. Selandia Baru
8. Jawaban: a. Mereka tumbuh pada era yang belum menggunakan teknologi
digital secara luas.
9. Jawaban: d. Penggunaan platform media sosial
10. Jawaban: d Pemanfaatan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan

95
DAFTAR PUSTAKA :

Faedlulloh, D., Maarif, S., Meutia, I. F., Yulianti, D. (2020). Birokrasi Dan
Revolusi Industri 4.0: Mencegah Smart Asn Menjadi Mitos Dalam
Agenda Reformasi Birokrasi Indonesia. j. borneo adm., 3(16), 313-
336. https://doi.org/10.24258/jba.v16i3.736
Herzegovina, S. M. H., Edwinarta, C. D., Fauzia, M. E. (2022). Implikasi
Pembangunan Zona Integritas Dalam Reformasi Birokrasi Pelayanan
Keimigrasian Pada Kantor Imigrasi Tanjung Perak. Mediasosian, 2(6),
277. https://doi.org/10.30737/mediasosian.v6i2.3181.
Usman, J. (2011). Manajemen Birokrasi Profesional Dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik. otoritas, 2(1). https://doi.org/10.26618/ojip.v1i2.24
Warman, N. N. S., Syamsir, N. S., Maldini, N. M., Nurhasanah, N. O.,
Oktariandani, N. N. R., Syafikruzi, N. I. H. (2022). Implementasi
Inovasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik (Spbe) DI Kota Pekanbaru. MATEANDRAU,
2(1), 132-148. https://doi.org/10.55606/mateandrau.v1i2.161
Wulandari, D., Mulyana, R., Mulyana, R. (2021). Perancangan Enterprise
Architecture Layanan Spbe (E-government) DI Lingkungan Pemkab
Sukabumi. JURTEKSI, 1(8), 19-26.
https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.1204
Cek Kembali referensi berikut ini :
Jilke, S., & Van Ryzin, G. G. (2017). The public sector's relentless pursuit of
performance: How performance regimes shape individual
performance. Public Administration Review, 77(1), 26-36.
Kim, S., & Lee, J. (2016). E-Government for better governance: A study of
South Korea's experience with the digitalization of government. Public
Administration Review, 76(4), 622-634.
Lee, K., & Choi, S. O. (2018). E-Government and digital divide: Evidence
from Seoul, South Korea. Public Performance & Management Review,
41(4), 849-868.
OECD. (2020). Digital Government Index. Retrieved from
https://www.oecd.org/gov/digital-government/digital-government-
index.htm
Paryono, H. (2020). Digital government development in Indonesia: The case
of the e-Government program. In J. M. A. Joerges, J. R. Blaschke, &
P. Chao (Eds.), Digital Government: Leveraging Innovation to

96
Improve Public Sector Performance and Outcomes for Citizens (pp.
83-100). Springer.
Pollitt, C., & Bouckaert, G. (2017). Public management reform: A
comparative analysis. Oxford University Press.
United Nations Development Programme (UNDP). (2020). Transforming
governance: UNDP support to implementing the 2030 Agenda.
Retrieved from
https://www.undp.org/content/dam/undp/library/corporate/UNDP-
TransformingGovernance.pdf
United Nations. (2020). E-Government Survey 2020: Digital Government in
the Decade of Action for Sustainable Development. Retrieved from
https://publicadministration.un.org/egovkb/Portals/egovkb/Document
s/un/2020-Survey/2020%20UN%20E-Government%20Survey.pdf
World Bank. (2018). World Development Report 2018: Learning to Realize
Education's Promise. Retrieved from
https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/28340
World Bank. (2020). World Development Report 2020: Trading for
Development in the Age of Global Value Chains. Retrieved from
https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/32436

97
98
BAB VI
PELAYANAN PUBLIK DIGITAL DAN FAKTOR PENDORONG
KEBERHASILAN PELAYANAN PUBLIK DIGITAL
DI INDONESIA.

Pada bab ini akan dibahas terkait dengan : Konsep dan kebijakan
pelayan publik digital, Jenis-jenis pelayanan publik digital, Komponen utama
pengembangan pelayanan publik digital serta Tantangan implementasi
pelayanan publik digital. Disamping itu juga dibahas terkait faktor pendorong
keberhasilan pelayanan publik digital di Indonesia.
Dalam merespon perubahan global, tidak hanya teknologi saja yang
semakin maju, namun masyarakat juga menjadi semakin modern. Pengguna
internet di Indonesia naik 82% dari 72.7 juta pengguna di tahun 2015 menjadi
132.7 juta di tahun 2018 (We are social). Angka ini menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia mulai meninggalkan cara konvensional dalam
meningkatkan efisiensi waktu dan biaya dalam menjalankan aktivitasnya
seperti mencari informasi atau mendapatkan pelayanan.
Kecepatan dan ketepatan menjadi unsur penting dalam segala aspek
kehidupan termasuk dalam urusan yang berhubungan dengan pemerintahan.
Oleh karena itu, digitalisasi tata kelola pemerintahan menjadi langkah nyata
reformasi birokrasi dalam mewujudkan pemerintahan yang adaptif terhadap
perkembangan dan kebutuhan stakeholdernya. Dengan adaptasi pelayanan
publik ke bentuk digital dan virtual maka proses dan tata kelola pemerintah
menjadi lebih strategis dalam mencapai good governance. Dimana pemerintah
menghadirkan pelayanan yang berkualitas, menopang pembangunan
berkelanjutan serta menjawab harapan masyarakat.
Namun dibalik perkembangan tersebut, perlu menjadi perhatian kita
semua bahwa implementasi TIK di berbagai sektor juga banyak mengalami
kegagalan. Selama dua dekade terakhir, investasi dalam TIK telah mengalami
kenaikan yang signifikan baik di sektor publik maupun swasta, namun tingkat
kegagalan masih sangat tinggi. Menurut Heeks tingkat kegagalan
implementasi pelayanan publik berbasis digital di negara-negara berkembang
mencapai 85%. Tingkat kegagalan tersebut, 35% diklasifikasikan sebagai
kegagalan total (digitalisasi tidak diimplementasikan sama sekali atau
diimplementasikan sesaat lalu ditolak), 50% diklasifikasikan sebagai
kegagalan parsial (tujuan utama tidak dapat dicapai atau manfaat tidak seperti

99
yang diharapkan). Mengambil pelajaran dari kegagalan tersebut, maka sangat
penting untuk memahami faktor penentu keberhasilan pelayanan publik digital
untuk mengurangi resiko kegagalan tersebut.

6.1 Konsep Dan Kebijakan Pelayan Publik Digital


Konsep dan kebijakan pelayanan publik digital di Indonesia telah
mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah
Indonesia mengakui potensi teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi,
keterjangkauan, dan kualitas layanan publik bagi masyarakat. Sebagai negara
dengan populasi yang besar dan tersebar di berbagai wilayah, penerapan
pelayanan publik digital di Indonesia menjadi penting untuk mencapai tujuan
pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan
Pemerintah Indonesia telah mengadopsi pendekatan yang progresif
untuk memanfaatkan teknologi digital guna meningkatkan efisiensi,
aksesibilitas, dan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Konsep ini
didasarkan pada ide bahwa teknologi digital dapat menjadi alat yang efektif
untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas pemerintah
dalam memberikan layanan kepada warga negara.
Pemerintah Indonesia telah mengadopsi beberapa kebijakan dan
strategi untuk mendorong transformasi digital dalam pelayanan publik. Salah
satu kebijakan yang terpenting adalah pengembangan E-Government atau
sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Melalui E-Government,
pemerintah berupaya menyediakan akses digital yang mudah bagi masyarakat
untuk mengakses layanan publik, termasuk pembuatan dokumen identitas,
perizinan, layanan kesehatan, dan pendidikan.
Salah satu konsep yang mendasari pelayanan publik digital di
Indonesia adalah konsep "one-stop service" atau layanan satu pintu. Konsep
ini bertujuan untuk menyediakan akses yang mudah bagi masyarakat untuk
mendapatkan berbagai layanan publik secara terintegrasi melalui platform
digital. Melalui pendekatan ini, masyarakat dapat mengakses berbagai layanan
publik tanpa harus mengunjungi berbagai instansi pemerintah secara fisik.
Kebijakan ini sejalan dengan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan
kemudahan akses bagi masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga telah mengimplementasikan program-
program seperti Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) dan Kartu Indonesia
Pintar (KIP) yang bertujuan untuk memperluas akses dan meningkatkan

100
efisiensi dalam pelayanan publik. GNNT merupakan inisiatif untuk
mendorong masyarakat menggunakan transaksi non-tunai dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk pembayaran pajak, retribusi, dan layanan
pemerintah lainnya. Sementara KIP memberikan bantuan pendidikan berupa
beasiswa digital kepada siswa dari keluarga miskin.
Pemerintah Indonesia juga telah meluncurkan platform pelayanan
publik digital bernama Lapor! yang memungkinkan masyarakat untuk
melaporkan masalah dan memberikan masukan terkait pelayanan publik.
Melalui platform ini, masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam
meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mempercepat penanganan
permasalahan yang ada.
Terkait dengan konsep pelayanan publik digital, Indonesia juga
mendorong pengembangan inovasi dan kolaborasi antara sektor publik,
swasta, dan masyarakat. Pemerintah telah menginisiasi berbagai program
seperti Digital Service Innovation (DSI) yang melibatkan para startup dan
perusahaan teknologi untuk menciptakan solusi inovatif dalam pelayanan
publik. Selain itu, pemerintah juga mendorong partisipasi aktif masyarakat
melalui program-program seperti Smart City atau kota pintar, yang
mengintegrasikan teknologi digital untuk meningkatkan kualitas hidup dan
pelayanan publik di kota-kota di Indonesia.
Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan
aturan yang mendukung pelayanan publik digital. Salah satu kebijakan penting
adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia No 3 Tahun 2021 tentang
Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (STPPDD) yang
mengintegrasikan berbagai layanan publik dari berbagai instansi pemerintah.
Melalui STPPDD, masyarakat dapat mengakses layanan publik secara terpadu
melalui platform digital yang tersedia.
Selain itu, pemerintah juga menerapkan kebijakan pembangunan
infrastruktur digital yang meliputi penyediaan jaringan internet yang luas dan
cepat di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini penting untuk memastikan
ketersediaan akses internet yang memadai bagi masyarakat dalam mengakses
layanan publik digital. Selain itu, regulasi terkait perlindungan data pribadi
dan keamanan informasi juga diperkuat untuk menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap layanan publik digital.

101
Dalam rangka mendukung keberhasilan pelayanan publik digital di
Indonesia, beberapa faktor penting perlu diperhatikan. Pertama, perlu adanya
komitmen dan partisipasi aktif dari berbagai instansi pemerintah dalam
membangun sistem pelayanan publik digital yang terintegrasi. Kolaborasi dan
koordinasi antarinstansi menjadi kunci untuk menyediakan layanan publik
yang komprehensif dan efektif.
Selanjutnya, pemenuhan kebutuhan dan ekspektasi masyarakat juga
menjadi faktor penting. Pengembangan layanan publik digital harus
didasarkan pada pemahaman mendalam tentang kebutuhan masyarakat dan
harus mampu memberikan solusi nyata bagi permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam merancang dan mengembangkan
layanan publik digital juga harus diperhatikan.
Penggunaan teknologi digital yang handal dan aman juga menjadi
faktor krusial dalam keberhasilan pelayanan publik digital. Perlindungan data
pribadi dan keamanan informasi harus menjadi prioritas dalam pengembangan
dan penyediaan layanan publik digital. Selain itu, literasi digital juga perlu
ditingkatkan untuk memastikan masyarakat dapat memanfaatkan layanan
publik digital dengan baik.
Secara keseluruhan, konsep dan kebijakan pelayanan publik digital di
Indonesia mengarah pada upaya meningkatkan efisiensi, transparansi, dan
responsivitas pelayanan publik. Dengan mengintegrasikan berbagai layanan
publik dalam platform digital, masyarakat dapat mengakses layanan dengan
lebih mudah dan cepat. Namun, untuk mencapai keberhasilan penuh, perlu
adanya komitmen dan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor
swasta, serta adanya infrastruktur digital yang memadai dan perlindungan data
yang kuat.
Dengan adanya konsep dan kebijakan pelayanan publik digital yang
komprehensif, diharapkan masyarakat Indonesia dapat memperoleh layanan
publik yang lebih mudah diakses, efisien, dan berkualitas. Transformasi digital
dalam pelayanan publik menjadi salah satu pilar penting dalam mewujudkan
pemerintahan yang responsif, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan
masyarakat.

6.2 Jenis-Jenis Pelayanan Publik Digital


Pelayanan publik digital adalah suatu konsep dan implementasi
pelayanan publik yang memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan

102
aksesibilitas, efisiensi, dan kualitas layanan kepada masyarakat. Di Indonesia,
pemerintah telah menerapkan berbagai jenis pelayanan publik digital sebagai
upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Berikut adalah beberapa jenis pelayanan publik digital yang telah
dikembangkan:
1. Pelayanan Pendidikan Publik: Pelayanan pendidikan publik digital
melibatkan penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran, seperti
platform e-learning dan sistem manajemen pembelajaran online. Dengan
adanya pelayanan ini, masyarakat dapat mengakses materi pendidikan,
kursus, dan pelatihan dengan fleksibilitas waktu dan tempat yang lebih
tinggi. Di Indonesia, contoh implementasi pelayanan pendidikan publik
digital adalah portal Belajar Online Kemendikbud, aplikasi e-learning di
berbagai institusi pendidikan, serta pelayanan lainnya yang didukung oleh
pemerintah, seperti Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) online,
Dapodik, dan sebagainya.
2. Pelayanan Kesehatan Publik: Pelayanan kesehatan publik digital mencakup
layanan seperti reservasi rumah sakit, konsultasi medis online, dan
pengiriman obat secara online. Melalui pelayanan ini, masyarakat dapat
mengakses layanan kesehatan dengan lebih mudah dan efisien, terutama
dalam situasi darurat atau ketika akses fisik terbatas. Implementasi
pelayanan kesehatan publik digital di Indonesia termasuk aplikasi seperti
Halodoc dan KlikDokter. Peran pemerintah dalam mensupport layanan
kesehatan digital di Indonesia adalah menciptakan lingkungan yang
kondusif dan mengeluarkan kebijakan yang mendukung perkembangan
layanan tersebut. Meskipun aplikasi seperti Halodoc dan KlikDokter bukan
milik pemerintah, pemerintah tetap berperan dalam mendukung penerapan
pelayanan kesehatan publik digital. Contoh pelayanan publik digital yang
didukung pemerintah antara lain:
• BPJS Kesehatan: BPJS Kesehatan merupakan program asuransi
kesehatan nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia.
Program ini menyediakan pelayanan kesehatan yang terintegrasi,
termasuk melalui layanan digital seperti pendaftaran dan klaim secara
online. Pemerintah mendukung pengembangan sistem digital BPJS
Kesehatan untuk mempermudah akses dan pengelolaan layanan
kesehatan bagi peserta.

103
•Peduli Lindungi: Peduli Lindungi adalah aplikasi yang dikembangkan
oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk mengendalikan
penyebaran COVID-19. Aplikasi ini memberikan informasi terkait
risiko paparan COVID-19, melacak kontak erat dengan kasus positif,
dan memudahkan pendaftaran vaksinasi. Pemerintah aktif
mempromosikan dan mendukung penggunaan aplikasi Peduli
Lindungi untuk melindungi masyarakat dari penularan virus.
Melalui dukungan dan kebijakan yang dikeluarkan, pemerintah
Indonesia berperan penting dalam memfasilitasi perkembangan dan
penggunaan layanan kesehatan publik digital, termasuk dalam hal
reservasi rumah sakit, konsultasi medis online, pengiriman obat, serta
melalui pelayanan seperti BPJS Kesehatan dan aplikasi Peduli Lindungi.
3. Pelayanan Pendidikan Publik: Pelayanan pendidikan publik digital
melibatkan penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran, seperti
platform e-learning dan sistem manajemen pembelajaran online. Dengan
adanya pelayanan ini, masyarakat dapat mengakses materi pendidikan,
kursus, dan pelatihan dengan fleksibilitas waktu dan tempat yang lebih
tinggi. Di Indonesia, contoh implementasi pelayanan pendidikan publik
digital adalah portal Belajar Online Kemendikbud dan penggunaan
aplikasi e-learning di berbagai institusi pendidikan.
4. Pelayanan Perpajakan Publik: Pelayanan perpajakan publik digital
melibatkan penggunaan teknologi digital untuk proses perpajakan, seperti
pengajuan dan pembayaran pajak secara online. Melalui pelayanan ini,
masyarakat dapat mengurus kewajiban perpajakan mereka dengan lebih
mudah dan efisien, menghindari kerumitan administratif dan mengurangi
potensi kesalahan. Di Indonesia, contoh implementasi pelayanan
perpajakan publik digital adalah aplikasi e-Filing dan e-Billing yang
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
5. Pelayanan Transportasi Publik: Pelayanan transportasi publik digital
mencakup aplikasi dan platform pemesanan transportasi online, seperti
taksi online, ojek online, dan layanan pemesanan tiket transportasi umum.
Melalui pelayanan ini, masyarakat dapat dengan mudah memesan
transportasi dan mengatur perjalanan mereka dengan cepat dan efisien.
Implementasi pelayanan transportasi publik digital di Indonesia didukung
oleh perkembangan aplikasi seperti Gojek, Grab, dan Traveloka yang
merupakan inisiatif swasta.

104
Peran pemerintah dalam mensupport layanan transportasi digital di
Indonesia adalah sebagai regulator dan fasilitator. Meskipun Gojek, Grab,
dan Traveloka bukan aplikasi milik pemerintah, pemerintah memiliki
tanggung jawab untuk menciptakan kebijakan, regulasi, dan infrastruktur
yang mendukung perkembangan pelayanan transportasi publik digital.
Selain itu, pemerintah juga berperan dalam memfasilitasi kerjasama antara
penyedia layanan transportasi digital dan pemangku kepentingan lain,
seperti otoritas transportasi dan operator transportasi publik.
Selain layanan transportasi online yang disediakan oleh platform
seperti Gojek dan Grab, pemerintah juga mendukung pelayanan publik
digital di sektor transportasi melalui berbagai inisiatif, seperti:
• Transportasi Publik: Pemerintah mendukung pengembangan layanan
transportasi publik digital seperti bus, kereta api, MRT, LRT, dan
Transjakarta. Pelayanan ini mencakup aplikasi resmi yang
memungkinkan masyarakat untuk memperoleh informasi tentang
jadwal, rute, dan pembelian tiket secara online.
• Integrasi Pembayaran: Pemerintah mendorong integrasi pembayaran
dalam layanan transportasi publik digital. Contohnya adalah
penggunaan kartu e-money yang dapat digunakan untuk membayar
tarif transportasi publik, termasuk di MRT, LRT, Transjakarta, dan
sistem transportasi lainnya.
• Infrastruktur Jaringan: Pemerintah berperan dalam mengembangkan
infrastruktur jaringan telekomunikasi yang handal dan terjangkau. Hal
ini penting untuk mendukung konektivitas dan aksesibilitas layanan
transportasi publik digital di seluruh wilayah Indonesia.
• Regulasi dan Kebijakan: Pemerintah memiliki peran penting dalam
menyusun regulasi dan kebijakan yang mengatur operasional dan
keamanan layanan transportasi publik digital. Tujuan utamanya adalah
melindungi kepentingan masyarakat pengguna dan memastikan
kualitas layanan yang memadai.

6.3 Komponen Utama Pengembangan Pelayanan Publik Digital


Komponen Utama Pengembangan Pelayanan Publik Digital adalah
elemen-elemen yang membentuk dasar dan mempengaruhi keberhasilan
implementasi layanan publik digital di Indonesia. Terdapat beberapa

105
komponen utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan pelayanan
publik digital, yaitu:
1. Infrastruktur Teknologi Informasi: Infrastruktur teknologi informasi yang
tangguh dan terpercaya menjadi landasan utama dalam pengembangan
pelayanan publik digital. Komponen ini mencakup jaringan komunikasi
yang luas, perangkat keras yang memadai, dan sistem penyimpanan data
yang aman. Dengan adanya infrastruktur yang baik, pelayanan publik
digital dapat berjalan dengan lancar dan efisien.
2. Aplikasi dan Platform: Pengembangan aplikasi dan platform yang
intuitif, user-friendly, dan mudah diakses menjadi kunci kesuksesan
pelayanan publik digital. Aplikasi yang baik akan memudahkan
masyarakat untuk mengakses informasi, melakukan transaksi, dan
berinteraksi dengan instansi pemerintah. Selain itu, platform yang
terintegrasi juga penting untuk menghubungkan berbagai layanan publik
secara efektif.
3. Data dan Informasi: Pengelolaan data dan informasi yang efisien dan
terstruktur merupakan komponen penting dalam pelayanan publik digital.
Data yang akurat, terpercaya, dan mudah diakses akan memberikan dasar
yang kuat bagi pengambilan keputusan dan perencanaan yang lebih baik.
Keberhasilan pelayanan publik digital juga bergantung pada kemampuan
instansi pemerintah dalam mengelola data dan informasi secara aman dan
terjamin privasinya.
4. Keamanan dan Privasi: Keamanan dan privasi menjadi aspek kritis dalam
pengembangan pelayanan publik digital. Sistem yang dilengkapi dengan
mekanisme keamanan yang handal dan perlindungan privasi yang baik
akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam menggunakan
layanan publik digital. Perlindungan terhadap data sensitif dan
pencegahan serangan siber menjadi perhatian utama dalam
pengembangan pelayanan publik digital.
5. Kompetensi dan Kapasitas SDM: Keberhasilan pelayanan publik digital
tidak lepas dari kompetensi dan kapasitas sumber daya manusia yang
terlibat. Instansi pemerintah perlu memastikan bahwa pegawai yang
terlibat dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan publik digital
memiliki kompetensi yang memadai. Pelatihan dan pengembangan
keterampilan juga perlu dilakukan secara berkelanjutan guna

106
meningkatkan kapasitas SDM dalam menghadapi perkembangan
teknologi dan tuntutan layanan publik yang semakin kompleks.
Dalam pengembangan pelayanan publik digital, keberhasilan
komponen-komponen di atas saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.
Infrastruktur teknologi informasi yang kuat akan mendukung pengembangan
aplikasi dan platform yang baik.
Data dan informasi yang terkelola dengan baik akan memberikan dasar
yang kuat bagi pengembangan aplikasi yang relevan dan efektif. Keamanan
dan privasi yang terjaga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam
menggunakan pelayanan publik digital. Sementara itu, kompetensi dan
kapasitas SDM yang memadai akan memastikan pengelolaan dan
penyampaian pelayanan publik digital yang efisien dan berkualitas.

6.4 Tantangan Implementasi Pelayanan Publik Digital


Tantangan Implementasi Pelayanan Publik Digital merupakan hal
yang kompleks dan membutuhkan perhatian khusus dalam pengembangan
layanan publik yang mengadopsi teknologi digital. Meskipun pelayanan
publik digital memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi,
transparansi, dan aksesibilitas bagi masyarakat, namun ada beberapa
tantangan yang perlu dihadapi dalam mengimplementasikannya. Dalam
konteks Indonesia, tantangan ini terkait dengan beberapa faktor, termasuk
aspek infrastruktur, keterampilan dan literasi digital, serta regulasi dan
kebijakan yang mendukung.
− Pertama, infrastruktur menjadi salah satu tantangan utama dalam
implementasi pelayanan publik digital. Indonesia adalah negara
dengan geografis yang luas dan tersebar, sehingga ketersediaan akses
internet dan konektivitas masih menjadi permasalahan di beberapa
daerah. Infrastruktur yang tidak memadai dapat menghambat
pemerintah dalam menyediakan layanan digital yang efektif dan
merata bagi seluruh masyarakat.
− Kedua, keterampilan dan literasi digital juga merupakan tantangan
yang perlu diatasi. Meskipun penggunaan teknologi digital semakin
meluas, namun masih ada sebagian masyarakat yang belum familiar
dengan penggunaan teknologi digital dan tidak memiliki keterampilan
yang cukup untuk memanfaatkannya. Hal ini dapat menghambat

107
adopsi pelayanan publik digital dan memperlebar kesenjangan digital
antara masyarakat yang terampil secara digital dan yang tidak.
Selain itu, regulasi dan kebijakan yang mendukung juga menjadi faktor
penting dalam keberhasilan implementasi pelayanan publik digital.
Diperlukan kerangka kerja yang jelas dan fleksibel yang mengatur
penggunaan teknologi digital dalam pelayanan publik. Regulasi yang belum
memadai atau ambigu dapat menghambat inovasi dan pengembangan layanan
publik digital yang lebih baik.
Tantangan lainnya adalah keamanan dan privasi data. Dalam
mengimplementasikan pelayanan publik digital, pemerintah harus menjaga
keamanan data pribadi pengguna dan melindungi privasi mereka. Ancaman
keamanan digital seperti serangan siber dan penyalahgunaan data menjadi
tantangan yang harus ditangani dengan serius agar masyarakat merasa aman
dan percaya dalam menggunakan layanan publik digital.
Terakhir, partisipasi masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam
keberhasilan implementasi pelayanan publik digital. Masyarakat perlu aktif
terlibat dalam penggunaan dan pengembangan layanan publik digital.
Diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat
dalam memanfaatkan layanan publik digital serta memberikan umpan balik
yang konstruktif.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, kolaborasi antara
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi sangat penting.
Pemerintah perlu melibatkan semua pihak terkait untuk menciptakan
ekosistem yang mendukung pengembangan dan implementasi pelayanan
publik digital yang sukses. Selain itu, investasi dalam infrastruktur teknologi,
pelatihan keterampilan digital, serta peningkatan kesadaran dan literasi digital
juga merupakan langkah penting dalam mengatasi tantangan implementasi
pelayanan publik digital di Indonesia.

6.5 Faktor Pendorong Keberhasilan Pelayanan Publik Digital Di


Indonesia.
Pelayanan publik digital telah menjadi fokus utama bagi pemerintah
Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan kepada
masyarakat. Terdapat beberapa faktor pendorong yang berkontribusi terhadap
keberhasilan implementasi pelayanan publik digital di Indonesia.

108
Faktor pendorong keberhasilan pelayanan publik digital di Indonesia
meliputi infrastruktur teknologi yang memadai, regulasi yang mendukung,
literasi digital masyarakat, serta komitmen dan kapasitas sumber daya manusia
yang memadai.
Pemerintah berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi pengembangan pelayanan publik digital, termasuk dengan
memperkuat koordinasi antarinstansi, meningkatkan kualitas data publik, dan
mengembangkan kebijakan yang mendukung penggunaan teknologi digital
dalam pelayanan publik
Pertama, faktor infrastruktur teknologi yang memadai memainkan
peran penting dalam keberhasilan pelayanan publik digital. Pembangunan
infrastruktur teknologi yang luas dan berkualitas, seperti jaringan internet
yang cepat dan stabil serta aksesibilitas teknologi informasi yang merata,
memberikan fondasi yang kuat bagi penerapan pelayanan publik digital.
Infrastruktur yang baik memungkinkan pemerintah untuk menyediakan akses
pelayanan yang mudah bagi masyarakat di berbagai wilayah, baik di perkotaan
maupun pedesaan.
Kedua, dukungan kebijakan yang kuat dari pemerintah menjadi faktor
penting dalam kesuksesan pelayanan publik digital. Adanya regulasi yang
mendukung dan strategi nasional yang jelas untuk mengembangkan pelayanan
publik digital memperkuat komitmen pemerintah dalam memajukan sektor
ini. Kebijakan yang progresif dan inovatif mendorong adopsi teknologi digital
dalam penyelenggaraan pelayanan publik serta mendorong kolaborasi antara
sektor publik dan swasta dalam menghadirkan solusi yang efektif dan efisien.
Selanjutnya, faktor sumber daya manusia yang terampil dan terlatih
menjadi faktor penentu dalam keberhasilan pelayanan publik digital. Tenaga
kerja yang kompeten dan memiliki kemampuan dalam menggunakan
teknologi digital dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dan memadai.
Dalam konteks ini, pelatihan dan pengembangan kompetensi bagi pegawai
publik menjadi sangat penting untuk memastikan pemahaman dan
keterampilan dalam penggunaan teknologi digital serta adopsi praktik terbaik
dalam penyampaian layanan.
Selain itu, partisipasi aktif dan keterlibatan masyarakat juga menjadi
faktor pendorong yang signifikan dalam keberhasilan pelayanan publik digital
di Indonesia. Masyarakat yang aktif dalam memanfaatkan layanan publik
digital dan memberikan umpan balik konstruktif dapat membantu pemerintah

109
dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas layanan. Kolaborasi antara
pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam pengembangan dan
implementasi layanan publik digital juga berperan penting dalam menciptakan
ekosistem yang mendukung.
Terakhir, kesadaran akan pentingnya keamanan dan privasi data
merupakan faktor krusial dalam keberhasilan pelayanan publik digital.
Kepercayaan masyarakat terhadap pengamanan data pribadi mereka menjadi
faktor kunci dalam adopsi dan penggunaan pelayanan publik digital. Oleh
karena itu, perlindungan data yang memadai dan kepatuhan terhadap standar
privasi yang berlaku harus dijamin dalam seluruh tahapan pengembangan dan
implementasi layanan publik digital.
Secara keseluruhan, faktor-faktor pendorong tersebut saling berkaitan
dan saling mempengaruhi dalam mencapai keberhasilan pelayanan publik
digital di Indonesia. Infrastruktur teknologi yang memadai, dukungan
kebijakan yang kuat, sumber daya manusia yang terampil, partisipasi
masyarakat yang aktif, dan keamanan data yang terjamin adalah elemen-
elemen kunci yang harus diperhatikan dan ditingkatkan secara bersama-sama.
Terdapat faktor-faktor lain yang dapat mendorong keberhasilan dan
kegagalan dari sebuah pengembangan pelayanan publik dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi. Faktor-faktor ini juga merupakan
komponen dari pengembangan pelayanan publik berbasis digital yang
disarikan dari proses pengembangan di berbagai negara atau negara lainnya.
Faktor-Faktor Pendorong tersebut antara lain :
a) Eksternal Pressure. Tuntutan yang kuat dari para stakehoder agar
pemerintah memperbaiki pelayanannya menjadi salah satu faktor penting,
karena pada dasarnya pemerintah bersikap responsif dan belum proaktif,
sehingga bila tidak ada tuntutan dari luar, pemerintah akan merasa tidak
ada yang perlu diperbaiki didalam sistem pelayanannya.
b) Internal Political Desire. Adanya dorongan atau inisiatif dari dalam
pemerintah untuk melakukan reformasi serta mendukung pengembangan
e-Government didalam organisasinya. Ada 2 tipe yang berkaitan dengan
inisiatif pengembangan proyek e-Government didalam birokrasi yaitu
(Indrajit, 2006) Top Down yang mana inisiatif tersebut datangnya dari
pihak atasan atau kalangan eksekutif, dan Bottom Up, dimana inisiatif
datangnya dari para bawahan. Pada umumnya proyek yang bersifat Top
Down lebih dapat survive karena berkaitan dengan dukungan, anggaran,

110
serta hambatan-hambatan yang datang khususnya dari internal
departemen.
c) Overall Vision and Strategy. Perencanaan yang holistik dan secara detil
untuk mengembangkan e-Government, mampu menentukan bagaimana
harus memulai dan kemana arah tujuan dari sebuah proyek e-Government,
“...think big, start small, and scale fast” (Gupta, 2004: 124).” dengan
memulai dari dasar kemudian menggunakan strategi yang SMART
(simple, measurable, accountable, realistic, and time-relate) (Backus,
2001: 4) serta melibatkan seluruh stakeholder untuk meraih visi yang lebih
besar dalam mengintegrasikan seluruh layanan e-Government yang sesuai
dengan kebutuhan pengguna. Yang terpenting ialah dengan tidak
memandang suatu proyek e-Government merupakan “proyek sekali
jalan”, harus ada peraturan yang melandasi, hal ini untuk mencegah
adanya perubahan mendasar apabila terjadi pergantian kepemimpinan atau
perubahan keadaan politik disuatu negara.
d) Effective Project Management. Adanya tanggung jawab yang jelas,
perencanaan yang baik, pertimbangan terhadap resiko, kontrol dan
monitoring, manajemen sumber daya yang baik, dan pengelolaan yang
baik atas hubungan kerjasama antara pihak pemerintah dan kalangan
swasta. Tanggung jawab yang tidak jelas dapat mengakibatkan kontrol
yang lemah, dan ini mengakibatkan efisiensi tidak tercapai.
e) Effective Change Management. Untuk itu dibutuhkan seorang model
pemimpin yang memiliki visi dan profesionalitas tinggi dalam
menjalankan tugasnya sebagai pelayan masyarakat, sehingga dapat
membentuk sebuah lingkungan kerja yang kondusif mengembangkan e-
Government. Kondusif baik dari dalam maupun dari luar, dan ini berarti
melibatkan stakeholder, hal ini hanya dimungkinkan apabila pemerintah
bersikap transparan dan membuka jalur-jalur komunikasi dengan para
stakeholder yang pada akhirnya meningkatnya dukungan atas e-
Government.
f) Requisite Competencies. Dalam setiap pengembangan e-Government,
dibutuhkan keahlian dan penguasaan ilmu pengetahuan, khususnya
didalam pemerintah itu sendiri, dalam e-Government pemanfaatan
teknologi informasi hanyalah sebagai alat bantu jadi porsinya tidak terlalu
besar, justru pola berfikir yang luas dalam berinovasi, menciptakan
pelayanan yang diinginkan oleh stakeholder, dan membangun visi

111
bersama untuk menentukan arah dimasa depan menjadi prasyarat utama
bagi semua pihak yang sedang mengembangkan e-Government.
g) Adequate Technological Infrastructure. Teknologi Informasi yang
digunakan dalam pengembangan e-Government bervariasi, dari yang
paling murah hingga yang paling mahal, sedangkan dana yang tesedia
terbatas, terbatas pada hasil yang akan dicapai sesuai yang telah
direncanakan sebelumnya. Dengan kata lain teknologi informasi yang
akan digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan, memang
semakin besar anggaran maka semakin canggih teknologinya, disini
pemerintah harus pintar dalam mempertimbangkan perbandingan price
versus performance, agar pengeluarannya tidak sia-sia apabila ternyata
manfaat yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

RINGKASAN
Konsep dan kebijakan pelayanan publik digital di Indonesia telah
mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah
Indonesia mengadopsi pendekatan progresif dengan mengembangkan E-
Government untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan publik.
Konsep "one-stop service" atau layanan satu pintu menjadi dasar dalam
pelayanan publik digital untuk meningkatkan efisiensi dan kemudahan akses.
Pemerintah juga meluncurkan platform Lapor! yang memungkinkan
partisipasi aktif masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Kolaborasi antara sektor publik, swasta, dan masyarakat juga ditekankan
dalam pengembangan pelayanan publik digital.
Beberapa jenis pelayanan publik digital yang telah dikembangkan di
Indonesia mencakup pelayanan pendidikan, kesehatan, perpajakan, dan
transportasi. Dalam pelayanan pendidikan publik, masyarakat dapat
mengakses materi pendidikan dan pelatihan melalui platform e-learning dan
sistem manajemen pembelajaran online, seperti portal Belajar Online dan
aplikasi e-learning di berbagai institusi pendidikan. Pelayanan kesehatan
publik digital mencakup reservasi rumah sakit, konsultasi medis online, dan
pengiriman obat secara online. Contoh implementasinya adalah
pengembangan sistem digital BPJS Kesehatan dan aplikasi Peduli Lindungi
oleh pemerintah. Pelayanan perpajakan publik juga dapat dilakukan secara
online, misalnya pengajuan dan pembayaran pajak melalui aplikasi e-Filing
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sementara itu, dalam

112
pelayanan transportasi publik, aplikasi dan platform pemesanan transportasi
online seperti Gojek, Grab, dan Traveloka memudahkan masyarakat dalam
memesan transportasi dan mengatur perjalanan. Pemerintah berperan sebagai
regulator dan fasilitator dalam perkembangan layanan transportasi publik
digital.
Untuk keberhasilan pelayanan publik digital, komitmen dan partisipasi
aktif dari instansi pemerintah, pemenuhan kebutuhan masyarakat, penggunaan
teknologi digital yang handal dan aman, serta adanya infrastruktur digital yang
memadai dan perlindungan data yang kuat menjadi faktor penting.
Transformasi digital dalam pelayanan publik menjadi pilar penting dalam
mewujudkan pemerintahan yang responsif, akuntabel, dan berorientasi pada
kepentingan masyarakat.

LATIHAN
1. Jelaskan konsep pelayanan publik digital di Indonesia dan bagaimana
pemerintah mengadopsi pendekatan progresif dalam implementasinya.
2. Apa saja jenis-jenis pelayanan publik digital yang telah dikembangkan di
Indonesia? Berikan contoh implementasi dari masing-masing jenis
pelayanan tersebut.
3. Jelaskan komponen utama pengembangan pelayanan publik digital yang
harus diperhatikan dalam implementasi di Indonesia!
4. Apa saja tantangan yang dihadapi dalam implementasi pelayanan publik
digital di Indonesia? Bagaimana cara mengatasi tantangan-tantangan
tersebut?
5. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor pendorong keberhasilan pelayanan
publik digital di Indonesia! Mengapa faktor-faktor tersebut penting dalam
implementasi pelayanan publik digital?

Soal Pilihan Berganda:


1. Konsep pelayanan publik digital di Indonesia didasarkan pada ide bahwa
teknologi digital dapat meningkatkan _______ pemerintah dalam
memberikan layanan kepada masyarakat.
a. efisiensi, transparansi, dan responsivitas
b. kualitas, aksesibilitas, dan keterjangkauan
c. partisipasi, inklusivitas, dan kolaborasi
d. literasi digital, keamanan informasi, dan perlindungan data

113
2. Salah satu kebijakan penting dalam pelayanan publik digital di Indonesia
adalah pengembangan _______.
a. Smart City
b. Kartu Indonesia Pintar (KIP)
c. Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT)
d. E-Government atau sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE)
3. Pelayanan pendidikan publik digital di Indonesia melibatkan penggunaan
teknologi digital dalam _______.
a. pelayanan kesehatan dan transportasi publik
b. pendaftaran peserta didik baru (PPDB) online
c. pengiriman obat secara online
d. sistem manajemen pembelajaran online
4. Pelayanan perpajakan publik digital di Indonesia melibatkan penggunaan
teknologi digital dalam _______.
a. pengajuan dan pembayaran pajak secara online
b. reservasi rumah sakit dan konsultasi medis online
c. aplikasi e-learning dan portal Belajar Online Kemendikbud
d. pemesanan transportasi online dan tiket transportasi umum
5. Peran pemerintah dalam mendukung pelayanan transportasi publik digital
di Indonesia adalah sebagai _______.
a. regulator dan fasilitator
b. inisiatif swasta
c. pemangku kepentingan lain
d. operator transportasi publik
6. Infrastruktur teknologi informasi yang tangguh dan terpercaya merupakan
komponen utama dalam pengembangan pelayanan publik digital.
Komponen ini mencakup:
a. Jaringan komunikasi yang luas
b. Perangkat keras yang memadai
c. Sistem penyimpanan data yang aman
d. Semua jawaban benar
7. Salah satu tantangan dalam implementasi pelayanan publik digital di
Indonesia adalah:
a. Ketersediaan akses internet yang merata
b. Keterampilan dan literasi digital masyarakat yang rendah
c. Regulasi dan kebijakan yang mendukung

114
d. Semua jawaban benar
8. Faktor pendorong keberhasilan pelayanan publik digital di Indonesia
meliputi:
a. Infrastruktur teknologi yang memadai
b. Regulasi yang mendukung
c. Sumber daya manusia yang terampil
d. Semua jawaban benar
9. Keamanan dan privasi data merupakan faktor penting dalam keberhasilan
pelayanan publik digital. Ancaman keamanan digital yang perlu diatasi
adalah:
a. Serangan siber
b. Penyalahgunaan data
c. Kedua jawaban benar
d. Tidak ada jawaban yang benar
10. Partisipasi masyarakat aktif dalam penggunaan dan pengembangan
layanan publik digital dapat membantu pemerintah dalam:
a. Meningkatkan kualitas layanan
b. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas layanan
c. Memperluas aksesibilitas layanan
d. Semua jawaban benar

Jawaban Soal Pilihan Berganda:


1. a. efisiensi, transparansi, dan responsivitas
2. d. E-Government atau sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE)
3. b. pendaftaran peserta didik baru (PPDB) online
4. a. pengajuan dan pembayaran pajak secara online
5. a. regulator dan fasilitator
6. d. Semua jawaban benar
7. d. Semua jawaban benar
8. d. Semua jawaban benar
9. c. Kedua jawaban benar
10. d. Semua jawaban benar

115
DAFTAR PUSTAKA
Arief, M. (2018). Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi di Era
Digital. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 10(1),
21-30.
Irawan, A. F., & Prabowo, H. Y. (2021). The Challenges and Success Factors
of Digital Government Implementation: A Literature Review. In
Proceedings of the 2nd International Conference on Social Sciences
and Humanities (ICOSH 2020) (pp. 459-465). Atlantis Press.
Iswandaru, D. (2020). Transformasi Pelayanan Publik di Era Revolusi Industri
4.0. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 12(2),
167-179.
Jatmika, A. N. (2019). Implementasi Pelayanan Publik Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum,
19(1), 81-97.
Oktavia, T. I., & Setiawan, A. (2020). Implementasi Pelayanan Publik Digital
dalam Perspektif Good Governance. Jurnal Administrative Reform,
1(2), 197-208.
Safril, M., & Isfianto, A. (2021). Pelayanan Publik Digital di Indonesia:
Tantangan dan Solusi. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik,
25(2), 79-91.
Sukardji, P., & Hasan, Z. (2017). Pengembangan Pelayanan Publik Melalui
Digitalisasi Pemerintahan Daerah. Jurnal Kebijakan dan Administrasi
Publik, 21(1), 39-54.
Sulistyo-Basuki. (2019). Pelayanan Publik dan Transformasi Digital. Jurnal
Birokrasi dan Pemerintahan, 5(2), 89-98.

116
BAB VII
RUANG LINGKUP INTEGRASI TEKNOLOGI DIGITAL
DALAM SISTEM PELAYANAN.

Bab ini akan membahas beberapa aspek manajemen organisasi dalam


konteks integrasi teknologi digital dalam sistem pelayanan. Bab ini akan
menjelaskan pentingnya struktur organisasi yang mendukung integrasi
teknologi digital, manajemen perubahan dalam implementasi teknologi
digital, manajemen risiko yang terkait dengan integrasi teknologi digital,
serta peran dan fungsi manajemen teknologi digital dalam pelayanan publik.
Selama beberapa dekade terakhir, kemajuan teknologi informasi
seperti konsol game, internet, dan platform media sosial seperti Facebook
dan Instagram telah membantu meningkatkan kehidupan individu,
komunitas, bisnis, dan sektor publik. Selain itu, munculnya ide-ide baru
menjadi faktor penting dalam kemajuan penelitian dan pengembangan
antisipatif. Namun, kebutuhan akan perubahan tidak hanya berasal dari
faktor eksternal, tetapi juga dari dalam organisasi itu sendiri.
Perubahan tidak hanya menjadi prioritas bagi institusi pemerintah; itu
juga kebutuhan. Mereka harus melakukan perubahan cepat, baik dalam
pelayanan publik, administrasi pemerintahan, maupun administrasi
pembangunan ekonomi. Instansi pemerintah harus cepat bereaksi, misalnya
meningkatkan peluang investasi guna meningkatkan perdagangan dengan
negara lain di Asia, Asia, dan dunia. Selain itu, kemajuan diperlukan dalam
pengembangan sistem transportasi yang efisien dan ramah pengguna, serta
penyediaan layanan pendidikan, kesehatan, dan administrasi yang
berkualitas tinggi.

7.1 Struktur Organisasi dalam Konteks Integrasi Teknologi Digital


Dalam era transformasi digital yang sedang berkembang pesat,
penting bagi organisasi pelayanan publik untuk memahami bagaimana
struktur organisasi dapat mendukung integrasi teknologi digital. Struktur
organisasi yang tepat akan menjadi landasan yang kokoh dalam menghadapi
perubahan teknologi digital dan memungkinkan organisasi untuk
mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dalam sistem pelayanan publik.
Sub bab ini akan membahas pengertian dan pentingnya struktur
organisasi yang mendukung integrasi teknologi digital, desain struktur

117
organisasi yang responsif terhadap perubahan teknologi digital, serta peran
dan tanggung jawab unit atau divisi dalam pengelolaan integrasi teknologi
digital.

A. Pengertian dan Pentingnya Struktur Organisasi yang Mendukung


Integrasi Teknologi Digital
Dalam konteks integrasi teknologi digital, struktur organisasi
merujuk pada susunan hierarki, tugas, dan tanggung jawab yang ada dalam
organisasi pelayanan publik. Struktur organisasi yang mendukung integrasi
teknologi digital harus mampu mengakomodasi perubahan dan memfasilitasi
kolaborasi antara unit atau divisi dalam penerapan teknologi digital. Menurut
James N. Danziger (2019) bukunya yang berjudul "Understanding the
Political World: A Comparative Introduction to Political Science", struktur
organisasi yang tepat dapat meningkatkan efisiensi operasional, memperkuat
koordinasi dan komunikasi antarbagian, serta mendorong inovasi dalam
penggunaan teknologi digital dalam sistem pelayanan publik. Penjelasannya
sebagai berikut :
1. Efisiensi Operasional yang Meningkat : Struktur organisasi yang
mendukung integrasi teknologi digital dapat berkontribusi pada
peningkatan efisiensi operasional dalam pelayanan publik. Dalam
bukunya, James N. Danziger menjelaskan bahwa dengan adanya
struktur organisasi yang tepat, proses pelayanan dapat dioptimalkan
melalui penggunaan teknologi digital yang efisien. Misalnya, dengan
memanfaatkan sistem manajemen basis data terintegrasi, unit atau divisi
dalam organisasi dapat saling berbagi informasi secara cepat dan akurat,
mengurangi duplikasi tugas, dan meningkatkan produktivitas secara
keseluruhan.
2. Koordinasi dan Komunikasi Antarbagian yang Diperkuat : Struktur
organisasi yang mendukung integrasi teknologi digital juga memperkuat
koordinasi dan komunikasi antarbagian dalam pelayanan publik. Dalam
konteks ini, teknologi digital seperti sistem kolaborasi online, alat
komunikasi digital, dan platform berbasis cloud dapat digunakan untuk
memfasilitasi pertukaran informasi dan kerja sama antarunit atau divisi.
Dengan adanya struktur organisasi yang mendukung integrasi teknologi
digital, komunikasi yang efektif antarbagian dapat terjalin,
memungkinkan koordinasi yang lebih baik dalam melaksanakan tugas

118
dan mengatasi tantangan yang timbul.
3. Mendorong Inovasi dalam Penggunaan Teknologi Digital : Struktur
organisasi yang responsif terhadap integrasi teknologi digital
mendorong terciptanya inovasi dalam penggunaan teknologi digital
dalam sistem pelayanan publik. Dalam bukunya, James N. Danziger
menggarisbawahi bahwa dengan adanya struktur organisasi yang
mendukung inovasi, organisasi dapat mendorong kreativitas dan
eksperimen dalam mengimplementasikan teknologi digital baru. Ini
berarti unit atau divisi dapat mengembangkan solusi baru yang lebih
efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan dalam sistem pelayanan
publik.
4. Peningkatan Responsif terhadap Perubahan Teknologi : Struktur
organisasi yang mendukung integrasi teknologi digital juga
memungkinkan organisasi pelayanan publik untuk lebih responsif
terhadap perubahan teknologi yang terus berlangsung. Dalam bukunya,
James N. Danziger menekankan bahwa organisasi yang memiliki
struktur yang fleksibel dapat lebih mudah beradaptasi dengan
perkembangan teknologi baru. Dengan struktur organisasi yang mampu
menyesuaikan diri, organisasi dapat dengan cepat mengidentifikasi
peluang dan tantangan yang muncul akibat perubahan teknologi,
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan memanfaatkan
teknologi digital dengan cara yang paling efektif.

B. Desain Struktur Organisasi yang Responsif terhadap Perubahan


Teknologi Digital
Desain struktur organisasi yang responsif terhadap perubahan
teknologi digital adalah kunci untuk memastikan bahwa organisasi
pelayanan publik dapat mengikuti perkembangan teknologi dan
memanfaatkannya secara efektif. Dalam buku "Organization Development:
Behavioral Science Interventions for Organization Improvement" yang
ditulis oleh Wendell L. French dan Cecil H. Bell Jr., dijelaskan bahwa desain
struktur organisasi yang responsif terhadap perubahan teknologi digital
mencakup fleksibilitas, adaptabilitas, dan kemampuan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang terus berubah. Hal ini penting agar organisasi
dapat mengintegrasikan teknologi digital dengan sistem pelayanan yang ada

119
tanpa mengganggu kinerja organisasi secara keseluruhan. Penjelasannya
sebagai berikut :
1. Fleksibilitas dalam desain struktur organisasi yang responsif terhadap
perubahan teknologi digital : Desain struktur organisasi yang responsif
terhadap perubahan teknologi digital harus memiliki tingkat fleksibilitas
yang tinggi. Hal ini berarti organisasi harus mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan teknologi yang terjadi dengan cepat. Fleksibilitas ini
dapat tercermin dalam kemampuan organisasi untuk mengadopsi
teknologi baru, mengubah proses kerja yang ada, dan beradaptasi dengan
perubahan kebutuhan pengguna layanan. Dalam buku "Organizational
Change: Creating Change Through Strategic Communication" yang
ditulis oleh Laurie K. Lewis, dijelaskan bahwa fleksibilitas dalam desain
struktur organisasi memungkinkan organisasi untuk menghadapi
tantangan teknologi digital dengan lebih mudah dan efisien.
2. Adaptabilitas sebagai ciri desain struktur organisasi yang responsif
terhadap perubahan teknologi digital : Adaptabilitas juga menjadi salah
satu ciri penting dari desain struktur organisasi yang responsif terhadap
perubahan teknologi digital. Organisasi pelayanan publik harus mampu
beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan teknologi yang terjadi.
Adaptabilitas ini melibatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari
perubahan, mengidentifikasi peluang baru, dan mengubah cara kerja
yang tidak lagi relevan. Dalam buku "Managing Organizational Change:
A Multiple Perspectives Approach" yang ditulis oleh Ian Palmer, Richard
Dunford, dan David Buchanan, disebutkan bahwa adaptabilitas adalah
kunci untuk memastikan kelangsungan organisasi dalam menghadapi
perubahan teknologi digital.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan yang terus berubah : Desain
struktur organisasi yang responsif terhadap perubahan teknologi digital
harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang terus berubah.
Lingkungan bisnis dan teknologi yang cepat berubah membutuhkan
organisasi untuk memiliki kepekaan terhadap tren dan perubahan yang
terjadi. Dalam buku "Managing the Digital Firm: Digital Strategies for
Effective Leadership" yang ditulis oleh Laudon dan Laudon, dijelaskan
bahwa organisasi harus memonitor perkembangan teknologi, memahami
kebutuhan pengguna, dan mengubah strategi serta proses kerja sesuai
dengan perubahan lingkungan. Dengan demikian, desain struktur

120
organisasi yang responsif akan memungkinkan organisasi pelayanan
publik untuk tetap relevan dan kompetitif dalam era digital.
4. Integrasi teknologi digital tanpa mengganggu kinerja organisasi : Salah
satu tujuan dari desain struktur organisasi yang responsif terhadap
perubahan teknologi digital adalah untuk mengintegrasikan teknologi
digital dalam sistem pelayanan tanpa mengganggu kinerja organisasi
secara keseluruhan. Perubahan dalam struktur organisasi harus dilakukan
dengan hati-hati agar tidak mengganggu kerja tim, komunikasi, dan
efisiensi operasional. Dalam buku "Managing Organizational Behavior:
What Great Managers Know and Do" yang ditulis oleh Timothy
Baldwin, Bill Bommer, dan Robert Rubin, disebutkan bahwa desain
struktur organisasi yang baik akan memastikan bahwa teknologi digital
dapat diintegrasikan secara mulus tanpa menghambat kinerja dan
produktivitas organisasi.

C. Peran dan Tanggung Jawab Unit atau Divisi dalam Pengelolaan


Integrasi Teknologi Digital
Unit atau divisi dalam organisasi pelayanan publik memiliki peran
dan tanggung jawab yang penting dalam pengelolaan integrasi teknologi
digital. Menurut buku "Organizational Behavior: Improving Performance
and Commitment in the Workplace" yang ditulis oleh Jason A. Colquitt,
Jeffery A. LePine, dan Michael J. Wesson, unit atau divisi harus bertanggung
jawab dalam mengidentifikasi kebutuhan teknologi digital dalam sistem
pelayanan, mengimplementasikan teknologi yang sesuai, serta
melaksanakan pemeliharaan dan pengembangan berkelanjutan terhadap
teknologi tersebut. Kolaborasi antar unit atau divisi juga diperlukan untuk
memastikan keselarasan dan efektivitas integrasi teknologi digital dalam
sistem pelayanan. Penjelasannya sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi digital dalam sistem pelayanan :
Unit atau divisi dalam organisasi pelayanan publik perlu aktif dalam
mengidentifikasi kebutuhan teknologi digital yang relevan dalam sistem
pelayanan. Hal ini melibatkan analisis mendalam terhadap proses
pelayanan yang ada, pemetaan kegiatan yang dapat ditingkatkan atau
diotomatisasi melalui teknologi digital, serta penentuan solusi teknologi
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam buku "Digital
Government: Principles and Best Practices" yang disusun oleh

121
Adegboyega Ojo dan Ita Richardson, penekanan diberikan pada
pentingnya pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan pengguna dan
pemangku kepentingan dalam proses identifikasi teknologi digital yang
relevan. Dengan pemahaman ini, unit atau divisi dapat memastikan bahwa
teknologi yang diimplementasikan benar-benar mendukung perbaikan
sistem pelayanan.
2. Implementasi Teknologi yang Sesuai : Setelah kebutuhan teknologi
digital diidentifikasi, unit atau divisi bertanggung jawab untuk
mengimplementasikan teknologi yang sesuai. Proses ini melibatkan
pemilihan vendor atau penyedia teknologi yang handal, pembangunan
atau pengadaan sistem yang sesuai dengan kebutuhan, serta pengujian dan
pelaksanaan tahap implementasi yang terencana. Pada tahap ini,
koordinasi yang baik antara unit atau divisi dengan pihak terkait seperti
tim TI (Teknologi Informasi) atau tim pengembangan sistem menjadi
kunci.
3. Pemeliharaan dan Pengembangan Berkelanjutan : Unit atau divisi juga
memiliki tanggung jawab dalam melakukan pemeliharaan dan
pengembangan berkelanjutan terhadap teknologi digital yang telah
diimplementasikan. Pemeliharaan mencakup pemantauan kinerja sistem,
penanganan masalah atau gangguan yang muncul, serta peningkatan
keamanan dan keandalan sistem. Sementara itu, pengembangan
berkelanjutan melibatkan evaluasi dan peningkatan sistem yang ada,
mengikuti perkembangan teknologi terbaru, dan memastikan bahwa
teknologi yang digunakan tetap relevan dan efektif dalam mendukung
sistem pelayanan.
4. Kolaborasi Antar Unit atau Divisi : Untuk mencapai keselarasan dan
efektivitas dalam integrasi teknologi digital, kolaborasi antar unit atau
divisi menjadi hal yang sangat penting. Dalam buku "Collaboration: How
Leaders Avoid the Traps, Create Unity, and Reap Big Results" yang
ditulis oleh Morten Hansen, pentingnya kolaborasi dan koordinasi antar
unit atau divisi dalam pengelolaan integrasi teknologi digital ditekankan.
Melalui kolaborasi yang baik, unit atau divisi dapat saling berbagi
pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya yang diperlukan untuk
mencapai tujuan integrasi teknologi digital secara efektif.

122
7.2 Manajemen Perubahan dalam Implementasi Integrasi Teknologi
Digital
Dalam era transformasi digital yang sedang berlangsung, integrasi
teknologi digital menjadi hal yang tak terhindarkan dalam sistem pelayanan
publik. Namun, implementasi integrasi tersebut tidak selalu berjalan mulus
dan menghadapi berbagai tantangan. Oleh karena itu, dalam sub bab ini, akan
dibahas mengenai manajemen perubahan dalam konteks integrasi teknologi
digital. Konsep dan prinsip manajemen perubahan akan diperkenalkan
sebagai landasan untuk mengelola proses perubahan tersebut. Selain itu,
akan diidentifikasi pula tantangan dan hambatan yang mungkin timbul dalam
mengelola perubahan teknologi digital, serta strategi dan langkah-langkah
efektif untuk mengimplementasikannya.
Sub bab ini membahas pentingnya manajemen perubahan dalam
implementasi integrasi teknologi digital. Konsep dan prinsip manajemen
perubahan menjadi dasar yang perlu dipahami untuk mengelola perubahan
teknologi digital dengan baik. Manajemen perubahan dalam konteks ini
berfokus pada bagaimana mengelola transformasi teknologi digital dengan
melibatkan seluruh organisasi dan agen manusia yang terlibat dalam sistem
pelayanan publik.
Tantangan dan hambatan dalam mengelola perubahan teknologi
digital juga akan diidentifikasi. Perubahan teknologi digital sering kali
mempengaruhi proses kerja yang telah mapan, kebiasaan, serta pola pikir
yang ada di dalam organisasi. Hal ini dapat menimbulkan resistensi dan
ketidakpastian di antara anggota organisasi, sehingga perlu adanya strategi
yang tepat untuk mengatasi tantangan ini.
Strategi dan langkah-langkah efektif dalam mengimplementasikan
perubahan teknologi digital juga menjadi fokus pembahasan dalam sub bab
ini. Dalam menghadapi perubahan teknologi digital, organisasi perlu
merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah yang terstruktur dan
terukur. Beberapa strategi yang dapat digunakan antara lain komunikasi yang
efektif, pelibatan seluruh pemangku kepentingan, pendidikan dan pelatihan
yang memadai, serta pengelolaan perubahan secara bertahap.
Dalam menghadapi perubahan teknologi digital, penting untuk
memahami konsep dan prinsip dasar manajemen perubahan. Menurut
Robbins dan Coulter (2017), manajemen perubahan adalah "proses
merancang dan mengimplementasikan strategi, struktur, serta prosedur yang

123
memungkinkan organisasi mengadopsi perubahan dalam lingkungannya
yang selalu berubah". Dalam konteks integrasi teknologi digital, manajemen
perubahan berkaitan dengan bagaimana organisasi dapat beradaptasi dengan
perubahan teknologi dan memaksimalkan manfaat yang dihasilkan.
Tantangan dan hambatan dalam mengelola perubahan teknologi
digital dapat timbul dari berbagai aspek. Salah satunya adalah resistensi
perubahan yang muncul dari anggota organisasi. Menurut Kotter (1996),
resistensi terhadap perubahan sering kali disebabkan oleh rasa takut akan
ketidakpastian, kehilangan kendali, atau perubahan yang dianggap tidak
menguntungkan secara pribadi. Selain itu, ketidaksesuaian antara budaya
organisasi yang sudah ada dengan perubahan teknologi juga dapat menjadi
hambatan dalam implementasi integrasi teknologi digital.
Untuk mengatasi tantangan dan hambatan dalam mengelola
perubahan teknologi digital, strategi yang efektif harus diterapkan. Salah satu
strategi yang direkomendasikan adalah komunikasi yang efektif. Menurut
Cummings dan Worley (2014), komunikasi yang terbuka dan transparan
dapat membantu mengurangi resistensi dan membangun kepercayaan dalam
menghadapi perubahan teknologi digital. Selain itu, melibatkan seluruh
pemangku kepentingan, termasuk anggota organisasi, dalam perencanaan
dan pengambilan keputusan juga penting untuk memperoleh dukungan yang
kuat.
Pendidikan dan pelatihan yang memadai juga merupakan langkah
penting dalam mengimplementasikan perubahan teknologi digital.
Organisasi perlu memastikan bahwa anggota organisasi memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan dan
mengelola teknologi digital yang baru. Hal ini dapat dilakukan melalui
pelatihan internal atau melibatkan pihak eksternal yang ahli di bidang
tersebut. Dengan adanya pendidikan dan pelatihan yang memadai, anggota
organisasi dapat lebih siap dan percaya diri dalam menghadapi perubahan.
Pengelolaan perubahan secara bertahap juga penting dalam
mengimplementasikan integrasi teknologi digital. Menurut Lewin (1951),
pendekatan bertahap yang terdiri dari tiga tahap yaitu "unfreeze-change-
freeze" dapat membantu mengelola perubahan dengan lebih baik. Tahap
"unfreeze" bertujuan untuk menghilangkan kebiasaan dan pola pikir lama
yang tidak sesuai dengan perubahan, tahap "change" berfokus pada
implementasi perubahan, sedangkan tahap "freeze" melibatkan pengukuhan

124
dan pemantapan perubahan yang baru.
Dalam konteks integrasi teknologi digital, perubahan tidak hanya
terjadi satu kali, tetapi berlangsung secara terus-menerus. Oleh karena itu,
penting untuk memiliki kemampuan adaptasi yang fleksibel. Seperti yang
disebutkan oleh Tidd dan Bessant (2013), organisasi yang sukses dalam
mengelola perubahan teknologi digital adalah yang mampu beradaptasi
dengan cepat dan mengintegrasikan perubahan tersebut ke dalam strategi dan
operasionalnya.
Dalam mengimplementasikan perubahan teknologi digital, evaluasi
dan pengukuran kemajuan perubahan juga penting. Menurut Cameron dan
Green (2015), evaluasi dapat membantu mengidentifikasi keberhasilan atau
kegagalan perubahan, serta memberikan umpan balik yang berharga untuk
perbaikan lebih lanjut. Pengukuran kemajuan perubahan dapat dilakukan
dengan mengacu pada indikator kinerja yang relevan, seperti peningkatan
efisiensi pelayanan, peningkatan kepuasan pengguna, atau peningkatan
produktivitas.
Sangat penting bagi lembaga pemerintah untuk tanggap dan proaktif
dalam menghadapi perubahan, agar dapat terus berinovasi dan meningkatkan
kualitas pelayanan publik yang tersedia. Beberapa faktor yang menyebabkan
peningkatan tuntutan terhadap perubahan di sektor publik antara lain sebagai
berikut:
1. Kerugian yang disebabkan oleh kurangnya imajinasi atau pandangan ke
depan dari atas, seperti kurangnya kerjasama atau kurangnya
kepemimpinan di lembaga terkait.
2. Kerugian terkait dengan perubahan kebijakan atau prosedur.
3. Tututan dari pemenang harga, seperti bisnis dan masyarakat yang
dilayani oleh instansi publik.
4. Kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, yang
meningkatkan kondisi kerja dan penyediaan layanan di sektor publik.
5. Setiap metode atau prosedur kerja baru yang memerlukan perubahan atau
perbaikan di tempat kerja, baik kecil maupun besar.
Selain tuntutan untuk melakukan perubahan, instansi pemerintah
juga dihadapkan pada beberapa tantangan yang harus dihadapi yang dapat
menghambat proses perubahan tersebut, antara lain:
1. Kesalahan mendiagnosa, memahami dan merumuskan perubahan: apa
yang perlu diubah, apa ukuran keberhasilannya, bagaimana

125
melaksanakannya, dimana dan kapan.
2. Perubahan besar seringkali memerlukan waktu lama, sehingga proses
perubahan dapat berhenti sebelum mencapai tujuan
3. Para pemimpin dan agen perubahan merasa lelah dan tidak bersemangat
lagi untuk mengelola, mengajak, mempengaruhi orang lain untuk mau dan
mendukung perubahan.
4. Para pemimpin dan agen perubahan berganti, karena mutasi atau pensiun
sehingga berbagai hal yang sebelumnya telah teridentifikasi dan menjadi
catatan untuk dilaksanakan, menjadi terabaikan. Capaian dan momentum
yang telah terbangun dapat terlupakan. Dalam kondisi ini, peran dan
kehadiran para agen perubahan dan pimpinan kunci untuk mendorong dan
melaksanakan perubahan dengan strategi yang tepat menjadi penting demi
tecapainya tujuan perubahan.
5. Penolakan, resistensi atau keengganan untuk berubah dari lingkungan
internal dan eksternal seperti mitra kerja dan stakeholders lainnya.
Menghadapi hal ini, kita perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya penolakan tersebut, kemudian menjaga agar
skala dan tingkat penolakan tidak meluas dan membesar. Segera mencari
solusinya. Salah satu faktornya adalah pimpinan dan agen perubahan
salah atau gagal dalam memperhitungkan bagaimana persepsi dan
perasaan anggota organisasi, ketika menghadapi perubahan-perubahan
besar tersebut. Seharusnya, perubahan dilakukan dengan hati-hati agar
tidak menimbulkan gejolak dan ancaman terhadap eksistensi posisi
individu yang yang sudah mapan dan nyaman (comfort zone) berakibat
pada demotivasi yang mempengaruhi kinerjanya.

7.3 Manajemen Risiko dalam Integrasi Teknologi Digital


Dalam sub bab ini, akan dibahas tentang manajemen risiko dalam
konteks integrasi teknologi digital dalam sistem pelayanan. Penggunaan
teknologi digital membawa banyak manfaat dan peluang bagi pelayanan
publik, namun juga membawa risiko yang perlu dikelola dengan baik.
Manajemen risiko memiliki peran penting dalam memastikan bahwa
integrasi teknologi digital berjalan dengan lancar, aman, dan efektif. Dalam
hal ini, identifikasi, analisis, dan evaluasi risiko yang terkait dengan integrasi
teknologi digital menjadi langkah penting yang harus dilakukan. Selain itu,
pengelolaan risiko secara efektif juga akan dibahas agar implementasi

126
integrasi teknologi digital dapat berjalan sukses.

A. Pengertian dan Tujuan Manajemen Risiko dalam Konteks Integrasi


Teknologi Digital
Manajemen risiko adalah proses identifikasi, analisis, evaluasi, dan
pengendalian risiko yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau proyek.
Dalam konteks integrasi teknologi digital dalam sistem pelayanan,
manajemen risiko berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko
yang mungkin timbul akibat penggunaan teknologi digital. Tujuan utama
dari manajemen risiko adalah mengurangi atau menghilangkan risiko yang
dapat mengganggu keberhasilan implementasi integrasi teknologi digital
dalam pelayanan publik sebagaimana dapat dijelaskan berikut :
1. Identifikasi risiko terkait integrasi teknologi digital : Dalam manajemen
risiko, langkah pertama yang dilakukan adalah identifikasi risiko yang
terkait dengan integrasi teknologi digital dalam sistem pelayanan publik.
Risiko-risiko ini dapat meliputi kegagalan sistem, kerentanan keamanan
data, ketidaksesuaian regulasi dan kebijakan, ketidakmampuan pengguna
dalam mengadopsi teknologi, atau bahkan ketidaksesuaian teknologi
dengan kebutuhan pengguna. Melalui identifikasi risiko yang
komprehensif, organisasi dapat memahami potensi masalah yang dapat
terjadi dan mengambil tindakan pencegahan atau mitigasi yang
diperlukan.
2. Analisis dan evaluasi risiko : Setelah identifikasi risiko dilakukan,
langkah berikutnya adalah melakukan analisis dan evaluasi risiko. Dalam
proses ini, risiko-risiko yang telah diidentifikasi dievaluasi berdasarkan
probabilitas terjadinya dan dampak yang ditimbulkan. Dengan melakukan
analisis dan evaluasi yang cermat, organisasi dapat menentukan risiko-
risiko mana yang paling berpotensi mempengaruhi keberhasilan integrasi
teknologi digital dalam sistem pelayanan. Hal ini membantu dalam
menentukan prioritas penanganan risiko dan alokasi sumber daya yang
tepat.
3. Pengendalian dan mitigasi risiko : Setelah risiko-risiko dievaluasi,
langkah selanjutnya adalah mengembangkan strategi pengendalian dan
mitigasi risiko. Pengendalian risiko melibatkan langkah-langkah untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya risiko atau mengurangi dampaknya
jika risiko tersebut terjadi. Strategi pengendalian risiko dapat meliputi

127
penerapan langkah keamanan tambahan, pelatihan dan pemahaman
pengguna terhadap teknologi, pemantauan dan pengawasan yang ketat
terhadap sistem, serta pengembangan rencana pemulihan jika risiko
terjadi. Dengan demikian, organisasi dapat meminimalkan konsekuensi
negatif dan memastikan kelancaran implementasi integrasi teknologi
digital.
4. Keberhasilan implementasi integrasi teknologi digital : Tujuan utama dari
manajemen risiko dalam konteks integrasi teknologi digital adalah
mencapai keberhasilan implementasi. Dengan mengidentifikasi,
menganalisis, dan mengendalikan risiko dengan baik, organisasi dapat
mengurangi kemungkinan hambatan dan gangguan dalam penerapan
teknologi digital. Manajemen risiko yang efektif memungkinkan
organisasi untuk menjalankan proses integrasi dengan lebih lancar,
meningkatkan keberhasilan implementasi, dan mencapai hasil yang
diharapkan dalam hal peningkatan pelayanan publik.

B. Identifikasi, Analisis, dan Evaluasi Risiko yang Terkait dengan


Integrasi Teknologi Digital
Langkah awal dalam manajemen risiko adalah mengidentifikasi
risiko yang terkait dengan integrasi teknologi digital. Risiko-risiko ini dapat
meliputi kegagalan sistem, kebocoran data, keamanan informasi yang rentan,
atau ketidaksesuaian dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku. Setelah
risiko diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis
mendalam untuk memahami dampak potensial dari masing-masing risiko
tersebut. Evaluasi risiko dilakukan untuk menentukan tingkat keparahan
risiko dan prioritas pengelolaan risiko yang harus dilakukan. Sebagaimana
penjelasan berikut :
1. Identifikasi Risiko Terkait Integrasi Teknologi Digital : Dalam
manajemen risiko terkait integrasi teknologi digital, langkah awal yang
perlu dilakukan adalah mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin
terjadi. Risiko-risiko ini dapat bervariasi, seperti kegagalan sistem,
kebocoran data, keamanan informasi yang rentan, atau ketidaksesuaian
dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku. Proses identifikasi risiko
ini penting untuk mengetahui potensi ancaman yang dapat muncul
sebagai akibat dari integrasi teknologi digital dalam sistem pelayanan
publik.

128
2. Analisis Mendalam terhadap Risiko yang Diidentifikasi : Setelah risiko-
risiko terkait integrasi teknologi digital diidentifikasi, langkah berikutnya
adalah melakukan analisis mendalam untuk memahami dampak
potensial dari masing-masing risiko tersebut. Analisis ini bertujuan untuk
menggali informasi lebih lanjut mengenai risiko tersebut, termasuk
potensi kerugian yang mungkin terjadi, kemungkinan terjadinya risiko,
serta faktor-faktor penyebab dan pemicu dari risiko tersebut. Dengan
analisis yang mendalam, pengambil keputusan dapat memiliki
pemahaman yang lebih baik mengenai risiko dan dapat merumuskan
strategi pengelolaan risiko yang tepat.
3. Evaluasi Risiko dan Penentuan Prioritas : Evaluasi risiko dilakukan
untuk menentukan tingkat keparahan risiko dan prioritas pengelolaan
risiko yang harus dilakukan. Dalam evaluasi risiko, risiko-risiko yang
telah diidentifikasi dan dianalisis diberi bobot berdasarkan dampak dan
probabilitas terjadinya. Risiko dengan dampak yang tinggi dan
probabilitas yang tinggi akan menjadi prioritas utama dalam pengelolaan
risiko. Sementara itu, risiko dengan dampak yang rendah dan probabilitas
yang rendah dapat diberikan perhatian yang lebih rendah dalam
pengelolaan risiko.
4. Strategi Pengelolaan Risiko : Setelah evaluasi risiko dilakukan, langkah
selanjutnya adalah merumuskan strategi pengelolaan risiko yang tepat.
Strategi pengelolaan risiko dapat meliputi penghindaran risiko,
pengurangan risiko, transfer risiko, atau penerimaan risiko. Misalnya,
untuk menghindari risiko kebocoran data, tindakan yang dapat diambil
adalah dengan mengimplementasikan kebijakan keamanan yang ketat
dan melibatkan protokol enkripsi yang kuat. Sedangkan untuk
mengurangi risiko kegagalan sistem, dapat dilakukan penggunaan
teknologi redundan atau backup yang handal.
5. Implementasi dan Monitoring : Setelah strategi pengelolaan risiko
ditetapkan, langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan tindakan
pengelolaan risiko yang telah dirumuskan. Implementasi dilakukan
dengan melibatkan unit atau divisi yang terkait dan melaksanakan
langkah-langkah yang telah ditentukan dalam strategi pengelolaan risiko.
Selanjutnya, proses monitoring dilakukan secara terus-menerus untuk
memantau efektivitas dari tindakan pengelolaan risiko yang telah
diimplementasikan. Monitoring juga memungkinkan untuk

129
mengidentifikasi perubahan dalam lingkungan yang dapat
mempengaruhi risiko yang ada, sehingga tindakan perbaikan dapat
dilakukan secara proaktif.

C. Pengelolaan Risiko Secara Efektif dalam Implementasi Integrasi


Teknologi Digital
Pengelolaan risiko yang efektif membutuhkan pendekatan yang
terstruktur dan komprehensif. Setelah risiko diidentifikasi dan dievaluasi,
langkah selanjutnya adalah merancang strategi pengelolaan risiko yang
sesuai. Strategi ini dapat mencakup pilihan kebijakan, pengaturan kontrol
keamanan yang tepat, pelatihan dan kesadaran terkait keamanan informasi,
serta langkah-langkah pemulihan yang efektif. Penting juga untuk
memonitor dan mengawasi risiko secara terus-menerus selama implementasi
integrasi teknologi digital, sehingga tindakan perbaikan dapat diambil
dengan cepat jika diperlukan. Sebagaimana penjelasan berikut ini :
1. Pendekatan Terstruktur dalam Pengelolaan Risiko : Pengelolaan risiko
yang efektif dalam implementasi integrasi teknologi digital memerlukan
pendekatan yang terstruktur. Langkah-langkah yang dilakukan
mencakup identifikasi risiko potensial, penilaian risiko berdasarkan
tingkat keparahan dan probabilitas terjadinya, serta merancang strategi
pengelolaan risiko yang tepat. Dalam buku "Enterprise Risk
Management: From Incentives to Controls" karya James Lam, dijelaskan
bahwa pendekatan terstruktur dalam pengelolaan risiko membantu
organisasi mengenali, mengukur, dan mengurangi risiko yang terkait
dengan integrasi teknologi digital.
2. Desain Strategi Pengelolaan Risiko yang Sesuai : Setelah risiko
diidentifikasi dan dievaluasi, langkah selanjutnya dalam pengelolaan
risiko adalah merancang strategi yang sesuai. Strategi pengelolaan risiko
dapat melibatkan pemilihan kebijakan yang tepat, pengaturan kontrol
keamanan yang memadai, pelatihan dan kesadaran terkait keamanan
informasi, serta langkah-langkah pemulihan yang efektif. Dalam buku
"Risk Management: Concepts and Guidance" yang ditulis oleh Carl L.
Pritchard, disarankan bahwa strategi pengelolaan risiko harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks organisasi, termasuk dalam
konteks integrasi teknologi digital.
3. Monitoring dan Pengawasan Risiko secara Terus-menerus : Penting

130
untuk memonitor dan mengawasi risiko secara terus-menerus selama
implementasi integrasi teknologi digital. Dalam konteks ini, organisasi
perlu memiliki mekanisme yang memungkinkan identifikasi dini
terhadap perubahan risiko, pemantauan kinerja implementasi, serta
evaluasi efektivitas tindakan pengelolaan risiko yang telah diambil.
James Lam dalam bukunya juga menyoroti pentingnya memperbarui dan
menyesuaikan strategi pengelolaan risiko secara berkala sesuai dengan
perkembangan teknologi dan perubahan lingkungan bisnis.
4. Respons Cepat terhadap Perbaikan Risiko : Selama implementasi
integrasi teknologi digital, kemungkinan adanya risiko yang perlu
diperbaiki selalu ada. Oleh karena itu, penting untuk memiliki
mekanisme yang memungkinkan tindakan perbaikan yang cepat jika
risiko tersebut terjadi. Dalam bukunya yang berjudul "Project Risk
Management: A Practical Implementation Approach", Michael M.
Bissonette menggarisbawahi bahwa organisasi harus memiliki rencana
respons risiko yang jelas dan terdefinisi dengan baik. Rencana tersebut
harus mencakup tindakan perbaikan yang spesifik, penugasan tanggung
jawab, dan waktu respons yang ditetapkan.

7.4 Manajemen Teknologi Digital dalam Konteks Integrasi Sistem


Pelayanan
Dalam era digital saat ini, pelayanan publik telah mengalami
transformasi signifikan dengan adanya integrasi teknologi digital. Manajemen
teknologi digital memiliki peran krusial dalam memastikan penerapan yang
efektif dan efisien dari sistem pelayanan. Pada sub bab ini, kita akan
menjelajahi peran dan fungsi manajemen teknologi digital dalam pelayanan
publik, penilaian teknologi digital yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan,
serta pentingnya pengembangan dan pengelolaan infrastruktur teknologi
digital dalam sistem pelayanan.
Manajemen teknologi digital memiliki peran yang signifikan dalam
meningkatkan pelayanan publik melalui integrasi sistem yang canggih. Dalam
konteks ini, peran dan fungsi manajemen teknologi digital menjadi penting
untuk mencapai pelayanan yang berkualitas tinggi dan memenuhi kebutuhan
masyarakat sebagaimana ruang lingkup berikut ini :

131
1. Peran dan Fungsi Manajemen Teknologi Digital dalam Pelayanan Publik:
Manajemen teknologi digital bertanggung jawab untuk mengidentifikasi,
mengembangkan, dan mengintegrasikan solusi teknologi digital dalam
sistem pelayanan publik. Mereka berperan dalam merancang,
menerapkan, dan mengelola teknologi yang mendukung pelayanan yang
efisien, responsif, dan terjangkau bagi masyarakat. Melalui strategi yang
matang, manajemen teknologi digital dapat meningkatkan kualitas dan
aksesibilitas pelayanan publik.
2. Penilaian Teknologi Digital yang Sesuai dengan Kebutuhan Pelayanan
Publik:Pemilihan teknologi digital yang tepat merupakan langkah penting
dalam integrasi sistem pelayanan. Manajemen teknologi digital perlu
melakukan penilaian terhadap berbagai teknologi yang tersedia, dengan
mempertimbangkan kebutuhan khusus dari sektor pelayanan publik.
Evaluasi yang seksama terhadap fitur, kehandalan, keamanan, dan
skalabilitas teknologi akan memastikan implementasi yang sukses dan
memuaskan bagi masyarakat pengguna.
3. Pengembangan dan Pengelolaan Infrastruktur Teknologi Digital dalam
Sistem Pelayanan:Infrastruktur teknologi digital yang baik sangat penting
untuk mendukung operasional pelayanan publik yang efektif. Manajemen
teknologi digital harus berfokus pada pengembangan dan pengelolaan
infrastruktur yang mampu menangani volume transaksi yang tinggi,
menjaga keamanan data, serta memastikan konektivitas yang lancar dan
terpercaya. Investasi yang tepat dalam infrastruktur teknologi digital akan
memungkinkan adopsi dan integrasi teknologi yang lebih baik dalam
pelayanan publik.
4. Integrasi dan Koordinasi Antar Sistem Teknologi Digital:Manajemen
teknologi digital harus mampu mengintegrasikan berbagai sistem
teknologi digital yang ada dalam sistem pelayanan. Hal ini memungkinkan
adanya koordinasi antar unit dan instansi dalam memberikan pelayanan
yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Kolaborasi yang efektif
antara berbagai sistem teknologi digital akan mengurangi tumpang tindih
pelayanan dan meningkatkan efisiensi operasional.
5. Perlindungan Data dan Keamanan Informasi:Manajemen teknologi digital
harus memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan data dan
keamanan informasi dalam sistem pelayanan publik. Mereka bertanggung
jawab untuk mengimplementasikan kebijakan dan praktik terbaik dalam

132
menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data. Penggunaan
teknologi enkripsi, firewall, dan sistem keamanan lainnya menjadi penting
untuk mencegah serangan siber dan pelanggaran data.
6. Peningkatan Kapabilitas dan Kompetensi SDM:Manajemen teknologi
digital juga berkaitan dengan peningkatan kapabilitas dan kompetensi
sumber daya manusia yang terlibat dalam pelayanan publik. Pelatihan dan
pengembangan keterampilan teknologi digital bagi petugas pelayanan
publik akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan yang
diberikan. Pembentukan tim teknologi yang handal dan berpengetahuan
luas juga penting dalam menjaga operasional dan pemeliharaan sistem
teknologi digital.
7. Tantangan dalam Manajemen Teknologi Digital: Dalam mengelola
teknologi digital dalam konteks pelayanan publik, manajemen teknologi
digital juga dihadapkan pada tantangan dan kompleksitas tertentu.
Beberapa tantangan meliputi biaya investasi yang signifikan, cepatnya
perubahan teknologi, adopsi teknologi yang seragam di seluruh instansi
pemerintah, serta kesenjangan digital yang mempengaruhi aksesibilitas
masyarakat terhadap layanan.

RINGKASAN
Struktur organisasi yang mendukung integrasi teknologi digital
memiliki peran penting dalam sistem pelayanan publik. Desain struktur yang
responsif terhadap perubahan teknologi digital melibatkan fleksibilitas,
adaptabilitas, dan penyesuaian diri. Unit atau divisi dalam organisasi
bertanggung jawab untuk mengelola integrasi teknologi digital dengan
mengidentifikasi kebutuhan, mengimplementasikan teknologi yang sesuai,
dan melakukan pemeliharaan serta pengembangan berkelanjutan. Manajemen
perubahan juga penting dalam implementasi integrasi teknologi digital,
melibatkan konsep, prinsip, tantangan, dan strategi efektif untuk mengatasi
perubahan tersebut.
Manajemen risiko dalam integrasi teknologi digital dalam sistem
pelayanan adalah penting untuk mengelola risiko yang mungkin timbul.
Langkah-langkah yang dilakukan meliputi identifikasi, analisis, dan evaluasi
risiko terkait integrasi teknologi digital. Selain itu, strategi pengendalian dan
mitigasi risiko juga perlu dikembangkan. Tujuan utama dari manajemen risiko
adalah mencapai keberhasilan implementasi integrasi teknologi digital dalam

133
pelayanan publik. Identifikasi risiko meliputi kegagalan sistem, kerentanan
keamanan data, ketidaksesuaian regulasi, dan kebutuhan pengguna. Analisis
dan evaluasi risiko dilakukan berdasarkan probabilitas dan dampak. Strategi
pengelolaan risiko meliputi pengendalian dan mitigasi risiko serta
implementasi dan monitoring. Manajemen risiko yang efektif memerlukan
pendekatan terstruktur dan komprehensif serta respons cepat terhadap
perbaikan risiko. Manajemen teknologi digital dalam konteks integrasi sistem
pelayanan juga penting untuk memastikan penerapan yang efektif dan efisien
dari teknologi digital dalam pelayanan publik.

LATIHAN
1) Jelaskan pengertian struktur organisasi yang mendukung integrasi
teknologi digital dalam konteks pelayanan publik. Berikan juga penjelasan
mengenai pentingnya struktur organisasi tersebut dalam menghadapi
perubahan teknologi digital dan memaksimalkan pemanfaatan teknologi
dalam sistem pelayanan publik.
2) Apa saja ciri-ciri desain struktur organisasi yang responsif terhadap
perubahan teknologi digital? Jelaskan masing-masing ciri dan berikan
contoh implementasinya dalam konteks pelayanan publik.
3) Bagaimana peran dan tanggung jawab unit atau divisi dalam pengelolaan
integrasi teknologi digital? Jelaskan langkah-langkah yang perlu
dilakukan oleh unit atau divisi dalam mengidentifikasi kebutuhan
teknologi, mengimplementasikan teknologi yang sesuai, serta melakukan
pemeliharaan dan pengembangan berkelanjutan terhadap teknologi digital.
4) Jelaskan pengertian dan tujuan manajemen risiko dalam konteks integrasi
teknologi digital dalam sistem pelayanan publik. Bagaimana langkah-
langkah yang perlu dilakukan dalam manajemen risiko tersebut?
5) Apa yang dimaksud dengan identifikasi, analisis, dan evaluasi risiko yang
terkait dengan integrasi teknologi digital? Jelaskan langkah-langkah yang
perlu dilakukan dalam proses identifikasi, analisis, dan evaluasi risiko
tersebut.

Soal Pilihan Berganda


1. Struktur organisasi yang mendukung integrasi teknologi digital dalam
pelayanan publik dapat meningkatkan efisiensi operasional dengan cara
berikut, kecuali:

134
a. Mengurangi duplikasi tugas
b. Meningkatkan koordinasi antarbagian
c. Memperkuat komunikasi antarunit atau divisi
d. Mengurangi pemanfaatan teknologi digital
2. Fleksibilitas dalam desain struktur organisasi yang responsif terhadap
perubahan teknologi digital mencakup kemampuan organisasi untuk:
a. Mengadopsi teknologi baru
b. Mengubah proses kerja yang ada
c. Beradaptasi dengan perubahan kebutuhan pengguna
d. Menetapkan aturan yang kaku dan tidak dapat diubah
3. Salah satu tanggung jawab unit atau divisi dalam pengelolaan integrasi
teknologi digital adalah:
a. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi digital dalam sistem pelayanan
b. Menyediakan dukungan psikologis bagi karyawan
c. Menyusun anggaran pengelolaan teknologi digital
d. Melakukan perekrutan pegawai baru
4. Salah satu tantangan dalam manajemen perubahan dalam implementasi
integrasi teknologi digital adalah:
a. Rendahnya tingkat keterampilan teknis karyawan
b. Kurangnya dukungan dari pihak manajemen
c. Tidak adanya anggaran yang cukup
d. Terlalu banyak opsi teknologi yang tersedia
5. Manajemen perubahan dalam konteks integrasi teknologi digital bertujuan
untuk:
a. Menghambat pengadopsian teknologi baru
b. Memastikan perubahan tidak perlu dilakukan
c. Mengelola perubahan dengan efektif dan efisien
d. Menjaga kestabilan dan ketidakberubahannya sistem pelayanan
6. Manajemen risiko bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
yang dapat mengganggu keberhasilan implementasi integrasi teknologi
digital dalam pelayanan publik. Tujuan utama dari manajemen risiko
adalah:
a. Meningkatkan kecepatan implementasi teknologi digital.
b. Menghindari penggunaan teknologi digital dalam pelayanan publik.
c. Mengurangi atau menghilangkan risiko yang dapat mengganggu
keberhasilan integrasi teknologi digital.

135
d. Menyediakan pelayanan publik yang murah.
7. Langkah awal dalam manajemen risiko adalah:
a. Evaluasi risiko.
b. Pengendalian dan mitigasi risiko.
c. Identifikasi risiko.
d. Implementasi integrasi teknologi digital.
8. Proses identifikasi risiko terkait integrasi teknologi digital bertujuan untuk:
a. Mengetahui potensi ancaman yang dapat muncul sebagai akibat dari
integrasi teknologi digital dalam sistem pelayanan publik.
b. Mengurangi risiko yang mungkin timbul akibat penggunaan teknologi
digital.
c. Mengidentifikasi risiko yang terkait dengan regulasi dan kebijakan.
d. Meningkatkan keberhasilan implementasi integrasi teknologi digital.
9. Setelah risiko-risiko terkait integrasi teknologi digital diidentifikasi,
langkah berikutnya adalah:
a. Evaluasi risiko.
b. Analisis mendalam terhadap risiko yang diidentifikasi.
c. Implementasi tindakan pengelolaan risiko.
d. Merumuskan strategi pengelolaan risiko yang sesuai.
10. Monitoring dan pengawasan risiko secara terus-menerus penting
dilakukan dalam implementasi integrasi teknologi digital agar dapat:
a. Mengidentifikasi perubahan dalam lingkungan yang dapat
mempengaruhi risiko.
b. Mengurangi risiko yang terkait dengan kebijakan dan regulasi.
c. Menentukan tingkat keparahan risiko.
d. Mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi.

Jawaban Soal Pilihan Berganda:


1) d. Mengurangi pemanfaatan teknologi digital
2) d. Menetapkan aturan yang kaku dan tidak dapat diubah
3) a. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi digital dalam sistem pelayanan
4) b. Kurangnya dukungan dari pihak manajemen
5) c. Mengelola perubahan dengan efektif dan efisien
6) c. Mengurangi atau menghilangkan risiko yang dapat mengganggu
keberhasilan integrasi teknologi digital.
7) c. Identifikasi risiko.

136
8) a. Mengetahui potensi ancaman yang dapat muncul sebagai akibat dari
integrasi teknologi digital dalam sistem pelayanan publik.
9) b. Analisis mendalam terhadap risiko yang diidentifikasi.
10) a. Mengidentifikasi perubahan dalam lingkungan yang dapat
mempengaruhi risiko.

137
DAFTAR PUSTAKA
Aven, T. (2017). "Risk Management and Governance: Concepts, Guidelines
and Applications." Springer.
Baldwin, Timothy, Bommer, Bill, dan Rubin, Robert. (2018). "Managing
Organizational Behavior: What Great Managers Know and Do."
McGraw-Hill Education.
Bissonette, M. M. (2012). "Project Risk Management: A Practical
Implementation Approach." CRC Press.
Cameron, E., & Green, M. (2015). Making Sense of Change Management: A
Complete Guide to the Models, Tools, and Techniques of Organizational
Change (4th ed.). Kogan Page.
Colquitt, J. A., LePine, Jeffery A., dan Wesson, M. J. (2020). "Organizational
Behavior: Improving Performance and Commitment in the Workplace."
McGraw-Hill Education.
Cummings, T. G., & Worley, C. G. (2014). Organization Development and
Change (10th ed.). Cengage Learning.
Danziger, James N. (2019). "Understanding the Political World: A
Comparative Introduction to Political Science." Pearson.
Farahani, B. (2019). Digital Government: E-Government and E-Governance.
CRC Press.
French, Wendell L., dan Bell, Cecil H. Jr. (2011). "Organization
Development: Behavioral Science Interventions for Organization
Improvement." Pearson.
Hansen, M. (2009). "Collaboration: How Leaders Avoid the Traps, Create
Unity, and Reap Big Results." Harvard Business Review Press.
Heeks, R. (2017). Managing Digital Governance. In E. Ferro, Y. Gil-García,
& M. Janssen (Eds.), Beyond Smart and Connected Governments (pp. 39-
53). Springer.
ISO 31000:2018. "Risk management – Guidelines." International
Organization for Standardization.
Janssen, M., Charalabidis, Y., & Zuiderwijk, A. (2012). Benefits, Adoption
Barriers and Myths of Open Data and Open Government. Information
Systems Management, 29(4), 258-268.
Kotter, J. P. (1996). Leading Change. Harvard Business Review Press.
Lam, J. (2014). "Enterprise Risk Management: From Incentives to Controls."
Wiley.

138
Laudon, K. C., & Laudon, J. P. (2016). Management Information Systems:
Managing the Digital Firm. Pearson.
Laudon, K. C., dan Laudon, J. P. (2016). "Managing the Digital Firm: Digital
Strategies for Effective Leadership." Pearson.
Lewin, K. (1951). Field Theory in Social Science: Selected Theoretical
Papers. Harper & Row.
Lewis, L. K. (2011). "Organizational Change: Creating Change Through
Strategic Communication." Wiley.
Ojo, A., dan Richardson, I. (2019). "Digital Government: Principles and Best
Practices." Springer.
Palmer, I., Dunford, R, dan Buchanan, D. (2017). "Managing Organizational
Change: A Multiple Perspectives Approach." McGraw-Hill Education.
Pinto, J. K. (2015). Project Management: Achieving Competitive Advantage
(4th ed.). Pearson.
Pritchard, C. L. (2012). "Risk Management: Concepts and Guidance." CRC
Press, 2014.
Robbins, S. P., & Coulter, M. (2017). Management (14th ed.). Pearson.
Tidd, J., & Bessant, J. (2013). Managing Innovation: Integrating
Technological, Market and Organizational Change (5th ed.). Wiley.
United Nations. (2021). UN E-Government Survey 2020: Digital Government
in the Decade of Action for Sustainable Development. United Nations.
Williams, B., & Garland, D. (2002). Risk Management and Hazardous Waste:
Implementation and the Dialectics of Credibility. Risk Analysis, 22(5),
931-944.
World Bank. (2020). Digital Government Assessment Tool. World Bank

139
140
BAB VIII
JENIS-JENIS INTEGRASI DAN INTEGRASI TEKNOLOGI
DIGITAL DALAM SISTEM LAYANAN.

Pada bab ini akan dibahas terkait dengan jenis-jenis integrasi yang
meliputi : Integrasi Level Data, Integrasi Aplikasi, Integrasi Proses Bisnis,
Integrasi Presentasi, dan Integrasi Governemnt To Government (G2G).
Kemudian integrasi teknologi digital dalam sistem layanan meliputi :
Teknologi Terintegrasi untuk Pengembangan Layanan (service
development), dan Teknologi Terintegrasi untuk Penyampaian Layanan
(service delivery).
Integrasi biasanya dibangun secara sistematis dalam beberapa
lapisan. Ide dibalik ini adalah untuk memecah problem ke dalam beberapa
problem yang lebih kecil dan memecahkan setiap sub-problem setahap demi
setahap. Kerena itu integrasi dapat dipandang dalam beberapa lapisan.
Biasanya dimulai dengan membangun arsitektur integrasi pada lapisan
terendah dan menaik secara gradual.
Integrasi level data (data level integration) memusatkan data antar
aplikasi dengan tujuan membagi data yang sama ke beberapa aplikasi yang
berbeda. Integrasi ini merupakan titik awal integrasi. Dari sudut pandang
teknis, integrasi level data ini secara relatif lebih sederhana yang sudah
sangat dikenal oleh kebanyakan pengembang. Mengakses basisdata secara
relatif lebih mudah dan ada beberapa tool yang memudahkan sgaring data
dan mempercepat. Selain itu integrasi level data tidak memerlukan
perubahan aplikasi.
Integrasi aplikasi memusatkan pada sharing fungsionalitas logika
bisnis, dan tidak hanya data murni seperti pada integrasi level data. Integrasi
aplikasi biasanya dicapai melalui penggunaan Application Programming
Interfaces (APIs). Aplikasi yang mengekspose fungsionalitasnya melalui
API dapat mengakses ke fungsionalitas secara programatik tanpa
menggunakan user interface. Jadi tujuan integrasi aplikasi ada dua yaitu :
memahami dan menggunakan API untuk mengakses fungsionalitas yang
dibutuhkan, dan membungkus teknologi yang berbeda yang digunakan untuk
API dan aksesnya. Akses ini menggunakan service untuk mengekspose
interface (API).
Integrasi proses bisnis memungkinkan dukungan proses bisnis dalam

141
enterprise dimana solusi yang ada merupakan bagian dari langkah proses
bisnis. Integrasi ini mengekspose fungsionalitas sebagai abstraksi dari
metode bisnis melalui interface. Integrasi proses bisnis menampilkan sistem
informasi enterprise seperti yang diinginkan atau seperti yang akan dibangun
jika dapat membangunnya secara baru, dengan kebutuhan yang jelas untuk
apa sistem terintegrasi ini diinginkan dengan dukungan teknologi moderen.
Setelah mencapai integrasi proses bisnis, biasanya dilanjutkan
dengan integrasi presentasi. Sebab aplikasi yang ada sekarang dimodelkan
dan dibungkus pada lapisan tengah (middle tier), yang mengekspose service
melalui interface level tinggi. Ini menjadi penting dimana pengguna dapat
melihat sebagai sistem informasi yang menyatu.
Saat ini, integrasi aplikasi di lingkungan pemerintahan tidak lagi
mencukupi. Terdapat kebutuhan pertumbuhan yang memungkinkan
integrasi antara satuan organisasi pemerintahan baik secara horizontal
maupun vertikal. Hal ini sering diacu sebagai integrasi business-to business.
Kebutuhan saat ini tidak lagi sekedar melakukan publish catalog off-line
pada halaman web. Yang diharapkan adalah online, informasi up-to-date
(terkini), efisien, handal dan berkualitas.
Tentu saja, prasyarat untuk e-business yang efisien atau integrasi
G2G adalah sebuah sistem informasi enterprise yang terintegrasi pada level
proses bisnis. Hanya pada level integrasi ini yang memungkinkan pemroses
request secara on-demand.

8.1 Jenis-Jenis Integrasi.


Jenis-jenis integrasi meliputi : Integrasi Level Data, Integrasi
Aplikasi, Integrasi Proses Bisnis, Integrasi Presentasi, dan Integrasi
Governemnt To Government (G2G). Penjelasan masing-masing jenis
integrasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Integrasi Level Data


Integrasi level data adalah proses menggabungkan dan
mengoordinasikan data dari berbagai sumber yang berbeda. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan alat dan teknologi seperti basis data
terpusat, data warehouse, atau teknik seperti ETL (Extract, Transform,
Load). Integrasi level data bertujuan untuk menghilangkan redundansi,
inkonsistensi, dan kesalahan data yang mungkin terjadi ketika data disimpan

142
secara terpisah. Integrasi level data membentuk dasar bagi jenis integrasi
lainnya karena memastikan konsistensi dan kualitas data yang digunakan
oleh sistem lain.
Proses integrasi level data dapat melibatkan penggunaan alat dan
teknologi seperti basis data terpusat, data warehouse, atau teknik seperti ETL
(Extract, Transform, Load). Basis data terpusat mengumpulkan data dari
berbagai sumber ke dalam satu tempat, sementara data warehouse
menyimpan data yang diolah secara terstruktur untuk analisis dan pelaporan.
Teknik ETL digunakan untuk mengekstraksi data dari sumber,
mentransformasikan data ke dalam format yang sesuai, dan memuat data ke
dalam tujuan yang ditentukan.
Integrasi level data sangat penting karena dapat menghilangkan
redundansi, inkonsistensi, dan kesalahan data yang mungkin terjadi ketika
data disimpan secara terpisah. Dengan mengintegrasikan data dari berbagai
sumber, organisasi dapat memastikan bahwa data yang digunakan oleh
sistem-sistem yang berbeda adalah konsisten, berkualitas, dan terbarui secara
tepat waktu. Hal ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih
akurat dan penggunaan data yang lebih efisien.
Namun, terdapat beberapa faktor dan persyaratan yang perlu
diperhatikan ketika akan menggunakan integrasi level data:
1. Keselarasan Struktur Data: Data dari berbagai sumber yang akan
diintegrasikan harus memiliki struktur yang seragam atau dapat diubah
menjadi format yang seragam. Hal ini melibatkan pemetaan data dari
sumber yang berbeda ke dalam format yang sama agar dapat
diintegrasikan dengan benar.
2. Identifikasi dan Resolusi Konflik Data: Ketika mengintegrasikan data dari
berbagai sumber, mungkin terjadi konflik data, seperti nilai yang berbeda
atau duplikasi. Oleh karena itu, perlu ada mekanisme untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik tersebut, misalnya dengan
menentukan aturan prioritas atau melakukan deduplikasi data.
3. Konsistensi dan Integritas Data: Data yang diintegrasikan harus
memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Hal ini termasuk menjaga
integritas referensial, validasi data, dan memastikan bahwa data yang
diintegrasikan telah melalui proses kontrol kualitas yang memadai.
4. Keamanan dan Privasi Data: Dalam proses integrasi level data, penting
untuk memperhatikan keamanan dan privasi data. Hal ini melibatkan

143
penerapan langkah-langkah keamanan seperti enkripsi, otentikasi, dan
otorisasi untuk melindungi data sensitif dari akses yang tidak sah.
5. Kinerja dan Skalabilitas: Dalam mengintegrasikan data dari berbagai
sumber, perlu memperhatikan kinerja sistem dan kemampuan skalabilitas.
Proses integrasi level data harus mampu menangani volume data yang
besar dan mempertahankan kinerja yang baik dalam mengakses dan
memanipulasi data.
Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas, organisasi dapat
mengimplementasikan integrasi level data dengan sukses, menciptakan
fondasi yang kuat untuk jenis integrasi lainnya, dan memastikan kualitas dan
konsistensi data yang diperlukan untuk pelayanan publik yang inovatif dan
terintegrasi.

b. Integrasi Aplikasi
Integrasi aplikasi melibatkan menghubungkan aplikasi perangkat
lunak yang berbeda agar dapat berkomunikasi dan berbagi data secara
efektif. Tujuannya adalah memastikan bahwa aplikasi-aplikasi yang
digunakan dalam suatu organisasi dapat saling berinteraksi dan berbagi
informasi dengan lancar. Integrasi aplikasi memungkinkan organisasi untuk
mengoptimalkan penggunaan aplikasi-aplikasi yang ada dan menghindari
redundansi atau duplikasi data yang tidak efisien.
Teknik yang umum digunakan dalam integrasi aplikasi termasuk
penggunaan API (Application Programming Interface), layanan web, dan
middleware.
1. Penggunaan API (Application Programming Interface): API adalah
antarmuka yang memungkinkan aplikasi satu dengan aplikasi lainnya
untuk berkomunikasi dan berbagi data. API memungkinkan pengembang
untuk mengakses dan menggunakan fungsionalitas atau data dari aplikasi
lain melalui mekanisme yang telah ditentukan. Dengan menggunakan
API, aplikasi dapat saling berinteraksi dengan lancar tanpa harus
mengekspos semua detail internal dari masing-masing aplikasi.
2. Layanan Web: Integrasi aplikasi dapat dicapai melalui penggunaan
layanan web. Layanan web adalah komponen perangkat lunak yang
dapat diakses melalui protokol internet standar seperti HTTP. Melalui
layanan web, aplikasi dapat memanggil dan mengirim permintaan ke
aplikasi lain untuk mendapatkan data atau menjalankan fungsionalitas

144
tertentu. Layanan web memungkinkan aplikasi untuk berkomunikasi dan
berbagi data melalui jaringan dengan standar yang telah ditetapkan.
3. Middleware: Middleware adalah perangkat lunak yang berfungsi sebagai
perantara antara aplikasi-aplikasi yang ingin diintegrasikan. Middleware
menyediakan infrastruktur dan layanan yang memungkinkan aplikasi
berkomunikasi dan berbagi data secara efisien. Contoh middleware
termasuk message brokers, enterprise service bus (ESB), atau teknologi
integrasi seperti Apache Kafka atau RabbitMQ.
Ketika menggunakan integrasi aplikasi, ada beberapa persyaratan
atau faktor yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Kompatibilitas antarmuka: Aplikasi yang akan diintegrasikan harus
memiliki antarmuka yang kompatibel atau mendukung standar yang
sama. Hal ini penting agar aplikasi dapat saling berkomunikasi dan
berbagi data dengan lancar. Jika antarmuka tidak kompatibel, perlu
dilakukan transformasi atau adaptasi data agar dapat diintegrasikan
secara efektif.
2. Keamanan: Integrasi aplikasi harus memperhatikan keamanan data dan
informasi yang diintegrasikan. Data yang dikirim antar aplikasi harus
dienkripsi dan dilindungi secara adekuat untuk menghindari pelanggaran
keamanan dan penyalahgunaan data.
3. Skalabilitas: Integrasi aplikasi harus dapat mengakomodasi pertumbuhan
dan perubahan kebutuhan bisnis. Aplikasi yang diintegrasikan harus
mampu berskala dan dapat menangani volume data yang meningkat
seiring waktu.
4. Monitoring dan manajemen: Penting untuk memantau dan mengelola
integrasi aplikasi secara terus-menerus. Proses integrasi perlu dipantau
untuk memastikan kinerja yang optimal, mengidentifikasi masalah atau
kegagalan integrasi, serta melakukan tindakan perbaikan yang
diperlukan.
5. Ketersediaan dan kehandalan: Integrasi aplikasi harus dirancang untuk
memiliki tingkat ketersediaan dan kehandalan yang tinggi. Dalam kasus
kegagalan sistem atau gangguan jaringan, integrasi aplikasi harus dapat
dengan cepat memulihkan koneksi dan melanjutkan operasi normal.

c. Integrasi Proses Bisnis


Integrasi proses bisnis melibatkan penggabungan dan sinkronisasi

145
proses bisnis yang berbeda dalam sebuah organisasi. Tujuan dari integrasi
proses bisnis adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional
dengan menghilangkan hambatan dan kesenjangan antara departemen atau
fungsi yang berbeda. Dengan melakukan integrasi ini, organisasi dapat
mencapai koordinasi yang lebih baik antara proses bisnis yang terkait,
menghindari duplikasi pekerjaan, mengurangi waktu dan biaya yang
diperlukan, serta meningkatkan respons terhadap permintaan dan perubahan
pasar.
Integrasi proses bisnis dapat dicapai melalui penggunaan berbagai alat
dan teknologi, seperti BPM (Business Process Management) dan layanan
web serta B2B (Business-to-Business) integrasi. BPM adalah pendekatan
manajemen yang terfokus pada pemodelan, otomatisasi, dan pemantauan
proses bisnis. Dengan menggunakan BPM, organisasi dapat
mengidentifikasi, mendesain, dan mengotomatisasi proses bisnis mereka,
serta mengukur dan meningkatkan kinerja proses secara berkelanjutan.
Namun, terdapat beberapa faktor dan persyaratan yang perlu
diperhatikan ketika akan menggunakan jenis integrasi ini, antara lain:
1. Analisis Proses Bisnis: Sebelum melakukan integrasi proses bisnis,
organisasi perlu melakukan analisis mendalam terhadap proses bisnis
yang ada. Hal ini melibatkan pemahaman yang jelas tentang proses bisnis
yang berbeda, hubungan antara mereka, dan kebutuhan integrasi yang
diperlukan.
2. Standarisasi Proses Bisnis: Penting untuk memiliki standar dan panduan
yang jelas terkait dengan proses bisnis yang akan diintegrasikan.
Standarisasi ini meliputi format data, aturan bisnis, aliran kerja, dan
metode kerja yang konsisten di seluruh organisasi.
3. Pemilihan Teknologi yang Tepat: Organisasi perlu memilih teknologi
yang sesuai untuk mendukung integrasi proses bisnis. Ini dapat
mencakup penggunaan alat BPM, platform integrasi yang mendukung
layanan web, atau solusi B2B yang sesuai dengan kebutuhan dan
infrastruktur organisasi.
4. Keamanan dan Privasi Data: Integrasi proses bisnis melibatkan
pertukaran data yang penting antara sistem dan departemen yang
berbeda. Oleh karena itu, penting untuk memastikan keamanan dan
privasi data yang terlibat dalam proses integrasi. Upaya perlindungan
data, otorisasi akses, enkripsi, dan kebijakan privasi perlu diperhatikan

146
dengan serius.
5. Manajemen Perubahan: Integrasi proses bisnis sering melibatkan
perubahan dalam cara kerja dan tata kelola organisasi. Oleh karena itu,
penting untuk memiliki strategi manajemen perubahan yang efektif,
termasuk komunikasi yang baik, pelibatan stakeholder, pelatihan, dan
pemantauan hasil integrasi.
Melalui pemenuhan faktor dan persyaratan ini, organisasi dapat
berhasil mengimplementasikan integrasi proses bisnis yang efektif,
memperbaiki koordinasi antar departemen, meningkatkan efisiensi
operasional, dan mencapai keunggulan kompetitif dalam lingkungan bisnis
yang semakin kompleks dan dinamis.

d. Integrasi Presentasi
Integrasi presentasi adalah jenis integrasi yang melibatkan
penggabungan antarmuka pengguna dari berbagai sistem atau aplikasi ke
dalam satu antarmuka yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk
memberikan pengguna pengalaman yang konsisten dan terpadu dalam
mengakses berbagai sumber daya dan layanan. Dengan integrasi presentasi,
pengguna dapat mengakses berbagai aplikasi atau sistem yang berbeda
dengan menggunakan satu antarmuka yang terpadu, tanpa perlu berpindah
antarmuka atau mengakses masing-masing sistem secara terpisah.
Integrasi presentasi dapat dicapai melalui beberapa teknologi dan
teknik, seperti:
1. Portal perusahaan: Portal perusahaan adalah platform yang menyediakan
akses terpadu ke berbagai aplikasi, sumber daya, dan layanan dalam satu
antarmuka. Pengguna dapat mengakses berbagai sistem atau aplikasi
yang terintegrasi melalui portal perusahaan, yang menyediakan navigasi
yang mudah dan konsisten.
2. Layanan SSO (Single Sign-On): SSO adalah teknologi yang
memungkinkan pengguna untuk login sekali saja dan mendapatkan akses
otomatis ke berbagai aplikasi atau sistem yang terintegrasi. Dengan
menggunakan SSO, pengguna dapat mengakses berbagai sistem tanpa
perlu memasukkan kredensial login berulang-ulang, sehingga
meningkatkan efisiensi dan kenyamanan.
3. Framing: Framing melibatkan menampilkan konten dari satu aplikasi
atau sistem ke dalam bingkai atau area yang terintegrasi dalam

147
antarmuka aplikasi atau sistem lainnya. Dengan framing, pengguna dapat
melihat dan berinteraksi dengan konten dari sistem lain tanpa harus
beralih antarmuka.
4. Mashup: Mashup adalah teknik yang menggabungkan dan
mengintegrasikan konten dari berbagai sumber daya atau layanan web
yang berbeda menjadi satu entitas yang terpadu. Dengan mashup,
pengguna dapat menggabungkan dan menampilkan informasi dari
berbagai sumber dalam satu tampilan yang terintegrasi.
Dalam menggunakan integrasi presentasi, ada beberapa faktor atau
persyaratan yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Konsistensi antarmuka: Penting untuk memastikan bahwa antarmuka
pengguna yang terintegrasi memiliki konsistensi yang baik, baik dari segi
tampilan maupun interaksi. Hal ini akan membantu pengguna
beradaptasi dengan mudah dan mengurangi kebingungan saat berpindah
antara aplikasi atau sistem yang terintegrasi.
2. Keamanan: Integrasi presentasi harus memperhatikan aspek keamanan
data dan pengguna. Penting untuk melindungi informasi sensitif dan
menerapkan mekanisme keamanan yang sesuai, seperti otorisasi dan
enkripsi, untuk mencegah akses yang tidak sah atau pelanggaran privasi.
3. Kompatibilitas teknologi: Integrasi presentasi dapat melibatkan berbagai
teknologi dan sistem yang berbeda. Oleh karena itu, perlu memastikan
bahwa teknologi yang digunakan kompatibel satu sama lain dan dapat
saling berintegrasi dengan baik.
4. Pengelolaan perubahan: Integrasi presentasi dapat melibatkan perubahan
dalam antarmuka pengguna atau dalam sistem yang terintegrasi. Penting
untuk memiliki proses pengelolaan perubahan yang baik untuk
memastikan bahwa perubahan yang dilakukan tidak mengganggu
fungsionalitas atau pengalaman pengguna yang ada.

e. Integrasi Government To Government (G2G)


Integrasi Government-to-Government (G2G) adalah bentuk integrasi
yang terjadi antara pemerintah dan entitas pemerintah lainnya. Tujuannya
adalah untuk memfasilitasi pertukaran data, informasi, dan layanan antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan entitas lain dalam lingkungan
pemerintahan. Integrasi G2G melibatkan kolaborasi antara entitas
pemerintah yang berbeda untuk menciptakan sistem yang terintegrasi dan

148
terkoordinasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
Integrasi G2G dapat mencakup beberapa aspek, termasuk integrasi
data, integrasi aplikasi, dan integrasi proses bisnis. Integrasi data G2G
bertujuan untuk memastikan keselarasan dan konsistensi data antara entitas
pemerintah yang berbeda. Hal ini penting karena data yang diperlukan oleh
berbagai entitas pemerintah sering kali saling terkait dan harus dipertukarkan
secara akurat dan tepat waktu.
Integrasi aplikasi G2G menghubungkan sistem dan aplikasi yang
digunakan oleh berbagai entitas pemerintah untuk memungkinkan
pertukaran data dan informasi yang lebih efektif. Tujuannya adalah
memastikan bahwa entitas pemerintah dapat berbagi informasi dengan
mudah dan mengakses layanan yang disediakan oleh entitas lain. Integrasi
aplikasi G2G juga memfasilitasi kolaborasi dalam pengembangan aplikasi
pemerintah yang terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas
layanan.
Selain itu, integrasi proses bisnis G2G berfokus pada penyatuan dan
sinkronisasi proses bisnis yang dilakukan oleh berbagai entitas pemerintah.
Dengan mengintegrasikan proses bisnis, entitas pemerintah dapat
menghilangkan hambatan administratif dan meningkatkan koordinasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini memungkinkan adanya
standarisasi prosedur dan peningkatan efisiensi dalam proses pemerintahan.
Dalam menggunakan integrasi G2G, terdapat beberapa faktor dan
persyaratan yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Keamanan Data: Pertukaran data dan informasi antara entitas pemerintah
harus memperhatikan aspek keamanan dan perlindungan data.
Diperlukan kebijakan dan mekanisme yang memastikan kerahasiaan,
integritas, dan ketersediaan data yang ditukar.
2. Konsistensi dan Standardisasi: Diperlukan standar dan format data yang
konsisten antara entitas pemerintah agar dapat saling memahami dan
menggunakan data dengan benar. Standarisasi juga diperlukan dalam
proses bisnis dan aplikasi yang terintegrasi.
3. Infrastruktur Teknologi: Integrasi G2G membutuhkan infrastruktur
teknologi yang memadai, termasuk jaringan komunikasi yang handal dan
sistem yang mendukung pertukaran data dan informasi antara entitas
pemerintah.

149
4. Kebijakan dan Regulasi: Penting untuk memiliki kerangka kebijakan dan
regulasi yang mengatur pertukaran data, informasi, dan layanan antara
entitas pemerintah. Hal ini mencakup persyaratan hukum, privasi, dan
pengelolaan data.
Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, integrasi G2G dapat
dilakukan dengan sukses, memungkinkan entitas pemerintah untuk saling
berkolaborasi, berbagi data, dan menyediakan layanan publik yang lebih
terintegrasi dan efisien.
Keterkaitan antara jenis-jenis integrasi diatas adalah bahwa mereka
saling mendukung dan melengkapi satu sama lain dalam menciptakan sistem
yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Integrasi level data menjadi
fondasi bagi jenis-jenis integrasi lainnya dengan menyediakan data yang
konsisten dan berkualitas. Integrasi aplikasi memungkinkan aplikasi-aplikasi
yang terpisah untuk berinteraksi dan berbagi data. Integrasi proses bisnis
menyatukan proses bisnis yang terpisah dan menghilangkan hambatan antara
departemen atau fungsi yang berbeda. Integrasi presentasi menyediakan
antarmuka yang terpadu untuk mengakses berbagai sumber daya dan
layanan. Sementara itu, integrasi G2G memfasilitasi pertukaran data dan
layanan antara entitas pemerintah yang berbeda.

8.2 Integrasi Teknologi Digital Dalam Sistem Layanan


Integrasi teknologi digital dalam sistem layanan melibatkan
penggunaan dua aspek penting, yaitu Teknologi Terintegrasi untuk
Pengembangan Layanan (service development) dan Teknologi Terintegrasi
untuk Penyampaian Layanan (service delivery). Berikut ini akan
menjelaskan lebih lanjut tentang kedua aspek ini dan bagaimana keterkaitan
antara keduanya dalam mendukung integrasi teknologi digital.

a). Teknologi Terintegrasi untuk Pengembangan Layanan


Teknologi terintegrasi untuk pengembangan layanan melibatkan
penggunaan berbagai teknologi digital yang terintegrasi secara sinergis
untuk mengembangkan dan meningkatkan layanan. Ini mencakup
penggunaan alat dan platform pengembangan aplikasi, analitik data,
kecerdasan buatan, dan teknologi lainnya untuk merancang,
mengembangkan, dan meningkatkan layanan yang disediakan oleh
organisasi atau perusahaan.

150
b). Teknologi Terintegrasi untuk Penyampaian Layanan:
Teknologi terintegrasi untuk penyampaian layanan melibatkan
penggunaan berbagai teknologi digital yang terintegrasi dalam proses
penyampaian layanan kepada pengguna akhir. Hal ini meliputi penggunaan
sistem informasi, infrastruktur jaringan, platform aplikasi, dan teknologi
lainnya yang bekerja bersama-sama untuk menyampaikan layanan kepada
pengguna dengan efektif dan efisien.
Keterkaitan antara kedua aspek ini adalah bahwa Teknologi
Terintegrasi untuk Pengembangan Layanan (Service Development)
menyediakan fondasi yang kuat bagi Teknologi Terintegrasi untuk
Penyampaian Layanan (Service Delivery). Pengembangan layanan yang
terintegrasi dengan menggunakan berbagai teknologi digital memungkinkan
pengembangan layanan yang inovatif, efisien, dan dapat disesuaikan dengan
kebutuhan pengguna. Teknologi ini kemudian diimplementasikan dalam
proses penyampaian layanan melalui Teknologi Terintegrasi untuk
Penyampaian Layanan. Dengan integrasi yang baik antara pengembangan
dan penyampaian layanan, organisasi dapat memberikan pengalaman
pengguna yang terpadu, efisien, dan memuaskan.
Beberapa persyaratan atau faktor yang perlu diperhatikan ketika akan
menggunakan jenis teknologi terintegrasi untuk pengembangan layanan
maupun teknologi terintegrasi untuk penyampaian layanan antara lain:
1. Interoperabilitas: Teknologi yang digunakan harus dapat berintegrasi
dengan baik dengan sistem atau teknologi yang sudah ada dalam
organisasi. Hal ini memastikan keserasian dan kompatibilitas antara
komponen yang berbeda dalam sistem layanan.
2. Keamanan: Perlindungan data dan informasi yang sensitif harus menjadi
prioritas dalam penggunaan teknologi terintegrasi. Mekanisme
keamanan yang tepat harus diimplementasikan untuk melindungi data
dari ancaman kebocoran atau penyalahgunaan.
3. Skalabilitas: Teknologi yang dipilih harus mampu untuk dapat
ditingkatkan atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hal ini
memastikan bahwa sistem layanan dapat berkembang seiring dengan
perubahan kebutuhan atau skala operasi.
4. Pengelolaan Risiko: Risiko yang terkait dengan penggunaan teknologi
terintegrasi harus diidentifikasi dan dikelola dengan baik. Hal ini
termasuk risiko kegagalan sistem, risiko keamanan, dan risiko

151
operasional lainnya yang dapat mempengaruhi layanan yang
disampaikan.
Dengan memperhatikan persyaratan dan faktor-faktor tersebut,
organisasi dapat memanfaatkan teknologi terintegrasi dengan baik dalam
pengembangan dan penyampaian layanan, yang pada gilirannya akan
meningkatkan kualitas, efisiensi, dan kepuasan pengguna.

RINGKASAN
Integrasi merupakan konsep penting dalam pengembangan sistem
dan layanan. Terdapat beberapa jenis integrasi yang perlu diperhatikan,
antara lain integrasi level data, integrasi aplikasi, integrasi proses bisnis,
integrasi presentasi, dan integrasi Government To Government (G2G).
Integrasi level data berkaitan dengan penggabungan data dari berbagai
sumber untuk menciptakan pemahaman yang holistik. Integrasi aplikasi
melibatkan penggabungan berbagai aplikasi yang berbeda menjadi satu
sistem yang terintegrasi. Integrasi proses bisnis berfokus pada penggabungan
berbagai langkah atau aktivitas dalam proses bisnis menjadi satu kesatuan
yang terkoordinasi. Integrasi presentasi mengacu pada penyatuan tampilan
antarmuka pengguna yang konsisten dalam berbagai aplikasi. Sedangkan
integrasi Government To Government (G2G) merupakan integrasi antara
pemerintah dengan pemerintah lainnya dalam pertukaran informasi dan
kolaborasi.
Selain itu, integrasi teknologi digital dalam sistem layanan juga
penting. Terdapat dua aspek utama yang perlu diperhatikan, yaitu Teknologi
Terintegrasi untuk Pengembangan Layanan (service development) dan
Teknologi Terintegrasi untuk Penyampaian Layanan (service delivery).
Teknologi terintegrasi untuk pengembangan layanan melibatkan
penggunaan berbagai teknologi digital yang terintegrasi secara sinergis
untuk mengembangkan dan meningkatkan layanan. Sementara itu, teknologi
terintegrasi untuk penyampaian layanan melibatkan penggunaan teknologi
digital yang terintegrasi dalam proses penyampaian layanan kepada
pengguna akhir.
Key success factors yang perlu diperhatikan dalam integrasi ini
adalah interoperabilitas, keamanan, skalabilitas, pengelolaan risiko, serta
dukungan dan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan. Dengan

152
memperhatikan faktor-faktor ini, integrasi dapat berhasil

LATIHAN
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan integrasi level data dan mengapa
penting dalam konteks pengelolaan data organisasi.
2) Diskusikan teknik yang umum digunakan dalam integrasi aplikasi dan
jelaskan persyaratan yang perlu diperhatikan dalam
mengimplementasikan integrasi aplikasi.
3) Apa yang dimaksud dengan integrasi proses bisnis dan mengapa penting
dalam meningkatkan efisiensi operasional organisasi? Jelaskan faktor
dan persyaratan yang perlu dipertimbangkan saat melakukan integrasi
proses bisnis.
4) Jelaskan perbedaan antara Teknologi Terintegrasi untuk Pengembangan
Layanan dan Teknologi Terintegrasi untuk Penyampaian Layanan dalam
konteks integrasi teknologi digital dalam sistem layanan.
5) Mengapa interoperabilitas dan keamanan menjadi faktor penting dalam
penggunaan jenis teknologi terintegrasi untuk pengembangan dan
penyampaian layanan? Berikan penjelasan mendalam.

Pertanyaan Pilihan Berganda:


1. Jenis integrasi yang melibatkan penggabungan dan mengoordinasikan
data dari berbagai sumber yang berbeda disebut:
a. Integrasi Level Data
b. Integrasi Aplikasi
c. Integrasi Proses Bisnis
d. Integrasi Presentasi
2. Teknologi yang umum digunakan dalam integrasi aplikasi adalah:
a. ETL
b. API
c. BPM
d. Data Warehouse
3. Salah satu persyaratan penting dalam integrasi aplikasi adalah:
a. Konsistensi dan integritas data
b. Analisis proses bisnis
c. Penggunaan layanan web
d. Kompatibilitas antarmuka

153
4. Integrasi proses bisnis bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efisiensi operasional
b. Menghubungkan aplikasi perangkat lunak
c. Menggabungkan dan mengoordinasikan data
d. Mengoptimalkan penggunaan aplikasi
5. Integrasi presentasi melibatkan penggabungan antarmuka pengguna dari:
a. Berbagai sumber daya dan layanan
b. Sistem yang berbeda
c. Proses bisnis yang terintegrasi
d. Aplikasi perangkat lunak
6. Teknik yang melibatkan menampilkan konten dari satu aplikasi atau
sistem ke dalam antarmuka aplikasi atau sistem lainnya disebut:
a. Framing
b. ETL
c. Layanan web
d. Middleware
7. Apa yang dimaksud dengan Teknologi Terintegrasi untuk Pengembangan
Layanan?
a. Penggunaan teknologi digital dalam penyampaian layanan
b. Penggunaan teknologi digital dalam pengembangan layanan
c. Penggunaan teknologi digital dalam manajemen layanan
d. Penggunaan teknologi digital dalam promosi layanan
8. Apa yang termasuk dalam Teknologi Terintegrasi untuk Penyampaian
Layanan?
a. Analitik data dan kecerdasan buatan
b. Sistem informasi dan infrastruktur jaringan
c. Alat dan platform pengembangan aplikasi
d. Teknologi keamanan dan pengelolaan risiko
9. Apa yang menjadi keterkaitan antara Teknologi Terintegrasi untuk
Pengembangan Layanan dan Teknologi Terintegrasi untuk Penyampaian
Layanan?
a. Meningkatkan interoperabilitas sistem
b. Memastikan keamanan data yang sensitif
c. Menyediakan pengalaman pengguna yang terpadu
d. Mendukung pengembangan layanan yang inovatif

154
10. Mengapa skalabilitas penting dalam penggunaan jenis teknologi
terintegrasi untuk pengembangan dan penyampaian layanan?
a. Memastikan keserasian antara komponen yang berbeda dalam sistem
layanan
b. Melindungi data dari ancaman kebocoran atau penyalahgunaan
c. Menyesuaikan teknologi dengan perubahan kebutuhan atau skala
operasi
d. Mengidentifikasi dan mengelola risiko yang terkait dengan teknologi
terintegrasi

Jawaban Soal Pilihan Berganda :


1) a. Integrasi Level Data
2) b. API
3) d. Kompatibilitas antarmuka
4) a. Meningkatkan efisiensi operasional
5) b. Sistem yang berbeda
6) a. Framing
7) b. Penggunaan teknologi digital dalam pengembangan layanan
8) b. Sistem informasi dan infrastruktur jaringan
9) c. Menyediakan pengalaman pengguna yang terpadu
10) c.Menyesuaikan teknologi dengan perubahan kebutuhan atau skala
operasi

155
DAFTAR PUSTAKA
Alonso, G., Casati, F., Kuno, H., & Machiraju, V. (2004). Web Services:
Concepts, Architectures and Applications. Springer Science &
Business Media.
Bannister, F., & Connolly, S. (2014). The Trouble with G2G: Challenges of
Government-to-Government Data Sharing. Government Information
Quarterly, 31(3), 349-357. DOI: 10.1016/j.giq.2014.04.005.
Brock, D. L. (2004). Data Integration: Key Techniques and Challenges. In
Proceedings of the 2004 ACM symposium on Applied computing.
DOI: 10.1145/967900.968080.
Buchmann, E., Winter, R., & Schek, H.-J. (2012). Concepts and Applications
of Middleware: New Directions. Springer Science & Business Media.
Campbell, A., Garcia-Molina, M. N., Morrison, D. E., Suciu, D., & Tan, W. C.
(2020). Web Data Management: A Warehouse Approach. Morgan
Kaufmann.
Castellanos, M., Dumas, M., & ter Hofstede, A. H. M. (2009). Business
Process Management. In Encyclopedia of Database Systems (pp. 299-
303). Springer. DOI: 10.1007/978-0-387-39940-9_442.
Cherbakov, A. (2003). Business Process Integration: Methodologies,
Standards, and Tools. Communications of the ACM, 46(10), 47-51.
DOI: 10.1145/944217.944243.
Erl, T., Mahmood, S., & Saidani, A. (2009). Implementing the Web Services
Integration Architecture (WSIA). In Web Services Handbook for
WebSphere Application Server 6.1. IBM Press.
Fan, W., & Geerts, F. (2008). Foundations of Data Integration. Foundations
and Trends in Databases, 1(4), 261-402. DOI: 10.1561/1900000006.
Groenendijk, N. J., & Meijer, A. J. (2010). Contextualizing Electronic
Government in Local Governance: A Dutch Case Study. Information
Polity, 15(1), 5-26. DOI: 10.3233/IP-2010-0196.
Hilliard, R. (2001). Middleware and Enterprise Application Integration.
Auerbach Publications.
Hombrecher, P., & Stark, R. (2010). Application Integration in the Context of
Service-Oriented Architectures. In Multikonferenz
Wirtschaftsinformatik (MKWI) 2010.

156
Janssen, M. P., & Scholl, H. J. (2007). Interacting with E-Government: An
Integrative Framework. Government Information Quarterly, 24(4),
874-899. DOI: 10.1016/j.giq.2007.01.002.
Karmel, C. P., & Ward, P. T. (2014). The Role of Information Integration in
Agile Supply Chains. International Journal of Production Research,
52(10), 2919-2944. DOI: 10.1080/00207543.2013.878238.
Luna-Reyes, L. F., Pardo, M., & Gil-Garcia, F. P. (2010). From E-Government
to Digital Government: The Continuity of Public Administration
Transformation. Government Information Quarterly, 27(4), 365-373.
DOI: 10.1016/j.giq.2010.03.001.
Mehler, A., Ruder, B., & Krieger, H. U. (2018). Government-to-Government
Data Sharing: Analysis of the Cases of Austria, Germany, and
Switzerland. In International Conference on Electronic Government.
DOI: 10.1007/978-3-319-96313-0_2.
Ojo, A. (2017). Government-to-Government Integration for Joined-Up Public
Services Provision: Lessons from UK Local Government. Information
Systems Frontiers, 19(2), 349-367. DOI: 10.1007/s10796-015-9592-0.
Papazoglou, M. P., & van den Heuvel, W.-J. (2015). Business Process
Management: A Survey. In Handbook on Business Process
Management (pp. 43-113). Springer. DOI: 10.1007/978-3-642-45100-
3_3.
Radhakrishnan, R. R., & Baskaran, R. (2015). An Integration Framework for
Level 2 and Level 3 System Integration. International Journal of
Computer Applications, 121(11), 1-6. DOI: 10.5120/21629-6242.
Ramamurthy, R., et al. (2006). Data Integration: The Teenage Years.
Communications of the ACM, 49(5), 59-64. DOI:
10.1145/1125944.1125972.
Rao, J. R., & Garg, V. (2012). Data Integration Techniques: A Survey.
International Journal of Computer Science & Information Technology,
4(3), 39-60. DOI: 10.5121/ijcsit.2012.4304.
Rasmussen, L. E. (2004). Data Integration Challenges. In Proceedings of the
2004 ACM SIGMOD International Conference on Management of
data. DOI: 10.1145/1007568.1007609.
Roberts, T. L. (2011). Integrating Legacy Systems with Web Portals: A
Mashup Approach. In Proceedings of the 2011 International

157
Conference on Advances in Computing, Communications and
Informatics (ICACCI). DOI: 10.1109/ICACCI.2011.6176034.
Schlossberg, D., & Westcott, M. (2007). Integrating Presentation Layer Logic
in an Interoperability Framework for Networked Services. In 2007
International Conference on Computing: Theory and Applications
(ICCTA). DOI: 10.1109/ICCTA.2007.122.
Tiwana, B. (2014). Integrating E-commerce, Enterprise Systems, and the Web.
In The Essence of Multivariate Thinking: Basic Themes and Methods.
Routledge.
van Hillegersberg, J., Spek, M. H. M., & Al-Mashari, A. M. (2007). Towards
Government Integration and Interoperability—Critical Success
Factors and Recommendations. Government Information Quarterly,
24(2), 291-302. DOI: 10.1016/j.giq.2006.05.002.
Wang, L., Navathe, S. B., & Navathe, E. W. (2003). Integrating Business
Processes: A Perspective from Entity Relationship Modeling. Journal
of Management Information Systems, 20(2), 161-191. DOI:
10.1080/07421222.2003.11045651.
Wimmer, M. A., & Scholl, H. J. (2003). The Future of Electronic Government:
Its Impact on Democracy, Public Administration and Public Policy.
Information Polity, 8(1-2), 1-9. DOI: 10.3233/IP-2003-0081.
Yildiz, A., Karaca, D., & Türker, A. B. (2016). The Impact of Government-to-
Government Integration on Public Service Delivery: An Assessment
from Turkey. Journal of Enterprise Information Management, 29(2),
229-249. DOI: 10.1108/JEIM-05-2015-0063.
Zhang, Y., & Lyu, D. (2012). Integrating Presentation Logic of Multiple Web
Applications with Framing Techniques. In 2012 IEEE Ninth
International Conference on Services Computing. DOI:
10.1109/SCC.2012.11.
Zhou, J., & Zhang, P. (2006). Enabling E-Government Integration: A Strategic
Framework. Government Information Quarterly, 23(3-4), 297-311.
DOI: 10.1016/j.giq.2006.04.004.

158
BAB IX
EKOSISTEM DIGITAL, SUPER-APPS DAN MANAGEMENT
PLATFORM API (APPLICATION PROGRAMMING
INTERFACE)

Pada bab ini akan dibahas terkait dengan : ekosistem digital, model
bisnis platform, super-aplikasi vs aggregator, dan peluang dan tantangan.
Istilah "aplikasi super" diperkenalkan pada tahun 2010 oleh pendiri
BlackBerry Mike Lazaridis. Dia mendefinisikannya sebagai "ekosistem
tertutup dari banyak aplikasi" yang digunakan setiap hari karena kenyamanan
dan pengalamannya yang mulus, terintegrasi, kontekstual, dan efisien.
Super Apps adalah pasar yang menawarkan berbagai macam produk
dan layanan. Mereka menggabungkan banyak fungsi aplikasi tunggal dan
menyatukannya dalam satu aplikasi yang berfungsi sebagai payung untuk
banyak layanan. Aplikasi super meningkatkan pengalaman pelanggan karena
mereka memiliki jumlah data pelanggan yang belum pernah ada sebelumnya
untuk menawarkan pengalaman yang disesuaikan dan penawaran khusus.
Mereka menghapus kebutuhan untuk masuk ke aplikasi yang berbeda, dan
mereka menghemat ruang telepon. Namun, sebelum masuk lebih jauh ke
dalam apa itu aplikasi super, penting untuk dipahami pendahulunya, aplikasi
tujuan tunggal atau mandiri, dan pentingnya dalam munculnya aplikasi super.
Aplikasi super dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok: aplikasi
super multiguna dan sistem operasi. Aplikasi super multiguna adalah aplikasi
seluler multiguna tunggal dengan fungsi atau kasus penggunaan yang berbeda,
sering kali difasilitasi oleh aset dasar inti yang dibagikan di seluruh fungsi.
Ambil contoh Grab, aplikasi super ridesharing Asia Tenggara juga
menawarkan pengiriman makanan dan paket, kurir, transportasi barang,
sepeda listrik, dan penyewaan skuter bermotor. Perusahaan lain, dimulai
sebagai aplikasi pengiriman sesuai permintaan di Amerika Latin, dan bergerak
menuju layanan keuangan dan pemesanan perjalanan online. Super app atau
aplikasi teknologi yang memberikan berbagai layanan dalam satu aplikasi
semakin menjadi trend di masyarakatt. Inovasi teknologi super app mampu
memperkuat ekosistem digital
Pada sisi lain API adalah antarmuka yang berfungsi sebagai
penghubung antara sebuah aplikasi dan aplikasi lainnya, atau antara klien dan
server, untuk memungkinkan integrasi fitur tanpa harus menambahkan data

159
secara manual. Application programming interface (API) merupakan suatu
dokumentasi yang terdiri dari interface, fungsi, kelas, struktur dan sebagainya
untuk membangun sebuah perangkat lunak. Dengan adanya API ini, maka
memudahkan programmer untuk “membongkar” suatu software, kemudian
dapat dikembangkan atau diintegrasikan dengan perangkat lunak yang lain.
API dapat dikatakan sebagai penghubung suatu aplikasi dengan aplikasi
lainnya yang memungkinkan programmer menggunakan sistem function.
Proses ini dikelola melalui sistem operasi. Keunggulan dari API ini adalah
memungkinkan suatu aplikasi dengan aplikasi lainnya dapat saling
berhubungan dan berinteraksi.

9.1 Ekosistem Digital: Integrasi dan Peluang di Era Digital


Dalam era digital yang semakin berkembang, ekosistem digital telah
menjadi sebuah konsep penting yang membentuk landscape bisnis dan
layanan digital. Ekosistem digital dapat diartikan sebagai jaringan kompleks
dari berbagai entitas seperti perusahaan, pengembang, pengguna, dan
infrastruktur teknologi yang saling terhubung dan berinteraksi untuk
menciptakan nilai tambah dalam suatu domain tertentu. Dalam konteks
pelayanan digital, ekosistem digital menjadi landasan untuk mengintegrasikan
sistem-sistem yang berbeda dan menyediakan pengalaman pengguna yang
holistik.
Salah satu aspek yang penting dalam ekosistem digital adalah model
bisnis platform. Platform digital seperti aplikasi, situs web, atau platform
cloud computing, berperan sebagai tempat di mana berbagai entitas dapat
bertemu, berinteraksi, dan melakukan transaksi. Dalam model bisnis platform,
perusahaan penyedia platform memfasilitasi pertemuan dan interaksi antara
penyedia layanan dan konsumen, serta menciptakan nilai tambah melalui
konektivitas yang mereka sediakan.
Dalam konteks ekosistem digital, muncul konsep super-aplikasi yang
memainkan peran penting. Super-aplikasi adalah aplikasi yang menyediakan
berbagai layanan dan fungsi yang beragam dalam satu platform tunggal.
Dalam super-aplikasi, pengguna dapat mengakses berbagai layanan seperti
pesan instan, e-commerce, transportasi, dan pembayaran elektronik, semuanya
dalam satu aplikasi. Konsep ini memungkinkan integrasi yang lebih baik
antara layanan-layanan tersebut, memudahkan pengguna dalam mengakses

160
dan menggunakan berbagai layanan, serta menciptakan kenyamanan dan
efisiensi.
Dalam ekosistem digital, juga terdapat peran penting yang dimainkan
oleh Management Platform API (Application Programming Interface). API
adalah mekanisme yang memungkinkan aplikasi atau sistem untuk
berkomunikasi dan berinteraksi dengan sistem lainnya. Management Platform
API memungkinkan pengelolaan dan penyediaan API secara efisien,
memfasilitasi integrasi dan kolaborasi antara sistem-sistem yang berbeda
dalam ekosistem digital. Dengan adanya Management Platform API,
pengembang dapat dengan mudah mengakses dan memanfaatkan berbagai
fungsi dan data dari sistem lain, sehingga mempercepat pengembangan dan
penggabungan aplikasi serta layanan.
Pentingnya ekosistem digital dalam integrasi sistem pelayanan digital
tidak dapat dipungkiri. Dengan adanya ekosistem digital yang terintegrasi,
pengguna dapat mengakses dan menggunakan berbagai layanan melalui satu
platform tunggal, tanpa perlu beralih antara aplikasi atau situs web yang
berbeda. Integrasi sistem pelayanan digital melalui ekosistem digital juga
memungkinkan pertukaran data yang lebih lancar antara entitas-entitas yang
terlibat, sehingga pengalaman pengguna dapat ditingkatkan.
Namun, seperti halnya setiap perkembangan teknologi, ekosistem
digital juga memiliki peluang dan tantangan yang perlu diperhatikan.
Peluangnya adalah adanya potensi kolaborasi dan inovasi antara berbagai
entitas dalam ekosistem digital, yang dapat menghasilkan layanan yang lebih
baik dan solusi yang lebih efektif. Tantangannya adalah terkait dengan
pengaturan, keamanan, dan privasi data dalam ekosistem digital yang
kompleks ini. Penting bagi para pemangku kepentingan untuk merumuskan
kebijakan dan regulasi yang tepat untuk memastikan perlindungan data yang
memadai, keamanan sistem, dan keterbukaan dalam ekosistem digital.
Pelayanan publik terkait dengan peluang dan tantangan ekosistem
digital dapat ditemukan dalam implementasi pemerintahan elektronik (e-
government). Berikut ini adalah contoh yang menggambarkan peluang dan
tantangan tersebut:
a) Peluang: Kolaborasi antara entitas dalam ekosistem digital : Dalam
ekosistem digital, terdapat peluang untuk kolaborasi antara pemerintah,
perusahaan swasta, dan masyarakat dalam mengembangkan aplikasi
pelayanan publik yang lebih baik. Misalnya, pemerintah dapat bekerja

161
sama dengan perusahaan teknologi untuk mengembangkan aplikasi yang
memberikan akses mudah dan cepat kepada masyarakat dalam mengurus
berbagai layanan seperti perizinan, pembayaran pajak, atau layanan
kesehatan. Kolaborasi ini dapat menghasilkan solusi yang lebih efektif dan
meningkatkan kepuasan masyarakat.
b) Peluang: Inovasi dalam pelayanan publik : Dalam ekosistem digital,
terdapat peluang untuk inovasi dalam pelayanan publik dengan
memanfaatkan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) atau Internet of
Things (IoT). Contohnya, pemerintah dapat menggunakan chatbot
berbasis AI untuk memberikan respons cepat dan otomatis kepada
pertanyaan masyarakat, atau menggunakan sensor IoT untuk memonitor
kondisi lingkungan dan memberikan informasi real-time kepada
masyarakat. Inovasi semacam ini dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pelayanan publik.
c) Tantangan: Pengaturan, keamanan, dan privasi data : Tantangan yang
dihadapi dalam ekosistem digital adalah terkait dengan pengaturan,
keamanan, dan privasi data. Dalam pelayanan publik digital, penting bagi
para pemangku kepentingan untuk merumuskan kebijakan dan regulasi
yang tepat guna melindungi data pribadi masyarakat, menjaga keamanan
sistem, dan memastikan keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan
data. Perlindungan data yang memadai dan kebijakan keamanan yang ketat
diperlukan untuk mengatasi tantangan ini.
Dalam era digital saat ini, ekosistem digital menjadi landasan penting
dalam integrasi sistem pelayanan digital. Dengan adanya model bisnis
platform, konsep super-aplikasi, dan Management Platform API, ekosistem
digital memungkinkan integrasi yang lebih baik antara berbagai layanan dan
sistem. Meskipun terdapat tantangan, peluang kolaborasi dan inovasi yang
dihadirkan oleh ekosistem digital dapat membawa kemajuan dalam pelayanan
digital dan menciptakan pengalaman pengguna yang lebih baik.

9.2. Model Bisnis Platform.


Model bisnis platform telah menjadi salah satu fenomena yang
signifikan dalam ekonomi digital saat ini. Ekosistem digital yang dihasilkan
oleh platform-platform ini telah mengubah cara bisnis dilakukan dan sistem
pelayanan digital diberikan. Dalam model bisnis platform, platform tersebut
bertindak sebagai perantara antara penyedia layanan dan pengguna. Platform

162
ini menyediakan infrastruktur, alat, dan jaringan yang memungkinkan
interaksi antara penyedia layanan dan pengguna terjadi dengan cepat dan
efisien.
Salah satu konsep yang berkaitan dengan model bisnis platform adalah
super-aplikasi. Super-aplikasi adalah aplikasi yang menyediakan berbagai
layanan dan fungsi dalam satu platform yang terintegrasi. Dalam super-
aplikasi, pengguna dapat mengakses berbagai layanan seperti transportasi,
pembayaran, belanja, dan banyak lagi melalui satu aplikasi. Contoh terkenal
dari super-aplikasi adalah WeChat di Tiongkok dan Gojek di Indonesia.
Super-aplikasi ini telah menjadi kekuatan dalam mengubah cara orang
berinteraksi dengan layanan digital dan memberikan kenyamanan serta
efisiensi yang tinggi.
Salah satu contoh terkait pelayanan publik di instansi pemerintahan
yang menggunakan konsep super-aplikasi adalah pelayanan publik digital di
India melalui platform bernama Umang (Unified Mobile Application for New-
age Governance). Umang adalah sebuah aplikasi yang menyediakan berbagai
layanan publik dari berbagai kementerian dan lembaga pemerintah India
dalam satu platform terintegrasi. Melalui aplikasi Umang, pengguna dapat
mengakses berbagai layanan pemerintah seperti pembayaran tagihan,
mengajukan permohonan dokumen, mengakses informasi pemerintah,
mengikuti program kesehatan, dan masih banyak lagi. Aplikasi ini
memungkinkan pengguna untuk mengakses berbagai layanan publik secara
mudah, cepat, dan efisien melalui satu aplikasi.
Di Indonesia, pemerintah pusat juga telah mengembangkan konsep
serupa dengan meluncurkan aplikasi bernama Lapor! (Layanan Aspirasi dan
Pengaduan Online Rakyat). Aplikasi Lapor! menyediakan sarana bagi
masyarakat untuk melaporkan keluhan, pengaduan, atau aspirasi terkait
pelayanan publik kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Melalui aplikasi Lapor!, masyarakat dapat melaporkan berbagai
permasalahan yang dihadapi seperti infrastruktur rusak, pelayanan yang
lambat, atau penyalahgunaan wewenang oleh pegawai pemerintah. Aplikasi
ini memungkinkan pengguna untuk berinteraksi langsung dengan pemerintah,
memberikan umpan balik, dan memantau penyelesaian masalah yang
dilaporkan.
Selain itu, pemerintah daerah juga telah mengadopsi konsep super-
aplikasi untuk meningkatkan pelayanan publik. Contohnya adalah DKI

163
Jakarta Smart City yang menyediakan aplikasi berbasis super-aplikasi untuk
mengakses berbagai informasi dan layanan publik di Jakarta, seperti informasi
transportasi, layanan kesehatan, pembayaran pajak, dan lain sebagainya.
Aplikasi ini memudahkan warga Jakarta dalam mengakses pelayanan publik
secara terintegrasi melalui satu aplikasi.
Dalam konteks pemerintah pusat, pemerintah Indonesia juga telah
meluncurkan aplikasi e-Government yang menyediakan berbagai layanan
publik dalam satu platform terintegrasi. Aplikasi ini memungkinkan
masyarakat untuk mengakses layanan pemerintah seperti pembuatan dokumen
kependudukan, pembayaran pajak, pendaftaran usaha, dan masih banyak lagi
melalui satu aplikasi.
Dengan adopsi konsep super-aplikasi dalam pelayanan publik, instansi
pemerintahan dapat memberikan akses yang mudah dan efisien bagi
masyarakat dalam mengakses layanan publik. Pengguna tidak perlu lagi
mengunduh banyak aplikasi yang berbeda untuk setiap layanan, melainkan
dapat mengaksesnya melalui satu aplikasi yang terintegrasi. Hal ini
meningkatkan kenyamanan dan efisiensi dalam berinteraksi dengan
pemerintah dalam hal pelayanan publik.
Keberhasilan konsep super-aplikasi dalam pelayanan publik ini
tergantung pada faktor-faktor seperti adopsi teknologi yang tepat, integrasi
data yang baik antara instansi pemerintahan, keamanan data yang terjamin,
dan kesadaran masyarakat dalam menggunakan aplikasi tersebut. Dalam
mengimplementasikan konsep super-aplikasi, penting bagi pemerintah untuk
memastikan perlindungan data pribadi pengguna, menjaga keamanan sistem,
dan meningkatkan literasi digital masyarakat untuk memaksimalkan manfaat
yang ditawarkan oleh model bisnis platform dalam pelayanan publik.
Selain super-aplikasi, terdapat juga konsep aggregator yang memiliki
peran penting dalam model bisnis platform. Aggregator adalah platform yang
mengumpulkan dan mengorganisir berbagai penyedia layanan di satu tempat.
Dalam konteks ekonomi digital, aggregator mengumpulkan layanan atau
produk dari berbagai penyedia dan menyajikannya kepada pengguna dengan
cara yang mudah diakses dan digunakan. Contoh aggregator terkenal adalah
Airbnb yang mengumpulkan berbagai penawaran akomodasi dari host yang
berbeda.
Model bisnis platform membawa peluang besar dalam integrasi sistem
pelayanan digital. Dengan adanya platform yang menghubungkan berbagai

164
penyedia layanan, integrasi sistem pelayanan dapat terjadi dengan lebih
efektif. Pengguna dapat mengakses berbagai layanan melalui satu platform
tanpa perlu berpindah-pindah aplikasi atau website. Hal ini memberikan
kemudahan dan kenyamanan bagi pengguna dalam mengakses berbagai
layanan yang mereka butuhkan.
Namun, model bisnis platform juga menghadapi tantangan tertentu.
Salah satu tantangan utama adalah persaingan yang semakin ketat antara
platform-platform yang berusaha mendominasi pasar. Dalam upaya untuk
menarik pengguna dan penyedia layanan, platform-platform ini terkadang
menggunakan strategi harga yang agresif atau bahkan melakukan praktik
bisnis yang tidak adil. Hal ini dapat menciptakan ketidakseimbangan kekuatan
dalam ekosistem digital dan menghambat akses ke pasar bagi platform-
platform yang lebih kecil atau baru.
Selain itu, masalah privasi dan perlindungan data juga menjadi
tantangan yang signifikan dalam model bisnis platform. Dalam ekosistem
digital yang semakin terkoneksi, pengguna sering kali harus membagikan
informasi pribadi mereka kepada platform-platform untuk menggunakan
layanan. Oleh karena itu, penting bagi platform-platform ini untuk menjaga
privasi dan keamanan data pengguna dengan baik guna menghindari
penyalahgunaan data yang dapat merugikan pengguna.
Dalam era digital saat ini, model bisnis platform memiliki peran yang
sangat penting dalam transformasi digital dan penyediaan sistem pelayanan
yang efisien. Peluang yang ditawarkan oleh model bisnis platform dalam
integrasi sistem pelayanan digital sangat besar, namun tantangan seperti
persaingan yang ketat dan masalah privasi data perlu ditangani dengan bijak.
Dengan pemahaman yang baik tentang ekosistem digital, model bisnis
platform, dan peluang serta tantangannya, pemerintah dan penyedia layanan
dapat mengembangkan strategi yang tepat untuk mengoptimalkan pelayanan
digital dalam era digital yang terus berkembang.

9.3. Super-aplikasi vs Aggregator.


Super-aplikasi dan aggregator adalah dua konsep yang berhubungan
erat dengan ekosistem digital dan model bisnis platform. Kedua konsep ini
memiliki peran penting dalam integrasi sistem pelayanan digital di era digital
saat ini. Namun, meskipun memiliki kesamaan dalam menyediakan berbagai

165
layanan digital, super-aplikasi dan aggregator memiliki perbedaan yang
signifikan dalam pendekatan dan strategi bisnis mereka.
Super-aplikasi adalah aplikasi yang menyediakan berbagai macam
layanan dan fitur dalam satu platform tunggal. Super-aplikasi tidak hanya
menyediakan layanan internal seperti pesan instan, media sosial, e-commerce,
dan pembayaran digital, tetapi juga mengintegrasikan layanan eksternal dari
mitra bisnisnya. Contoh populer dari super-aplikasi adalah WeChat di
Tiongkok dan Gojek di Indonesia. Super-aplikasi memiliki keunggulan dalam
menyediakan pengalaman pengguna yang terintegrasi dan praktis,
memungkinkan pengguna untuk mengakses berbagai layanan dalam satu
aplikasi tanpa perlu beralih ke aplikasi lain. Keberhasilan super-aplikasi
sangat bergantung pada kemampuan mereka untuk menawarkan nilai
tambahan bagi pengguna melalui integrasi dan kolaborasi dengan mitra bisnis.
Di sisi lain, aggregator adalah platform yang mengumpulkan dan
menyajikan berbagai layanan dan produk dari berbagai penyedia kepada
pengguna. Aggregator tidak memiliki layanan internal, melainkan bertindak
sebagai perantara antara penyedia layanan dan pengguna akhir. Mereka
menawarkan kemudahan dalam mencari, membandingkan, dan mengakses
berbagai layanan dari berbagai penyedia. Contoh aggregator terkenal
termasuk Airbnb, Uber, dan Grab. Aggregator memainkan peran penting
dalam mengurangi kompleksitas dan memberikan akses yang mudah bagi
pengguna untuk menemukan dan menggunakan layanan yang mereka
butuhkan. Keberhasilan aggregator tergantung pada kemampuan mereka
untuk menyediakan pengalaman pengguna yang efisien dan memberikan nilai
tambah melalui penyatuan dan agregasi layanan.
Contoh terkait dengan pelayanan publik di instansi pemerintahan yang
melibatkan model bisnis aggregator adalah sebagai berikut:
Dalam konteks pemerintah pusat di Indonesia, ada aplikasi e-HALAL
yang merupakan aggregator layanan terkait dengan sertifikasi halal. Aplikasi
ini mengumpulkan informasi dan menyajikan berbagai layanan terkait dengan
sertifikasi halal dari berbagai lembaga yang terkait. Pengguna dapat mencari,
membandingkan, dan mengakses layanan sertifikasi halal melalui satu
platform yang terintegrasi. Hal ini memberikan kemudahan bagi produsen dan
konsumen untuk memenuhi persyaratan halal dengan lebih efisien.
Dalam hal pemerintah daerah, contohnya adalah Jakarta Smart City
yang menjadi agregator berbagai layanan publik di Kota Jakarta. Melalui

166
platform Jakarta Smart City, pengguna dapat mengakses berbagai informasi
dan layanan seperti laporan kebersihan, informasi transportasi, informasi
kesehatan, dan banyak lagi. Platform ini mengumpulkan data dan layanan dari
berbagai instansi pemerintah dan mitra swasta yang terkait dengan pelayanan
publik. Dengan adanya aggregator seperti Jakarta Smart City, masyarakat
dapat dengan mudah mengakses dan memanfaatkan berbagai layanan publik
yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Di luar Indonesia, contoh best practice adalah aplikasi Gov.sg di
Singapura. Gov.sg adalah platform yang mengagregasi berbagai informasi dan
layanan dari berbagai kementerian dan lembaga pemerintah Singapura.
Pengguna dapat mengakses berita, kebijakan pemerintah, layanan publik, dan
informasi terkait lainnya melalui satu aplikasi. Gov.sg menyediakan
pengalaman pengguna yang efisien dan memudahkan masyarakat untuk
mendapatkan informasi dan mengakses layanan publik yang mereka
butuhkan.
Keterkaitan antara super-aplikasi dan aggregator dalam integrasi
sistem pelayanan digital terletak pada peran mereka sebagai platform yang
menghubungkan pengguna dengan berbagai layanan digital. Baik super-
aplikasi maupun aggregator berfungsi sebagai titik akses tunggal bagi
pengguna untuk menjalankan berbagai aktivitas dalam kehidupan digital
mereka. Mereka menyediakan kenyamanan, efisiensi, dan kecepatan dalam
mengakses dan menggunakan layanan digital yang beragam. Baik super-
aplikasi maupun aggregator memanfaatkan teknologi API (Application
Programming Interface) untuk mengintegrasikan layanan internal dan
eksternal, memungkinkan transfer data dan interoperabilitas antara sistem
yang berbeda.
Namun, super-aplikasi dan aggregator juga memiliki tantangan dan
peluang yang berbeda di era digital saat ini. Salah satu tantangan yang
dihadapi oleh super-aplikasi adalah mempertahankan kolaborasi dengan mitra
bisnis dan memastikan penyediaan layanan yang berkualitas dan aman.
Mereka juga perlu memperhatikan masalah privasi dan keamanan data
pengguna dalam konteks penggunaan layanan yang beragam. Di sisi lain,
aggregator perlu menghadapi tantangan dalam menjaga hubungan dengan
penyedia layanan, menegosiasikan persyaratan dan kontrak dengan mereka,
serta menjaga kualitas dan konsistensi layanan yang disajikan kepada
pengguna.

167
Meskipun demikian, baik super-aplikasi maupun aggregator memiliki
peluang besar di era digital saat ini. Mereka dapat terus mengembangkan dan
memperluas ekosistem digital mereka dengan menambahkan lebih banyak
layanan dan fitur, serta menjalin kemitraan strategis dengan penyedia layanan
yang relevan. Super-aplikasi dan aggregator juga dapat memanfaatkan
teknologi AI (Artificial Intelligence) dan analitik data untuk meningkatkan
pengalaman pengguna, personalisasi layanan, dan memahami preferensi
pengguna. Dengan meningkatkan kemampuan mereka dalam
mengintegrasikan dan mengelola ekosistem digital, super-aplikasi dan
aggregator memiliki potensi untuk menjadi pilar utama dalam transformasi
pelayanan digital di masa depan.
Sebagai kesimpulan, super-aplikasi dan aggregator merupakan dua
konsep yang saling terkait dalam ekosistem digital dan model bisnis platform.
Kedua konsep ini memiliki peran penting dalam integrasi sistem pelayanan
digital, meskipun dengan pendekatan dan strategi bisnis yang berbeda.
Keberhasilan super-aplikasi dan aggregator dalam era digital saat ini
bergantung pada kemampuan mereka untuk menyediakan nilai tambah bagi
pengguna, menjaga hubungan dengan mitra bisnis, serta menghadapi
tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada

9.4. Peluang dan Tantangan Kedepan


Peluang dan tantangan yang terkait dengan ekosistem digital, super-
aplikasi, dan manajemen platform API (Application Programming Interface)
memiliki dampak yang signifikan pada pelayanan publik yang inovatif.
Berikut ini adalah gambaran umum tentang peluang dan tantangan
yang terkait dengan ketiga aspek tersebut.
1. Peluang dan Tantangan Ekosistem Digital
Ekosistem digital menciptakan peluang baru bagi pelayanan publik
yang inovatif dengan memanfaatkan teknologi digital. Beberapa peluang yang
muncul antara lain:
a) Penyediaan layanan publik yang lebih efisien dan cepat melalui
platform digital.
b) Kolaborasi antara instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam
menyediakan layanan publik yang terintegrasi.

168
c) Penggunaan data dan analitik untuk memahami kebutuhan masyarakat
secara lebih mendalam dan memberikan solusi yang lebih tepat
sasaran.
d) Kemampuan untuk menyediakan layanan publik yang lebih
personalisasi dan disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Namun, ekosistem digital juga dihadapkan pada tantangan tertentu,
seperti:
a) Keamanan data dan privasi pengguna yang harus dijaga dengan baik
agar masyarakat memiliki kepercayaan dalam menggunakan layanan
publik digital.
b) Kesenjangan digital antara masyarakat yang memiliki akses dan
keterampilan digital dengan yang tidak memiliki, yang dapat
mengakibatkan eksklusi sosial.
c) Perubahan cepat dalam teknologi dan perubahan kebijakan yang
terkait, yang membutuhkan adaptasi yang cepat dan kontinu.
2. Peluang dan Tantangan Super-Aplikasi:
Super-aplikasi, yang menawarkan berbagai layanan yang terintegrasi
dalam satu platform, memiliki peluang yang signifikan untuk mengubah cara
pelayanan publik disediakan. Beberapa peluang tersebut adalah:
a) Penyediaan layanan publik yang lebih holistik dan terpadu melalui satu
aplikasi, sehingga memudahkan akses dan penggunaan bagi
masyarakat.
b) Peningkatan efisiensi dan penghematan waktu dengan
mengintegrasikan berbagai layanan publik yang sering digunakan
dalam satu platform.
c) Peluang bagi pemerintah untuk berkolaborasi dengan sektor swasta
dalam menyediakan layanan publik yang lebih luas dan bervariasi.
Tantangan yang terkait dengan super-aplikasi meliputi:
a) Koordinasi antara berbagai instansi pemerintah dan mitra swasta
dalam menyediakan layanan yang terintegrasi dalam satu aplikasi.
b) Pengelolaan data dan privasi yang sensitif dengan baik untuk
melindungi keamanan pengguna.
c) Tantangan hukum dan kebijakan terkait penggunaan data dan integrasi
layanan dari berbagai pihak.

169
3. Peluang dan Tantangan Manajemen Platform API
Manajemen Platform API memainkan peran penting dalam
menghubungkan berbagai layanan publik yang terpisah. Beberapa peluang
terkait dengan manajemen platform API adalah:
a) Integrasi yang lebih mudah dan cepat antara layanan publik yang
berbeda, sehingga memungkinkan penggunaan data dan informasi
secara efisien.
b) Kemampuan untuk mengembangkan layanan publik baru dengan
memanfaatkan API dari berbagai pihak, termasuk sektor swasta.
Namun, tantangan yang dihadapi dalam manajemen platform API meliputi:
a) Kompatibilitas antara berbagai API yang digunakan oleh berbagai
pihak, yang membutuhkan standarisasi dan koordinasi yang baik.
b) Keamanan dan privasi data dalam pertukaran informasi melalui API
harus dijaga dengan baik untuk mencegah penyalahgunaan atau
pelanggaran privasi.
Secara keseluruhan, ekosistem digital, super-aplikasi, dan manajemen
platform API memberikan peluang besar bagi inovasi dalam pelayanan publik.
Namun, tantangan seperti keamanan data, kesenjangan digital, koordinasi
antara pihak terkait, dan kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan data
perlu diatasi agar potensi penuh dari ketiga aspek ini dapat terwujud dalam
menyediakan pelayanan publik yang inovatif dan bermanfaat bagi masyarakat.

RINGKASAN
Pada era digital yang berkembang pesat, ekosistem digital menjadi
konsep penting yang membentuk landscape bisnis dan layanan digital. Model
bisnis platform, seperti aplikasi dan platform cloud computing, memfasilitasi
pertemuan dan interaksi antara penyedia layanan dan konsumen. Konsep
super-aplikasi, yang menyediakan berbagai layanan dalam satu platform,
memungkinkan integrasi yang lebih baik dan kenyamanan bagi pengguna.
Management Platform API memfasilitasi integrasi sistem dalam ekosistem
digital. Ekosistem digital mendukung kolaborasi dan inovasi, tetapi juga
menimbulkan tantangan dalam pengaturan dan keamanan data. Dalam konteks
pelayanan publik, kolaborasi antara entitas dalam ekosistem digital dapat
menghasilkan layanan yang lebih baik. Konsep super-aplikasi dan aggregator
juga relevan dalam model bisnis platform. Model bisnis platform menawarkan

170
peluang integrasi sistem pelayanan digital, tetapi juga menghadapi tantangan
persaingan dan privasi data.
Peluang dan tantangan juga terkait dengan ekosistem digital, seperti
privasi data, kesenjangan digital, dan perubahan teknologi. Manajemen
platform API memiliki peluang dalam mengintegrasikan layanan publik yang
terpisah dan mengembangkan layanan baru, namun juga menghadapi
tantangan kompatibilitas dan keamanan data. Penting untuk mengatasi
tantangan tersebut agar potensi penuh dari ketiga aspek ini dapat terwujud
dalam pelayanan publik yang inovatif dan bermanfaat bagi masyarakat.

LATIHAN

1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan ekosistem digital dan mengapa


penting dalam integrasi sistem pelayanan digital.
2) Jelaskan apa yang dimaksud dengan model bisnis platform dalam konteks
ekonomi digital. Berikan contoh platform dan jelaskan peran serta
manfaatnya dalam menyediakan infrastruktur dan layanan digital.
3) Bagaimana konsep super-aplikasi dan aggregator terkait dalam model
bisnis platform? Berikan contoh penggunaan konsep super-aplikasi dan
aggregator dalam pelayanan publik serta jelaskan manfaatnya bagi
masyarakat.
4) Jelaskan perbedaan antara super-aplikasi dan aggregator dalam konteks
integrasi sistem pelayanan digital.
5) Diskusikan peluang dan tantangan yang terkait dengan ekosistem digital,
super-aplikasi, dan manajemen platform API dalam konteks pelayanan
publik yang inovatif. Jelaskan bagaimana potensi penuh ketiga aspek ini
dapat diwujudkan dan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
tantangan yang ada
Soal Pilihan Berganda :

1. Peluang yang muncul dari ekosistem digital dalam pelayanan publik


adalah:
a) Kolaborasi antara instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat.
b) Keamanan data dan privasi pengguna yang harus dijaga.
c) Perubahan cepat dalam teknologi.
d) Kesempatan untuk meningkatkan eksklusi sosial.

2.. Salah satu tantangan yang terkait dengan super-aplikasi adalah:


171
a) Pengelolaan data dan privasi yang sensitif.
b) Integrasi yang lebih mudah antara layanan publik.
c) Peningkatan efisiensi dan penghematan waktu.
d) Kemampuan untuk mengembangkan layanan publik baru.
3. Manakah pernyataan berikut yang benar mengenai super-aplikasi?
a. Super-aplikasi tidak menyediakan layanan eksternal.
b. Super-aplikasi hanya menyediakan layanan internal.
c. Super-aplikasi mengintegrasikan layanan eksternal dari mitra bisnis.
d. Super-aplikasi tidak memerlukan integrasi dengan mitra bisnis.
4. Apa peran utama aggregator dalam ekosistem digital?
a. Menyediakan layanan internal yang beragam.
b. Menghubungkan pengguna dengan berbagai layanan digital.
c. Menyediakan integrasi sistem pelayanan digital.
d. Meminimalisir kompleksitas dalam penggunaan layanan digital.
5. Apa tantangan utama yang dihadapi oleh super-aplikasi?
a. Memastikan privasi dan keamanan data pengguna.
b. Menjalin hubungan dengan penyedia layanan.
c. Memperluas ekosistem digital dengan layanan baru.
d. Meningkatkan pengalaman pengguna melalui personalisasi.
6. Model bisnis platform adalah fenomena yang signifikan dalam ekonomi
digital karena:
a. Membatasi akses pengguna ke layanan digital
b. Memfasilitasi pertemuan antara penyedia layanan dan pengguna
c. Mengurangi inovasi dan kolaborasi dalam ekosistem digital
d. Meningkatkan kompleksitas dalam sistem pelayanan digital
7. Super-aplikasi adalah aplikasi yang:
a. Menyediakan layanan dari satu penyedia saja
b. Tidak memungkinkan integrasi layanan dalam satu platform
c. Menyediakan berbagai layanan terintegrasi dalam satu platform
d. Memiliki tingkat keamanan data yang rendah
8. Aggregator adalah platform yang:
a. Memisahkan layanan dari berbagai penyedia dalam satu platform
b. Membatasi akses pengguna ke berbagai layanan
c. Menghubungkan berbagai penyedia layanan dalam satu tempat
d. Tidak memberikan kemudahan dalam mengakses layanan
9. Manakah yang merupakan peran penting dalam ekosistem digital?

172
a) Keamanan data
b) Privasi data
c) Kolaborasi antara entitas
d) Pengembangan infrastruktur teknologi
10. Apa yang dimaksud dengan super-aplikasi?
a) Aplikasi yang menyediakan berbagai layanan dalam satu platform
b) Aplikasi yang digunakan untuk mengatur ekosistem digital
c) Aplikasi yang berfokus pada keamanan data
d) Aplikasi yang hanya digunakan oleh pengembang

Jawaban Soal Pilihan Berganda :

1. a) Kolaborasi antara instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat.


2. a) Pengelolaan data dan privasi yang sensitive
3. c. Super-aplikasi mengintegrasikan layanan eksternal dari mitra bisnis.
4. b. Menghubungkan pengguna dengan berbagai layanan digital.
5. a. Memastikan privasi dan keamanan data pengguna.
6. b . Memfasilitasi pertemuan antara penyedia layanan dan pengguna
7. c. Menyediakan berbagai layanan terintegrasi dalam satu platform
8. c. Menghubungkan berbagai penyedia layanan dalam satu tempat
9. c. Kolaborasi antara entitas
10. a. Aplikasi yang menyediakan berbagai layanan dalam satu platform

173
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, K., & Hachey, G. (2019). Super-Apps: How the Smartest Companies
in the World are Reaching Users in the Next Billion. New York: Apress.
Choudhury, S., Thakur, R. S., & Sharma, V. K. (2013). Digital Ecosystem:
Challenges, Opportunities, and Framework for Sustainable Growth.
International Journal of Computer Applications, 75(14), 1-7. DOI:
10.5120/13338-2791.
Greengard, M. (2015). The Internet of Things (MIT Press Essential
Knowledge Series). Massachusetts: The MIT Press.
Khan, N. U., Khan, F. A., Khan, M. U., & Saeed, A. (2019). Super Apps: A
New Era of App Development. International Journal of Advanced
Computer Science and Applications, 10(8), 510-515. DOI:
10.14569/IJACSA.2019.0100858.
Schiller, J., Patel, J. P., & Bisdikian, E. W. (2011). APIs: A Strategy Guide:
Creating Channels with Application Programming Interfaces.
Massachusetts: O'Reilly Media.
Tjahjadi, S. R. (2021). API Management Challenges and Strategies in Digital
Ecosystems. Journal of Physics: Conference Series, 1755(1), 012039.
DOI: 10.1088/1742-6596/1755/1/012039..

174
BAB X
INTEROPERABILITAS DAN STANDARISASI DATA

Dalam era digitalisasi pelayanan publik, interoperabilitas antar sistem


menjadi tantangan yang penting dan mendesak untuk diatasi. Standarisasi data
merupakan salah satu pendekatan yang diambil untuk mencapai
interoperabilitas tersebut, meskipun pada kenyataannya dapat pula menjadi
penyebab munculnya masalah interoperabilitas dalam aplikasi pelayanan
publik. Pemerintah telah melakukan upaya standarisasi data di berbagai
instansi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pada bab ini, akan dibahas
mengenai pentingnya interoperabilitas dan kebijakan standarisasi data, serta
dua konsep utama yang berperan dalam mencapai interoperabilitas, yaitu
Enterprise Application Integration (EAI) dan Teknologi web service.
Bab ini akan membahas mengenai isu penting dalam digitalisasi
pelayanan publik di Indonesia, yaitu interoperabilitas antar sistem.
Interoperabilitas merupakan kemampuan berbagai sistem dan aplikasi yang
berbeda untuk saling berkomunikasi, berbagi data, dan beroperasi secara
sinergis. Namun, masalah interoperabilitas sering muncul karena perbedaan
format data, struktur data, atau bahkan protokol komunikasi yang digunakan
oleh sistem yang berbeda.
Salah satu pendekatan yang diambil untuk mengatasi masalah
interoperabilitas adalah melalui kebijakan standarisasi data. Standarisasi data
merupakan proses menetapkan aturan dan format yang seragam untuk
pengolahan dan pertukaran data antar sistem. Namun, implementasi
standarisasi data juga dapat memunculkan tantangan baru, seperti konsistensi
penggunaan standar, kebutuhan adaptasi sistem yang sudah ada, dan
koordinasi antara berbagai pihak terkait.
Dalam bab ini, juga akan dibahas mengenai dua konsep utama yang
berperan penting dalam mencapai interoperabilitas, yaitu Enterprise
Application Integration (EAI) dan Teknologi web service. EAI merujuk pada
upaya mengintegrasikan berbagai aplikasi dan sistem yang ada dalam suatu
organisasi, sehingga mereka dapat saling berinteraksi dan berbagi data dengan
lancar. Sementara itu, Teknologi web service menyediakan mekanisme standar
untuk komunikasi dan pertukaran data antar sistem yang berbeda,
menggunakan protokol web yang umum seperti HTTP, XML, dan SOAP.

175
Dalam konteks digitalisasi pelayanan publik, tuntutan interoperabilitas
semakin meningkat seiring dengan kebutuhan akan pertukaran informasi yang
cepat dan akurat, upgrade dan migrasi perangkat lunak, serta kebutuhan akan
data yang melibatkan berbagai sektor. Oleh karena itu, pemahaman mengenai
Enterprise Application Integration (EAI) dan Teknologi web service menjadi
penting dalam membangun sistem pelayanan publik yang terintegrasi dan
beroperasi dengan efektif.

10.1 Konsep Dasar Interoprabilitas dan Standarisasi Data.


Interoperabilitas merujuk pada kemampuan berbagai sistem atau
aplikasi untuk saling beroperasi dan berkomunikasi dengan lancar, dengan
tujuan untuk berbagi data dan sumber daya secara efektif. Hal ini melibatkan
kemampuan sistem untuk memahami dan memproses data yang dikirim dari
sistem lain, serta menjawab dengan data yang relevan dan dapat dipahami oleh
sistem lainnya. Interoperabilitas muncul sebagai solusi untuk mengatasi
masalah integrasi yang kompleks dalam lingkungan yang terdiri dari berbagai
sistem yang berbeda.
Studi yang dilakukan oleh Razavian, R., et al. (2016) mengemukakan
bahwa interoperabilitas terdiri dari empat dimensi utama, yaitu teknis,
semantik, organisasional, dan kebijakan. Dimensi teknis berkaitan dengan
komunikasi dan pertukaran data antara sistem, sedangkan dimensi semantik
mencakup kesepahaman tentang makna dan konteks data yang ditukar.
Dimensi organisasional melibatkan koordinasi dan kerja sama antara entitas
yang terlibat, sedangkan dimensi kebijakan mencakup peraturan dan standar
yang mengatur pertukaran data.
Standarisasi data adalah proses pembuatan aturan dan pedoman yang
konsisten untuk representasi dan pertukaran data antara berbagai sistem.
Standarisasi data memastikan bahwa data yang dikirim dan diterima oleh
sistem memiliki format yang sama, struktur yang konsisten, dan makna yang
seragam. Melalui standarisasi data, sistem dapat saling berkomunikasi dan
beroperasi tanpa hambatan.
Interoperabilitas dan standarisasi data memiliki relevansi yang sangat
penting dalam konteks digitalisasi pelayanan publik. Interoperabilitas
mengacu pada kemampuan sistem dan aplikasi berbeda untuk saling
berkomunikasi, berbagi informasi, dan bekerja sama secara efektif. Sedangkan

176
standarisasi data berkaitan dengan penggunaan format, struktur, dan definisi
yang seragam dalam pertukaran data antara berbagai sistem.
Interoperabilitas memiliki relevansi yang sangat penting dalam
digitalisasi pelayanan publik di Indonesia. Penerapan teknologi informasi dan
komunikasi dalam sektor publik telah menghasilkan berbagai sistem dan
aplikasi yang beroperasi secara terpisah di berbagai instansi pemerintah.
Keterbatasan interoperabilitas antar sistem ini dapat menyebabkan hambatan
dalam pertukaran informasi, koordinasi antarinstansi, dan penyediaan
pelayanan publik yang efisien.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro, A., et al. (2020),
interoperabilitas yang buruk dapat mengakibatkan data yang tidak terintegrasi
dengan baik antar instansi, duplikasi data, kesalahan pengambilan keputusan,
dan pelayanan yang tidak optimal kepada masyarakat. Oleh karena itu,
interoperabilitas yang baik menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini dan
mencapai pelayanan publik yang terintegrasi, efisien, dan responsif.
Relevansi interoperabilitas dalam digitalisasi pelayanan publik dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Integrasi dan penggabungan sistem: Interoperabilitas memungkinkan
integrasi dan penggabungan sistem yang berbeda dalam lingkungan
pelayanan publik. Dalam konteks ini, sistem pelayanan publik yang
berbeda, seperti sistem kependudukan, sistem keuangan, dan sistem
kesehatan, dapat terhubung dan berkomunikasi secara efektif. Hal ini
memungkinkan data dan informasi yang relevan dapat diakses dan
digunakan secara terintegrasi, menghindari adanya redundansi data dan
meningkatkan efisiensi pelayanan.
b) Pertukaran informasi yang cepat dan akurat: Interoperabilitas
memungkinkan pertukaran informasi yang cepat dan akurat antara berbagai
sistem pelayanan publik. Dengan adanya interoperabilitas, data yang
diperlukan dapat dengan mudah dipindahkan dan dibagikan antar sistem,
memungkinkan pemrosesan informasi yang lebih efisien dan tepat waktu.
Hal ini akan meningkatkan respons dan kualitas layanan kepada
masyarakat.
c) Penghematan biaya dan sumber daya: Dengan adanya interoperabilitas,
integrasi sistem yang efektif dapat tercapai tanpa memerlukan
pengembangan sistem baru secara menyeluruh. Hal ini dapat mengurangi
biaya pengembangan dan pemeliharaan sistem yang tidak perlu, serta

177
mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada. Dengan standarisasi
data, interoperabilitas dapat dicapai dengan lebih efisien, menghindari
konversi data yang rumit dan waktu yang terbuang.
d) Keterpaduan layanan publik: Interoperabilitas dan standarisasi data
memungkinkan adanya keterpaduan layanan publik secara menyeluruh.
Dengan sistem dan data yang terintegrasi, pemerintah dapat menyediakan
layanan publik yang lebih holistik dan terkoordinasi. Misalnya, data
penduduk yang terstandarisasi dan terintegrasi memungkinkan pemerintah
untuk memberikan layanan yang lebih personal, efektif, dan responsif
terhadap kebutuhan individu.
Dalam digitalisasi pelayanan publik, interoperabilitas dan standarisasi
data merupakan elemen kunci untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan
keterpaduan layanan. Melalui interaksi yang lancar antara sistem, pertukaran
data yang cepat, dan penggunaan format yang seragam, interoperabilitas dan
standarisasi data dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik serta
memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat.

10.2 Pendekatan Dalam Interoperabilitas


Pendekatan yang digunakan dalam mencapai interoperabilitas antar
sistem dalam digitalisasi pelayanan publik melibatkan penggunaan Enterprise
Application Integration (EAI) dan teknologi web service. Kedua pendekatan
ini memiliki peran penting dalam meningkatkan interoperabilitas sistem serta
memfasilitasi pertukaran data yang efektif dan efisien. Dalam sub bab ini,
akan dibahas secara mendalam mengenai EAI dan teknologi web service,
termasuk definisi, konsep dasar, manfaat, arsitektur, teknologi, metode, serta
studi kasus implementasinya dalam pelayanan publik di Indonesia.

A. Enterprise Application Integration (EAI)


Dalam era digitalisasi, organisasi seringkali menghadapi tantangan
dalam mengintegrasikan berbagai sistem aplikasi yang berbeda yang
digunakan dalam berbagai departemen atau unit kerja. Interoperabilitas antar
sistem menjadi kunci penting dalam memastikan pertukaran informasi yang
efisien dan akurat, serta memfasilitasi proses bisnis yang terkoordinasi dengan
baik. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mencapai interoperabilitas
ini adalah melalui Enterprise Application Integration (EAI).

178
Enterprise Application Integration (EAI) adalah pendekatan yang
digunakan untuk mengintegrasikan berbagai sistem aplikasi yang berbeda
secara sinergis. EAI bertujuan untuk menciptakan keterhubungan yang erat
antara sistem-sistem tersebut sehingga mereka dapat berbagi data dan
berkomunikasi secara efisien. EAI melibatkan pembangunan jembatan
komunikasi antara sistem-sistem yang berbeda, transformasi data agar sesuai
dengan format yang dibutuhkan oleh sistem penerima, pemetaan proses bisnis
untuk menentukan aliran data dan aktivitas antar sistem, serta sinkronisasi
aktivitas antar sistem untuk memastikan konsistensi dan koordinasi yang baik.
Selain itu, terdapat definisi lain yang dapat memberikan pemahaman
lebih lanjut tentang EAI. Menurut Kuncoro et al. (2020), EAI merupakan
konsep integrasi yang menghubungkan berbagai sistem aplikasi untuk
mencapai interoperabilitas dan berbagi data secara efektif. EAI melibatkan
penggunaan teknologi dan metode yang memungkinkan pertukaran informasi
yang cepat dan akurat antara sistem-sistem yang berbeda.
Dalam konteks pelayanan publik, EAI digunakan untuk
mengintegrasikan sistem-sistem yang digunakan oleh berbagai instansi
pemerintah atau entitas layanan publik. Misalnya, integrasi antara sistem data
kependudukan dengan sistem pelayanan kesehatan atau sistem pelayanan
pajak. Dengan adanya integrasi tersebut, data dapat diakses dengan mudah dan
proses pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien. EAI, di sisi lain,
fokus pada integrasi sistem aplikasi yang berbeda dalam lingkungan institusi.
EAI bertujuan untuk menciptakan keterhubungan yang erat antara sistem-
sistem tersebut sehingga mereka dapat berbagi data dan berkomunikasi secara
efisien. EAI lebih berfokus pada aspek teknis dan operasional integrasi sistem
aplikasi.
Untuk melengkapi pemahaman mengenai EAI, terdapat beberapa
peristilahan lain yang juga penting dan perlu diketahui:
− Sistem Aplikasi: Merujuk pada perangkat lunak atau aplikasi yang
digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu dalam suatu
organisasi. Sistem aplikasi dapat berupa sistem keuangan, sistem
sumber daya manusia, sistem manajemen inventaris, dan sebagainya.
− Interoperabilitas: Merupakan kemampuan suatu sistem atau aplikasi
untuk saling berinteraksi, berbagi data, dan bekerja secara terintegrasi
dengan sistem atau aplikasi lainnya. Interoperabilitas memungkinkan

179
pertukaran informasi yang efisien dan konsisten antar sistem, tanpa
adanya hambatan atau kesulitan dalam komunikasi.
− Integrasi Aplikasi: Proses menggabungkan beberapa sistem aplikasi
yang berbeda menjadi satu kesatuan yang terkoordinasi. Integrasi
aplikasi bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja organisasi dengan
memastikan bahwa sistem-sistem tersebut dapat saling berbagi data
dan berkomunikasi dengan lancar.
Dengan pemahaman yang lebih jelas mengenai EAI dan definisi
terkait, kita dapat melanjutkan untuk memahami manfaat EAI dalam
meningkatkan interoperabilitas sistem dalam digitalisasi pelayanan publik.

Manfaat EAI Dalam Meningkatkan Interoperabilitas Sistem


EAI memberikan sejumlah manfaat yang signifikan dalam
meningkatkan interoperabilitas sistem dalam konteks pelayanan publik yang
terus berkembang. Pertama, penggunaan EAI dapat mengurangi duplikasi
data. Dengan mengintegrasikan berbagai sistem, informasi yang diperlukan
dapat diakses secara bersama-sama, menghindari terjadinya duplikasi data
yang dapat menyebabkan inkonsistensi dan kesalahan.
Selain itu, EAI juga meningkatkan efisiensi operasional dalam
pelayanan publik. Dengan adanya integrasi antar sistem, proses bisnis dapat
diotomatiskan dan dilakukan secara terkoordinasi. Hal ini mengurangi
ketergantungan pada proses manual yang memakan waktu dan memungkinkan
pelayanan yang lebih cepat dan efisien bagi masyarakat.
Manfaat lain dari EAI adalah peningkatan visibilitas data secara real-
time. Dalam pelayanan publik, adanya akses yang cepat dan akurat terhadap
data yang relevan sangat penting. Melalui EAI, sistem-sistem yang terhubung
dapat berbagi data secara langsung dan memperbarui informasi secara real-
time, memastikan bahwa informasi yang disajikan kepada pengguna adalah
yang terkini dan akurat.
Selanjutnya, EAI memungkinkan integrasi proses bisnis yang
kompleks. Pada pelayanan publik, terdapat berbagai proses bisnis yang
melibatkan berbagai sistem dan unit kerja. EAI membantu menyatukan
proses-proses ini menjadi satu kesatuan yang terintegrasi, memfasilitasi kerja
sama dan kolaborasi antara unit kerja yang berbeda. Hal ini mempercepat alur
kerja dan meminimalkan hambatan dalam pelayanan publik.

180
Terakhir, EAI memberikan kemampuan untuk merespons perubahan
dengan cepat. Dalam lingkungan pelayanan publik yang dinamis, perubahan
kebijakan dan tuntutan yang berubah-ubah adalah hal yang umum. Melalui
EAI, sistem-sistem yang terintegrasi dapat dengan mudah beradaptasi dengan
perubahan tersebut. Pengaturan dan konfigurasi dapat diperbarui secara
efisien, memastikan kelancaran operasional dan kontinuitas pelayanan.
Dalam rangka meningkatkan interoperabilitas dan efektivitas
pelayanan publik, manfaat EAI dalam mengintegrasikan sistem-sistem yang
berbeda tidak dapat diabaikan. Dengan mengurangi duplikasi data,
meningkatkan efisiensi operasional, memastikan visibilitas data yang real-
time, mengintegrasikan

Arsitektur EAI dan Komponennya


Arsitektur EAI merupakan kerangka kerja yang mengatur bagaimana
sistem-sistem aplikasi yang berbeda dapat saling terhubung dan
berkomunikasi secara efisien. Arsitektur ini terdiri dari beberapa komponen
utama yang bekerja bersama untuk mencapai integrasi yang diinginkan.
Salah satu komponen utama dalam arsitektur EAI adalah sistem-sistem
sumber. Sistem-sistem sumber ini merupakan aplikasi atau platform yang
menyimpan data atau menjalankan proses bisnis yang ingin diintegrasikan
dengan sistem lain. Sistem-sistem sumber dapat berasal dari berbagai
departemen atau unit dalam organisasi, dan mungkin memiliki format data
yang berbeda.
Middleware adalah komponen penting lainnya dalam arsitektur EAI.
Middleware berfungsi sebagai perantara antara sistem-sistem sumber dan
sistem-sistem target. Middleware menyediakan mekanisme untuk
menghubungkan sistem-sistem yang berbeda tersebut sehingga mereka dapat
berkomunikasi dan bertukar data. Middleware juga bertanggung jawab atas
transformasi data, pemetaan proses bisnis, serta sinkronisasi aktivitas antar
sistem.
Adaptor merupakan komponen yang digunakan untuk
menghubungkan antara middleware dengan sistem-sistem sumber dan target.
Adaptor berperan dalam mengelola perbedaan format data dan protokol
komunikasi antara sistem-sistem tersebut. Adaptor juga dapat melakukan
konversi data agar sesuai dengan format yang diterima oleh sistem target.

181
Sistem target adalah sistem aplikasi atau platform yang menerima data
atau hasil proses dari sistem-sistem sumber. Sistem target dapat berupa sistem
manajemen basis data, aplikasi bisnis, atau komponen lain yang membutuhkan
data yang telah diintegrasikan.
Dalam arsitektur EAI, komponen-komponen tersebut bekerja
bersama-sama untuk mencapai integrasi yang efisien dan terkoordinasi antar
sistem aplikasi. Dengan adanya arsitektur EAI, organisasi dapat
mengintegrasikan berbagai sistem yang berbeda secara sinergis,
meningkatkan pertukaran data yang cepat dan akurat, serta meningkatkan
efisiensi operasional.
Dengan memahami konsep dasar dan komponen-komponen arsitektur
EAI, organisasi dan lembaga pemerintahan di Indonesia dapat merencanakan
dan mengimplementasikan solusi integrasi yang sesuai dengan kebutuhan
mereka. Integrasi sistem aplikasi melalui arsitektur EAI menjadi penting
dalam meningkatkan interoperabilitas, efisiensi, dan kualitas layanan publik
yang disediakan kepada masyarakat.

Teknologi dan Metode yang Digunakan dalam EAI


Dalam upaya mencapai interoperabilitas sistem yang optimal,
Enterprise Application Integration (EAI) menggunakan berbagai teknologi
dan metode yang mendukung integrasi antar sistem. Teknologi dan metode
yang digunakan dalam EAI berperan penting dalam menciptakan konektivitas
yang kuat antara sistem-sistem yang berbeda. Berikut beberapa teknologi dan
metode yang umum digunakan dalam EAI dan bagaimana mereka
berkontribusi dalam mencapai interoperabilitas yang efektif yaitu :
a) Message-Oriented Middleware (MOM): Message-Oriented
Middleware (MOM) adalah teknologi yang digunakan dalam EAI
untuk memfasilitasi pertukaran pesan antar sistem. MOM
memungkinkan sistem-sistem yang terhubung untuk berkomunikasi
melalui pengiriman pesan yang asinkron dan terstruktur. Dengan
menggunakan MOM, sistem-sistem dapat mengirim pesan, menerima
pesan, dan memproses pesan dengan keandalan dan skalabilitas yang
tinggi. Teknologi MOM memainkan peran krusial dalam
menjembatani komunikasi antar sistem yang heterogen dalam
lingkungan EAI.

182
b) Enterprise Service Bus (ESB): Enterprise Service Bus (ESB) adalah
suatu infrastruktur yang memungkinkan komunikasi antar sistem
aplikasi yang berbeda secara langsung. ESB menyediakan platform
yang terpusat untuk mengintegrasikan sistem-sistem dengan
menggunakan layanan yang diakses melalui antarmuka standar.
Dengan adanya ESB, sistem-sistem dapat berkomunikasi dengan
mudah, melakukan transformasi data, dan mengirim pesan dengan
berbagai format. ESB memfasilitasi interoperabilitas dengan
menyediakan mekanisme routing, transformasi data, dan manajemen
kesalahan dalam lingkungan EAI.
c) Application Programming Interface (API): Application Programming
Interface (API) adalah kumpulan aturan dan protokol yang
memungkinkan komunikasi antara dua perangkat lunak. Dalam
konteks EAI, API digunakan untuk menghubungkan dan
mengintegrasikan sistem-sistem yang berbeda. API menyediakan
antarmuka standar yang memungkinkan sistem-sistem berbagi data
dan berkomunikasi dengan mudah. Dengan menggunakan API, sistem-
sistem dapat memanggil fungsi atau layanan dari sistem lain untuk
mengakses dan memproses data secara terstruktur.
d) Extract, Transform, Load (ETL): Extract, Transform, Load (ETL)
adalah metode yang digunakan dalam EAI untuk mengambil data dari
sistem sumber, mentransformasikan data tersebut ke format yang
diinginkan, dan memuatnya ke sistem target. ETL memungkinkan
integrasi data yang efisien antara sistem-sistem yang berbeda dengan
memperhitungkan perbedaan struktur dan format data. Proses ETL
melibatkan ekstraksi data, transformasi data untuk mencocokkan
format yang diinginkan, dan pemindahan data ke sistem target.
e) Business Process Management (BPM): Business Process Management
(BPM) adalah pendekatan yang digunakan dalam EAI untuk
mengintegrasikan proses bisnis yang kompleks antara sistem-sistem
yang berbeda. BPM melibatkan pemodelan, analisis, dan pemantauan
proses bisnis yang melibatkan berbagai sistem. Dengan menggunakan
BPM, sistem-sistem dapat diintegrasikan untuk menjalankan alur kerja
dan aktivitas bisnis yang terkoordinasi dengan baik. BPM
memungkinkan sistem-sistem bekerja bersama dalam eksekusi proses
bisnis yang efisien.

183
Teknologi dan metode ini merupakan beberapa contoh penting yang
digunakan dalam EAI untuk mencapai interoperabilitas sistem. Dalam
implementasi EAI, pemilihan teknologi dan metode yang tepat menjadi faktor
kunci dalam mencapai integrasi yang sukses antara sistem-sistem yang
berbeda.

Studi Kasus Implementasi EAI dalam Pelayanan Publik di Indonesia


Salah satu contoh pemanfaatan pendekatan EAI dalam interoperabilitas
dalam pelayanan publik di Indonesia adalah implementasi Sistem Informasi
Manajemen Keuangan Daerah (SIMKeuda). SIMKeuda adalah sebuah sistem
yang digunakan untuk mengintegrasikan berbagai sistem keuangan daerah di
seluruh Indonesia, seperti Sistem Keuangan Daerah (SIKDA), Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), dan Sistem Informasi
Manajemen Aset Daerah (SIMAD). Implementasi EAI dalam SIMKeuda
memungkinkan pertukaran data yang efisien dan akurat antara sistem-sistem
tersebut.
Melalui pendekatan EAI, SIMKeuda dapat mengintegrasikan data
keuangan daerah secara real-time dan menyediakan informasi yang konsisten
kepada pemerintah pusat maupun daerah. Dengan adanya interoperabilitas
yang tercapai melalui EAI, SIMKeuda memungkinkan koordinasi dan
pengawasan yang lebih baik terhadap pengelolaan keuangan daerah,
pengeluaran, dan pelaporan keuangan. Selain itu, SIMKeuda juga
mempermudah proses audit dan evaluasi keuangan daerah serta
memungkinkan adanya sinergi antara sistem keuangan daerah yang berbeda.
Implementasi EAI dalam SIMKeuda juga memberikan manfaat
lainnya, seperti pengurangan duplikasi data, peningkatan efisiensi
operasional, dan peningkatan akurasi dan integritas data. Dengan adanya
integrasi antar sistem, proses pelaporan keuangan daerah dapat dilakukan
dengan lebih cepat dan efisien, serta memungkinkan pengambilan keputusan
yang lebih baik berdasarkan informasi keuangan yang terintegrasi.
Studi kasus implementasi EAI dalam SIMKeuda merupakan contoh
nyata bagaimana pendekatan EAI dapat digunakan untuk mencapai
interoperabilitas dalam pelayanan publik di Indonesia. Melalui integrasi
sistem keuangan daerah, SIMKeuda memberikan kontribusi penting dalam
mengoptimalkan pengelolaan keuangan daerah dan meningkatkan
transparansi serta akuntabilitas dalam penggunaan anggaran publik.

184
Implementasi EAI dalam SIMKeuda atau sistem serupa dalam
pelayanan publik di Indonesia dapat menghadapi beberapa hambatan dan
kendala. Berikut ini adalah beberapa hambatan yang mungkin muncul:
a) Kompleksitas Integrasi: Integrasi sistem-sistem yang berbeda dalam
lingkungan yang kompleks dapat menjadi tantangan. Setiap sistem
memiliki struktur data, format, dan standar yang berbeda, sehingga
memerlukan upaya yang signifikan untuk memetakan dan
menghubungkan data antara sistem-sistem tersebut.
b) Ketersediaan Sumber Daya: Implementasi EAI memerlukan sumber daya
manusia yang terampil dalam mengelola dan mengintegrasikan sistem-
sistem yang ada. Kurangnya sumber daya manusia yang berkualifikasi dan
terlatih dalam bidang EAI dapat menjadi kendala dalam
mengimplementasikan EAI dengan sukses.
c) Keamanan dan Privasi Data: Integrasi antara sistem-sistem yang berbeda
harus memperhatikan aspek keamanan dan privasi data. Adanya
pertukaran data antara sistem-sistem tersebut dapat meningkatkan risiko
kebocoran data atau akses yang tidak sah. Oleh karena itu, perlindungan
data yang memadai dan langkah-langkah keamanan harus diterapkan
dalam implementasi EAI.
Selain hambatan-hambatan tersebut, ada beberapa persyaratan sukses
yang perlu diperhatikan dalam implementasi EAI dalam pelayanan publik:
a) Kebijakan Standarisasi: Diperlukan kebijakan dan standar yang jelas
terkait dengan format data, protokol komunikasi, dan struktur integrasi
antar sistem. Standarisasi ini memastikan bahwa semua sistem yang
terlibat dapat berkomunikasi dan berbagi data dengan lancar.
b) Komitmen Organisasi: Keberhasilan implementasi EAI membutuhkan
komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat, termasuk manajemen
organisasi dan pengguna sistem. Dukungan dan partisipasi aktif dari
pihak-pihak terkait sangat penting dalam mengatasi hambatan dan
memastikan kelancaran implementasi.
c) Pengelolaan Perubahan: Implementasi EAI seringkali melibatkan
perubahan dalam proses bisnis dan struktur organisasi. Manajemen
perubahan yang efektif harus dilakukan untuk memastikan adopsi yang
sukses dan mengurangi resistensi terhadap perubahan dari pihak yang
terlibat.

185
d) Pemantauan dan Evaluasi: Penting untuk memantau dan mengevaluasi
implementasi EAI secara berkala. Pemantauan ini dapat mengidentifikasi
masalah atau kendala yang muncul sehingga dapat segera diatasi. Evaluasi
juga membantu memastikan bahwa implementasi EAI mencapai tujuan
yang diinginkan dan memberikan manfaat yang diharapkan.
Dengan memperhatikan hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dan
memenuhi persyaratan sukses yang telah disebutkan, implementasi EAI dalam
SIMKeuda atau sistem serupa dapat berhasil mencapai interoperabilitas yang
diperlukan dalam digitalisasi pelayanan publik di Indonesia.

B. Teknologi Web Service


Dalam era digitalisasi pelayanan publik, teknologi web service
memainkan peran krusial dalam mencapai interoperabilitas antar sistem. Web
service merupakan konsep dan teknologi yang memungkinkan aplikasi dan
sistem berbeda untuk saling berkomunikasi dan berbagi data secara efektif.
Dalam bab ini, akan dijelaskan pengertian, karakteristik, protokol, standar,
manfaat, serta implementasi teknologi web service dalam pelayanan publik di
Indonesia. Pemahaman yang komprehensif mengenai hal ini akan
memberikan wawasan yang berharga dalam upaya mencapai interoperabilitas
yang optimal.
Teknologi web service adalah pendekatan untuk membangun aplikasi
yang dapat berkomunikasi dan berbagi data melalui jaringan internet. Dalam
konsep ini, aplikasi yang berbeda dapat saling berinteraksi tanpa bergantung
pada platform, bahasa pemrograman, atau infrastruktur yang digunakan.
Karakteristik utama dari teknologi web service meliputi:
a) Keterbukaan: Web service dapat diakses oleh berbagai aplikasi yang
menggunakan protokol dan format data yang seragam.
b) Interoperabilitas: Web service memungkinkan sistem dan aplikasi
yang berbeda untuk saling berkomunikasi dan berbagi data dengan
mudah.
c) Penggunaan standar: Teknologi web service menggunakan standar
komunikasi seperti XML (eXtensible Markup Language), SOAP
(Simple Object Access Protocol), dan WSDL (Web Services
Description Language) untuk memfasilitasi pertukaran data yang
seragam.

186
Dalam teknologi web service, terdapat beberapa protokol dan standar
yang digunakan untuk memungkinkan komunikasi antar-aplikasi, antara lain:
a) XML (eXtensible Markup Language): XML digunakan sebagai format
data yang umum dalam pertukaran informasi antaraplikasi. XML
memberikan fleksibilitas dalam mendefinisikan struktur data yang
dapat dibaca oleh berbagai sistem.
b) SOAP (Simple Object Access Protocol): SOAP adalah protokol yang
digunakan untuk mengirim pesan antaraplikasi dalam format XML.
SOAP menyediakan mekanisme standar untuk pemanggilan prosedur
jarak jauh (remote procedure call) dan komunikasi antaraplikasi.
c) WSDL (Web Services Description Language): WSDL digunakan
untuk mendefinisikan web service secara formal. WSDL memberikan
deskripsi yang terstruktur mengenai operasi, format pesan, dan
protokol yang digunakan oleh web service.
Penerapan web service dalam pelayanan publik memberikan sejumlah
manfaat yang signifikan dalam mencapai interoperabilitas, antara lain:
a) Integrasi Sistem yang Mudah: Web service memungkinkan integrasi
sistem yang berbeda secara efektif. Dengan adanya standar
komunikasi dan format data yang seragam, sistem-sistem pelayanan
publik dapat saling terhubung dan berinteraksi dengan lebih mudah.
b) Pertukaran Data yang Efisien: Web service memfasilitasi pertukaran
data yang efisien antara aplikasi pelayanan publik. Data dapat
dipertukarkan secara langsung antara sistem tanpa memerlukan proses
konversi yang rumit.
c) Fleksibilitas dalam Pengembangan: Penggunaan web service
memungkinkan pelayanan publik untuk memperluas fungsionalitas
aplikasi dengan mudah. Komponen web service dapat dikembangkan
dan diperbarui secara terpisah tanpa mempengaruhi sistem yang
terkait.
d) Skalabilitas dan Interoperabilitas yang Tinggi: Web service
memungkinkan pelayanan publik untuk mengintegrasikan sistem-
sistem baru dengan cepat dan mudah. Dengan demikian, organisasi
pelayanan publik dapat menghadapi kebutuhan pertumbuhan yang
lebih besar dengan lebih baik.
Selanjunya bagaimana implementasi Web Service dalam pelayanan
publik di Indonesia? Di Indonesia, implementasi teknologi web service dalam

187
pelayanan publik telah menjadi fokus penting dalam upaya meningkatkan
interoperabilitas. Berbagai instansi pemerintah telah menerapkan web service
dalam sistem pelayanan publik mereka, seperti aplikasi e-government, sistem
perizinan, dan layanan kesehatan digital. Contohnya adalah penggunaan web
service dalam pertukaran data antara Direktorat Jenderal Pajak dan Badan
Pusat Statistik untuk mendukung pengolahan data pajak dan statistik secara
terintegrasi. Implementasi web service ini membantu meningkatkan efisiensi
pelayanan publik, mengurangi duplikasi data, dan mempercepat proses
administrasi.
Dalam konteks digitalisasi pelayanan publik, interoperabilitas dan
standarisasi data melalui teknologi web service memiliki peran yang krusial.
Penggunaan web service memungkinkan berbagai aplikasi dan sistem
pelayanan publik untuk saling berkomunikasi, berbagi data, dan berintegrasi
dengan lebih baik. Dengan demikian, interoperabilitas menjadi lebih tercapai,
meningkatkan efisiensi, dan memberikan pengalaman pelayanan yang lebih
baik kepada masyarakat.

10.3 Kebijakan Standarisasi Data dalam Pelayanan Publik


Dalam era digitalisasi pelayanan publik, kebijakan standarisasi data
memainkan peran krusial dalam mencapai interoperabilitas antara sistem dan
aplikasi yang berbeda. Standarisasi data memungkinkan pertukaran informasi
yang efektif, integrasi sistem yang lancar, dan keterpaduan layanan publik
yang lebih baik. Namun, implementasi kebijakan standarisasi data tidaklah
tanpa tantangan dan hambatan. Bagaimana peran standarisasi data dalam
mencapai interoperabilitas, tantangan dan hambatan dalam implementasinya,
contoh kebijakan standarisasi data di tingkat pusat dan daerah, serta
pentingnya kolaborasi antarinstansi dalam upaya standarisasi data dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Standarisasi data memainkan peran penting dalam mencapai
interoperabilitas antara berbagai sistem pelayanan publik. Dengan
menggunakan format, struktur, dan definisi data yang seragam, sistem-sistem
tersebut dapat berkomunikasi dan berbagi informasi dengan mudah.
Standarisasi data memungkinkan pertukaran informasi yang cepat, akurat, dan
efisien antara sistem-sistem yang terlibat. Hal ini memungkinkan integrasi
sistem yang lancar dan keterpaduan layanan publik yang lebih baik, sehingga
memperkuat efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.

188
Standarisasi data merupakan proses menyelaraskan format, struktur,
dan definisi data yang digunakan dalam berbagai sistem pelayanan publik.
Tujuan utama dari standarisasi data adalah menciptakan keseragaman dan
konsistensi dalam pertukaran informasi antara sistem-sistem tersebut. Dengan
adanya standarisasi data, berbagai sistem dapat berkomunikasi dan
berinteraksi secara harmonis, tanpa hambatan yang disebabkan oleh
perbedaan format atau struktur data. Berikut beberapa peran dari standarisasi
data dalam mencapai interoperabilitas :
a) Peningkatan komunikasi dan pertukaran informasi: Standarisasi data
memungkinkan sistem-sistem pelayanan publik untuk saling
berkomunikasi dan bertukar informasi dengan mudah. Dengan
menggunakan format dan struktur data yang seragam, sistem-sistem
tersebut dapat memahami dan menginterpretasikan informasi yang
diterima dengan konsisten. Hal ini mempercepat proses pertukaran
informasi antara sistem-sistem yang terlibat, mengurangi kesalahan
interpretasi, dan meningkatkan akurasi data yang dikirimkan.
b) Integrasi sistem yang lancar: Dalam konteks pelayanan publik,
standarisasi data memungkinkan integrasi sistem yang lancar. Dengan
memastikan bahwa data yang dikirimkan dan diterima oleh sistem-sistem
tersebut memiliki format yang sama, sistem-sistem tersebut dapat
berinteraksi tanpa kendala yang signifikan. Integrasi sistem yang lancar
memungkinkan aliran informasi yang mulus antara berbagai departemen
atau lembaga pemerintah, yang pada gilirannya meningkatkan koordinasi
dan keterpaduan layanan publik.
c) Keterpaduan layanan publik: Standarisasi data juga berperan dalam
menciptakan keterpaduan layanan publik. Dengan format data yang
seragam, informasi yang relevan dapat diintegrasikan dari berbagai
sumber dan digunakan secara terkoordinasi dalam menyediakan layanan
kepada masyarakat. Misalnya, data penduduk yang terstandarisasi dapat
digunakan secara lintas sektor untuk memperoleh informasi yang
komprehensif tentang masyarakat, sehingga pemerintah dapat
memberikan layanan yang lebih terfokus dan responsif.
d) Efisiensi dan efektivitas pelayanan publik: Melalui standarisasi data,
pelayanan publik dapat ditingkatkan dari segi efisiensi dan efektivitas.
Dengan memiliki format data yang seragam, penggunaan sumber daya
dapat dioptimalkan, karena tidak perlu menghabiskan waktu dan upaya

189
untuk mengkonversi atau menggabungkan data dengan format yang
berbeda. Selain itu, standarisasi data juga memungkinkan adanya analisis
dan pemrosesan data yang lebih efisien, sehingga pelayanan publik dapat
memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada masyarakat.
Dengan demikian, standarisasi data memainkan peran yang penting
dalam mencapai interoperabilitas antar sistem pelayanan publik. Melalui
format, struktur, dan definisi data yang seragam, standarisasi data
memfasilitasi komunikasi yang lancar, integrasi sistem yang efektif, dan
keterpaduan layanan publik yang lebih baik. Dalam konteks digitalisasi
pelayanan publik di Indonesia, standarisasi data menjadi kunci dalam
mengatasi problematika interoperabilitas dan meningkatkan efektivitas serta
efisiensi pelayanan publik secara keseluruhan.
Implementasi kebijakan standarisasi data di tingkat pusat dan daerah
memiliki tantangan dan hambatan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan
utama adalah keberagaman sistem dan infrastruktur yang ada di berbagai
instansi pemerintah. Setiap instansi sering kali memiliki sistem informasi yang
berbeda-beda, termasuk format data dan struktur penyimpanan yang tidak
seragam. Hal ini membuat sulitnya integrasi dan pertukaran data antarinstansi.
Selain itu, hambatan dalam implementasi kebijakan standarisasi data
adalah resistensi dan ketidaknyamanan dari pihak-pihak yang terlibat.
Beberapa instansi mungkin merasa enggan untuk mengubah sistem dan proses
kerjanya yang sudah ada, karena perubahan tersebut memerlukan waktu,
sumber daya, dan upaya yang tidak sedikit. Selain itu, terdapat juga
kekhawatiran terkait keamanan dan privasi data yang harus diatasi dengan
baik agar tidak mengorbankan perlindungan data pribadi masyarakat.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data
Indonesia telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 12 Juni 2019.
Perpres ini bertujuan untuk meningkatkan tata kelola data pemerintah agar
menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat
dipertanggungjawabkan, mudah diakses, dan dibagipakaikan antar instansi
pemerintah. Satu Data Indonesia dilaksanakan dengan memenuhi standar data,
metadata, interoperabilitas data, serta menggunakan kode referensi dan data
induk. Pembinaan dan pengaturan standar data ditetapkan oleh pembina data
tingkat pusat, sedangkan produsen data harus menyediakan metadata dan
mematuhi kaidah interoperabilitas data. Selain itu, Perpres juga membentuk
Dewan Pengarah, Pembina Data tingkat pusat, Walidata tingkat pusat, dan

190
Produsen Data tingkat pusat sebagai penyelenggara Satu Data Indonesia di
tingkat pusat. Di tingkat daerah, Satu Data Indonesia dilaksanakan oleh
pembina data tingkat daerah, Walidata tingkat daerah, Walidata pendukung,
dan Produsen Data tingkat daerah. Data yang disebarkan melalui Portal Satu
Data Indonesia harus dapat diakses secara gratis dan tanpa perjanjian
kerjasama. Perpres ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 17 Juni
2019.
Kolaborasi antarinstansi sangat penting dalam upaya standarisasi data.
Tanpa kolaborasi yang baik, implementasi kebijakan standarisasi data akan
sulit berhasil. Kolaborasi memungkinkan berbagai instansi bekerja sama
untuk mengembangkan standar format data yang dapat diterima oleh semua
pihak. Dengan adanya kolaborasi, instansi-instansi tersebut dapat berbagi
pengalaman, pemahaman, dan sumber daya untuk mencapai tujuan bersama
dalam meningkatkan kualitas data, kecepatan pertukaran informasi, dan
efektivitas pelayanan publik.
Selain itu, kolaborasi juga memperkuat keterpaduan dan sinergi
antarinstansi, sehingga data yang terstandarisasi dapat digunakan secara
efektif dalam analisis kebijakan, pengambilan keputusan, dan perencanaan
pembangunan. Kolaborasi antarinstansi juga dapat mendorong adopsi
teknologi dan inovasi dalam pengelolaan data, sehingga meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pelayanan publik secara keseluruhan.
Dalam kesimpulannya, implementasi kebijakan standarisasi data di
tingkat pusat dan daerah memiliki tantangan dan hambatan seperti
keberagaman sistem dan resistensi terhadap perubahan. Namun, dengan
adanya kebijakan satu data serta kolaborasi antarinstansi, ke depan diharapkan
dapat terwujud keseragaman data, keterpaduan, dan efektivitas pelayanan
publik yang lebih baik.

10.4 Tuntutan Interoperabilitas yang Meningkat


Dalam era digitalisasi yang semakin berkembang, tuntutan terhadap
interoperabilitas antar sistem menjadi semakin penting. Berbagai kebutuhan
baru muncul, yang meliputi pertukaran informasi yang cepat dan akurat,
upgrade dan migrasi perangkat lunak, serta kebutuhan data multisektor.
Tuntutan interoperabilitas ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap
pelayanan publik di Indonesia antara lain :

191
a) Pertukaran informasi secara cepat dan akurat: Dalam lingkungan pelayanan
publik, pertukaran informasi yang cepat dan akurat sangat penting.
Interoperabilitas memungkinkan sistem dan aplikasi yang berbeda untuk
berkomunikasi dan berbagi informasi secara efektif. Dengan
interoperabilitas yang terjaga, data dapat dipindahkan dengan mudah antar
sistem, sehingga informasi yang dibutuhkan dapat tersedia secara real-
time. Ini memungkinkan pemerintah untuk memberikan respons yang
lebih cepat terhadap kebutuhan masyarakat dan mempercepat proses
pengambilan keputusan.
b) Upgrade dan migrasi perangkat lunak: Perkembangan teknologi yang pesat
mengharuskan pemerintah untuk melakukan upgrade dan migrasi
perangkat lunak secara berkala. Interoperabilitas memainkan peran
penting dalam proses ini. Dengan standarisasi data dan protokol yang
diikuti oleh sistem yang berbeda, upgrade dan migrasi perangkat lunak
dapat dilakukan dengan lebih lancar. Data dan fungsionalitas yang ada
dapat dengan mudah dipindahkan ke platform baru tanpa mengganggu
ketersediaan informasi dan kelancaran operasional sistem pelayanan
publik.
c) Kebutuhan data multisektor: Dalam konteks pelayanan publik, seringkali
diperlukan pertukaran data antar sektor yang berbeda. Interoperabilitas
memungkinkan integrasi data dari berbagai sektor, seperti kesehatan,
keuangan, pendidikan, dan lainnya. Dengan interoperabilitas yang
terjamin, pemerintah dapat memiliki akses ke data yang komprehensif dan
terpadu untuk memahami situasi secara holistik. Hal ini membantu dalam
pengambilan keputusan yang lebih baik, perencanaan yang lebih efektif,
dan pengembangan program pelayanan publik yang terkoordinasi.
d) Implikasi tuntutan interoperabilitas terhadap pelayanan publik di Indonesia:
Tuntutan interoperabilitas yang meningkat memiliki implikasi signifikan
terhadap pelayanan publik di Indonesia. Dalam rangka mengatasi
tantangan interoperabilitas, pemerintah perlu mengembangkan kebijakan
dan standar yang mendukung interoperabilitas data antar sistem.
Peningkatan infrastruktur teknologi dan integrasi sistem menjadi penting
untuk mencapai interoperabilitas yang optimal. Selain itu, pelatihan dan
pengembangan SDM yang berkualitas juga diperlukan agar sistem
pelayanan publik dapat beroperasi dengan baik dan terhubung secara
sinergis. Implikasi ini menggarisbawahi pentingnya upaya bersama antara

192
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem
interoperabilitas yang kokoh.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang tuntutan
interoperabilitas dan relevansinya dalam digitalisasi pelayanan publik,
diharapkan upaya pengembangan dan penerapan interoperabilitas dapat
menjadi fokus dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan publik di
Indonesia.

RINGKASAN
Dalam era digitalisasi pelayanan publik, interoperabilitas antar sistem
menjadi tantangan yang penting. Interoperabilitas adalah kemampuan sistem
untuk berkomunikasi dan beroperasi secara sinergis. Salah satu pendekatan
untuk mencapai interoperabilitas adalah standarisasi data, meskipun
implementasinya juga dapat menimbulkan tantangan. Interoperabilitas dapat
diwujudkan melalui Enterprise Application Integration (EAI) dan Teknologi
web service. EAI mengintegrasikan berbagai aplikasi dalam organisasi,
sedangkan Teknologi web service memfasilitasi pertukaran data antar sistem.
Interoperabilitas dan standarisasi data penting dalam membangun sistem
pelayanan publik yang terintegrasi. Mereka memungkinkan integrasi sistem,
pertukaran informasi yang cepat, penghematan biaya, dan keterpaduan
layanan publik.
Standarisasi data adalah proses menetapkan aturan dan format yang
seragam untuk pertukaran data. Interoperabilitas dan standarisasi data relevan
dalam digitalisasi pelayanan publik di Indonesia karena mereka memastikan
pertukaran informasi yang efisien dan keterpaduan layanan. Kurangnya
penerapan interoperabilitas dapat mengakibatkan data yang tidak terintegrasi,
kesalahan pengambilan keputusan, dan pelayanan yang tidak optimal.
Enterprise Application Integration (EAI) dan Teknologi web service adalah
pendekatan yang digunakan untuk mencapai interoperabilitas. EAI
mengintegrasikan berbagai sistem aplikasi dalam organisasi, sedangkan
Teknologi web service memungkinkan pertukaran data antar sistem.

193
LATIHAN
1) Jelaskan pengertian interoperabilitas dalam konteks pelayanan publik di
era digitalisasi. Sebutkan pula beberapa masalah yang sering muncul
dalam mencapai interoperabilitas antar sistem pelayanan publik.
2) Apa yang dimaksud dengan standarisasi data? Mengapa standarisasi data
menjadi penting dalam mencapai interoperabilitas antar sistem pelayanan
publik? Sebutkan juga tantangan yang mungkin muncul dalam
implementasi standarisasi data.
3) Jelaskan konsep Enterprise Application Integration (EAI) dan teknologi
web service dalam konteks mencapai interoperabilitas antar sistem
pelayanan publik. Berikan contoh implementasi EAI atau teknologi web
service dalam pelayanan publik di Indonesia.
4) Jelaskan peran standarisasi data dalam mencapai interoperabilitas antara
berbagai sistem pelayanan publik. Sebutkan pula contoh konkretnya.
5) Identifikasi dan jelaskan tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam
implementasi kebijakan standarisasi data di tingkat pusat dan daerah.
Berikan juga solusi atau langkah yang dapat diambil untuk mengatasi
tantangan tersebut.

Soal Pilihan Ganda:


1. Interoperabilitas dalam pelayanan publik merujuk pada kemampuan sistem
dan aplikasi yang berbeda untuk saling berkomunikasi dan beroperasi
secara ______.
a. Tersendat
b. Terkoordinasi
c. Terisolasi
d. Terlepas
2. Standarisasi data dalam pelayanan publik bertujuan untuk memastikan
bahwa data yang dikirim dan diterima oleh sistem memiliki ______.
a. Format yang berbeda
b. Struktur yang tidak konsisten
c. Format yang seragam
d. Struktur yang fleksibel
3. Pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan berbagai sistem
aplikasi dalam pelayanan publik disebut ______.
a. Enterprise Application Integration (EAI)

194
b. Web Service
c. Interoperabilitas
d. Standarisasi data
4. Enterprise Application Integration (EAI) bertujuan untuk menciptakan
keterhubungan yang erat antara sistem-sistem aplikasi yang berbeda agar
dapat ______.
a. Beroperasi secara terisolasi
b. Berbagi data dengan lancar
c. Menggantikan sistem yang sudah ada
d. Mengurangi efisiensi pelayanan publik
5. Teknologi web service menggunakan protokol web seperti ______ untuk
memfasilitasi pertukaran data antar sistem.
a. HTML
b. XML
c. SQL
d. JSON
6. Salah satu manfaat dari Enterprise Application Integration (EAI) dalam
pelayanan publik adalah ______.
a. Penghematan biaya pengembangan sistem baru
b. Meningkatkan kompleksitas integrasi sistem
c. Menghilangkan kebutuhan akan adaptasi sistem yang sudah ada
d. Meningkatkan hambatan dalam pertukaran informasi
7. Contoh implementasi Enterprise Application Integration (EAI) dalam
pelayanan publik di Indonesia adalah ______.
a. Integrasi sistem kependudukan dengan sistem kesehatan
b. Penggunaan teknologi web service dalam sistem keuangan
c. Standarisasi format data dalam sistem pendidikan
d. Pengembangan sistem baru untuk setiap departemen pemerintah
8. Manfaat utama dari standarisasi data dalam pelayanan publik adalah:
a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
b. Meningkatkan privasi data masyarakat.
c. Mengurangi kolaborasi antarinstansi.
d. Meningkatkan keragaman sistem pelayanan publik.
9. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia
bertujuan untuk:

195
a. Meningkatkan tata kelola data pemerintah dan memperkuat
interoperabilitas data.
b. Membatasi akses data antarinstansi pemerintah.
c. Mengurangi peran standarisasi data dalam pelayanan publik.
d. Memisahkan data pemerintah menjadi beberapa entitas terpisah.
10. Salah satu tantangan dalam implementasi kebijakan standarisasi data di
tingkat daerah adalah:
a. Keseragaman sistem dan infrastruktur yang ada di berbagai instansi
pemerintah.
b. Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk implementasi standarisasi
data.
c. Ketersediaan perangkat lunak yang sudah terstandarisasi di tingkat
daerah.
d. Kurangnya kolaborasi antarinstansi dalam pengembangan standar
format data.

Jawaban: Soal Pilihan Ganda:


1. b. Terkoordinasi
2. c. Format yang seragam
3. a. Enterprise Application Integration (EAI)
4. b. Berbagi data dengan lancar
5. b. XML
6. a. Penghematan biaya.
7. a. Integrasi sistem kependudukan dengan sistem kesehatan
8. a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
9. a. Meningkatkan tata kelola data pemerintah dan memperkuat
interoperabilitas data.
10. a. Keseragaman sistem dan infrastruktur yang ada di berbagai instansi
pemerintah

196
DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, A., Prabowo, R., Santoso, H., & Wiratmaja, I. (2020).
Interoperability Concept for Public Service Integration. Journal of
Physics: Conference Series, 1567(5), 052056. DOI: 10.1088/1742-
6596/1567/5/052056.
Razavian, R., Asgari, H., Talebi, E., & Khademi, M. (2016). A Conceptual
Framework for Interoperability in Information Systems. International
Journal of Information Management, 36(4), 557-570. DOI:
10.1016/j.ijinfomgt.2016.02.002.
Sutanta, E. 2012. Kebijakan standarisasi data dan problem interoperabilitas
pada aplikasi e-government. AksesMei 2023. Alamat URL :
https://media.neliti.com/media/publications/296329-kebijakan-
standarisasi-data-dan-problem-18b4f42e.pdf

197
198
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, I. (2023). Implementasi Open Government Indonesia Melalui


Saluran Youtube Resmi Sekretariat Presiden. JKP, 1(7), 134-151.
https://doi.org/10.25139/jkp.v7i1.5674
Ahlan, A. R., & Ahmad, N. (2016). E-Government service quality in the
context of developing countries: A case study of Indonesia.
Transforming Government: People, Process and Policy, 10(1), 92-
117.
Ahmed, K., & Hachey, G. (2019). Super-Apps: How the Smartest Companies
in the World are Reaching Users in the Next Billion. New York:
Apress.
Alford, J., & Hughes, O. (2019). Public value, innovation, and the digital state:
A commentary. Public Management Review, 21(7), 919-929.
Alford, J.L. (2009). Engaging public sector clients: From service-delivery to
co-production. Palgrave Macmillan
Alonso, G., Casati, F., Kuno, H., & Machiraju, V. (2004). Web Services:
Concepts, Architectures and Applications. Springer Science &
Business Media.
Andriani, S., & Prasetio, A. (2021). Digital Public Services and Their
Relationship with E-Government in Indonesia. Indonesian Journal of
Government and Politics, 2(1), 13-28.
Arief, M. (2018). Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi di Era
Digital. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance,
10(1), 21-30.
Ariyanto, H., Wahyudi, D., & Isnanto, R. R. (2017). Pemanfaatan Sistem
Informasi Geografis pada Pelayanan Publik Pemetaan Wilayah
Administrasi Desa. Jurnal Sistem Informasi, 9(2), 173-181.
Aryanto, D. W., & Gunawan, A. (2019). Digitalisasi Layanan Publik dan
Pemberdayaan Masyarakat di Era Disrupsi Digital. Jurnal
Administrasi Publik (JAP), 4(1), 37-52
Aven, T. (2017). "Risk Management and Governance: Concepts, Guidelines
and Applications." Springer.
Azizah, N., & Prasetyo, P. K. (2019). The Implementation of Lapor!
Application as E-Government in Indonesia. Jurnal Informatika: Jurnal
Pengembangan IT, 4(1), 74-81.

199
Baldwin, Timothy, Bommer, Bill, dan Rubin, Robert. (2018). "Managing
Organizational Behavior: What Great Managers Know and Do."
McGraw-Hill Education.
Bancin, L., Putri, N., Rahmayani, N., Kharisma, R., Purba, S. (2020).
Gambaran Sistem Rujukan Terintegrasi (Sisrute) DI Rsud Dr. Rm
Djoelham Binjai Tahun 2019. JIPIKI, 1(5), 16-19.
https://doi.org/10.52943/jipiki.v5i1.347
Bannister, F., & Connolly, R. (2014). The public value of ICTs in the context
of local government modernisation: an Australian perspective.
Information Polity, 19(2), 91-108.
Bason, C. (2010). Leading public sector innovation: Co-creating for a better
society. Bristol University Press, Policy Press.
Bekkers, V. J., Homburg, V., & Schillemans, T. (2013). Innovation in the
public sector: Linking capacity and leadership. Information Polity,
18(3/4), 275-290.
Bissonette, M. M. (2012). "Project Risk Management: A Practical
Implementation Approach." CRC Press.
Brock, D. L. (2004). Data Integration: Key Techniques and Challenges. In
Proceedings of the 2004 ACM symposium on Applied computing.
DOI: 10.1145/967900.968080.
Brown, L. (2007). The Adoption and Implementation of a Service Innovation
in a Social Work Setting – a Case Study of Family Group
Conferencing in the UK. Social Policy and Society, 6(3), 321-332.
doi:10.1017/S147474640700365X
Buchmann, E., Winter, R., & Schek, H.-J. (2012). Concepts and Applications
of Middleware: New Directions. Springer Science & Business Media.
Cameron, E., & Green, M. (2015). Making Sense of Change Management: A
Complete Guide to the Models, Tools, and Techniques of
Organizational Change (4th ed.). Kogan Page.
Campbell, A., Garcia-Molina, M. N., Morrison, D. E., Suciu, D., & Tan, W. C.
(2020). Web Data Management: A Warehouse Approach. Morgan
Kaufmann.
Castellanos, M., Dumas, M., & ter Hofstede, A. H. M. (2009). Business
Process Management. In Encyclopedia of Database Systems (pp. 299-
303). Springer. DOI: 10.1007/978-0-387-39940-9_442.

200
Chairi, M., Yossyafra, Y., Putri, E. (2017). Perencanaan Integrasi Layanan
Operasional Antar Moda Railbus Dan Angkutan Umum DI Kota
Padang. JRS-Unand, 1(13), 1. https://doi.org/10.25077/jrs.13.1.1-
12.2017
Chang, S. E. (2014). Design and implementation of mobile government
systems. In Mobile Government (pp. 1-10). Springer.
Cherbakov, A. (2003). Business Process Integration: Methodologies,
Standards, and Tools. Communications of the ACM, 46(10), 47-51.
DOI: 10.1145/944217.944243.
Choudhury, S., Thakur, R. S., & Sharma, V. K. (2013). Digital Ecosystem:
Challenges, Opportunities, and Framework for Sustainable Growth.
International Journal of Computer Applications, 75(14), 1-7. DOI:
10.5120/13338-2791.
Colquitt, J. A., LePine, Jeffery A., dan Wesson, M. J. (2020). "Organizational
Behavior: Improving Performance and Commitment in the
Workplace." McGraw-Hill Education.
Cummings, T. G., & Worley, C. G. (2014). Organization Development and
Change (10th ed.). Cengage Learning.
Danziger, James N. (2019). "Understanding the Political World: A
Comparative Introduction to Political Science." Pearson.
Dwivedi, Y. K., Hughes, L., Ismagilova, E., Aarts, G., Coombs, C., Crick, T.,
& Al-Sobhi, F. (2019). Artificial intelligence (AI): Multidisciplinary
perspectives on emerging challenges, opportunities, and agenda for
research, practice and policy. International Journal of Information
Management, 48, 192-199.
Dwivedi, Y. K., Rana, N. P., Jeyaraj, A., Clement, M., & Williams, M. D.
(2019). Re-examining the Unified Theory of Acceptance and Use of
Technology (UTAUT): Towards a Revised Theoretical Model.
Information Systems Frontiers, 21(3), 719-734.
Edquist, C. (2011). "Design of innovation policy through diagnostic analysis:
identification of systemic problems (or failures)." Industrial and
Corporate Change, 20(6), 1725-1753.
Eko Atmojo, M., Helen Dian Fridayani, & Vindhi Putri Pratiwi. (2021).
ANALISIS STUDI KOMPARASI PENYELENGGARAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI ERA NEW NORMAL. Jurnal

201
Transformasi Administrasi, 11(02), 109-122.
https://doi.org/10.56196/jta.v11i02.192
Erl, T., Mahmood, S., & Saidani, A. (2009). Implementing the Web Services
Integration Architecture (WSIA). In Web Services Handbook for
WebSphere Application Server 6.1. IBM Press.
European Commission. (2014). "Open Innovation, Open Science, Open to the
World - a Vision for Europe." Brussels: European Commission
European Commission. (2018). Innovation Management in Public
Administration. Publications Office of the European Union.
Faedlulloh, D., Maarif, S., Meutia, I. F., Yulianti, D. (2020). Birokrasi Dan
Revolusi Industri 4.0: Mencegah Smart Asn Menjadi Mitos Dalam
Agenda Reformasi Birokrasi Indonesia. j. borneo adm., 3(16), 313-
336. https://doi.org/10.24258/jba.v16i3.736
Fan, W., & Geerts, F. (2008). Foundations of Data Integration. Foundations
and Trends in Databases, 1(4), 261-402. DOI: 10.1561/1900000006.
Farahani, B. (2019). Digital Government: E-Government and E-Governance.
CRC Press.
Firdaus, A., Anshari, M., & Bustami, R. (2020). Citizen Relationship
Management (CRM) in Digital Government: A Conceptual Model.
Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 98(13),
2261-2271.
Fountain, J. E. (2018). The dispersed transformation: Rethinking the public-
private partnership for twenty-first-century public administration.
Public Administration Review, 78(2), 228-237.
French, Wendell L., dan Bell, Cecil H. Jr. (2011). "Organization
Development: Behavioral Science Interventions for Organization
Improvement." Pearson.
Gascó-Hernández, M., Córcoles-Jiménez, M. P., & Llopis-Taverner, J. (2020).
E-Government and E-Governance: A Model to Analyze the
Stakeholders' Engagement in the Co-Design of Public Services.
Frontiers in Psychology, 11, 1253.
Greengard, M. (2015). The Internet of Things (MIT Press Essential
Knowledge Series). Massachusetts: The MIT Press.
Greve, C. (2017). Managing innovation in public organizations: A system
perspective. Public Management Review, 19(5), 573-595.

202
Groenendijk, N. J., & Meijer, A. J. (2010). Contextualizing Electronic
Government in Local Governance: A Dutch Case Study. Information
Polity, 15(1), 5-26. DOI: 10.3233/IP-2010-0196.
Hai, P. V., Long, C. K., Trung, H. Q., & Agrawal, R. (2021). A big data
framework for E-Government in Industry 4.0. Journal of Big Data,
8(1), 1-23. https://doi.org/10.1186/s40537-020-00392-5
Hanani, F., Mawarni, A. M., Zainuddin, N., & Helmi, A. (2019). Developing
a Framework for Digital Public Service Innovation in Local
Government. Journal of Information Systems and Digital
Technologies, 1(2), 50-61.
Hansen, M. (2009). "Collaboration: How Leaders Avoid the Traps, Create
Unity, and Reap Big Results." Harvard Business Review Press.
Heeks, R. (2017). Managing Digital Governance. In E. Ferro, Y. Gil-García,
& M. Janssen (Eds.), Beyond Smart and Connected Governments (pp.
39-53). Springer.
Herzegovina, S. M. H., Edwinarta, C. D., Fauzia, M. E. (2022). Implikasi
Pembangunan Zona Integritas Dalam Reformasi Birokrasi Pelayanan
Keimigrasian Pada Kantor Imigrasi Tanjung Perak. Mediasosian,
2(6), 277. https://doi.org/10.30737/mediasosian.v6i2.3181.
Hilliard, R. (2001). Middleware and Enterprise Application Integration.
Auerbach Publications.
Hombrecher, P., & Stark, R. (2010). Application Integration in the Context of
Service-Oriented Architectures. In Multikonferenz
Wirtschaftsinformatik (MKWI) 2010.
Howlett, M., Ramesh, M., & Perl, A. (2009). Studying public policy: Policy
cycles and policy subsystems (3rd ed.). Oxford University Press.
Imansyah Abinda Firdaus,I.A., Purnamasari,R., Fadhillah, M.R., Haskara,
M.R.P. (2022). Inovasi Pelayanan Publik dalam Rangka
Pengembangan Ekonomi Inklusif di Kota Bekasi. Jurnal Kebijakan
dan Inovasi Daerah, Vol 1 (1) : 21-25
Irawan, A. F., & Prabowo, H. Y. (2021). The Challenges and Success Factors
of Digital Government Implementation: A Literature Review. In
Proceedings of the 2nd International Conference on Social Sciences
and Humanities (ICOSH 2020) (pp. 459-465). Atlantis Press.
ISO 31000:2018. "Risk management – Guidelines." International
Organization for Standardization.

203
Iswandaru, D. (2020). Transformasi Pelayanan Publik di Era Revolusi Industri
4.0. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 12(2),
167-179.
Janssen, M. P., & Scholl, H. J. (2007). Interacting with E-Government: An
Integrative Framework. Government Information Quarterly, 24(4),
874-899. DOI: 10.1016/j.giq.2007.01.002.
Janssen, M., Charalabidis, Y., & Zuiderwijk, A. (2012). Benefits, adoption
barriers and myths of open data and open government. Information
Systems Management, 29(4), 258-268.
Jatmika, A. N. (2019). Implementasi Pelayanan Publik Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum,
19(1), 81-97.
Jilke, S., & Van Ryzin, G. G. (2017). The public sector's relentless pursuit of
performance: How performance regimes shape individual
performance. Public Administration Review, 77(1), 26-36.
Karmanis, K. (2022). Urgensi Reformasi Administrasi Dalam Citizen-centric,
Dan E-government DI Indonesia. PSGJ, 01(3), 13.
https://doi.org/10.56444/psgj.v3i01.2787
Karmel, C. P., & Ward, P. T. (2014). The Role of Information Integration in
Agile Supply Chains. International Journal of Production Research,
52(10), 2919-2944. DOI: 10.1080/00207543.2013.878238.
Karr, A. F. (2014). Analytics in health care and the life sciences: strategies,
implementation methods, and best practices. FT Press.
Khan, N. U., Khan, F. A., Khan, M. U., & Saeed, A. (2019). Super Apps: A
New Era of App Development. International Journal of Advanced
Computer Science and Applications, 10(8), 510-515. DOI:
10.14569/IJACSA.2019.0100858.
Kim, S., & Lee, J. (2016). E-Government for better governance: A study of
South Korea's experience with the digitalization of government.
Public Administration Review, 76(4), 622-634.
Klievink, B., Janssen, M., & Tan, Y. H. (2016). Developing dynamic
capabilities for digital government: A case study of the Dutch "Digital
Delta" program. Government Information Quarterly, 33(3), 567-582.
Kotter, J. P. (1996). Leading Change. Harvard Business Review Press.
Kuncoro, A., Prabowo, R., Santoso, H., & Wiratmaja, I. (2020).
Interoperability Concept for Public Service Integration. Journal of

204
Physics: Conference Series, 1567(5), 052056. DOI: 10.1088/1742-
6596/1567/5/052056.
Lam, J. (2014). "Enterprise Risk Management: From Incentives to Controls."
Wiley.
Laudon, K. C., & Laudon, J. P. (2016). Management Information Systems:
Managing the Digital Firm. Pearson.
Laudon, K. C., dan Laudon, J. P. (2016). "Managing the Digital Firm: Digital
Strategies for Effective Leadership." Pearson.
Lestari, D., Winarno, W., Kurniawan, M. (2021). Model E-readiness Untuk
Pengukuran Kesiapan Pengelolaan Aduan E-lapor Diy. citec, 2(7), 86.
https://doi.org/10.24076/citec.2020v7i2.249
Lewin, K. (1951). Field Theory in Social Science: Selected Theoretical
Papers. Harper & Row.
Lewis, L. K. (2011). "Organizational Change: Creating Change Through
Strategic Communication." Wiley.
Linders, D. (2012). From e-government to we-government: Defining a
typology for citizen coproduction in the age of social media.
Government information quarterly, 29(4), 446-454.
Luna-Reyes, L. F., Pardo, M., & Gil-Garcia, F. P. (2010). From E-Government
to Digital Government: The Continuity of Public Administration
Transformation. Government Information Quarterly, 27(4), 365-373.
DOI: 10.1016/j.giq.2010.03.001.
Mehler, A., Ruder, B., & Krieger, H. U. (2018). Government-to-Government
Data Sharing: Analysis of the Cases of Austria, Germany, and
Switzerland. In International Conference on Electronic Government.
DOI: 10.1007/978-3-319-96313-0_2.
Mergel, I. (2016). The public sector innovation ecosystem. Georgetown
University Press.
Misra, S. C., & Agrawal, A. (2017). E-government in Indonesia:
Implementation Challenges and Success Factors. Transforming
Government: People, Process and Policy, 11(3), 394-414.
Moon, M. J., & Norris, D. F. (2018). E-Government 2.0: A cross-national
analysis of municipal adoption of social media. Government
Information Quarterly, 35(4), 628-637.

205
Muhammaditya, N., Hardjosoekarto, S. (2021). Divergensi Transformasi
Digital Pengelolaan Bank Soal Menghadapi Era Masyarakat 5.0.
JPNK, 1(6), 54-77. https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1893
Mulgan, G. and Albury, D. (2003). Innovation in the Public Sector. London:
Cabinet Office.
Mutamimah, M., Masykuri, M., Akbar, A., & Imansyah, H. (2019). E-
government quality and its impact on trust in the government.
International Journal of Innovation, Creativity, and Change, 7(8), 55-
69.
Nam, T., & Pardo, T. A. (2011). Smart city as urban innovation: Focusing on
management, policy, and context. In Proceedings of the 5th
International Conference on Theory and Practice of Electronic
Governance (pp. 185-194). ACM.
Nugroho, A.S. (2020). "Pentingnya Integrasi Sistem dalam Peningkatan
Efisiensi dan Efektivitas," Jurnal Sistem Informasi, vol. 16, no. 1, pp.
11-20.
Nugroho, A.S. (2020). "Sistem Terintegrasi: Membangun Layanan Publik
yang Terpadu dan Mudah Diakses," Jurnal Sistem Informasi, vol. 16,
no. 1, pp. 1-10.
Nurahmat, A., & Aulia, S. F. (2020). The Implementation of E-Government in
Indonesia: Reviewing the Challenges and Opportunities. Jurnal
Kajian Komunikasi, 8(2), 163-174.
OECD. (2020). Digital Government Index. Retrieved from
https://www.oecd.org/gov/digital-government/digital-government-
index.htm
Ojo, A. (2017). Government-to-Government Integration for Joined-Up Public
Services Provision: Lessons from UK Local Government.
Information Systems Frontiers, 19(2), 349-367. DOI:
10.1007/s10796-015-9592-0.
Ojo, A., dan Richardson, I. (2019). "Digital Government: Principles and Best
Practices." Springer.
Oktavia, T. I., & Setiawan, A. (2020). Implementasi Pelayanan Publik Digital
dalam Perspektif Good Governance. Jurnal Administrative Reform,
1(2), 197-208.

206
Osborne, S. P., & Brown, K. (2011). Innovation, public policy, and public
services delivery in the UK. Public Money & Management, 31(1), 29-
36.
Osborne, S., & Brown, L. (2005). "Innovation in Public Services: Towards a
New Conceptual Framework." International Journal of Innovation
Management, 9(1), 9-30.
Palmer, I., Dunford, R, dan Buchanan, D. (2017). "Managing Organizational
Change: A Multiple Perspectives Approach." McGraw-Hill
Education.
Papazoglou, M. P., & van den Heuvel, W.-J. (2015). Business Process
Management: A Survey. In Handbook on Business Process
Management (pp. 43-113). Springer. DOI: 10.1007/978-3-642-
45100-3_3.
Paryono, H. (2020). Digital government development in Indonesia: The case
of the e-Government program. In J. M. A. Joerges, J. R. Blaschke, &
P. Chao (Eds.), Digital Government: Leveraging Innovation to
Improve Public Sector Performance and Outcomes for Citizens (pp.
83-100). Springer.
Pinto, J. K. (2015). Project Management: Achieving Competitive Advantage
(4th ed.). Pearson.
Pollitt, C., & Bouckaert, G. (2017). Public management reform: A
comparative analysis. Oxford University Press.
Pratiwi, P. (2020). Menuju Pemerintahan Elektronik Yang Transformatif.
Jurnal Wacana Kinerja, 2(23).
https://doi.org/10.31845/jwk.v23i2.689
Prihandoko, D. (2018). Peran Sistem Pelayanan Publik Digital pada
Pengelolaan Keuangan Daerah. Jurnal Perencanaan Pembangunan:
The Indonesian Journal of Development Planning, 2(2), 149-158.
Pritchard, C. L. (2012). "Risk Management: Concepts and Guidance." CRC
Press, 2014.
Rachman, R. (2021). Analisa Kesuksesan E-government Lapor Dengan Model
Delone-mclean Dan Metode Pls-sem. SISTEMASI, 2(10), 357.
https://doi.org/10.32520/stmsi.v10i2.1236
Radhakrishnan, R. R., & Baskaran, R. (2015). An Integration Framework for
Level 2 and Level 3 System Integration. International Journal of
Computer Applications, 121(11), 1-6. DOI: 10.5120/21629-6242.

207
Rahman, N. A., Ibrahim, H., & Ismail, M. A. (2018). Exploring the Challenges
of Digital Government Implementation in Malaysia. Journal of
Information Systems Research and Innovation, 10(1), 1-10.
Ramamurthy, R., et al. (2006). Data Integration: The Teenage Years.
Communications of the ACM, 49(5), 59-64. DOI:
10.1145/1125944.1125972.
Ramli, N. A., Jaafar, N. I., & Ghani, A. A. (2020). Public Service Delivery
Challenges in the Era of Industrial Revolution 4.0. International
Journal of Public Administration and Management Research
(IJPAMR), 2(4), 55-63.
Rao, J. R., & Garg, V. (2012). Data Integration Techniques: A Survey.
International Journal of Computer Science & Information
Technology, 4(3), 39-60. DOI: 10.5121/ijcsit.2012.4304.
Rasmussen, L. E. (2004). Data Integration Challenges. In Proceedings of the
2004 ACM SIGMOD International Conference on Management of
data. DOI: 10.1145/1007568.1007609.
Razavian, R., Asgari, H., Talebi, E., & Khademi, M. (2016). A Conceptual
Framework for Interoperability in Information Systems. International
Journal of Information Management, 36(4), 557-570. DOI:
10.1016/j.ijinfomgt.2016.02.002.
Robbins, S. P., & Coulter, M. (2017). Management (14th ed.). Pearson.
Roberts, T. L. (2011). Integrating Legacy Systems with Web Portals: A
Mashup Approach. In Proceedings of the 2011 International
Conference on Advances in Computing, Communications and
Informatics (ICACCI). DOI: 10.1109/ICACCI.2011.6176034.
Safril, M., & Isfianto, A. (2021). Pelayanan Publik Digital di Indonesia:
Tantangan dan Solusi. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik,
25(2), 79-91.
Saputro, G. E., & Hapsari, R. (2019). Mobile Government and Public Service:
A Systematic Literature Review. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 358(1), 012033.
Schiller, J., Patel, J. P., & Bisdikian, E. W. (2011). APIs: A Strategy Guide:
Creating Channels with Application Programming Interfaces.
Massachusetts: O'Reilly Media.
Schlossberg, D., & Westcott, M. (2007). Integrating Presentation Layer Logic
in an Interoperability Framework for Networked Services. In 2007

208
International Conference on Computing: Theory and Applications
(ICCTA). DOI: 10.1109/ICCTA.2007.122.
Siregar, B., Situmeang, M. (2022). Pemanfaatan Siakad Dalam Menunjang
Pelaksanaan Pendidikan Serta Manfaatnya Bagi Institusi Dan
Mahasiswa. All Fields of Science Journal Liaison Academia and
Sosiety, 4(2), 210-216. https://doi.org/10.58939/afosj-las.v2i4.485
Soepriyanto, B., & Kusuma, H. E. (2018). Government 3.0 for E-Government
Development in Indonesia: Big Data and Analytics. International
Journal of Engineering and Technology, 7(2.14), 1-4.
Sørensen, E., & Torfing, J. (2011). Enhancing public innovation through
collaboration: The role of public-private partnerships. Public
Administration, 89(2), 366-388.
Stewart-Weeks,M., and Kastelle, T. (2015). Innovation in the Public Sector.
Australian Journal of Public Administration (AJPA). Volume74(1) :
Pages 63-72. https://doi.org/10.1111/1467-8500.12129
Sukardji, P., & Hasan, Z. (2017). Pengembangan Pelayanan Publik Melalui
Digitalisasi Pemerintahan Daerah. Jurnal Kebijakan dan Administrasi
Publik, 21(1), 39-54.
Sulistyo-Basuki. (2019). Pelayanan Publik dan Transformasi Digital. Jurnal
Birokrasi dan Pemerintahan, 5(2), 89-98.
Suranto, S., Darumurti, A., Eldo, D.H.A.P., Habibullah, A. (2021). Potret
Kebijakan Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia Tahun 2020. Jurnal
Public Policy, Vol 7 (2) : 97-102.
https://doi.org/10.35308/jpp.v7i2.4095
Suri, N. H., & Ishak, N. A. (2019). Challenges of Digital Government in
Industrial Revolution 4.0 Era. Journal of Public Administration and
Governance, 9(2), 389-397.
Sutanta, E. 2012. Kebijakan standarisasi data dan problem interoperabilitas
pada aplikasi e-government. AksesMei 2023. Alamat URL :
https://media.neliti.com/media/publications/296329-kebijakan-
standarisasi-data-dan-problem-18b4f42e.pdf
Taleti, S., Dwivedi, Y. K., Rana, N. P., & Williams, M. D. (2020). Examining
the determinants of e-Government service quality using an integrated
IS success model: A citizen perspective. Government Information
Quarterly, 37(1), 101416.

209
Tidd, J., & Bessant, J. (2013). Managing Innovation: Integrating
Technological, Market and Organizational Change (5th ed.). Wiley.
Tiwana, B. (2014). Integrating E-commerce, Enterprise Systems, and the Web.
In The Essence of Multivariate Thinking: Basic Themes and Methods.
Routledge.
Tjahjadi, S. R. (2021). API Management Challenges and Strategies in Digital
Ecosystems. Journal of Physics: Conference Series, 1755(1), 012039.
DOI: 10.1088/1742-6596/1755/1/012039..
Triani, T., Mehora, S. (2023). Pemetaan Daerah Rawan Banjir Berbasis Sistem
Informasi Geografis Sebagai Upaya Antisipasi Bencana Banjir DI
Kecamatan Pomalaa. saintifik, 1(9).
https://doi.org/10.31605/saintifik.v9i1.419
Tulungen, E., Saerang, D., Maramis, J. (2022). Transformasi Digital : Peran
Kepemimpinan Digital. JE, 2(10).
https://doi.org/10.35794/emba.v10i2.41399
United Nations Development Programme (UNDP). (2020). Transforming
governance: UNDP support to implementing the 2030 Agenda.
Retrieved from
https://www.undp.org/content/dam/undp/library/corporate/UNDP-
TransformingGovernance.pdf
United Nations Public Administration Network (UNPAN). (2007).
"Innovation in Government: The New Public Management as a
Global Trend.
United Nations. (2020). E-Government Survey 2020: Digital Government in
the Decade of Action for Sustainable Development. Retrieved from
https://publicadministration.un.org/egovkb/Portals/egovkb/Documen
ts/un/2020-Survey/2020%20UN%20E-Government%20Survey.pdf
United Nations. (2021). UN E-Government Survey 2020: Digital Government
in the Decade of Action for Sustainable Development. United
Nations.
Usman, J. (2011). Manajemen Birokrasi Profesional Dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik. otoritas, 2(1).
https://doi.org/10.26618/ojip.v1i2.24
van Hillegersberg, J., Spek, M. H. M., & Al-Mashari, A. M. (2007). Towards
Government Integration and Interoperability—Critical Success

210
Factors and Recommendations. Government Information Quarterly,
24(2), 291-302. DOI: 10.1016/j.giq.2006.05.002.
Walker,R.M., Jeanes,E., Rowlands, R. (2002). Measuring Innovation –
Applying the Literature-Based Innovation Output Indicator to Public
Services. Public Administration, Volume80(1) : Pages 201-214.
https://doi.org/10.1111/1467-9299.00300
Wang, L., Navathe, S. B., & Navathe, E. W. (2003). Integrating Business
Processes: A Perspective from Entity Relationship Modeling. Journal
of Management Information Systems, 20(2), 161-191. DOI:
10.1080/07421222.2003.11045651.
Warman, N. N. S., Syamsir, N. S., Maldini, N. M., Nurhasanah, N. O.,
Oktariandani, N. N. R., Syafikruzi, N. I. H. (2022). Implementasi
Inovasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik (Spbe) DI Kota Pekanbaru. MATEANDRAU,
2(1), 132-148. https://doi.org/10.55606/mateandrau.v1i2.161
Widiawaty, M. (2019). Mari Mengenal Sains Informasi Geografis..
https://doi.org/10.31227/osf.io/4s78c
Williams, B., & Garland, D. (2002). Risk Management and Hazardous Waste:
Implementation and the Dialectics of Credibility. Risk Analysis,
22(5), 931-944.
Wimmer, M. A., & Scholl, H. J. (2003). The Future of Electronic Government:
Its Impact on Democracy, Public Administration and Public Policy.
Information Polity, 8(1-2), 1-9. DOI: 10.3233/IP-2003-0081.
World Bank. (2016). Digital Government Handbook. Washington, DC: World
Bank.
World Bank. (2018). World Development Report 2018: Learning to Realize
Education's Promise. Retrieved from
https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/28340
World Bank. (2020). Digital Government Assessment Tool. World Bank
World Bank. (2020). World Development Report 2020: Trading for
Development in the Age of Global Value Chains. Retrieved from
https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/32436
Wulandari, D., Mulyana, R., Mulyana, R. (2021). Perancangan Enterprise
Architecture Layanan Spbe (E-government) DI Lingkungan Pemkab
Sukabumi. JURTEKSI, 1(8), 19-26.
https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.1204

211
Yildiz, A., Karaca, D., & Türker, A. B. (2016). The Impact of Government-to-
Government Integration on Public Service Delivery: An Assessment
from Turkey. Journal of Enterprise Information Management, 29(2),
229-249. DOI: 10.1108/JEIM-05-2015-0063.
Young, M.M. (2021). The impact of technological innovation on service
delivery: social media and smartphone integration in a 311 system.
Public Management Review, 24, 926 - 950.
Zanudin, K., Ngah, I., Misnan, S., Bidin, Z. (2022). Effective Community
Participation In Planning and Operational Decision-making In
Iskandar Malaysia: A Qualitative In-depth Interview Study. IOP Conf.
Ser.: Earth Environ. Sci., 1(1067), 012031.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/1067/1/012031
Zhang, X., Hu, X., & Wu, S. (2020). Promoting Government's Public Service
Ability by Strengthening Digital Government Building—The Case of
China. Frontiers in Psychology, 11, 1107.
Zhang, Y., & Lyu, D. (2012). Integrating Presentation Logic of Multiple Web
Applications with Framing Techniques. In 2012 IEEE Ninth
International Conference on Services Computing. DOI:
10.1109/SCC.2012.11.
Zhou, J., & Zhang, P. (2006). Enabling E-Government Integration: A Strategic
Framework. Government Information Quarterly, 23(3-4), 297-311.
DOI: 10.1016/j.giq.2006.04.004.

212
BIODATA PENULIS

Dr. Etin Indrayani, MT adalah seorang akademisi dan penulis yang


fokus pada bidang sistem informasi, e-learning dan e-government. Ia saat ini
sebagai dosen di Prodi Teknologi Rekayasa Informasi Pemerintahan (TRIP)
dan Pascasarjana IPDN. Penulis dapat dihubungi melalui alamat kantor di
Jalan Ir Soekarno Km 20, jatinangor-Sumedang, Jawa Barat, atau alamat
rumahnya di Perumahan IPDN Blok D-18 Jl Ir Soekarno Km 20 Jatinangor
Sumedang. Pembaca dapat mengirim pesan melalui email : etin.indrayani at
ipdn.ac.id.
Sebagai seorang dosen, penulis memiliki pengalaman mengajar mata
kuliah yang berfokus pada Sistem Informasi dan TIK. Beberapa mata kuliah
yang diampunya antara lain Sistem Informasi Geografis, Sistem Informasi
Administradi Kependudukan (SIAK), Statistika Pemerintahan, dan Teori dan
Terapan Teknologi dan Komunikasi Pemerintahan. Ia sangat antusias dalam
berbagi pengetahuan dan pengalamannya kepada mahasiswa, serta berusaha
menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan inovatif.
Penulis juga aktif dalam penelitian di bidang yang terkait Sistem
Informasi dan e-government dan industri kreatif. Salah satu penelitian yang
menarik adalah "Collaborative Governance Dalam Peningkatan Digitalisasi
Industri Kreatif Di Provinsi Jawa Barat, Indonesia," yang dilaksanakan dengan
dukungan dari IPDN. Selain itu, ia juga telah menyusun beberapa buku yang
berjudul "Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan (Konsep dan
Aplkasinya pada Organisasi Pemerintahan/Pemda)" yang diterbitkan oleh
Penerbit IPDN Press pada tahun 2013 serta buku "E-Government: Konsep,
Implementasi, dan Perkembangannya di Indonesia", yang diterbitkan oleh
Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan (LPP) Balai Insan Solok pada tahun 2020.
Penulis juga berkolaborasi dengan penulis lainnya menulis chapter buku
dengan judul buku "Transformasi Digital Dalam Dunia Bisnis" dan buku
dengan judul "Digitalisasi Manajemen Koperasi dan UMKM" yang
diterbitkan oleh Cendikia Mulia Mandiri pada Tahun 2022 dan Tahun 2023
Melalui penelitian dan bukunya, penulis berupaya untuk memberikan
kontribusi dalam pengembangan dan penerapan Sistem Informasi dan
pemanfaatan TIK dalam konteks pemerintahan maupun UMKM.
Penulis juga telah menerbitkan sejumlah tulisan dalam jurnal ilmiah
terkemuka yang terindeks Scopus, WOS, dan jurnal terakreditasi SINTA

213
DIKTI. Beberapa di antaranya termasuk artikel berjudul "The role of
community protection institution in disaster management at West Java,
Indonesia" yang diterbitkan dalam Jàmbá: Journal of Disaster Risk Studies,
artikel "Management of academic information system (AIS) at higher
education in the city of Bandung" yang diterbitkan dalam Journal of Procedia-
Social and Behavioral Sciences, dan artikel "Development of Local
Government Capacity in Managing Indonesia-Malaysia Border Area (Study
on Sebatik Island)" yang diterbitkan dalam International Journal of The
Croatian International Relations Review (CIRR). Artikel lain yang
dipublikasikan pada jurnal terkareditasi SINTA Dikti yaitu : “ Development
Strategy of SMEs Perca Crafts in Bogor City”, Yng diterbitkan pada INVEST:
Jurnal Inovasi Bisnis dan Akuntansi. Tulisannya yang berfokus pada
penerapan TIK dalam pemerintahan dan manajemen informasi memberikan
sumbangan berharga dalam pemahaman kita tentang pentingnya teknologi
dalam konteks organisasi.
Terakhir, Penulis juga telah mencatatkan beberapa karya buku diatas
melalui sertifikat HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) yaitu buku yang berjudul
"Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan (Konsep dan Aplkasinya pada
Organisasi Pemerintahan/Pemda)" dan buku "E-Government: Konsep,
Implementasi, dan Perkembangannya di Indonesia". Hal ini menunjukkan
pengakuan atas kontribusinya dalam literatur ilmiah di bidang Sistem
Informasi dan pemanfaatan TIK pada pemerintahan (e-government).
Dengan karya-karyanya yang beragam, Penulis terus berkomitmen
untuk mengembangkan dan memajukan bidang Sistem Informasi dan TIK
melalui pengajaran, penelitian, dan publikasi yang bermanfaat bagi dunia
akademik dan praktisi.

214
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai