Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

DETEKSI DINI PENYULIT DAN KOMPLIKASI KEGAWAT


DARURATAN PADA PERSALINAN KALA III DAN IV

“Diajukan untuk memenuhi tugas Askeb Bersalin”

Disusun Oleh :

Yeni Rinawati 01220008

Dosen Pembimbing :

Binti Lu’lu Muthoharoh S.Tr, Keb.,M,Keb

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

AKADEMI KEBIDANAN BUNGA BANGSAKU

SUMATERA SELATAN

2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamua'alaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Deteksi Dini Penyulit
Dan Komplikasi Kegawatdaruratan Pada Persalinan Kala III dan Kala IV”
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita,
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang
lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar
bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang


menjadi tugas mata kuliah “ ASKEB BERSALIN “. Disamping itu, penulis
banyak mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat
terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi para pembaca. Penulis mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat penulis perbaiki. Karena penulis sadar,
makalah yang penulis buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Wassalamua'alaikum Wr. Wb

Kepayang, 18 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................

KATA PENGANTAR .............................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................

BAB I Pendahuluan ................................................................................................

A. Latar Belakang ..............................................................................................


B. Rumusan Masalah .........................................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................................

BAB II Tinjauan Teori ...........................................................................................

A. Deteksi Dini Penyulit dan Komplikasi Kegawatdaruratan Pada


Persalinan ......................................................................................................
a. Pendarahan Pasca Persalinan atau Homorrhagic Post Partum ...............
b. Antonia Uteri ..........................................................................................
c. Retensio Plasenta ....................................................................................
d. Emboli Cairan Ketuban ..........................................................................
e. Robekan Jalan Lahir (derajat 1-4) ..........................................................
f. Inversio Uteri ..........................................................................................
g. Syok Obstetrik ........................................................................................

BAB III Penutup .....................................................................................................

A. Kesimpulan ...................................................................................................
B. Saran .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyulit dan komplikasi yang terjadi pada masa persalinan dapat
mengancam jiwa ibu. Untuk mendukung keterampilan seorang bidan
dalam menolong persalinan perlu memiliki pengetahuan yang luas serta
keahlian bidan dalam mengatasi resiko tinggi. Kemampuan tersebut
sangat penting bagi bidan karena apabila kejadian yang merugikan dapat
di prediksi dan dilakukan tindakan untuk pencegahan atau bidan siap
menanganinya secara efektif.
Persalinan adalah proses pengeluaran ( kelahiran ) hasil konsepsi
yang dapat hidup diluar uterus melalui vagina ke dunia luar. Pada proses
ini akan terjadi perubahan – perubahan baik perubahan fisiologis maupun
psikologis sebagai respon dari apa yang dirasakan dalam proses
persalinannya. Sehingga tidak tertutup kemungkinan pada persalinan
terjadinya kegawatdaruratan. Keadaan inilah yang dapat meningkatkan
Angka Kematian Ibu (AKI) maupun Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia, sehingga sebagai penolong persalinan seorang bidan harus
memiliki peran, fungsi, dan tanggung jawab yang sangat penting, oleh
karena itu dibutuhkan kompetensi ( kewenangan yang didukung oleh
kemampuan) untuk memutuskan sesuatu.
Kompetensi inti bidan berdasarkan Permenkes 572 tahun 1996
tentang registrasi dan praktik bidan yang ada dalam kurikulum D-3
Kebidanan tahun 1996 berupa memberi asuhan yang bermutu tinggi dan
tanggap terhadap budaya, memiliki persyaratan pengetahuan dan
ketrampilan dari ilmu sosial serta memberi asuhan antenatal bermutu
tinggi dioptimalkan selama kehamilan, yaitu deteksi dini , pengobatan, dan
rujukan (Sondakh, 2013: 101).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir sepontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2008).
Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai
secaraspontan beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian
selama proses persalinan, bayi dilahirkan spontan dengan presentasi
belakang kepala pada usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu. Setelah
persalinan ibu dan bayi dalam keadaan baik.
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketubankeluar dari uterus ibu. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus
berkontraksidan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis) (JNPK-KR DepKes RI, 2008: 37).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pendarahan pasca persalinan atau Homorrhagic post partum
(HPP) ?
2. Apa yang dimaksut dengan antonia uteri ?
3. Apa yang dimaksut dengan retensio plasenta ?
4. Apa yang dimaksut dengan emboli cairan ketuban ?
5. Apa itu robekan jalan lahir derajat 1 sampai 4 ?
6. Apa yang dimaksut dengan inversio uteri ?
7. Apa itu syok obstetrik ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pendarahan pasca persalinan atau
Homorrhagic post partum (HPP)
2. Untuk mengetahui antonia uteri
3. Untuk mengetahui apa itu retensio plasenta
4. Untuk mengetahui emboli cairan ketuban
5. Untuk mengetahui apa itu robekan jalan lahir derajat 1 sampai 4
6. Untuk mengetahui inversio uteri
7. Untuk mengetahui apa itu syok obstetrik
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Deteksi Dini Penyulit dan Komlikasi Kegawatdaruratan Pada


