Anda di halaman 1dari 41

Proposal Penelitian Skripsi

PENGGUNAAN FEED ADDITIVE DARI FERMENTASI


BAHAN LOKAL TERHADAP IOFC (Income Over Feed Cost)
AYAM BURAS SUPER MARON 2 (BSM2)

AUFA HALIM WIBISONO


1910701082

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
MAGELANG
2023
PENGGUNAAN FEED ADDITIVE DARI FERMENASI BAHAN
LOKAL TERHADAP IOFC (Income Over Feed Cost) AYAM
BURAS
SUPER MARON 2 (BSM 2)

AUFA HALIM WIBISONO


1910701082

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
MAGELANG
2023
Proposal Penelitian Skripsi

PENGGUNAAN FEED ADDITIVE DARI FERMENTASI


BAHAN LOKAL TERHADAP IOFC (Income Over Feed Cost)
AYAM BURAS SUPER MARON 2 (BSM 2)

AUFA HALIM WIBISONO


1910701082

telah disetujui oleh

Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I 11 Oktober 2023


Dr. Lilis Hartati, S.Pt., MP.
NIP. 197409211998032001

Pembimbing II 12 Oktober 2023


Dr. Amrih Prasetyo, S.Pt.,
M.Sc.
NIP. 196802241997 03 1 002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Peternakan dan
Perikanan
Fakultas Pertanian
Universitas Tidar
Tanggal 16 Oktober 2023

Annisa Novita Sari, S.Pi., M.Si.


NIP. 198611082015042003
DAFTAR ISI
HALAMANSAMPUL...............................................................................................
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
I. PENDAHULUAN ...........................................................................................
1.1 Latar Belakang...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................
1.3 Tujuan .......................................................................................................
1.4 Hipotesis....................................................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ayam Buras Super Maron (BSM).............................................................
2.2 Feed Additive ...........................................................................................
2.3 Fitobiotik kulit manggis.............................................................................
2.4 Probiotik ikan patin ..................................................................................
2.5 IOFC ( Income Over Feed Cost) ..............................................................
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................
3.2 Materi Penelitian........................................................................................
3.2.1 Ayam buras super maron (BSM)
3.2.2 Feed Additive dari bahan lokal .........................................................
3.2.3 Kandang dan peralatan .....................................................................
3.3 Rancangan Percobaan ...............................................................................
3.4 Prosedur Penelitian ...................................................................................
3.4.1 Persiapan kandang ..............................................................................
3.4.2 Pembuatan Formula Feed Additive.....................................................
3.4.3 Penempatan perlakuan pada petak kandang penelitian .......................
3.4.4 Pemberian pakan dan formula feed additive pada air minum ............
3.5 Parameter yang Diukur .............................................................................
3.6 DAFTAR PUSTA
DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1. Kebutuhan Nutrien Ayam BSM.....................................................................


2. Komposisi Pakan Ayam BSM 2 ...................................................................
3. Komposisi Kandungan Formula Probiotik Ikan Patin ..................................
4. Komposisi Kandungan Formula Fitobiotik Kulit Manggis...........................
5. Analisis Sidik Ragam ....................................................................................
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ayam kampung (lokal) telah berkembang secara luas diberbagai


wilayah Indonesia, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan
menyebabkan keberadaannya diakui oleh masyarakat sebagai bagian
kehidupan yang tak terpisahkan, ayam lokal mempunyai multi fungsi yaitu
sebagai penyanyi, upacara adat, hias, aduan, dan penghasil daging dan
telur. Budidaya ayam kampung sebagian besar (70%) dipelihara dengan
mengikuti program intensifikasi ayam buras. Pengembangan ayam
kampung dapat ditempuh melalui berbagai cara tergantung dari tujuan
yang mendasarinya (komersial, atau subsisten). Dikenal beberapa pola
pengembangan ayam kampung antara lain pola ekstensif, semi intensif dan
intensif (Sartika dan Broto 2010).
Ketersediaan daging dari ternak unggas sebagian besar (72,5%)
berasal dari ayam ras, dan sebagian lainnya (27,5%) dari ayam kampung
yang produksinya masih jauh di bawah permintaan. Tingginya kontribusi
daging ayam ras (42,4%) terhadap penyediaan daging nasional lebih tinggi
dibandingkan dengan daging ayam kampung (16,1%) karena industri
ayam ras berkembang lebih pesat, yang ditunjang oleh penerapan
teknologi oleh peternak, sementara inovasi teknologi produksi ayam
kampung belum berkembang luas di tingkat peternak, padahal ayam
kampung memliki keunggulan komperatif dibanding ayam ras. Beberapa
keunggulan dari ayam kampung adalah preferensi konsumen terhadap
daging dan telurnya cukup tinggi karena dapat dikonsumsi oleh semua
lapisan masyarakat, harga relatif stabil dan berbagai kondisi lingkungan.
Namun ayam kampung kurang berkembang yang disebabkan oleh banyak
faktor, diantaranya potensi genetik yang rendah dan pemberian pakan yang
belum memenuhi patokan kebutuhan optimal. Masalah yang dihadapi
dalam penyediaan pakan ayam kampung adalah harga pakan yang mahal
dan tidak stabil, karena beberapa bahan baku utamanya masih diimpor,
seperti jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daging, dan tepung
tulang. Salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap
bahan pakan impor adalah memaksimalkan penggunaan bahan pakan lokal
konvensional dan inkonvensional (Resnawati, 2010).
Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) memiliki ketahanan yang cukup
baik dalam menghadapi iklim yang sulit, seperti musim kemarau yang
panjang. Ayam ini mudah sekali adaptasi di lahan kering, kelebihan
lainnya yaitu pada pemeliharaan intensif dengan diberi ransum komersil
mampu menghasilkan daging secara cepat dalam waktu kurang dari 70
hari. Ayam ini sedang banyak digemari, terutama dagingnya yang
memberi banyak manfaat dan tidak memberikan efek samping karena
pemeliharaannya secara alami. Dagingnya lembut, warnanya putih, bersih
dan menarik, dan mudah diolah (Sari, 2017).
Income Over Feed Cost ( IOFC ) adalah perbandingan dari total
pendapatan dengan total biaya ransum digunakan selama usaha
penggemukan ternak. Income Over Feed Cost ini merupakan tolak ukur
untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar
dalam usaha penggemukan ternak. Keuntungan yang diperoleh dengan
menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum.
Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau
pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Sari, 2017).
Teknologi ilmu pakan ternak sangat mendapatkan perhatian, karena modal
usaha ternak 70-80% digunakan untuk biaya pakan, dengan kata lain
hanya 20-30% biaya produksi digunakan untuk bibit, obat-obatan, tenaga
kerja dan biaya pengelolaan ( Rasyaf, 2012).
Feed additive merupakan bahan pakan tambahan yang diberikan
pada ternak melalui pencampuran ransum, untuk mempercepat
pertumbuhan serta meningkatkan penyerapan nutrien dan meningkatkan
efisiensi pakan pada ayam seperti antibiotik dan hormon (Ulfah, 2006).
Kulit buah manggis memiliki kandungan senyawa aktif, oleh
karena itu dapat dipakai sebagai salah satu alternatif feed additive bagi
ternak unggas. Kandungan xantone yang terdapat pada kulit manggis
berfungsi sebagai antioksidan, antitumoral, anti-inflamasi, antialergi,
antibakteri. Berbagai hasil penelitian menunjukkan kulit buah manggis
kaya akan antioksidan terutama xantone, tanin dan asam fenolat.
Kandungan nutrisi yang terdapat pada kulit manggis adalah air 62,05%,
abu 1,01%, lemak 0,63%, protein 0,71%, total gula 1,17% dan karbohidrat
35,61% (permana, 2011).
Ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus) merupakan sala satu
ikan air tawar potensial dibudidayakan di Indonesia. Tercatat pada tahun
2011, produksi ikan patin di Indonesia mencapai 229.267 ton dengan
kontribusi 16,11%, dari produksi ikan patin di dunia (FAO, 2013). Ikan
patin ini memiliki kandungan asam amino dan lemak yang tinggi,
kandungan lemak pada ikan patin tertinggi terdapat pada jeroan, yaitu
mencapai 88,19±0,28%. (Hastarini, 2013) melaporkan bahwa bagian isi
perut ikan patin memiliki kadar lemak tertinggi berkisar antara 26,51-
35,32%. Asam lemak utama dalam minyak dari isi perut ikan patin terdiri
atas asam palmitat 34,19% dan oleat 35,97% dengan komposisi
polyunsaturated fatty acid (PUFA) yaitu 8 12,35%, berupa asam lemak
linoleat, linolenat, eicosapentaenoic (EPA), dan docosahexaenoic (DHA).
Kandungan PUFA terutama EPA dan DHA yang tinggi memungkinkan
minyak ikan rentan terhadap reaksi oksidasi dan hidrolisis yang
menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak diinginkan, serta kehilangan
nilai gizi (Hastarini, et.al 2013).

