Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS MOLECULAR DOCKING POTENSI SENYAWA APIGENIN PADA

TANAMAN SELEDRI (Avium Graviolens L.) SEBAGAI ANTI INFLAMASI

DOSEN PENGAMPU:

Ni Wayan Rika Kumara Dewi, Si., M.si

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5:

Ni Wayan Ari Satya Wijayanti (2103010006)

Ida Ayu Nyoman Trijayanti (2103010017)

Maria Dasilva Luh Lestari (2103010021)

Kadek Nila Wulandari (2103010024)

Rinanda Priandini (2103010029)

Ni Kadek Widyantari (2103010033)

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BINTANG PERSADA


PROGRAM SARJANA FARMASI KLINIS DAN KOMUNITAS
2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penggunaan tanaman obat untuk mengobati penyakit umum telah lazim sejak zaman
dahulu dan berbagai bagian tanaman digunakan untuk kesehatan masyarakat. Penggunaan
perawatan menggunakan tanaman adalah hemat biaya. Tumbuhan obat memiliki lebih sedikit
efek samping daripada obat kimia dan atribut antioksidan mereka mengurangi toksisitas obat-
obatan ini. Saat ini obatobatan herbal digunakan sebagai alternatif untuk obat kimia dan
alasan utamanya adalah tingkat efek sampingnya yang rendah dibandingkan dengan obat
kimia (Nur, 2018).

Salah satu tanamana yang dapat digunakan sebagi obat adalah tanaman seledri. Seledri
merupakan tanaman yang berasal dari keluarga Apiaceae yang tumbuh menyebar sepanjang
benua eropa, daerah tropis dan subtropis Afrika dan Asia (Daraei, 2017). Seledri atau Apium
Graveolens L sudah sangat dikenal pemanfaatnya oleh masyarakat luas dan sekitarnya.
Disamping itu tanaman seledri tersebut bisa dikonsumsi dimana dapat digunakan sebagai
penghias hidangan, lalapan dan penyedap rasa disuatu masakan. Bijinya pun juga bisa
dimanfaatkan sebagai bahan penyedap dan ekstrak minyak seledri yang digunakan untuk
pengobatan karena banyak mengandung senyawa fitokimia yang berkhasiat sebagai obat
(Dinas Ketahanan Pangan NTB, 2020).

Secara umum kandungan senyawa fitokimia seledri terdiri dari karbohidrat, fenol
(flavonoid), alkaloid dan steroid. Keberadaan senyawa-senyawa seperti limonen, selinen,
prokoumarin glikosida, flavonoid, Vitamin A dan C, menjadikan tanaman ini sering
digunakan di dalam berbagai pengobatan tradisional dan berpotensi dapat memelihara
kebugaran dan kesehatan tubuh kita (Daraei, 2017). Berdasarkan penelitian, tanaman ini
mengandung vitamin C yang jumlahnya dua kali lipat dari kandungan vitamin C yang ada
dalam buah jeruk. Selain itu ia juga mengandung Vitamin B, Vitamin PP dan E, juga
mengandung asam folat, posfor, Kalium dan Zn (Pałgan K1, 2012 ). Selain itu, seledri banyak
mengandung asam fenolat seperti asam caffeat, asam p-kumarat dan asam ferrulat. Sedangkan
kandungan flavonoid seledri terdiri dari luteolin , kaempferol dan apigenin dimana kandungan
senyawa fitokimia seledri bermanfaat sebagai anti oksidan, anti jamur, anti bakteri, anti
hipertensi, anti cancer dan antiinflamasi (Taofik, 2018).

Radang atau yang disebut inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan
terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi dikatakan respon biologis kompleks dari jaringan
vaskuler atas adanya bahaya seperti pathogen, kerusakan sel atau iritasi. Obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID) adalah suatu kumpulan obat secara kimiawinya tidak sama, yang berbeda
aktivitas anti piretik, analgesik dan antiinflamasinya (Nur, 2018). Salah satu senyawa yang
telah dilaporkan bahwa dapat mempengaruhi proses inflamasi dan juga memiliki efek
antiinflamasi adalah Apigenin (Nur, 2018).

Apigenin adalah komponen flavonoid pada seledri yang utama, termasuk ke dalam
golongan flavon. Ketika dalam tubuh, apiin iaitu glikosida flavonoid, asam lambung dapat
menghidrolisis senyawa ini menjadi gula dan aglikon apigenin. Dari proses hidrolisis apiin,
apigenin telah terbentuk, dan proses ini dibantu oleh asam lambung ( Nur, 2018). Untuk
mengetahui potensi senyaa apigenin pada tanaman seledri sebagai antiinflamasi dapat
dilakukan dengan metode in silico molecular docking.