Persalinan Kala III dan Kala IV
a. Pendarahan Pasca Persalinan atau Homorrhagic Post Partum
(HPP)
Perdarahan postpartum atau perdarahan pasca persalinan adalah
perdarahan lebih dari 500 – 600 ml selama 24 jam setelah anak lahir.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500 –
600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Haemoragic Post
Partum ( HPP ) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam
pertama setelah lahirnya bayi. Normalnya, perdarahan dari tempat plasenta
terutama dikontrol oleh kontraksi dan retraksi anyaman serat-serat otot
serta agregasi trombosit dan trombus fibrin di dalam pembuluh darah
desidua. Perdarahan postpartum dibagi atas dua bagian yaitu perdarahan
postpartum dini dan lanjut. Perdarahan postpartum dini adalah perdarahan
yang berlebihan selama 24 jam pertama setelah kala tiga persalinan
selesai, sedangkan perdarahan postpartum lanjut adalah perdarahan yang
berlebihan selama masa nifas, termasuk periode 24 jam pertama setelah
kala tiga persalinan selesai.
Perdarahan postpartum merupakan suatu komplikasi potensial yang
mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan sectio cesaria. Meskipun
beberapa penelitian mengatakan persalinan normal seringkali
menyebabkan perdarahan lebih dari 500 ml tanpa adanya suatu gangguan
pada kondisi ibu. Hal ini mengakibatkan penerapan definisi yang lebih
luas untuk perdarahan postpartum yang didefinisikan sebagai perdarahan
yang mengakibatkan tanda - tanda dan gejala-gejala dari ketidakstabilan
hemodinamik, atau perdarahan yang mengakibatkan ketidakstabilan
hemodinamik jika tidak diterapi. Kasus ini menjadi penyebab utama
kematian ibu.

Secara umum terdapat berbagai kasus yang masuk dalam kategori


kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala III dan IV, dan
manifestasi klinik kasus kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam
rentang yang cukup luas. masa persalinan kala III dan IV tentang kasus
yang sering dan atau mungkin terjadi yaitu:

1. Atonia uteri

2. Retensio Plasenta

3. Emboli Cairan Ketuban

4. Robekan jalan lahir

5. Inversio Uteri

6. Syok Obstetrik

Secara tradisional perdarahan postpartum didefinisikan sebagai


kehilangan darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah selesainya kala III.
Perdarahan obstetri merupakan penyebab utama kematian ibu hamil
maupun ibu bersalin. Dinegara berkembang, kematian ibu bersalin akibat
perdarahan antepartum mencapai 50% dari seluruh kematian ibu bersalin.
Diseluruh dunia, 1 wanita meninggal setiap menit akibat komplikasi
kehamilan. Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik :
1. Atonia uteri
2. Retensio Plasenta
3. Robekan jalan lahir
4. Emboli cairan ketuban
5. Inversio Uteri
6. Syok Obstetrik
b. Antonia Uteri
Atonia uteri terjadi jika miometroium tidak berkontraksi. Dalam
hal ini uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas
perlekatan plasenta menjadi terbuka lebar. Penyebab perdarahan post
partum ini lebih banyak (2/3 dari semua kasus perdarahan post partum)
oleh Atonia Uteri. Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi
kegagalan berkontraksi dengan baik setelah persalinan (Saifudin AB,
2002). Sedangkan dalam sumber lain atonia didefinisikan sebagai
hipotonia yang mencolok setelah kelahiran placenta (Bobak, 2002). Dua
definisi tersebut sebenarnya mempunyai makna yang hampir sama, intinya
bahwa atonia uteri adalah tidak adanya kontraksi segera setelah plasenta
lahir.
Pada kondisi normal setelah plasenta lahir, otot-otot rahim akan
berkontraksi secara sinergis. Otot – otot tersebut saling bekerja sama untuk
menghentikan perdarahan yang berasal dari tempat implantasi plasenta.
Namun sebaliknya pada kondisi tertentu otot – otot rahim tersebut tidak
mampu untuk berkontraksi/kalaupun ada kontraksi kurang kuat. Kondisi
demikian akan menyebabkan perdarahan yang terjadi dari tempat
implantasi plasenta tidak akan berhenti dan akibatnya akan sangat
membahayakan ibu.
Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat
adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah
uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500 – 800 ml/menit,
sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama
beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang
sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter
saja.
Gejala:
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Gejala ini merupakan gejala
terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab
perdarahan yang lainnya.
b. Perdarahan terjadi segera setelah anak lahir Perdarahan yang terjadi
pada kasus atonia sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang
sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan.
Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai
anti pembeku darah.
c. Tanda dan gejala lainnya adalah terjadinya syok, pembekuan darah
pada serviks/posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar
a) Nadi cepat dan lemah
b) Tekanan darah yang rendah
c) Pucat
d) Keringat/kulit terasa dingin dan lembab
e) Pernapasan cepat
f) Gelisah, bingung, atau kehilangan kesadaran
g) Urin yang sedikit
Pengaruh terhadap maternal
Hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal
antara lain :
a. Kemungkinan terjadi polihidranmion, kehamilan kembar dan
makrosomia Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab
tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera
setelah plasenta lahir.
b. Persalinan lama. Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat
lelah, sehingga otot- otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi
segera setelah plasenta lahir.
c. Persalinan terlalu cepat
d. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
e. Infeksi intrapartum
f. Paritas tinggi.
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang
kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus
segera setelah plasenta lahir.

C .Retensio Plasenta

Retensio plasenta merupakan sisa plasenta dan ketuban yang msih


tertinggal dalam rongga rahim. Hal ini dapat menimbulkan perdarahan
postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (6-10 hari) pasca
postpartum.
Penyebab
Menurut Rustam Muchtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri (1998)
penyebab rentensio plasenta adalah :
a) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh terlalu
melekat lebih dalam, berdasarkan tingkat perlekatannya dibagi
menjadi :
1. Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta.
2. Plasentaa akreta, implantasi jonjot khorion memasuki sebagian
miometriun
3. Plasenta inkreta, implantasi menembus hingga miometriun
4. Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum
dinding rahim

Plasenta normal biasanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan


miometrium.

b) Plasenta sudah lepas tapi belum keluar, karena :


1. Atonia uteri adalah ketidak mampuan uterus untuk berkontraksi
setelah bayi lahir. Hal ini akan menyebabkan perdarahan yang
banyak
2. Adanya lingkaran kontriksi pada bagian rahim akibat kesalahan
penanganan kala III sehingga menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata)

Manipulasi uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan plasenta


dapat menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonika tidak tepat
pada waktunya juga akan dapat menyebabkan serviks berkontraksi dan menahan
plasenta. Selain itu pemberian anastesi yang dapat melemahkan kontraksi uterus
juga akan menghambat pelepasan plasenta.

Pembentukkan lingkaran kontriksi ini juga berhubungan dengan his. His


yang tidak efektif yaitu his yang tidak ada relaksasinya maka segmen bawah
rahim akan tegang terus sehingga plasenta tidak dapat keluar karena tertahan
segmen bawah rahim tersebut.

c) Penyebab lain :
Kandung kemih penuh atau rectum penuh
Hal-hal diatas akan memenuhi ruang pelvis sehingga dapat
menghalangi terjadinya kontraksi uterus yang efisien. Karena itu
keduanya harus dikosongkan. Bila plasenta belum lepas sama sekali
tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas
akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera
dikeluarkan.
Gejala
1. Plasenta belum lahir setelah 30 menit
2. Perdarahan segera (P3)
3. Uterus berkontraski dan keras, gejalan lainnya antara lain
4. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
5. Inversio uteri akibat tarikan dan
6. Perdarahan lanjutan
d. Emboli Cairan Ketuban
Emboli cairan amnion (emboli cairan ketuban) mengacu pada
perembesan cairan amnion kedalam sirkulasi darah ibu, emboli cairan
amnion ini terjadi karena efek pada membran amnion sesudah terjadi
ruptur membran tersebut atau sebagai akibat dari solusio plasenta parsial.
Emboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan
biasanya berakhir dengan kematian. Salah satu syok dalam obstetrik yang
bukan disebabkan karena pendarahan.

Faktor risiko

1. Kematian janin intrauterin


2. Paritas yang tinggi
3. Solusio plasenta
4. Penguatan persalinan dengan oksitosin
5. Usia ibu yang lanjut
6. Meningkatnya usia ibu
7. Adanya mekoneum
8. Laserasi serviks
9. Kematian janin dalam kandungan
10. Kontraksi yang terlalu kuat
11. Persalinan singkat
12. Plasenta akretra
13. Air ketuban yang banyak
14. Robeknya rahim
15. Adanya riwayat alergi atau atopi pada ibu
16. Adanya infeksi pada selaput ketuban
17. Bayi besar

Tanda dan gejala

1. Dispnea mendadak
2. Sianosis
3. Takipnea
4. Pendarahan
5. Nyeri dada
6. Batuk – batuk dengan sputum yang berbuih dan berwarna merah muda
7. Pasien bertambah gelisah dan cemas
8. Syok yang tidak sesuai dengan intensitas kehilangan darah

e. Robekan jalan lahir (derajat 1-4)


Serviks mengalami laterasi pada lebih dari separuh pelahiran
pervaginatum, sebagian besar berukuran kurang dari 0.5 cm. Robekan
yang dalam dapat meluas ke sepertiga atas vagina. Cedera terjadi setelah
setalah rotasi forceps yang sulit atau pelahiran yang dilakukan pada
serviks yang belum membuka penuh dengan daun forseps terpasang pada
serviks. Robekan dibawah 2 cm dianggap normal dan biasanya cepat
sembuh dan jarang menimbulkan kesulitan.
Gejala :
1. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
2. Uterus kontraksi dan keras
3. Plasenta lengkap, dengan gejala lain
4. Pucat, lemah, dan menggigil

Berdasarkan tingkat robekan, maka robekan perineum, dibagi menadi 4


tingkatan yaitu:

1. Tingkat I : Robekan hanya terdapat pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perineum
2. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei
transversalis, tetapi tidak mengenai sfringter ani
3. Tingkat III : Robekan menganai seluruh perineum dan otot sfringter ani
4. Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum
f. Inversio Uteri

Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian


atau seluruhnya masuk kedalam kavum uteri. (Rustam Mochtar, hal 304,
1998)

Inversio uteri adalah terbalik dan melipatnya uterus demikian rupa


sehingga lapisan endometriumnya dapat tampak sampai diluar perineum
atau dunia luar. (Manuaba, hal 822, 2007)

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri,


sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.
(Sarwono, hal 600 2007)

Pembagian inversio uteri

1. Inversio uteri ringan


2. Fundus uteri terbalik menonjol kedalam kavum uteri namun belum
keluar dari rongga rahim
3. Inversio uteri sedang
4. Fundus uteri terbalik dan sudah masuk kedalam vagina
5. Inversio uteri berat
6. Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagaian sudah keluar
vagina

Faktor Risiko

1. Posisi plasenta berada difundus


2. Tali pusat pendek
3. Abnormalitas plasenta (misalnya, akreta, inkreta, parkreta)
4. Anomali kongenital uterus (misalnya uterus bikornus)
5. Berat gravitasi masa intrauterus (misalnya, fibroid)
6. Riwayat inversio uteri pada persalinan sebelumnya
7. Atonia uteri
8. Penatalaksanaan kala III aktif yang salah
Tanda dan gejala

1. Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang
hebat; pendarahan yang banyak sampai syok, apalagi bila plasenta
masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas, dan dapat terjadi
strangulasi dan nekrosis.
2. Pemeriksaan dalam:
a. Bila masih inkomplit, maka pada darahsimfisis uterus teraba
fundus uteri cekung kedalam
b. Bila komplit diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina
teraba tumor lunak.
c. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik)

Komplikasi terhadap ibu dan janin

Inversio uteri yang terjadi menimbulkan:

1. Rasa nyeri abdomen bagian bawah


2. Dapat disertai kolap, sekalipun belum terdapat pendarahan sebagai
akibat syok neurogenik.(manuaba,hal 822, 2007)
g. Syok Obstetrik
Syok obstetrik adalah syok yang dijumpai dalam kebidanan yang
disebabkan baik oleh pendarahan, trauma, atau sebab – sebab lainnya,
dimana terjadi gangguan sirkulasi darah kedalam jaringan sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu
mengeluarkan hasil metabolisme.

Syok adalah merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk


mempertahankan perfusi yang adekuat keorgan - organ vital atau suatu
kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan
intensif Gejala Syok :

1. Nadi cepat dan lemah (110 kali permenit atau lebih)


2. Tekanan darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mm/hg)
3. Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan,
atau sekitar mulut)
4. Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lembab
5. Pernapasan cepat (30 kali permenit atau lebih)
6. Gelisah, bingung, atau hilangnya kesadaran
7. Tekanan darah turun (diastolik <60 mmHg)
8. Sesak nafas
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari materi di atas dapat disimpulkan bawa atonia uteri adalah
tidak adanya kontraksi segera setelah plasenta lahir. Sebagian besar
perdarahan pada masa nifas (75 – 80%) adalah akibat adanya atonia uteri.
Retensio plasenta merupakan sisa plasenta dan ketuban yang msih
tertinggal dalam rongga rahim. Hal ini dapat menimbulkan perdarahan
postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (6-10 hari) pasca
postpartum.
Robekan jalan lahir adalah keadaan dimana serviks mengalami
laterasi pada lebih dari separuh pelahiran pervaginatum, sebagian besar
berukuran kurang dari 0.5 cm. Robekan yang dalam dapat meluas ke
sepertiga atas vagina.
Perdarahan kala IV atau primer adalah perdarahan sejak kelahiran
sampai 24 jam pascapartum.atau kehilangan darah secara abnormal, rata-
rata kehilangan darah selama pelahiran pervaginam yang ditolong dokter
obstetrik tanpa komplikasi lebih dari 500 ml.
Syok obstetrik adalah merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat keorgan - organ vital atau suatu
kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan
intensif pada kasus obstetrik.
B. Saran
Semoga makalah yang saya susun ini dapat sangat bermanfaat bagi
para pembaca, dan dapat memberikan pengetahuan sedikit tentang Deteksi
dini penyulit dan komlikasi kegawatdaruratan pada persalinan kala III dan
IV yang ada dimakalah ini. Saya mengetahui bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi
penulisannya, bahkan dan lain sebagainnya.
Untuk itu saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat
saya harapkan agar dapat terciptanya makalah yang baik yang dapat
memberi pengetahuan yang benar kepada pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Bag. Obgin FK Unpad. 2004. Obstetri Patologi. Bandung.

Bennett, V.R dan L.K. Brown. 1996. Myles Textbook for Midwives. Edisi
ke-12. London: Churchill Livingstone.

Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2005. Maternity Nursing. Alih Bahasa: Maria


A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Edisi ke-4. Jakarta: EGC

Cuningham, F.G. dkk. 2005. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. Bagian 39:911.
USA: McGrawHill

JNPK. 2002. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta.

JHPIEGO, Pusdiknakes, dan WHO. 2003. Konsep Asuhan Kebidanan.


Jakarta.

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jilid II.


Jakarta: EGC.

Prawiroharjo, Sarwono. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

Saifuddin, A.B. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Edisi 1. Cetakan 2. Jakarta: YBP-SP.

Winkjosastro, H. dkk. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi ke-6. Jakarta:


YBPSP.

Bennett, V.R dan L.K. Brown. 1996. Myles Textbook for Midwives. Edisi
ke-12. London: Churchill Livingstone.

Winkjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta: YBPSP

Anda mungkin juga menyukai