Berdasarkan potensi bahan lokal tersebut ditambahkan feed addtive


bisa dibuat dari mikroorganisme yang ditumbuhkan pada bahan lokal,
bahan lokal tersebut dapat menggunakan ikan patin dan kulit manggis.
Diharapkan pemberian Feed addtive tersebut dalam ransum pakan Ayam
Buras Super Maron 2 (BSM 2) akan meningkatkan kinerjanya, sehingga
perlu dikaji bagaimana Income Over Feed Cost pemilihan Ayam Buras
Super Maron 2 (BSM 2) yang diberikan feed additive dari fermentasi
bahan lokal melalui air minum.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, Ayam Buras Super Maron 2
(BSM 2) sudah mulai banyak dikembangkan, tetapi penambahan feed
addive yang dicoba pada Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) belum
banyak, sehingga efek uji pemberian feed additive pada air minum Ayam
Buras Super Maron 2 (BSM 2) perlu dikaji secara ekonomi melalui
analisis Income Over Feed Cost (IOFC) nya.
1.3 Tujuan
Mengetahui penggunaan feed additive dari fermentasi bahan lokal
berupa fitobiotik dan probiotik pada air minum ayam BSM 2 terhadap
Income Over Feed Cost (IOFC) pemeliharaan ayam buras super maron 2
(BSM 2).
1.4 Manfaat
Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini yaitu memberikan
informasi tentang feed additive dari fermentasi bahan lokal serta dapat
menghitung income over feed cost pada pemeliharaan ayam Buras Super
Maron (BSM 2), sehingga nantinya dapat dijadikan terobosan untuk masa
depan dengan penggunaan feed additve dari bahan lokal agar lebih efisien
lagi biaya yang dikeluarkan dalam pemeliharaan unggas.
1.5 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu diduga penggunaan feed
additive dari fermentasi bahan lokal pada air minum akan meningkatkan
Income Over Feed Cost.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Buras Super Maron 2 ( BSM 2)


Ayam Buras Super Maron (BSM) merupakan ayam yang dibudidayakan
dan dikembangkan oleh Balai Pembibitan dan Pengolahan Ternak Terpadu
(BBPTT) Ayam lokal Marron. Ayam BSM merupakan ayam unggul hasil
persilangan Ayam arab dengan Ayam lighnan dengan keunggulan
pertumbuhan cepat. Terdapat dua jenis Ayam BSM yaitu Ayam BSM 1
peterlur dan Ayam BSM 2 ayam pedaging.
Ayam BSM 1 merupakan hasill persilangan antara ayam arab (betina)
dan ayam lighnan (jantan) yang memiliki karakteristik bobot badan betina
dewasa 1,7- 2 kg dan bobot jantan 2-2,25 kg, umur pertama beretelur antara
18-20 minggu, bobot telur 46-50 gram, kapasitas produksi telur mencapai 220-
240 butir/ekor/tahun, produksi telur mencapai 60-65%, puncak produksi telur
80-85%, bobot DOC antara 30-32 gram, jika diperuntukkan untuk
penggemukan, bobot panen mencapai 0,9 – 1,3 kg di umur 70-90 hari (BBPT
Maron, 2021).
Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam
Kedu berasal dari Desa Karesidenan Kedu Temanggung Jawa Tengah. Ayam
Kedu memiliki kelebihan daya tahan tubuh yang baik dan adaptasi yang bagus
(Suryani et al.,2012). Berdasarkan warna bulu ayam kedu, terdapat dua macam
warna yaitu kedu hitam (dwifungsi) dan kedu putih (petelur). Ayam kedu hitam
(dwifungsi) memiliki produktifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ayam kedu putih (petelur), bobot betina ayam kedu hitam (dwifungsi)
mencapai 2,5 kg sedangkan bobot betina ayam kedu putih (petelur) 1,5 kg.
Sementara itu bobot jantan ayam kedu hitam (dwifungsi) mencapai 3,5 kg
sedangkan bobot ayam kedu putih (petelur) mencapai 2,5 kg ( Adi et al, 2013).
Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) pedaging merupakan hasil
perkawinan ( crossbreed) antara ayam buras super maron 1 dengan ayam kedu.
Karakterisitik yang dimiliki Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) dapat
dipanen umur 2 bulan dengan bobot 0,9 – 1,1 kg (Ashar et al., 2016). Ayam
buras super maron mempunyai 2 fase pertumbuhan yaitu fase starter (0-4
minggu) dan fase finisher (5-12 minggu) ransum yang dbiberikan pada fase
starter memiliki kandungan protein lebih tinggi dibandingkan fase finisher.
Ayam fase starter 210 g/kg dan 2950 kkal ME/kg untuk energi dan ayam fase
finisher 170 g/kg protein dan 2850 kkal ME/kg energi (Rukmana, 2013).