Molecular docking adalah metode in silico yang berbasis komputasi. Metode ini dapat
digunakan untuk mencari pola interaksi yang paling tepat antara molekul ligan dan reseptor.
Saat ini penelitian dengan menggunakan metode komputasi sangat penting diberbagai aspek
penelitian pada bidang biologi dan medis. Salah satu manfaat dari penggunaan metode ini
yaitu dapat dilihat dalam berbagai proses penemuan dan pembuatan obat (Widodo, Dkk.,
2018). Sehingga berdasarkan uraian diatas kami mengangkat judul “ Analisis molecular
docking potensi senyawa Apigenin pada tanaman seledri ( Avium Graveolens L.) sebagai
antiinflamasi “.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana potensi senyawa Apigenin pada tanaman seledri ( Avium Graveolens L.)
sebagai antiinflamasi melalui metode analisis in silico molecular docking?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui potensi senyawa apigenin pada tanaman seledri ( Avium


Graveolens L.) sebagai antiinflamasi melalui metode analisis in silico molecular docking.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Praktikan

Sebagai pengetahuan dan wawasan tambahan dalam bidang kimia medisinal khususnya
pada molekular docking dalam penemuan kandidat obat baru pada tanaman seledri yang
berpotensi sebagai antiinflamasi.

2. Bagi Institusi

Sebagai pengetahuan tambahan sumber belajar pada mata kuliah kimia medisinal berupa
metode in silico molekuler docking, sebagai upaya memperkenalkan ilmu biologi modern
yang mengikuti perkembangan digital saat ini.

3. Bagi Masyarakat

Sebagai pengetahuan dan ilmu baru yang mana menjadi acuan secara ilmiah terhadap
pengobatan tradisional sehingga dapat menggunakan dan memanfaatkan tumbuhan dengan
tepat sesuai dengan ilmu dan kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan tradisioanal.

.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tanaman Seledri (Avium Graviolens L.)

2.1.1 Definisi Tanaman Seledri (Avilium Graviolens L.)

Seledri merupakan tanaman hortikultura yang sangat populer di Indonesia. Seledri yang
banyak ditanam di Indonesia adalah seledri daun yang memiliki banyak manfaat, antara lain
dapat digunakan sebagai pelengkap masakan serta memiliki khasiat sebagai obat. Pada tahun
2016, pengembangan ekspor seledri Indonesia tercatat 82.454 kg dengan nilai Free on Board
(FOB) dalam satuan U$ 153.753. Data tersebut mengisyaratkan bahwa prospek seledri amat
cerah, baik di pasar dalam negeri (domestik) maupun luar negeri sebagai komoditas ekspor
(BPS 2016).

Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun, menyebabkan kebutuhan akan sayuran


meningkat. Meningkatnya permintaan seledri dalam bentuk segar oleh masyarakat Indonesia
belum terpenuhi. Tingginya permintaan seledri dalam bentuk segar oleh masyarakat Indonesia
belum terpenuhi disebabkan beberapa faktor di antaranya produktivitas tanaman seledri
rendah, teknik bercocok tanam yang kurang memadai dan kesuburan tanah yang rendah.

2.1.2 Morfologi

1. Batang, tanaman seledri mempunyai batang yang tidak berkayu, beralur,

beruas, bercabang, tegak, dan warna yang hijau pucat.

2. Bunga, tunggal, dengan tangkai yang jelas, sisi kelopak yang tersembunyi, daun bunga
putih kehijaun atau merah jambu pucat dengan ujung yang bengkok. Bunga betina majemuk
yang jelas, tidak bertangkai atau bertangkai pendek, sering mempunyai daun berhadapan atau
berbatasan dengan tirai bunga.

3. Tirai Bunga, tidak bertangkai atau dengan tangkai bunga tidak lebih dari 2 cm
4. Buah, panjangnya sekitar 3 mm batang angulat, berlekuk, sangat aromatik.

5. Akar, tanaman seledri mempunyai akar yang tebal.

2.1.3 Klasifikasi Tanaman Seledri (Avilium Graviolens L.)

Gambar 1. Tanaman Seledri (Apium Graveolens L.) (Anonim, 2010)

Seledri (Apium graveolens, L.) berasal dari Eropa Selatan. Pertama kali dijelaskan oleh
Carotus Linnaeus (spesies Plantanum, 1753), di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama
seledri (Agoes, 2010).

Seledri merupakan herba berbau aromatik, rasanya manis, sedikit pedas dan sifatnya sejuk,
herba bersifat tonik, memacu enzim pencernaan (stomatika), menurunkan tekanan darah
(hipotensif), penghenti pendarahan (hemostatika), peluruh kentut (karminatifa), mengeluarkan
asam urat darah yang tinggi, pembersih darah, dan memperbaiki fungsi hormon yang
terganggu (Dalimarta, 2008).

Klasifikasi Ilmiah Tanaman Seledri :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Trachcobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : (Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)


Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Apiales

Famili : Apiaceae

Genus : Apium

Spesies : Apium graveolens L (Fazal, 2012)

2.2. Kandungan dan Manfaat Tanaman Seledri ( Apium graveolens L )

Kandungan senyawa fitokimia seledri terdiri dari karbohidrat, fenol (flavonoid), alkaloid
dan steroid. Keberadaan senyawa-senyawa seperti limonen, selinen, prokoumarin glikosida,
flavonoid, Vitamin A dan C, menjadikan tanaman ini sering digunakan di dalam berbagai
pengobatan tradisional dan berpotensi dapat memelihara kebugaran dan kesehatan tubuh kita
(Daraei, 2017). Berdasarkan penelitian, tanaman ini mengandung vitamin C yang jumlahnya
dua kali lipat dari kandungan vitamin C yang ada dalam buah jeruk. Selain itu ia juga
mengandung Vitamin B, Vitamin PP dan E, juga mengandung asam folat, posfor, Kalium dan
Zn (Pałgan K1, 2012 ). Selain itu, seledri banyak mengandung asam fenolat seperti asam
caffeat, asam p-kumarat dan asam ferrulat. Sedangkan kandungan flavonoid seledri terdiri
dari luteolin , kaempferol dan apigenin.

Berdasarkan penelitian Anisatu (2022) , menyatakan Komposisi kimia minyak atsiri


diselidiki dengan gas analisis kromatografi, hasilnya komponen utama yang diidentifikasi
adalah β-pinene, camphene, cumene, limonene, α-thuyene, α -pinene, β-phellendrene, p-
cymene, ˠ-terpinene, sabinene dan terpinolene .Selain kandungan minyak atsiri, ekstrak
seledri juga mengandung tanin, saponin, flavonoid. Para peneliti tersebut melaporkan bahwa
bioaktivitas Apium graveolens L. berupa kemampuan sebagai karminatif, diuretik, tonik dan
afrodisiak. Berdasarkan data Khalil et al. (2015) beberapa bioaktivitas dari Apium graveolens
L. yakni sebagai berikut, efek anti-kanker, antispasmodik, aktivitas pelindung hepar, aktivitas
anti-oksidan, anti-bakteri , anti-jamur , dan efek anti peradangan/antiinflamasi.
Tabel Kandungan fitokimia dan bioaktivitas tanaman seledri

2.3 Molekuler Docking Potensi Senyawa Apigen

2.3.1 Definisi Molekuler Docking

Molekular docking adalah sebuah teknik bioinformatika yang digunakan untuk


memprediksi interaksi antara dua atau lebih molekul biologis. Tujuan utama dari molekular
docking adalah untuk memperkirakan orientasi molekul yang optimal ketika dua molekul, seperti
enzim dan substrat atau protein reseptor dan ligand, berikatan sehingga mereka membentuk
kompleks stabil. Teknik ini sangat berguna dalam desain obat karena dapat memungkinkan para
peneliti untuk memprediksi cara kerja senyawa aktif obat dengan target biologisnya pada level
molekular. Molekular docking adalah metode komputasi yang digunakan untuk memprediksi
interaksi antara molekul-molekul, seperti senyawa kimia, dengan target biologis, seperti protein.
Metode ini memungkinkan kita untuk memodelkan interaksi antara senyawa dan protein dengan
menghitung energi ikatan dan konformasi yang paling stabil. Dalam molecular docking senyawa
di-docking ke dalam situs aktif protein, dan skor energi ikatan dihitung. Semakin rendah skor
energi, semakin kuat interaksi antara senyawa dan protein.

Molekular docking adalah proses simulasi komputer yang bertujuan untuk memprediksi
interaksi antara dua molekul, biasanya antara suatu ligand (misalnya, sebuah senyawa kecil yang
berpotensi sebagai obat) dan protein targetnya, untuk memahami afinitas dan orientasi yang akan
memaksimalkan ikatan antar molekul tersebut. Teknik ini secara efektif mensimulasikan
“peringatan” molekuler antara dua molekul dengan mempertimbangkan aspek-aspek seperti
bentuk 3D, polaritas, dan fleksibilitas molekul. Proses docking ini melibatkan dua komponen
utama: pencarian ruang konformasi yang mungkin dan pengevaluasian. Pencarian ruang
konformasi dilakukan untuk menemukan kemungkinan posisi dan orientasi ligand relatif
terhadap protein target. Kompleksitas pencarian ini bervariasi tergantung pada fleksibilitas kedua
molekul yang terlibat. Pengevaluasian, di sisi lain, melibatkan penghitungan skor docking untuk
masing-masing konformasi potensial. Skor ini biasanya mencerminkan energi bebas Gibbs dari
interaksi protein-ligand dan digunakan untuk memperkirakan kekuatan dan stabilitas ikatan yang
terbentuk.

Dalam desain obat, molekular docking merupakan langkah kunci untuk mengidentifikasi
senyawa dengan potensi aktivitas biologis terhadap target protein tertentu. Dengan
memanfaatkan pengetahuan tentang struktur target protein, para peneliti dapat menyaring
perpustakaan molekul besar secara in silico untuk menemukan kandidat obat yang paling
menjanjikan dengan effisiensi waktu dan biaya yang jauh lebih rendah daripada metode
eksperimental tradisional.

2.3.2 Potensi Senyawa Apigen

Apigenin adalah komponen flavonoid pada seledri yang utama, dan ianya adalah termasuk
ke dalam golongan flavon. Ketika dalam tubuh, apiin iaitu glikosida flavonoid, asam lambung
dapat menghidrolisis senyawa ini menjadi gula dan aglikon apigenin. Dari proses hidrolisis apiin,
apigenin telah terbentuk, dan proses ini dibantu oleh asam lambung (HCl) (Soedibyo, 1998).
Didalam 2 jurnal yang telah diteliti, dibuktikan bahawa terdapat senyawa apigenin.
Gambar struktur 2 dimensi apigenin (Reza, 2016)

Apigenin adalah salah satu flavonoid yang paling tersebar luas di dunia tumbuhan. Selama
berabad-abad, sediaan tanaman yang mengandung apigenin telah digunakan dalam pengobatan
tradisional untuk mengobati penyakit yang memiliki komponen inflamasi dan/atau degeneratif.
Pada tahun 1980an, apigenin diusulkan untuk mengganggu proses karsinogenesis. Sejak itu,
semakin banyak bukti yang menunjukkan kemanjuran antikankernya, baik in vitro maupun in
vivo. Apigenin telah terbukti menargetkan jalur pensinyalan yang terlibat dalam perkembangan
dan perkembangan kanker, seperti jalur PI3K/Akt/mTOR, MAPK/ERK, JAK/STAT, NF-κB, dan
Wnt/β-catenin, dan untuk memodulasi keunggulan yang berbeda. kanker, seperti proliferasi sel,
metastasis, apoptosis, invasi, dan migrasi sel. Lebih lanjut, apigenin memodulasi ekspresi
PD1/PD-L1 pada sel kanker/T killer dan mengatur persentase sel T killer dan T regulator. Baru-
baru ini, apigenin telah dipelajari karena efek sinergis dan aditifnya bila dikombinasikan dengan
kemoterapi, sehingga meminimalkan efek samping. Sayangnya, ketersediaan hayati yang rendah
dan permeabilitas yang tinggi membatasi aplikasi terapeutiknya. Berdasarkan formulasi mikro
dan nano yang meningkatkan stabilitas fisik dan kapasitas pemuatan obat apigenin serta
meningkatkan bioavailabilitas apigenin, sistem penghantaran obat baru telah diselidiki untuk
meningkatkan kelarutannya.

Pada penelitian ini dilakukan preparasi apigenin dengan memaparkan hasil analisis
kandungan senyawa apigenin saledri dengan menggunakan metode docking (in silico). Oleh
karena itu perlu dilakukan prediksi aktivitas melalui interaksi suatu senyawa tertentu terhadap
ligan dengan menggunakan metode molecular docking terhadap senyawa tersebut.
2.4 Anti Inflamasi

2.4.1 Definisi Anti Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi
adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Hidayati dkk, 2005).
Inflamasi terjadi karena adanya reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap rasangan untuk
dilepaskanya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada
reaski tersebut, diantaranya histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan prostaglandin.
Histamin menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang didahului dengan vasokontriksi awal dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perubahan distribusi sel darah merah.
Aliran darah sel darah merah semakin lambat dan akan menggumpal, akibatnya sel darah putih
terdesak kepinggir.

Aliran darah yang lambat mengakibatkan sel darah putih akan menempel pada dinding
pembuluh darah dan semakin lama akan semakin banyak. Perubahan permeabilitas yang terjadi
menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin
bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas kapiler.
Prostaglandin menyebabkan radang yang berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator
lainya (Mansjoer, 1999). Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemeraham (rubor), panas (kalor),
nyeri (dolor), pembengkakan (tumor). Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah
adanya rangsang iritan. (Soesatyo, 2002). Antiinflamasi berfungsi untuk menghancurkan,
mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen yang merusak maupun jaringan yang rusak
(Agustina dkk, 2015). Tujuan penggunaan antiinflamasi yaitu untuk memperbaiki jaringan yang
rusak serta mempertahankan diri terhadap infeksi. Pengobatan inflamasi mempunyai dua tujuan
utama yaitu meringankan rasa nyeri yang merupakan gejala awal yang terlihat dan
memperlambat atau membatasi proses perusakan jaringan. Obat-obat antiinflamasi adalah obat
yang memiliki mekanisme kerja umum berupa penghambatan sintesis prostaglandin via
penghambatan enzim siklooksigenase. Siklooksigenase bertanggung jawb dalam biosintesis
prostaglandin. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi dibagi menjadi 2
golongan yaitu golongan steroid yang berkerja dengan menghambat pelepasan prostaglandin dan
sel-sel sumbernya dan golongan nonsteroid (NSAID) yang bekerja melalui mekanisme inhibisi
siklooksigenase yang berperan pada biosintesis prostaglandin. Obat-obat yang digunakaan
sebagai antinflamasi yaitu golongan nonsteroid (AINS) dan kortikosteroid, dimana kedua
golongan tersbeut sama- sama memiliki kemampuan untuk menekan tanda-tanda dan gejala-
gejala inflamasi, namun sayangnya kedua golongan obat ini seringkali menimbulkan efek yang
merugikan dan berbahaya seperti kerusakan gastrointestinal, nefrotoksik dan hepatotoksik
(Katzung, 2002). Berdasarkan hal tersebut maka banyak dilakukan pengembangan antiinflamasi
yang berasal dari bahan alam, terutama pada tanaman. Bagian tanaman yang dapat digunakan
sebagai bahan obat diantaranya buah, daun, kulit batang, rimpang, dan bunga (Yuniarni dkk,
2015). Dan salah satu contoh tanaman di Indonesia yang berkhasiat sebagai antiinflamasi yang
berasal dari senyaa apigenin.
BAB III
METODE ANALISIS

3.1 RANCANGAN PENELITIAN


3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
3.3 ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
3.3.1 Alat Penelitian
Sebuah laptop dengan spesifikasi Windows 11 64-bit Processor Intel(R)Core(TM) i5 –
10210u 10th CPU@ 1.60GHz RAM 8GB yang dilengkapi program perangkat lunak Molegro
Molecular Viewer, BIOVIA Discovery Studio, Marvin Skecth, Autodock Tools 1.5.6 dan s
pcksm dan Lipinski’s rule of five.
3.3.2 Bahan Penelitian
Struktur Smiles senyawa apigenin di copy dari situs PubChem
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ lalu dipaste ke software ChemDraw dalam bentuk 2D dan
disimpan. Struktur 2D protein target (PDB ID: 3PP0) diunduh di RCSB Protein Data Bank pada
website : https://rscb.org.
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Preparasi Struktur 3D Protein Target
Protein dipreparasi menggunakan software AutoDock dengan dihilangkan airnya dan
ditambahkan atom hidrogen polar serta. Lalu menggunakan software Molegro Molecular Viewer
dengan memisahkan antara native ligand dengan protein target dan dihilangkan kofaktor jika
ada.
3.4.2 Preparasi Struktur 2D Senyawa Apigenin
Struktur 2D senyawa apigenin dioptimasi dan diprotonisasi menggunakan software
MarvinSkecth.
3.4.3 Drug Scan
Senyawa apigenin di uji drugscan – nya menggunakan Lipinski’s rule of five guna
mengetahui apakah senyawa apigenin tersebut layak atau tidaknya dijadikan calon obat, dengan
parameter dari Lipinski’s rule of five sebagai berikut:
• Berat molekul < 500 g/mol
• High lipopilitas Log p < 5
• Pendonor ikatan hidrogen < 5
• Akseptor ikatan hidrogen < 10
• Molar refactivity diantara rentang 40 – 130
Senyawa apigenin di uji Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi nya (ADME)
menggunakan program yang dapat diakses di http://biosig.unimelb.edu.au/pkcsm/prediction.

Anda mungkin juga menyukai