2.1Feed Additive
Feed additive merupakan bahan pakan tambahan yang
diberikan kepada ternak melalui pencampuran pakan ternak. Bahan
tersebut merupakan pakan pelengkap yang bukan zat makanan.
Penambahan feed additive bertujuan untuk mendapatkan
pertumbuhan ternak yang optimal.
Ternak yang diberi feed additive dalam pakannya
membutuhkan pakan 10-15% lebih sedikit untuk mencapai
pertumbuhan yang diinginkan. Biaya pakan merupakan bagian
utama dari biaya yang terlibat dalam pemeliharaan ternak. Tingkat
pertumbuhan harian ternak yang hidup dengan makanan yang
dilengkapi feed additive dapat meningkat 10-15% dibandingkan
dengan ternak tanpa feed additive. Daging yang diberikan feed
additive juga memiliki kualitas yang lebih baik dengan jumlah
protein yang lebih tinggi dan jumlah lemak yang lebih sedikit
dibandingkan dengan yang tanpa pemberian feed additive
(Chattopadhya,2014).
Kulit manggis bisa dijadikan feed additive karena kandungan
bioaktifnya yang telah terbukti dan efektif dalam memacu
pertumbuhan ternak, bahan ini harganya murah dan kesediaannya
melimpah (Weecharangsan et al.,2016) ekstra kulit manggis
memiliki potensi menangkap radikal bebas yang dapat menaikkan
kekebalan tubuh,menaikkan performa ternak, menurunkan tingkat
stres. Karena kulit manggis ini mengandung senyawa bioaktif
xanton yang mempunyai manfaat menjadikan oksidan
(Kusmayadi,2019).
2.1.1. Fitobiotik
Fitobiotik adalah aditif ransum yang berasal dari bahan
tanaman (Zuprizal, 2004). Fitobiotik membantu dalam membantu
keseimbangan mikroba di dalam saluran pencernaan. Efek positif
yang didapat dari terbentuknya keseimbangan mikroflora dalam
saluran pencernaan adalah konsumsi pakan dan konversi pakan
menjadi efisien (Arslan dan Leon, 2014). Banyak tanaman yang
terdapat di Indonesia yang mempunyai potensi untuk dijadikan
fitobiotik (Sulistyoningsih, 2014). Pemilihan kulit manggis
sebagai imbuhan pakan didasarkan kepada ketersediaannya.
Manggis merupakan tanaman yang berasal dari hutan tropis di
Asia Tenggara, sehingga mudah didapatkan. Senyawa bioaktif
dalam kulit manggis adalah senyawa xanton yang berfungsi
sebagai antioksidan dan antibakteri. Ekstrak kulit manggis
ditambahkan sebagai feed additive dalam ransum untuk menjaga
kesehatan ternak. Kondisi demikian akan memudahkan ternak
dalam menyerap nutrien dalam ransum. Antioksidan berperan
dalam mencegah atau menghambat reaksi oksidasi yang
disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mendonorkan elektron
pada substansi radikal bebas. (Abdullah, 2020).
Taksonomi tanaman manggis menurut Cronquist (1981 : 337),
adalah sebagai berikut :
- Kelas : Magnoliopsida
- Subkelas : Dilleniidae
- Ordo : Theales
- Familia : Clusiacceae
- Genus : Garcinia
- Spesies : Garcinia mangostana
Kulit manggis yang tebal mencapai proporsi sepertiga
bagian dari buahnya. Kulit buahnya mengandung getah yang
warnanya kuning dan cita rasanya pahit. Bagian yang terpenting
dari buah manggis adalah daging buahnya. Warna daging buah
putih bersih dan cita rasanya sedikit asam sehingga digemari
masyarakat luas. Biji manggis berbentuk bulat agak pipih dan
berkeping dua. Kulit manggis merupakan limbah yang bisa
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kandungan xantone yang
terdapat pada kulit manggis berfungsi sebagai
antioksidan,antiinflamasi, antiallergi, antibakteri. Manfaat utama
dari kulit manggis adalah sebagai antioksidan. Antioksidan
merupakan senyawa yang dapat menunda atau mencegah
terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid
dalam konsentrasi paling rendah dari substrak yang dapat
dioksidasi Antikoksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan
cara mengurangi konsentrasi oksigen yang reaktif, mencegah
inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti
radikal hidoksil, mengikat katalis ion logam, mendekompoisi
produk-produk prime radikal menjadi senyawa non radikal.
Kandungan nutrisi yang terdapat dalam kulit manggis adalah air
62,05%, abu 1,01%, lemak 0,63%, protein 0,71%, total gula
1,17%, dan karbohidrat 35,61% (Permana, 2011).
2.1.2. Probiotik
Probiotik merupakan salah satu feed additive pakan yang
dapat digunakan untuk mengoptimalkan produktivitas ternak
secara efisien. (Dhama et al.,2011) menyatakan bahwa probiotik
merupakan cara alternatif menghemat biaya daripada
menggunakan AGP, pada umumnya aman karena tidak
menunjukkan adanya residu yang terbawa di telur atau daging.
Sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia, tidak seperti
penggunaan antibiotik sebagai suplemen pakan atau promotor
pertumbuhan. Probiotik sebagai mikroorganisme hidup jika
diberikan dalalm jumlah yang cukup memberikan manfaat pada
sistem pencernaan yaitu dapat mengurangi populasi patogen yang
terdapat dalalm usus (Hamida et al., 2015).
Ikan patin memiliki protein yang cukup tinggi yaitu
14,53%. Apabila dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya
protein ikan patin lebih rendah, seperti ikan mas (18,3%), ikan
gabus (25,2%) dan ikan bawal (18,2%) (Depkes,2017). Ikan patin
juga memiliki kadar omega-3 berkisar 1,16-12,44% (W/W) dan
omega-6 berkisar 12,278-15,961%. Komposisi kimia ikan patin
per 100 gram daging yaitu terdiri dari air sebanyak 74,4%,
protein 17%, lemak 6,6% dan abu 0,9% ikan patin tergolong ikan
berprotein tinggi dan berlemak sedang.
Menurut kordik (2005), ikan patin diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Familia : Pangasiidae
Genus : Pangasius

Probiotik merupakan jasad renik nonpatogen yang jika


dikonsumsi dalam takaran cukup dapat bermanfaat bagi
kesehatan dan fisiologi tubuh. Beberapa pengaruh positif dari
probiotik bagi kesehatan antara lain hipokolesterolemik, yaitu
membantu menurunkan kadar kolesterol dalam serum darah
ternak. Bakteri probiotik merupakan bakteri hidup yang bila
dikonsumsi oleh hewan atau manusia dapat memberikan efek
kesehatan. (Kral et al., 2012) mencoba menggunakan probiotik
dalam pakan broiler strain cobb dan menunjukkan hasil
petumbuhan yang nyata mulai pada ayam umur 5 minggu.
Probiotik mampu menghasilkan senyawa antimkroba, yang
menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat membunuh bakteri
patogen. Mekanisme kerja dari probiotik menurut (Fuller, 2012).
Penggunaan probiotik secara langsung akan meningkatkan
efektivitas mikroba usus yang pada gilirannya meningkatkan
pertumbuhan. Fermentasi pada umunnya akan menurunkan
kadar serat kasar bahan baku ransum dan meningkatkan
kandugnan protein. Peran probiotik bagi kesehatan ternak dapat
melalui 3 mekasnisme: fungsi kolektif (kemampuannya untuk
menghambat patogen dalam saluran pencernaan), fungsi sistem
imun tubuh (dengan meningkatkan sistem imun tubuh melalui
kemampuan probiotik untuk menginduksi pembentukan IgA,
aktivasi makrofag, modulasi profil sitokin), fungsi metabolit
(metabolit yang dihasilkan oleh probiotik, termasuk kemampuan
probiotik mendegradasi laktosa) (Rahayu, 2008).
2.2 Income Over Feed Cost ( IOFC )
Income Over Feed Cost merupakan pendapatan yang
diperoleh dari selisih antara penerimaan hasil penjualan satu
ekor ternak dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan selama
penelitian.
Tingginya nilai IOFC sangat ditentukan oleh pertambahan
bobot badan yang dihasilkan, semakin tinggi pertambahan bobot
badan semakin besar pula nilai jual yang diperoleh. Hal ini harus
diikuti pula dengan tingkat konsumsi ayam Buras Super Maron 2
(BSM 2), semakin rendah harga ransum yang dikonsumsi dengan
tidak mengesampingkan kualitas ransum dan dibarengi dengan
pertambahan bobot badan yang tinggi maka akan didapatkan nilai
IOFC yang besar pula (Yamin, 2008).
Nilai IOFC juga sangat bergantung pada nilai konversi
pakan. IOFC dihitung dengan mengetahui harga pakan perlakuan,
banyaknya konsumsi pakan dan harga jual produksi dari segi teknis
maka dapat diduga bahwa semakin effsien ayam dalam mengubah
makanan menjadi daging artinya konversi ransumnya sangat baik
semakin baik juga nila IOFC nya. (Rasyaf, 2011). Semakin tinggi
nilai IOFC akan semakin baik pula pemeliharaan yang dilakukan,
karena tingginya IOFC berarti penerimaan yang didapatkan dari
haisil penjualan ayam juga akan semakin tinggi.

III. METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari – Maret 2023
di kandang milik peternak Bapak Sungkono dengan alamat Trasan,
Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang.
3.2 Materi Penelitian
3.2.1. Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2)
Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah fase starter sebanyak 54 ekor, dengan
jenis kelamin unisex atau jantan betina yang diperoleh di Taman
Ternak Maron Temanggung. Adapun kebutuhan nutrient ayam
kampung pedaging fase starter dapat dilihat di Tabel 1. Pakan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan ayam BR1
dengan komposisi seperti pada Tabel 2
Tabel 1. Kandungan Nutrien Ayam Kampung
Kandungan Persyaratan
Kadar air (%) Maks. 14.00
Protein kasar (%) Min. 19,00
Asam amino total :
- Lisin (%) 0.87 0.18
- Metionin (%) 0.37
- Metionin + Sistin ( %) 0.55
- Triptofan ( %) 0.18
Lemak kasar (% ) Min. 3,00
Serat kasar (%) Maks. 7,00
Abu (%) Maks. 8,00
Kalsium (%) 0,9 – 1,2
Fosfor total (%) 0,60 – 1,00
Fosfor tersedia ( %) 0,35
Energi metabolisme Kkal/kg Min 2900
Aflatoksin ug/kg Maks. 50
Keterangan : SNI 7783.3:2013

Tabel 2. Komposisi Pakan Ayam BR 1


Kandungan Nutrien Jumlah
Kadar air (maks) = 12%
Abu (maks) = 8%
Protein kasar (min) = 20%
Lemak kasar (min) = 5%
Serat kasar ( maks) = 5%
Kalsium (Ca) = 0,80 – 1,10%
Fosfot (P) dengan enzim fitase > 400 FTU/kg = 0,50%
(min)
Urea = ND
Aflatoksin total (maks) = 50 ug/kg
Asam Amino
Lisin (min) = 1,20%
Metionin ( min) = 0,45%
Metionin + Sistin (min) = 0,80%
Treonin (min) = 0,75%
Triptofan (min) = 0,19%
Keterangan : Cargill, Pabrik pakan berstandar HACCP system

3.2.2. Feed Additive dari Bahan Lokal


Feed additive 1 yang digunakan dalam penelitian ini
adalah formula dari fermentasi kulit manggis dengan bahan
lainnya yaitu, stroberi, gula pasir, larutan starter 10 ml, feed
additive yang diberikan pada air minum sebanyak 1,5
ml/500 ml air.
Feed additive 2 yang digunakan dalam penelitian ini
adalah formula dari fermentasi ikan patin dengan bahan
lainnya yaitu, jeroan dan lemak ikan patin, rempah-rempah,
gula jawa/aren, larutan starter 10 ml, feed additive yang
diberikan pada air minum sebanyak 1,5 ml/500 ml air.
Larutan starter merupakan larutan berupa ragi yang
pembuatannya menggunakan 79 bahan lokal dengan dosis
yang sudah ditentukan. Semua bahan yang sudah disiapkan
sesuai dosis di fermentasi selama 14 hari kemudian
dilakukan penyaringan guna memisahkan bahan bahan
dengan larutan yang akan digunakan sebagai larutan starter
fermentasi
- Pembuatan Formula Feed Additive
Bahan pembuatan formula , antara lain : kulit
manggis, stroberi, ikan patin, jeroan ikan patin , larutan
starter, rempah-rempah, gula pasir, gula jawa dan air galon.
Bahan yang digunakan ditimbang lebih dahulu sesuai
dengan komposisi yang akan digunakan pada pembuatan
formula.
a) Pembuatan Formula Feed Additive 1 :
Kulit manggis dibersihkan terlebih dahhulu
menggunakan air bersih. Setelah itu kulit manggis dipotong
kecil-kecil agar memudahkan dimasukkan pada galon yang
berisi air dan stroberi dipotong kecil-kecil. Langkah awal
memasukkan gula pasir ke dalam galon yang berisi air,
kemudian kulit manggis, selanjutnya stroberi yang sudah
dipotong dimasukkan pada galon dan terakhir larutan
starter juga dimasukkan ke dalam galon. Setelah semua
bahan dimasukkan botol galon berukuran 15 liter ditutup
rapat.
b) Pembuatan Formula Feed Additive 2 :
Ikan patin dicuci bersih lalu dipisahkan dari
jeroannya serta lemaknya. Setelah itu ikan patin dipotong
kecil-kecil lalu dikukus selama kurang lebih 2 jam. Jeroan
dan lemak ikan patin di sangrai sampai keluar minyaknya
dilanjutkan dengan menyangrai rempah kelabat, peka,
kapulaga, sampai keluar baunnya. Gula jawa dipotong
menjadi tipis agar cepat larut dalam air. Ikan patin, jeroan
serta lemak ikan patin, rempah-rempah, gula jawa, larutan
starter yang sudah diencerkan dan ragi dimasukkan ke
dalam galon yang berisi air 10 liter lalu galon ditutup
dengan rapat, proses fermentasi selama 14 hari kemudian
siap digunakan.
3.2.3. Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini berukuran
panjang 100 cm x lebar 80 cm x tinggi 80 cm sebanyak 18 petak plus
2 petak tambahan sebagai cadangan untuk karantina, setiap petak
kandang ditempati 3 ekor ayam BSM 2 pedaging, setiap unit
kandang dilengkapi dengan satu tempat pakan dan satu tempat
minum. Peralatan lain yang digunakan dalam penelitian ini pipet
tetes untuk mengambil dan mengukur larutan formula, timbangan
digital untuk menimbang sisa konsumsi ransum dan menimbang
pakan yang akan diiberikan, semprotan untuk desinfeksi, plastik dan
kertas untuk membungkus pakan, ember untuk menampung air dan
bahan pakan, gayung untuk mengambil air, drum air untuk
penyimpanan air dan bahan pakan, kain untuk membersihkan
peralatan, dan alat tulis beserta kamera handphone untuk pencatatan
dan dokumentasi.
3.3 Parameter Penelitian
Parameter yang dihtung dari penelitian ini adalah keseluruhan dari
biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang
diperoleh dengan cara menghitung : biaya bibit, biaya ransum, biaya
obat, biaya perlengkapan kendang, biaya sewa kendang dan biaya
fumigasi.
3.3.1 Biaya Tetap
1. Biaya pembelian bibit
2. Biaya pembelian bibit adakah biaya yang dikeluarkan untuk
membeli DOC
3. Biaya pelengkapan kandang
Biaya perlengkapan kendang adalah biaya yang digunakan untuk
membeli seluruh perlengkapan kandang selama penelitian
4. Biaya penyusutan kandang
Biaya penyusutan kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk
penggunaan kandang diperhitungkan berdasarkan nilai dari
penyusutan Kandang sehingga diperoleh penyusutan kendang
selama penelitian
3.3.2 Biaya Variabel
1. Biaya pembelian ransum
Biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari
perkalian antara jumlah ransum dikonsumsi selama penelitian.
2. Biaya vitamin dan vaksin
Biaya vitamin dan vaksin adalah biaya yang diperoleh dari harga
obat-obatan yang diberikan selama penelitian
3. Biaya Fumigasi
Biaya fumigasi adalah biaya yang diperoleh dari biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian bahan-bahan yang diperlukan dalam
melakukan fumigasi
3.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri atas 3 perlakuan dengan 6
ulangan dengan setiap ulangan terdiri atas 3 ekor ayam buras super
maron 2 (BSM 2) pedaging. Adapun perlakuan sebagai berikut :

P0 : Air minum tanpa pemberian Formula Feed Additive


P1 : Air minum + 1,5 ml Formula Feed Additive 1 / 500 ml air
minum
P2 : Air minum + 1,5 ml Formula Feed Additive 2 / 500 ml air
minum
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Persiapan Kandang
Sebelum ayam dimasukkan ke kandang dilakukan sanitasi
kandang dengan membersihkan lantai kandang dan dinding
kandang dengan menggunakan alat penyemprot hama dengan
cairan khusus untuk sanitasi kandang. Kandang didiamkan selama
satu hari, setelah itu lantai kandang diberikan sekam padi agar
lantai kandan lebih empuk. Peralatan kandang seperti tempat pakan
dan minum di bersihkan agar terhindar dari penyakit.

3.5.2 Penempatan perlakuan pada petak kandang penelitian


Penempatan perlakuan terhadap kandang penelitian
dilakukan secara acak. Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) yang
digunakan umur 4 minggu, sejumlah 54 ekor ayam secara acak
jantan dan betina dibagi menjadi 3 perlakuan. Masing-masing
perlakuan terdiri dari 6 ulangan, sehingga ada 18 petak unit
percobaan yang masing-masing unit percobaan terdiri dari 3 ekor
Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2)
3.5.3 Pemberian pakan dan formula feed additive pada air minum
Pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan konsumsi
ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) yaitu dua kali sehari pagi dan
sore hari. Pagi hari pukul 08.00 WIB diberikan pakan sebesar 100
gr/hari kemudian di sore hari pukul 15.00 WIB sebeasr 50 gr/hari
pada waktu sore hari. Pemberian formula feed additive pada air
minum diberikan sebanyak 1,5 ml pipet tetes dan ditambahkan
dengan air jadi total pemberian air minum sebanyak 500 ml
diberikan pada pagi dan sore hari setiap harinya. Air minum
diganti dan dibersihkan setiap pagi hari. Untuk Pemeliharaan
Ayam Buras Super Maron (BSM 2) dipelihara sampai umur 70 hari
dan setelah itu disembelih untuk diukur karkas dan jeroannya.

4 Pengambilan Data dan Parameter yang diukur

Pengambilan data dilakukan mulai awal pemeliharaan


hingga pemanenan ayam buras super maron 2 (BSM 2). Data yang
diambil dan parameter yang diukur dalam penelitian ini yaitu biaya
tetap, variabel dan parameter yang diukur.
Dalam penelitian ini yaitu biaya tetap, variabel, total, dan
penerimaan :
a) Biaya Tetap.
Biaya tetap pada usaha Ayam Buras Super Maron (BSM 2)
adalah biaya yang memiliki jumlah tetap dan tergantung terhadap
banyaknya Ayam Buras Super Maron (BSM 2) yang dipelihara
(Sari et al, 2020). Biaya tetap yang diperlukan yaitu: sewa
kandang, penyusutan peralatan (tempat pakan, tempat minum,
timbangan)
b) Biaya Variabel.
Biaya yang banyaknya berubah sebanding dengan besarnya
produksi disebut biaya variabel (Lembong et al, 2015). Biaya
variabel yang diperlukan dalam pengambilan data yaitu: DOC,
Pakan, listrik, obat-obatan, transportasi.
c) Biaya Total
Biaya total dihitung menggunakan rumus menurut Rosyidi
( 2001) sebagai berikut.
TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC = Total cost/biaya total ( Rp)
TFC = Total fixed cost/biaya tetap total ( Rp)
TVC = Total variabel cost/biaya variabel total (Rp)
d) Penerimaan
Total penerimaan dihitung menggunakan rumus menurut
Kasim (1995) sebagai berikut.
TR = Q X P

Keterangan :
TR = Penerimaan/ total revenue (Rp)
Q = Jumlah produksi/quantity
P = Harga/Price (Rupiah)
E) IOFC
Income Over Feed Cost (IOFC). Diukur dengan menggunakan rumus :
Pendapatan = berat badan akhir x harga ayam
Biaya pakan = konsumsi pakan (kg) x harga pakan perlakuan /kg
IOFC = pendapatan – biaya pakan
F) Return On Investmen (ROI)
Perhitungan ROI sesuai dengan petunjuk purba sebagai berikut:
(total penjualan – investasi): investasi x 100%

Pendapatan bersih
ROI = Pendapatan Bersih A= x 100 %
jumlah Inverstasi

ROI > tingkat bunga perbankan, maka usaha tersebut layak


dilaksanakan, karena dapat menghasilkan keuntungan.
ROI< tingkat bunga perbankan, maka usaha tersebut tidak layak
dilaksanakan, karena tidak dapat menghasilkan keuntungan:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Biaya Total Produksi


Biaya total (total cost) dalam penelitian Penggunaan Feed Additive dari
Fermentasi Bahan Lokal Terhadap IOFC (Income Over Feed Cost) Ayam
Buras Super Maron 2 (BSM 2), dihitung dengan penjumlahan biaya tetap
(fixed cost) dengan biaya variabel (variabel cost). Hasil analisis biaya
variabel dan biaya tetap tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Biaya Total Produksi pemeliharaan Ayam Buras Super Maron 2
umur 4 minggu sampai dengan 10 minggu.
Perlakuan Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya Total
(Rp) (Rp) (Rp)
P0 352.246 63.000 415.246
P1 368.779 63.000 431.779
P2 349.430 63.000 412.430
Keterangan:
P0: Tanpa Penambahan Feed Additive pada air minum
P1: Penambahan Feed Additive A pada air minum
P2: Penambahan Feed Additive B pada air minum
4.1.1 Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap dalam usaha Penggunaan Feed Additive dari
Fermentasi Bahan Lokal Terhadap IOFC (Income Over Feed Cost) pada
pemeliharaan Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) diperoleh dari
perhitungan semua peralatan untuk sewa kandang, pembuatan kerangka
sekat kandang ayam, tempat minum, timbangan, fumigasi. Semua
peralatan untuk kandang ayam termasuk biaya tetap karena dapat
digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
Produksi menggunakan perhitungan biaya penyusutan peralatan
dengan metode straight line method (metode garis lurus). Biaya tetap P0,
P1, P2 adalah sama sebesar Rp 63.000, detail lengkap perhitungan biaya
tetap penelitian ini tertera dalam Lampiran 1, Sesuai dengan pendapat
(Dramendra, 2015), yang mengatakan bahwa perhitungan biaya tetap
usaha Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) dapat diambil dari biaya
penyusutan peralatan, dikarenakan penyusutan alat memiliki nilai yang
tetap. Perhitungan nilai penyusutan yaitu dengan metode straight line
method (metode garis lurus), dihitung dengan cara pengurangan nilai
awal terhadap nilai akhir dibagi dengan umur ekonomis alat (Fitrah,
2013). Metode penyusutan, nilai sisa, harga perolehan, dan umur
ekonomis, merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besar
kecilnya nilai penyusutan (Dramendra, 2015).
4.1.2 Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel dalam pemeliharaan Ayam Buras Super Maron 2
(BSM 2) diperoleh dari biaya pakan konsentrat, DOC, listrik, obat-
obatan, sekam. Semua bahan tersebut termasuk dalam kategori biaya
variabel dikarenakan besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung
terhadap usaha pemeliharaan ayam buras super maron (BSM 2). Detail
lengkap biaya variabel penelitian ini tertera pada Lampiran 2.
Berdasarkan Tabel 2, biaya variabel tertinggi yaitu biaya perlakuan P1
diikuti biaya P0 dan P2. P2 merupakan perlakuan yang memiliki biaya
variabel terendah.
Perbedaan biaya variabel tersebut diduga disebabkan oleh
perbedaan kebutuhan untuk masing-masing produksi per kelompok
perlakuan ayam buras super maron 2 (BSM 2). Dari masing-masing
penyusun biaya variabel, biaya pakan merupakan biaya pengeluaran yang
tertinggi, biaya variabel terendah adalah obat-obatan fumigasi untuk
pencegahan bau kotoran Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2). Biaya
variabel dalam penelitian ini memiliki biaya yang lebih tinggi jika
dibandingkan hasil biaya tetap. Sesuai dengan pendapat Fitrah (2013),
yang menyatakan bahwa biaya variabel memiliki penggunaan terbesar,
karena biaya variabel merupakan biaya yang habis terpakai dan besar
kecilnya berpengaruh terhadap produksi, sedangkan biaya tetap bisa
dimanfaatkan dalam proses produksi berikutnya dan habis tidak
digunakan dalam satu periode produksi. Besarnya biaya variabel sangat
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya ternak yang dipelihara oleh peternak,
biaya variabel yang dikeluarkan peternak akan menjadi semakin tinggi
jika jumlah ternak yang dipelihara semakin banyak (Prawira et al, 2015).
4.1.3 Biaya Total (Total Cost).
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, penjumlahan biaya
tetap dengan biaya variabel merupakan metode yang digunakan untuk
menentukan biaya total. Berdasarkan Tabel 2, biaya total tertinggi adalah
biaya P1 sebesar Rp 431.779 diikuti P0 dan P2 dengan biaya totalnya Rp
415.246 dan biaya Rp 412.430. Biaya total P1 memiliki hasil yang
tertinggi disebabkan komponen biaya variabelnya paling tinggi dengan
nilai sebesar Rp 368.779, sedangkan P2 memiliki biaya total terendah
dikarenakan komponen biaya variabelnya sebesar Rp 349.430 Perbedaan
besarnya biaya total masing-masing perlakuan disebabkan perbedaannya
kebutuhan biaya pengeluaran pada kebutuhan biaya variabel per
perlakuan sehingga mempengaruhi perhitungan jumlah akhir biaya total
disetiap perlakuan penelitian. Biaya total memiliki fungsi untuk
mempermudah penaksiran pendapatan dan kelayakan dalam melakukan
usaha Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2). Apabila biaya produksi
melebihi jumlah penerimaan usaha ternak Ayam Buras Super Maron 2
(BSM 2), pengusaha akan mengalami kerugian dan juga sebaliknya jika
biaya produksinya semakin kecil maka keuntungan yang didapatkan akan
semakin tinggi. Biaya yang dikeluarkan memiliki pengaruh terhadap
keuntungan dan pendapatan usaha, semakin rendah biaya yang
dikeluarkan maka pendapatan akan semakin besar, sedangkan semakin
tinggi biaya yang dikeluarkan maka pendapatan akan lebih sedikit
(Fitrah, 2013).

4.2. Analisis Penerimaan


Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan, perhitungan
penerimaan usaha Penggunaan Feed Additive dari Fermentasi Bahan Lokal
Terhadap IOFC (Income Over Feed Cost) Ayam Buras Super Maron 2 (BSM
2) dihitung dengan cara menjumlahkan harga jual ayam hidup dari masing-
masing ayam perlakuan selama satu periode produksi (6 minggu). Dalam
penelitian ini, harga jual ayam disesuaikan dengan harga jual di pasar kota
dan kabupaten Magelang harga Rp 40.000,00/kg menyesuaikan dengan besar
kecilnya ukuran tubuh dan bobot ayam hidup. Berdasarkan hasil penelitian
yang sudah dilakukan, analisis penerimaan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Penerimaan Usaha pemeliharaan ayam buras Super Maron 2
umur 4 minggu sampai dengan 10 minggu.
Perlakuan Jumlah Bobot Akhir (kg) Penerimaan (Rp)
P0 11,458 458.320
P1 12,355 494.200
P2 9,785 391.400
Keterangan:
P0: Tanpa Penambahan Feed Additive pada air minum
P1: Penambahan Feed Additive A pada air minum
P2: Penambahan Feed Additive B pada air minum
Berdasarkan Tabel 3, Penerimaan P1 (dengan suplementasi feed additive)
lebih besar dari penerimaan P0 (tanpa suplementasi feed additive) dan P2
(Feed Additive A 1,5 ml pada air minum) dengan masing-masing biaya ransum
pakan (P0: 33,8%, P1: 34,6%, P2: 31,5%). Meskipun P1 mempunyai biaya
variabel paling tinggi tetapi karena mempunyai bobot tertinggi, P1 memberikan
penerimaan tertinggi. Perlakuan P1 memberikan efek peningkatan konsumsi
sehingga biaya pakan menjadi naik tetapi memberikan bobot akhir yang lebih
tinggi. Penambahan feed additive B (P2) memberikan bobot akhir yang lebih
rendah dibanding perlakuan yang lain.
4.3 Analisis Pendapatan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, perhitungan pendapatan
usaha Penggunaan Feed Additive Dari Fermentasi Bahan Lokal Terhadap
IOFC (Income Over Feed Cost) Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2)
dihitung dengan cara pengurangan jumlah penerimaan dengan jumlah biaya
total produksi. Pendapatan pemeliharaan Ayam Buras Super Maron 2 (BSM
2) umur 5-10 minggu yang diberi air minum berbeda, dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Pendapatan Usaha pemeliharaan Ayam Buras Super Maron 2
(BSM 2) pada umur 4 minggu sampai dengan 10 minggu
No Perlakuan Pendapatan (Rp)
1 P0 43.074
2 P1 60.421
3 P2 -21.030
Keterangan :
P0: Tanpa Penambahan Feed Additive pada air minum
P1: Penambahan Feed Additive A pada air minum
P2: Penambahan Feed Additive B pada air minum
Berdasarkan Tabel 4, dari ketiga perlakuan subtitusi feed additive pada
ransum pakan konsentrat Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) P1
(suplementasi feed additive A 1,5 ml pada air minum) memiliki keuntungan
pendapatan yang paling tinggi dibandingkan dengan P0 (tanpa suplementasi
feed additive) dan P2 (suplementasi feed additive B 1,5 ml pada air minum).
Pada P2 memiliki kerugian sebesar Rp -21.030. P0 memberikan pendapatan
sebesar Rp 43.074, dan P1 sebesar Rp 60.421. Perbedaan pendapatan setiap
perlakuan tersebut diduga disebabkan perbedaan besarnya penerimaan setiap
perlakuan terhadap biaya total pengeluaran. Selisih antara penerimaan dengan
biaya total disebut pendapatan, usaha akan memperoleh keuntungan jika nilai
yang didapatkan positif dan juga sebaliknya, usaha akan mengalami kerugian
jika nilai yang didapatkan negatif (Prawira et al.,2015).
Keuntungan yang tinggi dapat diperoleh jika biaya total yang dikeluarkan
lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan, sehingga semakin banyak
selisih jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan maka
semakin tinggi pula peternak mendapat keuntungan (Saediman, 2012).
4.4 Analisis Kelayakan Usaha
Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan, perhitungan kelayakan
usaha. Penggunaan Feed Additive dari Fermentasi Bahan Lokal Terhadap
IOFC (Income Over Feed Cost) Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2)
dihitung dengan Analisa R/C ratio, yaitu dengan perbandingan total biaya
produksi dengan penerimaan usaha. Kelayakan dan efisiensi penggunaan feed
additive dari fermentasi bahan local pemeliharaan Ayam Buras Super Maron
2 (BSM 2) dapat dilihat dari R/C ratio dan ROI. Hasil perhitungan R/C ratio
dan ROI dapat dilihat di Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Kelayakan Usaha pemeliharaan Ayam Buras Super
Maron 2 umur 4 minggu sampai dengan 10 minggu.
Perlakuan R/C Keterangan ROI % Keterangan
P0 1,10 Layak 10,3% Efisien
P1 1,13 Layak 13,9% Efisien
P2 0,94 Tidak layak -5,1% Tidak Efisien
Keterangan :
P0: Tanpa Penambahan Feed Additive pada air minum
P1: Penambahan Feed Additive A pada air minum
P2: Penambahan Feed Additive B pada air minum
Berdasarkan Tabel 5, perlakuan P0, P1 usaha tersebut dinyatakan layak
untuk dijalankan karena hasil R/C lebih besar daripada 1. Sesuai dengan
pendapat Farida et al., (2020) menyatakan bahwa jika nilai R/C ratio lebih
dari satu maka suatu usaha dapat dikatakan layak, tingkat efisiensi usaha akan
semakin besar jika nilai R/C ratio semakin besar. Berdasarkan Tabel 5, dari
masing-masing perlakuan berdasarkan hasil ROI, P1 memiliki ROI paling
tinggi dengan nilai 13,9% dibandingkan dengan P0 dan P2, karena persentase
kelayakan lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lain dengan nilai
ROI 10,3% dan -5,1%. Berdasarkan hasil perhitungan ROI dari masing-
masing perlakuan dalam penelitian ini, terlihat bahwa angka tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan tingkat bunga bank yang sedang berlaku. Oleh
karena itu, perlakuan tersebut dianggap tidak layak untuk dijalankan., sesuai
dengan pendapat Drameda (2015), bahwa semakin besar dan semakin tinggi
hasil persentase ROI maka penggunaan modal semakin efisien dalam usaha
ternak dan jika nilai persentase ROI lebih besar dari bunga bank.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan, Penggunaan Feed Additive dari
Fermentasi Bahan Lokal Terhadap Income Over Feed Cost (IOFC) Ayam
Buras Super Maron 2 (BSM 2) sebagai berikut:
a. Penggunaan 1,5 ml feed aditif A pada air minum dapat meningkatkan
pendapatan, tetapi tidak mempengaruhi efisiensi dan kelayakan usaha
dalam pemeliharaan Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2) umur 4 sampai
dengan 10 minggu.
b. Hasil analisis R/C dan ROI, ditemukan bahwa penggunaan feed additive
lokal sebanyak 1,5 ml pada air minum untuk Ayam Buras Super Maron 2
(BSM 2) tidak efektif dalam meningkatkan Income Over Feed Cost
(IOFC).
c. Mengurangi penggunaan konsentrat pabrik secara penuh yang dapat
signifikan menekan biaya produksi terutama biaya pakan, oleh peternak
Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2).
5.2 Saran.
Penelitian lebih lanjut mengenai persentase terbaik penggunaaan feed
additive dari bahan lokal terhadap Income Over Feed Cost (IOFC) Ayam
Buras Super Maron 2 (BSM 2) sebagai suplementasi pada air minum perlu
dilakukan lebih lanjut, supaya mengetahui proporsi yang paling maksimal
untuk diaplikasikan pada usaha Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2).

LAMPIRAN

Biaya Tetap Semua Penelitian


No Biaya Tetap Harga Jumlah Satuan Total
1 Tempat minum Ayam @ 10.000 18 Pcs 180.000
2 Jaring pagar ayam @ 4.500 20 Meter 90.000
3 Timbangan digital @ 58.000 1 Pcs 58.000
4 Sewa Kandang @ 100.000 1 Pcs 100.000
Jumlah 172.500 428.000
Lampiran 1. Biaya Tetap Semua Perlakuan Penelitian

Penjualan Alat Bekas Setelah dipakai


No Biaya Tetap Harga Jumlah Satuan Total
1 Tempat minum Ayam @ 8.000 18 Pcs 144.000
2 Jaring pagar ayam @ 2.500 20 Meter 50.000
3 Timbangan digital @ 45.000 1 Pcs 45.000
4 Jumlah 52.500 239.000

Lampiran 2. Biaya Variabel Semua Perlakuan Penelitian

Biaya Variabel (Rp)


No Biaya Variabel P0 P1 P2 Rata-Rata
1 Konsentrat 199.580 216.113 196.764 204.457
2 Vitamin 11.666,6 11.666,6 11.666,6 11.666,6
3 Vaksin 5.166,67 5.166,67 5.166,67 5.166,67
4 Obat Fumigasi 21.000 21.000 21.000 21.000
5 DOC Ayam BSM 2 114.833 114.833 114.833 344.500
368.779,2 349.430,2 356.818.60
Jumlah 352.246,27 7 7 3
Keterangan:
P0: Tanpa Penambahan Feed Additive pada air minum
P1: Penambahan Feed Additive A pada air minum
P2: Penambahan Feed Additive B pada air minum
Lampiran 3. Penerimaan Usaha
Harga Jual
Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Bobot Akhir (Kg) (Rp)
P0U1 1030 1944 1,944 77.760
P0U2 1188 2365 2,365 94.600
P0U3 906 1915 1,915 76.600
P0U4 1135 1965 1,965 78.600
P0U5 1014 1109 1,109 44.360
P0U6 1138 2160 2,160 86.400
Jumlah 11458 11,458 458.320

Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Bobot Akhir (Kg) Harga Jual
P1U1 971 1980 1,980 79.200
P1U2 934 2020 2,020 80.800
P1U3 1061 2560 2,560 102.400
P1U4 1101 2295 2,295 91.800
P1U5 1138 1270 1,270 50.800
P1U6 1152 2230 2,230 89.200
Jumlah 12355 12,355 492.200

Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Bobot Akhir (Kg) Harga Jual
P2U1 1076 2015 2,015 80.600
P2U2 1054 1390 1,390 55.600
P2U3 1145 1245 1,245 49.800
P2U4 967 1470 1,470 58.800
P2U5 961 1760 1,760 70.400
P2U6 889 1905 1,905 76.200
Jumlah 9785 9,785 391.400
Keterangan:
P0: Tanpa Penambahan Feed Additive pada air minum
P1: Penambahan Feed Additive A pada air minum
P2: Penambahan Feed Additive B pada air minum
Lampiran 4. Pendapatan Usaha

Perlakuan Penerimaan Biaya Total (Rp) Pendapatan (Rp)


P0 458.320 415.246 43.074
P1 492.200 431.779 60.421
P2 391.400 412.430 -21.030
Total 1.341.920 1.259.455 82.465
Keterangan:
P0: Tanpa Penambahan Feed Additive pada air minum
P1: Penambahan Feed Additive A pada air minum
P2: Penambahan Feed Additive B pada air minum

Lampiran 5. Analisis Kelayakan Usaha


- R/C Ratio = TR/TC
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya)
- Dengan Kriteria
R/C > 1 maka usaha dikatakan menguntungkan
R/C = 1 maka usaha dikatakan tidak untung dan tidak rugi
R/C < 1 maka usaha dikatakan mengalami kerugian
- ROI = Mengurangkan nilai awal investasi dari nilai akhir investasi
(pengembalian bersih),
Kemudian membagi angka baru ini (pengembalian bersih) dengan
biaya investasi, setelah itu mengalikannya dengan 100, Secara umum, ROI
yang dianggap bagus adalah diatas 10%.

Perlakuan R/C Keterangan ROI % Keterangan


P0 1,10 layak 10,3% Efisien
P1 1,13 layak 13,9% Efisien
P2 0,94 Tidak layak -5.1% Tidak Efisien
Total 3,17 19.1%

Keterangan :
P0: Tanpa Penambahan Feed Additive pada air minum
P1: Penambahan Feed Additive A pada air minum
P2: Penambahan Feed Additive B pada air minum
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitan

Gambar 1 : Kulit Manggis


Gambar 2 : Proses Pembuatan Larutan EKD

Gambar 3 : Ikan Patin


Gambar 4 : Kandang Ayam Buras Super Maron 2 (BSM 2)
Gambar 5 : Penimbangan Mingguan Ayam Buras Super Maron 2 (BSM2)

Gambar 6 : Temperatur Suhu


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. A., Muhammad, A., Asmara, I. Y., Widjastuti, T., & Setiyatwan, H.
(2020). Studi potensi ekstrak kulit manggis (garcinia mangostana l.) yang
disuplementasi mineral tembaga dan seng terhadap pemanfaatan ransum
ayam sentul. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis dan Ilmu Pakan, 21(1), 51-59.
Andriani, T. (2014). Pengolahan ikan pati menjadi makanan variatif dan produktif
di desa sawahan kecamatan kampar utara kabupaten kampar. Jurnal
Kewirausahaan, 13(1), 1–16.
Applegate, T. J., Klose, V., Steiner, T., Ganner, A. and Schatzmayr, G. (2012).
Probiotics and
phytogenics for poultry: myth or reality. Journal of Application Poultry
19, 194-210.
Arslan, C. and M. S. Leon. (2004). Effects of probiotic administration either as
feed additive
or by drinking water on performance and blood parameters of japanese
quail. ArchGeflugelk, 68, 160-163.
Chattopadhyay, M. K. (2014). Use of antibiotic as feed additives: a burning
question. Frontiers in Microbiology, 5, 1 – 3
Dhama, K., Verma, V., Sawant, P. M., Tiwari, R., Vaid, R. K., and Chauhan, R.
S. (2011).
Applications of probiotics in poultry: enhancing immunity and beneficial
effects on production performances and health - a review. Journal of
Immunology and
Immunopathology, 13(1), 1-19.
Fuller, R. (2017). The chicken gut microflora and probiotic supplements. Jurnal
of Poultry Sci,
38, 189-196.
Hamida, F., K. G. Wiryawan and A. Meryandini. (2015). Pemilihan bakteri asam
laktat
sebagai kandidat probiotik untuk ayam. Bogor. Media Peternakan, 38,
138-144.
Hastarini, E. (2012). Karakteristik Minyak Ikan dari Limbah Pengolahan Filet
Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) dan Patin Jambal (Pangasius
djambal), Disertasi, Dr., Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kral, M., Angelovicova, M. and Mrazova, L. (2012). Application of probiotics in
poultry
production. Scientific Papers. Animal Science and Biotechnologies,
45(1).
Ludfiani, D.D. (2013). Ilmu Ternak Unggas. Yogyakarta: Universtas Gajah
Mada.
Nababan, Y.,Tafsin, M, dan Budi, U. ( 2014). Analisis Usaha Pemberian Berbagai
Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler. J.Peternakan Integratif Vol.2
No.3; 224-240
Panagan, A.T., Yohandini, H., dan Gultom, J.U. (2011). Analisis kualitatif dan
kuantitatif asam lemak tak jenuh omega-3 dari minyak ikan patin
(Pangasius pangasius) dengan metoda kromatografi gas. Jurnal
Penelitian Sains, 14, 38- 42 .
Rasyaf, M. (2012). Beternak ayam pedaging. Jakarta: Penebar swadaya.
Resnawati, H. 2010. Inovasi Teknologi Pemanfaatan Bahan Pakan Lokal
Mendukung Pengembangan Industri Ayam Kampung. Badanf Penelitian
Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian. Bogor
Sari, M. L., S. Tantalo dan K. Nova. (2017). Performa ayam kub (kampung unggul
balitnak) periode grower pada pemberian ransum dengan kadar protein kasar
yang berbeda. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan. 1(3), 36-41.

Sartika T, dan Broto. W. ( 2010) . Analisa kelayakan usaha pembibitan ayam


kampung (lokal) penghasil day old chick (doc) di tingkat petani. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Sulistyoningsih, M. (2014). Optimalisasi produksi broiler melalui suplementasi
herbal terhadap persentase karkas dan kadar trigliserida darah. Bioma.
Jurnal Ilmiah Biologi.terhadap pemanfaatan ransum ayam sentul. Jurnal
Nutrisi Ternak Tropis dan Ilmu Pakan. Vol. 21 No. 1, 51-59

Zuprizal dan M. Kamal. (2005). Nutrisi dan Pakan Unggas. Yogyakarta: Fakultas
Peternakan. Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai